BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Hasil Belajar...

22
5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar 2.1.1.1 Pengertian hasil belajar Hamalik (2002: 146) mengemukakan bahwa hasil belajar itu sendiri dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah, yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu. Menurut Gagne dalam Sumarno (2011), hasil belajar merupakan kemampuan internal (kapabilitas) yang meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap yang telah menjadi milik pribadi sesorang dan memungkinkan seseorang melakukan sesuatu. Pendapat hampir sama dikemukakan oleh Jenkins dan Unwin (Uno, 2011: 17) yang mengatakan bahwa hasil belajar adalah pernyataan yang menunjukkan tentang apa yang mungkin dikerjakan siswa sebagai hasil dari kegiatan belajarnya. Jadi hasil belajar merupakan pengalaman pengalaman belajar yang diperoleh siswa dalam bentuk kemampuan-kemampuan tertentu. Briggs dalam Taruh (2003: 17) mengatakan bahwa hasil belajar adalah seluruh kecakapan dan hasil yang dicapai melalui proses belajar mengajar di sekolah yang dinyatakan dengan angka-angka atau nilai-nilai berdasarkan tes hasil belajar. Dengan demikian, hasil belajar siswa dapat diperoleh guru dengan terlebih dahulu memberikan seperangkat tes kepada siswa untuk menjawabnya. Hasil tes belajar siswa tersebut akan memberikan gambaran informasi tentang kemampuan dan penguasaan kompetensi siswa pada suatu materi pelajaran yang kemudian dikonversi dalam bentuk angka-angka. Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik (Sudjana, 2009:3). Lebih khusus, Dimyati dan Mudjiono (2006:3-4) juga menyebutkan hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Hasil Belajar...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Hasil Belajar 2.1.1repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8165/3/T1_292010292_BAB II.pdf · sekolah, yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh

5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Hasil Belajar

2.1.1.1 Pengertian hasil belajar

Hamalik (2002: 146) mengemukakan bahwa hasil belajar itu sendiri dapat

diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di

sekolah, yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai

sejumlah materi pelajaran tertentu.

Menurut Gagne dalam Sumarno (2011), hasil belajar merupakan kemampuan

internal (kapabilitas) yang meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap yang telah

menjadi milik pribadi sesorang dan memungkinkan seseorang melakukan sesuatu.

Pendapat hampir sama dikemukakan oleh Jenkins dan Unwin (Uno, 2011: 17) yang

mengatakan bahwa hasil belajar adalah pernyataan yang menunjukkan tentang apa

yang mungkin dikerjakan siswa sebagai hasil dari kegiatan belajarnya. Jadi hasil

belajar merupakan pengalaman pengalaman belajar yang diperoleh siswa dalam

bentuk kemampuan-kemampuan tertentu.

Briggs dalam Taruh (2003: 17) mengatakan bahwa hasil belajar adalah

seluruh kecakapan dan hasil yang dicapai melalui proses belajar mengajar di sekolah

yang dinyatakan dengan angka-angka atau nilai-nilai berdasarkan tes hasil belajar.

Dengan demikian, hasil belajar siswa dapat diperoleh guru dengan terlebih dahulu

memberikan seperangkat tes kepada siswa untuk menjawabnya. Hasil tes belajar

siswa tersebut akan memberikan gambaran informasi tentang kemampuan dan

penguasaan kompetensi siswa pada suatu materi pelajaran yang kemudian dikonversi

dalam bentuk angka-angka.

Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai

hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan

psikomotorik (Sudjana, 2009:3). Lebih khusus, Dimyati dan Mudjiono (2006:3-4)

juga menyebutkan hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Hasil Belajar 2.1.1repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8165/3/T1_292010292_BAB II.pdf · sekolah, yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh

6

dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi

hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya pengajaran dari

puncak proses belajar.Dari beberapa pengertian hasil belajar diatas dapat disimpulkan

bahwa Hasil belajar adalah kemampuan maksimal yang dimiliki siswa setelah

menerima pengalaman belajarnya, dan sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah

ditetapkan.

2.1.1.2 Ranah Hasil Belajar

Teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga

kategori ranah antara lain kognitif, afektif, psikomotor. Perincian menurut Munawan

(2009:1-2) adalah sebagai berikut :

1. Ranah Kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6

aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian.

2. Ranah Afektif, berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima

jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi

dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.

3. Ranah Psikomotor, meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda,

koordinasi neuromuscular (menghubungkan, mengamati). Tipe hasil belajar

kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotor karena lebih menonjol,

namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus menjadi bagian dari hasil

penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah. Hasil belajar adalah kemampuan-

kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil

belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai

suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah memahami

belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi.

2.1.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Hasil belajar adalah salah satu indikator pencapaian tujuan pembelajaran di

kelas yang tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar itu

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Hasil Belajar 2.1.1repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8165/3/T1_292010292_BAB II.pdf · sekolah, yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh

7

sendiri. Sugihartono, dkk. (2007: 76- 77), menyebutkan faktor-faktor yang

mempengaruhi hasil belajar, sebagai berikut:

1. Faktor Lingkungan

Lingkungan merupakan wilayah yang sangat berpengaruh terhadap proses

belajar siswa. Lingkungan yang kotor dapat menghambat pembelajaran . Siswa

menjadi tidak terfokus pada pelajaran melainkan lingkungan yang kotor. Faktor

lain yang mempengaruhi hasil belajar siswa yaitu lingkungan sosial budaya.

Lingkungan sosial budaya di luar sekolah ternyata sisi kehidupan yang

mendatangkan problem sendiri bagi kehidupan anak didik di sekolah.

Pembangunan gedung sekolah yang tak jauh dari hiruk pikuk lalu lintas

menimbulkan kegaduhan suasana kelas.

