BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Hakikat IPS€¦ · Kajian teori ini merupakan uraian...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Hakikat IPS€¦ · Kajian teori ini merupakan uraian...
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
Kajian teori ini merupakan uraian pendapat dari para ahli yang mendukung
penelitian
2.1.1. Hakikat IPS
Istilah “Ilmu Pengetahun Sosial” , disingkat IPS , merupakan nama mata
pelajaran di tingkat sekolah dasar dan menengah atau nama program studi di
perguruan tiggi yang identik dengan istilah “soial studies”. Menurut Sapriya
(2009:20) “Istilah IPS di sekolah dasar merupakan nama mata pelajaran yang
berdiri sendiri sebagai interaksi dari sejumlah konsep disiplin ilmu
sosial,humaniora,sains bahkan berbagai isu dan masalah kehidupan”.Gunawan
(2011:36) mengatakan bahwa “ untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah
pendidikan IPS merupakan penyederhanaan, adaptasi, seleksi, dan modifikasi dari
disiplin akademis ilmu – ilmu dan pedagogis-psikologis untuk tujuan institusional
pendidikan dasar dan menengah dalam kerangka mewujudkan tujuan pendidikan
nasional berdasarkan pancasila”. Sedangkan menurut Soewarso dan Widiarto
(2010:3)“IPS merupakan kajian tentang manusia dan dunia sekelilingnya”.Yang
menjadi kajian IPS ialah tentang hubungan antar manusia.
IPS juga mempunyai tujuan yang baik bagi siswa. Menurut Gunawan
(2011:26) Tujuan pendidikan IPS adalah untuk membantu tumbuhnya pola berpikir
ilmuwan sosial, mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan
analisis peserta didik terhadap kondisi sosial masyarakat dalam rangka membantu
tumbuhnya warga negara yang baik”. hal tersebut juga hampir sama yang
dikemukakan oleh Sapriya (2009:12) “IPS di tingkat sekolah pada dasrnya
bertujuan untuk mempersiapkan para peserta didik sebagi warga negara yang
menguasai pengetahuan (Knowledge),ketrampilan (skills),sikap dan nilai (attitudes
8
dan values) yang dapat digunakan sebagai kemampuan untuk memcahkan maslah
pribadi atau maslah sosial serta kemampuan mengambil keputusan dan
berpartisipasi dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan agar menjadi warga negara
yang baik”.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas maka hakikat IPS adalah sejumlah
konsep disiplin ilmu – ilmu sosial yang disederhanakan , diseleksi, dan di
modifikasi. IPS bukan hanya mengajarkan tentang ilmu – ilmu saja tetapi IPS juga
mengajarkan bagaimna menelaah, menganalisis gejala sosial yang ada di
masyarakat. Selain itu IPS mengkaji tentang manusia dan dunia sekililingnya. IPS
juga mempunyai tujuan untuk meningkatkan kemampuan menganalisis terhadap
kondisi sosial dalam masyarakat dan menguasai pengetahuan, keterampilan dan
sikap sebagai bekal berpartisipasi dalam lingkungan sosial dan menghadapi
masalah sosial yang ada. Oleh sebab itu IPS sanagt penting diajarkan di jenjang SD
supaya sejak dini siswa dapat memiliki jiwa sosial, mampu menganalisis gejala –
gejala sosial dengan benar dan kritis untuk menanggapi kondisi dan masalah sosial
dalam masyarakat. Di Indonesia pelajaran ilmu pengetauan sosial disesuaikan
dengan berbagai prespektif sosial yang berkembang di masyarakat. Kajian tentang
masyarakat dalam IPS dapat dilakukan dalam lingkungan yang terbatas, yaitu
lingkungan sekitar sekolah atau siswa dan siswi atau dalam lingkungan yang luas,
yaitu lingkungan negara lain, baik yang ada di masa sekarang maupun di masa
lampau. Dengan demikian siswa dan siswi yang mempelajari IPS dapat menghayati
masa sekarang dengan dibekali pengetahuan tentang masa lampau umat manusia.
2.1.2. Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan suatu proses yang dilakukan guru pada akhir
kegiatan pembelajaran atau akhir program untuk menentukan angka hasil belajar
peserta didik. Hasil belajar harus diidentifikasi melalui informasi hasil pengukuran
penguasaan bidang/materi dan aspek perilaku baik melalui teknik tes dan nontes.
Penguasaan materi yang dimaksud adalah derajat pencapaian kompetensi hasil
belajar seperti yang dikehendaki dalam standar proses dan dinyatakan dalam aspek
9
perilaku yang terbagi dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor (Wardani
Naniek Sulistya, dkk: 2012: 109).
Menurut Kusnandar (2011: 277) hasil belajar merupakan setiap kegiatan akan
menghasilkan sesuatu, begitupula dalam kegiatan belajar akan menghasilkan hasil,
yaitu hasil belajar. Penguasaan hasil belajar dapat dilihat dari perilakunya, baik
perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan berpikir maupun
keterampilan motorik.
Menurut Purwanto (2011:46) hasil belajar adalah perubahan perilaku peserta
didik akibat belajar. Perubahan perilaku disebabkan karena dia mencapai
penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses belajar mengajar.
Lebih lanjut lagi ia mengatakan bahwa hasil belajar dapat berupa perubahan dalam
aspekkognitif, afektif dan psikomotorik.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa hasil hasil
pengukuran yang diperoleh saat proses belajar berlangsung yang mencangkup
penguasaan pengetahuan (kognitif), keterampilan sikap (afektif) maupun
keterampilan (psikomotor). Pengukuran hasil dari aspek kognitif dapat diukur
melalui teknik tes, sedangkan pengukuran proses belajar dapat diukur melalui aspek
afektif, dan psikomotorik.
Ranah afektif, kognitif, psikomotor di namakan dengan taksonomi tujuan
belajar kognitif. Taksonomi tujuan belajar domain kognitif menurut Benyamin S.
