BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1...

16
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pembelajaran Matematika Kata matematika berasal dari kata mathema dalam bahasa yunani yang artinya sains, ilmu pengetahuan atau belajar. Juga mathematikos yang diartikan sebagai suka belajar. Matematika secara umum ditegaskan sebagai penelitian pola-pola dari struktur, perubahan, dan ruang, seorang mungkin mengatakan adalah penelitian bilangan dan angka. Dalam pandangan formalis, matematika adalah pemeriksaan aksioma yang menegaskan struktur abstrak menggunakan logika simbolik dan notasi matematika sebagai pelayanan dan sekaligus raja dari ilmu-ilmu lain (Wikipedia Indonesia). Menurut standar kompetensi (2004 : 75) matematika merupakan suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak dan dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sudah di terima, sehingga keterkaitan antar konsep dalam dalam matematika bersifat sangat kuat dan jelas. Pembelajaran matematika adalah number sense yang tidak hanya mengenal dan terampil melakukan operasi pada bilangan, tetapi lebih dari itu, antara lain dapat memanfaatkan pengetahuan tentang bilangan untuk berbagai bidang lain tanpa melakukan operasi hitung (Moesono & Sujono 1993:13). Menurut Wahyudi (2010:13) pembelajaran matematika adalah proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan memungkinkan seseorang (si pelajar) melaksanakan kegiatan belajar matematika, dan proses tersebut perpusat pada guru mengajar matematika.

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1...

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pembelajaran Matematika

Kata matematika berasal dari kata mathema dalam bahasa yunani yang artinya

sains, ilmu pengetahuan atau belajar. Juga mathematikos yang diartikan sebagai suka

belajar. Matematika secara umum ditegaskan sebagai penelitian pola-pola dari

struktur, perubahan, dan ruang, seorang mungkin mengatakan adalah penelitian

bilangan dan angka. Dalam pandangan formalis, matematika adalah pemeriksaan

aksioma yang menegaskan struktur abstrak menggunakan logika simbolik dan notasi

matematika sebagai pelayanan dan sekaligus raja dari ilmu-ilmu lain (Wikipedia

Indonesia).

Menurut standar kompetensi (2004 : 75) matematika merupakan suatu bahan

kajian yang memiliki objek abstrak dan dibangun melalui proses penalaran deduktif,

yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran

sebelumnya sudah di terima, sehingga keterkaitan antar konsep dalam dalam

matematika bersifat sangat kuat dan jelas.

Pembelajaran matematika adalah number sense yang tidak hanya mengenal dan

terampil melakukan operasi pada bilangan, tetapi lebih dari itu, antara lain dapat

memanfaatkan pengetahuan tentang bilangan untuk berbagai bidang lain tanpa

melakukan operasi hitung (Moesono & Sujono 1993:13).

Menurut Wahyudi (2010:13) pembelajaran matematika adalah proses yang

sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan

memungkinkan seseorang (si pelajar) melaksanakan kegiatan belajar matematika, dan

proses tersebut perpusat pada guru mengajar matematika.

7

Berdasarkan pengaertian-pengertian yang tersebut di atas dapat di simpulkan

bahwa pembelajaran matematika adalah proses yang sengaja dirancang dengan tujuan

untuk menciptakan suasana lingkungan kelas atau sekolah yang memungkinkan

kegiatan siswa belajar matematika di sekolah.

2.1.2 Hasil Belajar

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:3) hasil belajar merupakan hal yang

dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil

belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan

pada saat sebelum belajar. Dari sisi guru, adalah bagaimana guru bisa menyampaikan

pembelajaran dengan baik dan siswa bisa menerimanya. Sedangkan menurut Agus

Suprijono (2009:7) hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan

hanya seluruh aspek potensi kemanusia saja.

Hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik dengan

melakukan usaha secara maksimal yang dilakukan oleh seseorang setelah melakukan

usaha-usaha belajar. Hasil belajar biasanya dinyatakan dalam bentuk nilai. Setelah

mengkaji pengertian hasil belajar dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah

kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Hasil

belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran.

