BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir Pada era ... II.pdfyang akan dibuat, maka perlu...

24
5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir Pada era perkembangan teknologi yang semakin pesat ini, khususnya di Indonesia. Maka permintaan masyarakat terhadap energi listrik semakin meningkat. Menyadari hal tersebut PT. PLN ( Persero ) berencana akan membangun Gardu Induk dengan kapasitas 500 kV di Antosari, Kabupaten Tabanan. Dengan kapasitas yang sangat besar ini, untuk menunjang penelitian yang akan dibuat, maka perlu melakukan atau mencari kajian-kajian mutakhir yang dapat membantu penelitian ini sehingga mendapatkan hasil yang benar. Berikut ini adalah refrensi yang digunakan dalam kajian mutakhir : 1. Penelitian dilakukan di Gardu Induk PLTU Teluk Sirih 2 x 122 MW yang masih tahap kontruksi. Dalam penelitian ini menggunakan perhitungan sistem pentanahan grid berdasarkan data yang telah diambil sebelumnya, kemudian dibandingkan dengan 34 titik hasil pengukuran langsung di lapangan. Hasil yang didapat dari perhitungan sebesar 0,7106 Ω dan dari hasil pengukuran dengan hasil rata-rata sebesar 0,38 Ω. Dari hasil perhitungan dan pengukuran sudah sesuai dengan standar yaitu < 1 Ω (Andi Syofian, 2013). 2. Seminar dan hasil penelitian dan pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh Henry B.H. Sitorus, Herman Halomoan Sinaga, Hendrik A.N. Simanjuntak dengan judul Disain Sistem Pentanahan Grid-Rod Gardu Induk 150 kV Untuk Berbagai Kondisi Tanah di Lampung. Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Lampung, 2008. Pada penelitian ini menggunakan program, program ini menggunakan data acuan yang digunakan sebagai input untuk program perhitungan nilai tahanan pentanahan (R), tegangan sentuh (Em), tegangan langkah (Es) dan kriteria tegangan sentuh dan langkah yang diijinkan untuk sebuah gardu induk. Hasil dari perhitungan dengan program ini dibandingkan dengan data Gardu Induk Tegangan Tinggi 150 kV Sutami. Berdasarkan perbandingan hasil program dengan data salah satu gardu induk yang ada di Lampung yakni GITT 150 kV Sutami menunjukkan bahwa nilai

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir Pada era ... II.pdfyang akan dibuat, maka perlu...

5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Mutakhir

Pada era perkembangan teknologi yang semakin pesat ini, khususnya di

Indonesia. Maka permintaan masyarakat terhadap energi listrik semakin

meningkat. Menyadari hal tersebut PT. PLN ( Persero ) berencana akan

membangun Gardu Induk dengan kapasitas 500 kV di Antosari, Kabupaten

Tabanan. Dengan kapasitas yang sangat besar ini, untuk menunjang penelitian

yang akan dibuat, maka perlu melakukan atau mencari kajian-kajian mutakhir

yang dapat membantu penelitian ini sehingga mendapatkan hasil yang benar.

Berikut ini adalah refrensi yang digunakan dalam kajian mutakhir :

1. Penelitian dilakukan di Gardu Induk PLTU Teluk Sirih 2 x 122 MW yang

masih tahap kontruksi. Dalam penelitian ini menggunakan perhitungan sistem

pentanahan grid berdasarkan data yang telah diambil sebelumnya, kemudian

dibandingkan dengan 34 titik hasil pengukuran langsung di lapangan. Hasil

yang didapat dari perhitungan sebesar 0,7106 Ω dan dari hasil pengukuran

dengan hasil rata-rata sebesar 0,38 Ω. Dari hasil perhitungan dan pengukuran

sudah sesuai dengan standar yaitu < 1 Ω (Andi Syofian, 2013).

2. Seminar dan hasil penelitian dan pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh

Henry B.H. Sitorus, Herman Halomoan Sinaga, Hendrik A.N. Simanjuntak

dengan judul Disain Sistem Pentanahan Grid-Rod Gardu Induk 150 kV Untuk

Berbagai Kondisi Tanah di Lampung. Jurusan Teknik Elektro, Fakultas

Teknik, Universitas Lampung, 2008. Pada penelitian ini menggunakan

program, program ini menggunakan data acuan yang digunakan sebagai input

untuk program perhitungan nilai tahanan pentanahan (R), tegangan sentuh

(Em), tegangan langkah (Es) dan kriteria tegangan sentuh dan langkah yang

diijinkan untuk sebuah gardu induk. Hasil dari perhitungan dengan program

ini dibandingkan dengan data Gardu Induk Tegangan Tinggi 150 kV Sutami.

Berdasarkan perbandingan hasil program dengan data salah satu gardu induk

yang ada di Lampung yakni GITT 150 kV Sutami menunjukkan bahwa nilai

6

dari tahanan pentanahan, tegangan langkah, dan tegangan mesh keduanya

sesuai dengan standard IEEE/ANSI Std 80-1986 yang berarti aman untuk

manusia dan peralatan yang berada pada area gardu induk pada keadaan

normal maupun gangguan tanah (Henry,dkk, 2008).

