BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pendidikan Karakter 2.1.1...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pendidikan Karakter 2.1.1...
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pendidikan Karakter
2.1.1 Pengertian Pendidikan Karakter
Thomas Lickona dalam Agus Wibowo (2013:9)
menyebutkan bahwa, karakter adalah “A reliable inner
disposition to respond to situations in a morally good
way.” (Posisi batin (karakter) dapat diandalkan untuk
menanggapi situasi moral dengan cara baik)
Dalam pandangan Lickona karakter yang baik
meliputi pengetahuan tentang suatu kebaikan, lalu
menimbulkan komitmen (niat) terhadap kebaikan
tersebut, dan akhirnya benar-benar melakukan
kebaikan. Dengan kata lain, timbulnya karakter
mengacu kepada serangkaian pengetahuan, sikap, dan
motivasi, serta perilaku dan ketrampilan.
Menurut Suyanto (dalam Noeng Muhadjir dan
Burhan Nurgiantoro, 2011:27) karakter diartikan
sebagai cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri
khas tiap individu atau seseorang untuk hidup dan
bekerja sama baik dalam lingkungan keluarga,
masyarakat, bangsa, dan negara. Hal ini berarti bahwa
individu yang berkarakter baik adalah individu yang
bisa mampu dalam menetapkan keputusan dan siap
bertanggung jawab akibat dari keputusan yang
dibuatnya.
Helen G. Douglas dalam Muchlas Samani
(2011:41) menyatakan bahwa karakter merupakan
sikap yang tidak dapat diwariskan, akan tetapi sesuatu
12
yang dibangun sendiri secara berkesinambungan hari
demi hari melalui pikiran dan perbuatan, pikiran demi
pikiran, dan tindakan demi tindakan).
Jadi karakter merupakan nilai dasar yang
membangun pribadi seseorang, yang terbentuk baik
karena pengaruh hereditas maupun pengaruh
lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain,
serta terwujud dalam sikap dan perilakunya dalam
kehidupan sehari-hari.
Dari pendapat para tokoh di atas terdapat
beberapa persamaan pandangan tentang karakter yaitu
adanya nilai dasar yang menjadi ciri khas dari individu,
perilaku seseorang dalam kehidupan sehari-hari di
lingkungannya, untuk berbuat baik dalam lingkungan
masyarakat.
Oleh karena itulah maka dapat disimpulkan
bahwa karakter adalah ciri khas pada seseorang atau
individu yang tercermin dalam perilaku seseorang
dalam lingkungannya, baik itu dalam lingkungan
keluarga maupun lingkungan sekitar.
Ratna Megawangi dalam Dharma Kesuma
(2011:5) mengatakan bahwa pendidikan karakter
adalah merupakan sebuah usaha untuk mendidik
anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan
bijak dan mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-
hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi
yang positif kepada lingkungannya.
Menurut pendapat Ramli (2003:16), pendidikan
karakter pada dasarnya memiliki esensi atau makna
yang sama dengan apa yang disebut mengenai
13
pendidikan moral atau pendidikan akhlak. Tujuan dari
pemberian pendidikan karakter adalah membentuk
pribadi anak, agar menjadi manusia yang baik, warga
masyarakat, serta warga negara yang baik. Dengan
kriteria secara umum adalah adanya nilai-nilai sosial
tertentu, yang dipengaruhi oleh budaya masyarakat
dan bangsanya. Oleh sebab itu, hakikat pendidikan
karakter dalam konteks pendidikan yang diajarkan di
Indonesia adalah pendidikan nilai-nilai luhur yang
berasal dari budaya Bangsa Indonesia sendiri, dalam
rangka membina kepribadian generasi muda.
Jadi pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai
suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada
warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan,
kesadaran atau kemauan dan tindakan untuk
melaksanakan nilai-nilai tersebut baik kepada Tuhan
Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan,
maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan
kamil (Samani dan Hariyanto, 2011:46). Akan tetapi
dalam hal ini tidak hanya siswa, tetapi juga para guru,
kepala sekolah dan tenaga non-pendidik yang menjadi
komponen di sekolah haruslah terlibat dalam usaha
pendidikan karakter ini.
Wibowo (2012:36) mendefinisikan tentang
pendidikan karakter dengan pendidikan yang
menanamkan dan mengembangkan karakter-karakter
luhur kepada anak didik, sehingga mereka memiliki
karakter luhur itu, menerapkan dan mempraktekkan
dalam kehidupannya baik di keluarga, masyarakat, dan
negara.