Nana Sudjana (1989:22) menyatakan bahwa proses penilaian terhadap hasil

belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam

upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari

informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih

lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu. Setiap keberhasilan belajar

diukur dari seberapa jauh hasil belajar yang diperoleh siswa. Keberhasilan siswa

dalam mencapai tujuan pengajaran diwujudkan dengan nilai. Dan hasil belajar yang

diperoleh siswa adalah sebagai akibat dari proses belajar yang dilakukan oleh siswa,

harus semakin tinggi hasil belajar yang diperoleh siswa. Proses belajar merupakan

penunjang hasil belajar yang dicapai siswa.

8

Pemerolehan hasil belajar yang baik akan memberikan kebanggaan pada diri

sendiri, dan orang lain. Untuk itu guna memperoleh hasil belajar yang baik siswa

dihadapkan dengan beberapa faktor yang bisa membuat siswa mendapatkan hasil

belajar yang baik.

2.1.3 Model Pembelajaran

Model pembelajaran ialah pola yang digunakan dalam merencanakan

pembelajaran di kelas maupun tutorial. Menurut Arends model pembelajaran

mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk didalamnya tujuan-tujuan

pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran,

dan pengelolaan kelas (Agus Suprijono, 2009:46) .

Menurut Toeti yang dimaksud model pembelajaran adalah kerangka konseptual

yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman

belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi

para perancang pembelajaran dan pengajar dalam melaksanakan aktivitas belajar

(Sukayati, 2004:1).

Model pembelajaran adalah suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam

merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam setting, tutorial, dan

untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk didalamnya buku-

buku, film, komputer dan lain-lain. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan

pembelajaran termasuk didalamnya tujuan pembelajaran, tahap-tahap kegiatan

pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas.

Berdasarkan definisi di atas, model pembelajaran merupakan kerangka

konseptual yang menggambarkan prosedur sistematik dalam mengorganisasikan

pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar, yang berfungsi sebagai pedoman

guru dalam merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran, mengelola

lingkungan kelas. Istilah model pembelajaran dibedakan dari istilah strategi, metode,

atau prinsip pembelajaran. Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih

luas dari pada suatu strategi, metode, atau prosedur. Menurut Trianto (2007 : 6)

9

model pembelajaran mempunyai 4 ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi,

metode atau prosedur. Ciri-ciri tersebut ialah :

1. Rasional teoretik logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangannya

2. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan

pembelajaran yang akan dicapai)

3. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan

dengan berhasil

4. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai.

Dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran diperlukan perangkat

pembelajaran yang dapat disusun dan dikembangkan oleh guru. Model pembelajaran

terdiri dari model pembelajaran langsung (direct instruction), model pembelajaran

kooperatif (cooperative learning), model pembelajaran diskusi (discussion learning)

dan model pembelajaran strategi (strategi learning).

2.1.4 Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang bermanfaat dengan

jalan menggolongkan peserta didik dengan tingkat kemampuan berbeda-beda dalam

kelompok-kelompok kecil (Tim Instruktur Matematika, 2000). Pembelajaran

kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok

termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru

(Agus Suprijono, 2009:54). Model pembelajaran kooperatif adalah kegiatan

pembelajaran dengan berkelompok untuk bekerja sama saling membantu

mengonstruksi, konsep, menyelesaikan persoalan atau inkuiri (Suyatno,2009:51).

Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerjasama dalam menyelesaikan

permasalahan untuk menerapkan pemahaman dan keterampilan dalam rangka

mencapai tujuan pembelajaran (Widyantini, 2006:3).

