BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Mata pelajaran...

22
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk satuan Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) dijelaskan bahwa IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga bukan hanya penguasaaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pembelajaran IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Pembelajaran IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah. Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanankan secara inkuiri imliah untuk menumbuhkan keterampilan dan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagi aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada 6

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Mata pelajaran...

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk satuan

Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) dijelaskan bahwa IPA

berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga

bukan hanya penguasaaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta,

konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses

penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik

untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan

lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses

pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk

mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara

ilmiah. Pembelajaran IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat

membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam

tentang alam sekitar.

Pembelajaran IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi

kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah. Pembelajaran IPA

sebaiknya dilaksanankan secara inkuiri imliah untuk menumbuhkan keterampilan

dan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta

mengkomunikasikannya sebagi aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu

pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman belajar

secara langsung melalui penggunaan pengembangan keterampilan proses dan

sikap ilmiah.

IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan

manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan.

Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk

terhadap lingkungan. Di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran

Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada

6

7

pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan

konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana. Mata pelajaran IPA

di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa

berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-

Nya.

2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA

yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran

tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA,

lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam

sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan

5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara,

menjaga dan melestarikan lingkungan alam.

6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala

keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA

sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi menyatakan bahwa

ruang lingkup IPA SD/MI meliputi aspek-aspek berikut:

1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan,

tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.

2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat,

gas.

3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet,

listrik, cahaya, dan pesawat sederhana.

4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan

benda-benda langit lainnya.

Ruang lingkup yang dipelajari dalam IPA dalam rangka untuk mencapai

standar untuk mengetahui tercapainya tujuan pembelajaran dapat ditetapkan

melalui Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. BNSP telah melakukan

penyusunan Standar Isi yang kemudian dituangkan dalam Peraturan Menteri

8

Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 22 tahun 2006 yang mencakup

komponen :

1. Standar Kompetensi (SK), merupakan ukuran kemampuan

minimal yang mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap

yang harus dicapai, diketahui, dan mahir dilakukan oleh peserta

didik pada setiap tingkatan dari suatu materi yang diajarkan.

2. Kompetensi Dasar (KD), merupakan penjabaran SK yang

cakupan materinya lebih sempit dibanding dengan SK

Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk

membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang

difasilitasi oleh guru. SK dan KD untuk mata pelajaran IPA yang ditujukan bagi

siswa kelas 5 SD disajikan melalui tabel 2.1 berikut ini :

Tabel 2.1

SK dan KD IPA Kelas 5 SD Semester II Tahun 2014/2015

SK KD

5. Memahami hubungan

antara gaya, gerak, dan

energi, serta fungsinya

5.1 Mendeskripsikan hubungan antara gaya,

gerak dan energi melalui percobaan (gaya

gravitasi, gaya gesek, gaya magnet)

5.2 Menjelaskan pesawat sederhana yang dapat

membuat pekerjaan lebih mudah dan lebih

cepat

6. Menerapkan sifat-sifat

cahaya melalui kegiatan

membuat suatu

karya/model

6.1 Mendeskripsikan sifat-sifat cahaya.

6.2 Membuat suatu karya/model, misalnya

periskop atau lensa dari bahan sederhana

dengan menerapkan sifat-sifat cahaya.

7. Memahami perubahan

yang terjadi di alam

dan hubungannya

dengan penggunaan

sumber daya alam

7.1 Mendeskripsikan proses pembentukan

tanah karena pelapukan

7.2 Mengidentifikasi jenis-jenis tanah

7.3 Mendeskripsikan struktur bumi

7.4 Mendeskripsikan proses daur air dan

kegiatan manusia yang dapat

mempengaruhinya

7.5 Mendeskripsikan perlunya penghematan

air

7.6 Mengidentifikasi peristiwa alam yang

terjadi di Indonesia dan dampaknya bagi

makhluk hidup dan lingkungan

7.7 Mengidentifikasi beberapa kegiatan

manusia yang dapat mengubah permukaan

bumi (pertanian, perkotaan, dsb)

Sumber: Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi

9

2.1.2 Pendekatan Problem Based Learning

Pendekatan problem based learning menurut Wardani, Naniek Sulistya

(2010:27) adalah pembelajaran yang menyajikan masalah autentik dan bermakna

sehingga mahasiswa dapat melakukan penyelidikan dan menemukan sendiri.

Menurut Barrows dalam Amir (2010 : 21) pendekatan problem based

learning adalah “kurikulum dan proses pembelajaran yang di dalamnya dirancang

masalah-masalah yang menuntut siswa mendapatkan pengetahuan yang penting,

membuat mereka mahir dalam memecahkan dan memiliki strategi belajar sendiri

serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim”. Menurut Arends (2008:41)

pendekatan problem based learning adalah “pendekatan pembelajaran

memberikan berbagai situasi masalah yang autentik dan bermakna kepada

siswa, yang berfungsi sebagai batu loncatan untuk investigasi dan penyelidikan”.

