BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model...

19
5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS (Think Pairs Share) Model pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) merupakan salah satu model pembelajaran yang mendukung pembelajaran kontekstual. Sistem pengajaran Cooperative Learning dapat didefinisikan sebagai sistem kerja/ belajar kelompok yang terstruktur. Roger dan David Johnson dalam Lie (2005:31) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan, lima unsur tersebut adalah: saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, dan evaluasi proses kelompok. Senada dengan pendapat Roger dan David Johnson, Slavin dalam Solihatin (2008:4) menyatakan bahwa cooperative learning adalah suatu model pembelajaran yang mana dalam pembelajaran tersebut siswa belajar dan bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggota dari kelompok tersebut terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompok bersifat heterogen. Rumusan lain tentang pembelajaran kooperatif dikemukakan oleh Sugiyanto (2010:37) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif (Cooperative learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah pendekatan pembelajaran yang dilakukan secara kelompok dan didalam kelompok tersebut kemampuan tiap anggota kelompok berbeda, serta keberhasilan kelompok akan tercipta jika dalam kelompok tersebut saling bekerjasama dan keterlibatan dari setiap anggota kelompok untuk aktif dalam menyelesaikan suatu permasalahan atau tugas yang diberikan oleh guru dalam pembelajaran.

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/789/3/T1_292008021_BAB II.pdf · Student Team Achievement Division), ... Model pembelajaran

5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS (Think Pairs Share)

Model pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) merupakan salah

satu model pembelajaran yang mendukung pembelajaran kontekstual. Sistem

pengajaran Cooperative Learning dapat didefinisikan sebagai sistem kerja/ belajar

kelompok yang terstruktur. Roger dan David Johnson dalam Lie (2005:31)

mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative

learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran

gotong royong harus diterapkan, lima unsur tersebut adalah: saling

ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi

antar anggota, dan evaluasi proses kelompok. Senada dengan pendapat Roger dan

David Johnson, Slavin dalam Solihatin (2008:4) menyatakan bahwa cooperative

learning adalah suatu model pembelajaran yang mana dalam pembelajaran

tersebut siswa belajar dan bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil secara

kolaboratif yang anggota dari kelompok tersebut terdiri dari 4 sampai 6 orang,

dengan struktur kelompok bersifat heterogen. Rumusan lain tentang pembelajaran

kooperatif dikemukakan oleh Sugiyanto (2010:37) menyatakan bahwa

pembelajaran kooperatif (Cooperative learning) adalah pendekatan pembelajaran

yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam

memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model

pembelajaran kooperatif adalah pendekatan pembelajaran yang dilakukan secara

kelompok dan didalam kelompok tersebut kemampuan tiap anggota kelompok

berbeda, serta keberhasilan kelompok akan tercipta jika dalam kelompok tersebut

saling bekerjasama dan keterlibatan dari setiap anggota kelompok untuk aktif

dalam menyelesaikan suatu permasalahan atau tugas yang diberikan oleh guru

dalam pembelajaran.

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/789/3/T1_292008021_BAB II.pdf · Student Team Achievement Division), ... Model pembelajaran

6

Model pembelajaran kooperatif terdapat beberapa macam tipe, diantara

STAD (Student Team Achievement Division), investigasi kelompok, Jigsaw, dan

pendekatan struktural. Salah satu jenis model pembelajaran kooperatif yang

termasuk dalam pendekatan sruktural adalah TPS (Think Pairs Share). TPS adalah

model pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Frank Lyman, dkk dari

Universitas Maryland pada tahun 1985.

Menurut Lyman dkk sesuai yang dikutip dari Arends (1997) dalam Trianto

(2011:61) menyatakan bahwa

think-pair-share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat

variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua resitasi

atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara

keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam think-pair-share dapat

memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon dan saling

membantu. Guru memperkirakan hanya melengkapi penyajian singkat atau

siswa membaca tugas atau situasi yang menjadi tanda tanya.

Strategi TPS atau berpikir berpasangan berbagi dikemukakan oleh Trianto

(2011:61) bahwa TPS adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang

dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Strategi think-pair-share ini

berkembang dari penelitian belajar kooperatif dan waktu tunggu.

Pengertian TPS juga dikemukakan oleh Lie (2005:57) menyatakan bahwa,

Think-Pairs-Share adalah pembelajaran yang memberi siswa kesempatan untuk

bekerja sendiri dan bekerjasama dengan orang lain.

Sedangkan Mulyatiningsih (2011:233) juga mengemukakan bahwa:

TPS merupakan metode pembelajaran yang dilakukan dengan cara

sharing pendapat antar siswa. Metode ini dapat digunakan sebagai umpan

balik materi yang diajarkan guru. Pada awal pembelajaran, guru

menyampaikan materi pelajaran seperti biasa. Guru kemudian menyuruh

dua orang peserta didik untuk duduk berpasangan dan saling berdiskusi

membahas materi yang disampaikan oleh guru. Pasangan peserta didik

saling mengkoreksi kesalahan masing – masing dan menjelaskan hasil

diskusinya di kelas. Guru menambah materi yang belum dikuasai peserta

didik berdasarkan penyajian hasil diskusi.

