BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran...

14
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran IPA di SD Mata pelajaran IPA merupakan mata pelajaran yang penting untuk dipelajari. Hal ini dikarenakan IPA merupakan ilmu yang membahas tentang fakta serta gejala alam, IPA juga berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya berupa penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (KTSP Standar Isi 2006). Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Menurut Slameto (2009:1) mengatakan bahwa IPA merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang fenomena-fenomena alam yang disusun melalui tahapan-tahapan metode ilmiah yang bersifat khas/khusus, yaitu penyusunan hipotesis, melakukan observasi, penyusunan teori, pengujian hipotesis, penarikan kesimpulan, dan sejenisnya selanjutnya Samatowa (2006:2) mengatakan bahwa IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia selanjutnya Darmodjo & Kaligis (1992:3) IPA adalah pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dan isinya.

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran...

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Pembelajaran IPA di SD

Mata pelajaran IPA merupakan mata pelajaran yang penting untuk

dipelajari. Hal ini dikarenakan IPA merupakan ilmu yang membahas tentang fakta

serta gejala alam, IPA juga berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam

secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya berupa penguasaan kumpulan

pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga merupakan

suatu proses penemuan (KTSP Standar Isi 2006).

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu

tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan

pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja

tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat

menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam

sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam

kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian

pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan

memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri

dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh

pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.

Menurut Slameto (2009:1) mengatakan bahwa IPA merupakan cabang ilmu

pengetahuan yang mempelajari tentang fenomena-fenomena alam yang disusun

melalui tahapan-tahapan metode ilmiah yang bersifat khas/khusus, yaitu

penyusunan hipotesis, melakukan observasi, penyusunan teori, pengujian

hipotesis, penarikan kesimpulan, dan sejenisnya selanjutnya Samatowa (2006:2)

mengatakan bahwa IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara

sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan

oleh manusia selanjutnya Darmodjo & Kaligis (1992:3) IPA adalah pengetahuan

yang rasional dan objektif tentang alam semesta dan isinya.

9

Pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam

(IPA) merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam semesta dan segala sesuatu

yang terdapat di alam, baik itu zat yang terkandung atau gejala yang terdapat di

alam. IPA merupakan pengetahuan mempunyai kebenaran melalui metode ilmiah

baik secara induktif ataupun deduktif yang menanamkan dan mengembangkan

pengetahuan, sikap dan nilai-nilai ilmiah pada siswa serta salah satu mata

pelajaran yang menuntut keterlibatan siswa secara aktif.

2.1.2 Tujuan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

Permendiknas NO 22 tahun 2006 mengatakan bahwa “mata pelajaran IPA

di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan

YME berdasarkan keberadaan, keindahan, dan

keteraturan ciptaan-Nya.

b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman

konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat

diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

c. Mengembangkan rasa ingin tahu sikap positif dan

kesadaran tentang adanya hubungan saling

mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi

dan masyarakat.

d. Mengembangkan proses untuk menyelidiki alam

sekitar, memecahkan masalah dan membuat

keputusan.

e. Meningkatkan kesadaran dalam berperan serta

dalam memelihara, menjaga, melestarikan

lingkungan alam.

f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam

dengan segala keteraturan sebagai salah satu ciptaan

Tuhan.

g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan

keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan

pendidikan ke SMP/MTS”.

Adapun menurut Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 mengatakan bahwa

“ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek sebagai

berikut:

10

a. Makhluk hidup dan proses kehidupannya, yaitu

manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan

lingkungan, serta kesehatan

b. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi:

cair, padat dan gas

c. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas,

magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana

d. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata

surya, dan benda-benda langit lainnya”.

Pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran IPA di

Sekolah Dasar adalah untuk mengembangkan rasa ingin tahu dalam mempelajari

alam semesta, serta mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan

anak-anak dalam mempelajari alam di sekitarnya dan adanya kesadaran untuk

melestarikan alam semesta. yang mempunyai tujuan untuk menanamkan sikap

ilmiah pada siswa dan nilai positif melalui proses IPA dalam memecahkan

masalah. Siswa akan selalu tertarik dengan lingkungan dan siswa akan mengenal

serta dapat memanfaatkan lingkungan sebagai sumber ilmu dan sumber belajar.

Demikian juga dalam diri siswa akan dapat mengembangkan pikiran melalui

lingkungan yang banyak memberikan pengalaman terhadap diri siswa dengan cara

berinteraksi langsung dan dapat dirasakan siswa.

2.2 Pembelajaran Think Pair Share

2.2.1 Model Pembelajaran Think Pair Share

Kagan (1994) menyatakan bahwa Think Pair Share adalah strategi kerja

kelompok yang meminta siswa individual di dalam pasangan belajar untuk

pertama-tama menjawab pertanyaan dari guru dan kemudian berbagi jawaban itu

dengan seorang rekan selanjutnya Jacobsen dkk (2009:234) Think Pair Share

adalah salah satu strategi kerja kelompok di mana guru mengajukan pertanyaan

rutin, tetapi dari pada memanggil satu per satu siswa, guru meminta seluruh kelas

untuk berpikir tentang jawabannya (aspek „berpikir‟ /think), dan

mendiskusikannya dengan rekan atau pasangan mereka (aspek

„berpasangan‟/pair), setelah beberapa saat, guru meminta satu orang dari tiap

11

pasangan atau beberapa dari pasangan untuk mendiskusikan pemikirannya dengan

seluruh siswa yang ada di kelas (aspek „berbagi‟/share).

Eggen & Kauchak (2012:134), Think Pair Share merupakan model

pembelajaran yang efektif karena:

a) Strategi ini mengandung respons dari semua orang di dalam kelas dan

menempatkan semua siswa ke dalam peran-peran yang aktif secara kognitif

b) Strategi ini mengurangi kecenderungan “penumpangan gratis”, yang bisa

menjadi masalah saat menggunakan kerja kelompok karena setiap anggota dari

pasangan diharapkan untuk berpartisipasi

c) Strategi ini mudah direncanakan dan ditetapkan.

Pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran

Think Pair Share (TPS) adalah model pembelajaran yang dilakukan dengan cara

berdiskusi dengan pasangan. Penggunaan model TPS mengajak siswa untuk

berpikir dengan memberikan sebuah pertanyaan oleh guru tentang materi yang

sudah ditetapkan, kemudian berpasangan saling diskusi memberikan pendapat,

penggunaan TPS juga melatih siswa bagaimana cara mengeluarkan pendapat dan

cara menghargai pendapat teman.

2.2.2 Langkah-langkah Pembelajaran Model Think Pair Share

Langkah-langkah Think Pair Share menurut Hanafiah & Suhana

(2009:46), antara lain:

a) Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai

b) Peserta didik diminta untuk berpikir tentang materi atau permasalahan yang

disampaikan guru

c) Peserta didik diminta untuk berpasangan dengan teman sebelahnya

(kelompok 2 orang) dan mengutarakan hasil pemikirannya masing-masing

d) Guru memimpin pleno kecil diskusi, setiap kelompok mengemukakan hasil

diskusinya

e) Berawal dari kegiatan tersebut mengarahkan pembicaraan pada pokok

permasalahan dan menambah materi yang belum diungkapkan para siswa

12

f) Guru memberi kesimpulan

g) Penutup.

Langkah-langkah Think Pair Share menurut Arends dkk.

(2008:15-16), antara lain:

1) Thinking (berpikir) : guru mengajukan sebuah

pertanyaan atau isu yang terkait dengan pelajaran dan

meminta siswanya untuk menggunakan waktu satu

menit untuk memikirkan sendiri tentang jawaban untuk

isu tersebut. Siswa perlu diajari bahwa berbicara tidak

menjadi bagian dari waktu berpikir.