Bloom yang telah disempurnakan David Krathwohl serta Norman E. Gronlund dan
R.W. De Maclay ds (Wardani, Naniek Sulistya, dkk, 2012:55) adalah menghafal
(Remember), memahami (Understand), mengaplikasikan (Aply), menganalisis
(Analize), mengevaluasi (Evaluate), dan membuat (Create).
Hasil belajar digunakan oleh guru sebagai ukuran atau kriteria dalam
mencapai satu tujuan pendidikan. Ukuran hasil belajar dapat diperoleh dari aktivitas
pengukuran. Menurut (Wardani Naniek Sulistya, Slameto:2012) pengukuran dapat
diartikan sebagai kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-
angka pada suatu peristiwa, atau benda sehingga pengukuran tersebut akan berupa
10
angka. Arikunto dan Jabar dalam Wulan (2010) menyatakan pengertian pengukuran
sebagai kegiatan membandingkan suatu hal dengan satuan ukuran tertentu sehingga
data yang di hasilkan adalah data kuantitatif. Jadi pengukuran memiliki arti suatu
kegiatan yang dilkukan dengan cara membandingkan sesuatu dengan satuan ukuran
tertentu sehingga data yang dihasilkan adalah data kuantutatif atau data angka.
Untuk menetapkan angka dalam pengukuran, perlu sebuah alat ukur yang disebut
dengan instrumen.
Ketercapaian tujuan pembelajaran akan diketahui melalui teknik atau cara
pengukuran yang sistematis melalui tes, observasi, skala sikap, atau penilaian
portofolio. Alat yang dipergunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan
pembelajaran disebut instrumen. Instrumen sendiri terdiri atas butir-butir soal
apabila pengukuran dilakukan dengan cara menggunakan tes, dan apabila
pengukuran dilakukan menggunakan cara observasi atau pengamatan dapat
menggunakan instrumen lembar pengamatan atau observasi, pengukuran dengan
skala sikap dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen butir-butir pernyataan.
Menurut Wardani Naniek Sulistya (2012:50) asesmen adalah proses pengambilan
dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik.
Ketercapaian tujuan pembelajaran akan diketahui dengan teknik atau cara
pengukuran yang sistematis melalui tes, observasi, skala sikap, atau portofolio.
(Balitbang Depdiknas, 2006). Secara umum tehnik asesmen dapat dikelompokkan
menjadi dua, yakni tehnik tes dan non tes.
a. Tes
Tes adalah seperangkat pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk
memperoleh informasi tentang trait atau sifat atau atribut pendidikan yang setiap
butir pertanyaan tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar
(Suryanto Adi, dkk., 2009 dalam buku evaluasi tahun 2012). Tes minimal
mempunyai dua fungsi, yaitu untuk:
a) mengukur tingkat penguasaan terhadap seperangkat materi atau tingkat
pencapaian terhadap seperangkat tujuan tertentu.
11
b) menentukan kedudukan atau seperangkat peserta didik dalam kelompok
tentang penguasaan materi atau pencapaian tujuan pembelajaran tertentu.
Tes sangat bermacam-macam bentuk dan jenisnya. Menurut Endang
Poerwanti, dkk (2008: 4-5) terdapat 3 jenis tes salah satunya adalah jenis tes
berdasarkan bentuk jawabanya, yaitu:
a) Tes Uraian adalah tes yang menuntut siswa mengorganisasikan gagasan
tentang apa yang telah dipelajarinya dengan cara mengemukakan dalam bentuk
tulisan.
b) Tes Jawaban Pendek adalah tes bisa digolongkan ke dalam tes jawaban pendek
jika peserta tes diminta menuangkan jawabanya bukan dalam bentuk esei,
tetapi dengan memberikan jawaban pendek, dalam bentuk rangkaian kata
pendek, kata lepas maupun angka.
c) Tes Objektif adalah tes yang keseluruhan informasi yang diperlukan untuk
menjawab tes telah tersedia.
b. Non Tes
Teknik non tes berisi pertanyaan atau pernyataan yang tidak berisi jawaban
benar atau salah. Instrumen non tes bisa berbentuk kuisioner atau inventori.
Kuisioner berisi sejumlah pertanyaan atau penyataan, peserta didik diminta
menjawab atau memberikan pendapat terhadap pernyataan. Inventori merupakan
instrumen yang berisi tentang laporan Wardani Naniek Sulistya (2012:73-74)
mengemukakan beberapa macam tehnik non tes yaitu sebagai berikut:
a) Unjuk kerja adalah suatu penilaian/ pengukuran yang dilakukan melalui
pengamatan aktivitas peserta didik dalam melakukan sesuatu yang berupa
tingkah laku atau interaksinya seperti berbicara, berpidato, membaca puisi dan
berdiskusi
b) Penugasan adalah penilaian yang berbentuk pemberian tugas yang
mengandung penyelidikan (investigasi) yang harus selesai dalam waktu
tertentu. Penyelidikan ini dilakukan secara bertahap yakni perencanaan,
pengumpulan data, pengolahan data dan penyajian data.
12
c) Tugas individu adalah penilaian yang berbentuk pemberian tugas kepada
peserta didik yang dilakukan secara individu. Tugas ini dapat diberikan pada
waktu pembuatan kliping, makalah dan lain sejenisnya.
d) Tugas kelompok adalah tugas ini dikerjakan secara berkelompok. Bentuk
instrument yang digunakan salah satunya adalah tertulis dengan menjawab
uraian secara bebas dengan tingkat berfikir tinggi yaitu aplikasi sampai
evaluasi.
e) Laporan adalah penilaian yang berbentuk laporan atas tugas atau pekerjaan
yang diberikan seperti laporan diskusi, laporan kerja praktik, laporan
praktikum dan laporan Pemantapan Praktik Lapangan (PPL).
f) Response atau ujian praktik adalah suatu penilaian yang dipakai untuk mata
pelajaran yang ada kegiatan praktikumnya seperti mata kuliah PPL.
g) Portofolio adalah penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan
informasi yang menunjuk perkembangan kemampuan peserta didik dalam satu
periode tertentu.
