BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pendidikan Karakter 2.1.1...

26
11 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pendidikan Karakter 2.1.1 Pengertian Pendidikan Karakter Thomas Lickona dalam Agus Wibowo (2013:9) menyebutkan bahwa, karakter adalah “A reliable inner disposition to respond to situations in a morally good way.” (Posisi batin (karakter) dapat diandalkan untuk menanggapi situasi moral dengan cara baik) Dalam pandangan Lickona karakter yang baik meliputi pengetahuan tentang suatu kebaikan, lalu menimbulkan komitmen (niat) terhadap kebaikan tersebut, dan akhirnya benar-benar melakukan kebaikan. Dengan kata lain, timbulnya karakter mengacu kepada serangkaian pengetahuan, sikap, dan motivasi, serta perilaku dan ketrampilan. Menurut Suyanto (dalam Noeng Muhadjir dan Burhan Nurgiantoro, 2011:27) karakter diartikan sebagai cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu atau seseorang untuk hidup dan bekerja sama baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Hal ini berarti bahwa individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa mampu dalam menetapkan keputusan dan siap bertanggung jawab akibat dari keputusan yang dibuatnya. Helen G. Douglas dalam Muchlas Samani (2011:41) menyatakan bahwa karakter merupakan sikap yang tidak dapat diwariskan, akan tetapi sesuatu

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pendidikan Karakter 2.1.1...

11

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pendidikan Karakter

2.1.1 Pengertian Pendidikan Karakter

Thomas Lickona dalam Agus Wibowo (2013:9)

menyebutkan bahwa, karakter adalah “A reliable inner

disposition to respond to situations in a morally good

way.” (Posisi batin (karakter) dapat diandalkan untuk

menanggapi situasi moral dengan cara baik)

Dalam pandangan Lickona karakter yang baik

meliputi pengetahuan tentang suatu kebaikan, lalu

menimbulkan komitmen (niat) terhadap kebaikan

tersebut, dan akhirnya benar-benar melakukan

kebaikan. Dengan kata lain, timbulnya karakter

mengacu kepada serangkaian pengetahuan, sikap, dan

motivasi, serta perilaku dan ketrampilan.

Menurut Suyanto (dalam Noeng Muhadjir dan

Burhan Nurgiantoro, 2011:27) karakter diartikan

sebagai cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri

khas tiap individu atau seseorang untuk hidup dan

bekerja sama baik dalam lingkungan keluarga,

masyarakat, bangsa, dan negara. Hal ini berarti bahwa

individu yang berkarakter baik adalah individu yang

bisa mampu dalam menetapkan keputusan dan siap

bertanggung jawab akibat dari keputusan yang

dibuatnya.

Helen G. Douglas dalam Muchlas Samani

(2011:41) menyatakan bahwa karakter merupakan

sikap yang tidak dapat diwariskan, akan tetapi sesuatu

12

yang dibangun sendiri secara berkesinambungan hari

demi hari melalui pikiran dan perbuatan, pikiran demi

pikiran, dan tindakan demi tindakan).

Jadi karakter merupakan nilai dasar yang

membangun pribadi seseorang, yang terbentuk baik

karena pengaruh hereditas maupun pengaruh

lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain,

serta terwujud dalam sikap dan perilakunya dalam

kehidupan sehari-hari.

Dari pendapat para tokoh di atas terdapat

beberapa persamaan pandangan tentang karakter yaitu

adanya nilai dasar yang menjadi ciri khas dari individu,

perilaku seseorang dalam kehidupan sehari-hari di

lingkungannya, untuk berbuat baik dalam lingkungan

masyarakat.

Oleh karena itulah maka dapat disimpulkan

bahwa karakter adalah ciri khas pada seseorang atau

individu yang tercermin dalam perilaku seseorang

dalam lingkungannya, baik itu dalam lingkungan

keluarga maupun lingkungan sekitar.

Ratna Megawangi dalam Dharma Kesuma

(2011:5) mengatakan bahwa pendidikan karakter

adalah merupakan sebuah usaha untuk mendidik

anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan

bijak dan mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-

hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi

yang positif kepada lingkungannya.

Menurut pendapat Ramli (2003:16), pendidikan

karakter pada dasarnya memiliki esensi atau makna

yang sama dengan apa yang disebut mengenai

13

pendidikan moral atau pendidikan akhlak. Tujuan dari

pemberian pendidikan karakter adalah membentuk

pribadi anak, agar menjadi manusia yang baik, warga

masyarakat, serta warga negara yang baik. Dengan

kriteria secara umum adalah adanya nilai-nilai sosial

tertentu, yang dipengaruhi oleh budaya masyarakat

dan bangsanya. Oleh sebab itu, hakikat pendidikan

karakter dalam konteks pendidikan yang diajarkan di

Indonesia adalah pendidikan nilai-nilai luhur yang

berasal dari budaya Bangsa Indonesia sendiri, dalam

rangka membina kepribadian generasi muda.