2. Faktor Instrumental

Setiap sekolah mempunyai tujuan yang akan dicapai. Tujuan tentu saja

pada tingkat kelembagaan, agar dapat mencapai ke arah itu diperlukan

seperangkat kelengkapan dalam berbagai bentuk dan jenisnya. Sarana dan

fasilitas yang tersedia harus dimanfaatkan sebaik-baik agar berdaya guna dan

berhasil untuk kemajuan belajar anak didik di sekolah antara lain kurikulum,

program, sarana dan fasilitas, guru, kondisi Psikologis pendidik dan peserta didik.

3. Kondisi Fisikologis (Keadaan Jasmani)

Kondisi fisikologis pada umumnya sangat berpengaruh terhadap

kemampuan belajar seseorang. Siswa yang dalam keadaan segar akan lebih

maksimal belajarnya dibandingkan dengan siswa yang dalam keadaan kelelahan.

4. Kondisi psikologis (Keadaan Mental)

Semua keadaan dan fungsi psikologis tentu saja mempengaruhi belajar

seseorang. Berarti belajar bukanklah berdiri sendiri, terlepas dari faktor lain

seperti faktor luar dan faktor dari dalam. Faktor psikologis sebagai faktor dari

dalam tentu saja merupakan hal yang utama dalam menentukan intensitas belajar

seorang anak. Minat, bakat, motivasi, dan kemampuan-kemampuan kognitif

adalah faktor-faktor psikologis yang utama mempengaruhi proses dan hasil

belajar peserta didik.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Hasil Belajar 2.1.1repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8165/3/T1_292010292_BAB II.pdf · sekolah, yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh

8

2.1.2 Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)

2.1.2.1 Sejarah Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)

Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) merupakan adaptasi dari

pendekatan Realistic Matemathic Education (RME). RME pertama kali

dikembangkan oleh Hans Fruedental pada tahun 1970-an di Belanda. Selama

diterapkan di Belanda, pembelajaran dengan penerapan pendekatan RME telah

menunjukkan peningkatan prestasi siswa yang memuaskan. Banyak sekali pandangan

dari profesor Hans Fruedental sebagai seorang penulis, pendidik, dan matematikawan

yang melandasi penggunaan RME. Salah satunya adalah adalah keyakinan bahwa

siswa tidak boleh dipandang sebagai penerima pasif matematika yang sudah jadi

(passive receiver of readymade mathemathic). Hans Fruedenthal dalam Wijaya

(2011:20) juga menyatakan bahwa matematika adalah suatu bentuk aktivitas manusia.

Filosofi ini menunjukkan bahwa dalam memahami sebuah pengetahuan maka siswa

diharapkan membangun dan menemukan sendiri pemahamannya. Adapun

karakteristik dari pendekatan ini adalah memberikan kesempatan seluas-luasnya

kepada siswa untuk membangun pemahaman dan konsep yang baru dipelajarinya.

Awalnya, PMRI dilakukan di Indonesia dengan alasan mereformasi pendidikan

matematika yang dilakukan oleh tim PMRI (dimotori oleh Prof. RK Sembiring dkk)

pada tahun 1998. Hal ini dilakukan dengan cara mengirim sejumlah dosen pendidikan

matematika dari berbagai LPTK di Indonesia untuk mengambil program S3 dalam

bidang pendidikan matematika di Belanda. Selanjutnya pendekatan PMRI mulai diuji

cobakan di Indonesia pada tahun 2002.

2.1.2.2 Pengertian Pendidikan Matematik Realistik Indonesia (PMRI)

Pendidikan Matematik Realistik Indonesia (PMRI) merupakan pendekatan yang

dapat memberikan pengertian mengenai proses pendidikan matematika sebagai

proses menggabungkan pandangan tentang Apa itu matematika, bagaimana siswa

belajar matematika, dan bagaimana matematika harus diajarkan.

Menurut Marpaung yang dikutip Hammad (2009), PMRI merupakan

pendekatan dalam pembelajaran matematika yang sesuai dengan paradigma

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Hasil Belajar 2.1.1repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8165/3/T1_292010292_BAB II.pdf · sekolah, yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh

9

pendidikan sekarang. PMRI menginginkan adanya perubahan dalam paradigma

pembelajaran, yaitu dari paradigma mengajar menjadi paradigma belajar

Menurut Saragih (2007:25), PMRI adalah suatu pendekatan pembelajaran

matematika yang memiliki karakteristik: menggunakan masalah kontekstual,

menggunakan model, menggunakan kontribusi siswa, terjadi interaksi dalam proses

pembelajaran, menggunakan berbagai teori belajar yang relevan, saling terkait, dan

teerintegrasi dengan topic pembelajaran lainnya

Zulkardi (2001), mendefinisikan PMRI adalah teori pembelajaran yang

bertitik tolak dari hal-hal ’real’ bagi siswa, menekankan ketrampilan ’process of

doing mathematics’, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman

sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri (’student inventing’ sebagai

kebalikan dari ’teacher telling’) dan pada akhirnya menggunakann matematika itu

untuk menyelesaikan masalah baik individual maupun kelompok. Menurut Yusuf

Hartono (2008:7.1), PMRI adalah sebuah pendekatan belajar yang dikembangkan

sejak tahun 1971 oleh sekelompok ahli matematika dari freudenthal institute, Utrecht

university di negeri belanda

Menurut Suharta (2006:2), PMRI merupakan teori belajar mengajar dalam

pendidikan matematika yang harus dikaitkan dengan realita karena matematika

merupakan aktivitas manusia. Bagi sebagian besar siswa, keadaan seperti ini sangat

menyenangkan dan merupakan pengalaman langsung serta dekat dengan kehidupan

sehari-hari mereka.

Dhoruri (2010:9) Mendefinisikan PMRI adalah salah satu pendekatan

pembelajaran yang dapat mengaktifkan dan mengkondisikan siswa untuk

mengonstruksi sendiri pengetahuannya dengan menggunakan model-model yang

dikembangkan sendiri oleh siswa.