Dalam membuat alat ukur yang akan digunakan haruslah membuat kisi-kisi
(test blue print atau table of spesification) adalah format atau matriks pemetaan soal
yang menggambarkan distribusi item untuk berbagai topik atau pokok bahasan
berdasarkan kompetensi dasar, indikator dan jenjang kemampuan tertentu.
Penyusunan kisi-kisi ini digunakan untuk pedoman munyusun atau menulis soal
menjadi perangkat tes. Hasil dari pengukuran tersebut digunakan sebagai dasar
penilaian atau evaluasi. Evaluasi berasal dari kata evaluation. Wardani, Naniek
Sulistya dkk, (2010,2.8) mengartikanya, bahwa evaluasi itu merupakan proses
untuk memberi makna atau menetapkan kualitas hasil pengukuran, dengan cara
membandingkan angka hasil pengukuran tersebut dengan kriteria tertentu. Kriteria
sebagai pembanding dari proses dan hasil pembelajaran tersebut dapat ditentukan
sebelum proses pengukuran atau setelah pengukuran. Kriteria ini dapat berupa
proses atau kemampuan minimal yang dipersyaratkan seperti KKM, atau batas
keberhasilan, dapat pula berupa kemampuan rata-rata unjuk kerja kelompok atau
berbagai patokan yang lain. Peraturan Mentri Pendidikan Nasional No. 20 Tahun
2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan menyatakan bahwa Kriteria ketuntasan
13
minimal (KKM) adalah kriteria ketuntasan belajar (KKB) yang ditentukan oleh
satuan pendidikan. KKM pada akhir jenjang satuan pendidikann untuk kelompok
mata pelajaran selain ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan nilai batas
ambang kompetensi. Prinsip penilaian menurut Permendiknas No 66 tahun 2013
yaitu sebagai berikut:
1. Objektif, berarti penilaian berbasis pada standar dan tidak dipengaruhi faktor
subjektivitas penilai.
2. Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik dilakukan secara terencana, menyatu
dengan kegiatan pembelajaran, dan berkesinambungan.
3. Ekonomis,berarti penilaian yang efisien dan efektif dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan pelaporanya.
4. Transparan, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar
pengambilan keputusan dapat diakses oleh semua pihak.
5. Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggung jawabkan kepada pihak
internal sekolah maupun eksternal untuk aspek teknik, prosedur, dan hasilnya.
6. Edukatif, berarti mendidik dan memotivasi peserta didik dan guru.
2.1.3. Pendekatan Saintifik
Pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian
rupa agar peserta didik secara aktif mengkonstruk konsep, hukum dan prinsip
melalui mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah),
merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan
data dengan berbagai teknik, menganalisa data, menarik kesimpulan dan
mengkomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan”( Hosnan,2014:
34). Dalam pembelajaran saintifik diharapkan tercipta kondisi pembelajaran yang
mendorong peserta didik untuk mencari tahu informasi dari berbagai sumber
melalui observasi, dan bukan hanya diberi tahu.
Menurut Sani (2014: 51) pendekatan saintifik merupakan metode ilmiah pada
umumnya dilandasi dengan pemaparan data yang diperoleh melalui pengamatan
atau percobaan. Oleh sebab itu, percobaan dapat diganti dengan kegiatan
14
memperoleh informasi dari berbagai sumber. Dalam melakukan kegiatan tersebut,
bantuan atau bimbingan guru tetap dibutuhkan.
Menurut Mushlihatun Syarifah (2013: 54) pendekatan saintifik adalah
pembelajaran yang terdiri atas kegiatan mengamati (untuk mengidentifikasi hal-hal
yang ingin diketahui), merumuskan pertanyaan (dan merumuskan hipotesis),
mencoba/mengumpulkan data (informasi) dengan berbagai teknik, mengasosiasi/
menganalisis/mengolah data (informasi) dan menarik kesimpulan serta
mengkomunikasikan hasil yang terdiri dari kesimpulan untuk memperoleh
pengetahuan, keterampilan dan sikap.
Menurut beberapa pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan pendekatan
saintifik adalah pembelajaran yang terdiri atas kegiatan mengamati (untuk
mengidentifikasi hal-hal yang ingin diketahui), merumuskan pertanyaan (dan
merumuskan hipotesis), mencoba/mengumpulkan data (informasi) dengan berbagai
teknik, mengasosiasi/ menganalisis/mengolah data (informasi) dan menarik
kesimpulan serta mengkomunikasikan
Dalam proses pembelajaran ada beberapa langkah-langkah yang akan di
implemntasikan sangat penting diperhatikan agar kegiatan pembelajaran dapat
berjalan dengan baik dan dapat mencapai tujuanyang diinginkan. Oleh sebab itu
guru harus mengerti lamgah-langkah yang akan di gunakan. Berikut langkah
langkah-langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik Menurut Sani (2014:
56)
1. Mengamati atau observai adalah membaca, mendengar, menyimak, melihat
(tanpa atau dengan alat). Kompetensi yang dikembangkan adalah melatih
kesungguhan, ketelitian, mencari informasi yang dilakukan oleh siswa.
2. Menanya merupakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan cara
mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang
diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa
yang diamati
15
3. Mengekplorasi/ mengumpulkan informasi merupakan kegiatan pembelajaran
yang berupa eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengamati
objek/kejadian/aktivitas, dan wawancara dengan narasumber.
4. Mengasosiasi atau mengolah informasi adalah memproses informasi yang
sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan
mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan
kegiatan mengumpulkan informasi.
5. Mengkomunikasikan merupakan kegiatan pembelajaran yang berupa
menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara
lisan, tertulis, atau media lainnya
Menurut Mushlihatun Syarifah (2013: 60) langkah-langkah pendekatan
saintifik
1. Mengamati: membaca, mendengar, menyimak, melihat (tanpa atau dengan
alat) untuk mengidentifikasi hal-hal yang ingin diketahui – Mengamati dengan
indra (membaca, mendengar, menyimak, melihat, menonton, dan sebagainya)
dengan atau tanpa alat.