Berdasarkan pendapat dari beberapa pakar mengenai definisi pendekatan

problem based learning dapat disimpulkan bahwa pendekatan problem based

learning adalah pembelajaran yang menghadapkan siswa dalam masalah nyata

dan merupakan salah satu pendekatan pembelajaran inovatif yang dapat

memberikan kondisi belajar secara aktif kepada siswa untuk berpikir kritis dalam

mencari solusi dalam memecahkan masalah. problem based learning dirancang

dengan menampilkan masalah-masalah yang menuntut siswa untuk mengeksplor

pengetahuannya agar dapat memperoleh pengetahuan yang baru dari hasil

penemuannya sendiri sehingga siswa menjadi terbiasa dan mahir dalam

memecahkan suatu masalah yang sering terjadi di dalam kehidupan sehari-hari.

10

Pendekatan problem based learning mempunyai karakteristik di dalam

penerapannya. Menurut Rusman (2010:232) karakteristik pendekatan problem

based learning adalah sebagai berikut:

1. Permasalah menjadi staring point dalam belajar.

2. Permasalahan yang didapat adalah permasalahan yang terjadi di

dunia nyata yang tidak terstruktur.

3. Permasalahan membutuhkan perspektif ganda.

4. Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa,

sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi

kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar.

5. Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama.

6. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya,

dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial

dalam pendekatan problem based learning.

7. Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif.

8. Pengembangan keterampilan inquiri dan pemecahan masalah

sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk

mencari solusi dari sebuah permasalahan.

9. Keterbukaan proses dalam problem based learning meliputi

sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar.

10. PBL melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan

proses belajar.

Menurut Tan dalam Taufiq Amir (2010:77) karakteristik yang terdapat

dalam pendekatan problem based learning adalah:

1. Masalah digunakan sebagai awal pembelajaran.

2. Biasanya masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata

yang disajikan secara mengambang (ill-structured).

3. Masalah biasanya menuntut perspektif majemuk (multiple

perspektif)

4. Masalah membuat pebelajar tertantang untuk mendapatkan

pembelajaran diranah pembelajaran yang baru.

5. Sangat mengutamakan belajar mandiri (self direct learning).

6. Memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi tidak dari satu

sumber saja.

7. Pembelajaran kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif. Pembelajar

bekerja dalam kelompok, berinteraksi, saling mengajarkan (peer

teaching), dan melakukan presentasi.

11

Arends dalam Riyanto (2010:287) berpendapat ada beberapa karakteristik

dalam pendekatan problem based learning yakni :

1. Pengajuan masalah

Langkah awal dari pembelajaran berbasis masalah adalah mengajukan

masalah, selanjutnya berdasarkan masalah ditemukan konsep, prinsip serta

aturan-aturan. Masalah yang diajukan secara autentik ditujukan dengan

mengacu pada kehidupan nyata.

2. Keterkaitan antardisiplin ilmu.

Dalam kegiatan pemecahan masalah siswa dapat menyelidiki

permasalahan tersebut dari berbagai ilmu. Misalnya dalam menemukan

konsep “masalah sosial” dalam mata pelajaran sosiologi, siswa dapat

menggunakan kcamata pandang dari disiplin ilmu ekonomi, geografi, sains,

dan lain-lain.

3. Menyelidiki masalah autentik.

Siswa menganalisis dan merumuskan masalah, mengembangkan

hipotesis dan meramalkan, mengumpulkan, dan menganalisis informasi,

melaksanakan eksperimen, (jika diperlukan), membuat acuan dan

menyimpulkan.

4. Memamerkan hasil kerja.

Tim yang sudah menyelesaikan lembar kerja, kemudian menyajikan

hasil kerjanya di depan kelas dan siswa dari tim lain memberikan tanggapan

kritik terhadap pemecahan masalah yang disajikan oleh temannya.

5. Kolaborasi.

Pendekatan ini dicirikan dengan kerja sama antarsiswa dalam satu tim.

Mendasarkan pendapat yang dikemukakan dari beberapa pakar diatas

mengenai karakteristik pendekatan problem based learning, dapat disimpulkan

bahwa karakteristik pendekatan pendekatan problem based learning terdiri dari

adanya permasalahan yang kongkret atau masalah yang ada di masyarakat,

masalah yang ada harus dibuat semenarik mungkin agar siswa termotivasi dalam

belajar, pendekatan problem based learning menekankan pada pembelajaran yang

12

bersifat kolaboratif, komunikatif dan kooperatif, dalam menerapkan pendekatan

problem based learning sumber belajar tidak hanya diambil dari satu sumber

belajar saja, dan pendekatan problem based learning mengutamakan belajar

mandiri (siswa aktif), solusi yang didapat siswa dikomunikasikan didepan kelas.

