BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Hakikat...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Hakikat...
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori
2.1.1 Hakikat Matematika dan Pembelajaran Matematika
Berikut ini dikemukakan definisi karakteristik, tujuan dan pembelajaran
matematika.Matematika adalah suatu ilmu yang timbul karena adanya fikiran-
fikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran, matemtika
terdiri dari 4 wawasan luas yaitu : aritmatika, aljabar, geometri, dan analisis.
De Lange ( dalam Ibrahim: 2012) menyatakan bahwa mathematics is
human being artinya matematika sebagai pengetahuan merupakan aktivitas
manusia. Ibrahim (2012) mengatakan bahwa belajar matematika adalah belajar
tentang konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat dalam
materi yang dipelajari serta mencari hubungan-hubungan antar konsep-konsep dan
struktur-struktur matematika tersebut. Matematika tidak menerima generalisasi
berdasarkan pengamatan, tetapi menggunakan penalaran deduktif. Untuk dapat
memahami struktur-struktur dan hubungan-hubungan tersebut diperlukan
pemahaman tentang konsep-konsep yang terdapat dalam matematika itu sendiri.
James dan James (Suyitno: 2000) mengatakan bahwa belajar matematika adalah
belajar tentang logika mengenai bentuk, suasana, besaran, dan konsep-konsep
berhubungan lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi menjadi tiga
bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri. Sementara itu, Johson dan Myklebust
(Abdurrahman: 2003) mengatakan bahwa belajar matematika adalah belajar
tentang bahasa simbolik yang fungsi praktisnya untuk mengekpresikan hubungan-
hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk
memudahkan berfikir.
Dari berbagai pendapat tentang matematika tersebut, dapat disimpulkan
bahwa matematika adalah suatu ilmu yang didalamnya memuat tentang
aritmatika, aljabar, geometri, dan analisis, dan semuanya itu memiliki keterkaitan
atau hubungan antar konsep.
9
Menurut Ibrahim (2012) matematika merupakan ilmu universal yang
mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam
berbagai disiplin dan memajukan daya piker manusia. Menurutnya matematika
perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar. Tujuan dari
pemberian materi tersebut adalah untuk membekali peserta didik dengan
kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta
kemampuan bekerja sama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik
dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan
informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti,
dan kompetitif.
Menurut Ibrahim (2012) dalam bukunya yang berjudul Pembelajaran
Matematika Teori dan Aplikasinya, secara umum pendidikan matematika dari
mulai Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas bertujuan agar peserta didik
memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep
dan mengaplikasikan konsep atau alogaritma secara luwes, akurat,
efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan
solusi yang diperoleh.
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan symbol, tabel, diagram, atau
media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,
yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam
mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam
pemecahan masalah.
Dlihat dari penjelasan di atas, matematika perlu diperlukan kepada semua
siswa mulai dari sekolah untuk membekali siswa dengan berpikir logis, analisis,
10
sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan kerjasama. Kompetensi tersebut
diperlukan agar siswa dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan
memanfaatkan informasi untuk bertahann hidup pada keaadaan yang selalu
berubah, tidak pasti dan kompetitif.
Untuk mencapai tujuan tersebut, keberhasilan siswa dalam belajar
dipengaruhi oleh kemampuan yang dimiliki oleh seorang guru. Oleh karena itu,
seorang guru dituntut memiliki kemampuan menguasai materi yang akan
diajarkannya. Guru diharapkan mampu merangsang siswa untuk dapat berpikir
aktif dan kreatif dalam mengorganisasikan pengetahuan yang diterimanya.
Pembelajaran merupakan suatu proses dimana lingkungan seseorang
secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam kondisi –
kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu. Sedangkan
pembelajaran matematika pada hakikatnya adalah proses yang sengaja dirancang
dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan memungkinkan seseorang
(siswa) melaksanakan kegiatan belajar matematika, dan proses tersebut berpusat
pada guru mengajar matematika.
