BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran...

16
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Kooperatif Menurut Suprijono (2009: 55) model pembelajaran kooperatif dikembangkan berdasarkan teori belajar kontruktivis. Teori Vygotsky (Suprijono, 2009: 55) mengenai pembelajaran kooperatif menekankan pada hakikat sosiokultural dari pembelajaran yakni bahwa fase mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul pada percakapan atau kerjasama antara individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi terserap dalam individu tersebut. Karp dan Yoels (Isjoni, 2007: 14) mengatakan bahwa “strategi yang paling sering dilakukan untuk mengaktifkan siswa adalah dengan diskusi kelas”. Namun dalam kenyataannya, strategi ini tidak efektif karena meskipun guru sudah mendorong siswa untuk aktif dalam berdiskusi, kebanyakan siswa hanya diam menjadi penonton sementara karena kelas dikuasai oleh beberapa siswa saja. Koes (Isjoni, 2007: 20) menyebutkan bahwa “belajar kooperatif didasarkan pada hubungan antara motivasi, hubungan interpersonal, strategi pencapaian khusus dan suatu ketenangan dalam individu memotivasi gerakan kearah pencapaian hasil yang diinginkan”. Lie (2002: 56) berpendapat bahwa model pembelajaran kooperatif didasarkan atas filsafat Homo homini socius, filsafat ini menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang membantu siswa mempelajari isi akademik dan hubungan sosial. Lie (2002: 57) mengungkapkan bahwa ciri khusus pembelajaran kooperatif mencakup lima unsur yang harus diterapkan, yaitu: saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota dan evaluasi proses kelompok. Pada hakikatnya kooperatif sama dengan kerja kelompok, oleh banyak guru yang mengatakan tidak ada sesuatu yang aneh dalam kooperatif, karena mereka beranggapan telah biasa melakukan pembelajaran kooperatif dalam 5

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2176/3/T1_292008065_BAB II.pdfmendorong siswa untuk aktif dalam berdiskusi, ...

5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Pembelajaran Kooperatif

Menurut Suprijono (2009: 55) model pembelajaran kooperatif

dikembangkan berdasarkan teori belajar kontruktivis. Teori Vygotsky (Suprijono,

2009: 55) mengenai pembelajaran kooperatif menekankan pada hakikat

sosiokultural dari pembelajaran yakni bahwa fase mental yang lebih tinggi pada

umumnya muncul pada percakapan atau kerjasama antara individu sebelum fungsi

mental yang lebih tinggi terserap dalam individu tersebut.

Karp dan Yoels (Isjoni, 2007: 14) mengatakan bahwa “strategi yang paling

sering dilakukan untuk mengaktifkan siswa adalah dengan diskusi kelas”. Namun

dalam kenyataannya, strategi ini tidak efektif karena meskipun guru sudah

mendorong siswa untuk aktif dalam berdiskusi, kebanyakan siswa hanya diam

menjadi penonton sementara karena kelas dikuasai oleh beberapa siswa saja.

Koes (Isjoni, 2007: 20) menyebutkan bahwa “belajar kooperatif didasarkan

pada hubungan antara motivasi, hubungan interpersonal, strategi pencapaian

khusus dan suatu ketenangan dalam individu memotivasi gerakan kearah

pencapaian hasil yang diinginkan”.

Lie (2002: 56) berpendapat bahwa model pembelajaran kooperatif

didasarkan atas filsafat Homo homini socius, filsafat ini menekankan bahwa

manusia adalah makhluk sosial. Model pembelajaran kooperatif merupakan model

pembelajaran yang membantu siswa mempelajari isi akademik dan hubungan

sosial. Lie (2002: 57) mengungkapkan bahwa ciri khusus pembelajaran kooperatif

mencakup lima unsur yang harus diterapkan, yaitu: saling ketergantungan positif,

tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota dan evaluasi

proses kelompok. Pada hakikatnya kooperatif sama dengan kerja kelompok, oleh

banyak guru yang mengatakan tidak ada sesuatu yang aneh dalam kooperatif,

karena mereka beranggapan telah biasa melakukan pembelajaran kooperatif dalam

5

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2176/3/T1_292008065_BAB II.pdfmendorong siswa untuk aktif dalam berdiskusi, ...

6

belajar bentuk kelompok, walaupun sebenarnya tidak semua belajar kelompok

dikatakan kooperatif.

Berdasarkan uraian mengenai pembelajaran kooperatif di atas penulis

menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran

yang membantu siswa mempelajari isi akademik dan hubungan sosial dengan

cara bekerja secara kelompok untuk memecahkan suatu permasalahan tertentu

untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan

pembelajaran. Menurut beberapa definisi mengenai pembelajaran kooperatif

diatas, dapat dijelaskan bahwa pembelajaran kooperatif berjalan berdasarkan

elemen-elemen yang saling terkait didalamnya, yaitu saling ketergantungan

positif antar personal yang dapat mencapai tujuan pembelajaran serta dapat

menumbuhkan motivasi dalam belajar, sehingga dapat menjalin kerjasama antar

individu.