Penggunaan pendekatan problem based learning ini guru berusaha

meningkatkan keterampilan belajar siswa dalam kegiatan pembelajaran. Tentunya

pendekatan ini memiliki kelebihan dan kekurangan, menurut Sanjaya (2009)

memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan. Kelebihan pendekatan problem

based learning diantaranya :

a. Menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk

menemukan pengetahuan baru bagi siswa.

b. Meningkatakan motivasi dan aktivitas pembelajaran siswa.

c. Membantu siswa dalam mentransfer pengetahuan siswa untuk

memahami masalah dunia nyata.

d. Membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan

bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.

Disamping itu, PBM dapat mendorong siswa untuk melakukan

evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya.

e. Mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan

mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan

pengetahuan baru.

f. Memberikan kesemnpatan bagi siswa untuk mengaplikasikan

pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.

g. Mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus belajar

sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.

h. Memudahkan siswa dalam menguasai konsep-konsep yang dipelajari

guna memecahkan masalah dunia nyata.

Pendekatan problem based learning juga memiliki kelemahan, diantaranya:

a. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai

kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan,

maka mereka akan merasa enggan untuk mencobanya.

b. Untuk sebagian siswa beranggapan bahwa tanpa pemahaman

mengenai materi yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah

mengapa mereka harus berusaha untuk memecahkan masalah yang

sedang dipelajari, maka mereka akan belajar apa yang mereka ingin

pelajari.

Pendekatan problem based learning tidak dirancang untuk membantu guru

memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Menurut Trianto

13

(2011:94-96) pendekatan problem based learning memiliki tujuan untuk beberapa

hal berikut ini:

1. Membantu siswa mengembangkan ketrampilan berfikir dan

ketrampilan pemecahan masalah.

Pendekatan problem based learning memberikan dorongan kepada

peserta didik tidak untuk berfikir sesuai yang bersifat kongkrit tapi lebih dari

itu berfikir terhadap ide-ide yang abstrak dan kompleks.

2. Belajar peranan orang tua yang autentik.

Model pembelajaran berdasar masalah amat penting untuk

menjebatani antara pembelajaran di sekolah formal dengan aktifitas

mental yang lebih praktis yang dijumpai di luarsekolah (Resnick dalam

trianto, 2011:95).

3. Menjadi pembelajar yang mandiri.

Pendekatan problem based learning berusaha membantu siswa

menjadi pembelajar yang mandiri dan otonom. Dengan bimbingan guru

secara berulang-ulang mendorong dan mengarahkan mereka untuk

mengajukan pertanyaan, mencari penyelesaian terhadap masalah nyata

oleh mereka sendiri.

Sintaks Pelaksanaan Pendekatan Problem Based Learning

Demi tercapainya tujuan dari pendekatan problem based learning,

pelaksanaan pendekatan problem based learning dapat dilakukan dengan

langkah-langkah tertentu. Adapun langkah-langkah pendekatan problem based

learning menurut beberapa ahli pendidikan, diantaranya yaitu menurut Endang

(2011:221) menyatakan bahwa langkah-langkah atau sintaks pendekatan problem

based learning meliputi:

1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran kemudian memberi tugas

atau memperlihatkan masalah untuk dipecahkan. Masalah yang

dipecahkan adalah masalah yang memiliki jawaban kompleks atau

luas,

2. Guru menjelaskan prosedur yang harus dilakukan dan memotivasi

siswa agar lebih aktif dalam pemecahan masalah,

3. Guru membantu siswa menyusun laporan hasil pemecahan

masalah yang sistematis,

14

4. Guru membantu siswa untuk melakukan evaluasi dan refleksi

proses-proses yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah.

Menurut Solso dalam Wena (2011:56) langkah-langkah pendekatan

problem based learning adalah :

1. Identifikasi permasalahan.

2. Representasi/penyajian permasalahan.

3. Perencanaan pemecahan masalah.

4. Menerapkan/mengimplementasikan perencanaan pemecahan

masalah.

5. Menilai perencanaan pemecahan masalah.

6. Menilai hasil pemecahan masalah.

Sintaks atau langkah-langkah pendekatan problem based learning

menurut Richard I. Arends (2008: 57), dirumuskan sebagai berikut :

1. Memberikan orientasi tentang permasalahannya kepada siswa.

Guru membahas tujuan pelajaran, mendeskripsikan berbagai kebutuhan

logistik penting, dan memotivasi siswa untuk terlibat dalam kegiatan

mengatasi masalah.