2.2 Tinjauan Pustaka

2.2.1 Proses Penyaluran Tenaga Listrik 500 kV

Tenaga listrik dibangkitkan dipusat – pusat listrik seperti PLTA,

PLTU, PLTD dan PLTG kemudian disalurkan melalui saluran transmisi

setelah terlebih dahulu dinaikkan tegannya oleh transformator penaik

tegangan yang berada di pusat listrik.

Saluran transmisi tegangan tinggi mempunyai tegangan 70 kV, 150 kV

dan 500 kV. Khusus untuk tegangan 500 kV dalam prakteknya sering

disebut tegangan ekstra tinggi. Setelah melalui saluran transmisi maka tenaga

listrik sampai ke gardu induk untuk diturunkan menjadi tegangan menengah atau

tegangan distribusi primer yang bertegangan 6 kV, 12 kV atau 20 kV. Yang

cenderung di gunakan di Indonesia adalah 20 kV. Jaringan setelah keluar dari

gardu induk biasa di sebut jaringan distribusi, sedangkan jaringan antara pusat

listrik dan gardu induk biasa disebut jaringan transmisi, baik saluran transmisi

atau pun saluran distribusi ada yang berupa saluran udara dan ada yang berupa

kabel tanah.

Setelah melalui jaringan distribusi primer kemudian tenaga listrik

diturunkan tegangannya dalam gardu – gardu distribusi menjadi tegangan

rendah atau jaringan distribusi sekuder dengan tegangan 380 V atau 220 V.

Melalui jaringan tegangan rendah untuk selanjutnya disalurkan ke rumah – rumah

pelanggan (konsumen) melalui sambungan rumah hingga ke alat pengukur dan

pembatas atau biasa di sebut kWh Meter.

7

2.2.2 Sistem Pentanahan

Perilaku tahanan sistem pentanahan sangat tergantung pada frekuensi

(dasar dan harmonisanya) dari arus yang mengalir ke sistem pentanahan tersebut.

Dalam suatu pentanahan baik penangkal petir atau pentanahan sistem tenaga

adalah berapa besar impedansi sistem pentanahan tersebut (Anggoro, 2002).

Besar impedansi pentanahan tersebut sangat dipengaruhi oleh banyak

faktor baik faktor internal maupun eksternal. faktor internal meliputi :

1. Dimensi konduktor pentanahan (diameter atau panjangnya.)

2. Resistivitas relatif tanah.

3. Konfigurasi sistem pentanahan.

Faktor eksternal meliputi :

1. Bentuk arusnya (pulsa, sinusoidal, searah).

2. Frekuensi yang mengalir ke dalam sistem pentanahan.

Pada lokasi yang digunakan untuk sistem pentanahan harus dilakukan

pengukuran secara langsung untuk mengetahui nila-nilai hambatan jenis tanah

yang akurat karena struktur tanah yang sesungguhnya tidak sederhana yang

diperkirakan, untuk setiap lokasi yang berbeda mempunyai hambatan jenis tanah

yang tidak sama (Hutauruk, 1991).

2.2.3 Petir

Petir merupakan peristiwa pelepasan muatan listrik statik di udara yang

dibangkitkan dalam bagian awan petir yang disebut cells. Pelepasan muatan ini

dapat terjadi dalam dua kemungkinan, yaitu (Gultom, 2008) :

1. Lightning Flash yaitu pelepasan muatan diantara awan-awan ataupun

antara pusat-pusat muatan di dalam awan tersebut.

2. Lightning Strike yaitu pelepasan muatan antara awan bermuatan dengan

tanah.

Lebih banyak pelepasan muatan terjadi antara awan ke awan dan di dalam

awan itu sendiri daripada pelepasan muatan yang terjadi antara awan bermuatan

dengan tanah. Tetapi petir awan ke tanah ini sudah cukup besar untuk dapat

menyebabkan kerusakan pada benda-benda di permukaan tanah.

8

Petir merupakan proses alam yang terjadi di atmosfir bumi pada waktu

hujan. Muatan-muatan tersebut akan terkonsentrasi di dalam awan atau bagian

dari awan dan muatan yang berlawanan akan timbul pada permukaan tanah di

bawahnya. Jika muatan bertambah, beda potensial antara awan dan tanah akan

naik, maka kuat medan listrik di udara pun akan meningkat. Jika kuat medan

listrik ini melebihi kekuatan dielektrik diantara awan-awan tersebut, maka akan

terjadi pelepasan muatan atau disebut dengan petir (Gultom, 2008).

2.2.3.1 Proses terjadinya petir

Sumber terjadinya petir adalah awan cummolonimbus atau awan guruh

yang berbentuk gumpalan. Ukuran vertikal awan ini dapat mencapai 14 km

sedangkan ukuran horizontalnya berkisar 1,5 km – 7,5 km. Karena perbedaan

ukuran vertikalnya yang besar, maka terjadi perbedaan temperatur antara bagian

bawah yang dapat mencapai 50C dan bagian paling atas mencapai -600C. Adanya

perbedaan temperatur pada awan ini dan pergerakan awan yang disebabkan oleh

angin membuat terjadinya polarisasi muatan listrik di dalam awan tersebut.

Biasanya muatan negatif berada di bagian bawah awan tersebut dan muatan positif

berada di bagian atas. Muatan listrik pada awan ini mengakibatkan adanya beda

potensial antara awan dengan bumi, sehingga timbul medan listrik antara awan

dengan bumi. Jika medan listrik lebih besar daripada kekuatan dielektrik udara

yang berada diantara bumi dengan awan, maka akan terjadi pelepasan muatan.