2.1.2 Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation

Peran guru sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar. Menurut Satori.

D., dkk (2008: 3.39), fungsi dan peran guru adalah sebagai motivator dan

inovator dalam pembangunan pendidikan, perintis dan pelopor pendidikan,

penelitian dan pengkajian ilmu pengetahuan, dan pengabdian. Sebagai motivator

guru harus mampu untuk meningkatkan motivasi siswa dalam kegiatan

pembelajaran agar hasil belajar juga mengalami peningkatan. Salah satu cara

untuk membangkitkan aktivitas pembelajaran adalah dengan mengganti metode

atau cara pembelajaran yang selama ini hanya dilakukan dengan metode ceramah

dan kurang diminati siswa.

Sudarmono (2009: 21) berpendapat bahwa dalam metode Group

Investigation terdapat tiga konsep utama, yaitu: penelitian atau enquiri,

pengetahuan atau knowledge, dan dinamika kelompok atau the dynamic of the

learning group. Penelitian disini adalah proses dinamika siswa memberikan

respon terhadap masalah dan memecahkan masalah tersebut. Pengetahuan adalah

pengalaman belajar yang diperoleh siswa baik secara langsung maupun tidak

langsung. Sedangkan dinamika kelompok menunjukkan suasana yang

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2176/3/T1_292008065_BAB II.pdfmendorong siswa untuk aktif dalam berdiskusi, ...

7

menggambarkan sekelompok saling berinteraksi yang melibatkan berbagai ide

dan pendapat serta saling bertukar pengalaman melalui proses saling

berargumentasi.

Menurut Sudarmono (2009: 39) model Group Investigation atau investigasi

kelompok telah digunakan dalam berbagai situasi dan dalam berbagai bidang studi

dan dalam berbagai tingkat usia. Pada dasarnya model ini dirancang untuk

membimbing para siswa mendefinisikan masalah, mengeksplorasi berbagai

cakrawala mengenai masalah itu, mengumpulkan data yang relevan,

mengembangkan dan mengetes hipotesis. Pada pembelajaran Group Investigation

ini, guru seyogyanya mengarahkan, membantu para siswa mengemukakan

informasi dan berperan sebagai salah satu sumber belajar yang mampu

menciptakan lingkungan sosial yang dicirikan oleh lingkungan yang demokrasi

dan proses ilmiah.

Sudarmono (2009: 21) mengemukakan sifat demokrasi dalam kooperatif

tipe Group Investigation ditandai oleh keputusan-keputusan yang dikembangkan

atau setidaknya diperkuat oleh pengalaman kelompok dalam konteks masalah

yang menjdai titik sental kegiatan belajar. Guru dan siswa memiliki status yang

sama dihadapan masalah yang dipecahkan dengan peran yang berbeda.

Pembelajaran IPA dengan menggunakan metode Group Investigation

merupakan salah satu inovasi pembelajaran yang inovatif, dimana pembelajaran

menggunakan Group Investigation menekankan pada keaktifan siswa melalui

penyelidikan untuk pembuktian sesuatu. Slavin, E.R. (Sudarmono, 2009: 20)

mengemukakan enam langkah pembelajaran menggunakan Model Group

Investigation yaitu:

1. Grouping (menetapkan jumlah anggota kelompok, menentukan sumber,

memilih topik, merumuskan permasalahan).

2. Planning (menetapkan apa yang akan dipelajari, bagaimana mempelajari,

siapa melakukan apa, apa tujuannya).

3. Investigation (saling tukar informasi dan ide, berdiskusi, klarifikasi,

mengumpulkan informasi, menganalisis data, membuat inferensi).

4. Organizing (anggota kelompok menulis laporan, merencanakan presentasi

laporan, penentuan penyaji,moderator, dan notulis).

5. Presenting (salah satu kelompok menyajikan, kelompok lain mengamati,

mengevaluasi, mengklarifikasi, mengajukan pertanyaan atau tanggapan).

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2176/3/T1_292008065_BAB II.pdfmendorong siswa untuk aktif dalam berdiskusi, ...

8

6. Evaluating (masing-masing siswa melakukan koreksi terhadap laporan

masing-masing) berdasarkan hasil diskusi kelas, siswa dan guru

berkolaborasi mengevaluasi pembelajaran yang dilakukan, melakukan

penilaian hasil belajar yang difokuskan pada pencapaian pemahaman.