2. Mengorganisasikan siswa untuk meneliti.

Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-

tugas belajar yang terkait dengan permasalahannya.

3. Membantu investigasi mandiri dan kelompok.

Guru mendorong siswa untuk mendapatkan informasi yang tepat,

melaksanakan eksperimen, dan mencari penjelasan dan solusi.

4. Mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan exhibit.

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan artefak-artefak

yang tepat, seperti laporan, rekaman video, dan model-model, dan membantu

mereka untuk menyampaikan kepada orang lain.

5. Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah.

Guru membantu siswa melakukan refleksi terhadap investigasinya dan

proses-proses yang mereka gunakan.

15

Sintaks pembelajaran yang dikemukakan oleh beberapa ahli di atas,

dapat disimpulkan sebagai sintaks pendekatan problem based learning yang

akan digunakan dalam penelitian ini yaitu:

1. Melihat permasalahan. Dalam tahap ini guru memfasilitasi siswa untuk

melihat permasalahan dunia nyata melalui gambar yang disediakan guru.

2. Mengidentifikasi permasalahan. Dalam tahap ini guru membimbing siswa

untuk menentukan permasalahan.

3. Merumuskan masalah. Dalam tahap ini guru memfasilitasi siswa untuk

merumuskan maslah.

4. Mengumpulkan informasi. Dalam tahap ini siswa mencari informasi yang

relevan tentang topik permasalahan yang dihadapi.

5. Menganalisis informasi. Dalam tahap ini siswa menganalisis informasi-

informasi yang didapat untuk dikembangkan menjadi laporan.

6. Mempresentasikan laporan. Dalam tahap ini siswa menjelaskan kepada siswa

lainnya tentang temuan atau informasi yang didapat.

7. Melakukan refleksi. Siswa mengevaluasi terhadap masalah yang dimunculkan

oleh guru, sehingga guru dapat meganalisis dan siswa dapat melakukan tanya

jawab mengenai hal-hal yang belum diketahui siswa.

2.1.3 Keterampilan Belajar

Keterampilan belajar salah satu aspek untuk mencapai tiga tujuan belajar

yang mencakup aspek ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Benyamin S.

Bloom dalam Wardani, Naniek Sulistya, dkk ( 2012 : 3.23-3.25) menyatakan

bahwa

„„aspek kognitif terdiri dari knowledge ( pengetahuan, ingatan),

comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh),

application (menerapkan), analysys (menguraikan, menentukan,

hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk

bangunan baru), evaluation (menilai). Aspek afektif terdiri dari receiving

(sikap menerima), responding (memberikan respon), valuing (menilai),

organization (organisasi), characterization (karakterisasi), aspek

psikomotor meliputi persepsi, kesiapan, respon terpimpin, mekanisme

dan respon yang kompleks. Aspek psikomotor berkenaan dengan

keterampilan belajar dan kemampuan bertindak.”

16

Keterampilan belajar merupakan aspek dalam mencapai tujuan belajar ranah

psikomotorik. Benyamin S.Bloom dalam Sudrajat, Akhmad (2008:2)

mendefinisikan bahwa “keterampilan belajar adalah hasil belajar yang

pencapainnya melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan

kekuatan fisik”. Jadi dalam keterampilan ini dituntut adanya gerak fisik.

Sependapat dengan itu, keterampilan belajar menurut Wardani, Naniek Sulistya,

dkk (2012:134) ialah „keterampilan melakukan kegiatan yang melibatkan anggota

badan/gerak fisik‟. Menurut Djemari (2004: 4-5) keterampilan belajar adalah

„keterampilan yang berhubungan dengan anggota tubuh atau tindakan yang

memerlukan koordinasi antara syaraf dan otak dalam pembelajaran. Dengan kata

lain, kemampuan psikomotor berhubungan dengan gerak, yaitu menggunakan otot

seperti lari, melompat, melukis, berbicara, membongkar dan memasang peralatan,

dan sebagainya‟.

Mendasarkan pada pendapat tiga pakar di atas maka keterampilan belajar

adalah keterampilan dengan menggunakan gerak fisik dan memerlukan koordinasi

antara syaraf dan otak dalam kegiatan pembelajaran.

Tujuan pembelajaran pada keterampilan belajar dapat dicapai dengan

menggunakan kata kerja operasional (KKO) sebagai indikator. Dalam taksonomi

tujuan belajar ranah psikomotor dari Norman E. Grounlund dan R.W. de Maclay,

ds dalam Wardani, Naniek Sulistya. dkk (2012:115-116) keterampilan dibagi

seperti berikut ini:

1. Persepsi

Menunjukkan kepada proses kesadaran akan adanya perubahan setelah

keaktifan: melihat, mendengar, menyentuh, merasakan, membau, serta gerak

dari urat saraf kita. Untuk mencapai itu digunakan kata kerja operasional

sebagai berikut: Melihat, mendengar, menyentuh, mengecap, membau,

memegang.