Dari beberapa pendapat yang sudah disebutkan di atas maka dapat

disimpulkan model pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah model pembelajaran

yang menggunakan metode diskusi berpasangan yang dilanjutkan dengan diskusi

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/789/3/T1_292008021_BAB II.pdf · Student Team Achievement Division), ... Model pembelajaran

7

pleno yang diadakan oleh guru. Dengan penggunaan model pembelajaran TPS

siswa dilatih bagaimana cara menyampaikan pendapat yang dimiliki siswa dan

siswa juga dilatih untuk belajar menghargai pendapat orang lain terutama

pendapat temannya dengan tetap mengacu pada materi/tujuan pembelajaran yang

sudah ditetapkan.

Model pembelajaran kooperatif tipe TPS juga memiliki kelebihan dan

kekurangan. Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe TPS menurut Hartina

(2008:12) antara lain sebagai berikut:

1. Memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengajukan pertanyaan-

pertanyaan mengenai materi yang diajarkan karena secara tidak langsung

memperoleh contoh pertanyaan yang diajukan oleh guru, serta

memperoleh kesempatan untuk memikirkan materi yang diajarkan

2. Siswa akan terlatih menerapkan konsep karena bertukar pendapat dan

pemikiran dengan temannya untuk mendapatkan kesepakatan dalam

memecahkan masalah,

3. Siswa lebih aktif dalam pembelajaran karena menyelesaikan tugasnya

dalam kelompok, dimana tiap kelompok hanya terdiri dari 2 orang,

4. Siswa memperoleh kesempatan untuk mempersentasikan hasil diskusinya

dengan seluruh siswa sehingga ide yang ada menyebar,

5. Memungkinkan guru untuk lebih banyak memantau siswa dalam proses

pembelajaran

Hal yang sama dengan pendapat Hartina, Lie (2005:46) juga

mengemukakan bahwa kelebihan dari kelompok berpasangan (kelompok yang

didalamnya terdiri dari 2 orang siswa) adalah sebagai berikut

1. Akan meningkatkan partisipasi siswa,

2. Cocok untuk tugas sederhana,

3. Lebih banyak memberi kesempatan untuk kontribusi masing-masing

anggota kelompok,

4. Interaksi lebih mudah

5. Lebih mudah dan cepat dalam membentuk kelompok

Adapun kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dikemukakan

oleh Hartina (2008:12) adalah sangat sulit diterapkan di sekolah yang rata-rata

kemampuan siswanya rendah dan waktu yang terbatas, sedangkan jumlah

kelompok yang terbentuk banyak.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/789/3/T1_292008021_BAB II.pdf · Student Team Achievement Division), ... Model pembelajaran

8

Hal yang senada juga diungkapkan oleh Lie (2005:46), kekurangan dari

kelompok berpasangan (kelompok yang terdiri dari 2 orang siswa adalah sebagai

berikut:

1. Banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor

2. Lebih sedikit ide yang muncul

3. Jika ada perselisihan, tidak ada penengah

TPS memiliki langkah-langkah yang ditetapkan untuk memberi siswa

waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama

lain. Pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair Share) memiliki tahapan –

tahapan pelaksanaan sebagai berikut (Trianto, 2011:61)

Langkah 1 : Berpikir (Thinking): Guru mengajukan suatu pertanyaan atau

masalah yang dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta siswa

menggunakan waktu beberapa menit untuk berpikir sendiri jawaban atau

masalah. Siswa membutuhkan penjelasan bahwa berbicara atau

mengerjakan bukan bagian berpikir.

Langkah 2 : Berpasangan (Pairing): selanjutnya guru meminta siswa untuk

berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi

selama waktu yang telah disediakan dapat menyatukan jawaban jika suatu

pertanyaan yang diajukan atau menyatukan gagasan apabila suatu masalah

khusus yang diindentifikasi. Secara normal guru memberi waktu tidak

lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan.

Langkah 3 : Berbagi (Sharing): Pada langkah akhir ini guru meminta

pasangan-pasangan untuk berbagi dengan keseluruhan kelas yang telah

mereka bicarakan. Hal ini efektif untuk berkeliling ruangan dari pasangan

ke pasangan dan melanjutkan sampai sekitar sebagian pasangan mendapat

kesempatan untuk melapor.

Langkah-langkah pelaksanaan TPS juga dikemukakan oleh Wardani

(2010:32) dengan tahapan pelaksanaan sebagai berikut:

1. Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai

2. Siswa diminta untuk berpikir tentang materi/permasalahan yang

disampaikan guru

3. Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2 orang)

dan mengutarakan hasil pemikiran masing – masing

4. Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil

diskusinya

5. Berawal dari kegiatan tersebut mengarahkan pembicaraan pada pokok

permasalahan dan menambah materi yang belum diungkapkan para siswa

6. Guru memberi kesimpulan

7. Penutup

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/789/3/T1_292008021_BAB II.pdf · Student Team Achievement Division), ... Model pembelajaran

9

Mulyatiningsih (2011:234) juga mengemukakan langkah-langkah

pelaksanaan TPS adalah sebagai berikut:

1. Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang akan dicapai

2. Peserta didik diminta untuk berpikir tentang materi yang disampaikan guru

3. Peserta didik diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (satu

kelompok 2 orang) dan mengutarakan persepsi masing-masing tentang apa

yang telah disampaikan oleh guru

4. Guru memimpin pleno atau diskusi kecil, tiap kelompok mengemukakan

hasil diskusinya

5. Guru melengkapi materi yang masih belum dipahami siswa dan

menegaskan kembali pokok permasalahan yang harus dipahami

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa langkah –

langkah pelaksanaan TPS adalah sebagai berikut:

Tahap berpikir (Thinking)

1. Siswa menyimak materi pembelajaran

2. Siswa menerima pertanyaan dari guru berdasarkan materi yang sudah

disimak oleh siswa

3. Siswa secara individu menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru

Tahap berpasangan (Pairing)

1. Guru membagikan LKS (Lembar Kerja Siswa)

2. Siswa berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok terdiri atas 2

orang)

3. Bersama pasangannya siswa dan pasangannya saling mendiskusikan dan

mengutarakan hasil pemikiran masing – masing untuk menyelesaikan LKS

(Lembar Kerja Siswa)

Tahap berbagi (Sharing)

1. Guru memimpin pleno kecil diskusi, dan masing-masing pasangan

melaporkan hasil diskusi dari pengerjaan LKS yang sudah siswa lakukan

bersama pasangannya

2. Pasangan yang lain memberikan tanggapan terhadap pasangan yang

sedang melaporkan hasil diskusinya

3. Siswa melakukan penegasan terhadap materi yang telah dipelajari dengan

bimbingan dari guru

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/789/3/T1_292008021_BAB II.pdf · Student Team Achievement Division), ... Model pembelajaran

10

2.1.2 Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah

menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2011:22). Sedangkan menurut

Kingsley dalam Sudjana (2011:22) membagi tiga macam hasil belajar mengajar :

Keterampilan dan kebiasaan, Pengetahuan dan pengarahan, Sikap dan cita-cita.

Sementara menurut Lindgren dalam Suprijono (2011:7) hasil pembelajaran

meliputi kecakapan, informasi, pengertian, dan sikap. Hal yang sama juga

dikemukakan oleh Gagne dalam Suprijono (2011:5-6) bahwa hasil belajar itu

berupa: informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, keterampilan

motorik, dan sikap.

Senada dengan Gagne, Bloom dalam Suprijono (2011:6-7)

mengemukakan bahwa

hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif dan

psikomotorik. Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan),

comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh),

application (menerapkan), analysys (menguraikan, menentukan

hubungan), sysnthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk

bangunan baru, evaluation (menilai). Domain afektif adalah receiving

(sikap menerima), responding (memberikan respon), valuing (nilai),

organization (organisasi), Characterization (karakterisasi). Domain

psikomotor meliputi initiatory, pre-routine, dan rountinized. Psikomotor

juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial,

dan intelektual.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah

kemampuan keterampilan, sikap, dan keterampilan yang diperoleh siswa setelah

siswa menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dapat

mengkonstruksikan pengetahuan yang didapat untuk dapat digunakan dalam

kehidupan sehari-hari.

Hasil belajar digunakan guru untuk digunakan sebagai ukuran atau kriteria

dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Ukuran hasil belajar dapat diperoleh

dari aktivitas pengukuran. Secara sederhana pengukuran dapat diartikan sebagai

kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu

gejala atau peristiwa, atau benda, sehingga hasil pengukuran akan selalu berupa

angka. Alat untuk melakukan pengukuran ini dapat berupa alat ukur standar

seperti meter, kilogram, liter dan sebagainya, termasuk ukuran-ukuran subyektif

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/789/3/T1_292008021_BAB II.pdf · Student Team Achievement Division), ... Model pembelajaran

11

yang bersifat relatif, seperti depa, jengkal, “sebentar lagi”, dan lain-lain (Endang

Poerwanti, 2008:1-4). Menurut Zainul dan Nasution dalam Wulan (2010)

pengukuran memiliki dua karakteristik utama yaitu: 1) penggunaan angka atau

skala tertentu; 2) menurut suatu aturan atau formula tertentu. Arikunto dan Jabar

dalam Wulan (2010) menyatakan pengertian pengukuran sebagai kegiatan

membandingkan suatu hal dengan satuan ukuran tertentu sehingga sifatnya

menjadi kuantitatif. Jadi pengukuran memiliki arti suatu kegiatan yang dilakukan

dengan cara membandingkan sesuatu dengan satuan ukuran tertentu sehingga data

yang dihasilkan adalah data kuantitatif. Untuk menetapkan angka dalam

pengukuran, perlu sebuah alat ukur yang disebut dengan instrumen. Dalam dunia

pendidikan instrumen yang sering digunakan untuk mengukur kemampuan siswa

seperti tes, lembar observasi, panduan wawancara, skala sikap dan angket.