Menurut Sudarmono (2009: 23) dalam skripinya yang berjudul

“Peningkatan Aktivitas dan hasil Belajar Siswa Kelas V Melalui Penerapan

Metode Group Investigation pada Pembelajaran IPA di SD Sidorejo Lor 02

Salatiga Semester I Tahun Ajaran 2009/2010” model pembelajaran Group

Investigation merupakan model yang sulit diterapkan dalam pembelajaran

kooperatif. Model pembelajaran ini mempunyai 5 ciri. Ciri-ciri tersebut yakni

sebagai berikut:

1. Pembelajaran kooperatif dengan metode Group Investigation berpusat pada

siswa, guru hanya bertindak sebagai fasilitator atau konsultan sehingga

siswa berperan aktif.

2. Pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling bekerjasama dan

berinteraksi antar siswa dalam kelompok tanpa memandang latar belakang,

setiap siswa dalam kelompok memadukan berbagai ide dan pendapat,

saling berdiskusi dan beragumentasi dalam memahami suatu pokok

bahasan serta memecahkan suatu permasalahan yang dihadapi kelompok.

3. Pembelajaran kooperatif dengan metode Group Investigation siswa dilatih

untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi, semua

kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik

yang telah dipelajari, semua siswa dalam kelas saling terlihat dan mencapai

suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut.

4. Adanya motivasi yang mendorong siswa agar aktif dalam proses belajar

mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.

5. Pembelajaran kooperatif dengan metode Group Investigation suasana

belajar terasa lebih efektif, kerjasama kelompok dalam pembelajaran ini

dapat membangkitkan semangat siswa untuk memiliki keberanian dalam

mengemukakan pendapat dan berbagi informasi dengan teman lainnya

dalam membahas materi pembelajaran.

Slavin, E.R. (2010: 37), mengemukakan 3 hal penting untuk melakukan

metode Group Investigation yaitu sebagai berikut:

1. Membutuhkan kemampuan kelompok

Di dalam mengerjakan setiap tugas, setiap anggota kelompok harus

mendapat kesempatan memberikan kontribusi. Dalam penyelidikan, siswa

dapat mencari informasi dari berbagai informasi dari dalam maupun di luar

kelas.kemudian siswa mengumpulkan informasi yang diberikan dari setiap

anggota untuk mengerjakan lembar kerja.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2176/3/T1_292008065_BAB II.pdfmendorong siswa untuk aktif dalam berdiskusi, ...

9

2. Rencana kooperatif

Siswa bersama-sama menyelidiki masalah mereka, sumber mana yang

mereka butuhkan, siapa yang melakukan apa, dan bagaimana mereka akan

mempresentasikan proyek mereka di dalam kelas.

3. Peran guru

Guru menyediakan sumber dan fasilitator. Guru memutar diantara

kelompok-kelompok memperhatikan siswa mengatur pekerjaan dan

membantu siswa mengatur pekerjaannya dan membantu jika siswa

menemukan kesulitan dalam interaksi kelompok.

Langkah-langkah pembelajaran menggunakan metode Group Investigation

yaitu guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5 sampai

6 siswa dengan karakteristik yang heterogen. Pembagian kelompok dapat juga

didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik

tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik sendiri topik yang akan dipelajari dan

kelompok merumuskan penyelidikan dan menyepakati pembagian kerja untuk

menangani konsep-konsep penyelidikan yang telah dirumuskan. Dalam diskusi ini

diutamakan keterlibatan pertukaran pemikiran para siswa.

Menurut beberapa pakar mengenai pembelajaran Group Investigation di

atas, penulis menyimpulkan bahwa model pembelajaran Group Investigation ini

melatih siswa untuk membangun pengetahuan siswa secara aktif dan tekanan

terletak pada proses pembelajaran yang berlangsung, bukan pada hasil yang akan

dicapai selain menekankan pada partisipasi siswa dan guru. Hal tercermin dalam

enam langkah pembelajaran, yaitu: grouping, planning atau merencanakan,

investigation, organizing, presenting atau penyajian hasil akhir dan evaluating

atau evaluasi.

2.1.3 Implementasi Pembelajaran Group Investigation

Mulyatiningsih, E. (2011: 218) mengemukakan langkah-langkah dalam

pembelajaran menggunakan Group Investigation yaitu sebagai berikut:

1. Guru membagi peserta didik menjadi beberapa kelompok yang terdiri

dari 5 sampai 6 peserta didik dengan karakteristik yang heterogen.

Pembagian kelompok berdasarkan atas kesenangan berteman atau

kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu.

2. Kelompok memilih topik yang ingin dipelajari.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2176/3/T1_292008065_BAB II.pdfmendorong siswa untuk aktif dalam berdiskusi, ...

10

3. Kelompok menyusun rencana investigasi yang berisi waktu, tempat,

strategi investigasi, alat investigasi dan sebagainya.

4. Kelompok melakukan investigasi mendalam terhadap berbagai sub

topik yang telah dipilih.