2. Kesiapan

Menunjuk langkah lanjut setelah adanya persepsi; kemampuan dalam

membedakan, memilih, menggunakan neuromuscolar yang tepat dalam

membuat respon. Untuk mencapai itu digunakan kata kerja operasional

17

sebagai berikut: Memilih, memisahkan, menunjukkan, mengambil,

menggunakan, melakukan, menimbang, mengerjakan, menjawab,

memecahkan, memperlihatkan.

3. Response terpimpin

Menggunakan persepsi dan kesiapan di atas, mengembangkan kemampuan

dalam mengembangkan aktifitas mencatat dan membuat laporan. Untuk

mencapai itu digunakan kata kerja operasional sebagai berikut: Menirukan,

meragakan, menggerakkan, menggunakan, memisahkan, mengubah,

menyusun, membuat, merangkaikan, menyingkat, menyimpulkan.

4. Mekanisme

Menggunakan sejumlah skill dalam aktifitas yang kompleks meliputi 1, 2 dan

3 di atas. Untuk mencapai itu digunakan kata kerja operasional sebagai

berikut: Memilih, menentukan, memasang, menggunakan, memperbaiki,

melakukan, mengubah, menyusun, membentuk.

5. Respons yang kompleks

Menggunakan sikap dan pengalaman 1, 2, 3 dan 4 di atas, menggunakan

perencanaan tes, mengembangkan model. Untuk mencapai itu digunakan kata

kerja operasional sebagai berikut: Menyesuaikan, merencanakan,

menggunakan, melakukan, melaporkan, menjelaskan.

Tingkat ketercapaian keterampilan belajar siswa dapat diketahui dengan

dilakukan pengukuran. Menurut Wardani Naniek Sulistya, dkk (2012:47),

pengukuran merupakan kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberi

angka-angka pada suatu gejala atau peristiwa, atau benda”. Untuk menetapkan

angka dalam pengukuran, perlu sebuah alat ukur yang disebut dengan instrumen.

Dalam dunia pendidikan instrumen yang sering digunakan untuk mengukur

kemampuan siswa seperti tes, lembar observasi, panduan wawancara, skala sikap

dan angketPengukuran keterampilan implementasinya dapat dilakukan dengan

menggunakan teknik non tes. Hasil pengukuran melalui instrumen non tes berupa

angka disebut kuantitatif dan yang bukan berupa angka seperti penyataan sangat

baik, baik, cukup, kurang, sangat kurang, dan sebagainya disebut kualitatif.

18

Teknik nontes sangat penting dalam mengakses siswa pada ranah afektif dan

psikomotor. Ada beberapa macam teknik non tes. Menurut Poerwanti, Endang,

(2008:3-19), teknik non tes dapat berupa:

1. Observasi

Observasi terkait dengan kegiatan evaluasi proses dan hasil belajar dapat

dilakukan secara formal yaitu observasi dengan menggunakan instrumen

yang sengaja dirancang untuk mengamati unjuk kerja dan kemajuan belajar

peserta didik, maupun observasi informal yang dapat dilakukan oleh pendidik

tanpa menggunakan instrumen.

2. Wawancara

Wawancara merupakan cara untuk memperoleh informasi mendalam yang

diberikan secara lisan dan spontan, tentang wawasan, pandangan atau aspek

kepribadian peserta didik.

3. Angket

Suatu teknik yang dipergunakan untuk memperoleh informasi yang berupa

data deskriptif. Teknik ini biasanya berupa angket sikap (Attitude

Questionnaires).

4. Work Sample Analysis (Analisa Sampel Kerja)

Digunakan untuk mengkaji respon yang benar dan tidak benar yang dibuat

siswa dalam pekerjaannya dan hasilnya berupa informasi mengenai kesalahan

atau jawaban benar yang sering dibuat siswa berdasarkan jumlah, tipe, pola,

dan lain sebagainya.

5. Task Analysis (Analisis Tugas)

Dipergunakan untuk menentukan komponen utama dari suatu tugas dan

menyusun skills dengan urutan yang sesuai dan hasilnya berupa daftar

komponen tugas dan daftar skills yang diperlukan.

6. Checklists dan Rating Scales

Dilakukan untuk mengumpulkan informasi dalam bentuk semi terstruktur,

yang sulit dilakukan dengan teknik lain dan data yang dihasilkan bisa

kuantitatif ataupun kualitatif, tergantung format yang dipergunakan.

7. Portofolio

19

Portofolio adalah kumpulan dokumen dan karya-karya peserta didik dalam

karya tertentu yang diorganisasikan untuk mengetahui minat, perkembangan

belajar dan prestasi siswa.