Tidak semua belajar kelompok bisa dianggap kooperatif. Menurut Roger dan

David (Anita Lie, 2002:31), untuk mencapai hasil maksimal lima unsur model

pembelajaran harus dipenuhi yaitu :

10

a. Saling ketergantungan positif

Keberhasilan kelompok sangat tergantung pada usaha setiap anggotanya. Mau

tidak mau setiap anggota merasa bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugasnya

agar dapat berhasil. Masing–masing anggotanya mempunyai kesempatan

menyumbangkan ide-ide atau saran–sarannya kepada anggota kelompok. Dengan

demikian bagi beberapa siswa yang kurang mampu, tidak merasa minder terhadap

teman–temannya sehingga prestasi merekapun bisa ikut meningkat. Sebaliknya siswa

yang lebih pandai juga tidak merasa dirugikan karena temannya yang kurang

mampupun sedikit banyak telah memberikan sumbangan kepada mereka.

b. Tanggung jawab perseorangan

Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur pertama. Masing- masing

anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas

selanjutnya dalam keompok dapat dilaksanakan. Dengan demikian pembelajar yang

tidak melaksanakan tugasnya akan diketahui dengan jelas dan mudah.

c. Tatap muka

Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertatap muka dan

berdiskusi. Kegiatan ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi

yang menguntungkan semua anggota. Hasil pemikiran beberapa kepala akan lebih

kaya dari pada pemikiran satu kepala. Inti dari sinergi ini adalah menghargai

pendapat, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing anggota

kelompok.

d. Komunikasi antar anggota

Unsur ini juga menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai

ketrampilan berkomunikasi. Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, guru perlu

mengajarkan siswa dalam kelompok dan mengajarkan cara-cara berkomunikasi.

Tidak setiap siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan

suatu kelompok juga tergantung pada kesediaan anggotanya untuk saling

11

mendengarkan dan mengutarakan pendapat. Proses ini sangat bermanfaat dan perlu

ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan

mental dan emosional siswa.

e. Evaluasi proses kelompok

Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi

proses kerja kelompok dan hasil kerjasama mereka agar selanjutnya dapat

bekerjasama secara lebih efektif. Hal itu bisa dilakukan dengan mendiskusikan

seberapa baik mereka telah mencapai tujuan-tujuan kelompok dan mengelola

hubungan kerja yang efektif. Perbaikan yang terus menerus ini akan semakin

membuat kelompok berfungsi secara efektif.

Model pembelajaran kooperatif mempunyai ciri-ciri tertentu dibanding dengan

model lainya. Menurut Arends (Triyanto, 2007:47) kegiatan belajar mengajar yang

menggunakan pembelajaran kooperatif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Siswa dalam kelompok secara kooperatif menyelesaikan materi belajar sesuai

kompetensi dasar yang akan dicapai.

2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda,

baik tingkat kemampuan tinggi, sedang dan rendah.

3. Bila mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta

memperhatikan kesetaraan jender.

4. Penghargaan lebih menekankan pada kelompok dari pada masing-masing

individu.

Jadi pembelajaran kooperatif memerlukan kerjasama antar siswa dan saling

ketergantungan dalam struktur pencapaian tugas, tujuan dan penghargaan.

Keberhasilan pembelajaran kooperatif sendiri tergantung dari keberhasilan masing-

masing individu dalam kelompok, dimana keberhasilan tersebut sangat berarti untuk

mencapai tujuan yang positif dalam belajar kelompok.

12

2.1.5 Pengertian Pembelajaran Model Kooperatif Tipe Numbered Heads

Together (NHT)

Beberapa model pembelajaran kooperatif telah dikembangkan oleh para ahli

diantaranya adalah NHT (Numbered Heads Together) yang menekankan pada

struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi dan memiliki

tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh

Spancer Kagen. Teknik ini memberikan kesempatan pada siswa untuk saling

membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu,

teknik ini mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama mereka (Anita

Lie, 2002:59).