5. Kelompok menulis laporan investigasi.

6. Kelompok menyiapkan dan menyajikan laporan investigasi di depan

kelas.

Berdasarkan langkah-langkah penerapan pembelajaran menggunakan Group

Investigation yang dikemukakan oleh Mulyaningsih, penulis menuliskan langkah-

langkah pembelajaran menggunakan metode Group Investigation dalam pokok

bahasan Gaya Magnet yaitu sebagai berikut:

1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.

2. Guru menyampaikan topik yang akan dipelajarai.

3. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok heterogen (baik dari jenis

kelamin, etnik maupun kemampuan akademik).

4. Setiap kelompok berhak memilih sub topik yang ingin dipelajari.

5. Guru memberikan bahan-bahan / alat-alat yang diperlukan untuk percobaan

beserta lembar kerja sesuai dengan topik yang ingin dipelaajari.

7. Kelompok menyusun rencana investigasi yang berisi waktu, tempat, strategi

investigasi, alat investigasi dan sebagainya.

8. Dengan bimbingan guru, siswa melakukan investigasi (penelitian)

berdasarkan topik yang telah mereka pilih.

9. Siswa menuliskan hasil investigasinya dan membuat laporan mengenai

investigasinya.

10. Perwakilan dari setiap kelompok maju ke depan kelas secara bergantian

untuk mempresentasikan hasil investigasinya bersama teman satu kelompok.

11. Guru meluruskan kesalahpahaman yang terjadi pada siswa (jika terjadi).

12. Guru bersama siswa menyimpulkan pembelajaran.

13. Guru mengadakan evaluasi untuk mengetahui apakah tujuan

pembelajarannya tercapai atau tidak.

Langkah-langkah penerapan pembelajaran menggunakan Group Investigation

yang dalam pokok bahasan Gaya Magnet sesuai standar proses dikelompokkan

menjadi 3, yaitu eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2176/3/T1_292008065_BAB II.pdfmendorong siswa untuk aktif dalam berdiskusi, ...

11

1) Pertemuan I

a. Eksplorasi

1. Guru menyampaikan topik yang akan dipelajarai.

2. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok heterogen (baik dari

jenis kelamin, etnik maupun kemampuan akademik).

3. Setiap kelompok berhak memilih sub topik yang ingin dipelajari.

4. Guru memberikan bahan-bahan / alat-alat yang diperlukan untuk

percobaan beserta lembar kerja sesuai dengan topik yang ingin

dipelaajari.

b. Elaborasi

1. Kelompok menyusun rencana investigasi yang berisi waktu, tempat,

strategi investigasi, alat investigasi dan sebagainya.

2. Dengan bimbingan guru, siswa melakukan investigasi (penelitian)

berdasarkan topik yang telah mereka pilih.

3. Siswa menuliskan hasil investigasinya dan membuat laporan mengenai

investigasinya.

4. Perwakilan dari setiap kelompok maju ke depan kelas secara bergantian

untuk mempresentasikan hasil investigasinya bersama teman satu

kelompok.

c. Konfirmasi

1. Guru meluruskan kesalahpahaman yang terjadi pada siswa (jika terjadi).

2) Pertemuan II

a. Eksplorasi

1. Guru menyampaikan topik yang akan dipelajarai.

2. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok heterogen (baik dari

jenis kelamin, etnik maupun kemampuan akademik).

3. Setiap kelompok berhak memilih sub topik yang ingin dipelajari.

4. Guru memberikan bahan-bahan / alat-alat yang diperlukan untuk

percobaan beserta lembar kerja sesuai dengan topik yang ingin

dipelaajari.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2176/3/T1_292008065_BAB II.pdfmendorong siswa untuk aktif dalam berdiskusi, ...

12

b. Elaborasi

1. Kelompok menyusun rencana investigasi yang berisi waktu, tempat,

strategi investigasi, alat investigasi dan sebagainya.

2. Dengan bimbingan guru, siswa melakukan investigasi (penelitian)

berdasarkan topik yang telah mereka pilih.

3. Siswa menuliskan hasil investigasinya dan membuat laporan mengenai

investigasinya.

4. Perwakilan dari setiap kelompok maju ke depan kelas secara bergantian

untuk mempresentasikan hasil investigasinya bersama teman satu

kelompok.

c. Konfirmasi

1. Guru meluruskan kesalahpahaman yang terjadi pada siswa (jika terjadi).

3) Pertemuan III

Guru mengadakan evaluasi untuk mengetahui apakah tujuan

pembelajarannya tercapai atau tidak.

2.1.4 Kelebihan dan kekurangan metode Group Investigation

Di dalam pemanfaatannya atau penggunaannya, metode Group Investigation

juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Menurut Santoso (2011: 5) ada 5

kelebihan dan 3 kekurangan metode Group Investigation. Kelebihan dan

kekurangan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Kelebihan metode Group Investigation:

1. Pembelajaran dengan kooperatif model Group Investigation memiliki

dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa.

