BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Mata pelajaran...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Mata pelajaran...
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk satuan
Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) dijelaskan bahwa IPA
berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga
bukan hanya penguasaaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta,
konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses
penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik
untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan
lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses
pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk
mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara
ilmiah. Pembelajaran IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat
membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam
tentang alam sekitar.
Pembelajaran IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi
kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah. Pembelajaran IPA
sebaiknya dilaksanankan secara inkuiri imliah untuk menumbuhkan keterampilan
dan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta
mengkomunikasikannya sebagi aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu
pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman belajar
secara langsung melalui penggunaan pengembangan keterampilan proses dan
sikap ilmiah.
IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan
manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan.
Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk
terhadap lingkungan. Di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran
Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada
6
7
pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan
konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana. Mata pelajaran IPA
di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-
Nya.
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA
yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran
tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA,
lingkungan, teknologi, dan masyarakat.
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam
sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara,
menjaga dan melestarikan lingkungan alam.
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA
sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi menyatakan bahwa
ruang lingkup IPA SD/MI meliputi aspek-aspek berikut:
1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan,
tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.
2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat,
gas.
3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet,
listrik, cahaya, dan pesawat sederhana.
4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan
benda-benda langit lainnya.
Ruang lingkup yang dipelajari dalam IPA dalam rangka untuk mencapai
standar untuk mengetahui tercapainya tujuan pembelajaran dapat ditetapkan
melalui Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. BNSP telah melakukan
penyusunan Standar Isi yang kemudian dituangkan dalam Peraturan Menteri
8
Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 22 tahun 2006 yang mencakup
komponen :
1. Standar Kompetensi (SK), merupakan ukuran kemampuan
minimal yang mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap
yang harus dicapai, diketahui, dan mahir dilakukan oleh peserta
didik pada setiap tingkatan dari suatu materi yang diajarkan.
2. Kompetensi Dasar (KD), merupakan penjabaran SK yang
cakupan materinya lebih sempit dibanding dengan SK
Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk
membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang
difasilitasi oleh guru. SK dan KD untuk mata pelajaran IPA yang ditujukan bagi
siswa kelas 5 SD disajikan melalui tabel 2.1 berikut ini :
Tabel 2.1
SK dan KD IPA Kelas 5 SD Semester II Tahun 2014/2015
SK KD
5. Memahami hubungan
antara gaya, gerak, dan
energi, serta fungsinya
5.1 Mendeskripsikan hubungan antara gaya,
gerak dan energi melalui percobaan (gaya
gravitasi, gaya gesek, gaya magnet)
5.2 Menjelaskan pesawat sederhana yang dapat
membuat pekerjaan lebih mudah dan lebih
cepat
6. Menerapkan sifat-sifat
cahaya melalui kegiatan
membuat suatu
karya/model
6.1 Mendeskripsikan sifat-sifat cahaya.
6.2 Membuat suatu karya/model, misalnya
periskop atau lensa dari bahan sederhana
dengan menerapkan sifat-sifat cahaya.
7. Memahami perubahan
yang terjadi di alam
dan hubungannya
dengan penggunaan
sumber daya alam
7.1 Mendeskripsikan proses pembentukan
tanah karena pelapukan
7.2 Mengidentifikasi jenis-jenis tanah
7.3 Mendeskripsikan struktur bumi
7.4 Mendeskripsikan proses daur air dan
kegiatan manusia yang dapat
mempengaruhinya
7.5 Mendeskripsikan perlunya penghematan
air
7.6 Mengidentifikasi peristiwa alam yang
terjadi di Indonesia dan dampaknya bagi
makhluk hidup dan lingkungan
7.7 Mengidentifikasi beberapa kegiatan
manusia yang dapat mengubah permukaan
bumi (pertanian, perkotaan, dsb)
Sumber: Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi
9
2.1.2 Pendekatan Problem Based Learning
Pendekatan problem based learning menurut Wardani, Naniek Sulistya
(2010:27) adalah pembelajaran yang menyajikan masalah autentik dan bermakna
sehingga mahasiswa dapat melakukan penyelidikan dan menemukan sendiri.
Menurut Barrows dalam Amir (2010 : 21) pendekatan problem based
learning adalah “kurikulum dan proses pembelajaran yang di dalamnya dirancang
masalah-masalah yang menuntut siswa mendapatkan pengetahuan yang penting,
membuat mereka mahir dalam memecahkan dan memiliki strategi belajar sendiri
serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim”. Menurut Arends (2008:41)
pendekatan problem based learning adalah “pendekatan pembelajaran
memberikan berbagai situasi masalah yang autentik dan bermakna kepada
siswa, yang berfungsi sebagai batu loncatan untuk investigasi dan penyelidikan”.