2. Menanya: mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang tidak dipahami dari apa
yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang
apa yang diamati – Membuat dan mengajukan pertanyaan, tanya jawab,
berdiskusi tentang informasi yang belum dipahami, informasi tambahan yang
ingin diketahui, atau sebagai klarifikasi.
3. Mencoba/mengumpulkan data (informasi): melakukan eksperimen, membaca
sumber lain dan buku teks, mengamati objek/kejadian/aktivitas, wawancara
dengan narasumber, Mengeksplorasi, mencoba, berdiskusi,
mendemonstrasikan, meniru bentuk/gerak, melakukan eksperimen, membaca
sumber lain selain buku teks, mengumpulkan data dari nara sumber melalui
angket, wawancara, dan memodifikasi/ menambahi/mengembangkan.
4. Mengasosiasikan/mengolah informasi: Siswa mengolah informasi yang sudah
dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen mau
pun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi –
16
mengolah informasi yang sudah dikumpulkan, menganalisis data dalam bentuk
membuat kategori, mengasosiasi atau menghubungkan fenomena/informasi
yang terkait dalam rangka menemukan suatu pola, dan menyimpulkan.
5. Mengkomunikasikan: Siswa menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan
berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya –
menyajikan laporan dalam bentuk bagan, diagram, atau grafik; menyusun
laporan tertulis; dan menyajikan laporan meliputi proses, hasil, dan kesimpulan
secara lisan.
6. (Dapat dilanjutkan dengan) Mencipta: SISWA menginovasi, mencipta,
mendisain model, rancangan, produk (karya) berdasarkan pengetahuan yang
dipelajari.
Berdasarkan langkah-langkah pendekatan saintifik dari beberapa ahli, makan
dapat disimpulkan langkah-langkah pendekatan saintifik sebagai berikut :
1. Mengamati
2. Menanya
3. Mengumpulkan Informasi
4. Mengolah Informasi
5. Mengkomunikasikan
Dalam pendekatan santifik terdapat kelebihan. Berikut kelebihan pendekatan
santifik, Menurut Hosnan (2014: 36) Pendekatan saintifik memiliki beberapa
kelebihan sebagaiik berikut:
1. Proses pembelajaran lebih terpusat pada siswa sehingga memungkinkan siswa
aktif dan kreaktif dalam pembelajaran.
2. Langkah-langkah pembelajarannya sistematis sehingga memudahkan guru
untuk memanajemen pelaksanaan pembelajaran.
3. Memberi peluang guru untuk lebih kreatif dan mengajak siswa untuk aktif
dengan berbagai sumber belajar.
4. Langkah-langkah pembelajaran melibatkan keterampilan proses sains dalam
mengonstruksi konsep hukum atau prinsip.
17
5. Proses pembelajarannya melibatkan proses-proses kognitif yang potensi dalam
merangsang perkembangan intelek khususnya keterampilan berpikir tingkat
tinggi siswa.
6. Dapat mengembangkan karakter siswa.
7. Penilaiannya mencakup semua aspek.
Menurut Mushlihatun Syarifah (2013: 58) kelebihan pendekatan saintifik
sebagai berikut:
1. Siswa harus aktif dan kreatif karena tidak seperti kurikulum sebelumya materi
di kurikulum terbaru ini lebih ke pemecahan masalah.
2. Jadi siswa untuk aktif mencari informasi agar tidak ketinggalan materi
pembelajar. Penilaian di dapat dari semua aspek.
3. Pengambilan nilai siswa bukan hanya di dapat dari nilai ujianya saja tetapi juga
di dapat dari nilai kesopanan, religi, praktek, sikap dan lain
Selain kelebihan dalam pendekatan santifik terdapat juga kekurangan.
Berikut kekurangan pendekatan santifik. Menurut Hosnan (2014: 36) Pendekatan
saintifik memiliki beberapa kelemahan yaitu sebagai berikut:
1. Dibutuhkan kreatifitas tinggi dari guru untuk menciptakan lingkungan belajar
dengan menggunakan pendekatan saintifik sehingga apabila guru tidak mau
kreatif maka pembelajaran tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan
pembelajaran.
2. Guru jarang menjelaskan materi pelajaran karena guru banyak yang
beranggapan bahwa dengan kurikulum terbaru ini guru tidak perlu
menjelaskan materinya.
Menurut Syarif (2013:89) kekurangan pendekatan saintifik adalah sebagai
berikut:
1. Membutuhkan waktu yang lebih lama,
2. Membutuhka persiapan mengajar yang lebih banyak,
3. Penilaian siswa menjadi lebih rumit,
4. Siswa berprestasi rendah akan mengalami kesulitan belajar,
18
5. Pendekatan Saintifik kurang cocok untuk materi yang sukar,
6. Siswa merasa tugasnya (PR) lebih banyak,
7. Perlu waktu untuk mengubah kebiasaan siswa bersikap ilmiah.
2.1.4. Penerapan HOTS (Higher Order Thinking Skill) dengan Pendekatan
Saintifik
Higher Order Thinking Skill (HOTS) dalam pembelajaran mengintegerasikan
level berfikir tingkat tinggi alam proses belajar dan evaluasi. Keterampilan berfikir
tingkat tinggi atau Higher Order Thinking Skill (HOTS) merupakan kegiatan
berfikir yang melibatkan level kognitif hirarki tingkat tinggi dari blooms taxonomy
(itc:2013) yang terdiri dari 6 level yaitu sebagai berikut :
1. Design
Acting like an inventor, experiencing “light bulb” moments to generate new
products, ideals or ways of doing things
2. Evalute
Acting like the scales of jusctice to “weigh up” the evidence to make and
justify a decision
3. Analyse
Acting like a magnifying glass to identify the component parts of an issue,
situation or object
4. Apply
Acting to apply new skills, rules and concepts to related and new situations
5. Understand
Acting like an expert, showing understanding of words, concepts, cause and
affect and “reasons for”
6. Remember
Acting like an internet databese to recall information, facts and data?