Menurut agus suprijono (2009: 92), pembelajaran dengan menggunakan model

Numbered Heads Together (NHT) diawali dengan numbering. Guru membagi siswa

dalam satu kelas menjadi kelompok-kelompok kecil. Setelah kelompok terbentuk

guru mengajukan beberapa pertanyaan yang harus dijawab tiap-tiap kelompok. Guru

memberikan kesempatan pada tiap-tiap kelompok untuk menemukan jawaban. Pada

kesempatan ini tiap-tiap kelompok menyatukan kepalanya (pikirannya) “Heads

Together” berdiskusi memikirkan jawaban atas pertanyaan dari guru. Langkah

berikutnya guru memanggil siswa yang memiliki nomor yang sama dari tiap-tiap

kelompok. Mereka diberi kesempatan member jawaban atas pertanyaan yang telah

diterimanya dari guru. Hal ini dilakukan terus hingga siswa dengan nomor yang sama

dari masing-masing kelompokmendapat giliran untuk memaparkan jawaban atas

pertanyaan guru. Berdasarkan jawaban-jawaban itu guru dapat mengembangkan

diskusi lebih mendalam, sehingga siswa dapat menemukan jawaban pertanyaan itu

sebagai pengetahuan yang utuh.

Langkah-langkah pembelajan Numbered Heads Together (NHT) menurut

hamdani (2010: 90) adalah sebagai berikut:

1. Siswa dibagi dalam kelompok dan setiap kelompok mendapat nomor

13

2. Guru memberikan tugas dan tiap-tiap kelompok disuruh untuk

mengerjakannya

3. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan bahwa

setiap anggota kelompok dapat mengerjakannya.

4. Guru memanggil salah satu nomor siswa dan siswa yang nomornya

dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka.

5. Siswa lain diminta untuk memberikan tanggapan

6. kesimpulan

Numberd Head Together adalah suatu model belajar dimana setiap siswa diberi

nomor kemudian dibuat suatu kelompok, lalu secara acak guru memanggil nomor

siswa (Ahmad Zuhdi F 2010:64). Sedangkan menurut Triyanto (2007:62) Numbered

Heads Together atau penomoran berfikir bersama adalah merupakan jenis

pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa

dan sebagai alternatif terhadap struktur tradisional.

Ibrahim mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran

kooperatif dengan tipe NHT yaitu :

1. Hasil belajar akademik struktural, bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa

dalam tugas- tugas akademik.

2. Pengakuan adanya keragaman, bertujuan agar siswa dapat menerima teman-

temannya yang mempunyai berbagai latar belakang.

3. Pengembangan ketrampilan sosial, bertujuan untuk mengembangkan kerampilan

sosial siswa. Ketrampilan yang dimaksud adalah berbagi tugas, aktif bertanya,

menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja

dalam kelompok dan sebagainya.

Model pembelajaran ini lebih mengedepankan kepada aktivitas siswa dalam

mencari, mengolah, dan melaporkan informasi dari berbagai sumber yang pada

akhirnya dipersentasikan di depan kelas. Keterlibatan siswa secara kolaboratif dalam

kelompok untuk mencapai tujuan bersama ini memungkinkan NHT dapat

14

meningkatkan hasil belajar matematika khususnya dalam pemecaham masalah

matematika.

Dalam model pembelajaran NHT ini, dalam pembagian kelompok, guru juga

harus mempertimbangkan kriteria heterogenitas seperti; jenis kelamin, latar belakang

sosial, kesenangan, intelektual dan sebagainya. Pembagian siswa dalam kelompok-

kelompok perlu diseimbangkan sehingga setiap kelompok memiliki anggota yang

tingkat prestasinya seimbang.

Tabel 2.1.

Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Heads Together)

(Sumber : Trianto, 2009:82)

2.1.6 Penerapan Model Kooperatif Tipe Numbered Heads Together

Pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe Numbered Heads

Together di awali dengan Numbering. Pertama kali guru mempersiapkan rancangan

pembelajaran dengan membuat rencana pelaksanaan pembelajaran dan membuat

lembar kerja siswa yang sesuai dengan model kooperatif tipe Number Heads

Together (NHT). Setelah itu guru membagi kelas dalam kelompok-kelompok kecil.

Jumlah kelompok sebaiknya mempertimbangkan jumlah konsep yang dipelajari.

Fase Peran guru

1. Penomoran Guru membagi siswa kedalam kelompok 3-5 orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor

antara 1-5

2. Mengajukan pertanyaan

Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat berfariasi, pertanyaan dapat aman yang spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya

3. Berfikir bersama Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawabannya

pertanyaan itu dan menyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban tim.

