BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 -...

21
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembahasan kajian teori dalam penelitian ini berisi tentang Pembelajaran matematika, hasil belajar, proses pembelajaran, pembelajaran matematika SD, model pembelajaran, dan media gambar 2.1.1 Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam dan Hasil Belajar 2.1.1.1 Pengertian dan Hakekat Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu pengetahuan alam atau sains (science) diambil dari kata latin Scientia yang arti harfiahnya adalah pengetahuan, tetapi kemudian berkembang menjadi khusus Ilmu Pengetahuan Alam atau Sains. Sund dan Trowbribge merumuskan bahwa Sains merupakan kumpulan pengetahuan dan proses.Sedangkan Kuslan Stone menyebutkan bahwa Sains adalah kumpulan pengetahuan dan cara-cara untuk mendapatkan dan mempergunakan pengetahuan itu. Sains merupakan produk dan proses yang tidak dapat dipisahkan. “Real Science is both product and process, inseparably Joint ” (Agus. S. 2003: 11) Sains sebagai proses merupakan langkah-langkah yang ditempuh para ilmuwan untuk melakukan penyelidikan dalam rangka mencari penjelasan tentang gejala-gejala alam. Langkah tersebut adalah merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis dan akhimya menyimpulkan. Dari sini tampak bahwa karakteristik yang mendasar dari Sains ialah kuantifikasi artinya gejala alam dapat berbentuk kuantitas. Ilmu berkembang dengan pesat, yang pada dasarnya ilmu berkembang dari dua cabang utama yaitu filsafat alam yang kemudian menjadi rumpun ilmu-ilmu alam (the natural sciences) dan filsafat moral yang kemudian berkembang ke dalam ilmu-ilmu sosial (the social sciences). Ilmu-ilmu alam membagi menjadi dua kelompok yaitu ilmu alam ( the physical sciences) dan ilmu hayat (the biological sciences) (Jujun. S. 2003). Ilmu alam ialah ilmu yang mempelajari zat yang membentuk alam semesta sedangkan ilmu hayat mempelajari makhluk hidup di dalamnya. Ilmu alam kemudian bercabang lagi menjadi fisika (mempelajari massa dan energi), kimia (mempelajari substansi zat), astronomi

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 -...

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

Pembahasan kajian teori dalam penelitian ini berisi tentang Pembelajaran

matematika, hasil belajar, proses pembelajaran, pembelajaran matematika SD, model

pembelajaran, dan media gambar

2.1.1 Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam dan Hasil Belajar

2.1.1.1 Pengertian dan Hakekat Ilmu Pengetahuan Alam

Ilmu pengetahuan alam atau sains (science) diambil dari kata latin Scientia yang arti

harfiahnya adalah pengetahuan, tetapi kemudian berkembang menjadi khusus Ilmu

Pengetahuan Alam atau Sains. Sund dan Trowbribge merumuskan bahwa Sains

merupakan kumpulan pengetahuan dan proses.Sedangkan Kuslan Stone menyebutkan

bahwa Sains adalah kumpulan pengetahuan dan cara-cara untuk mendapatkan dan

mempergunakan pengetahuan itu. Sains merupakan produk dan proses yang tidak dapat

dipisahkan. “Real Science is both product and process, inseparably Joint” (Agus. S. 2003:

11)

Sains sebagai proses merupakan langkah-langkah yang ditempuh para ilmuwan

untuk melakukan penyelidikan dalam rangka mencari penjelasan tentang gejala-gejala

alam. Langkah tersebut adalah merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang

eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis dan akhimya menyimpulkan. Dari sini

tampak bahwa karakteristik yang mendasar dari Sains ialah kuantifikasi artinya gejala alam

dapat berbentuk kuantitas.