2) Pairing (berpasangan) : setelah itu guru meminta siswa

untuk berpasang-pasangan dan mendiskusikan segala

yang sudah mereka pikirkan. Interaksi selama periode

ini dapat berupa saling berbagi jawaban bila pertanyaan

yang diajukan atau berbagi ide bila sebuah isu tertentu

di identifikasi. Biasanya, guru memberikan waktu lebih

dari empat atau lima menit untuk berpasangan.

3) Sharing (berbagi) : dalam langkah terakhir ini, guru

memintapasangan-pasangan siswa untuk berbagi sesuatu

yang sudah dibicarakan bersama pasangannya masing-

masing dengan seluruh kelas. Lebih efektif bagi guru

untuk berjalan mengelilingi ruangan, dari satu pasangan

ke pasangan lain sampai sekitar seperempat atau separuh

pasangan berkesempatan melaporkan hasil diskusi

mereka.

2.2.3 Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Model Think Pair Share

Kelebihan dan kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair

Share menurut Hartina (2008:12) adalah sebagai berikut:

1. Memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengajukan

pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh guru, serta

memperoleh kesempatan untuk memikirkan materi yang

diajarkan.

2. Siswa akan terlatih menerapkan konsep karena bertukar pendapat

dan pemikiran dengan temannya untuk mendapatkan kesempatan

dalam memecahkan masalah.

3. Siswa lebih aktif dalam pembelajaran karena menyelesaikan

tugasnya dalam kelompok, di mana tiap kelompok hanya terdiri

dari 2 orang.

4. Siswa memperoleh kesempatan untuk mempresentasikan hasil

diskusinya dengan seluruh siswa sehingga ide yang ada

menyebar.

5. Memungkinkan guru untuk lebih banyak memantau siswa dalam

proses pembelajaran.

13

6. Sedangkan kelemahannya yaitu waktu yang terbatas sedangkan

jumlah kelompok yang terlalu banyak.

Pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran

think pair share memiliki kelebihan dan kekurangan. Adapun salah satu kelebihan

pada model think pair share ini adalah memperoleh kesempatan untuk

memikirkan materi yang diajarkan. Sedangkan kekurangan model pembelajaran

think pair share adalah waktu yang terbatas.untuk mengatasi hal tersebut maka

peneliti akan memperhatikan kegiatan pembelajaran dengan mengatur alokasi

waktu yang disesuaikan.

2.3 Penggunaan Media Gambar

2.3.1 Pengertian Media Gambar

Rohani (dalam Musfiqon, 2012:73) menyatakan bahwa media gambar

merupakan reproduksi bentuk asli dalam dua dimensi yang berupa foto atau

lukisan. Jadi media gambar ini merupakan bentuk tiruan yang disajikan dalam

bentuk foto atau lukisan.

Gambar didefinisikan sebagai representasi visual dari orang, tempat

ataupun benda yang dapat diwujudkan di atas kanvas, kertas, atau bahan lain, baik

dengan cara lukisan, gambar atau foto (Hamzah, 2010:128).

2.3.2 Kelebihan dan Kekurangan Media Gambar

Kelebihan media gambar atau foto:

a) Sifatnya yang nyata dapat memberikan dan menunjukkan

pada pokok bahasan materi yang diajarakan dibandingkan

dengan verbal semata.

b) Gambar dapat mempersingkat dan mengatasi ruang dan

waktu, artinya tidak semua benda, obyek, peristiwa dapat

dibawa ke kelas, dan pembelajar tidak dapat dibawa ke

obyek tersebut. Maka perlu diciptakan dengan membuat

gambar/foto benda tersebut.

c) Gambar dapat mengatasi keterbatasan pengamatan panca

indera. Misalnya, bintang bersel satu tak mungkin dilihat

dengan mata telanjang, tetapi dengan mikroskop. Apabila

tidak menggunakan mikroskop maka dapat direkayasa

dengan bentuk gambar/foto.

d) Gamabar dapat memperjelas materi yang diajarakan yang

berkaitan suatu masalah dalam bidang apa saja dan untuk

tingkat usia berapa saja.