4. Menjawab Guru memanggil suatu nomor tertentu. Kemudian

siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangan dan mencoba menjwab pertanyaan untuk seluruh

kelas.

15

Dalam pembentukan kelompok guru menggunakan pra siklus atau nilai hasil ulangan

harian dengan mempertimbangkan heterogenitas supaya tidak ada kelompok yang

dominan. Setiap kelompok terdiri dari 4 siswa, setiap kelompok diberi nama yang

berbeda dan siswa diberi nomor sesuai dengan jumlah kelompoknya 1-4. Kelompok

yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, ras,

suku dan jenis kelamin dan kemampuan belajar.

Kelompok terbentuk guru mengajukan beberapa pertanyaan yang harus dijawab

oleh tiap-tiap kelompok. Pertanyanya dapat bervariasi. Pertanyaan dapat amat

spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya Triyanto (2007:63).

Guru memberikan kesempatan kepada tiap-tiap kelompok untuk menemukan

jawaban. Pada kesempatan ini tiap-tiap kelompok menyatukan kepalanya “Heads

Together” berdiskusi memikirkan jawaban atas pertanyaan guru. Untuk

mempermudah dalam menyelesaikan pertanyaan, tiap kelompok harus memiliki buku

paket atau panduan. Selanjutnya guru memanggil peserta didik. Peserta didik yang

memiliki nomor yang sama dari tiap-tiap kelompok mengangkat tangan dan

menyiapkan jawaban untuk dikerjakan di papan tulis. Hal itu dilakukan terus hingga

semua pertanyaan dapat terjawab. Berdasarkan jawaban-jawaban dari peserta didik

dan pembahasan guru, siswa dapat mengembangkan diskusi. Sehingga peserta didik

dapat menemukan jawaban pertanyaan itu sebagai pengetahuan yang utuh.

Pada tahap terakhir guru memberikan kuis secara individual dan membuat skor

perkembangan tiap siswa. Guru mengumumkan hasil kuis tersebut dan memberi

reward kepada siswa yang mendapat skor terbanyak. Reward tersebut berupa kata-

kata pujian dan tepuk tangan. Setelah itu guru bersama siswa menyimpulkan jawaban

akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan.

16

Tabel 2.2

Pemetaan sintak model kooperatif tipe numbered heads together (NHT) dalm

standar proses

N

O

Fase NHT

Pendahulu

an

Kegiatan ini pembelajaran

Penutup

Eksplorasi Elaborasi

Konfirmasi

1 Orientasi siswa kepada maslah

Menyimpulkan dan menerangkan secara lisan dari materi yang sudah dipelajari menutup pelajaran dengan salam atau berdoa

2 Mengorgasir siswa untuk belajar

3 Membimbing penyelidikan individual atau kelompok

4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

5 Menganalisis dan evaluasi proses pemecahan masalah

17

Tabel 2.3

Langkah-langkah pembelajaran model kooperatif tipe Numbered Heads

Together (NHT) sesuai dengan standar proses

Langkah dalam

Standar Proses

Langkah

NHT Kegiatan Guru

Kegiatan awal

1. Orientasi

Melakukan kegiatan apersepsi dan

menyampai-kan tujuan pembelajaran.

Guru menyajikan sebuah permasalahan yang mengaitkan dengan penjumlahan dan

pengurangan pecahan.

2.Merumus

kan

Masalah

Guru merangsang dan mengajak siswa berfikir memecahkan masalah dengan

menyampaikan materi secara singkat.

3.Mengaju

kan

Hipotesis

Siswa mengajukan jawaban sementara dari permasalahan yang sedang di bahas.