Ilmu berkembang dengan pesat, yang pada dasarnya ilmu berkembang dari dua

cabang utama yaitu filsafat alam yang kemudian menjadi rumpun ilmu-ilmu alam (the

natural sciences) dan filsafat moral yang kemudian berkembang ke dalam ilmu-ilmu sosial

(the social sciences). Ilmu-ilmu alam membagi menjadi dua kelompok yaitu ilmu alam (the

physical sciences) dan ilmu hayat (the biological sciences) (Jujun. S. 2003). Ilmu alam

ialah ilmu yang mempelajari zat yang membentuk alam semesta sedangkan ilmu hayat

mempelajari makhluk hidup di dalamnya. Ilmu alam kemudian bercabang lagi menjadi

fisika (mempelajari massa dan energi), kimia (mempelajari substansi zat), astronomi

7

(mempelajari benda-benda langit dan ilmu bumi (the earth sciences) yang mempelajari

bumi kita.

Ilmu pengetahuan alam (IPA) atau Sains dalam arti sempit telah dijelaskan diatas

merupakan disiplin ilmu yang terdiri dari physical sciences (ilmu fisik) dan life sciences

(ilmu biologi). Yang termasuk physical sciences adalah ilmu-ilmu astronomi, kimia, geologi,

mineralogi, meteorologi, dan fisika, sedangkan life science meliputi anatomi, fisiologi,

zoologi, citologi, embriologi, mikrobiologi. IPA (Sains) berupaya membangkitkan minat

manusia agar mau meningkatkan kecerdasan dan pemahamannya tentang alam seisinya

yang penuh dengan rahasia yang tak habis-habisnya. Dengan tersingkapnya tabir rahasia

alam itu satu persatu, serta mengalirnya informasi yang dihasilkannya, jangkauan Sains

semakin luas dan lahirlah sifat terapannya, yaitu teknologi adalah lebar. Namun dari waktu

jarak tersebut semakin lama semakin sempit, sehingga semboyan ” Sains hari ini adalah

teknologi hari esok” merupakan semboyan yang berkali-kali dibuktikan oleh sejarah.

Bahkan kini Sains dan teknologi manunggal menjadi budaya ilmu pengetahuan dan

teknologi yang saling mengisi (komplementer), ibarat mata uang, yaitu satu sisinya

mengandung hakikat Sains (the nature of Science) dan sisi yang lainnya mengandung

makna teknologi (the meaning of technology).

IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang

didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia. Hal ini

sebagaimana yang dikemukakan oleh Powler (dalam Winaputra, 1992:122) bahwa IPA

merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala-gejala alam dan kebendaan yang

sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil

obervasi dan eksperimen.

IPA merupakan usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui

pengamatan yang tepat pada sasaran, serta menggunakan prosedur yang benar, dan

dijelaskan dengan penalaran yang sahih (valid) sehingga dihasilkan kesimpulan yang betul

(Leo Sutrisno, 2000). Ilmu Pengetahuan Alam merupakan suatu bidang studi yang melatih

penalaran supaya berfikir kritis, sistematis, logis, kreatif, dan kerjasama yang efektif. Ke

depan berfikir kritis, sistematis, logis, kreatif, dan kerjasama yang efektif sangat

diperlukan dalam kehidupan modern. Beberapa pengertian IPA:

8

1) IPA sebagai kumpulan pengetahuan

IPA sebagai kumpulan pengetahuan mengacu pada kumpulan berbagai konsep IPA

yang sangat luas. IPA dipertimbangakan sebagai akumulasi berbagai pengetahuan yang

telah ditemukan sejak zaman dahulu sampai penemuan pengetahuan yang sangat baru.

Pengetahuan tersebut berupa fakta, teori, dan generalisasi yang menjelaskan alam.

2) IPA sebagai suatu proses penelusuran (investigation)

IPA sebagai suatu proses penelusuran umumnya merupakan suatu pandangan

yang menghubungkan gambaran IPA yang berhu-bungan erat dengan kegiatan

laboratorium beserta perangkatnya. Dalam kategori ini IPA dipandang sebagai sesuatu

yang memiliki disi-plin yang ketat, objektif, dan suatu proses yang bebas nilai.

3) IPA sebagai kumpulan nilai

IPA sebagai kumpulan nilai berhubungan erat dengan pene-kanan IPA sebagai

proses. Bagaimanapun juga, pandangan ini mene-kankan pada aspek nilai ilmiah yang

melekat pada IPA. Ini termasuk di dalamnya nilai kejujuran, rasa ingin tahu, dan

keterbukaan.

