BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran...
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pembelajaran Kooperatif
Menurut Suprijono (2009: 55) model pembelajaran kooperatif
dikembangkan berdasarkan teori belajar kontruktivis. Teori Vygotsky (Suprijono,
2009: 55) mengenai pembelajaran kooperatif menekankan pada hakikat
sosiokultural dari pembelajaran yakni bahwa fase mental yang lebih tinggi pada
umumnya muncul pada percakapan atau kerjasama antara individu sebelum fungsi
mental yang lebih tinggi terserap dalam individu tersebut.
Karp dan Yoels (Isjoni, 2007: 14) mengatakan bahwa “strategi yang paling
sering dilakukan untuk mengaktifkan siswa adalah dengan diskusi kelas”. Namun
dalam kenyataannya, strategi ini tidak efektif karena meskipun guru sudah
mendorong siswa untuk aktif dalam berdiskusi, kebanyakan siswa hanya diam
menjadi penonton sementara karena kelas dikuasai oleh beberapa siswa saja.
Koes (Isjoni, 2007: 20) menyebutkan bahwa “belajar kooperatif didasarkan
pada hubungan antara motivasi, hubungan interpersonal, strategi pencapaian
khusus dan suatu ketenangan dalam individu memotivasi gerakan kearah
pencapaian hasil yang diinginkan”.
Lie (2002: 56) berpendapat bahwa model pembelajaran kooperatif
didasarkan atas filsafat Homo homini socius, filsafat ini menekankan bahwa
manusia adalah makhluk sosial. Model pembelajaran kooperatif merupakan model
pembelajaran yang membantu siswa mempelajari isi akademik dan hubungan
sosial. Lie (2002: 57) mengungkapkan bahwa ciri khusus pembelajaran kooperatif
mencakup lima unsur yang harus diterapkan, yaitu: saling ketergantungan positif,
tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota dan evaluasi
proses kelompok. Pada hakikatnya kooperatif sama dengan kerja kelompok, oleh
banyak guru yang mengatakan tidak ada sesuatu yang aneh dalam kooperatif,
karena mereka beranggapan telah biasa melakukan pembelajaran kooperatif dalam
5
6
belajar bentuk kelompok, walaupun sebenarnya tidak semua belajar kelompok
dikatakan kooperatif.
Berdasarkan uraian mengenai pembelajaran kooperatif di atas penulis
menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran
yang membantu siswa mempelajari isi akademik dan hubungan sosial dengan
cara bekerja secara kelompok untuk memecahkan suatu permasalahan tertentu
untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan
pembelajaran. Menurut beberapa definisi mengenai pembelajaran kooperatif
diatas, dapat dijelaskan bahwa pembelajaran kooperatif berjalan berdasarkan
elemen-elemen yang saling terkait didalamnya, yaitu saling ketergantungan
positif antar personal yang dapat mencapai tujuan pembelajaran serta dapat
menumbuhkan motivasi dalam belajar, sehingga dapat menjalin kerjasama antar
individu.
2.1.2 Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation
Peran guru sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar. Menurut Satori.
D., dkk (2008: 3.39), fungsi dan peran guru adalah sebagai motivator dan
inovator dalam pembangunan pendidikan, perintis dan pelopor pendidikan,
penelitian dan pengkajian ilmu pengetahuan, dan pengabdian. Sebagai motivator
guru harus mampu untuk meningkatkan motivasi siswa dalam kegiatan
pembelajaran agar hasil belajar juga mengalami peningkatan. Salah satu cara
untuk membangkitkan aktivitas pembelajaran adalah dengan mengganti metode
atau cara pembelajaran yang selama ini hanya dilakukan dengan metode ceramah
dan kurang diminati siswa.
Sudarmono (2009: 21) berpendapat bahwa dalam metode Group
Investigation terdapat tiga konsep utama, yaitu: penelitian atau enquiri,
pengetahuan atau knowledge, dan dinamika kelompok atau the dynamic of the
learning group. Penelitian disini adalah proses dinamika siswa memberikan
respon terhadap masalah dan memecahkan masalah tersebut. Pengetahuan adalah
pengalaman belajar yang diperoleh siswa baik secara langsung maupun tidak
langsung. Sedangkan dinamika kelompok menunjukkan suasana yang
7
menggambarkan sekelompok saling berinteraksi yang melibatkan berbagai ide
dan pendapat serta saling bertukar pengalaman melalui proses saling
berargumentasi.