Didalam penjelasan diatas berfikir tingkat tinggi dalam taksonomi bloom
dapat disimpulkan sebagai berikut:
19
1. Desain
Mengalami untuk menghasilkan produk, ide atau cara baru
2. Evaluasi
Menimbang/ bukti untuk membuat dan membenarkan keputusan
3. Menganalisis
Mengindentifikasi bagian komponen dari sebuah isu, situasi atau objek
4. Menerapkan
Menerapkan keterampilan baru, aturan dan konsep terkait dan situasi baru
5. Memahami
Memahami kata-kata, konsep, sebab dan akibat
6. Mengingat
Mengingat data, fakta dan informasi
Dalam hal ini hubungan Higher Order Thinking Skill (HOTS) dengan
pendekatan saintifik saling berkaitan, karena pendekatan saintifik penerapan (5M)
yang meliputi mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar, dan
mengomunikasikan diharapkan juga mampu mengubah iklim pembelajaran
menjadi lebih aktif, kolaboratif, dan partisipatif, serta mampu merangsang HOTS
(Higher Order Thinking Skill) atau kemampuan berpikir kritis dan analitis siswa,
bahkan sampai membuat siswa menghasilkan sebuah karya. Dengan kata lain,
pembelajaran diharapkan berada pada level yang lebih tinggi baik pada aspek
kognitif, afektif, maupun psikomotor.
2.1.5. Model Pembelajaran Think Talk Write (TTW)
Secara etimologi, think diartikan dengan “berpikir”, talk diartikan
“berbicara”, sedangkan write diartikan sebagai “menulis”. Jadi think talk write bisa
diartikan sebagai berpikir, berbicara, dan menulis.
Menurut Jumanta Hamdayana (2014: 217) Think Talk Write adalah sebuah
pembelajaran yang dimulai dengan berpikir melalui bahan bacaan (menyimak,
mengkritisi, dan alternative solusi), hasil bacaannya dikomunikasikan dengan
presentasi, diskusi, dan kemudian membuat laporan hasil presentasi.
20
Menurut Yamin dan Ansari (2012: 84) pembelajaran Think Talk Write (TTW)
dapat menumbuh kembangkan kemampuan pemecahan masalah. Alur kemajuan
pembelajaran TTW dimulai dari keterlibatan siswa dalam berpikir atau berdialog
dengan dirinya sendiri setelah proses membaca, selanjutnya berbicara dan membagi
ide dengan temannya sebelum menulis.
Menurut beberapa pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran TTW adalah model pembelajaran yang dimulai dengan berpikir
melalui bahan bacaan (menyimak, mengkritisi, dan alternative solusi), hasil bacaan
dari kelompok @ 5 orang yang dikomunikasikan dengan presentasi, diskusi, dan
kemudian membuat laporan hasil presentasi.
Menurut Jumanta Hamdayana (2014: 217-218) Tahapan-tahapan yang
dilakukan dalam pembelajaran menggunakan tipe ini adalah berpikir (Think),
berbicara (Talk), dan menulis (Write).
1. Berpikir (Think)
Aktivitas berpikir dalam pembelajaran, terdapat dalam kegiatan yang dapat
memancing siswa untuk memikirkan sebuah permasalahan baik dalam eksperimen,
kegiatan demonstrasi yang dilakukan oleh guru atau siswa, pengamatan gejala
fisiska atau berbagai peristiwa dalam kehidupan sehari-hari. Proses membaca buku
paket atau handout fisika serta berbagai macam artikel yang berhubungan dengan
pokok bahasan. Setelah itu siswa mulai memikirkan solusi dari permasalahan
tersebut dengan cara menuliskannya di buku catatan atau handout atau pun
mengingat bagian yang dipahami serta yang tidak dipahaminya.
2. Bicara (Talk)
Siswa melakukan komunikasi dengan teman menggunakan kata-kata dan
bahasa yang mereka pahami. Siswa menggunakan bahasa untuk menyajikan ide
kepada temannya, membangun teori bersama, sharing strategi solusi dan membuat
definisi.
21
Talking membantu guru mengetahui tingkat pemahaman siswa dalam belajar
sehingga dapat mempersiapkan perlengkapan pembelajaran yang dibutuhkan. Fase
berkomunikasi (talk) ini juga memungkinkan siswa untuk terampil berbicara.
Secara alami dan mudah proses komunikasi dapat dibangun di kelas dan
dimanfaatkan sebagai alat sebelum menulis.
Selain itu, berkomunikasi dalam suatu diskusi dapat membantu kolaborasi
dan meningkatkan aktivitas belajar dalam kelas. Selanjutnya, berbicara baik antar
siswa maupun dengan guru dapat meningkatkan pemahaman. Hal ini bisa terjadi
karena saat siswa diberi kesempatan untuk berbicara atau berdialog, sekaligus
merekonstruksi berbagai ide untuk dikemukakan melalui dialog.
3. Menulis (Write)
Siswa menuliskan hasil diskusi atau dialog pada lembar kerja yang
disediakan. Aktivitas menulis berarti merekonstruksi ide, karena setelah berdiskusi
atau berdialog antar teman dan kemudian mengungkapkannya melalui tulisan.
Aktivitas menulis akan membantu siswa dalam membuat hubungan dan juga
memungkinkan guru melihat pengembangan konsep siswa.
Dalam proses pembelajaran langkah – langkah yang akan di implementasikan
sangat penting untuk diperhatikan agar kegiatan pembelajaran dapat berjalan
dengan baik dan dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Oleh sebab itu guru harus
mengerti langkah – langkah yang akan digunakan. Menurut Jumanta Hamdayana
(2014: 219) langkah-langkah pembelajaran dengan model Think Talk Write (TTW)
yaitu :
1. Guru membagikan teks bacaan.
2. Peserta didik membaca masalah yang ada di dalam teks bacaan dan membuat
catatan kecil secara indivivu tentang apa yang diketahui dan apa yang tidak di
ketahui dalam masalah tersebut. Ketika peserta didik membuat catatan kecil
inilah akan menjadi proses berpikir (think).
3. Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok kecil (3-5 siswa).
22
4. Siswa berinteraksi dan berkolaborasi dengan teman stu grup untuk membahas
isi catatan dari hasil catatan (talk)
5. Dari hasil diskusi, peserta didik secara individual merumuskan pengetahuan
berupa jawaban atas soal (berisi landasan dan keterkaitan konsep, metode, dan
solusi) dalam bentuk tulisan (write) dengan bahasanya sendiri.
6. Perwakilan dari setiap kelompok menyajikan hasil diskusi kelompok,
sedangkan kelompok lain diminta memberikan tanggapan.
7. Kegiatan akhir pembelajaran adalah membuat refleksi dan kesimpulan atas
materi yang telah dipelajari.
Langkah–langkah metode pembelajaran Think Talk Write (TTW) menurut
Martinis Yamin dan Bansu I. Antasari (2010: 23 ) adalah:
1. Guru membagi teks bacaan berupa lembar aktivitas siswa yang memuat situasi
masalah yang bersifat open - ended serta memberikan petunjuk dan prosedur
pelaksanaannya.
2. Siswa membaca teks dan membuat catatan hasil bacaan serta individual, untuk
dibawa ke forum diskusi (Think)
3. Siswa berinteraksi dan berkelaborasi dengan teman untuk membahas isi catatan
(Talk). Guru berperan sebagaimediator dalam lingkungan belajar.
4. Siswa mengkontruksikan sendiri pengetahuan sebagai hasil kolaborasi (Write).
Guru memantau dan mengevaluasi tingkat pemahaman siswa.
Berdasarkan langkah-langkah model pembelajaran TTW dari beberapa ahli,
makan dapat disimpulkan langkah-langkah model pembelajaran TTW sebagai
berikut :
1. Menerima lembar aktivitas siswa (LAS)
2. Membaca teks dalam lembar aktivitas siswa (LAS)
3. Membuat catatan kecil tentang apa yang diketahui dan apa yang tidak
diketahui.(think)
4. Membentuk kelompok kecil @5 siswa.
5. Membahasa isi catatan dalam kolaborasi diskusi. (talk)
23
6. Secara individu menuliskan jawaban dengan bahasa sendiri. (write)
7. Perwakilan setiap kelompok untuk menyajikan hasil diskusi.
8. Kelompok yang lain memberikan tanggapan
9. Membuat kesimpulan
10. Melakukan refleksi
Dalam model pembelajaran Think Talk Write (TTW) terdapat kelebihan.
Berikut kelebihan model pembelajaran Think Talk Write (TTW), Menurut Suyatno
(2009: 25) kelebihan model pembelajaran Think Talk Write diantaranya sebagai
berikut:
1. Dapat membantu siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri
sehingga pemahaman konsep siswa menjadi lebih baik,
2. Siswa dapat mengkomunikasikan atau mendiskusikan pemikirannya dengan
temannya sehingga siswa saling membantu dan saling bertukar pikiran.
3. Hal ini akan membantu siswa dalam memahami materi yang diajarkan.
4. Dapat melatih siswa untuk menuliskan hasil diskusinya ke bentuk tulisan
secara sistematis sehingga siswa akan lebih memahami materi dan membantu
siswa untuk mengkomunikasikan ide-idenya dalam bentuk tulisan.
Menurut Suseli (2010:39), kelebihan model pembelajaran Think Talk Write
(TTW) yaitu sebagai berikut:
1. Membentuk kerjasama tim,
2. Melatih berfikir,
3. Berbicara dan membuat catatan sendiri,
4. Bertukar informasi antar kelompok/siswa,
5. Melatih siswa untuk menulis
Selain kelebihan dalam model pembelajaran Think Talk Write (TTW)
terdapat juga kekurangan. Berikut kekurangan model pembelajaran Think Talk
Write (TTW).
Menurut Suyatno (2009: 52) kekurangan model pembelajaran Think Talk
Write diantaranya sebagai berikut:
24
1. Model TTW adalah model pembelajaran baru di sekolah sehingga siswa belum
terbiasa belajar dengan langkah-langkah pada model TTW oleh karena itu
cenderung kaku dan pasif,
2. Kesulitan dalam mengembangkan lingkungan sosial siswa.
Silver & Smith (dalam Risaldiyan, 2011) kekurangan model pembelajaran
Think Talk Write diantaranya sebagai berikut:
1. Penilaian yang diberikan didasarkan kepada hasil kerja kelompok.
2. Namun demikian, guru perlu menyadari, bahwa sebenarnya hasil atau prestasi
yang diharapkan adalah prestasi setiap individu siswa,
3. Keberhasilan model pembelajaran kooperatif dalam upaya mengembangkan
kesadaran berkelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang,
4. Walaupun kemampuan bekerjasama merupakan kemampuan yang sangat
penting untuk siswa, akan tetapi banyak aktivitas dalam kehidupan yang hanya
didasarkan kepada kemampuan secara individual.
5. Oleh karena itu idealnya melalui model pembelajaran kooperatif selain siswa
belajar bekerja sama, siswa juga harus belajar bagaimana membangun
kepercayaan diri.