2. Penerapan metode pembelajaran kooperatif model Group

Investigation mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan

motivasi belajar siswa.

3. Pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling bekerjasama

dan berinteraksi antar siswa dalam kelompok tanpa memandang latar

belakang.

4. Model pembelajaran Group Investigation melatih siswa untuk

memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi dan

mengemukakan pendapatnya.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2176/3/T1_292008065_BAB II.pdfmendorong siswa untuk aktif dalam berdiskusi, ...

13

5. Memotivasi dan mendorong siswa agar aktif dalam proses belajar

mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.

b. Kekurangan metode Group Investigation:

1. Tidak semua materi dapat disampaikan dengan menggunakan metode

ini.

2. Membutuhkan waktu yang lama.

3. Siswa yang malas memiliki kesempatan untuk tetap pasif dalam

kelompoknya dan memungkinkan akan mempengaruhi kelompoknya

sehingga usaha kelompok tersebut gagal.

2.1.5 Hasil Belajar

Menurut Sudjana, N. (2008: 22) hasil belajar adalah kemampuan-

kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.

Berdasarkan pengalaman tersebut seseorang siswa yang telah melakukan kegiatan

belajar akan mampu mengalami perubahan, yaitu adanya kemampuan-

kemampuan yang tadinya tidak ada menjadi ada. Kemampuan-kemampuan inilah

yang dinamakan hasil belajar.

Menurut Indramunawar (2010: 2) hasil belajar merupakan hal yang dapat

dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Hasil belajar dari sisi

siswa merupakan hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang

lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan

mental tersebut terwujud pada jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Hasil

belajar dari sisi guru yaitu hasil belajar merupakan penilaian saat terselesikannya

bahan pelajaran.

Klasifikasi hasil belajar menurut Bloom (Suprijono, 2009: 6) secara garis

besar membagi menjadi 3 ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah

psikomotoris. Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual. Ranah

afektif, berkenaan dengan sikap. Ranah psikomotorik, berkenaan dengan hasil

belajar keterampilan dan kemampuan bertindak.

Syarat utama pengukuran sukses atau tidaknya proses belajar-mengajar

adalah hasil, tetapi dalam menterjemahkan hasil belajar ini harus memperhatikan

bagaimana prosesnya. Dalam proses belajar-mengajar inilah siswa beraktivitas.

Dengan proses yang tidak benar mungkin hasil yang diperoleh tidak akan baik

atau dengan kata lain hasil itu adalah hasil semu.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2176/3/T1_292008065_BAB II.pdfmendorong siswa untuk aktif dalam berdiskusi, ...

14

Penulis menyimpulkan hasil belajar merupakan hasil akhir dari proses

kegiatan belajar siswa dari seluruh kegiatan siswa dalam mengikuti pembelajaran

di kelas dan menerima suatu pelajaran untuk mencapai kompetensi yang berupa

aspek kognitif yang diungkapkan dengan menggunakan suatu alat penilaian yaitu

tes evaluasi dengan hasil yang dinyatakan dalam bentuk nilai, aspek afektif yang

menunjukkan sikap siswa dalam mengikuti pembelajaran, dan aspek psikomotorik

yang menunjukkan keterampilan dan kemampuan bertindak siswa dalam

mengikuti pembelajaran.

2.1.6 Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam di SD

Sutarno, N. (2006: 9.12) IPA merupakan hasil kegiatan manusia yang berupa

pengetahuan, gagasan, dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitarnya

yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah seperti

penyelidikan, penyusunan dan pengujian gagasan. Berdasarkan pendapat dari

Sutarno tersebut maka secara langsung IPA merupakan hasil kegiatan manusia

yang berkaitan dengan alam dan tersusun dengan sistematis sehingga dapat

dihubungkan antara fenomena atau kejadian satu dengan kejadian yang lainnya.

IPA perlu diajarkan di sekolah dasar. Samatowa, U. (2010: 97)

menggolongkan empat alasan mengapa IPA perlu diajarkan di sekolah dasar.

Alasan tersebut yaitu sebagai berikut:

a. IPA berfaedah bagi suatu bangsa.

b. Bila diajarkan IPA menurut cara yang tepat, maka IPA merupakan suatu

mata pelajaran yang memberikan kesempatan berpikir kritis.

c. Bila IPA diajarkan melalui percobaan-percobaan yang dilakukan sendiri

oleh anak, maka IPA tidaklah merupakan mata pelajaran yang bersifat

hafalan belaka.

d. Mata pelajaran ini mempunyai nilai-nilai pendidikan yaitu mempunyai

potensi yang dapat membentuk kepribadian anak secara keseluruhan.