Menurut Sudarmono (2009: 39) model Group Investigation atau investigasi
kelompok telah digunakan dalam berbagai situasi dan dalam berbagai bidang studi
dan dalam berbagai tingkat usia. Pada dasarnya model ini dirancang untuk
membimbing para siswa mendefinisikan masalah, mengeksplorasi berbagai
cakrawala mengenai masalah itu, mengumpulkan data yang relevan,
mengembangkan dan mengetes hipotesis. Pada pembelajaran Group Investigation
ini, guru seyogyanya mengarahkan, membantu para siswa mengemukakan
informasi dan berperan sebagai salah satu sumber belajar yang mampu
menciptakan lingkungan sosial yang dicirikan oleh lingkungan yang demokrasi
dan proses ilmiah.
Sudarmono (2009: 21) mengemukakan sifat demokrasi dalam kooperatif
tipe Group Investigation ditandai oleh keputusan-keputusan yang dikembangkan
atau setidaknya diperkuat oleh pengalaman kelompok dalam konteks masalah
yang menjdai titik sental kegiatan belajar. Guru dan siswa memiliki status yang
sama dihadapan masalah yang dipecahkan dengan peran yang berbeda.
Pembelajaran IPA dengan menggunakan metode Group Investigation
merupakan salah satu inovasi pembelajaran yang inovatif, dimana pembelajaran
menggunakan Group Investigation menekankan pada keaktifan siswa melalui
penyelidikan untuk pembuktian sesuatu. Slavin, E.R. (Sudarmono, 2009: 20)
mengemukakan enam langkah pembelajaran menggunakan Model Group
Investigation yaitu:
1. Grouping (menetapkan jumlah anggota kelompok, menentukan sumber,
memilih topik, merumuskan permasalahan).
2. Planning (menetapkan apa yang akan dipelajari, bagaimana mempelajari,
siapa melakukan apa, apa tujuannya).
3. Investigation (saling tukar informasi dan ide, berdiskusi, klarifikasi,
mengumpulkan informasi, menganalisis data, membuat inferensi).
4. Organizing (anggota kelompok menulis laporan, merencanakan presentasi
laporan, penentuan penyaji,moderator, dan notulis).
5. Presenting (salah satu kelompok menyajikan, kelompok lain mengamati,
mengevaluasi, mengklarifikasi, mengajukan pertanyaan atau tanggapan).
8
6. Evaluating (masing-masing siswa melakukan koreksi terhadap laporan
masing-masing) berdasarkan hasil diskusi kelas, siswa dan guru
berkolaborasi mengevaluasi pembelajaran yang dilakukan, melakukan
penilaian hasil belajar yang difokuskan pada pencapaian pemahaman.
Menurut Sudarmono (2009: 23) dalam skripinya yang berjudul
“Peningkatan Aktivitas dan hasil Belajar Siswa Kelas V Melalui Penerapan
Metode Group Investigation pada Pembelajaran IPA di SD Sidorejo Lor 02
Salatiga Semester I Tahun Ajaran 2009/2010” model pembelajaran Group
Investigation merupakan model yang sulit diterapkan dalam pembelajaran
kooperatif. Model pembelajaran ini mempunyai 5 ciri. Ciri-ciri tersebut yakni
sebagai berikut:
1. Pembelajaran kooperatif dengan metode Group Investigation berpusat pada
siswa, guru hanya bertindak sebagai fasilitator atau konsultan sehingga
siswa berperan aktif.
2. Pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling bekerjasama dan
berinteraksi antar siswa dalam kelompok tanpa memandang latar belakang,
setiap siswa dalam kelompok memadukan berbagai ide dan pendapat,
saling berdiskusi dan beragumentasi dalam memahami suatu pokok
bahasan serta memecahkan suatu permasalahan yang dihadapi kelompok.
3. Pembelajaran kooperatif dengan metode Group Investigation siswa dilatih
untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi, semua
kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik
yang telah dipelajari, semua siswa dalam kelas saling terlihat dan mencapai
suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut.
4. Adanya motivasi yang mendorong siswa agar aktif dalam proses belajar
mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.