14
Sementara itu, Berkowitz dan Bier (2005:7)
berpendapat bahwa pendidikan karakter merupakan
penciptaan lingkungan sekolah yang membantu peserta
didik dalam perkembangan etika, tanggung jawab
melalui model dan pengajaran karakter yang baik
melalui nilai-nilai universal. Karakter sebagai cara
berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap
individu untuk hidup dan bekerja sama baik dalam
lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.
Individu yang berkarakter baik adalah individu yang
bisa membuat keputusan dan siap bertanggung jawab
akibat dari keputusan yang dibuatnya (Noeng Muhadjir
dan Burhan Nurgiantoro, 2011:27)
Sedangkn menurut Kemdiknas (2010:2) bahwa
pendidikan karakter adalah pendidikan yang
menanamkan dan mengembangkan karakter-karakter
luhur kepada peserta didik, sehingga mereka memiliki
karakter luhur itu, menerapkan dan mempraktikkan
dalam kehidupannya, entah dalam keluarga, sebagai
anggota masyarakat dan warga Negara.
Dari beberapa pendapat di atas terdapat
persamaaan persepsi bahwa pendidikan karakter pada
dasarnya berupa penanaman nilai-nilai luhur dalam
rangka membina generasi bangsa, untuk bertanggung
jawab melaksanakan nilai-nilai tersebut dalam
lingkungan keluarga, masyarakat, dan negara.
Oleh karena itu, dari pengertian tentang
pendidikan karakter para tokoh diatas, maka peneliti
menyimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah
upaya terencana untuk menjadikan peserta didik
15
mengenal, peduli, dan menginternalisasikan nilai-nilai
sehingga menjadi pribadi yang luhur, untuk menjadi
manusia yang bertanggung jawab, dan menerapkan
segala nilai-nilai luhur yang dimilikinya dalam
kehidupannya sehari-hari dalam lingkungan keluarga,
masyarakat, dan negara.
2.1.2 Tujuan Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter mempunyai tujuan
penanaman nilai dalam diri siswa dan pembaharuan
tata kehidupan bersama yang lebih menghargai
kebebasan individu. Selain itu meningkatkan mutu
penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang
mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan
akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan
seimbang sesuai dengan standar kompetensi lulusan
(Asmani, 2011:42).
Badan Penelitian dan Pengembangan, Pusat
Kurikulum Kementerian Pendidikan Nasional (2010:7)
menjelaskan tujuan pendidikan budaya dan karakter
bangsa adalah :
a. Mengembangkan potensi kalbu/nurani peserta
didik sebagai manusia dan waraga negara yang
memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa
b. Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta
didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai
universal dan tradisi budaya bangsa yang
religious.
16
c. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung
jawab peserta didik sebagai generasi penerus
bangsa
d. Mengembangkan kemampuan peserta didik
menjadi manusia yang mandiri, kreatif,
berwawasan kebangsaan,
e. Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah
sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur,
penuh kreativitas dan persahabatan, serta
dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh
kekuatan.
Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan
Pengembangan Kementerian Nasional (Samani,2011:9)
menyatakan bahwa pendidikan karakter pada intinya
mempunyai tujuan membentuk bangsa yang tangguh,
kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran,
bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang
dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi
yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.
Menurut Agus (Agus,2012:22) menyatakan bahwa
pendidikan karakter mempunyai tujuan yaitu
membentuk dan membangun pola pikir, sikap, dan
perilaku peserta didik agar menjadi pribadi yang positif,
berakhlak karimah, berjiwa luhur, dan bertanggung
jawab.
Dari berbagai pandangan di atas, telah
disebutkan bahwa pada dasarnya tujuan pendidikan
karakter adalah membentuk, menanamkan,
17
memfasilitasi, dan mengembangkan nilai-nilai positif
kepada peserta didik.
Maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa tujuan
utama pendidikan karakter adalah penanaman dan
pengembangan nilai-nilai yang positif kepada peserta
didik, agar tercapai pembentukan karakter dan akhlak
yang baik, sehingga menjadi manusia yang utuh,
berjiwa luhur, dan bertanggung jawab
2.1.3 Proses Pendidikan Karakter
Karakter berasal dari nilai tentang sesuatu.