Pembelajaran matematika seharusnya mampu menanamkan konsep
matematika secara jelas, tepat dan akurat kepada siswa sesuai dengan jenjang
kelasnya. Guru dapat menggunakan media atau metode pembelajaran yang tepat
sebagai alat bantu untuk menanamkan atau memperjelas konsep terutama dalam
menyampaikan konsep – konsep abstrak dan belum dikenal siswa. Depdiknas
(2007:10) juga menyebutkan “ruang lingkup pembelajaran matematika di SD
meliputi aspek – aspek berupa bilangan, geometri dan pengukuran, dan
pengolahan data”.
2.1.2 Pembelajaran Matematika Problem Solving dengan Video
Metode adalah cara, yang didalam fungsinya merupakan alat untuk
mencapai suatu tujuan. Makin baik metode itu, makin efektif pula pencapaian
tujuan. Metode problem solving berasal dari Jhon Dewey, maksud utama metode
ini adalah memberikan latihan kepada siswa dalam berpikir. Metode ini dapat
menghindarkan dalam pembuatan kesimpulan yang tergesa-gesa. Proses
menimbang-nimbang berbagai kemungkinan pemecahan dan menangguhkan
11
pengambilan keputusan sampai keputusan sampai terdapat bukti-bukti yang cukup
akan menjadi dasar dalam penerapan metode ini.
Metode Problem Solving atau sautu metode dalam pendidikan dan
pengajaran dengan sejalan melatih siswa untuk menghadapi masalah-masalah dari
yang paling sederhana sampai kepada masalah yang paling rumit. Di dalam
Problem Solving, peserta didik belajar sendiri untuk mengidentifikasi penyebab
masalah dan alternatif untuk memecahkan masalahnya (Endang, 2011).
Menurut Rusman (2010) “dalam pembelajaran problem solving peran guru
berbeda dengan peran guru di dalam kelas. Guru dalam problem solving terus
berpikir tetntang berberapa hal, yaitu: (1) bagaimana merancang dan
menggunakan permasalahan yang ada didunia nyata, sehingga siswa dapat
menguasai hasil belajar, (2) bagaimana bisa menjadi pelatih siswa dalam proses
pemecahan masalah, penghargaan diri, dan belajar dengan teman sebaya, (3) dan
bagaimana siswa memandang diri mereka sendiri sebagai pemecahan masalah
yang aktif. guru dalam pembelajaran problem solving juga memusatkan
perhatianya pada: (1) memfasilitasi proses problem solving, (2) melatih siswa
tentang strategi pemecahan masalah, (3) menjadi penrantara proses penguasaan
informasi.
Berdasarkan beberapa definisi yang telah diuraikan, penulis
menyimpulkan Pembelajaran Matematika problem solving adalah pembelajaran
merupakan proses suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah di
dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis
dan keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan
konsep yang esensi dari materi pelajaran. Selain itu siswa dapat menguasai
pengetahuan dan keterampilan lebih efektif, siswa juga dapat mengalaminya
sendiri bukan hanya menunggu materi dan informasi dari guru, tetapi berdasarkan
pada usahanya sendiri untuk menemukan pengetahuan dan keterampilan yang
baru dan kemudian mengintegrasikanya dengan pengetahuan dan keterampilan
yang sudah dimiliki sebelumnya.
12
Menurut (Tan dalam Rusman: 2010) ada beberapa kareakteristik
pembelajaran problem solving adalah sebagai berikut:
a. Permasalahan menjadi starting point dalam belajar
b. Permasalahan yang diangkat adalah permasalahn yang ada di dunia
nyata yang tidak terstruktur.
c. Permasalahan membutuhkan perspektif ganda
d. Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap
dan kompetensi yang kemudiann membutuhkan identifikasi kebutuhan
belajar dan bidang baru dalam belajar.
e. Belajar penghargaan diri menjadi hal yang utama
f. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaanya dan
evaluasi sumber informasi merupakan proses esensial dalam
pembelajaran problem solving.
g. Belajar adalah kolaboratif, komunikasi dan kooperatif.
h. Pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah sama
pentingyan dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencapai solusi
dari sebuah permasalahan.
i. Keterbukaan proses dalam problem solving meliputi sintesis dan
integrasi dari sebuah proses belajar.
j. Problem solving melibatkan evaluasi dan rivew pengalaman siswa dan
proses belajar.