Menurut Soedjadi (2001:2). Pendidikan matematika realistik Indonesia adalah

pemanfaatan realitas yaitu hal-hal yang nyata atau konkret dan dapat diamati secara

langsung sesuai dengan lingkungan tempat siswa berada Sedangkan menurut Suharta

(2001:9): PMRI merupakan salah satu pendekatan pembelajaran matematika yang

berorientasi pada pematematisasian pengalaman sehari-hari (mathematize everyday

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Hasil Belajar 2.1.1repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8165/3/T1_292010292_BAB II.pdf · sekolah, yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh

10

experience) dan menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari (everydaying

mathematics)”.

Menurut Zainurie (2007) pendidikan matematika realistik indonesia (PMRI)

adalah matematika sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan

pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran.

Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa PMRI adalah

proses pembelajaran matematika yang menggunakan konteks dunia nyata sebagi titik

awal pembelajaran dan mengutamakan keaktifan siswa selama proses pembelajaran.

2.1.2.3 Karakteristik PMRI

Menurut Soedjadi (2001: 3) PMRI mempunyai beberapa karakteristik dan

komponen sebagai berikut:

1. The use of context (menggunakan konteks), artinya dalam pembelajaran

matematika realistik lingkungan keseharian atau pengetahuan yang telah dimiliki

siswa dapat dijadikan sebagai bagian materi belajar yang kontekstual bagi siswa.

2. Use models, bridging by vertical instrument (menggunakan model), artinya

permasalahan atau ide dalam matematika dapat dinyatakan dalam bentuk model,

baik model dari situasi nyata maupun model yang mengarah ke tingkat abstrak.

3. Students constribution (menggunakan kontribusi siswa), artinya pemecahan

masalah atau penemuan konsep didasarkan pada sumbangan gagasan siswa.

4. Interactivity (interaktif), artinya aktivitas proses pembelajaran dibangun oleh

interaksi siswa dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan lingkungan dan

sebagainya.

5. Intertwining (terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya), artinya topik-topik

yang berbeda dapat diintegrasikan sehingga dapat memunculkan pemahaman

tentang suatu konsep secara serentak.

2.1.2.4 Ciri-Ciri Pendekatan Pendidikan Matematik Realistik Indonesia (PMRI)

Menurut Gravemeijer dalam Hadi (2003) PMRI mempunyai ciri antara lain,

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Hasil Belajar 2.1.1repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8165/3/T1_292010292_BAB II.pdf · sekolah, yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh

11

1) Pemberian perhatian yang besar pada “reinvention” yakni siswa diharapkan dapat

membangun konsep dan struktur matematika bermula dari intuisi mereka masing-

masing. menurut Lange dalam Hadi (2003) bahwa penemuan kembali

(reinvention) ide dan konsep matematika tersebut harus dimulai dari penjelajahan

berbagai situasi dan persoalan “dunia rill”

2) Pengenalan konsep dan abstraksi melalui hal-hal yang kongkrit atau dari sekitar

siswa.

3) Selama proses pematematikaan siswa mengkonstruksi gagasannya sendiri, tidak

perlu sama antara siswa yang satu dengan siswa yang lainnya.

4) Hasil pemikiran siswa dikonfrontir dengan hasil pemikiran siswa yang lainnya.

Jadi, dalam hal ini pendekatan PMRI dilandasi dengan pandangan bahwa siswa

harus aktif dan siswa juga tidak boleh pasif.

2.1.2.5 Prinsip- prisip PMRI

Prinsip PMRI menurut Heuvel-Panhuizen dalam Permendiknas (2010: 10)

adalah sebagai berikut.

a. Prinsip aktivitas, yaitu matematika adalah aktivitas manusia. Pembelajar harus

aktif baik secara mental maupun fisik dalam pembelajaran matematika.

b. Prinsip relitas, yaitu pembelajaran seyogyanya dimulai dengan masalah-masalah

yang relistik atau dapat dibayangkan oleh siswa.

c. Prinsip berjenjang, artinya dalam belajar matemtika siswa melewati berbagai

jenjang pemahaman,yaitu dari mampu menemukan solusi suatu masalah

kontekstual atau relistik secara informal, melalui skematisasi memperoleh

pengetahuan tentang hal-hal yang mendasar sampai mampu menemukan solusi

suatu masalah matematis secara formal.

d. Prinsip jalinan, artinya berbagai aspek atau topik dalam matematika jangan

dipandang dan dipelajari sebagai bagian-bagian yang terpisah, tetapi terjalin satu

sama lain sehingga siswa dapat melihat hubungan antara materi-materi itu secara

lebih baik.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Hasil Belajar 2.1.1repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8165/3/T1_292010292_BAB II.pdf · sekolah, yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh

12

e. Prinsip interaksi, yaitu matematika dipandang sebagai aktivitas sosial. Siswa

perlu dan harus diberikan kesempatan menyampaikan strateginya dalam

menyelesaikan suatu masalah kepada yang lain untuk ditanggapi, dan menyimak

apa yang ditemukan orang lain dan strateginya menemukan itu serta

menanggapinya.

f. Prinsip bimbingan, yaitu siswa perlu diberi kesempatan untuk menemukan

(reinvention) pengetahuan matematika terbimbing.

2.1.2.6 Kelebihan dan Kelemahan PMRI

2.1.2.6.1 Kelebihan PMRI

Menurut Suwarsono (2001:5) terdapat kekuatan atau kelebihan dari PMRI, yaitu :

1. PMRI memberikan pengertian yang jelas kepada siswa tentang keterkaitan

matematika dengan kehidupan sehari-hari dan kegunaan pada umumnya bagi

manusia.

2. PMRI memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa matematika adalah

suatu bidang kajian yang dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa tidak

hanya oleh mereka yang disebut pakar dalam bidang tersebut.