Penerapan pendekatan Saintifik dan model Think Talk Write (TTW) melalui
Langkah-langkah kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut:
1. Menerima lembar aktivitas siswa (LAS)
2. Membaca lembar aktivitas siswa (LAS)
3. Menanya tentang materi.(think)
4. Membuat penalaran pada catatan kecil
5. Membuat kelompok @5 siswa
6. Mengumpulkan informasi
7. Berdiskusi dalam kelompok (Think)
8. Setiap kelompok mengomunikasikan hasil diskusi di depan kelas.
9. Kelompok lain memberikan tanggapan
10. Menulis kesimpulan (write)
25
2.1.6. Penerapan HOTS (Higher Order Thinking Skill) dengan Model
Pembelajaran Think Talk Write (TTW)
Higher Order Thinking Skill (HOTS) dalam pembelajaran mengintegerasikan
level berfikir tingkat tinggi alam proses belajar dan evaluasi. Keterampilan berfikir
tingkat tinggi atau Higher Order Thinking Skill (HOTS) merupakan kegiatan
berfikir yang melibatkan level kognitif hirarki tingkat tinggi dari blooms taxonomy
(itc:2013) yang terdiri dari 6 level yaitu sebagai berikut :
1. Design
Acting like an inventor, experiencing “light bulb” moments to generate new
products, ideals or ways of doing things
2. Evalute
Acting like the scales of jusctice to “weigh up” the evidence to make and
justify a decision
3. Analyse
Acting like a magnifying glass to identify the component parts of an issue,
situation or object
4. Apply
Acting to apply new skills, rules and concepts to related and new situations
5. Understand
Acting like an expert, showing understanding of words, concepts, cause and
affect and “reasons for”
6. Remember
Acting like an internet databese to recall information, facts and data?
Didalam penjelasan diatas berfikir tingkat tinggi dalam taksonomi bloom
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Desain
Mengalami untuk menghasilkan produk, ide atau cara baru
2. Evaluasi
Menimbang/ bukti untuk membuat dan membenarkan keputusan
26
3. Menganalisis
Mengindentifikasi bagian komponen dari sebuah isu, situasi atau objek
4. Menerapkan
Menerapkan keterampilan baru, aturan dan konsep terkait dan situasi baru
5. Memahami
Memahami kata-kata, konsep, sebab dan akibat
6. Mengingat
Mengingat data, fakta dan informasi
Dalam hal ini hubungan Higher Order Thinking Skill (HOTS) dengan model
pembelajaran Think Talk Write, karena Alur model pembelajaran Think Talk Write
dimulai dari keterlibatan siswa dalam berpikir kritis atau berdialog dengan dirinya
sendiri setelah proses membaca, selanjutnya berbicara dan membagi ide dengan
temannya kemudian menulis hasil diskusi. keterampilan berfikit pada taraf yang
lebih tinggi atau Higher Order Thinking Skills (HOTS) membuat siswa mampu
menyampaikan gagasan secara argumentatif, logis, dan percaya diri, baik secara
tertulis, lisan, dan tindakan. HOTS dalam pembelajaran yaitu dengan
mengintegrasikan level berfikir pada tarap yang lebih tinggi dalam proses belajar
dan evaluasi. Berfikir kritis dan berfikir pada tarap yang lebih tinggi adalah berfikir
kritsi setelah membaca dan membagikan ide dengan teman dan kemudian menulis
hasil diskusi, karena model pembelajaran Think Talk Write menuntut siswa untuk
berfikir, berbicara dan menulis. Jadi berfikir kritis perlu dilatihkan sejak usia
sekolah dasar agar siswa terbiasa dengan cara berpikir tingkat tinggi yang akan
menjadi modal pada jenjang pendidikan berikutnya.
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian dilakukan oleh Faiqoh, Bekti Putri di tahun 2016 variable x
Model Pembelajaran Think Talk And Write variable y Kreativitas belajar IPS.
Penelitian ini membuktikkan bahwa dengan model Model Pembelajaran Think Talk
And Write kreativitas belajar IPS dapat meningkat. Memperoleh Persentase
Generalisasi Secara Umum Tingkat Kreativitas Belajar Siswa Sebesar 62,49%,
Mengalami Peningkatan Persentase Generalisasi Secara Umum Tingkat Kreativitas
27
Belajar Siswa Sebesar 77,06%. Dengan ini membuktikan bahwa Penerapan Model
Pembelajaran Think Talk And Write (TTW) Dapat Meningkatkan Kreativitas
Belajar Siswa Serta Meningkatkan Keterampilan Mengajar Guru Pada
Pembelajaran IPS Khususnya Pada Materi Jasa Dan Peranan Tokoh Perjuangan
Dalam Mempersiapkan Kemerdekaan Indonesia Di Kelas IV SDN 1 Tedunan
Jepara.
Penelitian dilakukan oleh Misykah, Zulvia di tahun 2015 dengan variable
x Model Think Talk Write (TTW), dan variable y Hasil belajar mata pelajaran IPS
Kelas IV SD Negeri 101772 Tanjung Selamat ,peneltian membuktikkan bahwa pre
tes dari 25 jumlah siswa tedapat 4 orang (16%) siswa yang mencapai tingkat
ketuntasan belajar dengan nilai rata-rata kelas sebesar 36,30 dan sebanyak 21 orang
(84%) siswa yang tidak tuntas dalam belajar, selanjutnya pada siklus I, 15 orang
(60%) siswa yang mencapai tingkat ketuntasan belajar dengan nilai rata-rata 66,68
sedangkan siswa yang tidak tuntas sebanyak 10 orang (40%). Pada siklus II
sebanyak 22 orang (92%) siswa yang mencapai tingkat ketuntasan belajar dengan
nilai rata 89,33 dan 2 orang (4%) siswa yang tidak tuntas. Siklus I hasil observasi
terhadap guru mencapai 78,88 hasil ini masih tergolong dalam kategori cukup,
sedangkan hasil observasi pada siswa dalam aspek afektif dan psikomotorik
mencapai 71,1 hasil ini juga tergolong dalam kategori cukup. Pada siklus II hasil
observasi terhadap guru mengalami peningkatan yaitu nilai yang diperoleh sebesar
88,46 begitu juga pada hasil observasi siswa sudah mengalami peningkatan yaitu
82,6 hasil ini termasuk dalam kategori baik, sehingga secara klasikal kelas tersebut
dinyatakan telah tuntas belajar karena telah memenuhi standar minimal 80% dari
jumlah keseluruhan siswa yang mencapai ketuntasan belajar secara individual.