4) IPA sebagai cara untuk mengenal dunia

Proses IPA dipengaruhi oleh cara di mana orang memahami kehidupan dan dunia di

sekitarnya. IPA dipertimbangkan sebagai suatu cara di mana manusia mengerti dan

memberi makna pada dunia di sekeliling mereka, selain juga merupakan salah satu cara

untuk mengetahui dunia beserta isinya dengan segala keterbatasannya.

5) IPA sebagai institusi sosial

Ini berarti bahwa IPA seharusnya dipandang dalam penegrtian sebagai kumpulan

para profesional, yang melalui IPA mereka didanai, dilatih dan diberi penghargaan akan

hasil karya. Para ilmuwan ini sangat terikat dengan kepentingan institusi, pemerintah,

politik, bahkan militer.

6) IPA sebagai hasil konstruksi manusia

Pandangan ini menunjuk pada pengertian bahwa IPA sebenarnya merupakan

penemuan dari suatu kebenaran ilmiah mengenai hakikat semesta alam. Pengetahuan

ilmiah ini tidak lain merupakan akumulasi kebenaran. Hal pokok dalam pandangan ini

adalah IPA merupakan konstruksi pemikiran manusia. Oleh karenanya, dapat saja apa

yang dihasilkan IPA memiliki sifat bisa dan sementara.

9

7) IPA sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari

Orang menyadari bahwa apa yang dipakai dan digunakan untuk pemenuhan

kebutuhan hidup sangat dipengaruhi oleh IPA. Bukan saja pemakaian berbagai jenis

produk teknologi sebagai hasil investigasi dan pengetahuan, me-lainkan pula cara

bagaimana orang berpikir mengenai situasi sehari-hari sangat kuat dipengaruhi oleh

pendekatan ilmiah (scientific approach).

Pembelajaran IPA di SD merupakan interaksi antara siswa dengan lingkungan

sekitarnya. Hal ini mengakibatkan pembelajaran IPA perlu mengutamakan peran siswa

dalam kegiatan belajar mengajar. Sehingga pembelajaran yang terjadi adalah

pembelajaran yang berpusat pada siswa dan guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran

tersebut. Guru berkewajiban untuk meningkatkan pengalaman belajar siswa untuk

mencapai tujuan pembelajaran IPA. Tujuan ini tidak terlepas dari hakikat IPA sebagai

produk, proses dan sikap ilmiah. Oleh sebab itu, pembelajaran IPA perlu menerapkan

prinsip-prinsip pembelajaran yang tepat.

Secara rinci hakikat Ilmu Pengetahuan Alam Bridgman (dalam Putra, 2011:7)

adalah sebagai berikut:

1) Kualitas; pada dasarnya konsep-konsep IPA selalu dapat dinyatakan dalam bentuk

angka-angka

2) Observasi dan eksperimen, merupakan salah satu cara untuk dapat memahami

konsep-konsep IPA secara tepat dan dapat diuji kebenarannya.

3) Ramalan (prediksi), merupakan salah satu asumsi penting dalam IPA bahwa misteri

alam raya ini dapat dipahami dan memiliki keteraturan. Dengan asumsi tersebut lewat

pengukuran yang teliti maka berbagai peristiwa alam yang akan terjadi dapat

diprediksikan secara tepat.

4) Progresif dan komunikatif; artinya IPA itu selalu berkembang ke arah yang lebih

sempurna dan penemuan-penemuan yang ada merupakan kelanjutan dari penemuan

sebelumnya. Proses; tahapan-tahapan yang dilalui dan itu dilakukan dengan

menggunakan metode ilmiah dalam rangkaian menemukan suatu kebenaran.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA, dimana konsep-

konsepnya diperoleh melalui suatu proses dengan menggunakan metode ilmiah dan

diawali dengan sikap ilmiah kemudian diperoleh hasil (produk).