14

e) Media ini, lebih murah harganya mudah didapatkan dan

digunakan tanpa memerlukan peralatan khusus.

Jadi, penggunaan media gambar atau foto dalam proses pembelajaran

sangat bergantung pada kreatif dan inisiatif pengajar, asalkan gambar atau foto

trsebut dari “sisi seni baik” dan sesuai dengan tujuan pembelajaran. (Sanaky,

2009:72-73). Kelemahan media gambar atau foto yaitu lebih menekankan pada

persepsi indera mata kemudian Benda terlalu kompleks, kurang efektif dalam

pembelajaran, dan Ukurannya sangat terbatas untuk kelompok besar.

2.4 Belajar dan Hasil Belajar

2.4.1 Belajar

Slameto (2010:2) mengatakan bahwa belajar merupakan suatu proses usaha

yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang

baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi

dengan lingkungannya. Belajar sebagai konsep mendapatkan pengetahuan dalam

praktiknya yang dianut. Guru bertindak sebagai pengajar yang berusaha

memberikan ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya dan peserta didik giat

mengumpulkan atau menerimanya. Proses belajar mengajar ini banyak didominasi

aktivitas menghafal. Peserta didik sudah belajar jika mereka sudah hafal dengan

hal-hal yang telah dipelajarinya (Suprijono, 2009:3). Lebih lanjut menurut (Agus

Suprijono,2009 :3) menyatakan, bahwa belajar adalah disposisi atau kemampuan

yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan

diperoleh langsung dari proses pertumbuhan sesorang secara alamiah.

Menurut Trianto (2010:16) proses belajar terjadi melalui banyak cara baik

disengaja maupun tidak disengaja dan berlangsung sepanjang waktu dan menuju

pada suatu perubahan pada diri pembelajar. Selanjutnya menurut Slavin

(2000:143) belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon.

Menurut Gagne dalam (Suprijono 2009:2) mengatakan bahwa belajar adalah

perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas.

Pendapat para ahli di atas tentang pengertian belajar dapat disimpulkan

bahwa, belajar merupakan proses usaha yang dilakukan seseorang secara sadar

untuk melakukan perubahan tingkah laku. Dari belajar sesorang dapat mengetahui

15

sesuatu yang pada dasarnya belum mereka ketahui. Belajar merupakan proses dari

tidak tahu menjadi tahu.

2.4.2 Hasil Belajar

Uno (2008:213) menyatakan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku

yang relatif menetap dalam diri seseorang sebagi akibat dari interaksi seseorang

dengan lingkungannya. Hasil belajar memiliki beberapa ranah atau kategori dan

secara umum merujuk kepada aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Hasil

belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran sedangkan menurut

Sudjana (2004), hasil belajar merupakan suatu akibat dari proses belajar dengan

menggunakan alat pengukuran yaitu berupa tes yang disusun secara terencana,

baik tes tertulis, tes lisan, maupun tes perbuatan.

Menurut (Agus Suprijono, 2009) menyatakan bahwa hasil belajar mencakup

kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Domain kognitif adalah

knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan,

meringkas, contoh), application (menerapkan), analysis (menguraikan,

menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan,

membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai). Domain efektif adalah

receiving (sikap menerima), responding (memberikan respons), valuing (nilai),

organization (organisasi), characterization (karakterisasi). Domain psikomotorik

meliputi initiatory, pre-rautine, dan rauntinized. Psikomotor juga mencakup

keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual.

