BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian...
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
Dalam bagian ini diuraikan pijakan teoritis yang menjadi dasar bagi
penyusunan hipotesis penelitian, meliputi konsep kepemimpinan
transformasional dan transaksional, iklim organisasi, organizational citizenship
behavior (OCB), serta hubungan antara keempat variabel tersebut.
2.1.1 Pengertian Kepemimpinan
Terminologi leadership (kepemimpinan) berasal dari bahasa latin yang
to lead to pull to guide )
dan telah digunakan dalam konteks organisasi lebih dari satu abad. Secara
umum kepemimpinan dikonseptualisasikan sebagai proses pengaruh sosial
antara pihak atasan (superior) kepada bawahannya (subordinate) dalam
mencapai tujuan organisasi (Rost, dalam Medsen 2001).
Bass (1998) mengemukakan kepemimpinan merupakan suatu proses
mengarahkan, mempengaruhi dan mengendalikan aktivitas yang berhubungan
dengan pekerjaan seperti halnya mempengaruhi motivasi karyawan untuk
mencapai tujuan khusus organisasi. Menurut Rivai (2008) definisi kepemimpinan
secara luas meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi,
memotivasi perilaku bawahan untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk
memperbaiki kelompok dan budayanya. Selain itu juga mempengaruhi
interpretasi mengenai peristiwa-peristiwa para pengikutnya, pengorganisasian
dan aktivitas-aktivitas untuk mencapai sasaran, memelihara hubungan kerjasama
12
dan kelompok kerja, perolehan dukungan dan kerjasama dari orang-orang di luar
kelompok atau organisasi.
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kepemimpinan adalah seseorang
yang dapat mempengaruhi, memotivasi dan mengarahkan sikap, keyakinan dan
perilaku orang lain agar sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.
Terdapat tiga implikasi penting dari definisi kepemimpinan, pertama
kepemimpinan melibatkan orang lain (bawahan atau pengikut), kedua atasan
memiliki kekuasaan yang lebih besar dibandingkan dengan bawahan, ketiga
pemimpin menggunakan pengaruh/kekuasaannya.
2.1.2 Kepemimpinan Transformasional
Menurut Bass (1985) dalam buku Yukl (2013, p.313) menjelaskan bahwa
kepemimpinan transformasional adalah suatu keadaan dimana para pengikut
dari seorang pemimpin transformasional merasa adanya kepercayaan,
kekaguman, kesetiaan, dan hormat terhadap pemimpin tersebut, dan mereka
termotivasi untuk melakukan lebih dari pada yang awalnya diharapkan mereka.
Pemimpin tersebut mentransformasi dan memotivasi para pengikut dengan cara
membuat mereka lebih sadar mengenai pentingnya hasil hasil suatu pekerjaan,
mendorong mereka untuk lebih mementingkan organisasi atau tim daripada
kepentingan diri sendiri, dan mengaktifkan kebutuhan kebutuhan mereka pada
yang lebih tinggi.
Menurut Bass dalam Robbins dan Judge (2007, p.387) kepemimpinan
transformasional adalah pemimpin yang memberikan pertimbangan dan
rangsangan intelektual yang diindividualkan dan memiliki kharisma. Sedangkan
menurut Newstrom dan Bass (dalam Sadeghi dan Pihie, 2012) pemimpin
transformasional memiliki beberapa komponen perilaku tertentu, diantaranya
adalah integritas dan keadilan, menetapkan tujuan yang jelas, memiliki harapan
13
yang tinggi, memberikan dukungan dan pengakuan, membangkitkan emosi
pengikut, dan membuat orang untuk melihat suatu hal melampui kepentingan
dirinya sendiri untuk meraih suatu hal yang mustahil. Tucker dan Lewis (2004:78)
mendefinisikan kepemimpinan transformasional sebagai pola kepemimpinan
yang dapat memotivasi karyawan dengan cara membawa pada cita-cita dan
nilai-nilai tinggi untuk mencapai visi misi organisasi yang merupakan dasar untuk
membentuk kepercayaan terhadap pimpinan. Gaya kepemimpinan ini berfokus
pada kualitas berwujud seperti visi, nilai-nilai bersama dan ide-ide dalam rangka
membangun hubungan baik, memberi makna yang lebih besar untuk setiap
kegiatan, dan menyediakan landasan bersama untuk proses perubahan.
Dari pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan
transformasional merupakan pemimpin yang kharismatik dan mempunyai peran
sentral serta strategi dalam membawa organisasi mencapai tujuannya. Pemimpin
transformasional juga harus mempunyai kemampuan untuk menyamakan visi
masa depan dengan bawahannya, serta mempertinggi kebutuhan bawahan pada
tingkat yang lebih tinggi dari pada apa yang mereka butuhkan. Interaksi yang
timbul antara pemimpin dengan bawahannya ditandai dengan pengaruh
pemimpin untuk mengubah perilaku bawahannya menjadi seorang yang merasa
mampu dan bermotivasi tinggi dan berupaya mencapai prestasi kerja yang tinggi
dan bermutu. Pemimpin mempengaruhi pengikutnya sehingga tujuan organisasi
akan tercapai.
Menurut (Antonakis, Avolio, & Sivasubramaniam, 2003; Avolio & Bass, 2004)
terdapat 4 komponen perilaku kepemimpinan transformasional yaitu:
1) Idealized Influence (Pengaruh Ideal)
Idealized influence adalah perilaku pemimpin yang memberikan visi dan misi,
memunculkan rasa bangga, serta mendapatkan respek dan kepercayaan
bawahan. Idealized influence disebut juga sebagai pemimpin yang
14
kharismatik, dimana pengikut memiliki keyakinan yang mendalam pada
pemimpinnya, merasa bangga bisa bekerja dengan pemimpinnya, dan
mempercayai kapasitas pemimpinnya dalam mengatasi setiap permasalahan.