10

3 2.1.1.2 Fungsi dan Tujuan Pendidikan IPA

IPA dapat didefinisikan sesuai dengan fungsinya. Dua fungsi IPA yang sangat

penting menurut Bernal, yaitu: meningkatkan produksi dan mengubah sikap juga

pandangan manusia terhadap alam. IPA dapat dipandang sebagai faktor yang dapat

mempengaruhi peningkatan produksi karena IPA menggunakan pendekatan

eksperimentasi, dengan uji coba sehingga dapat diketahui dengan jelas faktor penghambat

untuk mencapai tujuan. Sedangkan IPA berfungsi untuk mengubah sikap manusia

terhadap alam semesta dapat digambarkan sebagai berikut:

1) Orang percaya bahwa pelangi adalh selendang bidadari, sedangkan orang IPA

mengerti bahwa pelangi suatu pembiasan cahaya oleh bintik-bintik air di udara.

2) Orang percaya bahwa gerhana bulan terjadi karena ditelan oleh raksasa sakti ,

sedangkan orang IPA mengatakan gerhana bulan terjadi karena tertutup bayangan

bumi.

3) Orang percaya gunung meletus karena meminta sesaji, menurut orang IPA gunung

meletus karena adanya perbedaan tekanan antara materi yang menyumbat lubang

kepundan dengan gas dan cairan batu yang hendak keluar dari dalam gunung.

Tujuan pembelajaran IPA di SD menurut Kurikulum KTSP (Depdiknas, 2006) secara

terperinci adalah:

1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan

keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaann-Nya.

2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang

bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya

hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan

masyarakat.

4) Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan

masalah dan membuat keputusan.

5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan

melestarikan lingkungan alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu

ciptaan Tuhan.

11

6) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan ketrampilan IPA sebagai dasar untuk

melanjutkan pendidikan ke SMP atau MTs.

Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi dijelaskan bahwa mata pelajaran IPA di

Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) berfungsi untuk menguasai konsep dan

manfaat IPA dalam kehidupan sehari-hari serta untuk melanjutkan pendidikan ke Sekolah

Menengah Pertama (SMP) atau Madrasah Tsanawiyah (MTs), serta bertujuan: (1)

Menanamkan pengetahuan dan konsep-konsep sains yang bermanfaat dalam kehidupan

sehari-hari; (2) Menanamkan rasa ingin tahu dan sikap positip terhadap sains dan

teknologi; (3) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,

memecahkan masalah dan membuat keputusan; (4) Ikut serta dalam memelihara,

menjaga dan melestarikan lingkungan alam; (5) Mengembangkan kesadaran tentang

adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara sains, lingkungan, teknologi dan

masyarakat; dan (6) Menghargai alam dan segala ketera-turannya sebagai salah satu

ciptaan Tuhan.

Secara global dimensi yang hendak dicapai oleh serangkaian tujuan kurikuler

pendidikan IPA dalam kurikulum pendidikan dasar adalah mendidik anak agar memahami

konsep IPA, memiliki keterampilan ilmiah, bersikap ilmiah dan religius. Keilmiah dan tujuan

transendental pendidikan IPA sebagaimana dipaparkan di atas sudah barang tentu tidak

serta merta dapat dicapai oleh materi pelajaran IPA, melainkan oleh cara melibatkan siswa

ke dalam kegiatan di dalamnya (Galton & Harlen, 1990:2). Dengan demikian pengertian,

karakteristik dan tujuan pendidikan IPA SD dalam kurikulum menuntut proses belajar-

mengajar IPA yang tidak terlalu akademis yakni penekanan pada penyampaian konsep-

konsep dengan sistimatika yang ketak berdasarkan buku teks dan lebih-lebih sekedar

verbalistik semata.

Mata Pelajaran IPA di Sekolah Dasar bertujuan agar siswa : memahami konsep-

konsep IPA, memiliki keterampilan proses, mempunyai minat mempelajari alam sekitar,

bersikap ilmiah, mampu menerapkan konsep-konsep IPA untuk menjelaskan gejala-gejala

alam dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, mencintai alam sekitar,

serta menyadari kebesaran dan keagungan Tuhan. Berdasarkan tujuan di atas, maka

pembelajaran pendidikan IPA di SD menuntut proses belajar mengajar yang tidak terlalu

akademis dan verbalistik.