Jadi pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai

suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada

warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan,

kesadaran atau kemauan dan tindakan untuk

melaksanakan nilai-nilai tersebut baik kepada Tuhan

Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan,

maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan

kamil (Samani dan Hariyanto, 2011:46). Akan tetapi

dalam hal ini tidak hanya siswa, tetapi juga para guru,

kepala sekolah dan tenaga non-pendidik yang menjadi

komponen di sekolah haruslah terlibat dalam usaha

pendidikan karakter ini.

Wibowo (2012:36) mendefinisikan tentang

pendidikan karakter dengan pendidikan yang

menanamkan dan mengembangkan karakter-karakter

luhur kepada anak didik, sehingga mereka memiliki

karakter luhur itu, menerapkan dan mempraktekkan

dalam kehidupannya baik di keluarga, masyarakat, dan

negara.

14

Sementara itu, Berkowitz dan Bier (2005:7)

berpendapat bahwa pendidikan karakter merupakan

penciptaan lingkungan sekolah yang membantu peserta

didik dalam perkembangan etika, tanggung jawab

melalui model dan pengajaran karakter yang baik

melalui nilai-nilai universal. Karakter sebagai cara

berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap

individu untuk hidup dan bekerja sama baik dalam

lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.

Individu yang berkarakter baik adalah individu yang

bisa membuat keputusan dan siap bertanggung jawab

akibat dari keputusan yang dibuatnya (Noeng Muhadjir

dan Burhan Nurgiantoro, 2011:27)

Sedangkn menurut Kemdiknas (2010:2) bahwa

pendidikan karakter adalah pendidikan yang

menanamkan dan mengembangkan karakter-karakter

luhur kepada peserta didik, sehingga mereka memiliki

karakter luhur itu, menerapkan dan mempraktikkan

dalam kehidupannya, entah dalam keluarga, sebagai

anggota masyarakat dan warga Negara.

Dari beberapa pendapat di atas terdapat

persamaaan persepsi bahwa pendidikan karakter pada

dasarnya berupa penanaman nilai-nilai luhur dalam

rangka membina generasi bangsa, untuk bertanggung

jawab melaksanakan nilai-nilai tersebut dalam

lingkungan keluarga, masyarakat, dan negara.

Oleh karena itu, dari pengertian tentang

pendidikan karakter para tokoh diatas, maka peneliti

menyimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah

upaya terencana untuk menjadikan peserta didik

15

mengenal, peduli, dan menginternalisasikan nilai-nilai

sehingga menjadi pribadi yang luhur, untuk menjadi

manusia yang bertanggung jawab, dan menerapkan

segala nilai-nilai luhur yang dimilikinya dalam

kehidupannya sehari-hari dalam lingkungan keluarga,

masyarakat, dan negara.

2.1.2 Tujuan Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter mempunyai tujuan

penanaman nilai dalam diri siswa dan pembaharuan

tata kehidupan bersama yang lebih menghargai

kebebasan individu. Selain itu meningkatkan mutu

penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang

mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan

akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan

seimbang sesuai dengan standar kompetensi lulusan

(Asmani, 2011:42).

Badan Penelitian dan Pengembangan, Pusat

Kurikulum Kementerian Pendidikan Nasional (2010:7)

menjelaskan tujuan pendidikan budaya dan karakter

bangsa adalah :

a. Mengembangkan potensi kalbu/nurani peserta

didik sebagai manusia dan waraga negara yang

memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa

b. Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta

didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai

universal dan tradisi budaya bangsa yang

religious.

16

c. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung

jawab peserta didik sebagai generasi penerus

bangsa

d. Mengembangkan kemampuan peserta didik

menjadi manusia yang mandiri, kreatif,

berwawasan kebangsaan,

e. Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah

sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur,

penuh kreativitas dan persahabatan, serta

dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh

kekuatan.

Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan

Pengembangan Kementerian Nasional (Samani,2011:9)

menyatakan bahwa pendidikan karakter pada intinya

mempunyai tujuan membentuk bangsa yang tangguh,

kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran,

bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang

dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi

yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.