2) Inspirational Motivation (Motivasi Inspirasional)
Inspirational motivation adalah perilaku pemimpin yang mampu
mengkomunikasikan harapan yang tinggi, menyampaikan visi bersama secara
menarik dengan menggunakan simbol-simbol untuk memfokuskan upaya
bawahan, dan menginspirasi bawahan untuk mencapai tujuan yang
menghasilkan kemajuan penting bagi organisasi.
3) Intellectual Stimulation (Stimulasi Intelektual)
Intellectual stimulation adalah perilaku pemimpin yang mampu meningkatkan
kecerdasan bawahan untuk meningkatkan kreativitas dan inovasi mereka,
meningkatkan rasionalitas, dan pemecahan masalah secara cermat.
4) Individualized Consideration (Pertimbangan Individual)
Individualized consideration adalah perilaku pemimpin yang memberikan
perhatian pribadi, memperlakukan masing-masing bawahan secara individual
sebagai seorang individu dengan kebutuhan, kemampuan, dan aspirasi yang
berbeda, serta melatih dan memberikan saran. Individualized consideration
dari kepemimpinan transformasional memperlakukan masing-masing
bawahan sebagai individu serta mendampingi mereka, memonitor dan
menumbuhkan peluang.
Menurut Andreas Lako (2004) mengemukakan perilaku-perilaku
kepemimpinan transformasional adalah sebagai berikut :
1. Karismatik (charismatic), yaitu pemimpin yang mempengaruhi para
pengikut dengan menimbulkan emosi-emosi yang kuat dan identifikasi
dengan pemimpin tersebut.
15
a. Tergantung pada reaksi para pengikut terhadap para pemimpin dan
aspek emosional-kognitif dari pemimpin.
b. Mampu membentuk dan memperluas pengikut mereka melalui energi,
keyakinan, ambisi dan asertifitas, serta menangkap peluang yang ada.
2. Stimulasi Intelektual (intellectual stimulation), yaitu sebuah proses dimana
para pemimpin meningkatkan kesadaran para pengikut terhadap masalah-
masalah dan mempengaruhi para pengikut untuk memandang sebuah
masalah dari sebuah perspektif yang baru. Ciri-ciri pemimpin stimulasi
intelektual
a. Memiliki potensi (general intelligence, cognitive, creativity dan
experience)
b. Memiliki orientasi terarah (rational, empirical, existencial dan idealistic)
3. Perhatian individu (individual consideration), yaitu kemampuan dan
tanggung jawab pemimpin untuk memberikan kepuasaan dan mendorong
produktivitas pengikutnya. Pemimpin cenderung bersahabat, informal,
dekat dan memperlakukan pengikutnya atau karyawannya dengan
perlakuan yang sama memberikan nasehat, membantu dan mendukung
serta mendorong self-development para pengikutnya.
4. Inspirasi atau motivasi inspirasional (inspirational), yaitu sampai sejauh
mana seorang pemimpin mengkomunikasikan sejauh mana visi yang
menarik, menggunakan simbol-simbol untuk memfokuskan usaha-usaha
bawahan dan memodelkan perilaku-perilaku yang sesuai.
Dari berbagai teori yang dikaji di atas, dalam penelitian ini teori
Kepemimpinan Transformasional yang digunakan adalah teori dari Avolio dan
Bass (2004) karena pernyataan-pernyataan, atau indikator-indikator yang
disajikan memiliki kesesuain dengan obyek penelitian.
16
2.1.3 Kepemimpinan Transaksional
Kepemimpinan transaksional dikonseptualisasikan sebagai proses
pertukaran biaya manfaat antara pemimpin dan pengikut (Arons, 2006). Bass
dalam Yukl (2010:260) mengemukakan bahwa hubungan pemimpin
transaksional dengan karyawan tercermin dari tiga hal yakni pemimpin
mengetahui apa yang diinginkan karyawan dan menjelaskan apa yang akan
mereka dapatkan apabila kerjanya sesuai dengan harapan, pemimpin menukar
usaha-usaha yang dilakukan oleh karyawan dengan imbalan, dan pemimpin
responsif terhadap kepentingan pribadi karyawan selama kepentingan tersebut
sebanding dengan nilai pekerjaan yang telah dilakukan karyawan.
Menurut Bass dalam Robbins & Judge (2009:90) gaya kepemimpinan
transaksional adalah model kepemimpinan dimana pemimpin memadukan atau
memotivasi pengikut mereka dalam arah tujuan yang ditegakkan dengan
memperjelas peran dan tuntutan tugas. Di dalam Robbins & Coulter (2012:497),
pemimpin dengan gaya kepemimpinan transaksional yaitu pemimpin yang
membimbing dan memotivasi pengikutnya menuju ke sasaran yang ditetapkan
dengan memberikan penghargaan atas produktivitas mereka.
Teori Kepemimpinan Transaksional mendasarkan pada asumsi bahwa
kepemimpinan merupakan kontrak sosial antara pemimpin dan para pengikutnya.
Pemimpin dan para pengikutnya merupakan pihak-pihak yang independen yang
masing-masing mempunyai tujuan, kebutuhan dan kepentingan sendiri. Sering
tujuan, kebutuhan dan kepentingan tersebut saling bertentangan sehingga
mengarah ke situasi konflik. Misalnya, di perusahaan sering tujuan pemimpin
perusahaan dan tujuan karyawan bertentangan sehingga terjadi perselisihan
industrial. Dalam teori kepemimpinan ini hubungan antara pemimpin dan para
pengikutnya merupakan hubungan transaksi yang sering didahului dengan
negosiasi tawar menawar. Jika para pengikut memberikan sesuatu atau
17
melakukan sesuatu untuk pemimpinnya, pemimpin juga akan memberikan
sesuatu kepada para pengikutnya.