12

Selain itu dalam kondisi ketergantungan hidup manusia akan ilmu dan teknologi

yang sangat tinggi, maka pembelajaran IPA di SD harus dijadikan sebagai mata pelajaran

dasar dan diarahkan untuk menghasilkan warga Negara yang melek IPA. Rutherford dan

Ahlgren (1990) dalam kata pengantarnya untuk buku Science for All Americans

mengemukakan beberapa alasan mengapa IPA layak dijadikan sebagai mata pelajaran

dasar dalam pendidikan : Pertama, IPA dapat memberi seseorang pengetahuan tentang

lingkungan biofisik dan perilaku social yang diperlukan untuk pengembangan pemecahan

yang efektif bagi masalah-masalah local dan global; Kedua, dengan penekanan dan

penjelasan akan adanya saling ketergantungan antara makhluk hidup yang satu dengan

makhluk hidup yang lain beserta lingkungannya, IPA akan membantu mengembangkan

sikap berpikir seseorang terhadap lingkungan dan dalam memanfaatkan teknologi; Ketiga,

Kebiasaan berpikir ilmiah dapat membantu seseorang dalam setiap kegiatan kehidupan

sehingga peka terhadap permasalahan yang seringkali melibatkan sejumlah bukti,

pertimbangan kuantitatif, alasan logis, dan ketidak pastian; Keempat, prinsip-prinsip

teknologi memberi sesorang dasar yang kuat untuk menilai penggunaan teknologi baru

beserta implikasinya bagi lingkungan dan budaya; Kelima, pendidikan IPA dan teknologi

secara terus menerus dapat memberikan piranti untuk menentukan sikap terhadap

sejumlah masalah dan pengetahuan baru yang penting; Keenam, potensi IPA dan

teknologi guna meningkatkan kehidupan tidak akan terealisasikan tanpa didukung oleh

pemahaman masyarakat umum terhadap IPA, matematika, dan teknologi, serta kebiasaan

berpikir ilmiah.

2.1.1.3 Manfaat Ilmu Pengetahuan Alam

Ilmu Pengetahuan Alam mempunyai manfaat yaitu :

1) Dalam Penyediaan Pangan.

Perkembangan Ilmu Pengetahuan Alam dan teknologi dalam bidang penyediaan

pangan melahirkan Panca Usaha Tani yang merupakan program Pemerintah. Panca

Usaha Tani meliputi varitas unggul, pupuk, pestisida, pola tanam dan pengairan. Varitas

unggul adalah pilihan utama dari bibit yang pada penanaman diharapkan akan diperoleh

buah yang bermutu unggul pula.

13

Pupuk, yang merupakan bahan makanan pokok dari tanaman, yang merupakan

hasil dari perkembangan Ilmu Pengetahuna Alam dan teknologi adalah Urea, Z.A,

Superfosfat, Pupuk kompos, Pupuk kandang, dan lain-lain. Pestisida merupakan bahan

kimia yang dipakai untuk memberantas hama dan penyakit yang merusak tanaman

sehubungan dengan usaha-usaha mempertinggi hasil produksi. Beberapa pestisida antara

lain : Insektisida, Herbisida, Fungisida. Pola tanam yang teratur akan mempermudah

pengawasan dan pemeliharaan terhadap tanaman. Adanya bendungan atau waduk

penampungan air beserta saluran primer, sekunder, dan drainase.

2) Penyediaan Sandang

Setelah adanya kemajuan Ilmu Pengetahuan Alam dan teknologi, telah

dikembangkan jenis-jenis serat seperti nylon dan rayon, tetoron, dakron, poliester, tetrek,

dan lain-lain. Hal ini dikarenakan serat-serat sintesis dengan suatu katalisa yang cocok

mempunyai sifat mekanik yang tinggi dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan.