3. PMRI memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa cara penyelesaian

suatu soal atau masalah tidak harus tunggal dan tidak harus sama antara yang

satu dengan yang lain. Setiap orang bisa menemukan atau menggunakan cara

sendiri, asalkan orang itu sungguh-sungguh dalam mengerjakan soal atau

masalah tersebut. Selanjutnya dengan membandingkan cara penyelesaian yang

satu dengan cara penyelesaian yang lain, akan bisa diperoleh cara penyelesaian

yang paling tepat, sesuai dengan tujuan dari proses penyelesaian masalah

tersebut.

4. PMRI memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa dalam

mempelajari matematika, proses pembelajaran merupakan suatu yang utama dan

orang harus menjalani proses itu dan berusaha untuk menemukan sendiri konsep-

konsep matematika dengan bantuan pihak lain yang sudah tahu ( misalnya guru ).

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Hasil Belajar 2.1.1repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8165/3/T1_292010292_BAB II.pdf · sekolah, yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh

13

Tanpa kemauan untuk menjalani sendiri proses tersebut, pembelajaran yang

bermakna tidak akan tercapai.

2.1.2.6.2 Kelemahan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)

Kelemahan PMRI menurut Suwarsono dalam Hadi (2003), yaitu :

a. Pencarian soal-soal yang kontekstual tidak terlalu mudah untuk setiap topik

matematika yang perlu dipelajari siswa.

b. Penilaian dan pembelajaran matematika realistik indonesia lebih rumit daripada

pembelajaran konvensional

c. Pemilihan alat peraga harus cermat sehingga dapat membantu peroses berfikir

siswa.

2.1.2.7 Langkah-Langkah PMRI

Melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh atau terhadap hasil

pelajaran. Fauzi (2002:) mengemukakan langkah-langkah di dalam proses

pembelajaran matematika dengan pendekatan PMRI, sebagai berikut:

1. Memahami masalah kontekstual, yaitu guru memberikan masalah kontekstual

dalam kehidupan sehari-hari dan meminta siswa untuk memahami masalah

tersebut.

2. Menjelaskan masalah kontekstual, yaitu jika dalam memahami masalah siswa

mengalami kesulitan, maka guru menjelaskan situasi dan kondisi dari soal dengan

cara memberikan petunjuk-petunjuk atau berupa saran seperlunya, terbatas pada

bagian-bagian tertentu dari permasalahan yang belum dipahami.

3. Menyelesaikan masalah kontekstual, yaitu siswa secara individual menyelesaikan

masalah kontekstual dengan cara mereka sendiri. Cara pemecahan dan jawaban

masalah berbeda lebih diutamakan. Dengan menggunakan lembar kerja, siswa

mengerjakan soal. Guru memotivasi siswa untuk menyelesaikan masalah dengan

cara mereka sendiri.

4. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban, yaitu guru menyediakan waktu dan

kesempatan kepada siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Hasil Belajar 2.1.1repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8165/3/T1_292010292_BAB II.pdf · sekolah, yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh

14

masalah secara berkelompok. Siswa dilatih untuk mengeluarkan ide-ide yang

mereka miliki dalam kaitannya dengan interaksi siswa dalam proses belajar .

5. Menyimpulkan, yaitu guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menarik

kesimpulan tentang suatu konsep atau prosedur.

Soedjadi (2001:3) menyatakan bahwa dalam pembelajaran matematika

realistik juga diperlukan upaya “mengaktifkan siswa”. Upaya itu dapat diwujudkan

dengan cara (1) mengoptimalkan keikutsertaan unsur-unsur proses belajar mengajar,

dan (2) mengoptimalkan keikutsertaan seluruh peserta didik. Salah satu kemungkinan

adalah dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk dapat menemukan atau

mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang akan dikuasainya. Salah satu upaya guru

untuk merealisasikan pernyataan di atas adalah menetapkan langkah-langkah

pembelajaran yang sesuai dengan prinsip dan karakteristik PMRI sebagai berikut :

Langkah 1. Memahami masalah kontekstual

Guru memberikan masalah kontekstual sesuai dengan materi pelajaran yang

sedang dipelajari siswa. Kemudian meminta siswa untuk memahami masalah yang

diberikan tersebut. Jika terdapat hal-hal yang kurang dipahami oleh siswa, guru

memberikan petunjuk seperlunya terhadap bagian-bagian yang belum dipahami

siswa.

Karakteristik PMRI yang muncul pada langkah ini adalah karakteristik pertama

yaitu menggunakan masalah kontekstual sebagai titik tolak dalam pembelajaran, dan

karakteristik keempat yaitu interaksi.

Langkah 2. Menyelesaikan masalah kontekstual

Siswa mendeskripsikan masalah kontekstual, melakukan interpretasi aspek

matematika yang ada pada masalah yang dimaksud, dan memikirkan strategi

pemecahan masalah. Selanjutnya siswa bekerja menyelesaikan masalah dengan

caranya sendiri berdasarkan pengetahuan awal yang dimilikinya, sehingga

dimungkinkan adanya perbedaan penyelesaian siswa yang satu dengan yang lainnya.

Guru mengamati, memotivasi, dan memberi bimbingan terbatas, sehingga siswa

dapat memperoleh penyelesaian masalah-masalah tersebut.

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Hasil Belajar 2.1.1repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8165/3/T1_292010292_BAB II.pdf · sekolah, yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh

15

Karakteristik PMRI yang muncul pada langkah ini yaitu karakteristik kedua

menggunakan model.

Langkah 3. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban

Guru menyediakan waktu dan kesempatan pada siswa untuk membandingkan

dan mendiskusikan jawaban mereka secara berkelompok, selanjutnya

membandingkan dan mendiskusikan pada diskusi kelas.

Karakteristik pendekatan PMRI yang tergolong dalam langkah ini adalah

karakteristik ketiga yaitu menggunakan kontribusi siswa (students constribution) dan

karakteristik keempat yaitu terdapat interaksi (interactivity) antara siswa dengan

siswa lainnya.

Langkah 4. Menyimpulkan

Guru mengarahkan umtuk menarik kesimpulan suatu konsep kemudian guru

meringkas atau menyelesaikan konsep yang termuat di dalam soal.