5. Pembelajaran kooperatif dengan metode Group Investigation suasana
belajar terasa lebih efektif, kerjasama kelompok dalam pembelajaran ini
dapat membangkitkan semangat siswa untuk memiliki keberanian dalam
mengemukakan pendapat dan berbagi informasi dengan teman lainnya
dalam membahas materi pembelajaran.
Slavin, E.R. (2010: 37), mengemukakan 3 hal penting untuk melakukan
metode Group Investigation yaitu sebagai berikut:
1. Membutuhkan kemampuan kelompok
Di dalam mengerjakan setiap tugas, setiap anggota kelompok harus
mendapat kesempatan memberikan kontribusi. Dalam penyelidikan, siswa
dapat mencari informasi dari berbagai informasi dari dalam maupun di luar
kelas.kemudian siswa mengumpulkan informasi yang diberikan dari setiap
anggota untuk mengerjakan lembar kerja.
9
2. Rencana kooperatif
Siswa bersama-sama menyelidiki masalah mereka, sumber mana yang
mereka butuhkan, siapa yang melakukan apa, dan bagaimana mereka akan
mempresentasikan proyek mereka di dalam kelas.
3. Peran guru
Guru menyediakan sumber dan fasilitator. Guru memutar diantara
kelompok-kelompok memperhatikan siswa mengatur pekerjaan dan
membantu siswa mengatur pekerjaannya dan membantu jika siswa
menemukan kesulitan dalam interaksi kelompok.
Langkah-langkah pembelajaran menggunakan metode Group Investigation
yaitu guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5 sampai
6 siswa dengan karakteristik yang heterogen. Pembagian kelompok dapat juga
didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik
tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik sendiri topik yang akan dipelajari dan
kelompok merumuskan penyelidikan dan menyepakati pembagian kerja untuk
menangani konsep-konsep penyelidikan yang telah dirumuskan. Dalam diskusi ini
diutamakan keterlibatan pertukaran pemikiran para siswa.
Menurut beberapa pakar mengenai pembelajaran Group Investigation di
atas, penulis menyimpulkan bahwa model pembelajaran Group Investigation ini
melatih siswa untuk membangun pengetahuan siswa secara aktif dan tekanan
terletak pada proses pembelajaran yang berlangsung, bukan pada hasil yang akan
dicapai selain menekankan pada partisipasi siswa dan guru. Hal tercermin dalam
enam langkah pembelajaran, yaitu: grouping, planning atau merencanakan,
investigation, organizing, presenting atau penyajian hasil akhir dan evaluating
atau evaluasi.
2.1.3 Implementasi Pembelajaran Group Investigation
Mulyatiningsih, E. (2011: 218) mengemukakan langkah-langkah dalam
pembelajaran menggunakan Group Investigation yaitu sebagai berikut:
1. Guru membagi peserta didik menjadi beberapa kelompok yang terdiri
dari 5 sampai 6 peserta didik dengan karakteristik yang heterogen.
Pembagian kelompok berdasarkan atas kesenangan berteman atau
kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu.
2. Kelompok memilih topik yang ingin dipelajari.
10
3. Kelompok menyusun rencana investigasi yang berisi waktu, tempat,
strategi investigasi, alat investigasi dan sebagainya.
4. Kelompok melakukan investigasi mendalam terhadap berbagai sub
topik yang telah dipilih.
5. Kelompok menulis laporan investigasi.
6. Kelompok menyiapkan dan menyajikan laporan investigasi di depan
kelas.
Berdasarkan langkah-langkah penerapan pembelajaran menggunakan Group
Investigation yang dikemukakan oleh Mulyaningsih, penulis menuliskan langkah-
langkah pembelajaran menggunakan metode Group Investigation dalam pokok
bahasan Gaya Magnet yaitu sebagai berikut:
1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
2. Guru menyampaikan topik yang akan dipelajarai.
3. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok heterogen (baik dari jenis
kelamin, etnik maupun kemampuan akademik).
4. Setiap kelompok berhak memilih sub topik yang ingin dipelajari.
5. Guru memberikan bahan-bahan / alat-alat yang diperlukan untuk percobaan
beserta lembar kerja sesuai dengan topik yang ingin dipelaajari.
7. Kelompok menyusun rencana investigasi yang berisi waktu, tempat, strategi
investigasi, alat investigasi dan sebagainya.
8. Dengan bimbingan guru, siswa melakukan investigasi (penelitian)
berdasarkan topik yang telah mereka pilih.