3) Penyediaan Papan

Dewasa ini, para ilmuwan berusaha untuk memanfaatkan lautan dan ruang angkasa

sebagai pemukiman. Mereka membuat pulau-pulau disertai peternakan dan perkebunan

laut. Sedangkan dalam jangka panjang, pemukiman di antariksa sedang dalam penelitian,

walaupun untuk mewujudkan itu semua merupakan tantangan yang berat, namun

mengingat kemampuan dan usaha manusia yang tinggi, kemungkinan yang dipaparkan di

atas bukan lagi suatu impian kosong.

2.1.2 Hasil Belajar

2.1.2.1 Pengertian Belajar

Belajar menurut Robert M. Gagne (dalam Agus Budi Wahyudi, 2011:7) belajar

sebagai “a natural process that leads tochanges in what we know, what we can do and

how we behave” (Belajar sebagai proses alami yang dapat membawa perubahan pada

pengetahuan, tindakan, dan perilaku seseorang). Belajar adalah preses yang dialami

seseorang secara alami yang membawa perubahan dalam pengetahuan , tindakan dan

perilaku.

Lebih lanjut Abdillah (2002) dalam Aunurrahman (2010 :35) menyimpulkan bahwa

“belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah

14

laku baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif,

dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu”.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan kegiatan penting

yang harus dilakukan setiap orang secara maksimal untuk dapat menguasai atau

memperoleh sesuatu. Belajar adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dalam

rangka merubah tingkah laku ke arah yang lebih baik sesuai dengan apa yang diharapkan

dan dicita-citakan.

Tujuan belajar dirangkum kedalam tiga kawasan yaitu sebagai berikut :

1) Domain kognitif, terdiri atas 6 tingkatan yaitu :

a) Pengetahuan (mengingat, menghafal).

b) Pemahaman (mengiterprestasikan).

c) Aplikasi (menggunakan konsep untuk memecahkan masalah).

d) Analisis (menjabarkan suatu konsep).

e) Sintesis (menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep utuh).

f) Evaluasi ( menggabungkan nilai-nilai, ide, metode,dsb.).

2) Domain psikomotor, terdiri atas 5 tingkatan yaitu:

a) Peniruan (menirukan gerak).

b) Penggunaan (menggunakan konsep untuk melakukan gerak ).

c) Ketepatan (melakukan gerak dengan benar)

d) Naturalisasi (melakukan gerak secara wajar).

3) Domain efektif, terdiri atas 5 tingkatan yaitu :

a) Pengenalan (ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu)

b) Merespon (aktif berpartisipasi).

c) Penghargaan (menerima nilai-nilai, setia kepada nilai-nilai tertentu).

d) Pengorganisasian (menghubung-hubungkan nilai-nilai yang dipercayai).

e) Pengalaman (menjadikan nilai-nilai sebagian bagian dari pola hidupnya).

2.1.2.2 Pengertian Hasil belajar

Hasil belajar siswa adalah nilai yang diperoleh siswa selama kegiatan belajar

mengajar, belajar diartikan sebagai gejala perubahan tingkah laku yang relative permanent

dari seseorang dalam mencapai tujuan tertentu. De Cecco (dalam Witjaksono,1985:6).

15

Menurut Gagne ( dalam Witjaksono,1985 : 6 ) belajar adalah suatu perubahan yang terjadi

dalam disposisi atau kapabilitas seseorang, dalam kurun waktu tertentu, dan bukan

semata-mata sebagai proses pertumbuhan. Pendapat senada juga di utarakan oleh

Susanto (1991 : 1) yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses dimana otak atau

pikiran mengandalkan reaksi terhadap kondisi-kondisi luar dan reaksi itu dapat di

modifikasi dengan pengalaman-pengalaman yang dialami sebelumnya. Melalui proses

belajar anak dapat mengadaptasikan dirinya pada lingkungan hidupnya. Adaptasi itu dapat

berupa perubahan pikiran, sikap, dan ketrampilan.