Dari pengertian pengukuran yang telah dipaparkan untuk mengukur hasil

belajar peserta didik digunakanlah alat penilaian hasil belajar. Penilaian hasil

belajar dapat diukur melalui teknik tes dan non tes. Teknik yang dapat digunakan

dalam asesmen pembelajaran untuk mengukur hasil belajar siswa yaitu:

1. Tes

Tes secara sederhana dapat diartikan sebagai himpunan pertanyaan yang

harus dijawab, pernyataan-pernyataan yang harus dipilih/ditanggapi, atau tugas-

tugas yang harus dilakukan oleh peserta tes dengan tujuan untuk mengukur suatu

aspek tertentu dari peserta tes dan dalam kaitan dengan pembelajaran aspek

tersebut adalah indikator pencapaian kompetensi (Poerwanti, dkk. 2008:4-3).

Menurut Ebster‟s Collegiate dalam Arikunto, 1995 (Poerwanti, dkk. 2008:4-4),

tes adalah serangkaian pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk

mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensia, kemampuan atau bakat yang

dimiliki oleh individu atau kelompok.

Tes menurut Sudjana (2011:35) sebagai alat penilaian adalah pertanyaan-

pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa

dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk tulisan (tes tulisan) atau dalam

bentuk perbuatan (tes tindakan). Tes pada umumnya digunakan untuk menilai dan

mengukur hasil belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/789/3/T1_292008021_BAB II.pdf · Student Team Achievement Division), ... Model pembelajaran

12

penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran,

namun demikian dalam batas tertentu tes dapat pula digunakan untuk mengukur

atau menilai hasil belajar bidang afektif dan psikomotoris.

Jadi kesimpulan dari pengertian tes adalah suatu alat yang digunakan

untuk mengukur kemampuan peserta didik dan menggunakan langkah – langkah

dan kriteria - kriteria yang sudah ditentukan.

Berikut ini dikemukakan yang termasuk dalam teknik tes adalah

(Poerwanti, 2008:4-9) :

a. Jenis tes berdasarkan cara mengerjakan

1. Tes Tertulis

Tes tertulis adalah tes yang dilakukan secara tertulis baik dalam hal

soal maupun jawabannya

2. Tes Lisan

Pada tes lisan, baik pertanyaan maupun jawaban (response)

semuanya dalam bentuk lisan. Karenanya, tes lisan relatif tidak memiliki

rambu-rambu penyelenggaraan tes yang baku, karena itu, hasil dari tes

lisan biasanya tidak menjadi informasi pokok tetapi pelengkap dari

instrumen asesmen yang lain.

3. Tes Unjuk Kerja

Pada Tes ini peserta didik diminta untuk melakukan sesuatu sebagai

indikator pencapaian kompetensi yang berupa kemampuan psikomotor.

b. Jenis tes berdasarkan bentuk jawabannya

1. Tes Esei (Essay-type Test)

Tes bentuk uraian adalah tes yang menuntut siswa

mengorganisasikan gagasan-gagasan tentang apa yang telah dipelajarinya

dengan cara mengemukakannya dalam bentuk tulisan.

2. Tes Jawaban Pendek

Tes dapat digolongkan menjadi tes jawaban pendek jika peserta tes

diminta menuangkan jawabannya bukan dalam bentuk esei, tetapi

memberikan jawaban-jawaban pendek, dalam bentuk rangkaian kata-kata

pendek, kata-kata lepas maupun angka-angka.

3. Tes objektif

Tes objektif adalah adalah tes yang keseluruhan informasi yang

diperlukan untuk menjawab tes telah tersedia. Oleh karenanya sering

pula disebut dengan istilah tes pilihan jawaban (selected response test).

2. Non Tes

Teknik non tes sangat penting dalam mengakses siswa pada ranah afektif

dan psikomotor, berbeda dengan teknik tes yang lebih menekankan pada aspek

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/789/3/T1_292008021_BAB II.pdf · Student Team Achievement Division), ... Model pembelajaran

13

kognitif. Ada beberapa macam teknik non tes (Poerwanti, 2008:3-19 – 3-31),

yaitu:

1. Observasi

Observasi terkait dengan kegiatan evaluasi proses dan hasil belajar

dapat dilakukan secara formal yaitu observasi dengan menggunakan

instrumen yang sengaja dirancang untuk mengamati unjuk kerja dan

kemajuan belajar peserta didik, maupun observasi informal yang dapat

dilakukan oleh pendidik tanpa menggunakan instrumen.

2. Wawancara

Wawancara adalah cara untuk memperoleh informasi mendalam yang

diberikan secara lisan dan spontan, tentang wawasan, pandangan atau aspek

kepribadian peserta didik.

3. Angket

Suatu teknik yang dipergunakan untuk memperoleh informasi yang

berupa data deskriptif. Teknik ini biasanya berupa angket sikap (Attitude

Questionnaires).

4. Work Sample Analysis (Analisa Sampel Kerja)

Digunakan untuk mengkaji respon yang benar dan tidak benar yang

dibuat siswa dalam pekerjaannya dan hasilnya berupa informasi mengenai

kesalahan atau jawaban benar yang sering dibuat siswa berdasarkan jumlah,

tipe, pola, dan lain sebagainya.