Suatu nilai yang diwujudkan dalam bentuk perilaku
anak itulah yang disebut karakter. Jadi suatu karakter
melekat dengan nilai dari perilaku tersebut. Karenanya
tidak ada perilaku anak yang tidak bebas dari nilai.
Dalam kehidupan manusia, begitu banyak nilai yang
ada di dunia ini, dari dahulu sampai sekarang (Dharma
Kesuma, 2011:11).
Nilai-nilai pendidikan karakter yang
dikembangkan kementerian pendidikan ada delapan
belas karakter. Nilai-nilai tersebut bersumber dari
agama, pancasila, budaya,dan tujuan pendidikan
nasional. Adapun delapan belas nilai tersebut yaitu :
religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif,
mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat
kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi,
bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca,
peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab
(Pusat Kurikulum Kementerian PendidikanNasional,
2009:9-10)
18
Akan tetapi terbentuknya nilai dan sikap karakter
seseorang sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Seperti yang dinyatakan oleh V. Campbell dan R.
Obligasi (1982) bahwa ada beberapa faktor yang
berpengaruh dalam pembentukan karakter seseorang,
yaitu :
a) Faktor keturunan
b) Pengalaman masa kanak-kanak
c) Pemodelan oleh orang dewasa atau orang yang
lebih tua
d) Pengaruh lingkungan sebaya
e) Lingkungan fisik dan sosial
f) Substansi materi di sekolah atau lembaga
pendidikan lain
g) Media masa
Dalam proses pendidikan karakter yang baik,
perlu adanya kontrol internal dan kontrol sosial yang
menuntut individu untuk memiliki karakter positif
tertentu. Misalnya saja sebagai pendidik (guru) dalam
suatu komunitas pendidikan, sangat dibutuhkan
karakter seperti jujur, perhatian, sabar, dan karakter
positif lain sebab pendidik dalam komunitas
pendidikan berperan sebagai teladan dan model bagi
anak didiknya.
Untuk mengetahui keberhasilan suatu kegiatan
maka dilakukan penilaian yang merupakan kegiatan
untuk menentukan pencapaian hasil pembelajaran.
Hasil Pembelajaran yang dicapai dapat dikategorikan
dalam tiga ranah, yaitu ranah kognitif, psikomotor, dan
afektif. Setiap peserta didik memiliki ranah tersebut,
19
hanya kedalamannya tidak sama. Ada peserta didik
yang memiliki keunggulan pada ranah kognitif atau
pengetahuan, dan ada yang memiliki keunggulan pada
ranah psikomotor atau ketrampilan. Namun keduanya
harus dilandasi oleh ranah afektif yang baik.
Pengetahuan yang dimiliki seseorang harus
dimanfaatkan untuk kebaikan masyarakat. Demikian
juga ketrampilan yang dimiliki peserta didik juga harus
dilandasi oleh ranah afektif yang baik, yaitu
dimanfaatkan untuk kebaikan (Noeng Muhadjir dan
Burhan Nurgiantoro, 2011:189-190)
Penilaian pendidikan karakter pada hakikatnya
adalah evaluasi atau proses pembelajaran secara terus
menerus dari individu untuk menghayati peran dan
kebebasannya bersama dengan orang lain dalam
sebuah lingkungan sekolah demi pertumbuhan
integritas moralnya sebagai manusia. Penilaian
pendidikan karakter berkaitan erat dengan adanya
unsur pemahaman, motivasi, kehendak, dan praksis
dari individu. Pendidikan karakter menjadi semakin
bertumbuh ketika motivasi dalam individu menjadi
pendorong semangat bagi pelaku moralnya dalam
kebersamaan dengan orang lain. Dari hakikat inilah
kita dapat mengambil kesimpulan tentang tujuan
penilaian karakter (Doni Koesoema, 2010:281)
Dalam Badan Penelitian dan Pengembangan,
Pusat Kurikulum Kementerian Pendidikan Nasional
(2010:10) dijelaskan untuk mengukur tingkat
keberhasilan pelaksanaaan pendidikan karakter
dilakukan melalui berbagai program penilaian dengan
20
membandingkan kondisi awal dengan pencapaian
dalam waktu tertentu. Penilaian keberhasilan tersebut
dilakukan melalui langkah-langkah berikut : (1)
Menetapkan indikator dari nilai yang ditetapkan atau
disepakati,(2) Menyusun berbagai instrument penilaian,
(3) Melakukan pencatatan terhadap pencapaian
indikator, (4) Melakukan analisis dan evaluasi, (5)
Melakukan tindak lanjut
2.2 Evaluasi Program
2.2.1 Pengertian Evaluasi Program
Evaluasi program adalah suatu rangkaian
kegiatan yang dilakukan dengan sengaja untuk melihat
tingkat keberhasilan program. Melakukan evaluasi
program adalah kegiatan yang dimaksudkan untuk
mengetahui seberapa tinggi tingkat keberhasilan dari
kegiatan yang direncanakan (Suharsimi Arikunto,
2012:325).