Prinsip dasar teori kepemimpinan transaksional adalah:
1) Kepemimpinan merupakan pertukaran sosial antara pemimpin dan para
pengikutnya.
2) Pertukaran tersebut meliputi pemimpin dan pengikut serta situasi ketika
terjadi pertukara
3) Kepercayaan dan persepsi keadilan sangat esensial bagi hubungan
pemimpin dan para
pengikutnya.
4) Pengurangan ketidak pastian merupakan benefit penting yang disediakan
oleh pemimpin.
5) Keuntungan dari pertukaran sosial sangat penting untuk mempertahankan
suatu hubungan
sosial.
Pemimpin dan pengikut bertindak pelaku tawar menawar dalam suatu
proses pertukaran yang melibatkan imbalan dan hukuman. Ide utama
pendekatan transaksional adalah adanya satu pertukaran, pemimpin
menginginkan apa yang dimiliki pengikut dan sebagai balasan pemimpin akan
memberikan apa yang diinginkan oleh pengikut. Dengan demikian, pemimpin
transaksional memotivasi bawahan untuk bertindak sesuai dengan yang
diharapkan melalui penetapan imbalan dan hukuman.
Adapun dimensi Kepemimpinan Transaksional yang dipergunakan dalam
penelitian ini menggunkan Dimensi Kepemimpinan Transaksional yang
diungkapkan oleh (Bass, 1995, 1997; dalam Fortman, 2005):
18
1. Contingent rewards: pemimpin melakukan kontrak pertukaran imbalan untuk
upaya yang dilakukan, menjanjikan imbalan bagi kinerja yang baik,
menghargai orestasi kerja.
2. Management by exeptions:
- Aktif: pemimpin mengawasi dan mencari penyimpangan atas berbagai
aturan dan standar, serta mengambil tindakan korektif.
- Pasif: pemimpin melakukan intervensi hanya bila standar tidak tercapai
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa Kepemimpinan Transaksional
berusaha: (1) memahami apa yang diinginkan bawahan dari pekerjaan mereka
dan meyakinkan bahwa para bawahan menerima balasan bila kinerja mereka
sesuai dengan standar, (2) menjanjikan dan memberikan imbalan mereka atas
usaha bawahan, (3) mengakomodasi kepentingan pribadi bawahan bila mereka
dapat menyelesaikan tugas.
2.1.4 Iklim Organisasi
Menurut Wirawan (2007) iklim organisasi adalah persepsi anggota
organisasi (secara individual dan kelompok) dan mereka yang secara tetap
berhubungan dengan organisasi (misalnya pemasok, konsumen, konsultan, dan
kontraktor) mengenai apa yang ada atau yang terjadi di lingkungan internal
organisasi secara rutin, yang mempengaruhi sikap dan perilaku organisasi. Iklim
organisasi yang bersifat abstrak dapat dirasakan nyaman atau tidak nyaman di
dalam melaksanakan aktivitas pekerjaannya (As'ad, 1998). Iklim organisasi
adalah keadaan tak terpisahkan dari sebuah organisasi.
Iklim organisasi secara objektif eksis, terjadi di setiap organisasi, dan
mempengaruhi perilaku anggota organisasi, tetapi hanya dapat di ukur secara
tidak langsung melalui persepsi anggota organisasi. Dimensi iklim organisasi
adalah unsur, faktor, sifat atau karakteristik variabel iklim organisasi. Studi yang
19
dilakukan oleh para pakar iklim organisasi menunjukkan paling tidak 460 jenis
lingkungan kerja dengan iklim organisasinya sendiri-sendiri (Wirawan, 2007).
Iklim tidak dapat dilihat dan disentuh, tapi iklim ada dan dapat dirasakan.
Iklim dipengaruhi oleh hampir semua hal yang terjadi dalam suatu organisasi.
Jika sebuah organisasi ingin berhasil dalam mewujudkan cita-cita dan tujuannya
secara utuh dan sempurna, maka dibutuhkan individu-individu yang handal
sebagai sumber daya yang akan memegang kendali tali organisasi. Agar Sumber
Daya Manusia di dalam organisasi dapat bekerja secara optimal dan memiliki
loyalitas yang tinggi, maka organisasi harus dapat menciptakan iklim yang baik
dan menyenangkan. Sehingga sumber daya manusia yang telah terbentuk
kualitasnya dapat terus dipertahankan dan mereka memiliki disiplin serta prestasi
kerja yang tinggi.
Litwin & Stringer dalam Sergiovani & Starrat (1979) mengatakan bahwa iklim
organisasi (organizational climate) sebagai akibat dari sistem formal, gaya
kepemimpinan dan faktor yang berhubungan dengan lingkungan penting lainnya
terhadap sikap, kepercayaan, nilai-nilai dan motivasi dari manusia yang bekerja
dalam suatu organisasi. Dan pandangan Gibson et. Al. (1998) mengatakan
bahwa iklim organisasi diartikan sebagai seperangkat sifat-sifat lingkungan kerja
yang dirasaka baik langsung mapun tidak langsung oleh pegawai, dan diduga
berpengaruh terhadap perilaku kerjanya.