IPA dikatakan berfaedah bagi suatu bangsa karena dengan adanya IPA maka

kesejateraan suatu bangsa dapat terjadi. IPA menghantarkan suatu bangsa untuk

berkembang dengan teknologi-teknologi yang tercipta. Selain itu IPA juga melatih

anak untuk berpikir lebih logis melalui pengalaman yang mereka alami setiap

harinya dengan lingkungan sekitar sehingga mereka dapat membangun

pengetahuan dengan sendirinya. Pendekatan pembelajaran IPA perlu dinterapkan

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2176/3/T1_292008065_BAB II.pdfmendorong siswa untuk aktif dalam berdiskusi, ...

15

demi mencapai tujuan dan memenuhi pendidikan IPA. Pendekatan tersebut antara

lain sebagai berikut:

a. Pendekatan lingkungan.

b. Pendekatan ketrampilan proses.

c. Pendekatan inquiry (penyelidikan).

d. Pendekatan terpandu.

Pendekatan-pendekatan dalam belajar IPA itu selain dalam penggunaannya

memanfaatkan lingkungan sekitar tetapi juga melatih kertrampilan berpikir kritis

siswa melalui serangkaian fenomena yang terjadi di alam, sehingga mereka akan

menemukan sendiri (inquiry) jawaban dari setiap fenomena yang terjadi.

Hakikat IPA menurut Effendi, A.I. (2011: 17) adalah sebagai berikut :

1. Kualitas; pada dasarnya konsep-konsep IPA selalu dapat dinyatakan dalam

bentuk angka-angka

2. Observasi dan eksperimen; merupakan salah satu cara untuk dapat

memahami konsep-konsep IPA secara tepat dan dapat diuji kebenarannya.

3. Ramalan (prediksi); merupakan salah satu asumsi penting dalam IPA bahwa

misteri alam raya ini dapat dipahami dan memiliki keteraturan. Dengan

asumsi tersebut lewat pengukuran yang teliti maka berbagai peristiwa alam

yang akan terjadi dapat dipredikasikan secara tepat.

4. Progresif dan komunikatif ; artinya IPA itu selalu berkembang kearah yang

lebih sempurna dan penemuan-penemuan yang ada merupakan kelanjutan

dari penemuan sebelumnya. Proses ; tahapan-tahapan yang dilalui dan itu

dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah dalam rangka menemukan

suatu kebenaran.

5. Kebenaran yang ditemukan senantiasa berlaku secara umum.

Mata pelajaran IPA mempunyai 5 fungsi. Fungsi tersebut dikemukakan oleh

Sudarmono (2009: 10) yaitu sebagai berikut:

1. Memberikan pengetahuan tentang berbagai jenis dan perangkai lingkungan

alam dan lingkungan buatan dalam kaitannya dengan pemanfaatan melalui

lingkungan sehari-hari.

2. Mengembangkan ketrampilan proses

3. Mengembangkan wawasan, sikap dan nilai yang berguna untuk

meningkatkan kualitas hidup sehari-hari.

4. Mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan keterkaitan yang saling

mempengaruhi antara kemajuan IPA dan teknologi dengan keadaan

lingkungan dan pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari.

5. Mengembangkan kemampuan untuk menerapkan teknologi (IPTEK), serta

ketrampilan yang berguna dalam rangka kehidupan sehari-hari maupun untuk

melanjutkan pendidikannya ketingkat yang lebih tinggi.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2176/3/T1_292008065_BAB II.pdfmendorong siswa untuk aktif dalam berdiskusi, ...

16

Ilmu pengetahuan alam (IPA) berhubungan dengan mencari tahu tentang

alam secara sistematis sehingga IPA tidak hanya belajar tentang konsep, fakta

tetapi juga penemuan yang berhubungan dengan alam tempat manusia hidup dan

memperoleh kehidupan dan manusia bertugas untuk melestarikannya. Pengajaran

IPA mempunyai 7 tujuan. Berikut ini 7 tujuan pendidikan IPA yang dikemukakan

oleh Sudarmono (2009: 10):

1. Memahami konsep-konsep IPA dan keterkaitannya dengan kehidupan

sehari-hari.

2. Memiliki ketrampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan, gagasan

tentang alam sekitar

3. Mempunyai minat untuk mengenal dan mempelajari benda-benda serta

kejadian di lingkungan sekitar

4. Bersikap ingin tahu, tekun, terbuka, kritis, mawas diri, bertanggung jawab,

bekerjasama dan mandiri

5. Mampu menerapkan berbagai konsep IPA untuk menjelaskan gejala-gejala

alam dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehar-hari

6. Mampu menggunakan teknologi sederhana untuk memecahkan masalah

yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari

7. Mengenal dan memupuk rasa cinta terhadap alam sekitar, sehingga

menyadari kebesaran dan keagungan Tuhan Yang Maha Esa.