Hasil belajar yang diukur pada pembelajaran yang berlandaskan kurikulum 2004

meliputi kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor. Maka guru tidak hanya menilai siswa

dari aspek intelektual tetapi dari aspek kemampuan social, sikap siswa selama proses

belajar mengajar serta keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran juga dinilai oleh guru.

Siswa yang telah mengalami pembelajaran diharapkan memiliki pengetahuan dan

ketrampilan baru sarta perbaikan sikap sebagai hasil pembelajaran yang telah dialami

siswa tersebut. Pengukuran hasil belajar bertujuan untuk mengukur tingkat pemahaman

siswa dalam menyerap materi. Sebaliknya hasil belajar yang telah dinilai oleh guru

diberitahukan kepada siswa agar siswa mengetahui kemajuan belajar yang telah

dilakukannya serta kekurangan yang masih perlu diperbaiki. Penilaian hasil belajar pada

akhirnya sebagai bahan refleksi guruterhadap kemampuan mengajarnya serta

mengevaluasi pencapaian target kurikulum.

2.1.2.3 Domain Hasil Belajar

Benjamin S.Bloom (Winkel, 1996 : 274) membagi hasil belajar kedalam tiga

Ranah:

1) Ranah Kognitif

Ranah Kognitif (berkaitan dengan daya pikir, pengetahuan, dan penalaran)

berorientasi pada kemampuan siswa dalam berfikir dan bernalar yang mencakup

kemampuan siswa dalam mengingat sampai memecahkan masalah, yang menuntut siswa

untuk menggabungkan konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya. Ranah kognitif ini

berkenaan dengan prestasi belajar dan dibedakan dalam enam tahapan, yaitu

16

pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. Pada siswa SMP

diutamakan pada ranah pengetahuan, pemahaman dan penerapan.

Pengetahuan mencakup kemampuan mengingat tentang hal yang telah dipelajari

dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan dengan fakta, peristiwa kaidah,

prinsip, teori dan rumus. Pengetahuan yang telah tersimpan dalam ingatan, di gali pada

saat dibutuhkan dalam bentuk mengingat (recall) atau mengenal kembali (recognition).

Pemahaman mencakup kemampuan untuk menyerap makna dan arti dari bahan

yang telah dipelajari. Kekampuan seseorang dalam memahami sesuatu dapat dilihat dari

kemampuannya menyerap suatu materi, kemudian mengkomunikasikannya dalam bentuk

lainnya dengan kata-kata sendiri.

Pengetahuan mencakup kemampuan untuk menerapkan pengetahuan yang telah

diperoleh dalam kegiatan pembelajaran untuk menghadapi situasi baru dalam kehidupan

sehari-hari. Tingkat penerapan ini dapat diukur dari kemampuan menggunakan konsep,

prinsip, teori dan metode untuk menghadapi maalah-masalah dalam kehidupan sehari-

hari.

2) Ranah Psikomotor

Ranah psikomotor berorientasi kepada ketrampilan fisik, ketrampilan motorik, atau

kemampuan tangan yang berhubungan dengan anggota tubuh atau tindakan yang

memerlukan koordinasi antara syaraf dan otot. Simson (dalam Winkel, 1996:278)

menyatakan bahwa ranah psikomotor terdiri dari tujuh jenis perilaku yaitu : persepsi,

kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan yang terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian

pola gerakan dan kreaktifitas.

Sedangkan menurut Kibler, Barker,dan Miles ( dalam Dimyati dan Mudjiono,

1994:195-196)ranah psikomotor mempunyai taksonomi berikut ini:

a) Gerakan tubuh yang mencolok, merupakan kemampuan gerakan tubuh yang

menekankan pada kekuatan, kecepatan,dan ketepatan tubuh yang mencolok.

b) Ketepatan gerakan dikoordinasikan, merupakan keterampilan yang berhubungan

dengan gerakan mata, telinga, dan badan.

c) Perangkat komunikasi non verbal, merupakan kemampuan mengadakan komunikasi

tanpa kata.