Pelepasan pertama terjadi di udara yang berada di sekitar awan bermuatan.

Pelepasan ini disebut dengan pilot streamer.

Kemudian gerakan pilot streamer yang diikuti dengan lompatan-lompatan

titik-titik cahaya yang dinamakan stepped leader (Gambar 2.1.a). Arah setiap

stepped leader berubah-ubah mencari udara yang mempunyai kekuatan dielektrik

yang paling rendah untuk dilalui sehingga secara keseluruhan jalannya tidak lurus

dan patah-patah. Setiap sambaran petir bermula dari suatu lidah petir (stepped

leader) yang bergerak turun (down leader) dari awan bermuatan. Panjang setiap

stepped leader sekitar 50 m (dalam rentang 3 – 200 m), dalam interval waktu

antara setiap ± 50 µs (30 – 125 µs). Dari waktu ke waktu, dalam perambatannya

9

stepped leader mengalami percabangan sehingga terbentuk lidah petir yang

bercabang-cabang.

Ketika leader bergerak mendekati bumi, akan terdapat beda potensial yang

makin tinggi antara ujung stepped leader dengan bumi sehingga terbentuklah

pelepasan muatan pertama yang berasal dari bumi atau objek pada bumi yang

bergerak ke atas menuju ujung stepped leader. Pelepasan muatan pertama ini

disebut upward streamer. Apabila upward streamer telah masuk dalam zona jarak

sambaran atau striking distace, terbentuklah petir penghubung (connecting leader)

yang menghubungkan ujung stepped leader dengan objek yang disambar (Gambar

2.1.b). Peristiwa inilah yang disebut dengan petir. Setelah itu timbul sambaran

balik (return strike) yang bercahaya sangat terang bergerak dari bumi atau objek

menuju awan dan kemudian melepaskan muatan di awan (Gambar 2.1.c).

Jalur yang ditempuh oleh return strike adalah sama dengan jalur turunnya

stepped leader, hanya arahnya saja yang berbeda. Setelah itu terjadi juga

sambaran susulan (subsequent strike) dari awan menuju bumi akibat belum

pulihnya udara yang menjadi tempat jalannya sambaran yang pertama. Sambaran

susulan tidak memiliki percabangan dan bisa disebut lidah panah (dart leader)

(Gambar 2.1.d). Pergerakan dart leader ini sekitar 10 kali lebih cepat dari leader

yang pertama (first strike) (Gultom, 2008).

10

Gambar 2.1 Proses terjadinya petir (sumber : Gultom, 2008)

2.2.4 Sambaran Langsung

Sambaran langsung adalah sambaran apabila petir menyambar langsung

pada kawat fasa atau pada kawat tanah. Pada waktu petir menyambar kawat tanah

atau kawat fasa akan timbul arus besar dan sepasang gelombang berjalan yang

merambat pada kawat. Arus yang besar ini dapat membahayakan peralatan-

peralatan yang ada pada saluran. Saluran transmisi tegangan tinggi cukup tinggi di

atas tanah, maka jumlah sambaran langsung pun cukup tinggi. Makin tinggi

tegangan sistem serta tinggi tiangnya, maka makin banyak pula jumlah sambaran

petir ke saluran transmisi (Nash, 2010).

2.2.5 Sambaran Tidak Langsung

Sambaran tidak langsung atau sambaran induksi merupakan sambaran titik

lain yang letaknya jauh tetapi objek terkena pengaruh dari sambaran sehingga

dapat menyebabkan kerusakan pada objek tersebut. Bila terjadi sambaran petir ke

11

tanah di dekat saluran penghantar listrik, maka akan terjadi fenomena transien

yang diakibatkan oleh medan elektromagnetis dari kanal petir. Fenomena petir ini

terjadi pada kawat penghantar listrik. Akibat dari kejadian ini timbul tegangan

lebih dan gelombang berjalan yang merambat pada kedua sisi kawat penghantar

listrik di tempat sambaran berlangsung. Fenomena transien pada kawat

penghantar listrik berlangsung hanya di bawah pengaruh gaya yang memaksa

muatan-muatan bergerak sepanjang hantaran. Atau dengan perkataan lain transien

dapat terjadi di bawah pengaruh komponen vektor kuat medan magnet yang

berarah sejajar dengan arah penghantar. Jadi bila komponen vektor dari kuat

medan berarah vertikal, maka tidak akan mempengaruhi atau menimbulkan

transien pada penghantar (Nash, 2010).

2.2.6 Bentuk Arus Petir

Bagian penting dari sambaran petir yang merupakan bagian utama

sambaran adalah sambaran balik, dimana muatan sel dalam awan petir dilepaskan

ke bumi. Bila terjadi aktifitas pengumpulan atau pembentukan muatan pada awan,

maka induksi muatan dengan polaritas yang berlawanan terjadi di permukaan

bumi. Akibat peristiwa tersebut timbul medan listrik yang kuat diantara awan dan

bumi. Medan listrik yang amat kuat itu membuat objek yang terdapat di

permukaan bumi dan biasanya di tempat yang tinggi, misalnya menara, gedung-

gedung, pohon-pohon dan lain-lain melepaskan muatan ion positif yang berasal

dari bumi. Ion positif ini membuat semacam pita di udara yang bergerak ke arah

pita yang dibentuk oleh ion negatif awan. Apabila kedua pita ini bertemu di satu

titik di udara, maka terjadilah sambaran balik. Pada saat inilah mengalir arus petir

dari udara ke bumi melalui saluran yang dibentuk oleh kedua ujung pita tersebut.