Berdasarkan pendapat dari beberapa pakar mengenai definisi pendekatan
problem based learning dapat disimpulkan bahwa pendekatan problem based
learning adalah pembelajaran yang menghadapkan siswa dalam masalah nyata
dan merupakan salah satu pendekatan pembelajaran inovatif yang dapat
memberikan kondisi belajar secara aktif kepada siswa untuk berpikir kritis dalam
mencari solusi dalam memecahkan masalah. problem based learning dirancang
dengan menampilkan masalah-masalah yang menuntut siswa untuk mengeksplor
pengetahuannya agar dapat memperoleh pengetahuan yang baru dari hasil
penemuannya sendiri sehingga siswa menjadi terbiasa dan mahir dalam
memecahkan suatu masalah yang sering terjadi di dalam kehidupan sehari-hari.
10
Pendekatan problem based learning mempunyai karakteristik di dalam
penerapannya. Menurut Rusman (2010:232) karakteristik pendekatan problem
based learning adalah sebagai berikut:
1. Permasalah menjadi staring point dalam belajar.
2. Permasalahan yang didapat adalah permasalahan yang terjadi di
dunia nyata yang tidak terstruktur.
3. Permasalahan membutuhkan perspektif ganda.
4. Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa,
sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi
kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar.
5. Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama.
6. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya,
dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial
dalam pendekatan problem based learning.
7. Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif.
8. Pengembangan keterampilan inquiri dan pemecahan masalah
sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk
mencari solusi dari sebuah permasalahan.
9. Keterbukaan proses dalam problem based learning meliputi
sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar.
10. PBL melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan
proses belajar.
Menurut Tan dalam Taufiq Amir (2010:77) karakteristik yang terdapat
dalam pendekatan problem based learning adalah:
1. Masalah digunakan sebagai awal pembelajaran.
2. Biasanya masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata
yang disajikan secara mengambang (ill-structured).
3. Masalah biasanya menuntut perspektif majemuk (multiple
perspektif)
4. Masalah membuat pebelajar tertantang untuk mendapatkan
pembelajaran diranah pembelajaran yang baru.
5. Sangat mengutamakan belajar mandiri (self direct learning).
6. Memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi tidak dari satu
sumber saja.
7. Pembelajaran kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif. Pembelajar
bekerja dalam kelompok, berinteraksi, saling mengajarkan (peer
teaching), dan melakukan presentasi.
11
Arends dalam Riyanto (2010:287) berpendapat ada beberapa karakteristik
dalam pendekatan problem based learning yakni :
1. Pengajuan masalah
Langkah awal dari pembelajaran berbasis masalah adalah mengajukan
masalah, selanjutnya berdasarkan masalah ditemukan konsep, prinsip serta
aturan-aturan. Masalah yang diajukan secara autentik ditujukan dengan
mengacu pada kehidupan nyata.
2. Keterkaitan antardisiplin ilmu.
Dalam kegiatan pemecahan masalah siswa dapat menyelidiki
permasalahan tersebut dari berbagai ilmu. Misalnya dalam menemukan
konsep “masalah sosial” dalam mata pelajaran sosiologi, siswa dapat
menggunakan kcamata pandang dari disiplin ilmu ekonomi, geografi, sains,
dan lain-lain.
3. Menyelidiki masalah autentik.
Siswa menganalisis dan merumuskan masalah, mengembangkan
hipotesis dan meramalkan, mengumpulkan, dan menganalisis informasi,
melaksanakan eksperimen, (jika diperlukan), membuat acuan dan
menyimpulkan.
4. Memamerkan hasil kerja.
Tim yang sudah menyelesaikan lembar kerja, kemudian menyajikan
hasil kerjanya di depan kelas dan siswa dari tim lain memberikan tanggapan
kritik terhadap pemecahan masalah yang disajikan oleh temannya.
5. Kolaborasi.
Pendekatan ini dicirikan dengan kerja sama antarsiswa dalam satu tim.
Mendasarkan pendapat yang dikemukakan dari beberapa pakar diatas
mengenai karakteristik pendekatan problem based learning, dapat disimpulkan
bahwa karakteristik pendekatan pendekatan problem based learning terdiri dari
adanya permasalahan yang kongkret atau masalah yang ada di masyarakat,
masalah yang ada harus dibuat semenarik mungkin agar siswa termotivasi dalam
belajar, pendekatan problem based learning menekankan pada pembelajaran yang
12
bersifat kolaboratif, komunikatif dan kooperatif, dalam menerapkan pendekatan
problem based learning sumber belajar tidak hanya diambil dari satu sumber
belajar saja, dan pendekatan problem based learning mengutamakan belajar
mandiri (siswa aktif), solusi yang didapat siswa dikomunikasikan didepan kelas.