5. Task Analysis (Analisis Tugas)

Dipergunakan untuk menentukan komponen utama dari suatu tugas

dan menyusun skills dengan urutan yang sesuai dan hasilnya berupa daftar

komponen tugas dan daftar skills yang

diperlukan.

6. Checklists dan Rating Scales

Dilakukan untuk mengumpulkan informasi dalam bentuk semi

terstruktur, yang sulit dilakukan dengan teknik lain dan data yang

dihasilkan bisa kuantitatif ataupun kualitatif, tergantung format yang

dipergunakan.

7. Portofolio

Portofolio adalah kumpulan dokumen dan karya-karya peserta didik

dalam karya tertentu yang diorganisasikan untuk mengetahui minat,

perkembangan belajar dan prestasi siswa.

8. Komposisi dan Presentasi

Peserta didik menulis dan menyajikan karyanya.

9. Proyek Individu dan Kelompok

Mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan serta dapat

digunakan untuk individu maupun kelompok

Ketercapaian tujuan pembelajaran akan diketahui melalui teknik atau cara

pengukuran yang sistematis melalui tes, observasi, skala sikap atau penilaian

portofolio. Alat yang dipergunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/789/3/T1_292008021_BAB II.pdf · Student Team Achievement Division), ... Model pembelajaran

14

pembelajaran dinamakan dengan instrumen. Instrumen sendiri terdiri atas

instrumen butir-butir soal apabila cara pengukuran dilakukan dengan

menggunakan tes, dan apabila pengukuran dilakukan dengan cara mengamati atau

mengobservasi dapat menggunakan instrumen lembar pengamatan atau observasi,

pengukuran dengan teknik skala sikap dapat menggunakan instrumen butir-butir

pernyataan. Instrumen sebagai alat yang digunakan untuk mengukur ketercapaian

tujuan pembelajaran maupun kompetensi yang dimiliki peserta didik haruslah

valid, maksudnya adalah instrumen tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya

diukur.

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah besarnya skor siswa yang diperoleh dari

skor tes, menyimak, diskusi berpasangan, dan presentasi.

Dalam membuat alat ukur yang akan digunakan haruslah membuat kisi-

kisi. Kisi-kisi (test blue-print atau table of specification) adalah format atau

matriks pemetaan soal yang menggambarkan distribusi item untuk berbagai topik

atau pokok bahasan berdasarkan kompetensi dasar, indikator dan jenjang

kemampuan tertentu. Penyusunan kisi-kisi ini digunakan untuk pedoman

menyusun atau menulis soal menjadi perangkat tes. Adapun kisi-kisi tersebut

didalamnya meliputi:

1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

2. Indikator

3. Proses berfikir (C1 (ingatan), C2 (pemahaman), C3 (penerapan), C4

(analisis), C5 (evaluasi), C6 (kreasi))

4. Tingkat kesukaran soal (rendah, sedang, tinggi)

5. Bentuk instrumen

Hasil dari pengukuran pencapaian Kompetensi Dasar dipergunakan

sebagai dasar penilaian atau evaluasi. Evaluasi berasal dari kata evaluation

(bahasa Inggris). Menurut Davies dalam Dimyati dan Mudjiono (2006:190-191)

mengemukakan bahwa evaluasi merupakan proses sederhana memberikan/

menetapkan nilai kepada sejumlah tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk kerja,

proses, orang, objek, dan masih banyak yang lain, sedangkan menurut Sudjana

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/789/3/T1_292008021_BAB II.pdf · Student Team Achievement Division), ... Model pembelajaran

15

dalam Dimyati dan Mudjiono (2006:191) pengertian evaluasi dipertegas lagi

dengan batasan sebagai proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek

tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu. Wardani dkk, (2010:2.8)

mengartikannya, bahwa evaluasi itu merupakan proses untuk memberi makna atau

menetapkan kualitas hasil pengukuran, dengan cara membandingkan angka hasil

pengukuran tersebut dengan kriteria tertentu. Kriteria sebagai pembanding dari

proses dan hasil pembelajaran tersebut dapat ditentukan sebelum proses

pengukuran atau ditetapkan setelah pelaksanaan pengukuran. Kriteria tersebut

dapat berupa proses atau kemampuan minimal yang dipersyaratkan seperti KKM

(Kriteria Ketuntasan Minimal), atau batas keberhasilan, kriteria tersebut juga

dapat pula berupa kemampuan rata-rata unjuk kerja kelompok, atau berbagai

patokan yang lain. Kriteria yang berupa batas kriteria minimal yang telah

ditetapkan sebelum pengukuran dan bersifat mutlak disebut dengan Penilaian

Acuan Patokan atau Penilaian Acuan Kriteria (PAP/PAK), sedang kriteria yang

ditentukan setelah kegiatan pengukuran dilakukan dan didasarkan pada keadaan

kelompok dan bersifat relatif disebut dengan Penilaian Acuan Norma/ Penilaian

Acuan Relatif (PAN/PAR).

Di dalam Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 20 Tahun

2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan menyatakan bahwa Kriteria ketuntasan

minimal (KKM) adalah kriteria ketuntasan belajar (KKB) yang ditentukan oleh

satuan pendidikan. KKM pada akhir jenjang satuan pendidikan untuk kelompok

mata pelajaran selain ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan nilai batas

ambang kompetensi.