Ibrahim dan Nur (dalam Rusman: 2010) dan ismail mengemukakan
langkah pembelajaran problem solving sebagia berikut:
13
Tabel 1
Langkah-langkah Pembelajaran Problem Solving
fase Indikator Tingkah laku guru
1 Orientasi siswa pada
masalah.
menjelaskan tujuan pembelajaran,
menjelaskan logistik yang diperlukan, dan
memotivasi siswa terlibat pada aktifitas
pemecahan masalah.
2 Mengorganisasi siswa untuk
belajar.
Membantu siswa mengidentifikasi dan
mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut
3 Membimbing pengalaman
individu/ kelompok.
Mendorong siswa untuk mengumpulkan
informasi yang sesuai, melaksanakan
eksperimen untuk mendapatkan penjelasan
dan pemecahan masalah.
4 Mengembangkan dan
menyajikan hasil karya.
Membantu siswa dalam merencanakan dan
menyiapkan karya yang sesuai seperti
laporan dan membantu mereka untuk
berbagai tugas dengan temanya.
5 Manganalisis dan
mengevaluasi proses
pemecaham masalah.
Membantu siswa untuk melakukan refleksi
atau melakukan refleksi atau evaluasi
terhadap penyelidikan mereka dan proses
yang mereka gunakan
David Johnson & Johnson (dalam Hamruni: 2012) mengemukakan ada
lima langkah dalam metode problem solving melalui kegiatan kelompok :
a. Mendefinisikan masalah, yaitu merumuskan masalah dari peristiwa
tertentu yang mengandung isu konflik hingga siswa menjadi jelas masalah
apa yang akan dikaji. Dalam kegiatan ini guru bisa meminta pendapat dan
penjelasan siswa tentang isu-isu hangat yang menarik untuk dipecahkan.
b. Mendiagnosis masalah, yaitu menentukan sebab-sebab terjadinya masalah
serta menganalisis berbagai faktor-faktor yang bisa menghambat maupun
factor yang dapat mendukung dalam penyelesaian maslah.
c. Merumuskan alternative strategi, yaitu menguji setiap tindakan yang telah
dirumuskan melalui diskusi kelas. Pada tahapan ini siswa didorong untuk
berfikir mengemukakan pendapat dan argumentasi tentang kemungkinan
setiap tindakan yang dapat dilakukan.
14
d. Menentukan dan menerapkan strategi pilihan, yaitu pengambila keputusan
tetang strategi mana yang dapat dilakukan.
e. Melakukan evaluasi baik dengan evaluasi terhadap selurh kegiatan
pelaksanaan kegiatan sedangkan evaluasi hasil adalah evaluasi terhadap
akibat dari penerapan strategi yang diterapkan.
Banyak ahli yang menjelaskan bentuk penerapan metode problem solving
(dalam Hamruni: 2012). John Dewey seorang ahli pendidikan berkebangsaan
Amerika menjelaskan enam langkah dalam pembelajaran problem solving atau
pemecahan masalah yaitu :
a. Mengemukakan persoalan atau masalah. Guru menghadapkan masalah
yang akan dipecahkan kepada siswa.
b. Memperjelas persoalan atau masalah. Masalah tersebut dirumuskan
oleh guru bersama siswa.
c. Siswa bersama guru mencari kemungkinan-kemungkinan yang akan
dilaksanakan dalam pemecahan persoalan.
d. Mencobakan kemungkinan yang dianggap menguntungkan. Guru
menetapkan cara pemechan masalah yang dianggap paling tepat.
e. Penilaian cara yang ditempuh dinilai, apakah dapat mendatangkan
hasil yang diaharapkan atau tidak.
Berdasarkan ketiga pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dalam
penerapan pemebelajaran problem solving dengan menggunakan langkah-langkag
yang dimodifikasi sebagai berikut:
a. Menyadari Masalah
Implementasi dari pembelajaran berbasis masalah harus dimulai dengan
kesadaran adanya masalah yang harus dipecahkan. Pada tahap ini guru
membimbing siswa pada kesadaran adanya kesenjangan yang dirasakan
oleh manusia atau lingkungan social. Kemampuan yang harus dicapai oleh
siswa pada tahapan ini adalah siswa dapat menentukan atau menangkap
kesenjangan yang terjadi dari berbagai fenomena yang ada.