Terdapat beberapa teori iklim organisasi yang dapat dijelaskan sebagai
berikut :
1. Teori dari Steers (1985). Menyajikan hubungan antara sebagian faktor
penentu iklim, hasil individu, dengan efektivitas organisasi, dimana faktor
penentu iklim organisasi adalah kebijakan dan praktek manajemen, struktur
organisasi, teknologi dan lingkungan luar.
20
2. Teori dari Miles. Miles (dalam Sergiovani, 1983) mengemukakan terdapat 10
(sepuluh) indikator untuk mengetahui sehat atau kurang sehatnya iklim
organisasi, yaitu : Tujuan (goal focus), Komunikasi (communication
adequacy), Optimalisasi Kekuasaan (optimal power equalization),
pemanfaatan sumber daya (resource utilization), kohesifitas (cohesiveness),
moril (morale), inovatif (innovativeness), otonomi (autonomy), adaptasi
(adaption), pemecahan masalah (problem solving adequacy).
3. Likert (1986). Mengembangka sebuah instrumen yang memusatkan pada
kondisi-kondisi perilaku dan gaya-gaya manajamen yang digunakan.
Karakteristik yang dicakup oleh skala Likert adalah perilaku pemimpin,
motivasi, komunikasi, proses pengaruh interaksi, pengambilan keputusan,
penentuan tujuan dan kontrol.
4. Teori Litwin & Stringer (1986). Litwin & Stringer dalam Knootz et. Al. (1984)
menggunakan teori tiga kebutuhan (berprestasi, berafiliasi dan berkuasa)
dari McClelland sebagai tipe utama motivasi, ditemukan bahwa ketiga
kebutuhan tersebut dipengaruhi dimensi iklim organisasi. Dan dimensi iklim
organisasi tersebut yaitu tanggung jawab, identitas, kehangatan hati,
dukungan, dan konflik.
5. Ekvall (2000). Mengemukakan terdapat 13 (tiga belas) variabel yang
membentuk dimensi iklim organisasi, yaitu komitmen, kebebasan, dukungan
ide, hubungan positif, dinamika, suasasan gembira, proliferi ide, ketegangan,
pengambilan resiko, momen ide, berbagi pandangan, memberi perhatian,
perhatian pada pekerjaan.
Teori Iklim organisasi yang diapakai dalam penelitian ini berdasarkan teori
Litwin & Stringer (1986) yang dijabarkan atau diukur melalui lima dimensi iklim
organisasi, yaitu:
21
1. Tanggung Jawab (responsibility) adalah perasaan menjadi pimpinan bagi diri
sendiri, tidak selalu harus mengecek ulang semua keputusan yang diambil,
ketika karyawan mendapat suatu pekerjaan, karyawan yang bersangkutan
mengetahui bahwa itu adalah pekerjaannya. Karyawan akan merasa senang
menerima tanggung jawab yang diberikan atasannya, karena selain
mendapat kejelasan mengenai batasan-batasan tugas yang diterimanya
serta kepada siapa dia harus mempertanggung jawabkan hasil kerjanya,
karyawan termotivasi untuk menerima tanggung jawab lain dan
menyelesaikan tugas yang diterimanya dengan baik.
2. Identitas (identity) adalah perasaaan memiliki (sense of belonging) terhadap
perusahaan dan diterima dalam kelompok.
3. Kehangatan (warmth) adalah perasaan terhadap suasana kerja yang
bersahabat dan lebih ditekankan pada kondisi keramahan atau
persahabatan dalam kelompok yang informal, serta hubungan yang baik
antar rekan kerja, penekanan pada pengaruh persahabatan dan kelompok
sosial yang informal.
4. Dukungan (support) adalah hal-hal yang terkait dengan dukungan dan
hubungan antar sesama rekan kerja yaitu perasaan saling menolong antara
manajer dan karyawan, lebih ditekankan pada dukungan yang saling
membutuhkan antara atasan dan bawahan.
5. Konflik (conflict) merupakan situasi terjadi pertentangan atau perbedaan
pendapat antara bawahan dengan pimpinan dan bawahan dengan bawahan.
Ditekankan pada kondisi dimana manajer dan para pekerja mau
mendengarkan pendapat yang berbeda. Kedua belah pihak bersedia
menempatan masalah secara terbuka dan mencari solusinya daripada
menghindarinya.
22
2.1.5 Organizational Citizenship Behavior
Pada awal Tahun 1990-an, perhatian para ahli terhadap job performance
yang bersifat multidimensional semakin meningkat. Campbell (1992) dalam Dick
et. al., (2006: 283) menjelaskan bahwa job performance memiliki dimensi-
dimensi yang berbeda, beberapa diantaranya masuk dalam aspek kompetensi
teknis diantaranya adalah keahlian berkaitan dengan pekerjaan khusus, keahlian
komunikasi baik tulis maupun lisan dan keahlian administrasi/manajemen.
Sementara dimensi job performance yang lain masuk dalam aspek phsyco-
social, yaitu: anggota organisasi menunjukkan adanya upaya (effort), menjaga
kedisiplinan dan mendukung kinerja tim/kolega. Sementara itu Borman dan
Motowildo (1993) dalam Dick et. al., (2006: 283) juga sepakat bahwa job
performance dapat dikategorikan sebagai kinerja tugas (task performance) yang
merupakan kompetensi teknis sesuai tugas/pekerjaan, dan kinerja kontekstual
(contextual performance) yang merujuk pada sejauh mana anggota organisasi
menjaga lingkungan psikologis, sosial dan organisasional tempat mereka kerja.
Berkaitan dengan kinerja konteksual tersebut, Bateman dan Organ (1983) dalam
Borman (2007) memperkenalkan konsep Organizational Citizenship Behavior
(OCB). OCB seharusnya dipertimbangkan sebagai elemen penting dari job
performance, karena OCB merupakan perilaku spontan dan inovatif yang
merupakan sarana bagi keefektifan organisasi (Moorman, 1991 dalam Jewett
dan Scholar, 2003).