2.1.3 Mata Pelajaran IPS

IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang

berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS memuat

materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS,

peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang

demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai (KTSP

Standar Isi 2006).

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/789/3/T1_292008021_BAB II.pdf · Student Team Achievement Division), ... Model pembelajaran

16

Di masa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan berat

karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat.

Oleh karena itu mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan

pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial

masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis.

Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu

dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam

kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan peserta didik

akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu

yang berkaitan (Permendiknas No. 22 Tahun 2006)

Pada jenjang pendidikan dasar, ruang lingkup pengajaran IPS dibatasi

sampai pada gejala dan masalah sosial yang dapat dijangkau pada geografi dan

sejarah. Terutama gejala dan masalah sosial kehidupan sehari-hari yang ada di

lingkungan sekitar peserta didik di SD. Ruang lingkup mata pelajaran IPS di SD

meliputi aspek-aspek sebagai berikut (Permendiknas No. 22 Tahun 2006)

1. Manusia, Tempat, dan Lingkungan

2. Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan

3. Sistem Sosial dan Budaya

4. Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan.

Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan

sebagai berikut (Permendiknas No. 22 Tahun 2006)

1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan

masyarakat dan lingkungannya

2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa

ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam

kehidupan sosial

3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan

kemanusiaan

4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi

dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan

global.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/789/3/T1_292008021_BAB II.pdf · Student Team Achievement Division), ... Model pembelajaran

17

Pencapaian tujuan IPS dapat dimiliki oleh kemampuan peserta didik yang

standar dinamakan dengan Standar Kompetensi (SK) dan dirinci ke dalam

Kompetensi Dasar (KD). Kompetensi dasar ini merupakan standar minium yang

secara nasional harus dicapai oleh siswa dan menjadi acuan dalam pengembangan

kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada

pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan

pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru. Secara rinci SK dan KD untuk

mata pelajaran IPS yang ditujukan untuk siswa kelas V SD disajikan melalui tabel

2.2 berikut ini. (Permendiknas No. 22 Tahun 2006)

Tabel 2.1

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran IPS

Kelas V Semester II

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

2. Menghargai

peranan tokoh pejuang

dan masyarakat dalam

mempersiapkan dan

mempertahankaan

kemerdekaan Indonesia

2.1 Mendeskripsikan perjuangan para

tokoh pejuang pada masa penjajahan

Belanda dan Jepang

2.2 Menghargai jasa dan peranan tokoh

perjuangan dalam mempersiapkan

kemerdekaan Indonesia

2.3 Menghargai jasa dan peranan tokoh

dalam memproklamasikan

kemerdekaan

2.4 Menghargai perjuangan para tokoh

dalam mempertahankan kemerdekaan

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Luluk Umiatin (2010) dalam

penelitiannya yang berjudul Penerapan Think Pair Share (TPS) Untuk

Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas V SDN Segaran 03

Kecamatan Gedangan Kabupaten Malang. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa

adanya peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas V pada mata pelajaran

IPS materi keanekaragaman suku bangsa dan budaya di Indonesia. Hasil Pre test

siswa rata-rata adalah 48,2 atau 48,2%, siklus I mengalami peningkatan yaitu

menjadi 69,8 atau 69,8% dan siklus II terus mengalami peningkatan menjadi 81,8

atau 81,8%. Hasil belajar siswa dikatakan naik 12% persiklus. Sedangkan untuk

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/789/3/T1_292008021_BAB II.pdf · Student Team Achievement Division), ... Model pembelajaran

18

aktivitas siswa menunjukkan adanya peningkatan dari 11,56 menjadi 12,88 di

siklus II. Kekurangan dalam penelitian ini adalah perlunya penguasaan kelas yang

baik oleh guru agar pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan kondusif, serta

waktu pembelajaran memerlukan waktu yang cukup lama sehingga diperlukan

manajemen waktu yang baik oleh guru.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Putri Rachmadyanti (2011)

dalam penelitiannya yang berjudul Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share Siswa Kelas IV SDN Kendalrejo

01 Kabupaten Blitar. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa penerapan model

pembelajaran think pair share pada IPS di kelas IV sudah sangat baik. Hal ini

didukung dengan meningkatnya hasil belajar siswa pada kegiatan think pair

share.

Hasil belajar siswa meliputi aspek aktivitas belajar siswa dan nilai akhir

siswa. Prosentase aktivitas belajar siswa pada tahap pra tindakan mencapai

57,09%. Prosentase aktivitas siswa pada siklus I pertemuan 1 sejumlah 65,4%,

pertemuan 2 sejumlah 66,71%, dan pada pertemuan 3 sejumlah 67,95%. Sehingga

dari pra tindakan sampai siklus 1 mengalami peningkatan prosentase aktivitas

siswa sejumlah 10,86%. Pada siklus II pertemuan 1, prosentase aktivitas siswa

mencapai 71,85%, pertemuan 2 mencapai 74%, pertemuan 3 mencapai 76,80%.