Penggunaan pendekatan problem based learning ini guru berusaha
meningkatkan keterampilan belajar siswa dalam kegiatan pembelajaran. Tentunya
pendekatan ini memiliki kelebihan dan kekurangan, menurut Sanjaya (2009)
memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan. Kelebihan pendekatan problem
based learning diantaranya :
a. Menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk
menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
b. Meningkatakan motivasi dan aktivitas pembelajaran siswa.
c. Membantu siswa dalam mentransfer pengetahuan siswa untuk
memahami masalah dunia nyata.
d. Membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan
bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.
Disamping itu, PBM dapat mendorong siswa untuk melakukan
evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya.
e. Mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan
mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan
pengetahuan baru.
f. Memberikan kesemnpatan bagi siswa untuk mengaplikasikan
pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
g. Mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus belajar
sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.
h. Memudahkan siswa dalam menguasai konsep-konsep yang dipelajari
guna memecahkan masalah dunia nyata.
Pendekatan problem based learning juga memiliki kelemahan, diantaranya:
a. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai
kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan,
maka mereka akan merasa enggan untuk mencobanya.
b. Untuk sebagian siswa beranggapan bahwa tanpa pemahaman
mengenai materi yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah
mengapa mereka harus berusaha untuk memecahkan masalah yang
sedang dipelajari, maka mereka akan belajar apa yang mereka ingin
pelajari.
Pendekatan problem based learning tidak dirancang untuk membantu guru
memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Menurut Trianto
13
(2011:94-96) pendekatan problem based learning memiliki tujuan untuk beberapa
hal berikut ini:
1. Membantu siswa mengembangkan ketrampilan berfikir dan
ketrampilan pemecahan masalah.
Pendekatan problem based learning memberikan dorongan kepada
peserta didik tidak untuk berfikir sesuai yang bersifat kongkrit tapi lebih dari
itu berfikir terhadap ide-ide yang abstrak dan kompleks.
2. Belajar peranan orang tua yang autentik.
Model pembelajaran berdasar masalah amat penting untuk
menjebatani antara pembelajaran di sekolah formal dengan aktifitas
mental yang lebih praktis yang dijumpai di luarsekolah (Resnick dalam
trianto, 2011:95).
3. Menjadi pembelajar yang mandiri.
Pendekatan problem based learning berusaha membantu siswa
menjadi pembelajar yang mandiri dan otonom. Dengan bimbingan guru
secara berulang-ulang mendorong dan mengarahkan mereka untuk
mengajukan pertanyaan, mencari penyelesaian terhadap masalah nyata
oleh mereka sendiri.
Sintaks Pelaksanaan Pendekatan Problem Based Learning
Demi tercapainya tujuan dari pendekatan problem based learning,
pelaksanaan pendekatan problem based learning dapat dilakukan dengan
langkah-langkah tertentu. Adapun langkah-langkah pendekatan problem based
learning menurut beberapa ahli pendidikan, diantaranya yaitu menurut Endang
(2011:221) menyatakan bahwa langkah-langkah atau sintaks pendekatan problem
based learning meliputi:
1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran kemudian memberi tugas
atau memperlihatkan masalah untuk dipecahkan. Masalah yang
dipecahkan adalah masalah yang memiliki jawaban kompleks atau
luas,
2. Guru menjelaskan prosedur yang harus dilakukan dan memotivasi
siswa agar lebih aktif dalam pemecahan masalah,
3. Guru membantu siswa menyusun laporan hasil pemecahan
masalah yang sistematis,
14
4. Guru membantu siswa untuk melakukan evaluasi dan refleksi
proses-proses yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah.
Menurut Solso dalam Wena (2011:56) langkah-langkah pendekatan
problem based learning adalah :
1. Identifikasi permasalahan.
2. Representasi/penyajian permasalahan.
3. Perencanaan pemecahan masalah.
4. Menerapkan/mengimplementasikan perencanaan pemecahan
masalah.
5. Menilai perencanaan pemecahan masalah.
6. Menilai hasil pemecahan masalah.
Sintaks atau langkah-langkah pendekatan problem based learning
menurut Richard I. Arends (2008: 57), dirumuskan sebagai berikut :
1. Memberikan orientasi tentang permasalahannya kepada siswa.
Guru membahas tujuan pelajaran, mendeskripsikan berbagai kebutuhan
logistik penting, dan memotivasi siswa untuk terlibat dalam kegiatan
mengatasi masalah.
2. Mengorganisasikan siswa untuk meneliti.
Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-
tugas belajar yang terkait dengan permasalahannya.