Karakteristik pembelajaran matematika realistik yang tergolong dalam langkah

ini adalah adanya interaksi (interactivity) antara siswa dengan guru (pembimbing).

Massova (2008:13) menyebutkan langkah-langkah dalam pembelajaran

matematika realistic adalah sebagai berikut:

a. Memahami masalah atau soal konteks

Guru memberikan masalah / persoalan konstekstual dan meminta siswa

untuk memahami masalah tersebut. Langkah ini sesuai dengan karakteristik 1-

PMRI, yaitu menggunakan masalah kontekstual

b. Menjelaskan masalah kontekstual

Langkah ini dilaksanakan apabila ada siswa yang belum paham dengan

masalah yang diberikan. Jika semua siswa sudah memahami maka lanagkah ini

tidak perlu dilakukan. Pada langkah ini guru menjelaskan situasi dan kondisi soal

dengan memberikan petunjuk seperlunya terhadap bagian tertentu yang belum

dipakai siswa. Langkah ini sesuai dengan karakteristik 4 –PMRI, yaitu adanya

interaksi antara siswa dengan guru maupun dengan siswa yang lain.

c. Menyelesaikan masalah kontekstual

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Hasil Belajar 2.1.1repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8165/3/T1_292010292_BAB II.pdf · sekolah, yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh

16

Siswa secara kelompok atau individu. Dalam menyelesaikan masalah atau

soal siswa diperbolehkan berdeda dengan siswa yang lain. Dengan menggunakan

lembar kegiatan siswa, siswa mengerjakan soal dalam tingkat kesulitan yang

berbeda. Guru memotivasi siswa untuk menyelesaikan masalah dengan cara

mereka sendiri-sendiri. Guru hanya memberikan arahan berupa pertanyaan

langkah atau pertanyaan penggiring agar siswa mampu menyelesaikan masalah

sendiri. Ini sesuai dengan karakteristik 2 –PMRI.

d. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban

Guru memfasilitasi diskusi dan menyediakan waktu untuk membandingkan

dan mendiskusikan jawaban dari soal secara kelompok, dan selanjutnya dengan

diskusi kelas. Langkah ini sesuai dengan karakteristik 3 –PMRI dan 4 –PMRI

yaitu menggunakan kontribusi siswa dan interaksi antar siswa yang satu dengan

yang lain.

e. Menyimpulkan hasil diskusi

Guru mengarahkan untuk menarik kesimpulan suatu konsep, lalu guru

meringkas atau menyelesaikan konsep yang termuat dalam soal.

Mengacu pada pendapat-pendapat di atas bahwa secara prinsip pendekatan

PMRI merupakan gabungan dari pendekatan konstruktivisme dan kontekstual,

dalam arti memberi kesempatan pada siswa untuk membentuk (mengkonstruksi)

sendiri pemahaman mereka tentang ide, dan konsep matematika, melalui

penyelesaian masalah dunia nyata (kontekstual). Dan memiliki langkah –langkah

sebagai berikut :

a. Memahami masalah kontekstual, yaitu guru memberikan masalah kontekstual

dalam kehidupan sehari-hari dan meminta siswa untuk memahami masalah

tersebut.

b. Menjelaskan masalah kontekstual, yaitu jika dalam memahami masalah siswa

mengalami kesulitan, maka guru menjelaskan situasi dan kondisi dari soal

dengan cara memberikan petunjuk-petunjuk atau berupa saran seperlunya,

terbatas pada bagian-bagian tertentu dari permasalahan yang belum dipahami.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Hasil Belajar 2.1.1repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8165/3/T1_292010292_BAB II.pdf · sekolah, yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh

17

c. Menyelesaikan masalah kontekstual, yaitu siswa secara individu atau

kelompok menyelesaikan masalah kontekstual dengan cara mereka sendiri.

d. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban, yaitu guru menyediakan waktu

dan kesempatan kepada siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan

jawaban masalah secara berkelompok dan diskusi kelas.

e. Menyimpulkan, yaitu guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menarik

kesimpulan tentang suatu konsep atau prosedur.

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa langkah PMRI yang

pertama adalah guru memberikan masalah yang ada di dalam kehidupan sehari-

hari dan siswa diminta untuk memahami masalah tersebut. Langkah yang kedua

yang harus dilakukan adalah guru memberikan petunjuk-petunjuk pada

permasalahan yang belum dipahami. Langkah ketiga adalah siswa berusaha

menyelesaikan masalah dengan cara mereka sendiri baik individu maupun

kelompok. Langkah keempat adalah siswa diminta untuk mendiskusikan dan

membandingkan masalah tersebut. Langkah terakhir adalah siswa menarik

kesimpulan.

2.1.2.8 Perbedaan PMRI dengan Pendekatan Lain

Salah satu ciri yang membedakan Pendekatan PMRI dengan pendekatan-

pendekatan lain pada pembelajaran matematika adalah bahwa pada Pendekatan PMRI

terdapat matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal. Ardana (2007)

mengatakan bahwa matematisasi horizontal merujuk pada proses transformasi

masalah yang dinyatakan dalam bahasa sehari-hari (dunia nyata) ke bahasa

matematika (dari masalah kontekstual ke masalah matematika atau dari masalah

informal ke formal). Dengan kata lain, proses menghasilkan pengetahuan (konsep,

prinsip, model) matematis dari masalah kontekstual sehari-hari termasuk

matematisasi horizontal. Sedangkan matematisasi vertikal adalah proses dalam

matematika itu sendiri (menyelesaikan masalah matematika secara formal atau dari

formal ke formal). Dengan kata lain proses matematisasi vertical menghasilkan

konsep, prinsip, model matematis baru dari pengetahuan matematika. Freudenthal

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Hasil Belajar 2.1.1repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8165/3/T1_292010292_BAB II.pdf · sekolah, yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh

18

dalam van den Heuvel-Panhuizen (2001: 3) menyatakan bahwa; horizontal

mathematization involves going from the world of life into the world of symbols,

while vertical mathematization means moving within the world of symbols. Hal ini

berarti bahwa matematisasi horizontal adalah proses matematisasi dari dunia nyata

yang ada dalam kehidupan siswa ke dunia matematika, sedangkan matematisasi

vertikal adalah proses yang terjadi di dalam dunia matematika itu sendiri.