Menurut Agus (Agus,2012:22) menyatakan bahwa

pendidikan karakter mempunyai tujuan yaitu

membentuk dan membangun pola pikir, sikap, dan

perilaku peserta didik agar menjadi pribadi yang positif,

berakhlak karimah, berjiwa luhur, dan bertanggung

jawab.

Dari berbagai pandangan di atas, telah

disebutkan bahwa pada dasarnya tujuan pendidikan

karakter adalah membentuk, menanamkan,

17

memfasilitasi, dan mengembangkan nilai-nilai positif

kepada peserta didik.

Maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa tujuan

utama pendidikan karakter adalah penanaman dan

pengembangan nilai-nilai yang positif kepada peserta

didik, agar tercapai pembentukan karakter dan akhlak

yang baik, sehingga menjadi manusia yang utuh,

berjiwa luhur, dan bertanggung jawab

2.1.3 Proses Pendidikan Karakter

Karakter berasal dari nilai tentang sesuatu.

Suatu nilai yang diwujudkan dalam bentuk perilaku

anak itulah yang disebut karakter. Jadi suatu karakter

melekat dengan nilai dari perilaku tersebut. Karenanya

tidak ada perilaku anak yang tidak bebas dari nilai.

Dalam kehidupan manusia, begitu banyak nilai yang

ada di dunia ini, dari dahulu sampai sekarang (Dharma

Kesuma, 2011:11).

Nilai-nilai pendidikan karakter yang

dikembangkan kementerian pendidikan ada delapan

belas karakter. Nilai-nilai tersebut bersumber dari

agama, pancasila, budaya,dan tujuan pendidikan

nasional. Adapun delapan belas nilai tersebut yaitu :

religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif,

mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat

kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi,

bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca,

peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab

(Pusat Kurikulum Kementerian PendidikanNasional,

2009:9-10)

18

Akan tetapi terbentuknya nilai dan sikap karakter

seseorang sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Seperti yang dinyatakan oleh V. Campbell dan R.

Obligasi (1982) bahwa ada beberapa faktor yang

berpengaruh dalam pembentukan karakter seseorang,

yaitu :

a) Faktor keturunan

b) Pengalaman masa kanak-kanak

c) Pemodelan oleh orang dewasa atau orang yang

lebih tua

d) Pengaruh lingkungan sebaya

e) Lingkungan fisik dan sosial

f) Substansi materi di sekolah atau lembaga

pendidikan lain

g) Media masa

Dalam proses pendidikan karakter yang baik,

perlu adanya kontrol internal dan kontrol sosial yang

menuntut individu untuk memiliki karakter positif

tertentu. Misalnya saja sebagai pendidik (guru) dalam

suatu komunitas pendidikan, sangat dibutuhkan

karakter seperti jujur, perhatian, sabar, dan karakter

positif lain sebab pendidik dalam komunitas

pendidikan berperan sebagai teladan dan model bagi

anak didiknya.

Untuk mengetahui keberhasilan suatu kegiatan

maka dilakukan penilaian yang merupakan kegiatan

untuk menentukan pencapaian hasil pembelajaran.

Hasil Pembelajaran yang dicapai dapat dikategorikan

dalam tiga ranah, yaitu ranah kognitif, psikomotor, dan

afektif. Setiap peserta didik memiliki ranah tersebut,

19

hanya kedalamannya tidak sama. Ada peserta didik

yang memiliki keunggulan pada ranah kognitif atau

pengetahuan, dan ada yang memiliki keunggulan pada

ranah psikomotor atau ketrampilan. Namun keduanya

harus dilandasi oleh ranah afektif yang baik.

Pengetahuan yang dimiliki seseorang harus

dimanfaatkan untuk kebaikan masyarakat. Demikian

juga ketrampilan yang dimiliki peserta didik juga harus

dilandasi oleh ranah afektif yang baik, yaitu

dimanfaatkan untuk kebaikan (Noeng Muhadjir dan

Burhan Nurgiantoro, 2011:189-190)

Penilaian pendidikan karakter pada hakikatnya

adalah evaluasi atau proses pembelajaran secara terus

menerus dari individu untuk menghayati peran dan

kebebasannya bersama dengan orang lain dalam

sebuah lingkungan sekolah demi pertumbuhan

integritas moralnya sebagai manusia. Penilaian

pendidikan karakter berkaitan erat dengan adanya

unsur pemahaman, motivasi, kehendak, dan praksis

dari individu. Pendidikan karakter menjadi semakin

bertumbuh ketika motivasi dalam individu menjadi

pendorong semangat bagi pelaku moralnya dalam

kebersamaan dengan orang lain. Dari hakikat inilah

kita dapat mengambil kesimpulan tentang tujuan

penilaian karakter (Doni Koesoema, 2010:281)