3. Membantu investigasi mandiri dan kelompok.
Guru mendorong siswa untuk mendapatkan informasi yang tepat,
melaksanakan eksperimen, dan mencari penjelasan dan solusi.
4. Mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan exhibit.
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan artefak-artefak
yang tepat, seperti laporan, rekaman video, dan model-model, dan membantu
mereka untuk menyampaikan kepada orang lain.
5. Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah.
Guru membantu siswa melakukan refleksi terhadap investigasinya dan
proses-proses yang mereka gunakan.
15
Sintaks pembelajaran yang dikemukakan oleh beberapa ahli di atas,
dapat disimpulkan sebagai sintaks pendekatan problem based learning yang
akan digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Melihat permasalahan. Dalam tahap ini guru memfasilitasi siswa untuk
melihat permasalahan dunia nyata melalui gambar yang disediakan guru.
2. Mengidentifikasi permasalahan. Dalam tahap ini guru membimbing siswa
untuk menentukan permasalahan.
3. Merumuskan masalah. Dalam tahap ini guru memfasilitasi siswa untuk
merumuskan maslah.
4. Mengumpulkan informasi. Dalam tahap ini siswa mencari informasi yang
relevan tentang topik permasalahan yang dihadapi.
5. Menganalisis informasi. Dalam tahap ini siswa menganalisis informasi-
informasi yang didapat untuk dikembangkan menjadi laporan.
6. Mempresentasikan laporan. Dalam tahap ini siswa menjelaskan kepada siswa
lainnya tentang temuan atau informasi yang didapat.
7. Melakukan refleksi. Siswa mengevaluasi terhadap masalah yang dimunculkan
oleh guru, sehingga guru dapat meganalisis dan siswa dapat melakukan tanya
jawab mengenai hal-hal yang belum diketahui siswa.
2.1.3 Keterampilan Belajar
Keterampilan belajar salah satu aspek untuk mencapai tiga tujuan belajar
yang mencakup aspek ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Benyamin S.
Bloom dalam Wardani, Naniek Sulistya, dkk ( 2012 : 3.23-3.25) menyatakan
bahwa
„„aspek kognitif terdiri dari knowledge ( pengetahuan, ingatan),
comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh),
application (menerapkan), analysys (menguraikan, menentukan,
hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk
bangunan baru), evaluation (menilai). Aspek afektif terdiri dari receiving
(sikap menerima), responding (memberikan respon), valuing (menilai),
organization (organisasi), characterization (karakterisasi), aspek
psikomotor meliputi persepsi, kesiapan, respon terpimpin, mekanisme
dan respon yang kompleks. Aspek psikomotor berkenaan dengan
keterampilan belajar dan kemampuan bertindak.”
16
Keterampilan belajar merupakan aspek dalam mencapai tujuan belajar ranah
psikomotorik. Benyamin S.Bloom dalam Sudrajat, Akhmad (2008:2)
mendefinisikan bahwa “keterampilan belajar adalah hasil belajar yang
pencapainnya melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan
kekuatan fisik”. Jadi dalam keterampilan ini dituntut adanya gerak fisik.
Sependapat dengan itu, keterampilan belajar menurut Wardani, Naniek Sulistya,
dkk (2012:134) ialah „keterampilan melakukan kegiatan yang melibatkan anggota
badan/gerak fisik‟. Menurut Djemari (2004: 4-5) keterampilan belajar adalah
„keterampilan yang berhubungan dengan anggota tubuh atau tindakan yang
memerlukan koordinasi antara syaraf dan otak dalam pembelajaran. Dengan kata
lain, kemampuan psikomotor berhubungan dengan gerak, yaitu menggunakan otot
seperti lari, melompat, melukis, berbicara, membongkar dan memasang peralatan,
dan sebagainya‟.
Mendasarkan pada pendapat tiga pakar di atas maka keterampilan belajar
adalah keterampilan dengan menggunakan gerak fisik dan memerlukan koordinasi
antara syaraf dan otak dalam kegiatan pembelajaran.
Tujuan pembelajaran pada keterampilan belajar dapat dicapai dengan
menggunakan kata kerja operasional (KKO) sebagai indikator. Dalam taksonomi
tujuan belajar ranah psikomotor dari Norman E. Grounlund dan R.W. de Maclay,
ds dalam Wardani, Naniek Sulistya. dkk (2012:115-116) keterampilan dibagi
seperti berikut ini:
1. Persepsi
Menunjukkan kepada proses kesadaran akan adanya perubahan setelah
keaktifan: melihat, mendengar, menyentuh, merasakan, membau, serta gerak
dari urat saraf kita. Untuk mencapai itu digunakan kata kerja operasional
sebagai berikut: Melihat, mendengar, menyentuh, mengecap, membau,
memegang.