Sehingga terjadi peningkatan prosentase aktivitas siswa dari siklus 1 ke siklus 2,

sejumlah 8,85%. Secara keseluruhan terjadi peningkatan aktivitas belajar siswa

dari pra tindakan sampai siklus II sebanyak 19,71%.

Pada aspek nilai akhir siswa pada pratindakan mencapai 58,8%, siklus 1

pertemuan 1 mencapai 57%, pertemuan 2 mencapai 62%, dan pada pertemuan 3

mencapai 81%. Sehingga dari pratindakan ke siklus 1 mengalami peningkatan

prosentase nilai akhir siswa sejumlah 22,2%. Pada siklus II pertemuan 2 mencapai

85%, pada pertemuan 2 mencapai 95%, dan pada pertemuan 3 mencapai 100%.

Hal ini menunjukkan peningkatan siklus 1 ke siklus II sejumlah 19%. Sehingga

terjadi peningkatan nilai siswa dari pratindakan sampai siklus II sejumlah 41,42%.

Kekurangan yang terdapat dalam penelitian ini adalah perlunya pengawasan guru

terhadap proses pembelajaran sehingga kegiatan pembelajaran berjalan dengan

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/789/3/T1_292008021_BAB II.pdf · Student Team Achievement Division), ... Model pembelajaran

19

baik dan kondusif, perlunya bimbingan yang diberikan guru baik bimbingan

perseorangan maupun bimbingan pada kelompok, dan motivasi dari guru kepada

siswa perlu ditingkatkan agar dapat memunculkan ide-ide kreatif siswa.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yanik Rinawati (2011) dalam

penelitiannya yang berjudul Peningkatan Keterampilan Menulis Puisi Melalui

Model Pembelajaran Think Pairs Share (TPS) pada Siswa Kelas V SDN Dampit 2

Kecamatan Dampit Kabupaten Malang. Berdasarkan analisis data hasil penelitian

setelah diterapkan model pembelajaran Think Pairs Share (TPS) dalam menulis

puisi diketahui bahwa: banyaknya siswa yang telah mengalami peningkatan dari

pra tindakan sampai siklus II. sebelum siklus hasil yang didapat yaitu 65.5 %.

Sedangkan pada saat sudah dilakukan siklus I hasil yang didapat meningkat yaitu

73.26 % dan pada saat pelaksanaan siklus 2 nilai siswa semakin meningkat yaitu

87.78 % . kelebihan dalam penelitian ini adalah peningkatan yang cukup baik

yaitu dimulai dari pra siklus sebesar 65,5%, pada siklus I terjadi peningkatan

sebesar 73, 26% dan pada siklus II terjadi peningkatan sebesar 87, 78%, serta

keberhasilan dalam mengembangkan sikap kerjasama dengan teman dan berpikir

kritis siswa. Kekurangan dalam penelitian ini adalah perlunya variasi kegiatan

belajar yang diberikan guru agar pembelajaran dapat menarik perhatian siswa dan

siswa tidak bosan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Alfian Halid Sofian (2011)

yang berjudul “Efektivitas Penerapan Model Pembelajaran Think Pair Share

(TPS) terhadap Hasil Belajar Akuntansi Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 9

Malang” dan dari hasil analisis data menunjukkan bahwa hasil penelitian ini

menunjukkan keefektifan dari penerapan model pembelajarn Think Pair Share

(TPS) terhadap hasil belajar siswa, terbukti dari hasil uji-t yang menunjukkan

signifikansi (0,007). Kelebihan yang dicapai dalam penelitian ini adalah

keberhasilan dalam melatih siswa untuk bekerjasama dengan teman atau

pasangannya. Kekurangan dalam penelitian ini adalah membutuhkan waktu yang

cukup lama sehingga diperlukan pengaturan waktu yang baik.

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/789/3/T1_292008021_BAB II.pdf · Student Team Achievement Division), ... Model pembelajaran

20

Penelitian yang dilakukan oleh Hanafiah (2010) yang berjudul “Model

Pembelajaran Think Pairs Share Dalam Mata Pelajaran Sejarah Pada Siswa Kelas

X SMA Negeri 1 Langsa dan dari hasil penelitian yang dilakukan mendapatkan

hasil bahwa pembelajaran sejarah siswa kelas X SMA Negeri 1 Langsa dengan

menggunakan model pembelajaran Think Pairs Share lebih efektif dibandingkan

dengan pembelajaran sejarah yang tidak diberikan model pembelajaran Think

Pairs Share atau menggunakan metode konvensional. Hal ini dibuktikan dengan

hasil perhitungan dengan uji t diperoleh thitung = 4,060 sedangkan ttabel (0,95) (81) =

1,99. Karena thitung>ttabel yaitu 4,060>1,99, selain itu dapat dibuktikan dalam

proses pembelajaran berdasarkan hasil observasi keaktifan siswa pada kelas

kontrol dan kelas eksperimen, dimana pada kelas eksperimen diperoleh presentase

rata-rata keaktifan sebesar 53,5% sedangkan kelas kontrol sebesar 50% maka

dapat disimpulkan bahwa kelompok eksperimen memiliki kemampuan yang lebih

tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Kekurangan dalam penelitian ini

adalah perlunya pengawasan kelas oleh guru untuk dapat memotivasi keaktifan

siswa dalam pembelajaran dan juga perlunya bimbingan yang diberikan oleh guru

baik bimbingan secara kelompok maupun secara individu.