Arus pada kebanyakan sambaran berasal dari sel yang bermuatan negatif

dalam awan petir, sehingga arus sambaran merupakan aliran negatif dari awan ke

tanah. Jarang ditemukan sambaran yang berasal dari sel positif. Kedua polaritas

mempunyai aliran arus yang sama.

Bentuk-bentuk pelepasan muatan awan (Gultom, 2008):

12

1. Negative lightning strike

Pelepasan ini berasal dari awan petir bermuatan negatif. Pada Gambar 2.2

dapat dilihat bahwa waktu muka gelombang adalah 10 – 15 µs. Waktu

mencapai nilai separuh diperkirakan sekitar 100 µs. Arus petir sekitar 30 –

40 kA.

Gambar 2.2 Negative lightning strike (sumber : Heidler, dkk, 2008)

2. Positive lightning strike

Pelepasan berasal dari awan petir bermuatan positif. Pada Gambar 2.3 dapat

dilihat bahwa waktu gelombang sekitar 50 – 200 µs. waktu gelombang

mencapai nilai separuh jenis pelepasan ini sangat panjang sekitar 1000 –

2000 µs.

Gambar 2.3 Positive lightning strike (sumber : Heidler, dkk, 2008)

13

2.2.7 Sistem Pentanahan Proteksi Petir

Sistem pentanahan proteksi petir adalah sistem hubungan penghantar yang

menghubungkan bagian badan peralatan listrik dan instalasi yang ditanahkan

sehingga dapat mengamankan komponen-komponen instalasi dan makhluk hidup

dari gangguan petir. Oleh karena itu, sistem pentanahan proteksi petir menjadi

bagian terpenting dari sistem tenaga listrik (Sumardjati, dkk, 2008).

2.2.8 Tahanan Jenis Tanah

Tahanan jenis tanah merupakan faktor keseimbangan antara tahanan dan

kapasitansi. Tahanan jenis tanah disimbolkan dengan ρ. Nilai tahanan jenis tanah

tergantung dari beberapa faktor yaitu (PUIL, 2000) :

1. Jenis tanah : tanah liat, berpasir, berbatu dll.

2. Lapisan tanah : berlapis-lapis dengan tahanan berbeda.

3. Kelembaban tanah.

4. Temperatur.

Nilai tahanan jenis tanah bervariasi sesuai dengan keadaan pada saat

pengukuran. Semakin tinggi suhu di daerah pengukuran tanah, maka semakin

tinggi nilai tahanan jenisnya. Sebaliknya semakin lembab suhu di daerah

pengukuran tanah, maka semakin rendah nilai tahanan jenisnya.

Untuk mendapatkan nilai tahanan tanah yang rendah sering dicoba dengan

cara memberi air atau membasahi tanah, serta dengan cara mengubah komposisi

kimia tanah dengan memberikan garam pada tanah dekat elektroda pentanahan

dengan tujuan untuk mendapatkan tahanan jenis tanah yang rendah. Selain itu

untuk mengurangi variasi nilai tahanan jenis tanah akibat pengaruh musim,

pentanahan dapat dilakukan dengan cara menanam elektroda pentanahan hingga

mencapai kedalaman tertentu sampai terdapat air tanah yang konstan.

Untuk mendapatkan nilai tahanan jenis tanah rata-rata untuk keperluan

perencanaan diperlukan pengukuran dalam jangka waktu secara periodik. Karena

kadang kala penanaman memungkinkan kelembaban dan temperatur bervariasi,

nilai dari tahanan jenis tanah harus diambil dalam keadaan yang paling buruk

14

yaitu saat kondisi tanah kering dan panas. Nilai tahanan jenis tanah rata-rata untuk

bermacam-macam jenis tanah dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Tahanan berbagai jenis tanah (PUIL, 2000)

Jenis Tanah Tahanan Jenis Tanah (Ω-m) Tanah rawa 30

Tanah liat dan tanah ladang 100 Pasir basah 200

Kerikil basah 500 Pasir dan kerikil kering 1000

Tanah berbatu 3000

2.2.8.1 Pengukuran tahanan jenis tanah

Pengukuran tahanan jenis tanah bertujuan untuk menentukan besarnya

tahanan jenis tanah pada suatu titik, yang digunakan untuk menentukan letak

penanaman suatu sistem pentanahan.