2. Kesiapan
Menunjuk langkah lanjut setelah adanya persepsi; kemampuan dalam
membedakan, memilih, menggunakan neuromuscolar yang tepat dalam
membuat respon. Untuk mencapai itu digunakan kata kerja operasional
17
sebagai berikut: Memilih, memisahkan, menunjukkan, mengambil,
menggunakan, melakukan, menimbang, mengerjakan, menjawab,
memecahkan, memperlihatkan.
3. Response terpimpin
Menggunakan persepsi dan kesiapan di atas, mengembangkan kemampuan
dalam mengembangkan aktifitas mencatat dan membuat laporan. Untuk
mencapai itu digunakan kata kerja operasional sebagai berikut: Menirukan,
meragakan, menggerakkan, menggunakan, memisahkan, mengubah,
menyusun, membuat, merangkaikan, menyingkat, menyimpulkan.
4. Mekanisme
Menggunakan sejumlah skill dalam aktifitas yang kompleks meliputi 1, 2 dan
3 di atas. Untuk mencapai itu digunakan kata kerja operasional sebagai
berikut: Memilih, menentukan, memasang, menggunakan, memperbaiki,
melakukan, mengubah, menyusun, membentuk.
5. Respons yang kompleks
Menggunakan sikap dan pengalaman 1, 2, 3 dan 4 di atas, menggunakan
perencanaan tes, mengembangkan model. Untuk mencapai itu digunakan kata
kerja operasional sebagai berikut: Menyesuaikan, merencanakan,
menggunakan, melakukan, melaporkan, menjelaskan.
Tingkat ketercapaian keterampilan belajar siswa dapat diketahui dengan
dilakukan pengukuran. Menurut Wardani Naniek Sulistya, dkk (2012:47),
pengukuran merupakan kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberi
angka-angka pada suatu gejala atau peristiwa, atau benda”. Untuk menetapkan
angka dalam pengukuran, perlu sebuah alat ukur yang disebut dengan instrumen.
Dalam dunia pendidikan instrumen yang sering digunakan untuk mengukur
kemampuan siswa seperti tes, lembar observasi, panduan wawancara, skala sikap
dan angketPengukuran keterampilan implementasinya dapat dilakukan dengan
menggunakan teknik non tes. Hasil pengukuran melalui instrumen non tes berupa
angka disebut kuantitatif dan yang bukan berupa angka seperti penyataan sangat
baik, baik, cukup, kurang, sangat kurang, dan sebagainya disebut kualitatif.
18
Teknik nontes sangat penting dalam mengakses siswa pada ranah afektif dan
psikomotor. Ada beberapa macam teknik non tes. Menurut Poerwanti, Endang,
(2008:3-19), teknik non tes dapat berupa:
1. Observasi
Observasi terkait dengan kegiatan evaluasi proses dan hasil belajar dapat
dilakukan secara formal yaitu observasi dengan menggunakan instrumen
yang sengaja dirancang untuk mengamati unjuk kerja dan kemajuan belajar
peserta didik, maupun observasi informal yang dapat dilakukan oleh pendidik
tanpa menggunakan instrumen.
2. Wawancara
Wawancara merupakan cara untuk memperoleh informasi mendalam yang
diberikan secara lisan dan spontan, tentang wawasan, pandangan atau aspek
kepribadian peserta didik.
3. Angket
Suatu teknik yang dipergunakan untuk memperoleh informasi yang berupa
data deskriptif. Teknik ini biasanya berupa angket sikap (Attitude
Questionnaires).
4. Work Sample Analysis (Analisa Sampel Kerja)
Digunakan untuk mengkaji respon yang benar dan tidak benar yang dibuat
siswa dalam pekerjaannya dan hasilnya berupa informasi mengenai kesalahan
atau jawaban benar yang sering dibuat siswa berdasarkan jumlah, tipe, pola,
dan lain sebagainya.
5. Task Analysis (Analisis Tugas)
Dipergunakan untuk menentukan komponen utama dari suatu tugas dan
menyusun skills dengan urutan yang sesuai dan hasilnya berupa daftar
komponen tugas dan daftar skills yang diperlukan.
6. Checklists dan Rating Scales
Dilakukan untuk mengumpulkan informasi dalam bentuk semi terstruktur,
yang sulit dilakukan dengan teknik lain dan data yang dihasilkan bisa
kuantitatif ataupun kualitatif, tergantung format yang dipergunakan.
7. Portofolio
19
Portofolio adalah kumpulan dokumen dan karya-karya peserta didik dalam
karya tertentu yang diorganisasikan untuk mengetahui minat, perkembangan
belajar dan prestasi siswa.