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh siswa

untuk memperoleh pengetahuan yang belum mereka ketahui kemudian mereka

ketahui memalui pengalaman belajarnya. Setiap individu yang belajar akan

memperoleh hasil dari apa yang telah dipelajari. Hasil belajar yaitu suatu

perubahan yang terjadi pada setiap individu yang belajar, bukan hanya perubahan

mengenai pengetahuan, tetapi juga untuk membentuk kecakapan, kebiasaan,

pengertian, penguasaan, dan penghargaan dalam diri seseorang yang belajar

Dimyati dan Mudjiono, (2006) juga mendefinisikan hasil belajar sebagai

hasil yang dicapai dalam bentuk angka-angka atau skor melalui tes hasil belajar di

16

akhir pembelajaran. Benjamin S. Bloom (Dimyati dan Mudjiono, 2006)

menyebutkan enam jenis perilaku ranah kognitif, sebagai berikut:

1) Pengetahuan, mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang

telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu

berkenaan dengan fakta, peristiwa, pengertian kaidah, teori,

prinsip, atau metode.

2) Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna

tentang hal yang dipelajari.

3) Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode dan

kaidah untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru.

Misalnya, prinsip.

4) Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke

dalam bagian-bagian sehingga sehingga struktur keseluruhan

dapat dipahami dengan baik. Misalnya mengurangi masalah

menjadi bagian yang telah kecil.

5) Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru.

Misalnya, kemampuan menyusun suatu program.

6) Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang

beberapa hal berdasarkan kriteria trtentu. Misalnya, kemampuan

menilai hasil ulangan.

Pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar dapat dicapai

karena adanya perubahan perilaku setelah proses belajar diukur dengan

menggunakan alat berupa tes yang telah terencana sehingga dapat memperoleh

hasil belajar dalam bentuk angka-angka atau skor.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar

adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima

pengalaman belajarnya, dimana kemampuan itu terjadi pada aspek kognitif afektif

dan psikomotorik. Mesikpun demikian, dalam penelitian hasil belajar lebih

dibatasi pada aspek kognitif, dimana hasilnya di ukur melalui pemberian tes

setelah diberikan tindakan tiap siklus.

2.4.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Slameto (2010:54-71) menyatakan bahwa belajar dipengaruhi oleh dua

faktor utama yakni faktor dari dalam diri siswa itu sendiri (intern) dan faktor yang

datang dari luar diri siswa atau lingkungan (ekstern).

1. Faktor intern meliputi:

a. Faktor jasmaniah seperti kesehatan, cacat tubuh.

b. Faktor psikologis seperti intelegensi, perhatian minat, bakat, motif,

17

kematangan, kesiapan.

c. Faktor kelelahan baik itu kelelahan jasmani mapun kelemahan rohani.

Faktor intern yang mempengaruhi hasil belajar, yang dipilih adalah

faktor psikologis seperti intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif,

kematangan dan kesiapan.

2. Faktor ekstern meliputi:

a. Faktor keluarga seperti cara orang tua mendidik, relasi antar anggota

keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi, pengertian orang tua, latar

belakang kebudayaan.

b. Faktor sekolah seperti metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan

siswa disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran

seperti ukuran, keadaan, gedung, metode mengajar, tugas rumah.

c. Faktor masyarakat seperti kegiatan siswa dalam masyarakat, teman bergaul,

bentuk kehidupan masyarakat.

Faktor ekstern yang mempengaruhi hasil belajar, yang dipilih adalah faktor

sekolah seperti metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa disiplin

sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran seperti ukuran, keadaan,

gedung, metode mengajar, tugas rumah.