Menurut Anderson, dalam Arikunto (2004:1)
memandang evaluasi sebagai sebuah proses
menentukan hasil yang telah dicapai dari beberapa
kegiatan yang direncanakan untuk mendukung
tercapainya tujuan. Sedangkan Stufflebeam dalam
Arikunto (2004 : 1), mengungkapkan bahwa evaluasi
merupakan proses penggambaran, pencarian dan
pemberian informasi yang bermanfaat bagi pengambil
keputusan dalam menentukan alternatif keputusan.
Sedangkan Tyler (1950) yang dikutip oleh
Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar
(2009:5), mengatakan bahwa evaluasi program adalah
21
proses untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan
telah terealisasikan. Selanjutnya menurut Cronbach
(1963) dan Stufflebeam (1971) yang dikutip oleh
Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar
(2009:5), evaluasi program adalah upaya menyediakan
informasi untuk disampaikan kepada pengambil
keputusan. Jadi evaluasi program dimaksudkan untuk
melihat seberapa jauh pencapaian suatu program.
Hal yang menjadi titik awal dari evaluasi
program adalah keingintahuan penyusun program
untuk melihat apakah tujuan program sudah tercapai
atau belum. Jika sudah tercapai, bagaimana kualitas
pencapaian kegiatan tersebut. Tetapi jika belum
tercapai, maka : a) pada bagian manakah dari rencana
kegiatan yang telah dibuat belum tercapai, dan b) apa
sebab bagian rencana kegiatan tersebut belum tercapai.
Dengan kata lain, evaluasi program dimaksudkan
untuk melihat pencapaian program.
Dari beberapa pendapat diatas terdapat
kesamaan persepsi bahwa evaluasi program pada
dasarnya adalah suatu kegiatan untuk mengetahui
tingkat keberhasilan suatu program, untuk
memperoleh gambaran, dan sebagai informasi bagi
pengambil keputusan dalam menentukan alternatif
keputusan. Dalam hal ini peneliti melaksanakan upaya
untuk mengumpulkan data mengenai kondisi nyata
sesuatu hal, kemudian dibandingkan dengan kriteria,
agar dapat diketahui seberapa jauh atau seberapa
tinggi kesenjangan yang ada antara kondisi nyata
22
tersebut dengan kriteria sebagai kondisi yang
diharapkan
Oleh sebab itu dapat ditarik kesimpulan bahwa
yang dimaksud dengan evaluasi program adalah
kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang
bekerjanya sesuatu program, yang selanjutnya
informasi tersebut digunakan untuk menentukan
alternatif atau pilihan yang tepat dalam mengambil
sebuah keputusan.
2.2.2 Tujuan Evaluasi Program
Menurut Suharsimi Arikunto dan Cepi Safrudin
Abdul Jabar (2009:22) bahwa program adalah
serangkaian kegiatan sebagai realisasi dari suatu
kebijakan. Apabila suatu program tidak dievaluasi
maka tidak dapat diketahui bagaimana dan seberapa
tinggi kebijakan yang sudah dikeluarkan dapat
terlaksana. Informasi yang diperoleh dari kegiatan
evaluasi sangat berguna bagi pengambil keputusan dan
kebijakan lanjutan dari program. Karena itu masukan
hasil kebijakan evaluasi program itulah para pengambil
keputusan akan menentukan tindak lanjut dari
program yang sedang atau telah dilaksanakan. Wujud
dari hasil evaluasi adalah sebuah rekomendasi atau
evaluator untuk pengambil keputusan (decision maker).