9. Siswa menuliskan hasil investigasinya dan membuat laporan mengenai
investigasinya.
10. Perwakilan dari setiap kelompok maju ke depan kelas secara bergantian
untuk mempresentasikan hasil investigasinya bersama teman satu kelompok.
11. Guru meluruskan kesalahpahaman yang terjadi pada siswa (jika terjadi).
12. Guru bersama siswa menyimpulkan pembelajaran.
13. Guru mengadakan evaluasi untuk mengetahui apakah tujuan
pembelajarannya tercapai atau tidak.
Langkah-langkah penerapan pembelajaran menggunakan Group Investigation
yang dalam pokok bahasan Gaya Magnet sesuai standar proses dikelompokkan
menjadi 3, yaitu eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi.
11
1) Pertemuan I
a. Eksplorasi
1. Guru menyampaikan topik yang akan dipelajarai.
2. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok heterogen (baik dari
jenis kelamin, etnik maupun kemampuan akademik).
3. Setiap kelompok berhak memilih sub topik yang ingin dipelajari.
4. Guru memberikan bahan-bahan / alat-alat yang diperlukan untuk
percobaan beserta lembar kerja sesuai dengan topik yang ingin
dipelaajari.
b. Elaborasi
1. Kelompok menyusun rencana investigasi yang berisi waktu, tempat,
strategi investigasi, alat investigasi dan sebagainya.
2. Dengan bimbingan guru, siswa melakukan investigasi (penelitian)
berdasarkan topik yang telah mereka pilih.
3. Siswa menuliskan hasil investigasinya dan membuat laporan mengenai
investigasinya.
4. Perwakilan dari setiap kelompok maju ke depan kelas secara bergantian
untuk mempresentasikan hasil investigasinya bersama teman satu
kelompok.
c. Konfirmasi
1. Guru meluruskan kesalahpahaman yang terjadi pada siswa (jika terjadi).
2) Pertemuan II
a. Eksplorasi
1. Guru menyampaikan topik yang akan dipelajarai.
2. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok heterogen (baik dari
jenis kelamin, etnik maupun kemampuan akademik).
3. Setiap kelompok berhak memilih sub topik yang ingin dipelajari.
4. Guru memberikan bahan-bahan / alat-alat yang diperlukan untuk
percobaan beserta lembar kerja sesuai dengan topik yang ingin
dipelaajari.
12
b. Elaborasi
1. Kelompok menyusun rencana investigasi yang berisi waktu, tempat,
strategi investigasi, alat investigasi dan sebagainya.
2. Dengan bimbingan guru, siswa melakukan investigasi (penelitian)
berdasarkan topik yang telah mereka pilih.
3. Siswa menuliskan hasil investigasinya dan membuat laporan mengenai
investigasinya.
4. Perwakilan dari setiap kelompok maju ke depan kelas secara bergantian
untuk mempresentasikan hasil investigasinya bersama teman satu
kelompok.
c. Konfirmasi
1. Guru meluruskan kesalahpahaman yang terjadi pada siswa (jika terjadi).
3) Pertemuan III
Guru mengadakan evaluasi untuk mengetahui apakah tujuan
pembelajarannya tercapai atau tidak.
2.1.4 Kelebihan dan kekurangan metode Group Investigation
Di dalam pemanfaatannya atau penggunaannya, metode Group Investigation
juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Menurut Santoso (2011: 5) ada 5
kelebihan dan 3 kekurangan metode Group Investigation. Kelebihan dan
kekurangan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Kelebihan metode Group Investigation:
1. Pembelajaran dengan kooperatif model Group Investigation memiliki
dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa.
2. Penerapan metode pembelajaran kooperatif model Group
Investigation mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan
motivasi belajar siswa.
3. Pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling bekerjasama
dan berinteraksi antar siswa dalam kelompok tanpa memandang latar
belakang.
4. Model pembelajaran Group Investigation melatih siswa untuk
memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi dan
mengemukakan pendapatnya.
13
5. Memotivasi dan mendorong siswa agar aktif dalam proses belajar
mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.
b. Kekurangan metode Group Investigation:
1. Tidak semua materi dapat disampaikan dengan menggunakan metode
ini.
2. Membutuhkan waktu yang lama.
3. Siswa yang malas memiliki kesempatan untuk tetap pasif dalam
kelompoknya dan memungkinkan akan mempengaruhi kelompoknya
sehingga usaha kelompok tersebut gagal.