Penelitian dilakukan oleh Silviana, Nisriyah di tahun 2014 dengan
variable X Model Cooperative Learning Tipe Think-Talk-Write Berbasis Portofolio
, dan variable Hasil Belajar IPS Kelas IV Semester II SD 1 Sidorekso Kudus, Hasil
penelitian ini mencapai semua indikator keberhasilan ketuntasan klasikal minimal
75% dengan persentase keberhasilan individu minimal 65% atau kualifikasi
minimal baik, (1) ketuntasan hasil belajar psikomotor siklus I sebesar 21,88%
28
meningkat menjadi 100% pada siklus II dengan kualifikasi sangat baik, (2)
ketuntasan hasil belajar kognitif siklus I sebesar 71,87% meningkat menjadi 87,5%
pada siklus II, (3) ketuntasan hasil belajar afektif siklus I sebesar 34,37% meningkat
menjadi 78,12% pada siklus II dengan kualifikasi baik. dan (4) kinerja guru melalui
keterampilan pengelolaan kelas siklus I memperoleh persentase 63,85% meningkat
menjadi 80,77%, dengan kualifikasi baik, serta aktivitas klasikal siswa siklus I
sebesar 53,85% meningkat menjadi 79,23% dengan kualifikasi baik.
2.3 Kerangka Pikir
Pembelajaran IPS SD terpadu dengan memuat Geografi, Sejarah, Sosiologi,
dan Ekonomi. Dalam proses pembelajaran dikatakan berhasil apabila hasil belajar
sisa mencapai KKM Kriteria Ketuntasan Minimal. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi hasil belajar siswa kurang meningkat bahkan tidak meningkat.
Salah satu faktor yaitu model pembelajaran yang digunakan guru pada saat proses
pembelajaran. Penggunaan model yang tepat dapat mempermudah guru untuk
menyampaikan informasi dan siswa dapat terlibat langsung atau aktif dalam proses
pembelajaran, serta proses pembelajaran menjadi menyenangkan. Tetapi di
lapangan pembelajaran IPS belum terlaksana secara maksimal. Pembelajaran masih
berpusat kepada guru, siswa cenderung kurang aktif, atau bisa dikatakan pasif,
siswa kurang terlibat langsung dalam proses pembelajaran, selain itu guru belum
dapat mengoptimalkan media pembelajaran. Sehingga hasil belajar siswa kurang
meningkat.
Salah satunya dengan menggunakan pendekatan dan model yang dapat
meningkatkan hasil belajar yaitu pendekatan santifik dan model pembelajaran think
talk write. Penerapan pendekatan santifik dan model pembelajaran think talk write
dirasa cocok dalam pembelajarajn IPS, karena pendekatan santifik dan model
pembelajaran think talk write mengajak siswa untuk berperan aktif dalam proses
pembelajaran, selain itu model ini mengajarkan kepada siswa untuk berlatih untuk
mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengolah informasi,
mengkomunikasikan, berpikir, berbicara dan menulis. Pendekatan dan model ini
juga mengajarkan siswa untuk bisa belajar bekerja sama dengan kelompok, belajar
29
untuk mengemukakan pendapat sehingga ketrampilan siswa dan sikap siswa dapat
terbentuk, dalam menerima materi pembelajaran siswa akan lebih memamhami,
terlebih pendekatan santifik dan model pembelajaran think talk write siswa dapat
belajar dengan menyenangkan, bisa dikatakan belajar sambil bermain. Siswa tidak
akan merasa bosa, minta belajar pun akan bertambah, sehingga hasil belajar IPS
dapat meningkat, serta siswa dapat menguasai kompetensi pengetahuan,sikap, dan
ketarmpilan dengan baik.
Adapun kerangka berpikir mengenai penerapan pendekatan santifik dan
model pembelajaran think talk write pada mata pelajaran IPS yang ditunjukan
melalui peta konsep sebagai berikut:
30
Gambar 2.1
sekma peningkatan hasil belajar IPS dengan pendekatan saintifik dan model
pembelajaran Think-Talk-Write
Kondisi
awal
- Pembelajaran masih berpusat kepada guru
- Siswa kurang aktif, cenderung pasif, dan masih sibuk
dengan dirinya sendiri
- Kurang dalam mengeksplor materi
Tindakan
pendekatan saintifik dan Model pembelajaran Think-
Talk-Write adalah Pembelajaran yang terdiri atas kegiatan
mengamati, merumuskan pertanyaan,
mencoba/mengumpulkan data, mengasosiasi/
menganalisis/mengolah data dan menarik kesimpulan
serta mengkomunikasikan hasil yang terdiri dari
kesimpulan untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan
dan sikap. Kegiatan pembelajaran yaitu melalui berpikir,
bertukar pendapat dan menuliskan hasil diskusi agar tujuan
pembelajaran dapat tercapai. Pembelajaran lebih aktfi dan
lebih melibatkan berfikir kritis dan berpikir di tarap atau
tingkat yang lebih tinggi dengan Higher Order Thinking
Skills (HOTS). Proses belajar dalam tindakan ini
menrapkan pendekatan saintifik dan model pembelajaran
Think Talk-Write
Kondisi
Akhir - Proses belajar berpusat pada siswa
- Hasil belajar siswa meningkat
31
2.4 Hipotesis penelitian
Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir yang telah dikemukakan
maka dapat dirumuskan hipotesis proses dan hasil tindakan sebagai beriku:
a) Penerapan pendekatan santifik dan model pembelajaran think talk write (TTW)
dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri Bringin 01
semester I tahun ajaran 2017/2018
b) Penerapan pendekatan santifik dan model pembelajaran think talk write (TTW)
dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri Bringin 01
semester I tahun ajaran 2017/2018. Melalui langkah-langkah: menerima
lembar aktivitas siswa (LAS), membaca lembar aktivitas siswa (LAS),
menanya tentang materi.(think), membuat penalaran pada catatan kecil,
membuat kelompok @5 siswa, mengumpulkan informasi dari buku-buku
penunjang, berdiskusi dalam kelompok (Talk), setiap kelompok
mengomunikasikan hasil diskusi di depan kelas, kelompok lain memberikan
tanggapan, menulis kesimpulan (write), refleksi