Ada empat kemungkinan kebijakan yang dapat
dilakukan berdasarkan hasil dalam pelaksanaan
sebuah program keputusan, yaitu :
1) Menghentikan program, karena dipandang
bahwa program tersebut tidak ada manfaatnya,
23
atau tidak dapat terlaksana sebagaimana
diharapkan
2) Merevisi program, karena ada bagian-bagian
yang kurang sesuai dengan harapan (terdapat
kesalahan tetapi hanya sedikit)
3) Melanjutkan program, karena pelaksanaan
program menunjukkan bahwa segala sesuatu
sudah berjalan sesuai dengan harapan dan
memberikan hasil yang bermanfaat.
4) Menyebarluaskan program (melaksanakan
program di tempat-tempat lain atau mengulangi
lagi program di lain waktu), karena program
tersebut berhasil dengan baik maka sangat
baik jika dilaksanakan lagi di tempat dan
waktu yang lain.
Menurut Endang Mulyatinigsih (2011:114-115),
evaluasi program dilakukan dengan tujuan untuk :
a. Menunjukkan sumbangan program terhadap
pencapaian tujuan organisasi. Hasil evaluasi
ini penting untuk mengembangkan program
yang sama di tempat lain
b. Mengambil keputusan tentang keberlanjutan
sebuah program, apakah program itu perlu
diteruskan, diperbaiki, atau dihentikan
Dilihat dari tujuannya, yaitu ingin mengetahui
kondisi sesuatu , maka evaluasi program dapat
dikatakan merupakan salah satu bentuk penelitian
evaluatif. Oleh karena itu dalam evaluasi program
24
pelaksana berpikir dan menentukan langkah
bagaimana melaksanakan penelitian.
Selain itu juga ada beberapa tujuan lain dari
evaluasi program yaitu untuk verifikasi kualitas dan
manajemen program, mengidentifikasi strategi-strategi
yang berhasil dan yang gagal, serta untuk mengukur
efek atau manfaat dari suatu program.
Jadi pada intinya bahwa tujuan evaluasi program
adalah untuk meningkatkan efektivitas suatu kegiatan,
untuk mengukur suatu program kegiatan yang telah
dilaksanakan, dan untuk menentukan prioritas
program yang akan dilaksanakan dimasa yang akan
datang agar lebih baik
2.2.3 Model Evaluasi Program
Kegiatan evaluasi program memerlukan cara
kerja yang jelas, yang tujuannya adalah menyediakan
bahan bagi pengambil keputusan dalam menentukan
tindak lanjut suatu program. Oleh karenanya dalam
evaluasi program ini menggunakan pola atau model
yang sudah dibakukan oleh para tokoh atau pakar
evaluasi.
Model evaluasi yang didesain oleh para ahli atau
para pakar evaluasi, biasanya diberi nama sesuai
dengan nama pembuatnya atau tahap pembuatannya.
Model-model ini sudah dianggap model standar atau
merek standar dari pembuatnya (Farida YTN, 2008 :13)
Menurut bentuknya, model-model evaluasi yang
satu dengan yang lainnya memang tampak bervariasi,
akan tetapi maksud dan tujaunnya sama yaitu
25
melakukan kegiatan pengumpulan data atau informasi
yang berkenaan dengan obyek yang dievaluasi.
Selanjutnya informasi yang terkumpul dapat diberikan
kepada pengambil keputusan agar dapat dengan tepat
menentukan tindak lanjut tentang program yang sudah
dievaluasi.
Menurut Kaufman dan Thomas yang dikutip oleh
Suharsimi Arikunto dan Cepi Safrudin Abdul Jabar
(2009:40), membedakan model evaluasi menjadi
delapan, yaitu :
1) Goal Oriented Evaluation Model, dikembangkan
oleh Tyler
2) Goal Free Evaluation Model,dikembangkan oleh
Scriven
3) Formatif Summatif Evaluation Model,
dikembangkan oleh Michael Scriven
4) Countenance Evaluation Model,
dikembangkan oleh Stake
5) Responsive Evaluation Model, dikembangkan
oleh Stake
6) CSE-UCLA Evaluation Model,
7) CIPP Evaluation Model, dikembangkan oleh
Stufflebeam, dan
8) Discrepancy Model, dikembangkan oleh
Provus
Oleh karena penelitian ini menggunakan model
CIPP, maka berikut akan disajikan kajian tentang
Model Evaluasi Program CIPP
26
2.3 Evaluasi Program Model CIPP
Model yang digunakan dalam penelitian ini
adalah model yang dikembangkan oleh Stufflebeam
yang dikenal dengan CIPP Evaluation Model. CIPP
merupakan singkatan dari Contex, Input, Process, and
Product.