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa dimaksud

dengan matematisasi horizontal adalah proses yang dilakukan siswa untuk

menyelesaikan masalah dalam realitas kehidupan sehari-hari secara informal

berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya sedangkan matematisasi vertikal adalah

proses generalisasi simbol/model matematika terhadap penyelesaian masalah yang

diperoleh siswa melalui proses matematisasi horizontal.

1. Konsepsi Siswa Dalam PMRI

Pendekatan PMRI mempunyai konsepsi tentang siswa sebagai berikut :

a. Siswa memiliki seperangkat konsep alternatif tentang ide-ide matematika

yang mempengaruhi belajar selanjutnya.

b. Siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk pengetahuan itu

untuk dirinya sendiri.

c. Pembentukan pengetahuan merupakan proses perubahan yang meliputi

penambahan, kreasi, modifikasi, penghalusan, penyusunan kembali, dan

penolakan.

d. Pengetahuan baru yang dibangun oleh siswa untuk dirinya berasal dari

seperangkat ragam pengalaman.

e. Setiap siswa tanpa memandang ras, budaya, dan jenis kelamin mampu

memahami dan mengerjakan matematika.

2. Konsepsi Guru Dalam PMRI

PMRI mempunyai konsepsi tentang guru sebagai berikut:

a. Guru hanya sebagai fasilitator belajar

b. Guru harus mampu membangun pengajaran yang interaktif

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Hasil Belajar 2.1.1repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8165/3/T1_292010292_BAB II.pdf · sekolah, yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh

19

c. Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif

menyumbang pada proses belajar dirinya, dan secara aktif membantu siswa

dalam menafsirkan persoalan riil

d. Guru tidak terpancang pada materi yang termaksud dalam kurikulum,

melainkan aktif mengaitkan kurikulum dengan dunia-riil, baik fisik maupun

sosial. (Masbied, 2010)

3. Konsepsi tentang Pengajaran

Pengajaran matematika dengan pendekatan PMRI meliputi aspek-aspek berikut:

a. Memulai pelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang “riil” bagi siswa

sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya, sehingga siswa segera

terlibat dalam pelajaran secara bermakna

b. Permasalahan yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai dengan tujuan yang

ingin dicapai dalam pelajaran tersebut

c. Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik secara

informal terhadap persoalan/masalah yang diajukan

d. Pengajaran berlangsung secara interaktif: siswa menjelaskan dan memberikan

alasan terhadap jawaban yang diberikannya, memahami jawaban temannya

(siswa lain), setuju terhadap jawaban temannya, menyatakan ketidaksetujuan,

mencari alternatif penyelesaian yang lain; dan melakukan refleksi terhadap

setiap langkah yang ditempuh atau terhadap hasil pelajaran. (De Lange, 1995)

e. Titik awal proses belajar dengan pendekatan PMRI menekankan pada

konsepsi yang sudah dikenal oleh siswa. Setiap siswa mempunyai konsep

awal tentang ide-ide matematika. Setelah siswa terlibat secara bermakna

dalam proses belajar, maka proses tersebut dapat ditingkatkan ke tingkat yang

lebih tinggi. Pada proses pembentukan pengetahuan baru tersebut, siswa

bertanggung jawab terhadap proses belajarnya sendiri. (M. Asikin Hidayat,

2001).

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Hasil Belajar 2.1.1repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8165/3/T1_292010292_BAB II.pdf · sekolah, yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh

20

2.1.2.9 Konsep Siswa dalam Pendidikan Matematika Realistik Indonesia

(PMRI)

Dalam pendidikan matematika realistik Indonesia siswa dipandang sebagai

individu yang mempunyai ilmu pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh dari

lingkungan. Dan disebutkan pula bahwa siswa mampu mengembangkan sendiri ilmu

pengetahuaan dan pemahamannya di bidang matematika. Berdasarkan pemikiran

tersebut konsepsi siswa dalam pendekatan ini adalah sebagai berikut Sutarto

Hadi,(2005) dalam Supinah dan Agus D.W, (2008).

1. Siswa memiliki seperangkat konsep alternative tentang ide-ide matematika yang

mempengaruhi belajar selanjutnya.

2. Siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk pengetahuan itu untuk

dirinya sendiri.

3. Siswa membentuk pengetahuan melalui proses perubahan yang meliputi

penambahan, kreasi, modifikasi, epnghalusan, penyusunan kembali, dan

penolakan.

4. Siswa membangun pengetahuan baru untuk dirinya sendiri dari beragam

pengalaman yang dimilikinya.

5. Siswa mempunyai kemampuan untuk memahami dan mengerjakan matematika

tanpa memandang, budaya, dan jenis kelamin

2.1.2.10 Fase-Fase Pendekatan PMRI

Fase-fase pendekatam PMRI mengacu pada Gravemeijer, Sutarto Hadi, dan

Treffers yang menunjukan bahwa pengajaran matematika dengan pendekatan realistik

meliputi fase-fase berikut (Kemendiknas, 2010)

a. Fase pendahuluan

Pada fase ini, guru memulai pelajaran dengan mengajukan masalah (soal)

yang “riil” bagi siswa yang berarti sesuai dengan pengalaman dan tingkat

pengetahuannya, sehingga siswa segera terlibat dalam pelajaran secara bermakna.

b. Fase pengembangan.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Hasil Belajar 2.1.1repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8165/3/T1_292010292_BAB II.pdf · sekolah, yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh

21

Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik secara

informal terhadap persoalan atau masalah yang diajukan.

c. Fase penutup atau penerapan.