Terdapat beberapa terminologi untuk menyebutkan OCB diantaranya adalah
good citizenship behavior, good soldier syndrome, extra-role behavior dan
prosocial behavior. Namun demikian semuanya mengarah pada suatu pengertian
yang sama yaitu perilaku sukarela, yang tidak terkait, baik secara langsung atau
eksplisit, dengan sistem imbalan formal, dan secara agregat mendorong
efektivitas organisasi (Organ, 1988 dalam Farrel dan Finkelstein, 2007). OCB
23
merujuk pada kontribusi seseorang pada organisasi yang melebihi tugas dan
imbalan yang telah diitetapkan (in-role behavior) dan merupakan salah satu
bentuk periaku prososial, yaitu perilaku yang bersifat positif, konstruktif, dan
helpfull
Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa anggota organisasi yang
memiliki OCB, peduli terhadap kinerja kolega, dan organisasi secara keseluruhan
mereka akan menunjukkan perilaku suka menolong tanpa pamrih, bekerja
melebihi tugas yang dipersyaratkan, tidak mudah mengeluh dan aktif dalam
keseluruhan kegiatan yang diselenggarakan organisasi.
Dimensi Organizational Citizenship Behavior
Podsakoff et al., (2000) membagi OCB menjadi tujuh dimensi:
1. Perilaku membantu Yaitu perilaku membantu teman kerja secara sukarela
dan mencegah terjadinya masalah yang berhubungan dengan pekerjaan.
Dimensi ini merupakan komponen utama dari OCB. Organ (1988)
menggambarkan dimensi ini sebagai perilaku altruism, pembuat/ penjaga
ketenangan dan menyemangati teman kerja. Dimensi ini serupa dengan
konsep fasilitas interpersonal, perilaku membantu interpersonal, OCB
terhadap individu (OCB-I) dan perilaku membantu orang lain.
2. Kepatuhan terhadap organisasi Yaitu perilaku yang melakukan prosedur dan
kebijakan perusahaan melebihi harapan minimum perusahaan. Karyawan
yang menginternalisasikan peraturan perusahaan secara sadar akan
mengikutinya meskipun pada saat sedang diawasi. Dimensi ini serupa
dengan konsep kepatuhan umum dan menaati peraturan perusahaan.
3. Sportsmanship Yaitu tidak melakukan complain mengenai ketidaknyamanan
bekerja, mempertahankan sikap positif ketika tidak dapat memenuhi
keinginan pribadi, mengizinkan seseorang untuk mengambil tindakan demi
kebaikan kelompok (Organ, 1990). Dimensi ini serupa dengan konsep
24
mengahargai perusahaan dan tidak mengeluh. 4. Loyalitas terhadap
organisasi Didefinisikan sebagai loyalitas terhadap organisasi, meletakkan
perusahaan diatas diri sendiri, mencegah dan menjaga perusahaan dari
ancaman eksternal, serta mempromosikan reputasi organisasi (Van Dyne, et
al., 1994).
4. Inisiatif individual Sama dengan apa yang disebut Organ, (1988) sebagai
kesadaran (conscientiousness), merupakan derajat antusiasme dan
komitmen ekstra pada kinerja melebihi kinerja maksimal dan yang
diharapkan. Dimensi ini serupa dengan konsep kerja pribadi dan sukarela
mengerjakan tugas.
5. Kualitas sosial Dijelaskan sebagai tindakan keterlibatan yang bertanggung
jawab dan konstruktif dalam proses politik organisasi, bukan hanya
mengekspresikan pendapat mengenai suatu pemberian, tetapi mengikuti
rapat, dan tetap mengetahui isu yang melibatkan organisasi (Organ, 1988).
6. Perkembangan diri Meliputi keterlibatan dalam aktivitas untuk meningkatkan
kemampuan dan pengalaman seseorang sebagai keuntungan bagi
organisasi.
Dimensi yang paling sering digunakan untuk mengkonseptualisasi OCB
adalah dimensi-dimensi yang dikembangkan oleh Organ (dalam Baron & Byrne,
2002). Menurut Organ (1988), OCB dibangun dari lima dimensi yang masing-
masing bersifat unik, yaitu:
a. Altruism: perilaku suka menolong orang lain tanpa pamrih,
b. Conscientiousness: melaksanakan tugas/kewajiban melebihi ketentuan
minimal,
c. Sportmanship: toleransi (tidak selalu mengeluh) terhadap kondisi yang tidak
diharapkan,
25
d. Courtessy: mempertimbangkan dampak yang akan menimpa pihak lain
sebelum megambil keputusan,
e. Civic virtue: terlibat dalam fungsi-fungsi organisasi.
Sedangkan menurut Graham (dalam Ahdiyana, 2009) mengemukakan tiga
bentuk OCB yaitu:
1. Obedience; yang menggambarkan kemauan karyawan untuk menerima dan
mematuhi peraturan dan prosedur organisasi.
2. Loyalty; yang menggambarkan kemauan karyawan untuk menempatkan
kepentingan pribadi mereka untuk keuntungan dan kelangsungan organisasi.