Keunikan model ini adalah pada setiap tipe
evaluasi terkait pada perangkat pengambil keputusan
(decision) yang menyangkut perencanaan dan
operasional sebuah program. Keunggulan model CIPP
memberikan suatu format evaluasi yang komprehensif
pada setiap tahapan evaluasi yaitu tahap konteks,
masukan, proses, dan produk. Model evaluasi CIPP
yang dikemukakan oleh Stufflebeam dan Shinkfield
(1985) adalah sebuah pendekatan evaluasi yang
berorientasi pada pengambil keputusan (a decision
oriented evaluation approach structured) untuk
memberikan bantuan kepada administrator atau leader
pengambil keputusan. Stufflebeam mengemukakan
bahwa hasil evaluasi akan memberikan alternatif
pemecahan masalah bagi para pengambil keputusan.
Model evaluasi CIPP ini terdiri dari 4 tahap yang
diuraikan sebagai berikut :
a. Contect evaluation to serve planning
decision.
Orientasi utama dari evaluasi konteks ini
adalah mengidentifikasi latar belakang
perlunya mengadakan program dari beberapa
subyek yang terlibat dalam pengambilan
keputusan (Endang Mulyatiningsih, 2011:127)
27
Jadi Evaluasi konteks ini membantu seorang
evaluator yang berkaitan dengan perencanaan
keputusan, pengidentifikasian kebutuhan yang
akan dicapai, dan perumusan tujuan program
Aktivitas evaluator dan pemangku kepentingan
dilukiskan pada tabel di bawah ini.
Aktivitas Evaluator Aktivitas Klien/Pemangku Kepentingan-Tujuan Program
Mewawancarai parapenanggung jawab program untuk menelaahdan mendiskusikan perspektif mereka mengenai kebutuhan sekolah yang perlu diselesaikan dengan program kegiatan
Memakai temuan-temuan evaluasi konteks untuk menelaah dan merevisi, jika cocok, tujuan-tujuan program untuk memastikan secara tepat kebutuhan-kebutuhan yang dinilai.
Wawancarai para pemangku kepentingan untuk memperoleh pandangan lebih lanjut mengenai butuhan-kebutuhan dan nilai yang dituju dan potensial untuk pelaksanaan program.
Memakai temuan-temuan evaluasi konteks untuk memastikan bahwa program memanfaatkan masyarakat yang terkait dan aset-aset lainnya.
Menilai tujuan program dalam kaitannya dengan kebutuhan sekolah dan aset-aset potensial yang bermanfaat terhadap program
Memakai temuan-temuan evaluasi konteks selamaatau pada akhir program untuk membantu menilaiefektivitas dan signifikasi program dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan benefisiari yang dinilai.
28
b. Input evaluation structuring decision
Evaluasi input dilakukan untuk
mengidentifikasi dan menilai kapabilitas
sumber daya bahan, alat, manusia dan biaya,
untuk melaksanakan program yang telah
dipilih (Endang Mulyatiningih,2011:129).
Aktivitas evaluator dan klien dan pemangku
kepentingan lainnya dikemukakan dalam tabel
di bawah ini
Aktivitas EvaluatorAktivitas Klien/Pemangku
Kepentingan-Tujuan Program
Mengidentifkasi dan meneliti program lain yang ada yang dapat dipergunakan sebagai model dan perbandingan untuk program yang direncanakan.
Memakai temuan evaluasi masukan untuk merencanakan suatu strategi program yang secara saintifik, ekonomis, sosial, politik dan teknologi dapat dipertahankan.
Menilai strategi program yang diusulkan mengenai koresponden terhadap kebutuhan dan feasibilitasnya.
Memakai temuan evaluasi masukan untuk memastikan bahwa strategi program memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan
Menilai anggaran program untuk menentukan kecukupan dalammembiayai kegiatan yang dilaksanakan
Memakai temuan evaluasi masukan untuk mendukung permintaan pendanaan untuk kegiatan yang direncanakan.
Menilai manfaat strategi program dengan membandingkannya dengan alternatif strategi yang dipergunakan dalam program yang serupa.
Memakai hasil evaluasi masukan untuk tujuan pertanggungjawaban dalam melaporkan strategi program yang dipilih dan mempertahankan rencana program.