Dalam Badan Penelitian dan Pengembangan,

Pusat Kurikulum Kementerian Pendidikan Nasional

(2010:10) dijelaskan untuk mengukur tingkat

keberhasilan pelaksanaaan pendidikan karakter

dilakukan melalui berbagai program penilaian dengan

20

membandingkan kondisi awal dengan pencapaian

dalam waktu tertentu. Penilaian keberhasilan tersebut

dilakukan melalui langkah-langkah berikut : (1)

Menetapkan indikator dari nilai yang ditetapkan atau

disepakati,(2) Menyusun berbagai instrument penilaian,

(3) Melakukan pencatatan terhadap pencapaian

indikator, (4) Melakukan analisis dan evaluasi, (5)

Melakukan tindak lanjut

2.2 Evaluasi Program

2.2.1 Pengertian Evaluasi Program

Evaluasi program adalah suatu rangkaian

kegiatan yang dilakukan dengan sengaja untuk melihat

tingkat keberhasilan program. Melakukan evaluasi

program adalah kegiatan yang dimaksudkan untuk

mengetahui seberapa tinggi tingkat keberhasilan dari

kegiatan yang direncanakan (Suharsimi Arikunto,

2012:325).

Menurut Anderson, dalam Arikunto (2004:1)

memandang evaluasi sebagai sebuah proses

menentukan hasil yang telah dicapai dari beberapa

kegiatan yang direncanakan untuk mendukung

tercapainya tujuan. Sedangkan Stufflebeam dalam

Arikunto (2004 : 1), mengungkapkan bahwa evaluasi

merupakan proses penggambaran, pencarian dan

pemberian informasi yang bermanfaat bagi pengambil

keputusan dalam menentukan alternatif keputusan.

Sedangkan Tyler (1950) yang dikutip oleh

Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar

(2009:5), mengatakan bahwa evaluasi program adalah

21

proses untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan

telah terealisasikan. Selanjutnya menurut Cronbach

(1963) dan Stufflebeam (1971) yang dikutip oleh

Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar

(2009:5), evaluasi program adalah upaya menyediakan

informasi untuk disampaikan kepada pengambil

keputusan. Jadi evaluasi program dimaksudkan untuk

melihat seberapa jauh pencapaian suatu program.

Hal yang menjadi titik awal dari evaluasi

program adalah keingintahuan penyusun program

untuk melihat apakah tujuan program sudah tercapai

atau belum. Jika sudah tercapai, bagaimana kualitas

pencapaian kegiatan tersebut. Tetapi jika belum

tercapai, maka : a) pada bagian manakah dari rencana

kegiatan yang telah dibuat belum tercapai, dan b) apa

sebab bagian rencana kegiatan tersebut belum tercapai.

Dengan kata lain, evaluasi program dimaksudkan

untuk melihat pencapaian program.

Dari beberapa pendapat diatas terdapat

kesamaan persepsi bahwa evaluasi program pada

dasarnya adalah suatu kegiatan untuk mengetahui

tingkat keberhasilan suatu program, untuk

memperoleh gambaran, dan sebagai informasi bagi

pengambil keputusan dalam menentukan alternatif

keputusan. Dalam hal ini peneliti melaksanakan upaya

untuk mengumpulkan data mengenai kondisi nyata

sesuatu hal, kemudian dibandingkan dengan kriteria,

agar dapat diketahui seberapa jauh atau seberapa

tinggi kesenjangan yang ada antara kondisi nyata

22

tersebut dengan kriteria sebagai kondisi yang

diharapkan

Oleh sebab itu dapat ditarik kesimpulan bahwa

yang dimaksud dengan evaluasi program adalah

kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang

bekerjanya sesuatu program, yang selanjutnya

informasi tersebut digunakan untuk menentukan

alternatif atau pilihan yang tepat dalam mengambil

sebuah keputusan.

2.2.2 Tujuan Evaluasi Program

Menurut Suharsimi Arikunto dan Cepi Safrudin

Abdul Jabar (2009:22) bahwa program adalah

serangkaian kegiatan sebagai realisasi dari suatu

kebijakan. Apabila suatu program tidak dievaluasi

maka tidak dapat diketahui bagaimana dan seberapa

tinggi kebijakan yang sudah dikeluarkan dapat

terlaksana. Informasi yang diperoleh dari kegiatan

evaluasi sangat berguna bagi pengambil keputusan dan

kebijakan lanjutan dari program. Karena itu masukan

hasil kebijakan evaluasi program itulah para pengambil

keputusan akan menentukan tindak lanjut dari

program yang sedang atau telah dilaksanakan. Wujud

dari hasil evaluasi adalah sebuah rekomendasi atau

evaluator untuk pengambil keputusan (decision maker).