Untuk menentukan nilai tahanan jenis tanah dapat dihitung dengan

menggunakan Persamaan (2.1) (Hutauruk, 1999):

ρ = 2 π a R ..........................................................(2.1)

Dengan,

ρ = Tahanan jenis rata tanah (Ω-m)

a = Jarak antar batang elektroda yang terdekat (m)

R = Besar tahanan tanah yang diukur (Ω)

2.2.9 Teknik Pengkondisian Tanah

Diberbagai kondisi tanah diperoleh tahanan jenis tanah yang tinggi. Cara

agar sistem pentanahan dapat menghasilkan nilai tahanan yang rendah yaitu

dengan teknik pengkondisian tanah. Dengan cara ini tahanan jenis tanah menjadi

lebih rendah dari nilai semula, sehingga elektroda pentanahan yang ditanam

mernpunyai nilai tahanan pentanahan yang rendah. Macam-macam teknik

pengkondisian tanah yaitu teknik bentonit, teknik arang, teknik tepung logam,

teknik garam dan teknik semen konduktif (Sudiarto, 2004). Pemilihan teknik

pengkondisian tanah disesuaikan dengan kondisi lokasi tergantung pada :

1. Kemudahan memperoleh bahan-bahan.

2. Kemudahan pemasangan.

15

3. Kemudahan pemeliharaan.

4. Besarnya nilai tahanan jenis tanah efektif yang dapat dicapai.

5. Bahaya karat terhadap elektroda pentanahan.

2.2.10 Komposisi Zat-Zat Kimia Dalam Tanah

Adanya kandungan zat kimia pada tanah terutama zat organik maupun zat

anorganik yang dapat larut sangat panting diperhatikan pada sistem pentanahan.

Pada daerah yang memiliki curah hujan yang tinggi biasanya mempunyai tahanan

jenis tanah yang tinggi dipermukaan yang disebabkan karena kandungan garam

pada lapisan atas akan larut, sehingga untuk mendapatkan sistem pentanahan yang

baik sesuai standar pentanahan, maka dilakukan penanaman kutub tanah yang

lebih dalam agar larutan garam masih dapat dijangkau (Huwae, 2004).

2.2.11 Jenis-Jenis Elektroda Pentanahan

Ada beberapa jenis elektroda pentanahan yang biasa digunakan yaitu

(Sumardjati, dkk, 2008) :

a. Elektroda Batang (Rod)

Elektroda batang adalah elektroda dari pipa atau besi baja yang dilapisi

tembaga yang ditancapkan ke dalam tanah secara tegak lurus atau mendatar.

Elektroda ini merupakan elektroda yang pertama kali digunakan dan teori-

teori berawal dari elektroda jenis ini. Secara teknis, elektroda batang ini

mudah pemasangannya, yaitu tinggal menancapkannya ke dalam tanah. Di

samping itu, elektroda ini tidak memerlukan lahan yang luas. Untuk membuat

agar tahanan pentanahan cukup kecil elektroda batang tersebut ditanam lebih

dalam atau menggunakan beberapa batang elektroda. Bentuk elektroda batang

dapat dilihat pada Gambar 2.4.

16

Batang

Gambar 2.4 Cara pemasangan elektroda batang

(sumber : Aslimeri, dkk, 2008)

Nilai tahanan pentanahan untuk jenis elektroda batang dapat didapatkan

dengan menggunakan Persamaan (2.2):

= =

ln(

) − 1......................... (2.2)

Dimana,

RG = Tahanan pentanahan (Ω)

RR = Tahanan pentanahan untuk batangtunggal (Ω)

= Tahanan jenis tanah (Ω-meter)

LR = Panjang elektroda (meter)

AR = Diameter elektroda (meter)

b. Elektroda Pita

Elektroda pita adalah elektroda yang terbuat dari hantaran berbentuk pita atau

kawat berpenampang bulat yang ditanam di dalam tanah dan dan pada

umumnya penanamannya tidak terlalu dalam. Penancapan ini akan

bermasalah apabila mendapati lapisan-lapisan tanah yang berbatu, disamping

sulit penancapannya, untuk mendapatkan nilai tahanan yang rendah juga

bermasalah. Sebagai pengganti penancapan secara vertikal ke dalam tanah,

dapat dilakukan dengan menanam batang hantaran secara mendatar

(horizontal) dan dangkal. Kedalaman pemasangan minimal 0,5 - 1 meter.

Bentuk elektroda pita dapat dilihat pada Gambar 2.5.

17

(a) Bentuk Radial (b) Bentuk Grid (c) Bentuk Lingkaran

Gambar 2.5 Macam-macam cara pemasangan elektroda pita (sumber : Aslimeri, dkk, 2008)

Nilai tahanan pentanahan untuk jenis elektroda pita dapat ditentukan dengan

persamaan (2.3).

= =

ln(

) +

,

− 5,6........... (2.3)

Dimana,

RW = Tahanan dengan kisi-kisi (grid) kawat (Ω)

= Tahanan jenis tanah (Ω- meter)

LW = Panjang total grid kawat (m)

dW = diameter kawat (m)

ZW = kedalamam penanaman (m)

AW = luasan yang dicakup oleh grid (m²)

c. Elektroda Pelat

Elektroda pelat adalah elektroda dari bahan pelat logam (utuh atau berlubang)

atau dari kawat kasa yang di pasang tegak lurus di dalam tanah. Elektroda ini

digunakan bila diinginkan tahanan pentanahan yang kecil dan sulit diperoleh

dengan menggunakan jenis-jenis elektroda yang lain. Bentuk elektroda pelat

dapat dilihat paada Gambar 2.6.

Pelat

Gambar 2.6 Cara pemasangan elektroda pelat (sumber : Aslimeri, dkk, 2008)

18

Tahanan pentanahan untuk jenis elektroda pelat dapat ditentukan dengan

menggunakan persamaan (2.4).