29
Jadi dalam evaluasi input ini memberikan
bantuan agar dapat menata keputusan,
menentukan sumber-sumber yang dibutuhkan,
mencari berbagai alternatif yang akan
dilakukan, menentukan rencana yang matang,
membuat strategi yang akan dilakukan dan
memperhatikan prosedur kerja dalam
mencapainya.
c. Process evaluation to serve implementing
decision.
Evaluasi proses bertujuan untuk
mengidentifikasi atau memprediksi hambatan-
hambatan dalam pelaksanaan kegiatan atau
implementasi program. Ada sejumlah
pertanyaan yang harus dijawab dalam proses
pelaksanaan evaluasi ini. Misalnya, apakah
rencana yang telah dibuat sesuai dengan
pelaksanaan di lapangan? Dalam proses
pelaksanaan program adakah yang harus
diperbaiki? Dengan demikian proses
pelaksanaan program dapat dimonitor, diawasi,
atau bahkan diperbaiki.
Aktivitas evaluator dan klien dan pemangku
kepentingan lainnya dikemukakan dalam tabel
di bawah ini
30
Aktivitas EvaluatorAktivitas Klien/Pemangku
Kepentingan-Tujuan Program
Menugaskan staf programdan anggota tim evaluasi untuk menyusun suatu direktori orang-orang dan kelompok-kelompok yang dilayani, membuat catatan mengenai kebutuhan-kebutuhan mereka, dan mencatat layanan program yang mereka terima.
Memakai temuan evaluasi proses untuk mengontrol dan memperkuat aktivitas staf.
Mengumpulkan dan menilai sampai seberapa tinggi siswa dan warga sekolah lain dengan kemanfaatan program yang direncanakan.
Memakai temuan evaluasi proses untuk memperkuat desain program.
Memasukkan informasi yang diperoleh dan penilaian evaluator ke dalam profil program secara periodik.
Memakai temuan evaluasi proses untuk membantu menyusun suatu rekaman biaya program.
Menentukan sampai seberapa banyak program dapat tercapai secara tepat.
Memakai temuan evaluasi proses untuk melaporkan kemajuan program kepada para anggota masyarakat dan para pengembang program lainnya.
31
d. Product evaluation to serve recycling
decision
Evaluasi produk merupakan evaluasi yang
bertujuan untuk mengukur, menginter-
pretasikan, dan menilai pencapaian program
(Stufflebeam & Shienfield, 1985:176). Evaluasi
ini digunakan untuk menentukan keputusan
apa yang akan dikerjakan berikutnya. Apa
manfaat yang dirasakan oleh masyarakat
berkaitan dengan program yang digulirkan?
Apakah memiliki pengaruh dan dampak
dengan adanya program tersebut? Jadi
evaluasi hasil ini berkaitan dengan manfaat
dan dampak suatu program setelah dilakukan
evaluasi secara seksama. Manfaat model ini
untuk pengambilan keputusan (decision
making) dan bukti pertanggungjawaban
(accountability) suatu program kepada
masyarakat. Tahapan evaluasi dalam model ini
yakni penggambaran (delineating), perolehan
atau temuan (obtaining) dan penyediaan
(providing) bagi para pembuat keputusan.
Aktivitas evaluator dan klien dan pemangku
kepentingan lainnya dikemukakan dalam tabel
di bawah ini
32
Aktivitas Evaluator
Aktivitas Klien/Pemangku
Kepentingan-Tujuan Program
Mengakses dan membuat penilaian mengenai sampai seberapa tinggi individu dan kelompok yang memperoleh layanan konsisten dengan kemanfaatan program yang direncanakan.
Memakai temuan evaluasi pengaruh untuk menilai apakah program mencapai atau tidak mencapai penerima manfaat yang tidak tepat.
Secara periodik mewawancarai para pemangku kepentingan di wilayah program seperti kepala sekolah,guru, dan siswa untuk mempelajari perspektif mereka mengenai bagaimana program mempengaruhi masyarakat.
Memakai temuan evaluasi pengaruh untuk menilai sampai seberapa banyak program sedang melayani atau telah melayani penerima manfaat yang berhak.
Memasukkan informasi yang diperoleh dan penilaian evaluator dalam profil program yang diperbaharui secara periodik.
Memakai temuan evaluasi pengaruh untuk menilai sampai seberapa tinggi program memenuhi atau sedang memenuhi kebutuhanpenting masyarakat.
Menentukan sampai seberapa tinggi program mencapai kelompok penerima manfaat yang tepat.