2.1.5 Hasil Belajar
Menurut Sudjana, N. (2008: 22) hasil belajar adalah kemampuan-
kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.
Berdasarkan pengalaman tersebut seseorang siswa yang telah melakukan kegiatan
belajar akan mampu mengalami perubahan, yaitu adanya kemampuan-
kemampuan yang tadinya tidak ada menjadi ada. Kemampuan-kemampuan inilah
yang dinamakan hasil belajar.
Menurut Indramunawar (2010: 2) hasil belajar merupakan hal yang dapat
dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Hasil belajar dari sisi
siswa merupakan hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang
lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan
mental tersebut terwujud pada jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Hasil
belajar dari sisi guru yaitu hasil belajar merupakan penilaian saat terselesikannya
bahan pelajaran.
Klasifikasi hasil belajar menurut Bloom (Suprijono, 2009: 6) secara garis
besar membagi menjadi 3 ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah
psikomotoris. Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual. Ranah
afektif, berkenaan dengan sikap. Ranah psikomotorik, berkenaan dengan hasil
belajar keterampilan dan kemampuan bertindak.
Syarat utama pengukuran sukses atau tidaknya proses belajar-mengajar
adalah hasil, tetapi dalam menterjemahkan hasil belajar ini harus memperhatikan
bagaimana prosesnya. Dalam proses belajar-mengajar inilah siswa beraktivitas.
Dengan proses yang tidak benar mungkin hasil yang diperoleh tidak akan baik
atau dengan kata lain hasil itu adalah hasil semu.
14
Penulis menyimpulkan hasil belajar merupakan hasil akhir dari proses
kegiatan belajar siswa dari seluruh kegiatan siswa dalam mengikuti pembelajaran
di kelas dan menerima suatu pelajaran untuk mencapai kompetensi yang berupa
aspek kognitif yang diungkapkan dengan menggunakan suatu alat penilaian yaitu
tes evaluasi dengan hasil yang dinyatakan dalam bentuk nilai, aspek afektif yang
menunjukkan sikap siswa dalam mengikuti pembelajaran, dan aspek psikomotorik
yang menunjukkan keterampilan dan kemampuan bertindak siswa dalam
mengikuti pembelajaran.
2.1.6 Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam di SD
Sutarno, N. (2006: 9.12) IPA merupakan hasil kegiatan manusia yang berupa
pengetahuan, gagasan, dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitarnya
yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah seperti
penyelidikan, penyusunan dan pengujian gagasan. Berdasarkan pendapat dari
Sutarno tersebut maka secara langsung IPA merupakan hasil kegiatan manusia
yang berkaitan dengan alam dan tersusun dengan sistematis sehingga dapat
dihubungkan antara fenomena atau kejadian satu dengan kejadian yang lainnya.
IPA perlu diajarkan di sekolah dasar. Samatowa, U. (2010: 97)
menggolongkan empat alasan mengapa IPA perlu diajarkan di sekolah dasar.
Alasan tersebut yaitu sebagai berikut:
a. IPA berfaedah bagi suatu bangsa.
b. Bila diajarkan IPA menurut cara yang tepat, maka IPA merupakan suatu
mata pelajaran yang memberikan kesempatan berpikir kritis.
c. Bila IPA diajarkan melalui percobaan-percobaan yang dilakukan sendiri
oleh anak, maka IPA tidaklah merupakan mata pelajaran yang bersifat
hafalan belaka.
d. Mata pelajaran ini mempunyai nilai-nilai pendidikan yaitu mempunyai
potensi yang dapat membentuk kepribadian anak secara keseluruhan.
IPA dikatakan berfaedah bagi suatu bangsa karena dengan adanya IPA maka
kesejateraan suatu bangsa dapat terjadi. IPA menghantarkan suatu bangsa untuk
berkembang dengan teknologi-teknologi yang tercipta. Selain itu IPA juga melatih
anak untuk berpikir lebih logis melalui pengalaman yang mereka alami setiap
harinya dengan lingkungan sekitar sehingga mereka dapat membangun
pengetahuan dengan sendirinya. Pendekatan pembelajaran IPA perlu dinterapkan
15
demi mencapai tujuan dan memenuhi pendidikan IPA. Pendekatan tersebut antara
lain sebagai berikut:
a. Pendekatan lingkungan.
b. Pendekatan ketrampilan proses.
c. Pendekatan inquiry (penyelidikan).
d. Pendekatan terpandu.