Ada empat kemungkinan kebijakan yang dapat

dilakukan berdasarkan hasil dalam pelaksanaan

sebuah program keputusan, yaitu :

1) Menghentikan program, karena dipandang

bahwa program tersebut tidak ada manfaatnya,

23

atau tidak dapat terlaksana sebagaimana

diharapkan

2) Merevisi program, karena ada bagian-bagian

yang kurang sesuai dengan harapan (terdapat

kesalahan tetapi hanya sedikit)

3) Melanjutkan program, karena pelaksanaan

program menunjukkan bahwa segala sesuatu

sudah berjalan sesuai dengan harapan dan

memberikan hasil yang bermanfaat.

4) Menyebarluaskan program (melaksanakan

program di tempat-tempat lain atau mengulangi

lagi program di lain waktu), karena program

tersebut berhasil dengan baik maka sangat

baik jika dilaksanakan lagi di tempat dan

waktu yang lain.

Menurut Endang Mulyatinigsih (2011:114-115),

evaluasi program dilakukan dengan tujuan untuk :

a. Menunjukkan sumbangan program terhadap

pencapaian tujuan organisasi. Hasil evaluasi

ini penting untuk mengembangkan program

yang sama di tempat lain

b. Mengambil keputusan tentang keberlanjutan

sebuah program, apakah program itu perlu

diteruskan, diperbaiki, atau dihentikan

Dilihat dari tujuannya, yaitu ingin mengetahui

kondisi sesuatu , maka evaluasi program dapat

dikatakan merupakan salah satu bentuk penelitian

evaluatif. Oleh karena itu dalam evaluasi program

24

pelaksana berpikir dan menentukan langkah

bagaimana melaksanakan penelitian.

Selain itu juga ada beberapa tujuan lain dari

evaluasi program yaitu untuk verifikasi kualitas dan

manajemen program, mengidentifikasi strategi-strategi

yang berhasil dan yang gagal, serta untuk mengukur

efek atau manfaat dari suatu program.

Jadi pada intinya bahwa tujuan evaluasi program

adalah untuk meningkatkan efektivitas suatu kegiatan,

untuk mengukur suatu program kegiatan yang telah

dilaksanakan, dan untuk menentukan prioritas

program yang akan dilaksanakan dimasa yang akan

datang agar lebih baik

2.2.3 Model Evaluasi Program

Kegiatan evaluasi program memerlukan cara

kerja yang jelas, yang tujuannya adalah menyediakan

bahan bagi pengambil keputusan dalam menentukan

tindak lanjut suatu program. Oleh karenanya dalam

evaluasi program ini menggunakan pola atau model

yang sudah dibakukan oleh para tokoh atau pakar

evaluasi.

Model evaluasi yang didesain oleh para ahli atau

para pakar evaluasi, biasanya diberi nama sesuai

dengan nama pembuatnya atau tahap pembuatannya.

Model-model ini sudah dianggap model standar atau

merek standar dari pembuatnya (Farida YTN, 2008 :13)

Menurut bentuknya, model-model evaluasi yang

satu dengan yang lainnya memang tampak bervariasi,

akan tetapi maksud dan tujaunnya sama yaitu

25

melakukan kegiatan pengumpulan data atau informasi

yang berkenaan dengan obyek yang dievaluasi.

Selanjutnya informasi yang terkumpul dapat diberikan

kepada pengambil keputusan agar dapat dengan tepat

menentukan tindak lanjut tentang program yang sudah

dievaluasi.

Menurut Kaufman dan Thomas yang dikutip oleh

Suharsimi Arikunto dan Cepi Safrudin Abdul Jabar

(2009:40), membedakan model evaluasi menjadi

delapan, yaitu :

1) Goal Oriented Evaluation Model, dikembangkan

oleh Tyler

2) Goal Free Evaluation Model,dikembangkan oleh

Scriven

3) Formatif Summatif Evaluation Model,

dikembangkan oleh Michael Scriven

4) Countenance Evaluation Model,

dikembangkan oleh Stake

5) Responsive Evaluation Model, dikembangkan

oleh Stake

6) CSE-UCLA Evaluation Model,

7) CIPP Evaluation Model, dikembangkan oleh

Stufflebeam, dan

8) Discrepancy Model, dikembangkan oleh

Provus

Oleh karena penelitian ini menggunakan model

CIPP, maka berikut akan disajikan kajian tentang

Model Evaluasi Program CIPP

26

2.3 Evaluasi Program Model CIPP

Model yang digunakan dalam penelitian ini

adalah model yang dikembangkan oleh Stufflebeam

yang dikenal dengan CIPP Evaluation Model. CIPP

merupakan singkatan dari Contex, Input, Process, and

Product.