2.3 Kerangka Pikir

Penggunaan model pembelajaran kooperatif Tipe TPS diharapkan dapat

membantu peserta didik untuk meningkatkan sikap positif dalam pembelajaran.

Dalam proses pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe TPS disini siswa secara individu berlatih untuk

membangun kepercayaan diri terhadap kemampuannya untuk menyelesaikan

masalah didalam pembelajaran, sehingga akan mengurangi atau bahkan dapat

menghilangkan rasa cemas yang banyak dialami oleh siswa dalam proses

pembelajaran dan diharapkan juga dengan penggunaan model pembelajaran

kooperatif Tipe TPS ini efektif untuk hasil belajar siswa khususnya pada mata

pelajaran IPS.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/789/3/T1_292008021_BAB II.pdf · Student Team Achievement Division), ... Model pembelajaran

21

TPS adalah model pembelajaran kooperatif yang terdiri atas tiga tahapan

yang digunakan untuk mereview fakta serta informasi dasar yang digunakan untuk

mengatur interaksi antar siswa. Ketiga tahapan dalam TPS dalam pembelajaran

IPS di kelas V materi peristiwa sekitar proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah

sebagai berikut:

1. Berpikir (thinking), pembelajaran diawali dengan guru mengajukan

pertanyaan untuk dipikirkan oleh siswa. Guru memberikan kesempatan

kepada peserta didik untuk memikirkan jawabannya dan secara

individu siswa menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru

2. Berpasangan (pairing), pada tahapan ini guru membagikan LKS,

meminta siswa untuk berpasang-pasangan, dan memberikan

kesempatan kepada pasangan-pasangan tersebut untuk berdiskusi

menyelesaikan LKS yang dibagikan oleh guru.

3. Berbagi (sharing), pada tahapan ini pasangan-pasangan melaporkan

hasil diskusi dari LKS yang dibagikan dan siswa yang lain

memberikan tanggapan terhadap hasil diskusi temannya yang

melaporkan hasil diskusi bersama pasangan.

Dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TPS, materi yang

akan dipelajari oleh siswa lebih mudah untuk diterima karena siswa belajar

dengan melakukan diskusi berpasangan dengan temannya. Siswa yang

pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS, hasil

belajar yang didapat akan lebih meningkat daripada siswa yang pembelajarannya

menggunakan ceramah dan tanya jawab yang cenderung monoton dan hal ini

menjadikan pembelajaran menjadi terpusat pada guru, siswa hanya mendengarkan

penjelasan dari guru, dan siswa pasif dan tidak ada kesempatan untuk

mengungkapkan pendapatnya. Evaluasi hasil belajar pun hanya menggunakan

hasil tes formatif saja, tanpa menggunakan penilaian proses pembelajaran.

Padahal didalam KTSP serta standar proses menganjurkan bahwa penilaian hasil

belajar tidak hanya memperhatikan hasilnya saja namun juga memperhatikan

proses siswa dalam belajar, sehingga guru dalam pembelajaran dapat mengamati

perkembangan belajar siswa tidak hanya berdasarkan hasil.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/789/3/T1_292008021_BAB II.pdf · Student Team Achievement Division), ... Model pembelajaran

22

Pembelajaran IPS

Peristiwa sekitar proklamasi kemerdekaan Indonesia

Pembelajaran Konvensional Pembelajaran kooperatif TPS

Guru menyampaikan materi

dengan menggunakan metode

ceramah

Tes Formatif

(Tes II)

Hasil belajar

< KKM 90

Tes Formatif

Gambar 2.1 Hubungan antara pembelajaran konvensional dan pembelajaran

kooperatif tipe TPS

Siswa pasif dan hanya

mendengarkan penjelasan dari guru

Penilaian

Hasil

Belajar

Siswa menyimak materi

Siswa menerima pertanyaan yang

diajukan oleh guru

Secara individu siswa menjawab

pertanyaan berdasarkan materi

yang sudah disimak

Siswa menerima LKS

Siswa berpasangan untuk menyelesaikan

LKS yang dibagikan oleh guru

Siswa mempresentasikan hasil

pengerjakaan LKS

Siswa yang tidak melaporkan hasil

pengerjaan LKS menanggapi presentasi

Siswa melakukan penegasan terhadap

materi yang telah dipelajari dengan

bimbingan dari guru

Penilaian Proses Penilaian Hasil

Hasil Belajar

Hasil Belajar > KKM 90

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/789/3/T1_292008021_BAB II.pdf · Student Team Achievement Division), ... Model pembelajaran

23

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, kajian teori, dan kerangka berfikir, maka

peneliti membuat hipotesis didalam penelitian ini sebagai berikut “Ada

keefektifan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TPS terhadap hasil

belajar IPS siswa kelas V SD Negeri Genuksuran Purwodadi Grobogan semester

II tahun ajaran 2011/2012”.