Pendekatan-pendekatan dalam belajar IPA itu selain dalam penggunaannya
memanfaatkan lingkungan sekitar tetapi juga melatih kertrampilan berpikir kritis
siswa melalui serangkaian fenomena yang terjadi di alam, sehingga mereka akan
menemukan sendiri (inquiry) jawaban dari setiap fenomena yang terjadi.
Hakikat IPA menurut Effendi, A.I. (2011: 17) adalah sebagai berikut :
1. Kualitas; pada dasarnya konsep-konsep IPA selalu dapat dinyatakan dalam
bentuk angka-angka
2. Observasi dan eksperimen; merupakan salah satu cara untuk dapat
memahami konsep-konsep IPA secara tepat dan dapat diuji kebenarannya.
3. Ramalan (prediksi); merupakan salah satu asumsi penting dalam IPA bahwa
misteri alam raya ini dapat dipahami dan memiliki keteraturan. Dengan
asumsi tersebut lewat pengukuran yang teliti maka berbagai peristiwa alam
yang akan terjadi dapat dipredikasikan secara tepat.
4. Progresif dan komunikatif ; artinya IPA itu selalu berkembang kearah yang
lebih sempurna dan penemuan-penemuan yang ada merupakan kelanjutan
dari penemuan sebelumnya. Proses ; tahapan-tahapan yang dilalui dan itu
dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah dalam rangka menemukan
suatu kebenaran.
5. Kebenaran yang ditemukan senantiasa berlaku secara umum.
Mata pelajaran IPA mempunyai 5 fungsi. Fungsi tersebut dikemukakan oleh
Sudarmono (2009: 10) yaitu sebagai berikut:
1. Memberikan pengetahuan tentang berbagai jenis dan perangkai lingkungan
alam dan lingkungan buatan dalam kaitannya dengan pemanfaatan melalui
lingkungan sehari-hari.
2. Mengembangkan ketrampilan proses
3. Mengembangkan wawasan, sikap dan nilai yang berguna untuk
meningkatkan kualitas hidup sehari-hari.
4. Mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan keterkaitan yang saling
mempengaruhi antara kemajuan IPA dan teknologi dengan keadaan
lingkungan dan pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari.
5. Mengembangkan kemampuan untuk menerapkan teknologi (IPTEK), serta
ketrampilan yang berguna dalam rangka kehidupan sehari-hari maupun untuk
melanjutkan pendidikannya ketingkat yang lebih tinggi.
16
Ilmu pengetahuan alam (IPA) berhubungan dengan mencari tahu tentang
alam secara sistematis sehingga IPA tidak hanya belajar tentang konsep, fakta
tetapi juga penemuan yang berhubungan dengan alam tempat manusia hidup dan
memperoleh kehidupan dan manusia bertugas untuk melestarikannya. Pengajaran
IPA mempunyai 7 tujuan. Berikut ini 7 tujuan pendidikan IPA yang dikemukakan
oleh Sudarmono (2009: 10):
1. Memahami konsep-konsep IPA dan keterkaitannya dengan kehidupan
sehari-hari.
2. Memiliki ketrampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan, gagasan
tentang alam sekitar
3. Mempunyai minat untuk mengenal dan mempelajari benda-benda serta
kejadian di lingkungan sekitar
4. Bersikap ingin tahu, tekun, terbuka, kritis, mawas diri, bertanggung jawab,
bekerjasama dan mandiri
5. Mampu menerapkan berbagai konsep IPA untuk menjelaskan gejala-gejala
alam dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehar-hari
6. Mampu menggunakan teknologi sederhana untuk memecahkan masalah
yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari
7. Mengenal dan memupuk rasa cinta terhadap alam sekitar, sehingga
menyadari kebesaran dan keagungan Tuhan Yang Maha Esa.
Pembelajaran IPA dilaksanakan guna mendekatkan manusia yang dimulai
dari siswa untuk lebih dekat dengan alam sebagai lingkungan sekitarnya selain itu
juga diharapkan dapat menjaga dan melestarikan alam sebagai sumber daya
kelangsungan kehidupan. Belajar IPA dengan menggunakan metode gruop
investigation merupakan penerapan cara belajar penemuan. Terdapat 6 manfaat
penemuan yang dikemukakan oleh Winaputra (Sudarmono, 2008: 11) yaitu
sebagai berikut:
1. Belajar penemuan dapat digunakan untuk menguji apakah belajar sudah
bermakna.