2.1.2.11 Refleksi dan Penilaian dalam Pembelajaran PMRI

Dalam setiap pembelajaran, refleksi merupakan suatu hal yang utama untuk

memberikan gambaran mengenai proses belajar mengajar yang telah berlangsung

sebelumnya. Refleksi merupakan suatu kegiatan dengan menyimak kembali secara

intensif terhadap proses pembelajaran, antara lain materi pelajaran, pengalaman, ide-

ide, usul-usul, atau reaksi spontan agar dapat memahami dan menangkap maknanya

secara lebih mendalam. Dengan demikian, akan mampu mengungkap tentang apa

yang sudah dan sedang dikerjakan. Apakah yang dikerjakan itu sesuai dengan apa

yang dipikirkan? Dengan adanya refleksi guru dapat mengetahui perkembangan

pembelajaran yang dilakukan. Hasil dari refleksi dapat menjadi gambaran bagi guru

dalam mengambil tindakan dalam kegiatan selanjutnya. Pentingnya refleksi

dinyatakan Supinah (2009 : 78) sebagai berikut.

1. Bagi guru

Mendapatkan informasi tentang apa yang dipelajari siswa dan bagaimana

siswa mempelajarinya. Disamping itu, guru dapat melakukan perbaikan dalam

perencanaan dan pembelajaran pada kesempatan-kesempatan berikutnya atau

waktu yang akan datang.

2. Bagi siswa

Meningkatkan kemampuan berfikir matematika siswa, disamping itu juga

sama halnya seperti yang dilakukan guru.

Tentang hal-hal yang perlu dalam refleksi menurut Arvold, Turner, dan Cooney

dalam Supinah ( 2009 : 79 ) merekomendasikan siswa untuk memberi jawaban

atau respon terhadap pertanyaan-pertanyaan berikut ini.

1. Apa yang saya pelajari hari ini?

2. Kesulitan apakah yang saya pelajari hari ini?

3. Bagian matematika manakah yang saya suka?

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Hasil Belajar 2.1.1repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8165/3/T1_292010292_BAB II.pdf · sekolah, yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh

22

4. Pada bagian matematika manakah saya mengalami kesulitan?

Dari pihak guru, dalam melakukan refleksi baik jika dapat

mengikutsertakan metode mengajar, pedagogi, penyelesaian yang menarik dan

bermanfaat baginya serta bagaimana mengelola suasana belajar yang baik dalam

kelas. Dalam Pendekatan PMRI, penilaian bukan hanya pada hasil akhir, tetapi

juga pada proses pembelajaran itu sendiri. Idealnya, selama kegiatan

pembelajaran, proses penilaian pun dilaksanakan. Ada banyak hal yang dapat

digunakan sebagai sarana untuk melaksanakan penilaian. Diantaranya,

kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dengan menggunakan strategi

yang berbeda, interaksi siswa, diskusi selama proses belajar.

Tujuan dilaksanakannya penilaian untuk memberi gambaran informasi

tentang proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan dan dapat juga sebagai

alat untuk membantu proses pengambilan keputusan.

De Lange (1987) dalam Zulkardi (2002 : 35) “merumuskan lima prinsip panduan

penaksiran atau penilaian dalam Pendekatan PMRI seperti berikut.

1. Tujuan utama pengujian adalah untuk memperbaiki proses belajar-mengajar.

2. Metode penilaian sebaiknya dapat memudahkan para murid

mendemonstrasikan apa yang mereka tahu ketimbang apa yang tidak tahu.

3. Penilaian sebaiknya mengoperasionalkan semua tujuan pendidikan

matematika.

4. Kualitas penilaian matematika tidak ditentukan oleh kemudahan akses

terhadap penilaian objektif.

5. Alat penilaian sebaiknya praktis, cocok dengan praktik sekolah umum.

Dalam Pendekatan PMRI, proses dan produk berpengaruh penting dalam

penilaian sehingga diharapkan penilaian dilaksanakan baik selama proses

interaksi maupun hasil mereka.

Ada beberapa teknik penilaian yang dapat digunakan. Suryanto (2010)

memberikan beberapa alternatif yang dapat digunakan sebagai sarana penilaian,

yaitu.

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Hasil Belajar 2.1.1repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8165/3/T1_292010292_BAB II.pdf · sekolah, yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh

23

1. Hasil akhir siswa, dapat berupa jurnal, video, demonstrasi, majalah dinding,

seni, maupun hasil kontruksi model-model matematika.

2. Portofolio siswa merupakan kumpulan karya siswa yang dihasilkan siswa.

Dapat berupa gambar, laporan, hasil analisis suatu permasalahan, ataupun

proses penyelesaian suatu masalah.

3. Penyelesaian terhadap pemecahan permasalahan atau tanggapan terhadap

pertanyaan terbuka yang dituangkan dalam tulisan.

4. Kemampuan menginvestigasi permasalahan berkaitan dengan bidang studi

lain seperti ilmu pengetahuan umum, ilmu sosial, ataupun penyelesaian soal-

soal matematika itu sendiri.

5. Tanggapan siswa terhadap suatu kasus, situasi, dan permasalahan terbuka

yang diberikan guru.

6. Penilaian kinerja siswa baik kelompok atau individu dalam memecahkan

permasalahan.

7. Pengamatan langsung terhadap siswa dalam usahanya menyelesaikan suatu

permasalahan yang diberikan guru.

8. Wawancara dilakukan untuk mengetahui kedalaman pemahaman siswa

terhadap permasalahan yang disampaikan.

9. Mengajukan pertanyaan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk berpikir

sehingga guru mampu menggali informasi terhadap pemahaman siswa.

10. Siswa diberi kesempatan untuk menilai sendiri kemampuannya dalam belajar,

disesuaikan dengan pengembangan yang mereka kembangkan.

2.1.3 Kajian Hasil Penelitian yang relevan

Penelitian yanga akan dikemukakan oleh peneliti sekarang ini mengacu pada

penelitian yang telah ada sebelumnya.