Berdasarkan uraian tentang teknik non tes di atas, dalam pengukuran

keterampilan belajar siswa, teknik non tes yang digunakan dalam penelitian ini

adalah dengan observasi atau pengamatan. Instrumen yang digunakan dalam

observasi atau pengamatan adalah lembar observasi atau lembar pengamatan.

Besarnya kompetensi nilai keterampilan siswa dapat diketahui melaui

pengukuran. Pengukuran diartikan sebagai kegiatan atau upaya yang dilakukan

untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau peristiwa, atau benda

Wardani, Naniek Sulistya. dkk (2012:47). Pengukuran dalam suatu penelitian

memiliki bermacam-macam skala pengukuran. Menurut Sugiyono (2012:136-

142) macam-macam skala pengukuran berupa:

1. Skala Likert.

Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi

seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Variabel yang

akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel, kemudian dijadikan

sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa

pertanyaan atan pernyataan. Jawaban setiap instrumen pada skala Likert

mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif yang berupa

kata-kata antara lain : Sangat setuju sampai sangat tidak setuju, selalu sampai

tidak pernah, dan sebagainya. Untuk keperluan analisis kuantitatif, jawaban

itu dapat diberi skor, misalnya:

1) Setuju/selalu/sangat positif 5

2) Setuju/sering/positif 4

3) Ragu-ragu/kadang-kadang/netral 3

4) Tidak setuju/hampir tidak pernah/negatif 2

5) Sangat tidak setuju/tidak pernah 1

Instrumen yang menggunakan skala Likert dapat dibuat dalam bentuk

checklist ataupun pilihan ganda.

20

2. Skala Guttman.

Skala pengukuran tipe ini akan didapat jawaban yang tegas, yaitu “ya-

tidak”; “benar-salah” dan sebagainya. Data yang diperoleh dapat berupa data

interval atau rasio dikotomi (dua alternatif). Penelitian menggunakan skala

guttman dilakukan bila ingin mendapatkan jawaban tegas terhadap suatu

permasalahan yang ditanyakan. Skala Guttman dapat dibuat dalam bentuk

pilihan ganda dan checklist. Jawaban dapat dibuat skor tertinggi satu dan

terendah nol. Misalnya untuk jawaban setuju diberi skor satu dan tidak setuju

diberi skor nol. Analisa dilakukan seperti pada skala Likert.

Contoh : Bagaimana pendapat anda bila orang itu menjabat pimpinan di

perusahaan ini?

a. Setuju.

b. Tidak setuju.

Peryataan yang berkenaan dengan fakta benda bukan termasuk dalam skala

pengukuran interval dikotomi.

Contoh : Apakah tempat kerja anda dekat dengan Jalan Protokol ?

a. Ya

b. Tidak

3. Rating Scale.

Data yang diperoleh pada rating scale merupakan data berupa angka

kemudian ditafsirkan dalam penelitian kualitatif. Dalam skala model ini

responden tidak menjadan salah satu dari jawaban kualitatif yang telah

disediakan, tetapi menjawab salah satu jawaban kuantitatif (berupa angka)

yang telah disediakan.

Contoh : Seberapa baik data ruang kerja anda di perusahaan A ?

Berilah jawaban dengan angka

4 bila tata ruang itu sangat baik.

3 bila tata ruang itu cukup baik.

2 bila tata ruang itu kurang baik.

1 bila tata ruang itu sangat tidak baik.

4. Semantic Deferential.

21

Skala ini dinyatakan dalam bentuk satu garis kontinum yang jawaban

paling positif terletak di bagian kanan garis, dan jawaban yang sangat negatif

terletak di bagian kiri garis atau sebaliknya. Data yang diperoleh adalah data

interval, dan biasanya skala ini digunakan untuk mengukur sikap/karakteristik

tertentu yang dipunyai seseorang.

Contoh : Beri nilai gaya kepemimpinan Manager anda

Bersahabat 5 4 3 2 1 Bermusuhan

Tepat janji 5 4 3 2 1 Ingkar janji

Demokratis 5 4 3 2 1 Otoriter

Memberi pujian 5 4 3 2 1 Mencela

Mempercayai 5 4 3 2 1 Mendominasi

Responden yang memberi jawaban angka 5, berarti persepsi responden

sangat positif, angka 3 berarti netral dan angka 1 berarti sangat negartif.

Berdasarkan uraian tentang macam skala pengukuran tersebut, penelitian ini

menggunakan skala pengukuran Guttman, karena variabel keterampilan belajar

siswa membutuhkan jawaban yang tegas dan konsisten agar dapat diketahui

dengan jelas tingkat keterampilan belajar siswa.