Berdasarkan uraian tentang teknik non tes di atas, dalam pengukuran
keterampilan belajar siswa, teknik non tes yang digunakan dalam penelitian ini
adalah dengan observasi atau pengamatan. Instrumen yang digunakan dalam
observasi atau pengamatan adalah lembar observasi atau lembar pengamatan.
Besarnya kompetensi nilai keterampilan siswa dapat diketahui melaui
pengukuran. Pengukuran diartikan sebagai kegiatan atau upaya yang dilakukan
untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau peristiwa, atau benda
Wardani, Naniek Sulistya. dkk (2012:47). Pengukuran dalam suatu penelitian
memiliki bermacam-macam skala pengukuran. Menurut Sugiyono (2012:136-
142) macam-macam skala pengukuran berupa:
1. Skala Likert.
Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi
seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Variabel yang
akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel, kemudian dijadikan
sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa
pertanyaan atan pernyataan. Jawaban setiap instrumen pada skala Likert
mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif yang berupa
kata-kata antara lain : Sangat setuju sampai sangat tidak setuju, selalu sampai
tidak pernah, dan sebagainya. Untuk keperluan analisis kuantitatif, jawaban
itu dapat diberi skor, misalnya:
1) Setuju/selalu/sangat positif 5
2) Setuju/sering/positif 4
3) Ragu-ragu/kadang-kadang/netral 3
4) Tidak setuju/hampir tidak pernah/negatif 2
5) Sangat tidak setuju/tidak pernah 1
Instrumen yang menggunakan skala Likert dapat dibuat dalam bentuk
checklist ataupun pilihan ganda.
20
2. Skala Guttman.
Skala pengukuran tipe ini akan didapat jawaban yang tegas, yaitu “ya-
tidak”; “benar-salah” dan sebagainya. Data yang diperoleh dapat berupa data
interval atau rasio dikotomi (dua alternatif). Penelitian menggunakan skala
guttman dilakukan bila ingin mendapatkan jawaban tegas terhadap suatu
permasalahan yang ditanyakan. Skala Guttman dapat dibuat dalam bentuk
pilihan ganda dan checklist. Jawaban dapat dibuat skor tertinggi satu dan
terendah nol. Misalnya untuk jawaban setuju diberi skor satu dan tidak setuju
diberi skor nol. Analisa dilakukan seperti pada skala Likert.
Contoh : Bagaimana pendapat anda bila orang itu menjabat pimpinan di
perusahaan ini?
a. Setuju.
b. Tidak setuju.
Peryataan yang berkenaan dengan fakta benda bukan termasuk dalam skala
pengukuran interval dikotomi.
Contoh : Apakah tempat kerja anda dekat dengan Jalan Protokol ?
a. Ya
b. Tidak
3. Rating Scale.
Data yang diperoleh pada rating scale merupakan data berupa angka
kemudian ditafsirkan dalam penelitian kualitatif. Dalam skala model ini
responden tidak menjadan salah satu dari jawaban kualitatif yang telah
disediakan, tetapi menjawab salah satu jawaban kuantitatif (berupa angka)
yang telah disediakan.
Contoh : Seberapa baik data ruang kerja anda di perusahaan A ?
Berilah jawaban dengan angka
4 bila tata ruang itu sangat baik.
3 bila tata ruang itu cukup baik.
2 bila tata ruang itu kurang baik.
1 bila tata ruang itu sangat tidak baik.
4. Semantic Deferential.
21
Skala ini dinyatakan dalam bentuk satu garis kontinum yang jawaban
paling positif terletak di bagian kanan garis, dan jawaban yang sangat negatif
terletak di bagian kiri garis atau sebaliknya. Data yang diperoleh adalah data
interval, dan biasanya skala ini digunakan untuk mengukur sikap/karakteristik
tertentu yang dipunyai seseorang.
Contoh : Beri nilai gaya kepemimpinan Manager anda
Bersahabat 5 4 3 2 1 Bermusuhan
Tepat janji 5 4 3 2 1 Ingkar janji
Demokratis 5 4 3 2 1 Otoriter
Memberi pujian 5 4 3 2 1 Mencela
Mempercayai 5 4 3 2 1 Mendominasi
Responden yang memberi jawaban angka 5, berarti persepsi responden
sangat positif, angka 3 berarti netral dan angka 1 berarti sangat negartif.
Berdasarkan uraian tentang macam skala pengukuran tersebut, penelitian ini
menggunakan skala pengukuran Guttman, karena variabel keterampilan belajar
siswa membutuhkan jawaban yang tegas dan konsisten agar dapat diketahui
dengan jelas tingkat keterampilan belajar siswa.