Pembelajaran IPA dilaksanakan guna mendekatkan manusia yang dimulai

dari siswa untuk lebih dekat dengan alam sebagai lingkungan sekitarnya selain itu

juga diharapkan dapat menjaga dan melestarikan alam sebagai sumber daya

kelangsungan kehidupan. Belajar IPA dengan menggunakan metode gruop

investigation merupakan penerapan cara belajar penemuan. Terdapat 6 manfaat

penemuan yang dikemukakan oleh Winaputra (Sudarmono, 2008: 11) yaitu

sebagai berikut:

1. Belajar penemuan dapat digunakan untuk menguji apakah belajar sudah

bermakna.

2. Pengetahuan yang diperoleh siswa akan tersimpan lama dan mudah diingat.

3. Belajar penemuan sangat diperlukan dalam pemecahan masalah sebab yang

diinginkan adalah agar siswa dapat mendemonstrasikan pengetahuan yang

diterimanya.

4. Transfer dapat ditingkatkan setelah generalisasi ditemukan sendiri oleh

siswa

5. Penggunaan belajar penemuan mungkin mempunyai pengaruh dalam

menciptakan motivasi belajar

6. Belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk

berpikir secara bebas.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2176/3/T1_292008065_BAB II.pdfmendorong siswa untuk aktif dalam berdiskusi, ...

17

Jadi belajar IPA dengan menemukan maka pengetahuan siswa akan lebih

lama tersimpan dan mudah diingat, disamping itu juga dapat meningkatkan

motivasi belajar serta kemampuan berpikir secara bebas siswa. Motivasi itu

timbul karena tantangan untuk menemukan pemecahan masalah yang mereka

hadapi sehingga mereka akan lebih terbuka dalam berpikir dan bertindak.

2.1.7 Gender

Kata gender berasal dari bahasa Inggris berarti “jenis kelamin”. Gender

merupakan suatu dasar untuk menentukan pengaruh faktor budaya dan kehidupan

kolektif dalam membedakan laki-laki dan perempuan.

Showalter (2007: 2) mengartikan gender lebih dari sekedar pembedaan laki-

laki dan perempuan dilihat dari konstruksi sosial budaya, tetapi menekankan

gender sebagai konsep analisa dalam mana kita dapat menggunakannya untuk

menjelaskan sesuatu. Pandangan di sekitar teologi jender berkisar pada tiga hal

pokok: pertama, asal-usul kejadian laki-laki dan perempuan, kedua, fungsi

keberadaan laki-laki dan perempuan, ketiga, persoalan perempuan dan dosa

warisan. Ketiga hal ini memang dibahas secara panjang lebar dalam Kitab Suci

beberapa agama.

Dari beberapa pengertian gender yang telah diuraikan di atas, penulis

menyimpulkan bahwa gender adalah perilaku atau pembagian peran antara laki-

laki dan perempuan yang sudah dibentuk di masyarakat tertentu dan pada waktu

tertentu pula.

2.2 Kajian Penelitian Yang Relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Fitriyah pada 2011 pada kelas XI di SMAN

1 Baleendah dengan judul “Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Prestasi

Belajar Fisika Statik melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif

Tipe Group Investigasi terhadap Siswa Kwelas XI IPA 2 SMAN 1

Baleedah Tahun Ajaran 2009/2010”. Dalam penelitian ini menggunakan

metode penelitian tindakan kelas ini menyatakan bahwa aktivitas siswa

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2176/3/T1_292008065_BAB II.pdfmendorong siswa untuk aktif dalam berdiskusi, ...

18

meningkat secara signifikan dari siklus I (56,46 %), pada siklus II menjadi

(67,08%), dan pada siklus ke III menjadi (76,87%). Prestasi belajar siswa

meningkat dari siklus I (52,11) pada siklus ke II (60) dan ke siklus III

(66,38).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan motode Group

Investigation pada mata pelajaran Fisika kelas XI IPA 2 SMAN 1 Baleedah

terbukti dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa. Dalam

setiap siklus mengalami peningkatan aktivitas maupun prestasi belajar

siswa yaitu aktivitas siswa meningkat secara signifikan dari siklus I (56,46

%), pada siklus II (67,08%) dan siklus III (76,87%). Sedangkan prestasi

belajar siswa meningkat dari siklus I (52,11) menjadi (60) siklus II dan

menjadi (66,38) pada silkus III.