Keunikan model ini adalah pada setiap tipe

evaluasi terkait pada perangkat pengambil keputusan

(decision) yang menyangkut perencanaan dan

operasional sebuah program. Keunggulan model CIPP

memberikan suatu format evaluasi yang komprehensif

pada setiap tahapan evaluasi yaitu tahap konteks,

masukan, proses, dan produk. Model evaluasi CIPP

yang dikemukakan oleh Stufflebeam dan Shinkfield

(1985) adalah sebuah pendekatan evaluasi yang

berorientasi pada pengambil keputusan (a decision

oriented evaluation approach structured) untuk

memberikan bantuan kepada administrator atau leader

pengambil keputusan. Stufflebeam mengemukakan

bahwa hasil evaluasi akan memberikan alternatif

pemecahan masalah bagi para pengambil keputusan.

Model evaluasi CIPP ini terdiri dari 4 tahap yang

diuraikan sebagai berikut :

a. Contect evaluation to serve planning

decision.

Orientasi utama dari evaluasi konteks ini

adalah mengidentifikasi latar belakang

perlunya mengadakan program dari beberapa

subyek yang terlibat dalam pengambilan

keputusan (Endang Mulyatiningsih, 2011:127)

27

Jadi Evaluasi konteks ini membantu seorang

evaluator yang berkaitan dengan perencanaan

keputusan, pengidentifikasian kebutuhan yang

akan dicapai, dan perumusan tujuan program

Aktivitas evaluator dan pemangku kepentingan

dilukiskan pada tabel di bawah ini.

Aktivitas Evaluator Aktivitas Klien/Pemangku Kepentingan-Tujuan Program

Mewawancarai parapenanggung jawab program untuk menelaahdan mendiskusikan perspektif mereka mengenai kebutuhan sekolah yang perlu diselesaikan dengan program kegiatan

Memakai temuan-temuan evaluasi konteks untuk menelaah dan merevisi, jika cocok, tujuan-tujuan program untuk memastikan secara tepat kebutuhan-kebutuhan yang dinilai.

Wawancarai para pemangku kepentingan untuk memperoleh pandangan lebih lanjut mengenai butuhan-kebutuhan dan nilai yang dituju dan potensial untuk pelaksanaan program.

Memakai temuan-temuan evaluasi konteks untuk memastikan bahwa program memanfaatkan masyarakat yang terkait dan aset-aset lainnya.

Menilai tujuan program dalam kaitannya dengan kebutuhan sekolah dan aset-aset potensial yang bermanfaat terhadap program

Memakai temuan-temuan evaluasi konteks selamaatau pada akhir program untuk membantu menilaiefektivitas dan signifikasi program dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan benefisiari yang dinilai.

28

b. Input evaluation structuring decision

Evaluasi input dilakukan untuk

mengidentifikasi dan menilai kapabilitas

sumber daya bahan, alat, manusia dan biaya,

untuk melaksanakan program yang telah

dipilih (Endang Mulyatiningih,2011:129).

Aktivitas evaluator dan klien dan pemangku

kepentingan lainnya dikemukakan dalam tabel

di bawah ini

Aktivitas EvaluatorAktivitas Klien/Pemangku

Kepentingan-Tujuan Program

Mengidentifkasi dan meneliti program lain yang ada yang dapat dipergunakan sebagai model dan perbandingan untuk program yang direncanakan.

Memakai temuan evaluasi masukan untuk merencanakan suatu strategi program yang secara saintifik, ekonomis, sosial, politik dan teknologi dapat dipertahankan.

Menilai strategi program yang diusulkan mengenai koresponden terhadap kebutuhan dan feasibilitasnya.

Memakai temuan evaluasi masukan untuk memastikan bahwa strategi program memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan

Menilai anggaran program untuk menentukan kecukupan dalammembiayai kegiatan yang dilaksanakan

Memakai temuan evaluasi masukan untuk mendukung permintaan pendanaan untuk kegiatan yang direncanakan.

Menilai manfaat strategi program dengan membandingkannya dengan alternatif strategi yang dipergunakan dalam program yang serupa.

Memakai hasil evaluasi masukan untuk tujuan pertanggungjawaban dalam melaporkan strategi program yang dipilih dan mempertahankan rencana program.