22
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan Priski, Chikita dengan judul “Pengaruh
Penggunaan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SDN 3 Jepon Kecamatan Jepon
Kabupaten Blora Semester II Tahun Ajaran 2011/2012”. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa nilai thitung > ttabel (5.345>4660). Signifikansi (0.000<0.005).
Berdasarkan hasil tersebut maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan
pengaruh penggunaan model pembelajaran berbasis masalah dalam pembelajaran
IPA pada siswa kelas IV SD Negeri 3 Jepon semester II tahun ajaran 2011/2012.
Kelebihan dalam penelitian ini dapat dilihat dari hasil belajar siswa kelas
eksperimen dengan model pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi dari kelas
kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional. Kelemahan penelitian ini
adalah penilaian hasil belajar hanya menonjolkan aspek kognitif. Mendasarkan
kelemahan tersebut seharusnya penilaian hasil belajar juga harus menonjolkan
penilaian afektif dan psikomotorik.
Penelitian yang dilakukan Prametasari, Merinda Dian dengan judul
“Efektifitas Penggunaan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based
Learning-PBL) Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 5 di SD Gugus
Hasanudin Salatiga Semester II Tahun Ajaran 2011/2012”. Hasil penelitian
menunjukkan ada efektifitas penggunaan model pembelajaran berbasis masalah.
Hal ini ditunjukkan dengan adanya perbedaan rata-rata dari hasil belajar kelas
kontrol dan kelas eksperimen dengan perolehan rata-rata nilai tes siswa kelas
kontrol lebih rendah daripada rata-rata nilai tes siswa kelas eksperimen, yaitu
74,53 < 83,38 dengan perbedaan rata-rata (mean difference) sebesar 8,851.
Perbedaan tersebut ditinjau dari kesignifikansiannya nampak t hitung > t
tabel (3.201 > 1.674) dengan taraf signifikansi diperoleh angka 0,002 < 0,05.
Kelebihan dari penelitian ini dapat dilihat dari hasil belajar siswa kelas
eksperimen dengan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based
Learning-PBL) lebih tinggi dari kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran
konvensional. Namun di sisi lain dalam penelitian ini terdapat kelemahan yaitu
23
pengukuran hasil belajar hanya ditonjolkan dari rata-rata nilai tesnya saja.
Mendasarkan kelemahan tersebut seharusnya penilaian hasil belajar juga harus
menonjolkan penilaian sikap dan keterampilan.
Penelitian yang dilakukan Darsana, I Kadek Adi dengan judul “Pengaruh
Pendekatan Problem Based Learning Terhadap Hasil Belajar IPA pada Siswa
Kelas 5 Sd Gugus 1 Sidemen Karangasem”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan secara signifikan hasil belajar siswa yang dibelajarkan dengan
menggunakan pendekatan problem based learning dengan siswa yang
dibelajarkan dengan menggunakan pembelajaran konvensional thitung > ttabel
(3,52 > 2,000).
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pendekatan
problem based learning berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas 5
Sekolah Dasar Negeri Gugus 1 Kecamatan Sidemen Karangasem. Kelebihan
dalam penelitian ini terdapat perbedaan rata-rata hasil belajar kelas eksperimen
yang menggunakan pendekatan problem based learning lebih tinggi daripada
kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional. Kelemahan
penelitian ini penilaian hasil belajar hanya menilai aspek kognitif melalui tes
pilihan ganda. Mendasarkan kelemahan tersebut seharusnya penilaian hasil belajar
tidak hanya menilai dari aspek kognitif, tetapi aspek afektif dan psikomotorik juga
harus dinilai selama proses pembelajaran.
24
2.3 Kerangka Berpikir
Pembelajaran IPA seringkali menggunakan metode pembelajaran berupa
ceramah atau penjelasan kemudian diberi contoh. Pembelajaran IPA ini berpusat
pada guru, dan tanggung jawab serta kekuasaan dalam pembelajaran sepenuhnya
berada di tangan guru. Dalam penelitian ini, pembelajaran yang menggunakan
model tersebut merupakan pembelajaran dengan pendekatan konvensional.
Pendekatan ini digunakan guru IPA untuk dapat menyelesaikan target kurikulum.
Guru merupakan sumber informasi dan siswa aktif mendengar dan mencatat
penjelasan guru. Hal yang dilakukan siswa adalah menerima, mencatat, dan
menghafalkan materi yang diberikan guru serta mengerjakan soal-soal latihan.
Pembelajaran yang demikian lebih mementingkan penguasaan akademik dan
kurang memperhatikan nilai-nilai yang terkandung dalam mata pelajaran IPA.