2. Hasil penelitian Ratih Endarini Sudarmono pada 2009 pada kelas V SD

dengan judul “Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas V

Melalui Penerapan Metode Group Investigation pada Pembelajaran IPA di

SD Sidorejo Lor 02 Salatiga Semester I Tahun Ajaran 2009/2010”. Dalam

penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas ini

menyatakan bahwa aktivitas siswa meningkat secara signifikan dari

penelitian awal hanya (51%), pada siklus I meningkat menjadi (77%) dan

pada siklus II meningkat menjadi (89%). Sedangkan hasil belajarnya pada

awal penelitian memiliki nilai rata-rata mencapai 66; pada siklus I

mengalami peningkatan menjadi 78; dan pada siklus II menjadi 88.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan motode Group

Investigation pada mata pelajaran IPA kelas V di SD Sidorejo Lor 02

terbukti dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Dalam setiap

siklus mengalami peningkatan aktivitas maupun hasil belajar siswa yaitu

aktivitas siswa meningkat dari awal penelitian yang hanya mencapai (51%),

pada siklus I meningkat menjadi (77%) dan pada siklus II meningkat

menjadi (89%). Sedangkan hasil belajar siswa meningkat dari awal

penelitian yang hanya memiliki nilai rata-rata mencapai 66, pada siklus I

mengalami peningkatan menjadi 78 dan pada siklus II menjadi 88.

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2176/3/T1_292008065_BAB II.pdfmendorong siswa untuk aktif dalam berdiskusi, ...

19

Dari penelitian relevan yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu, penulis

dapat penyimpulkan bahwa pembelajaran menggunakan metode Group

Investigation dapat meningkatkan hasil pembelajaran.

2.3 Kerangka Pikir

Kondisi awal kelas kontrol dan kelas eksperimen berada dalam kondisi yang

seimbang hasil belajarnya dengan memberikan pre-test yang selanjutnya

dilakukan uji homogenitas. Kelas eksperimen diberikan perlakuan dengan

melakukan pembelajaran menerapkan metode pembelajaran kooperatif tipe Group

Investigation kemudian diberikan post-test. Kelas kontrol diberikan perlakuan

dengan melakukan pembelajaran metode konvensional selanjutnya diberikan post-

test. Dari hasil post-test dapat dibandingkan perbedaan hasil belajar antara kelas

kontrol dan kelas eksperimen sehingga dapat dilihat bagaimana prestasi belajar

siswa.

Tabel 2.1.

Data Hasil Belajar Berdasarkan Pembelajaran dan Gender

Siswa Kelas V SD N Sinduagung Tahun 2011/2012

Pembelajaran

Konvensional

(K)

Group Investigation

(GI)

Gender Laki-laki (l) Kl GIl

Perempuan (p) Kp GIp

Tabel 2.1 menunjukkan model kerangka 2 x 2 faktorial desain. Model

kerangka tersebut merupakan interaksi pembelajaran Group Investigation siswa

terhadap hasil belajar berdasarkan gender. Terdapat dua interaksi dalam model

diatas, yaitu pembelajaran dan gender. Pembelajaran dibagi menjadi dua, yaitu

pembelajaran konvensional (K) dan pembelajaran Group Investigation (GI).

Gender siswa dibedakan menjadi kelompok siswa laki-laki (l) dan kelompok

siswa perempuan (p). Interaksi antar keduanya akan berpengaruh terhadap hasil

belahar siswa baik laki-laki atau perempuan yaitu Kl, Kp, GIl dan GIp.

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2176/3/T1_292008065_BAB II.pdfmendorong siswa untuk aktif dalam berdiskusi, ...

20

Hasil belajar siswa diperoleh ketika pembelajaran IPA materi Gaya Magnet

di kelas V. Model kerangka diatas ingin mengetahui perbedaan hasil belajar antara

kelompok kontrol yang menggunakan metode pembelajaran konvensional dan

kelompok eksperimen yang pembelajarannya menggunakan metode pembelajaran

kooperatif tipe Group Investigation; mengetahui perbedaan hasil belajar siswa

laki-laki dan perempuan; mengetahui perbedaan hasil belajar Group Investigation

berdasarkan gender.

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka berpikir yang telah diuraikan, hipotesis penelitian ini

adalah:

1. Terdapat perbedaan hasil belajar kelompok siswa yang menggunakan

pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dengan kelompok siswa

yang menggunakan pembelajaran konvensional, yaitu kelompok siswa yang

menggunakan metode kooperatif tipe Group Investigation hasil belajarnya

lebih tinggi . Hipotesis statistiknya sebagai berikut:

H0 : µe = µk

H1 : µe > µk

2. Terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa laki-laki dan kelompok siswa

perempuan di kelas eksperimen dan kelas kontrol, yaitu hasil belajar siswa

perempuan lebih tinggi. Hipotesis statistiknya sebagai berikut:

H0 : µℓ = µp

H1 : µℓ < µp

3. Terdapat perbedaan prestasi belajar dengan Group Investigation berdasarkan

gender. Hipotesis statistiknya sebagai berikut:

H0 : µel = µkl = µep = µkp

H1 : µel ≠ µkl ≠ µep ≠ µkp