Langkah dalam

Standar Proses

Langkah

NHT Kegiatan Guru

Kegiatan Inti

1. Eksplorasi

4.Mengum

pulkan

Data

a. Siswa memperhatikan materi

pelajran yang dijelaskan oleh guru b. Siswa dan guru bertanya jawab

tentang materi yang akan dijelaskan

2.Elaborasi

5. Menguji

Hipotesis

a. Siswa dalam satu kelas dibagi menjadi 6 kelompok, masing-

masing kelompok terdiri dari 1-4 orang

b. Siswa bergabung dengan kelompoknya masing-masing kemudian setiap siswa diberi nomor

c. Siswa diberikan tugas berupa soal-soal tentang penjumlahan dan

pengurangn pecahan bias dengan

18

pecahan biasa dan pecahan

campuran dengan pecahan campuran

d. Siswa saling bekerjasama

menyelesaikan soal tentang penjumlahan dan pengurangan

pecahan. e. Siswa dipanggil oelh guru

berdasarkan nomor tertentu,

kemudian siswa yang nomornya sesuai mencoba menjawab soal

yang merupakan hasil diskusi keloknya.

f. Siswa kelompo lain diberikan

kesempatan untuk bertanya atau memberikan pendapat pada siswa

yang menjawab saol. g. Siswa dengan nomor tertentu

dipanggil oleh guru untuk

menjawab pertanyaan sampai semua siswa mendapat giliran.

3. Konfirmasi

a. Guru dan siswa bertanya jawab

tentang materi yang kurang jelas atau belum diketahui siswa

b. Siswa dibimbing guru meluruskan

kesalahpahaman dan diberi penguatan.

Kegiatan Akhir

6. Merumusk

an

Kesimpulan

Siswa dengan bimbingan guru

menyimpulkan dari materi yang baru saja dipelajari.

Siswa bersama dengan guru melakukan

refleksi berupa penanaman nilai moral.

19

2.1.7 Manfaat Pembelajaran dengan Model kooperatis Tipe Numbered Heads

Together

Berdasarkan hasil penelitian Lundgren (Ibrahim, 2000:18), pembelajaran

dengan model NHT memiliki sejumlah hal posif yang meliputi :

a. Nilai- nilai kerjasama antar siswa lebih teruji

b. Kreativitas siswa termotivasi dan wawasan siswa menjadi berkembang

c. Memotivasi siswa yang berkemampuan lemah untuk memahami materi dengan

bekerja secara antusias dalam kelompoknya.

d. Meningkatkan kepercayaan diri

e. Meningkatkan prestasi

2.2 Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah hasil penelitian

yang dilakukan oleh Wa Sinar (2003) yang menyimpulkan bahwa melalui model

pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan pemahaman siswa dalam

belajar matematika. Syamsidar (2004) menyimpulkan bahwa dengan menggunakan

model pembelajaran kooperatif tipe NHT kemampuan siswa kelas I3 semester I SLTP

Negeri 2 Raha dalam memahami konsep operasi hitung pada bilangan bulat dapat

ditingkatkan.

2.3 Kerangka Berpikir

Alur kerangka berfikir yang ditujukan untuk mengarahkan jalannya penelitian agar

tidak menyimpang dari pokok-pokok permasalahan, dapat digambarkan sebagai

berikut.

20

GURU :

Masih menggunakan

metode ceramah

belum menggunakan

model NHT

SIKLUS 2 :

Menerapkan model

NHT dengan

bimbingan guru.

Kondisi awal

SISWA :

Hasil belajar siswa

rendah

Tindakan

Menerapkan model

Numbered Heads

Together (NHT)

SIKLUS 1 :

Menerapkan model

NHT dengan

bimbingan guru.

Kondisi akhir

Melalui penerapan model kooperatif tipe NHT hasil

belajar siswa pada mata pelajaran matematika kelas

4 SD Negeri 2 Wonocoyo Tahun Pelajaran

2014/2015.

21

2.4 Hipotesis Tindakan

Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap

permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Arikunto,

2002: 62). Berdasarkan kajian teori, maka hipotesis tindakan penelitian ini adalah:

Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads

Together) hasil belajar matematika siswa siswa kelas 4 SD Negeri 2 Wonocoyo

Tahun Pelajaran 2014/2015 dapat ditingkatkan.