= =

ln(

,

) − 1.................................. (2.4)

Dimana,

RP = Tahanan pentanahan pelat (Ω)

ρ = Tahanan jenis tanah (Ω-meter)

LP = Panjang pelat (m)

WP = Lebar pelat (m)

TP = Tebal pelat (m)

2.2.12 Sistem Pentanahan Mesh

Sistem pentanahan mesh adalah sistem pentanahan dengan konduktor yang

ditanam secara horizontal yang terhubung satu sama lainnya berbentuk jaring-

jaring yang ditanam sejajar permukaan tanah. Bentuk dari sistem pentanahan mesh

dapat dilihat pada Gambar 2.7 (IEEE, Standard 80-2000).

Gambar 2.7 Sistem pentanahan mesh

(sumber : IEEE, Standard 80-2000)

2.2.13 Sistem Pentanahan Grid

Sistem pentanahan grid digunakan bila pada sistem pentanahan pada mesh

tidak bisa memberikan nilai pentanahan yang diinginkan. Sehingga diambil solusi

untuk menggabungkan kedua jenis tipe pentanahan yaitu mesh dan rod dengan

19

tujuan untuk mendapatkan nilai pentanahan yang sesuai dengan standar yang

ditetapkan. Bentuk dari sistem pentanahan mesh dapat dilihat pada Gambar 2.8

(IEEE, Standard 80-2000).

Gambar 2.8 Sistem pentanahan grid

(sumber : IEEE, Standard 80-2000)

Besarnya nilai tahanan pentanahan dari sistem grid dapat dihitung dengan

menggunakan Persamaan (2.5) (IEEE, Standard 80-2000):

Rg = ρ 1L

+ 120A

1+ 1

1+h20/A ................................. (2.5)

Dimana,

Rg = Tahanan pentanahan grid (Ω)

ρ = Tahanan jenis rata tanah (Ω-m)

L = Jumlah total panjang konduktor batang rod (m)

h = Kedalaman penanaman konduktor (m)

A = Luas area pentanahan grid (m2)

Panjang total konduktor pentanahan (L) merupakan penjumlahan dari grid dan rod

dapat dihitung dengan Persamaan (2.6) (IEEE, Standard 80-2000) :

L = Lc + Lr .................................................. (2.6)

Dengan,

Lc = Total panjang konduktor grid (m)

Lr = Total panjang dari batang rod (m

20

Gambar 2.9 Sistem pentanahan grid panjang L1 dan L2

(sumber: Sitorus, dkk, 2008)

Untuk menentukan panjang konduktor pentanahan grid (Lc) dapat

dirumuskan pada Persamaan (2.7) dengan mengacu pada Gambar 2.9 (IEEE,

Standard 80-2000) :

Lc = L1n + L2m ............................................... (2.7)

Dimana,

D1 = L1

m - 1 .......................................................(2.8)

dan,

D2 = L2

n-1 .......................................................(2.9)

Dengan,

L1 = Panjang konduktor (m)

L2 = Lebar konduktor (m)

n = Jumlah konduktor parallel sisi panjang

m = Jumlah konduktor parallel sisi lebar

D1 = Jarak antar konduktor parallel sisi panjang (m)

D2 = Jarak antar konduktor parallel sisi lebar (m)

21

2.2.13.1 Pentanahan sistem grid simetri

Pentanahan dengan sistem grid ini dilakukan dengan menanamkan

batang-batang elektroda pentanahan kedalam tanah, sejajar dengan permukaan

tanah dan elektroda tersebut dihubungkan satu dengan lainnya sehingga

membentuk beberapa jaringan. Makin banyak konduktor yang ditanam dengan

sistem ini, maka tegangan yang timbul pada permukaan tanah pada saat terjadi

gangguan ke tanah akan terdistribusi merata. Pada pentanahan sistem grid simetri

ini apabila jumlah elektroda pentanahan yang membentuk grid (kisi-kisi) menjadi

banyak, maka akan menyerupai bentuk pelat dan yang optimum untuk

memperoleh nilai tahanan pentanahan yang kecil (Tadjuddin, dkk, 2000).

2.2.12.2 Pentanahan sistem grid tak simetri

Pentanahan dengan sistem grid tak simetri ini pada perinsipnya sama

dengan pentanahan sistem grid simetri. Perbedaannya hanya pada distribusi

konduktor kisi-kisi (konduktor paralel yang membentuk grid ) tidak sama

jaraknya untuk satu sisi. Penetapan konduktor paralel yang pertama selalu dimulai

pada pertengahan daerah pentanahan. Dengan sistem grid tak simetri ini akan

menyebabkan arus terdistribusi dengan baik sehingga tegangan permukaan yang

timbul pada saat terjadi gangguan ke tanah menjadi lebih rendah (Tadjuddin, dkk,

2000).

2.2.14 Tahanan Tubuh Manusia

Tahanan tubuh manusia berkisar diantara 500 ohm sampai 100.000 ohm

tergantung dari tegangan, keadaan kulit pada tempat yang mengadakan hubungan

kontak dan jalannya arus dalam tubuh. Kulit yang terdiri dari lapisan tanduk

mempunyai tahanan yang tinggi, tetapi terhadap tegangan yang tinggi kulit yang

menyentuh konduktor langsung terbakar, sehingga tahanan dari kulit ini tidak

berarti apa-apa. Tahanan tubuh manusia ini yang dapat membatasi arus.