15
b. Merumuskan Masalah
Bahan pelajaran dalam bentuk topik yang dapat dicari dari
kesenjangan.Selanjutnya fokuskan pada masalah apa yang pantas untuk
dikaji. Rumusan masalah sangat penting sebab selanjutnya akan
berhubungan dengan kejelasan dan kesamaan persepsi tentang maslah
yang berkaitan dengan data-data apa yang harus dikumpulkan untuk
menyelesaikannya.
c. Mengumpulkan Data
Sebagai proses berpikir empiris keberadaan data dalam proses berpikir
ilmiah merupakan hal yang sangat penting. Sebab menentukan cara
penyelesaian masalah sesuai dengan hipotesis yang diajukan harus sesuai
dengan data yang ada.
d. Menguji Hipotesis
Berdasarkan data yang dikumpulkan akhirnya siswa menentukan
penyelesaian mana yang diterima dan mana yang ditolak, kemampuan
yang diharapkan dari siswa dalam tahapan ini adalah kecakapan menelaah
data dan sekaligus membahasnya untuk melihat hubungannya dengan
masalah yang dikaji.
e. Menentukan Penyelesaian
Menentukan penyelesaian merupakan akhir dari proses ini. Kemampuan
yang diharapkan dari tahap ini adalah kecakapan memilih alternative
penyelesaian yang memungkinkan dapat dilakukan serta dapat
memperhitungkan kemungkinan yang akan terjadi sehubungan dengan
alternative yang dipilihnya, termasuk memperhitungkan akibat yang akan
terjadi pada setiap pilihan.
Dari beberapa pendapat para ahli yang menemukan langkah-langkah
dalam problem solving. Dapat diambil kesimpulan bahwa pada dasarnya langkah-
langkah dalam problem solving adalah sebagai berkiut:
a. Orientasi
b. Mengidentifikasi masalah
c. Mencari alternatif pendekatan untuk memecahkan masalah itu
16
d. Memilih alternatif pendekatan pemecahan masalah
e. Mencapai kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Menurut Hamruni (2012) kelebihan pemebelajaran problem solving antara lain:
a. Merupakan teknik yang cukup bagus untuk memahami isi pelajaran.
b. Menantang kemampuan siswaserta memberikan kepuasan untuk
menemukan pengetahuan bagi siswa.
c. Meningkatkan kativitas pembelajaran siswa.
d. Membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk
memahami masalah dalam kehidupan nyata.
e. Membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan
bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.
f. Mendorong siswa untuk melakukan evaluasi sendiri, baik hasil terhadap
hasil maupun proses belajaranya.
g. Memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran (matematika,
IPA, sejarah dan lain sebagainya), pada dasarnya merupakan cara berikir,
dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekadar
belajar dari guru atau dari buku-buku saja.
h. Lebih menyenagkan dan disukai siswa.
i. Mengembangakan kemampuan siswa untuk berpikir kritis kemampuan
mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
j. Memberi kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan
yang mereka miliki dalam dunia nyata.
k. Mengembangkan minat untuk secara terus-menerus belajar meskipun
belajara pada pendidikan formal telah berakir.
Menurut Hamruni (2012) kekurangan pemebelajaran problem solving antara
lain:
a. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan
bahwa masalah yang dipelajari sulit bisa dipecahkan, maka mereka akan
merasakan enggan untuk mencoba.
b. Keberhasialan pembelajaran melalui problem solving membutuhkan cukup
waktu untuk persiapan.
17
c. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah
yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka
ingin pelajari.