Selain itu, pembelajaran yang demikian belum menanamkan dan mengajarkan
konsep IPA sehingga siswa mengalami kesulitan mempraktekkan ilmunya untuk
memecahkan masalah dalam kehidupan nyata. Selain itu, interaksi yang terjalin
hanya satu arah, yaitu dari guru kepada siswa karena dalam pembelajaran ini,
siswa bekerja secara individualis.
Pendekatan problem based learning merupakan suatu pendekatan yang
berpusat pada siswa. Pendekatan problem based learning adalah pembelajaran
yang menghadapkan siswa dalam masalah nyata dan merupakan salah satu
pendekatan pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar secara
aktif kepada siswa. Ada 7 langkah pendekatan problem based learning dalam
kegiatan penelitian ini yaitu: 1) melihat gambar peristiwa alam, 2)
mengidentifikasi peristiwa alam yang terjadi di Indonesia, 3) merumuskan
masalah dampak peristiwa alam yang terjadi di Indonesia, 4) mengumpulkan tiga
dampak masing-masing peristiwa alam yang terjadi di Indonesia, 5) menganalisis
dampak masing-masing peristiwa alam yang terjadi di Iindonesia bagi makhluk
hidup dan lingkungan 6) mempresentasikan dampak masing-masing peristiwa
alam yang terjadi di Indonesia bagi makhluk hidup dan lingkungan, 7) refleksi
dari awal sampai pembelajaran.
25
Aspek yang dinilai dalam penelitian ini adalah keterampilan belajar siswa.
Dalam penelitian ini indikator keterampilan yang dinilai adalah: 1) terampil
melihat, 2) terampil menentukan, 3) terampil bertanya, 4) terampil
mengumpulkan informasi, 5) terampil menganalisis, 6) terampil menjelaskan.
Skor jika siswa melakukan keterampilan adalah 1 dan tidak melakukan adalah 0
Berdasarkan paparan tersebut, kerangka berpikir penelitian ini adalah sebagai
berikut:
26
Gambar 2.1
Kerangka Berpikir Pengaruh pendekatan Problem Based Learning
Terhadap Keterampilan Belajar IPA
Mempresentasikan dampak
masing-masing peristiwa alam
yang terjadi di Indonesia bagi
makhluk hidup dan lingkungan
Terampil menentukan empat permasalahan
peristiwa alam yang terjadi di Indonesia (P4)
Terampil mengumpulkan
tiga dampak masing-masing
peristiwa peristiwa alam
yang terjadi di Indonesia
(P3)
Terampil menganalisis
dampak masing-masing
peristiwa alam yang terjadi di Indonesia bagi makhluk
hidup dan lingkungan (P3)
Terampil bertanya
masalah dampak peristiwa
alam yang terjadi di
Indonesia (P2)
Terampil melihat gambar
peristiwa alam (P1)
Terampil menjelaskan
dampak masing-masing
peristiwa alam yang terjadi di
Indonesia bagi makhluk hidup
dan lingkungan (P5)
KD 7.6 Mengidentifikasi peristiwa alam
yang terjadi di Indonesia dan dampaknya
bagi makhluk hidup dan lingkungan.
Jumlah aktivitas
keterampilan
belajar IPA
Pendekatan
Problem Based Learning
Melihat gambar peristiwa alam
Refleksi
Mengidentifikasi empat
permasalahan peristiwa alam
yang terjadi di Indonesia
Merumuskan masalah dampak
peristiwa alam yang terjadi di
Indonesia
Mengumpulkan tiga dampak
masing-masing peristiwa alam
yang terjadi di Indonesia
Menganalisis dampak masing-
masing peristiwa alam yang
terjadi di Indonesia bagi
makhluk hidup dan lingkungan
Tanpa pendekatan
Problem Based Learning
Jumlah aktivitas
keterampilan
belajar IPA
Guru melakukan penilaian keterampilan
belajar IPA
1. Terampil melihat gambar keberadaan air
bersih (P1).
2. Terampil menentukan empat
permasalahan pada keberadaan air bersih
(P4).
3. Terampil bertanya masalah faktor yang
mempengaruhi keberadaan air bersih (P2).
4. Terampil mengumpulkan tiga kegiatan
manusia yang mempengaruhi keberadaan
air bersih (P3).
5. Terampil menganalisis kegiatan manusia
yang mempengaruhi keberadaan air bersih
(P3).
6. Terampil menjelaskan kegiatan manusia
yang mempengaruhi keberadaan air bersih
(P5).
Siswa mendengarkan
penjelasan guru
Guru bertanya jawab
dengan siswa
Guru menyampaikan
materi dengan metode
ceramah
KD 7.5 Mendeskripsikan
perlunya penghematan air