Berdasarkan hasil penyelidikan oleh para ahli, maka sebagai pendekatan diambil

nilai tahanan tubuh manusia sebesar 1000 ohm (Hutauruk, 1999).

22

2.2.15 Arus Melalui Tubuh Manusia

Kemampuan tubuh manusia terhadap besarnya arus yang mengalir di

dalamnya terbatas dan lamanya arus yang masih dapat ditahan oleh tubuh

mannusia sampai batas yang belum membahayakan sukar ditetapkan. Apabila

arus yang melewati tubuh manusia lebih besar dari arus yang mempengaruhi otot

dapat mengakibatkan orang menjadi pingsan bahkan sampai meninggal, hal ini

disebabkan arus listrik tersebut mempengaruhi jantung sehingga jantung berhenti

bekerja dan peredaran darah tidak jalan.

Adapun batas arus yang melewati tubuh manusia dan pengaruhnya yang

telah dikemukakan oleh DR. Hans Prinz dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Batasan-batasan arus dan pengaruhnya pada manusia (Hutauruk, 1999).

Besar Arus Pengaruh pada tubuh manusia 0 – 0,9 mA Belum dirasakan pengaruhnya,tidak menimbulkan reaksi apa-

apa. 0,9 – 1,2 mA Baru adanya terasa adanya arus listrik, tetapi tidak

menimbulkan akibat kejang, kontraksi atau kehilangan kontrol.

1,2 – 1,6 mA Mulai terasa seakan-akan ada yang merayap di dalam tangan. 1,6 – 6,0 mA Tangan sampai ke siku merasa kesemutan 6,0 – 8,0 mA Tangan mulai kaku, rasa kesemutan semakin bertambah 13 – 15,0 mA Rasa sakit tidak tertahankan, penghantar masih dapat

melepaskan dengan gaya yang besar sekali 15 – 20 mA Otot tidak sanggup lagi melepaskan penghantar

20 – 50,0 mA Dapat mengakibatkan kerusakan pada tubuh manusia 50 – 100,0 mA Batas arus yang dapat menyebabkan kematian

2.2.16 Tegangan Sentuh

Tegangan mesh merupakan salah satu bentuk tegangan sentuh. Tegangan

mesh didefinisikan sebagai tegangan peralatan yang diketanahkan terhadap

tengah-tengah daerah yang dibentuk konduktor kisi-kisi selama gangguan petir.

Tegangan mesh ini menyatakan tegangan tertinggi yang mungkin timbul sebagai

tegangan sentuh dan inilah yang diambil sebagai tegangan untuk disain aman

(Hutauruk, 1999). Contoh dari tegangan sentuh pada saat seseorang menyentuh

peralatan dapat dilihat pada Gambar 2.10.

23

Gambar 2.10 Tegangan sentuh yang terjadi pada saat seseorang menyentuh peralatan yang diketanahkan

(sumber : IEEE, Standard 80-2000)

Gambar 2.10 menunjukkan tegangan sentuh yang terjadi pada seseorang

menyentuh peralatan, If merupakan arus petir, Ig merupakan arus grid, RB tahanan

tubuh manusia, Ib merupakan arus yang melalui tubuh manusia, H merupakan

tangan yang menyentuh langsung menara transmisi dan F merupakan jarak antar

kaki manusia.

Tegangan mesh secara pendekatan sama dengan ρ x i, dimana ρ tahanan

jenis tanah dalam ohm-meter dan i arus yang melalui konduktor kisi-kisi. Tetapi

tahanan jenis tanah nyatanya tidak merata, demikian juga arus i tidak sama pada

semua konduktor kisi-kisi. Oleh karena itu untuk mencakup pengaruh-pengaruh

jumlah konduktor parallel (n), jarak-jarak kondukor parallel (D), diameter

konduktor (d) dan kedalaman penanaman (h) tegangan sentuh dapat dihitung

dengan menggunakan Persamaan (2.10) (IEEE, Standard 665-1995) :

Em = ρIGKmKi

Lc+ 1,15 Lr ................................................(2.10)

Untuk perhitungan mencari nilai faktor koreksi (Km) digunakan Persamaan (2.11)

(IEEE, Standard 665-1995) :

Km = 1

2πln

D2

16hd+

(D+2h)2

8Dd-

h

4d +

Kii

Khln

8

π(2n-1) .....(2.11)

24

Dimana,

Kii = 1 Dengan rod

Kh = 1+h

h0 ............................................(2.12)

Ki = 0,656 + 0,172 n ......................................(2.13)

Keterangan :

ρ = Tahanan jenis rata tanah (Ω-m)

IG = Besar arus menuju konduktor grid (A)

Km = Faktor koreksi dari tegangan grid

Ki = Faktor koreksi yang terjadi saat peningkatan arus ekstrimitas pada grid

Lc = Total panjang konduktor grid (m)

Lr = Total panjang dari batang rod (m)

Em = Tegangan sentuh yang terjadi pada grid ( V )