2.5 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang berkaitan dengan model pembelajaran kooperatif untuk

meningkatkan hasil belajar siswa telah banyak dilakukan oleh para peneliti. Salah

satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Stevanus Oki Rudy Susanto dengan

judul “Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui penggunaan model

pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) Bagi Siswa Kelas IV SD Negeri

Sinduagung Selomerto Wonosobo Semester II Tahun 2009/2010”. Jenis penelitian

ini adalah penelitian tindakan kelas. Subyek yang diteliti adalah siswa kelas IV

SD Negeri Sinduagung Selomerto Wonosobo. Model PTK yang digunakan adalah

model Kemmis dan Target dengan dua siklus dan langkah-langkah mulai dari

perencanan, implementasi dan observasi, sampai dengan refleksi. Hasil analisis

menunjukkan bahwa dari 31 siswa diperoleh hasil skor tes pada pembelajaran non

18

TPS ada 18 siswa belum tuntas (58,06%) dengan rata-rata kelas 54,51. Pada siklus

I ada 26 siswa telah tuntas (83,72%) dengan rata-rata kelas 67,74 dan pada siklus

II ada 30 siswa telah tuntas (96,78%) dengan rata-rata kelas 80,96. Jadi ada

peningkatan hasil belajar sebesar 28,72% dari kondisi pra siklus (awal) ke siklus I

dan 13, 06% pada siklus II sehingga dapat disimpulkan bahwa model

pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) dapat meningkatkan hasil belajar IPS bagi

Siswa Kelas IV SD Negeri Sinduagung Selomerto Wonosobo Semester II Tahun

2009/2010.

Penelitian lain yang relevan yaitu penelitian yang dilakukan oleh Danang

Puswosaputro dengan judul “Efektivitas Penggunaan Metode Cooperative

Learning Tipe Think-Pair-Share Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Pelajaran

IPA Kelas V di SD Negeri 3 Bangsri Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan

Tahun Pelajaran 2010/2011”. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen

design. Design ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi

sepenuhnya untuk mengontrol variabel luar yang mempengaruhi eksperimen yang

dilakukan pada siswa kelas V Sd Negeri 3 Bangsri sebagai kelas Eksperimen,

pembelajaran menggunakan metode konvensional. Dengan melihat Group

Statistics, dari hasil nilai post-test, untuk kelas eksperimen memiliki means, 69,71

dan pada kelompok kontrol memiliki nilai means 59,00. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa nilai means kelas eksperimen lebih tinggi, oleh sebab itu

penggunan metode Cooperative Learning tipe Think-Pair-Share efektif terhadap

hasil belajar siswa kelas V SD negeri 3 Bangsri tahun pelajaran 2010/2011.

Dua penelitian yang terdahulu dapat disimpulkan bahwa penggunaan model

pembelajaran Think Pair Share dapat meningkatkan hasil belajar siswa telah

berhasil karena siswa yang mengalami ketuntasan lebih banyak dibandingkan

dengan siswa yang tidak mengalami ketuntasan. Perbedaan penelitian terdahulu

yang telah di ungkapkan diatas adalah pada peneliti terdahulu tidak menggunakan

media gambar, sedangkan pada penelitian ini menggunakan media gambar yang

nyata untuk membantu dalam menjelaskan materi pembelajaran IPA tentang gaya.

Variasi pada penelitian ini akan menggunakan media gambar yang berbeda

dengan buku paket peserta didik. Media gambar yang digunakan pada waktu

19

penelitian, menggunakan empat gambar untuk materi tentang gaya. Empat gambar

sedang untuk diberikan kepada setiap peserta didik, sedangkan untuk siswa dalam

mempresentasikan hasil pemikirannya kepada kelas dengan menggunakan media

gambar yang cukup besar. Hasil belajar yang akan diteliti pada 3 ranah yaitu

ranah kognitif,afektif dan psikomorik.