29

Jadi dalam evaluasi input ini memberikan

bantuan agar dapat menata keputusan,

menentukan sumber-sumber yang dibutuhkan,

mencari berbagai alternatif yang akan

dilakukan, menentukan rencana yang matang,

membuat strategi yang akan dilakukan dan

memperhatikan prosedur kerja dalam

mencapainya.

c. Process evaluation to serve implementing

decision.

Evaluasi proses bertujuan untuk

mengidentifikasi atau memprediksi hambatan-

hambatan dalam pelaksanaan kegiatan atau

implementasi program. Ada sejumlah

pertanyaan yang harus dijawab dalam proses

pelaksanaan evaluasi ini. Misalnya, apakah

rencana yang telah dibuat sesuai dengan

pelaksanaan di lapangan? Dalam proses

pelaksanaan program adakah yang harus

diperbaiki? Dengan demikian proses

pelaksanaan program dapat dimonitor, diawasi,

atau bahkan diperbaiki.

Aktivitas evaluator dan klien dan pemangku

kepentingan lainnya dikemukakan dalam tabel

di bawah ini

30

Aktivitas EvaluatorAktivitas Klien/Pemangku

Kepentingan-Tujuan Program

Menugaskan staf programdan anggota tim evaluasi untuk menyusun suatu direktori orang-orang dan kelompok-kelompok yang dilayani, membuat catatan mengenai kebutuhan-kebutuhan mereka, dan mencatat layanan program yang mereka terima.

Memakai temuan evaluasi proses untuk mengontrol dan memperkuat aktivitas staf.

Mengumpulkan dan menilai sampai seberapa tinggi siswa dan warga sekolah lain dengan kemanfaatan program yang direncanakan.

Memakai temuan evaluasi proses untuk memperkuat desain program.

Memasukkan informasi yang diperoleh dan penilaian evaluator ke dalam profil program secara periodik.

Memakai temuan evaluasi proses untuk membantu menyusun suatu rekaman biaya program.

Menentukan sampai seberapa banyak program dapat tercapai secara tepat.

Memakai temuan evaluasi proses untuk melaporkan kemajuan program kepada para anggota masyarakat dan para pengembang program lainnya.

31

d. Product evaluation to serve recycling

decision

Evaluasi produk merupakan evaluasi yang

bertujuan untuk mengukur, menginter-

pretasikan, dan menilai pencapaian program

(Stufflebeam & Shienfield, 1985:176). Evaluasi

ini digunakan untuk menentukan keputusan

apa yang akan dikerjakan berikutnya. Apa

manfaat yang dirasakan oleh masyarakat

berkaitan dengan program yang digulirkan?

Apakah memiliki pengaruh dan dampak

dengan adanya program tersebut? Jadi

evaluasi hasil ini berkaitan dengan manfaat

dan dampak suatu program setelah dilakukan

evaluasi secara seksama. Manfaat model ini

untuk pengambilan keputusan (decision

making) dan bukti pertanggungjawaban

(accountability) suatu program kepada

masyarakat. Tahapan evaluasi dalam model ini

yakni penggambaran (delineating), perolehan

atau temuan (obtaining) dan penyediaan

(providing) bagi para pembuat keputusan.

Aktivitas evaluator dan klien dan pemangku

kepentingan lainnya dikemukakan dalam tabel

di bawah ini

32

Aktivitas Evaluator

Aktivitas Klien/Pemangku

Kepentingan-Tujuan Program

Mengakses dan membuat penilaian mengenai sampai seberapa tinggi individu dan kelompok yang memperoleh layanan konsisten dengan kemanfaatan program yang direncanakan.

Memakai temuan evaluasi pengaruh untuk menilai apakah program mencapai atau tidak mencapai penerima manfaat yang tidak tepat.

Secara periodik mewawancarai para pemangku kepentingan di wilayah program seperti kepala sekolah,guru, dan siswa untuk mempelajari perspektif mereka mengenai bagaimana program mempengaruhi masyarakat.

Memakai temuan evaluasi pengaruh untuk menilai sampai seberapa banyak program sedang melayani atau telah melayani penerima manfaat yang berhak.

Memasukkan informasi yang diperoleh dan penilaian evaluator dalam profil program yang diperbaharui secara periodik.

Memakai temuan evaluasi pengaruh untuk menilai sampai seberapa tinggi program memenuhi atau sedang memenuhi kebutuhanpenting masyarakat.

Menentukan sampai seberapa tinggi program mencapai kelompok penerima manfaat yang tepat.