22

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan Priski, Chikita dengan judul “Pengaruh

Penggunaan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SDN 3 Jepon Kecamatan Jepon

Kabupaten Blora Semester II Tahun Ajaran 2011/2012”. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa nilai thitung > ttabel (5.345>4660). Signifikansi (0.000<0.005).

Berdasarkan hasil tersebut maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan

pengaruh penggunaan model pembelajaran berbasis masalah dalam pembelajaran

IPA pada siswa kelas IV SD Negeri 3 Jepon semester II tahun ajaran 2011/2012.

Kelebihan dalam penelitian ini dapat dilihat dari hasil belajar siswa kelas

eksperimen dengan model pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi dari kelas

kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional. Kelemahan penelitian ini

adalah penilaian hasil belajar hanya menonjolkan aspek kognitif. Mendasarkan

kelemahan tersebut seharusnya penilaian hasil belajar juga harus menonjolkan

penilaian afektif dan psikomotorik.

Penelitian yang dilakukan Prametasari, Merinda Dian dengan judul

“Efektifitas Penggunaan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based

Learning-PBL) Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 5 di SD Gugus

Hasanudin Salatiga Semester II Tahun Ajaran 2011/2012”. Hasil penelitian

menunjukkan ada efektifitas penggunaan model pembelajaran berbasis masalah.

Hal ini ditunjukkan dengan adanya perbedaan rata-rata dari hasil belajar kelas

kontrol dan kelas eksperimen dengan perolehan rata-rata nilai tes siswa kelas

kontrol lebih rendah daripada rata-rata nilai tes siswa kelas eksperimen, yaitu

74,53 < 83,38 dengan perbedaan rata-rata (mean difference) sebesar 8,851.

Perbedaan tersebut ditinjau dari kesignifikansiannya nampak t hitung > t

tabel (3.201 > 1.674) dengan taraf signifikansi diperoleh angka 0,002 < 0,05.

Kelebihan dari penelitian ini dapat dilihat dari hasil belajar siswa kelas

eksperimen dengan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based

Learning-PBL) lebih tinggi dari kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran

konvensional. Namun di sisi lain dalam penelitian ini terdapat kelemahan yaitu

23

pengukuran hasil belajar hanya ditonjolkan dari rata-rata nilai tesnya saja.

Mendasarkan kelemahan tersebut seharusnya penilaian hasil belajar juga harus

menonjolkan penilaian sikap dan keterampilan.

Penelitian yang dilakukan Darsana, I Kadek Adi dengan judul “Pengaruh

Pendekatan Problem Based Learning Terhadap Hasil Belajar IPA pada Siswa

Kelas 5 Sd Gugus 1 Sidemen Karangasem”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

terdapat perbedaan secara signifikan hasil belajar siswa yang dibelajarkan dengan

menggunakan pendekatan problem based learning dengan siswa yang

dibelajarkan dengan menggunakan pembelajaran konvensional thitung > ttabel

(3,52 > 2,000).

Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pendekatan

problem based learning berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas 5

Sekolah Dasar Negeri Gugus 1 Kecamatan Sidemen Karangasem. Kelebihan

dalam penelitian ini terdapat perbedaan rata-rata hasil belajar kelas eksperimen

yang menggunakan pendekatan problem based learning lebih tinggi daripada

kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional. Kelemahan

penelitian ini penilaian hasil belajar hanya menilai aspek kognitif melalui tes

pilihan ganda. Mendasarkan kelemahan tersebut seharusnya penilaian hasil belajar

tidak hanya menilai dari aspek kognitif, tetapi aspek afektif dan psikomotorik juga

harus dinilai selama proses pembelajaran.

24

2.3 Kerangka Berpikir

Pembelajaran IPA seringkali menggunakan metode pembelajaran berupa

ceramah atau penjelasan kemudian diberi contoh. Pembelajaran IPA ini berpusat

pada guru, dan tanggung jawab serta kekuasaan dalam pembelajaran sepenuhnya

berada di tangan guru. Dalam penelitian ini, pembelajaran yang menggunakan

model tersebut merupakan pembelajaran dengan pendekatan konvensional.

Pendekatan ini digunakan guru IPA untuk dapat menyelesaikan target kurikulum.

Guru merupakan sumber informasi dan siswa aktif mendengar dan mencatat

penjelasan guru. Hal yang dilakukan siswa adalah menerima, mencatat, dan

menghafalkan materi yang diberikan guru serta mengerjakan soal-soal latihan.

Pembelajaran yang demikian lebih mementingkan penguasaan akademik dan

kurang memperhatikan nilai-nilai yang terkandung dalam mata pelajaran IPA.

Selain itu, pembelajaran yang demikian belum menanamkan dan mengajarkan

konsep IPA sehingga siswa mengalami kesulitan mempraktekkan ilmunya untuk

memecahkan masalah dalam kehidupan nyata. Selain itu, interaksi yang terjalin

hanya satu arah, yaitu dari guru kepada siswa karena dalam pembelajaran ini,

siswa bekerja secara individualis.