Pembelajaran matematika denga problem solving akan lebih mudah
dimengerti dan mudah dilakukan dengan menggunakan media video, dengan
adanya media video akan lebih mudah dan terbantu dalam pemecahan masalah
dan pengumpulan data.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2006), video diartikan sebagai
rekaman gambar hidup atau program televisi lewat tayangan televisi. Atau,
dengan kata lain video merupakan tanyangan gambar bergerak yang disertai
dengan suara. Video termasuk dalam kategori bahan ajar audiovisual ataupun
bahan ajar pandang dengar. Bahan ajar audio visual merupakan bahan ajar yang
mengkombinasikan dua materi, yaitu visual dan materi auditif. Adapun kelebihan
dari media video menurut Anderson (dalam Andi Prastowo: 2012) adalah sebagai
berikut:
a. Dengan video (disertai suara atau tidak) kita dapat menunjukan
kembali gerakan tertentu.
b. Dengan video, penampilan peserta didik dapat dilihat kembali untuk
dikritik atau dievaluasi.
c. Dengan menggunakan efek tertentu, dapat memperkokoh proses
belajara maupun nilai hiburan dari penyajian tersebut.
d. Dengan video, kita akan mendapatkan isi dan susunan yang masih utuh
dari materi pelajaran.
e. Dengan video, informasi dapat disajikan secara serentak pada waktu
yang sama di lokasi (kelas) yang berbeda dan dengan jumlah penonton
yang tidak terbatas.
f. Pembelajaran dengan video merupakan suatu kegiatan yang mandiri.
Kelemahan video menurut Anderson (dalam Andi Prastowo: 2012) adalah
sebagai berikut:
a. Ketika akan digunakan, peralatan video tentu harus sudah tersedia di
tempat penggunaaan.
18
b. Menyusun naskah atau sekenario video bukanlah pekerjaan yang
mudah, disamping menyita banyak waktu.
c. Biaya video sangat tinggi dan hanya sedikit orang yang mampu
mengerjakanya.
d. Apabila gambar pada video ditransfer kefilm hasilnya tidak bagus.
e. Layar monitor yang kecil membatasi jumlah penonton, kecuali
jaringan monitor dan sistem proyeksi video diperbanyak.
f. Jumlah grafis pada garis untuk video terbatas, yakni separuh dari
jumlah huruf grafis untuk film atau gambar diam.
g. Perubahan yang pesat dalam teknologi menyebabkan keterbatasan
sistem video menjadi masalah yang berkelanjutan.
Keberhasilan pembelajaran matematika problem solving berbantu media
video yang akan digunakan dalam penelitian ini diukur dengan teknik observasi
dan instrumen lembar observasi guru. Observasi atau pengamatan sebagai alat
penelitian yang digunakan untuk memngukur tingkah laku individu atau proses
terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati. Selain itu observasi dapat digunakan
untuk mengukur atau menilai hasil dan proses belajar misalnya tingkah laku guru
dalam mengajar, dan penggunaan alat peraga pada waktu mengajar (Sudjana
2012:84).
2.1.3 Hasil Belajar Matematika
Untuk mengetahui keberhasilan seseorang dalam belajar maka perlu
dilakukan suatu evaluasi, tujuannya untuk mengetahui hasil belajar yang diperoleh
siswa setelah proses belajar mengajar berlangsung. Sudjana (1990) hasil belajar
adalah “kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman
belajarnya”. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses
pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan
informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan –
tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut
guru dapat menyusun dan membina kegiatan – kegiatan siswa lebih lanjut, baik
untuk keseluruhan kelas maupun individu. Agus Suprijono (2009) menyebutkan
“hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-
19
sikap, apresiasi dan keterampilan”. Gagne (dalam Purwanto2009) menyatakan
“hasil belajar berupa: Informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif,
keterampilan motorik, dan sikap. Sementara” Bloom mengungkapkan tiga tujuan
pengajaran yang merupakan kemampuan seseorang yang harus dicapai dan
merupakan hasil belajar yaitu : kognitif, afektif dan psikomotorik.
Purwanto (2009) menekankan kembali bahwa hasil belajar adalah
perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi
kemanusiaan saja, artinya hasil pembelajaran yang dikategorikan oleh para pakar
pendidikan tidak terlihat secara terpisah, melainkan konprehensif. Berdasarkan
beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah hasil
yang diperoleh siswa dari kegiatan atau proses belajar yang telah dilakukannya.