3. Participation; yang menggambarkan kemauan karyawan untuk secara aktif
mengembangkan seluruh aspek kehidupan organisasi. Partisipasi terdiri dari:
a. Partisipasi sosial yang menggambarkan keterlibatan karyawan dalam
urusan-urusan organisasi dan dalam aktivitas sosial organisasi. Misalnya:
selalu menaruh perhatian pada isu-isu aktual organisasi atau menghadiri
pertemuan-pertemuan tidak resmi.
b. Partisipasi advokasi, yang menggambarkan kemauan karyawan untuk
mengembangkan organisasi dengan memberikan dukungan dan
pemikiran inovatif. Misalnya: memberi masukan pada organisasi dan
memberi dorongan pada karyawan lain untuk turut memberikan
sumbangan pemikiran bagi pengembangan organisasi.
c. Partisipasi fungsional, yang menggambarkan kontribusi karyawan yang
melebihi standar kerja yang diwajibkan. Misalnya: kesukarelaan untuk
melaksanakan tugas ekstra, bekerja lembur untuk menyelesaikan proyek
penting, atau mengikuti pelatihan tambahan yang berguna bagi
pengembangan organisasi.
26
Berdasarkan uraian diatas, dimensi yang digunakan pada penelitian ini adalah
dimensi menurut Organ (1988), yaitu: Altruism, Conscientiousness,
Sportmanship, Courtessy, Civic Virtue.
2.2 Kajian Penelitian Terdahulu
Hasil-hasil penelitian terdahulu yang mempunyai keterkaitan dengan
penelitian ini disajikan pada tabel 2.1 sebagai berikut:
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti Judul Penelitian Alat
Analisis Hasil Penelitian
Cho & Dansereau,
(2010)
Are transformational leaders fair? A multi-level study of transformational leadership, justice perceptions, and organizational citizenship behaviors.
Analisis Jalur
Hasil analisis mendukung hubungan hipotesis yang diajukan, menunjukkan bahwa persepsi keadilan individu dan tingkat kelompok memainkan peran penting dalam hubungan antara perilaku kepemimpinan transformasional dan Organizational Citizenship Behavior baik pada individu maupun di tingkat kelompok.
Ji-Eun Lee, (2013).
Does transformational leadership style influence employe
SEM
Efek moderat sertifikasi keamanan pangan pada hubungan antara Kepemimpinan Transaksional, Iklim Organisasi, dan sikap dan niat karyawan juga signifikan. Hasil penelitian ini tidak hanya menyediakan kerangka teoritis, tetapi juga menyajikan informasi diagnostik yang lebih rinci mengenai dampak TL dan OC pada sikap dan niat karyawan untuk mengikuti praktek-praktek penanganan makanan yang aman.
Rahmi, (2013).
Pengaruh Kepemimpinan Transformasional terhadap Organizational Citizenship Behavior dan Komitmen Organisasional dengan Mediasi Kepuasan Kerja.
Analisis Regresi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap organizational citizenship behavior, kepemimpinan transformasional berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap kepuasan kerja, kepemimpinan transformasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasional, kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap organizational citizenship behavior.
Waspodo & Minadaniati,
(2012)
Pengaruh Kepuasan Kerja dan Iklim Organisasi Terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) Karyawan Pada PT. Trubus Swadaya
Analisis Regresi
Hasil uji t untuk kepuasan kerja adalah 2,386, dan signifikansi adalah 0.020. Hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh antara kepuasan kerja terhadap OCB. Hasil uji t untuk iklim organisasi adalah 2,288, dan signifikansi adalah 0,026. Hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh antara iklim organisasi terhadap OCB. Hasil uji F adalah 5,196, dan signifikansi adalah 0,009. Hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh antara kepuasan kerja dan iklim organisasi terhadap OCB. Hasil R2 adalah 0,157 atau 15,7 %. Ini berarti OCB dipengaruhi oleh kepuasan kerja dan iklim organisasi sebesar 15,7 %.
27
Lanjutan Tabel 2.1
Sabran, dkk., (2010)
Pengaruh Kepemimpinan Transformasional, Keadilan Organisasional, Kepercayaan Organisasional, Kepuasan Kerja terhadap Organizational Citizenship Behavior
SEM
Temuan penelitian menunjukkan bahwa: Kepemimpinan transformasional secara signifikan mempengaruhi perilaku kewargaan organisasional. Keadilan Organisasi secara signifikan mempengaruhi perilaku kewargaan organisasional. Organisasi kepercayaan secara signifikan mempengaruhi perilaku kewargaan organisasional. Kepuasan kerja berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku kewargaan organisasional.
Ngadiman, et al., (2013)
Influence Of Transformational Leadership And Organization Climate To The Work Satisfaction, Organizational Commitment And Organizational Citizenship Behavior On The Educational Personnel Of Sebelas Maret University Surakarta
SEM
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa: Kepemimpinan Transformasional tidak berpengaruh signifikan terhadap OCB, yang mengarah ke hubungan yang positif. Iklim Organisasi memiliki pengaruh signifikan terhadap Kepuasan Kerja, yang mengarah ke hubungan yang positif. Iklim Organisasi tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Komitmen Organisasi, yang mengarah ke hubungan yang negatif. Iklim Organisasi tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap OCB, yang mengarah ke hubungan yang positif.
Lamidi, (2008)
Pengaruh Kepemimpinan Transformasional terhadap Organizational Citizenship Behavior: dengan Variabel Intervening Komitmen Organisasional
Analisis Jalur
Hasil pengujian efek langsung, menunjukkan bahwa (1) ada pengaruh langsung antara kepemimpinan transformasional terhadap komitmen organisasi, (2) ada pengaruh langsung antara kepemimpinan transformasional terhadap perilaku warga organisasi, (3) ada pengaruh langsung antara komitmen organisasi terhadap perilaku kewargaan organisasional dan juga (4) Ada pengaruh tidak langsung antara kepemimpinan transformasional terhadap perilaku kewargaan organisasi melalui komitmen organisasi.