Kii = Faktor koreksi berat efek dari konduktor pada bagian dalam dan pojok grid

Kh = Faktor koreksi berat pada tekanan dari efek kedalaman grid

D = Jarak antara konduktor parallel pada kisi-kisi grid (m)

h = Kedalaman penanaman konduktor (m)

h0 = Konstanta kedalaman tanah grid (1 m)

n = Jumlah konduktor parallel dalam kisi-kisi utama

n = √n1x n2 untuk menghitung nilai Km dan Ki dalam menghitung tegangan

sentuh

d = Diameter konduktor kisi-kisi grid (m)

Tabel 2.3 Tegangan sentuh yang dizinkan (IEEE, Standard 80-2000)

Lama Gangguan ( t, detik ) Tegangan Sentuh (Volt) 0,1 1980 0,2 1400 0,3 1140 0,4 990 0,5 890 1,0 626 2,0 443 3,0 362

25

2.2.17 Tegangan Langkah

Tegangan langkah adalah perbedaan tegangan yang terdapat diantara

kedua kaki bila manusia berjalan di atas tanah sistem pentanahan pada keadaan

terjadi gangguan petir (Hutauruk, 1999). Dalam hal ini dimisalkan jarak antara

kedua kaki orang adalah 1 meter dan diameter kaki dimisalkan 8 cm dalam

keadaan tidak memakai sepatu. Contoh tegangan langkah pada seserorang yang

sedang berada di atas sistem pentanahan dapat dilihat pada Gambar 2.11.

Gambar 2.11 Tegangan langkah yang terjadi pada saat seseorang melangkah pada areal grid yang ditanam

(sumber : IEEE, Standard 80-2000)

Gambar 2.11 menunjukkan tegangan langkah yang terjadi pada seseorang

saat berjalan di atas tanah sistem pentanahan, If merupakan arus petir, Ig

merupakan arus grid, Ib merupakan arus yang melalui tubuh manusia dan F

merupakan jarak antara kaki manusia.

Tegangan langkah dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan (2.14)

(IEEE, Standard 665-1995) :

Es = ρIGKsKi

L ................................................(2.14)

Untuk mencari faktor koreksi tegangan langkah (Ks) digunakan Persamaan (2.15)

(IEEE, Standard 665-1995) :

Ks = 1

π

1

2h+

1

D+h+

1

D1-0,5n-2 ...............................(2.15)

26

Keterangan :

Es = Tegangan langkah yang terjadi pada grid ( V )

ρ = Tahanan jenis rata tanah (Ω-m)

IG = Besar arus menuju konduktor grid (A)

Ks = Faktor koreksi dari tegangan langkah

Ki = Faktor koreksi yang terjadi saat peningkatan arus ekstrimitas pada grid

L = Jumlah total panjang konduktor batang rod (m)

n = Jumlah konduktor parallel dalam kisi-kisi utama

n1 dan n2 yang terbesar digunakan pada Ks dan Ki dalam menghitung tegangan

langkah

D = Jarak antara konduktor parallel pada kisi-kisi grid (m)

h = Kedalaman penanaman konduktor (m)

Tabel 2.4 Tegangan langkah yang dizinkan (IEEE, Standard 80-2000)

Lama Gangguan ( t, detik ) Tegangan Sentuh (Volt) 0,1 7000 0,2 4950 0,3 4040 0,4 3500 0,5 3140 1,0 2216 2,0 1560 3,0 1280

2.2.18 Probabilitas Arus Petir

Besar tegangan yang timbul pada menara transmisi tergantung pada

puncak, kecuraman dan waktu muka gelombang petir. Hubungan antara puncak

arus petir dan seringnya terjadi sambaran dapat dilihat pada Tabel 2.5. Hubungan

antara risetime gelombang petir dan probabilitas kejadian dapat dilihat pada Tabel

2.6.

27

Tabel 2.5 Hubungan antara arus petir dan seringnya terjadi sambaran (Hutauruk, 1991) Arus Puncak Petir (kA) Probabilitas kejadian (%)

20 36 40 34 60 20 80 8

100 1,2 160 0,5 200 0,3

Tebel 2.6 Hubungan antara risetime gelombang petir dan probabilitas kejadian (Hutauruk, 1991)

Muka Gelombang Petir (μs) Probabilitas kejadian (%)

0,5 7

1,0 23

1,5 22

2,0 48

2.2.19 Probabilitas Kumulatif

Menentukan probabilitas timbulnya tegangan sentuh dan tegangan langkah

menggunakan fungsi probabilitas kumulatif terjadinya arus petir. Fungsi

probabilitas kumulatif digunakan untuk menyatakan jumlah dari seluruh nilai

fungsi probabilitas yang lebih kecil atau sama dengan suatu nilai yang ditetapkan.

Secara matematis, fungsi probabilitas kumulatif dapat ditulis seperti Persamaan

2.16

() = ( ≤ ) = ≤ () ................................(2.16)

Dengan () = ( ≤ ) menyatakan fungsi probabilitas kumulatif pada

titik X = x yang merupakan jumlah dari seluruh nilai X sama atau kurang dari x.

Sedangkan pada probabilitas kumulatif acak kontinu ditentukan dengan fungsi

integral, seperti ditunjukan pada Persamaan 2.17.

() = ( ≤ ) = ∫ ()

~ .............................(2.17)

28

Gambar 2.12 menunjukkan contoh grafik dari sebuah fungsi probabilitas

kumulatif.

Gambar 2.12 Contoh grafik fungsi probabilitas kumulatif