Hasil belajar dalam penelitian ini diukur dengan memberikan soal tes kepada
siswa. Tes digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa, terutama
hasil kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan
tujuan pendidikan dan pengajaran (Sudjana: 2012).
2.1.4 Hubungan Pembelajaran Matematika Problem solving dengan Hasil
Belajar Matematika
Pembelajaran yang diterapkan guru merupakan faktor utama yang
mempengaruhi hasil belajar siswa, terutama pembelajaran matematika di tingkat
Sekolah Dasar (SD). Hal ini dikarenakan objek yang dipelajari dalam matematika
bersifat abstrak, sementara daya pikir siswa SD pada umumnya masih bersifat
konkret. Pada usia siswa Sekolah Dasar belum berkembang secara optimal
kemampuan abstraksinya. Pembelajaran problem solving sangat tepat apabila
digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam kegiatan belajar pada
tingkat Sekolah Dasar.
Pembelajaran matematika problem solving merupakan pelajaran yang
tidak mengharapkan siswa siswa hanya sekedar mendengarkan, mencatat,
kemudian menghafalkan materi pelajaran, akan tetapi melalui pembelajaran
berbasis masalah siswa aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data
dan akhirnya menyimpulkan. Kemudian aktivitas pembelajaran diarahkan untuk
20
menyelesaikan masalah. Pembelajaran ini juga menekankan berpikir secara ilmiah
dan menggali keterampilan siswa sehingga siswa aktif belajar matematika.
2.2 Kajian Hasil-hasil penelitian yang Relevan
Ada beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini, diantaranya
adalah penelitian jenis tindakan kelas yang dilakukan oleh Nuryadi (2010) dengan
judul “Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving Dengan Menggunakan
Alat Peraga Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Pokok Bahasan
Bangun Ruang Pada Siswa Kelas V SD Negeri Godean”. Tujuan penelitian ini
adalah ntuk mengetahui apakah melalui metode pembelajaran Problem Solving
dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran
matematika dengan materi pokok “bangun ruang” kelas V di SD Negeri Godean.
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah melalui model pembelajaran
Problem solving dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas V SD
Negeri Godean.
Penelitian yang telah diuraikan diatas masih berhubungan dengan
penelitian ini. Dengan demikian penelitian tersebut mendukung penelitian ini.
Pada penelitian ini menekankan penerapan Pembelajaran Matematika
menggunakan pembelajaran problem solving pada hasil belajar Matematika.
Untuk itu, penulis tertarik mengangkat judul penelitian “Peeningkatan Hasil
Belajar Matematika Melalui Pembelajaran Problem Solving Berbantu Media
Video Siswa Kelas 5 SD Negeri Tlogo Kecamatan Tuntang Semester 2 Tahun
Ajaran 2012/2013”.
2.3 Kerangka Pikir
Kegiatan pembelajaran yang berlangsung di kelas 5 SD Negeri Tlogo
Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang merupakan pembelajaran yang berpusat
pada guru. Guru mendominasi seluruh waktu pembelajaran dengan
menyampaikan materi pelajaran matematika melalui ceramah dan memberikan
tugas kepada siswa. Respon siswa terhadap pembelajaran yang dilakukan guru
adalah hanya diam saja, mendengarkan, bermain sendiri, dan mengantuk. Selain
21
itu guru dalam memberikan materi pelajaran tidak menghubungkan dengan
masalah – masalah nyata yang dekat dengan kehidupan siswa, sehingga siswa
kurang memperoleh pengalaman, cenderung pasif dan tanpa ada kegiatan yang
melibatkan secara langsung. Hal tersebut juga menyebabkan siswa kurang tertarik
atau minat belajar siswa pada mata pelajaran matematika rendah. Kurangnya
minat belajar dan penguasaan siswa akan mata pelajaran matematika membuat
banyak siswa belum mencapai nilai KKM akibatnya hasil belajar matematika
rendah. Padahal kegiatan pembelajaran akan efektif apabila siswa aktif
berpartisipasi atau melibatkan diri secara langsung dalam proses pembelajaran.