Imran & Anis-ul-Haque, (2011)
Mediating Effect of Organizational Climate between Transformational Leadership and Innovative Work Behaviour
Analisis Jalur
Hasil dari penelitian ini sejalan dengan hasil Jung et al., menunjukkan bahwa efek mediasi iklim organisasi memengaruhi antara hubungan kepemimpinan transformasional dan perilaku kerja yang inovatif. Penelitian ini juga menyatakan bahwa iklim organisasi sebagai salah satu faktor penting yang memperkuat hubungan antara kepemimpinan transformasional dan perilaku kerja yang inovatif.
Prihatsanti & Dewi, (2010)
Hubungan Antara Iklim Organisasi dan Organizational Citizenship Behavior (OCB) Pada Guru SD Negeri di Kecamatan Mojolaban Sukoharjo
Analisis Regresi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara variabel iklim organisasi dan Organizational Citizenship Behavior (OCB). Hal ini ditunjukkan dengan skor korelasi rxy = 0,500 dengan p= 0,000 (p<0,01).
López, et al., (2013)
Transformational leadership as an antecedent of change-oriented
Kualitatif
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua hipotesis yang diajukan adalah positif dan signifikan, sehingga penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya yang menemukan mediasi hubungan antara kepemimpinan transformasional dan dimensi lain dari OCB. Penelitian tentang perilaku OCB menunjukkan hasil yang signifikan dan meningkatkan jumlah penelitianyang selama dalam beberapa dekade terakhir.
28
Lanjutan Tabel 2.1
, (2014)
Organizational Climate as a moderator of the Relationship between Transformational Leadership and Creativity
SEM
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, ada efek moderat yang signifikan pada keterpaduan dimensi iklim organisasi yang berhubungan antara kepemimpinan transformasional dan kreativitas. Selain faktor tekanan dari iklim organisasi juga memiliki efek moderat negatif tetapi signifikan terhadap hubungan ini.
Utomo, (2001)
Kecenderungan kepemimpinan transaksional dan transformasional, dan hubungannya dengan organizational citizenship behavior, komitmen dan kepuasan kerja: Studi pada kantor Pemerintah Daerah tingkat II Kabupaten Kebumen Propinsi Jawa Tengah
SEM
Hasil penelitian kali ini menunjukkan beberapa fenomena bahwa hubungan antara kepemimpinan transaksional dan transformasional memiliki hubungan dengan OCB yang berbeda. Hubungan antara kepemimpinan transaksional dengan OCB adalah langsung dan negatif, sedangkan hubungan antara kepemimpinan transfomasional dengan OCB tidak terbukti memiliki hubungan langsung, namun dimediasi oleh kepuasan kerja dan komitmen organisasional.
Suharnomo, (2010)
Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kepuasan Kerja Dan Kinerja Dengan Komitmen Organisasi Sebagai Variabel Intervening (Studi Pada PT. Yudhistira Ghalia Indonesia Area Yogyakarta)
SEM
Hasil penelitian ini adalah: gaya kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja dan kinerja karyawan; komitmen organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja dan kinerja karyawan; komitmen organisasi secara positif dan signifikan memediasi hubungan antara gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja karyawan; dan komitmen organisasi secara positif dan signifikan juga memediasi hubungan antara gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan.
Lembono, (2013)
Pengaruh gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional serta kepuasan kerja terhadap organizational citizenship behavior (OCB) pada PT. Indofood Sukses Makmur beji Pasuruan.
SEM
Hasil analisis ini menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional serta kepuasan kerja berpengaruh terhadap organizational citizenship behavior karyawan PT. Indofood Sukses Makmur Beji Pasuruan.
Koene, et al., (2002)
Leadership effects on organizational climate and financial performance: Local leadership effect in chain organizations.
Analisis Jalur
Hasil Penelitian ini, menyimpulkan bahwa kepemimpinan tidak membuat perbedaan untuk efektivitas organisasi. Studi ini menjelaskan bahwa '' baik '' kepemimpinan tidak hanya berhubungan dengan kepuasan atau hanya dirasakan dalam produktivitas, banyak penelitian lain telah mampu menunjukkan-tapi bahwa ia memiliki substansial konsekuensi keuangan yang positif juga.
Walumbwa, et al., (2008)
Contingent reward transactional leadership, work attitudes, and organizational citizenship behavior: The role of procedural justice climate perceptions and strength.
Analisis Jalur
Hasil kami menunjukkan bahwa perilaku pemimpin transaksional berkontribusi terhadap persepsi iklim organisasi, dan kekuatan keadilan prosedural. Kami juga menemukan bahwa persepsi iklim organisasi dan kekuatan keadilan prosedural memediasi hubungan antara perilaku pemimpin transaksional dengan kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan OCB.
Beberapa penelitian sebagaiaman disajikan dalam Tabel 2.1 diatas terdapat
beberapa hal yang terkait dengan variabel dan model yang dikembangkan dalam
29
penelitian ini. Pada penelitian yang menguji hubungan antara kepemimpinan
transformasional dan iklim organisasi yang dikemukakan oleh Ji-Eun Lee (2013),
Ngadiman, et al. (2013), Imran & Anis-ul-Haque (2011), (2014)
dan Utomo (2001) diatas terdapat persamaan tujuan penelitian yang dapat
berkontribusi pada penelitian ini, yaitu meneliti pengaruh variabel kepemimpinan
transformasional terhadap iklim organisasi. Hasil penelitian dari Ji-Eun Lee
(2013), (2014), Imran & Anis-ul-Haque (2011) menunjukkan
bahwa kepemimpinan transformasional memiliki pengaruh signifikan terhadap
iklim organisasi, sedangkan pada penelitian Ngadiman, et al. (2013), dan Utomo
(2001) didapatkan hasil yang berbeda, yaitu kepemimpinan transformasional
tidak berpengaruh signifikan terhadap iklim organisasi. Dari perbedaan hasil
penelitian sebelumnya, maka peneliti saat ini mencoba untuk mengembangkan
beberapa variabel yang telah digunakan untuk dikaji ulang terhadap obyek yang
berbeda dan alat analisis yang berbeda pula.