2.6 Kerangka Pikir

Pembelajaran yang berhasil merupakan hal utama yang sangat diinginkan

dalam pelaksanaan pendidikan. Keberhasilan pembelajaran biasanya dilihat dari

hasil belajar siswa. Keberhasilan tersebut dapat dicapai dengan usaha guru dalam

membimbing siswa belajar, sehingga siswa dapat mengembangkan

pengetahuannya sesuai dengan bidang studi yang dipelajarinya. Bagi seorang

anak, kebutuhan belajar biasanya disadari kemauan untuk memuaskan

keinginannya dan didorong oleh faktor-faktor yang menyenangkan yang

diajarinya. Salah satunya dengan menggunakan model pembelajaran dan media

pembelajaran yang sesuai dan menarik minat belajar siswa, dan guru lebih mudah

menanamkan konsep yang akan diajarkannya. Hal lain yang dapat menunjang

keberhasilan pembelajaran adalah penggunaan pendekatan/metode pembelajaran

yang tepat.

Pada kenyataannya, dalam kegiatan pembelajaran masih banyak guru yang

menggunakan model pembelajaran konvensional. Guru terlihat mendominasi

seluruh waktu dalam pembelajaran dengan menyampaikan materi IPA melalui

metode ceramah. Akibatnya pembelajaran yang berlangsung siswa menerima

materi pelajaran dengan pasif. Pada kondisi ini jika siswa diberi tes, hasil belajar

yang diperoleh siswa masih dibawah KKM ≥70 karena siswa tidak dapat

mengerjakan tes secara optimal. Melihat kenyataan di lapangan, perlu dilakukan

perbaikan dalam proses pembelajaran, yaitu dengan menggunakan model

pembelajaran think pair share dengan menggunakan media gambar adalah

merupakan tindakan yang dipilih untuk mengatasi masalah rendahnya hasil

belajar siswa pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Penelitian ini akan

membuktikan adanya peningkatan hasil belajar siswa kelas 4 SDN Gedangan 01

20

kecamatan Tuntang kabupaten Semarang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

bagan halaman 19 di bawah ini.

Bagan model pembelajaran think pair share dengan menggunakan media

gambar.

Gambar 2.1

Kerangka Pikir

Siswa belum bisa memahami materi IPA dengan baik

karena pada waktu guru mengajar, siswa masih ada

yang bermain dengan teman sebangkunya, masih ada

siswa yang tidak mendengarkan guru pada waktu

guru menjelaskan materi, masih ada siswa yang

belum aktif dalam bertanya, belum aktif dalam

menjawab pertanyaan guru dan belum aktif

mengeluarkan pendapat sehingga siswa kesulitan

dalam belajar dan memahami materi pembelajaran

yang disampaikan

Hasil belajar IPA

rendah berada di bawah

KKM

Siswa dapat memahami materi IPA dengan baik karena

pada waktu guru mengajar, siswa tidak bermain dengan

teman sebangkunya, siswa sudah mendengarkan guru

pada waktu guru menjelaskan materi, siswa aktif dalam

bertanya, aktif dalam menjawab pertanyaan guru dan

aktif mengeluarkan pendapat sehingga siswa tidak

kesulitan dalam belajar dan memahami materi

pembelajaran yang disampaikan.

Hasil belajar IPA

meningkat berada di

atas KKM

Aktivitas belajar dan

ketrampilan siswa

meningkat

Pembelajaran IPA menggunakan model Think Pair Share dengan media gambar:

1. Guru memberikan sebuah pertanyaan menggunakan gambar tentang gaya

2. Siswa di berikan kesempatan untuk memikirkan jawaban atas pertanyaan

yang diberikan oleh guru (Think)

3. Siswa di minta untuk berkelompok berpasang-pasangan dengan teman

sebangku atau berdua (Pair)

4. Siswa di minta untuk mempresentasikan hasil kelompok dari dua pasangan

ke seluruh teman-teman di kelas (Share)

5. Guru meluruskan jawaban siswa

21

2.7 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir yang telah dijelaskan diatas,

maka hipotesis tindakan dari penelitian ini adalah penerapan model

pembelajaran think pair share dengan menggunakan media gambar diduga

dapat meningkatkan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) pada siswa

kelas 4 SDN Gedangan 01 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang semester

II tahun ajaran 2015/2016.