Pendekatan problem based learning merupakan suatu pendekatan yang

berpusat pada siswa. Pendekatan problem based learning adalah pembelajaran

yang menghadapkan siswa dalam masalah nyata dan merupakan salah satu

pendekatan pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar secara

aktif kepada siswa. Ada 7 langkah pendekatan problem based learning dalam

kegiatan penelitian ini yaitu: 1) melihat gambar peristiwa alam, 2)

mengidentifikasi peristiwa alam yang terjadi di Indonesia, 3) merumuskan

masalah dampak peristiwa alam yang terjadi di Indonesia, 4) mengumpulkan tiga

dampak masing-masing peristiwa alam yang terjadi di Indonesia, 5) menganalisis

dampak masing-masing peristiwa alam yang terjadi di Iindonesia bagi makhluk

hidup dan lingkungan 6) mempresentasikan dampak masing-masing peristiwa

alam yang terjadi di Indonesia bagi makhluk hidup dan lingkungan, 7) refleksi

dari awal sampai pembelajaran.

25

Aspek yang dinilai dalam penelitian ini adalah keterampilan belajar siswa.

Dalam penelitian ini indikator keterampilan yang dinilai adalah: 1) terampil

melihat, 2) terampil menentukan, 3) terampil bertanya, 4) terampil

mengumpulkan informasi, 5) terampil menganalisis, 6) terampil menjelaskan.

Skor jika siswa melakukan keterampilan adalah 1 dan tidak melakukan adalah 0

Berdasarkan paparan tersebut, kerangka berpikir penelitian ini adalah sebagai

berikut:

26

Gambar 2.1

Kerangka Berpikir Pengaruh pendekatan Problem Based Learning

Terhadap Keterampilan Belajar IPA

Mempresentasikan dampak

masing-masing peristiwa alam

yang terjadi di Indonesia bagi

makhluk hidup dan lingkungan

Terampil menentukan empat permasalahan

peristiwa alam yang terjadi di Indonesia (P4)

Terampil mengumpulkan

tiga dampak masing-masing

peristiwa peristiwa alam

yang terjadi di Indonesia

(P3)

Terampil menganalisis

dampak masing-masing

peristiwa alam yang terjadi di Indonesia bagi makhluk

hidup dan lingkungan (P3)

Terampil bertanya

masalah dampak peristiwa

alam yang terjadi di

Indonesia (P2)

Terampil melihat gambar

peristiwa alam (P1)

Terampil menjelaskan

dampak masing-masing

peristiwa alam yang terjadi di

Indonesia bagi makhluk hidup

dan lingkungan (P5)

KD 7.6 Mengidentifikasi peristiwa alam

yang terjadi di Indonesia dan dampaknya

bagi makhluk hidup dan lingkungan.

Jumlah aktivitas

keterampilan

belajar IPA

Pendekatan

Problem Based Learning

Melihat gambar peristiwa alam

Refleksi

Mengidentifikasi empat

permasalahan peristiwa alam

yang terjadi di Indonesia

Merumuskan masalah dampak

peristiwa alam yang terjadi di

Indonesia

Mengumpulkan tiga dampak

masing-masing peristiwa alam

yang terjadi di Indonesia

Menganalisis dampak masing-

masing peristiwa alam yang

terjadi di Indonesia bagi

makhluk hidup dan lingkungan

Tanpa pendekatan

Problem Based Learning

Jumlah aktivitas

keterampilan

belajar IPA

Guru melakukan penilaian keterampilan

belajar IPA

1. Terampil melihat gambar keberadaan air

bersih (P1).

2. Terampil menentukan empat

permasalahan pada keberadaan air bersih

(P4).

3. Terampil bertanya masalah faktor yang

mempengaruhi keberadaan air bersih (P2).

4. Terampil mengumpulkan tiga kegiatan

manusia yang mempengaruhi keberadaan

air bersih (P3).

5. Terampil menganalisis kegiatan manusia

yang mempengaruhi keberadaan air bersih

(P3).

6. Terampil menjelaskan kegiatan manusia

yang mempengaruhi keberadaan air bersih

(P5).

Siswa mendengarkan

penjelasan guru

Guru bertanya jawab

dengan siswa

Guru menyampaikan

materi dengan metode

ceramah

KD 7.5 Mendeskripsikan

perlunya penghematan air

27

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir, hipotesis yang dirumuskan

adalah “terdapat pengaruh pendekatan problem based learning terhadap

keterampilan belajar IPA siswa kelas 5 SD Negeri Ledok 01 Kota Salatiga

semester II tahun pelajaran 2014/2015”.