Penelitian yang menguji hubungan antara kepemimpinan transaksional dan
iklim organisasi yang dikemukakan oleh Koene, et al., (2002), Walumbwa, et al.,
(2008) dan Suharnomo (2010) terdapat persamaan tujuan penelitian yang dapat
berkontribusi pada penelitian ini, yaitu meneliti pengaruh variabel kepemimpinan
transaksional terhadap iklim organisasi. Hasil penelitian dari Koene, et al. (2002),
Walumbwa, et al. (2008) dan Suharnomo (2010) menunjukkan bahwa
kepemimpinan transaksional memiliki pengaruh signifikan terhadap iklim
organisasi. Hasil beberapa penelitian yang telah disebutkan memiliki konsistensi
hasil terhadap variabel yang akan digunakan pada penelitian ini. Namun,
penelitian saat ini mencoba untuk mengembangkan, apakah penelitian tentang
pengaruh kepemimpinan transaksional terhadap iklim organisasi masih memilki
signifikansi terhadap obyek yang berbeda?.
30
Penelitian yang menguji hubungan antara kepemimpinan transformasional
dan Organizational Citizenship Behavior (OCB) yang dikemukakan oleh Cho &
Dansereau, (2010), Ngadiman, et al., (2013), Rahmi (2013), Sabran, dkk. (2010),
Lamidi (2008), dan Utomo (2001), diatas terdapat persamaan tujuan penelitian
yang dapat berkontribusi pada penelitian ini, yaitu meneliti pengaruh variabel
kepemimpinan transformasional terhadap OCB. Hasil penelitian dari Cho &
Dansereau, (2010), Rahmi (2013), Sabran, dkk. (2010), dan Lamidi (2008)
menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional memiliki pengaruh
signifikan terhadap OCB, sedangkan pada penelitian Ngadiman, et al., (2013)
dan Utomo (2001) didapatkan hasil yang berbeda, yaitu kepemimpinan
transformasional tidak berpengaruh signifikan terhadap OCB, sehingga dalam hal
ini terdapat hasil yang tidak konsisten dari penelitian-penelitian terdahulu terkait
dengan pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap OCB.
Penelitian yang menguji hubungan antara kepemimpinan transaksional dan
Organizational Citizenship Behavior (OCB) yang dikemukakan oleh Lembono
(2013), Walumbwa, et al., (2008), Utomo (2001) dan Suharnomo (2010) diatas
terdapat persamaan tujuan penelitian yang dapat berkontribusi pada penelitian
ini, yaitu meneliti pengaruh variabel kepemimpinan transaksional terhadap OCB.
Hasil penelitian dari Lembono (2013), Walumbwa, et al., (2008) dan Suharnomo
(2010) menunjukkan bahwa kepemimpinan transaksional memiliki pengaruh
signifikan terhadap OCB, sedangkan pada penelitian Utomo (2001) didapatkan
hasil yang berbeda, yaitu kepemimpinan transaksional tidak berpengaruh
signifikan terhadap OCB, sehingga dalam hal ini terdapat hasil yang tidak
konsisten dari penelitian-penelitian terdahulu terkait dengan pengaruh
kepemimpinan transaksional terhadap OCB.
Penelitian yang menguji hubungan antara iklim organisasi dan
Organizational Citizenship Behavior (OCB) yang dikemukakan oleh Waspodo &
31
Minadaniati, (2012), Ngadiman, et al. (2013), dan Prihatsanti & Dewi, (2010)
(2010) diatas terdapat persamaan tujuan penelitian yang dapat berkontribusi
pada penelitian ini, yaitu meneliti pengaruh variabel iklim organisasi terhadap
(OCB). Hasil penelitian dari Waspodo & Minadaniati, (2012), dan Prihatsanti &
Dewi, (2010) menunjukkan bahwa iklim organisasi memiliki pengaruh signifikan
terhadap OCB, sedangkan pada penelitian Ngadiman, et al., (2013) didapatkan
hasil yang berbeda, yaitu iklim organisasi tidak berpengaruh signifikan terhadap
OCB, sehingga dalam hal ini terdapat hasil yang tidak konsisten dari penelitian-
penelitian terdahulu terkait dengan pengaruh iklim organisasi terhadap OCB.
Dari berbagai kesamaan tujuan, variabel, dan model dengan penelitian
terdahulu serta adanya beberapa hasil penelitian yang berbeda pada beberapa
penelitian sebelumnya, penelitian ini dibangun dan dikembangkan untuk mengisi
dan memperkaya referensi penelitian terkait hubungan antara kepemimpinan
transformasional, kepemimpinan transaksional, iklim organisasi, dan
organizational citizenship behavior. Dari penelitian-penelitian diatas belum ada
penelitian yang meneliti hubungan dari keempat variabel kepemimpinan
transformasional, kepemimpinan transaksional, iklim organisasi, dan
organizational citizenship behavior, sehingga penelitian ini diharapkan dapat
berkontribusi dalam menjelaskan pengaruh langsung dan tidak langsung dari
variabel kepemimpinan transformasional, kepemimpinan transaksional, iklim
organisasi, dan organizational citizenship behavior.