Siswa diharapkan dapat membangun pengetahuan sendiri atau memahami sendiri
konsep yang telah diajarkan yaitu dengan mengalami secara langsung.
Untuk mengatasi kondisi pembelajaran tersebut, peneliti akan menerapkan
pembelajaran yang tepat yaitu Pembelajaran Problem Solving. Pembelajaran
problem solving merupakan pembelajaran yang berbasis pemecahan masalah
dalam belajar matematika, sebagai ganti dari pengenalan konsep yang bersifat
abstrak. Dengan demikian, proses pengembangan konsep – konsep dan ide – ide
dari matematika bermula dari dunia nyata. Dunia nyata bukan berarti konkret
secara fisik dan kasat mata, tetapi dapat dibayangkan oleh siswa. Pembelajaran ini
lebih memusatkan kegiatan belajar pada siswa. Sehingga siswa lebih aktif
membangun sendiri pengetahuan yang akan diperolehnya.
Pembelajaran Problem Solving ini dapat diterapkan dengan beberapa
tahapan yaitu memberikan masalah kepada siswa. Siswa diminta untuk
memahami dan menyelesaikan permasalahan tersebut. Siswa mengalami kesulitan
dalam pemecahan masalah akan dibimbing oleh guru. Siswa secara kelompok
memecahkan masalah yang telah diberikan oleh guru. Jika dalam proses
pemecahan masalah ada kelompok yang mengalami kesulitan, guru memberikan
bimbingan dalam pemecahan masalah. Setelah didapatkan solusi pemecahan
masalah, wakil dari kelompok menyampaikan hasil kerja kelompok . Siswa dalam
kelompok lain mengemukakan pendapat atau tanggapannya tentang berbagai
penyelesaian yang disajikan temannya. Guru mengarahkan dan membimbing
siswa untuk membuat kesepakatan kelas tentang penyelesaian mana yang
22
dianggap paling tepat. Siswa bersama guru menyimpulkan hasil diskusi yang telah
dilakukan. Kemudian siswa diberikan tes formatif sebagai penilaian hasil belajar.
Pembelajaran problem solving dilaksanakan dalam beberapa siklus sampai
mencapai keberhasilan hasil belajar matematika. Dalam pembelajaran problem
solving ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif membangun
pengetahuannya sendiri melalui kerjasama dan saling ketergantungan satu sama
lain. Sehingga siswa menjadi aktif, senang, tertarik, dan antusias terhadap
kegiatan belajar yang dapat menumbuhkan keaktifan dan kekreatifan siswa akan
berdampak pada hasil belajar siswa pada mata pelajaran Matematika. Dengan
demikian, maka peneliti melakukan penelitian melalui Pembelajaran Problem
Solving dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa.
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka pikir yang telah dikemukakan, maka hipotesis
tindakan sebagai jawaban sementara dalam penelitian ini adalah
1. Penerapan Pembelajaran Problem Solving dapat meningkatkan minat hasil
belajar Matematika pada siswa kelas 5 SD Negeri Tlogo Kecamatan
Tuntang Kabupaten semester 2 tahun pelajaran 2012/2013.
2. Penerapan Pembelajan Problem Solving dalam meningkatkan hasil belajar
Matematika pada siswa kelas 5 SD Negeri Tlogo Kecamatan Tuntang
Kabupaten Semarang semester 2 tahun pelajaran 2012/2013 dengan
beberapa tahapan sebagai berikut:
a. Mengemukakan persoalan atau masalah. Guru menghadapkan masalah
yang akan dipecahkan kepada siswa.
b. Memperjelas persoalan atau masalah. Masalah tersebut dirumuskan
oleh guru bersama siswa.
c. Siswa bersama guru mencari kemungkinan-kemungkinan yang akan
dilaksanakan dalam pemecahan persoalan.
d. Mencobakan kemungkinan yang dianggap menguntungkan. Guru
menetapkan cara pemechan masalah yang dianggap paling tepat.
23
e. Penilaian cara yang ditempuh dinilai, apakah dapat mendatangkan
hasil yang diaharapkan atau tidak.