2. Pengetahuan yang diperoleh siswa akan tersimpan lama dan mudah diingat.
3. Belajar penemuan sangat diperlukan dalam pemecahan masalah sebab yang
diinginkan adalah agar siswa dapat mendemonstrasikan pengetahuan yang
diterimanya.
4. Transfer dapat ditingkatkan setelah generalisasi ditemukan sendiri oleh
siswa
5. Penggunaan belajar penemuan mungkin mempunyai pengaruh dalam
menciptakan motivasi belajar
6. Belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk
berpikir secara bebas.
17
Jadi belajar IPA dengan menemukan maka pengetahuan siswa akan lebih
lama tersimpan dan mudah diingat, disamping itu juga dapat meningkatkan
motivasi belajar serta kemampuan berpikir secara bebas siswa. Motivasi itu
timbul karena tantangan untuk menemukan pemecahan masalah yang mereka
hadapi sehingga mereka akan lebih terbuka dalam berpikir dan bertindak.
2.1.7 Gender
Kata gender berasal dari bahasa Inggris berarti “jenis kelamin”. Gender
merupakan suatu dasar untuk menentukan pengaruh faktor budaya dan kehidupan
kolektif dalam membedakan laki-laki dan perempuan.
Showalter (2007: 2) mengartikan gender lebih dari sekedar pembedaan laki-
laki dan perempuan dilihat dari konstruksi sosial budaya, tetapi menekankan
gender sebagai konsep analisa dalam mana kita dapat menggunakannya untuk
menjelaskan sesuatu. Pandangan di sekitar teologi jender berkisar pada tiga hal
pokok: pertama, asal-usul kejadian laki-laki dan perempuan, kedua, fungsi
keberadaan laki-laki dan perempuan, ketiga, persoalan perempuan dan dosa
warisan. Ketiga hal ini memang dibahas secara panjang lebar dalam Kitab Suci
beberapa agama.
Dari beberapa pengertian gender yang telah diuraikan di atas, penulis
menyimpulkan bahwa gender adalah perilaku atau pembagian peran antara laki-
laki dan perempuan yang sudah dibentuk di masyarakat tertentu dan pada waktu
tertentu pula.
2.2 Kajian Penelitian Yang Relevan
1. Penelitian yang dilakukan oleh Fitriyah pada 2011 pada kelas XI di SMAN
1 Baleendah dengan judul “Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Prestasi
Belajar Fisika Statik melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Group Investigasi terhadap Siswa Kwelas XI IPA 2 SMAN 1
Baleedah Tahun Ajaran 2009/2010”. Dalam penelitian ini menggunakan
metode penelitian tindakan kelas ini menyatakan bahwa aktivitas siswa
18
meningkat secara signifikan dari siklus I (56,46 %), pada siklus II menjadi
(67,08%), dan pada siklus ke III menjadi (76,87%). Prestasi belajar siswa
meningkat dari siklus I (52,11) pada siklus ke II (60) dan ke siklus III
(66,38).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan motode Group
Investigation pada mata pelajaran Fisika kelas XI IPA 2 SMAN 1 Baleedah
terbukti dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa. Dalam
setiap siklus mengalami peningkatan aktivitas maupun prestasi belajar
siswa yaitu aktivitas siswa meningkat secara signifikan dari siklus I (56,46
%), pada siklus II (67,08%) dan siklus III (76,87%). Sedangkan prestasi
belajar siswa meningkat dari siklus I (52,11) menjadi (60) siklus II dan
menjadi (66,38) pada silkus III.