Memakai temuan-temuan evaluasi pengaruh untuk tujuan pertanggungjawaban mengenai kesuksesan program dalam mencapai penerima manfaat layanan program yang dimaksud.
33
2.4 Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu yang memiliki
kesamaan tema dengan penelitian ini untuk dijadikan
bahan referensi dan komparasi, diantaraanya adalah:
a. Penelitian yang dilakukan oleh YE Retno
Saptawati Kawuryan (2015) yang berjudul
Evaluasi Program Pendidikan Karakter di SD
Negeri Kemirirejo Kota Magelang, menunjukkan
bahwa kesiapan sekolah dalam
mengimplementasikan pendidikan karakter,
yang diintegrasikan dalam kegiatan-kegiatan
ektra kurikuler sebagai wahana pengembangan
minat dan bakat siswa sehingga menjadi
pembiasaan yang baik. Selain itu implementasi
pendidikan karakter ini tercermin dalam
kegiatan sehari-hari yang berupa budaya 5 S,
yaitu : Salam, Senyum, Sapa, Sopan, dan
Santun
b. Dewi Azizatul Umaroh (2013) tentang
Manajemen Pendidikan Karakter Peserta Didik
di SD Hj. Isriati Baiturrahman 1 Semarang.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : (1)
Perencanaan pendidikan karakter peserta didik
dilakukan dengan penyusunan kurikulum dan
pengelolaannya, baik pengelolaan dalam kelas
maupun pengelolaan di luar kelas atau
lingkungan sekolah. (2) Pelaksanaan
pendidikan karakter peserta didik dengan
keteladanan dan pembiasaan. (3) Evaluasi
34
pendidikan karakter peseta didik dilaksanakan
dengan skala sikap, pengamatan, kerja sama
dengan orang tua peserta didik dan kunjungan
ke rumah (home visit).
c. Zuchdi (2011) tentang Pengembangan Model
Pendidikan Karakter Terintegrasi dalam
Pemebelajaran Bidang Studi di Sekolah Dasar.
(Jurnal Pendidikan Vol.2 No.4 Tahun 2011).
Dalam penelitiannya diungkapkan bahwa
model pendidikan karakter yang efektif adalah
yang menggunakan pendekatan komprehensif.
Pembelajarannya tidak hanya melalui bidang
studi tertentu saja, tetapi diintegrasikan
kedalam berbagai bidang studi dengan metode
dan strategi yang bervariasi. Semua warga
sekolah (pimpinan sekolah, guru, murid, dan
pegawai administrasi, bahkan penjaga sekolah
dan pengelola warung sekolah) serta orang tua
dan pemuka masyarakat perlu bekerja secara
kolaboratif dalam melaksanakan program
pendidikan karakter. Tempat pelaksanaan
pendidikan karakter baik di dalam kelas
maupun di luar kelas dalam berbagai kegiatan,
termasuk kegiatan di rumah dan lingkungan
masyarakat dengan melibatkan partisipasi
orang tua.
d. Penelitian oleh Nadar Mursih (2015) tentang
Evaluasi Program Pendidikan Karakter di SMPN
1 Limbangan Kabupaten Kendal, menunjukkan
35
bahwa penanaman nilai karakter di SMP Negeri
tersebut dilaksanakan melalui kegiatan-
kegiatan bersifat ekstra kurikuler dan intra
kurikuler yang dikelola sekolah dengan jadwal
kegiatan yang bervariasi. Ada yang
dilaksanakan seminggu sekali, namun ada juga
kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan tiap hari
seperti kegiatan sholat berjamaah dalam
rangka penanaman nilai religius. Sedangkan
kegiatan intra kurikuler yang dilaksanakan
tiap minggu seperti senam kesegaran jasmani
dan kegiatan Jumat bersih. Sedangkan bentuk
kegiatan yang berupa ekstra kurikuler seperti
Pramuka, bola volly, Paskibra, Palang Merah
Remaja, serta karawitan.
2.5 Kerangka Berpikir
Karakteristik penelitian ini berawal dari adanya
kegiatan program pendidikan karakter yang dijalankan
oleh SD Negeri Gebang 1, namun selama ini belum
pernah diadakan evaluasi terhadap program tersebut.
Maka penulis ingin mengevaluasi program pendidikan
karakter di sekolah tersebut dengan menggunakan
model CIPP .
Adapun secara garis besar kerangka berfikir
peneliti adalah sebagai berikut :