Frida Mayferani (2006) dalam penelitian yang berjudul Keefektifan

Implementasi Model Pembelajaran Pendekatan matematika realistik (PMRI) Pada

Pokok Bahasan Segi Empat Bagi Siswa kelas VII semester 2 SMP Negeri 4 kudus

Tahun Siswaan 2006-2007 dengan tujuan membandingkan pembelajaran matematika

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Hasil Belajar 2.1.1repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8165/3/T1_292010292_BAB II.pdf · sekolah, yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh

24

dengan menggunakan model pembelajaran Pendekatan matematika realistik (PMRI)

dengan media lembar kerja siswa (LKS) memperoleh hasil penelitian bahwa

kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar menggunakan model

pembelajaran Pendekatan matematika realistik (PMRI) lebih baik dibandingkan

kemampuan pemecahan masalah siswa yang diajarkan menggunakan model

pembelajaran menggunakan media Lembar Kerja Siswa (LKS) dalam metode

discovery maupun dengan model pembelajaran ekspositori dalam pokok bahasan segi

empat bagi siswa kelas VII Semester 2 SMP Negeri 4 Kudus.

Ari Munarsih (2008) dalam penelitian yang berjudul “Upaya Peningkatan

Hasil Belajar Matematika Melalui Pendekatan matematika realistik (PMRI) (PTK

Pembelajaran matematika kelas 3 SDN karangnongko II boyolali)” dengan tujuan

untuk meningkatkan hasil belajar mata pelajaran matematika menyimpulkan bahwa

pendekatan Pendekatan matematika realistik (PMRI) meningkatkan hasil

pembelajaran matematika. Dari hasil dari penelitian ini siswa yang tuntas pada pra

siklus adalah 11 siswa (31,43%) dari 35 siswa sedangkan siswa yangh belum tuntas

sebanyak 24 siswa (68,57) dengan rata-rata 61,31. Pada siklus 1 siswa yang tuntas

sebanyak 24 siswa atau 70% dari keseluruhan siswa. Sedangkan siswa yang belum

tuntas senyak 11 siswa atau 30% dengan nilai rata-rata 72

Andriyani (2009) dalam penelitian yang berjudul “ Penerapan Pendidikan

Matematika Realistik Indonesia (PMRI) Pada Materi Pokok Bangun Datar di Kelas V

SD Negeri 104 Palembang”. Dengan tujuan pembelajaran dapat berlangsung dengan

baik dengan nilai yang memuaskan. Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat

disimpulkan bahwa ativitas belajar siswa paling dominan adalah aktivitas menulis

(84,7%) dan aktivitas yang paling rendah yaitu aktivitas lisan ( 71,8%), serta dengan

hasil belajar ( 81,5%) dan dikategorikan baik

Berdasarkan penelitian di atas menunjukkan bahwa pendekatan PMRI dapat

meningkatkan hasil belajar matematika. Mengacu pada penelitian terdahulu, maka

peneliti melakukan penelitian dengan pendekatan yang sama. Perbedaan penelitian ini

terletak pada subjek penelitian. Peneliti berasumsi bahwa perbedaan subjek penelitian

merupakan faktor lain yang mempengaruhi hasil belajar siswa. Selain itu fokus

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Hasil Belajar 2.1.1repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8165/3/T1_292010292_BAB II.pdf · sekolah, yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh

25

penelitian yang saya teliti adalah penerapan pendekatan PMRI untuk meningkatkan

hasil belajar matematika pada materi operasi bilangan pecahan bagi siswa kelas 4

SDN Gendongan 03. Hasil belajar dianggap penting karena menunjukkan

keberhasilan proses pembelajaran.

2.1.4 Kerangka Berpikir

Dalam proses belajar mengajar tujuan pembelajaran merupakan salah satu

komponen yang penting. Untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam suatu proses

belajar mengajar yang efektif dan efesien, maka seorang guru biasanya akan memilih

metode dan media dan pendekatan pembelajaran yang secara nalar diperkirakan tepat

untuk menyampaikan suatu topik yang sedang dibahas.

Mengingat matematika merupakan suatu mata pelajaran yang lebih banyak

berhubungan dengan pengamatan maupun pengalaman langsung maka sangat

dibutuhkan adanya metode atau pendekatan yang sesuai dengan karakteristik

matematika tersebut. Untuk itu pendekatan PMRI pantas direkomendasikan dalam

pengajaran matematika. Hal ini disebabkan karena pendekatan PMRI merupakan

pendekatan pembelajaran yang mengarahkan siswanya untuk secara langsung

mengalami pengalamannya sendiri. Pendekatan PMRI melibatkan siswa atau

menggunakan alam sekitar dan benda-benda nyata sehingga mereka dapat berdiskusi

dan berkolaborasi, beragumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat

menemukan sendiri dan akhirnya menggunakan matematika untuk menyelesaikan

masalah baik secara individu maupun kelompok. Selama ini matematika masih

dianggap sebagai salah satu mata pelajaran yang sukar sehingga ketertarikan atau

motivasi siswa untuk belajar matematika masih rendah. Dengan menggunakan

pendekatan PMRI diharapkan menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan hasil

belajar siswa.

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Hasil Belajar 2.1.1repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8165/3/T1_292010292_BAB II.pdf · sekolah, yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh

26

2.1.5 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka berfikir yang telah diuraikan di atas maka dapat

dirumuskan hipotesis dalam penelitian adalah penerapan PMRI dapat meningkatkan

hasil belajar matematika pada materi bilangan pecahan bagi siswa kelas 4 SDN

Gendongan 03 Salatiga Semester 2 tahun pelajaran 2013/2014.

Kondisi Awal Pembelajaran

konvensional belum real

Hasil belajar

masih rendah

Tindakan

Hasil Belajar

Matematika siswa dapat

meningkat

konsep matematika

Guru menerapkan

PMRI

Gambar 2.1 Paradigma Penelitian

Kondisi Akhir

Pembelajaran

dengan PMRI

Pemantapan

dengan PMRI