2. Hasil penelitian Ratih Endarini Sudarmono pada 2009 pada kelas V SD
dengan judul “Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas V
Melalui Penerapan Metode Group Investigation pada Pembelajaran IPA di
SD Sidorejo Lor 02 Salatiga Semester I Tahun Ajaran 2009/2010”. Dalam
penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas ini
menyatakan bahwa aktivitas siswa meningkat secara signifikan dari
penelitian awal hanya (51%), pada siklus I meningkat menjadi (77%) dan
pada siklus II meningkat menjadi (89%). Sedangkan hasil belajarnya pada
awal penelitian memiliki nilai rata-rata mencapai 66; pada siklus I
mengalami peningkatan menjadi 78; dan pada siklus II menjadi 88.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan motode Group
Investigation pada mata pelajaran IPA kelas V di SD Sidorejo Lor 02
terbukti dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Dalam setiap
siklus mengalami peningkatan aktivitas maupun hasil belajar siswa yaitu
aktivitas siswa meningkat dari awal penelitian yang hanya mencapai (51%),
pada siklus I meningkat menjadi (77%) dan pada siklus II meningkat
menjadi (89%). Sedangkan hasil belajar siswa meningkat dari awal
penelitian yang hanya memiliki nilai rata-rata mencapai 66, pada siklus I
mengalami peningkatan menjadi 78 dan pada siklus II menjadi 88.
19
Dari penelitian relevan yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu, penulis
dapat penyimpulkan bahwa pembelajaran menggunakan metode Group
Investigation dapat meningkatkan hasil pembelajaran.
2.3 Kerangka Pikir
Kondisi awal kelas kontrol dan kelas eksperimen berada dalam kondisi yang
seimbang hasil belajarnya dengan memberikan pre-test yang selanjutnya
dilakukan uji homogenitas. Kelas eksperimen diberikan perlakuan dengan
melakukan pembelajaran menerapkan metode pembelajaran kooperatif tipe Group
Investigation kemudian diberikan post-test. Kelas kontrol diberikan perlakuan
dengan melakukan pembelajaran metode konvensional selanjutnya diberikan post-
test. Dari hasil post-test dapat dibandingkan perbedaan hasil belajar antara kelas
kontrol dan kelas eksperimen sehingga dapat dilihat bagaimana prestasi belajar
siswa.
Tabel 2.1.
Data Hasil Belajar Berdasarkan Pembelajaran dan Gender
Siswa Kelas V SD N Sinduagung Tahun 2011/2012
Pembelajaran
Konvensional
(K)
Group Investigation
(GI)
Gender Laki-laki (l) Kl GIl
Perempuan (p) Kp GIp
Tabel 2.1 menunjukkan model kerangka 2 x 2 faktorial desain. Model
kerangka tersebut merupakan interaksi pembelajaran Group Investigation siswa
terhadap hasil belajar berdasarkan gender. Terdapat dua interaksi dalam model
diatas, yaitu pembelajaran dan gender. Pembelajaran dibagi menjadi dua, yaitu
pembelajaran konvensional (K) dan pembelajaran Group Investigation (GI).
Gender siswa dibedakan menjadi kelompok siswa laki-laki (l) dan kelompok
siswa perempuan (p). Interaksi antar keduanya akan berpengaruh terhadap hasil
belahar siswa baik laki-laki atau perempuan yaitu Kl, Kp, GIl dan GIp.
20
Hasil belajar siswa diperoleh ketika pembelajaran IPA materi Gaya Magnet
di kelas V. Model kerangka diatas ingin mengetahui perbedaan hasil belajar antara
kelompok kontrol yang menggunakan metode pembelajaran konvensional dan
kelompok eksperimen yang pembelajarannya menggunakan metode pembelajaran
kooperatif tipe Group Investigation; mengetahui perbedaan hasil belajar siswa
laki-laki dan perempuan; mengetahui perbedaan hasil belajar Group Investigation
berdasarkan gender.
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir yang telah diuraikan, hipotesis penelitian ini
adalah:
1. Terdapat perbedaan hasil belajar kelompok siswa yang menggunakan
pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dengan kelompok siswa
yang menggunakan pembelajaran konvensional, yaitu kelompok siswa yang
menggunakan metode kooperatif tipe Group Investigation hasil belajarnya
lebih tinggi . Hipotesis statistiknya sebagai berikut:
H0 : µe = µk
H1 : µe > µk
2. Terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa laki-laki dan kelompok siswa
perempuan di kelas eksperimen dan kelas kontrol, yaitu hasil belajar siswa
perempuan lebih tinggi. Hipotesis statistiknya sebagai berikut:
H0 : µℓ = µp
H1 : µℓ < µp
3. Terdapat perbedaan prestasi belajar dengan Group Investigation berdasarkan
gender. Hipotesis statistiknya sebagai berikut:
H0 : µel = µkl = µep = µkp
H1 : µel ≠ µkl ≠ µep ≠ µkp