Memakai temuan-temuan evaluasi pengaruh untuk tujuan pertanggungjawaban mengenai kesuksesan program dalam mencapai penerima manfaat layanan program yang dimaksud.

33

2.4 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang memiliki

kesamaan tema dengan penelitian ini untuk dijadikan

bahan referensi dan komparasi, diantaraanya adalah:

a. Penelitian yang dilakukan oleh YE Retno

Saptawati Kawuryan (2015) yang berjudul

Evaluasi Program Pendidikan Karakter di SD

Negeri Kemirirejo Kota Magelang, menunjukkan

bahwa kesiapan sekolah dalam

mengimplementasikan pendidikan karakter,

yang diintegrasikan dalam kegiatan-kegiatan

ektra kurikuler sebagai wahana pengembangan

minat dan bakat siswa sehingga menjadi

pembiasaan yang baik. Selain itu implementasi

pendidikan karakter ini tercermin dalam

kegiatan sehari-hari yang berupa budaya 5 S,

yaitu : Salam, Senyum, Sapa, Sopan, dan

Santun

b. Dewi Azizatul Umaroh (2013) tentang

Manajemen Pendidikan Karakter Peserta Didik

di SD Hj. Isriati Baiturrahman 1 Semarang.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : (1)

Perencanaan pendidikan karakter peserta didik

dilakukan dengan penyusunan kurikulum dan

pengelolaannya, baik pengelolaan dalam kelas

maupun pengelolaan di luar kelas atau

lingkungan sekolah. (2) Pelaksanaan

pendidikan karakter peserta didik dengan

keteladanan dan pembiasaan. (3) Evaluasi

34

pendidikan karakter peseta didik dilaksanakan

dengan skala sikap, pengamatan, kerja sama

dengan orang tua peserta didik dan kunjungan

ke rumah (home visit).

c. Zuchdi (2011) tentang Pengembangan Model

Pendidikan Karakter Terintegrasi dalam

Pemebelajaran Bidang Studi di Sekolah Dasar.

(Jurnal Pendidikan Vol.2 No.4 Tahun 2011).

Dalam penelitiannya diungkapkan bahwa

model pendidikan karakter yang efektif adalah

yang menggunakan pendekatan komprehensif.

Pembelajarannya tidak hanya melalui bidang

studi tertentu saja, tetapi diintegrasikan

kedalam berbagai bidang studi dengan metode

dan strategi yang bervariasi. Semua warga

sekolah (pimpinan sekolah, guru, murid, dan

pegawai administrasi, bahkan penjaga sekolah

dan pengelola warung sekolah) serta orang tua

dan pemuka masyarakat perlu bekerja secara

kolaboratif dalam melaksanakan program

pendidikan karakter. Tempat pelaksanaan

pendidikan karakter baik di dalam kelas

maupun di luar kelas dalam berbagai kegiatan,

termasuk kegiatan di rumah dan lingkungan

masyarakat dengan melibatkan partisipasi

orang tua.

d. Penelitian oleh Nadar Mursih (2015) tentang

Evaluasi Program Pendidikan Karakter di SMPN

1 Limbangan Kabupaten Kendal, menunjukkan

35

bahwa penanaman nilai karakter di SMP Negeri

tersebut dilaksanakan melalui kegiatan-

kegiatan bersifat ekstra kurikuler dan intra

kurikuler yang dikelola sekolah dengan jadwal

kegiatan yang bervariasi. Ada yang

dilaksanakan seminggu sekali, namun ada juga

kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan tiap hari

seperti kegiatan sholat berjamaah dalam

rangka penanaman nilai religius. Sedangkan

kegiatan intra kurikuler yang dilaksanakan

tiap minggu seperti senam kesegaran jasmani

dan kegiatan Jumat bersih. Sedangkan bentuk

kegiatan yang berupa ekstra kurikuler seperti

Pramuka, bola volly, Paskibra, Palang Merah

Remaja, serta karawitan.

2.5 Kerangka Berpikir

Karakteristik penelitian ini berawal dari adanya

kegiatan program pendidikan karakter yang dijalankan

oleh SD Negeri Gebang 1, namun selama ini belum

pernah diadakan evaluasi terhadap program tersebut.

Maka penulis ingin mengevaluasi program pendidikan

karakter di sekolah tersebut dengan menggunakan

model CIPP .

Adapun secara garis besar kerangka berfikir

peneliti adalah sebagai berikut :

36

Konsep Pendidikan Karakter

Program Pendidikan

Karakter Sekolah

Rekomendasi

Proses

Produk

LanjutPertahankanRevisiHapus

Konteks

Input