17

d) Kemampuan berbicara, merupakan kemampuan yang berhubungan dengan

komunikasi secara lisan. Untuk kemampuan berbicarasiswa harus mampu

menunjukkan kemahirannya memilih dan menggunakan kata atau kalimat sehingga

informasi, ide atau yang dikomunikasikannya dapat diterima dengan mudah oleh

pendengarnya.

3) Ranah Afektif

Ranah efektif (berkaitan dengan perasaan/ kesadaraan, seperti perasaan senang

atau tidak senang yang memotivasi seseorang untuk memilih apa yang disenangi)

berorientasi pada kemampuan siswa dalam belajar menghayati nilai objek-objek yang

dihadapi melalui perasaan, baik objek itu berupa orang, benda maupun peristiwa. Cirri lain

terletak dalam belajar mengungkapkan perasaan dalam bentuk ekspresi yang wajar.

Menurut Krochwall Bloom (dalam Winkel 1996:276) ranah efektif terdiri dari penerimaan,

partisipasi, penilaian dan penentuan sikap, organisasi dan pembentukan pola hidup. Untuk

ranah kognitif, guru menilai kemampuan kognitif siswa berdasarkan hasil test yang

diberikan kepada siswa pada akhir pelaksanaan perbaikan.

2.1.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Untuk memahami tentang hasil belajar, perlu didalami faktor-faktor yang

mempengaruhinya, Mulyasa. (2005: 189-196) mengemukakan beberapa faktor

1) Pengaruh faktor eksternal

Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi hasil belajar peserta didik dapat

digolongkan ke dalam faktor sosial dan non-sosial. Faktor sosial menyangkut hubungan

antarmanusia yang terjadi dalam berbagai situasi sosial. Kedalam faktor ini termasuk

lingkungan keluarga, sekolah, teman dan masyarakat pada umumnya. Sedangkan faktor

non-sosial seperti lingkungan alam fisik misalnya: kjeadaan rumah, ruang belajar, fasilitas

belajar, buku-buku sumber, dan sebagainya.

2) Pengaruh faktor internal

Faktor internal menyangkut: a) faktor-faktor fisiologis, yang menyangkut keadaan

jasmani atau fisik individu, yang dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu keadaan

jasmani pada umumnya dan keadaan fungsi jasmani tertentu terutama panca indera, b)

18

faktor-faktor psikologis, yang berasal dari dalam diri seperti inteligensi, minat, sikap, dan

motivasi.

Menurut pendapat A. Tabrani Rusyan, (2007: 68) faktor internal yang

mempengaruhi hasil belajar yaitu:

a) Keinginan untuk mencapai apa yang telah dicita-citakan

b) Minat pribadi yang mempengaruhi belajar

c) Pola kepribadian yang mempengaruhi jenis dan kekuatan aspirasi

d) Nilai pribadi yaitu yang menentukan apa saja dari kekuatan aspirasi

e) Jenis kelamin

f) Latar belakang keluarga

2.1.3 Pembelajaran Make a Match

2.1.3.1 Pengertian Pembelajaran Make A Match

Model pembelajaran make and match adalah sistem pembelajaran yang

mengutamakan penanaman kemampuan sosial terutama kemampuan bekerja sama,

kemampuan berinteraksi disamping kemampuan berpikir cepat melalui permainan mencari

pasangan dengan dibantu kartu (Wahab, 2007 : 59).

Model make a match atau mencari pasangan merupakan salah satu alternatif yang

dapat diterapkan kepada siswa. Penerapan metode ini dimulai dari teknik yaitu siswa

disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya,

siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin. Teknik metode pembelajaran make a

match atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu

keunggulan tehnik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu

konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan

Suyatno (2009 : 72) mengungkapkan bahwa model make and match adalah model

pembelajaran dimana guru menyiapkan kartu yang berisi soal atau permasalahan dan

menyiapkan kartu jawaban kemudian siswa mencari pasangan kartunya. Model

pembelajaran make and match merupakan bagian dari pembelajaran kooperatif. Model

pembelajaran kooperatif didasarkan atas falsafah homo homini socius, falsafah ini

menekankan bahwa manusia adalah mahluk sosial (Lie, 2003:27).

19

Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat di simpulkan bahwa Model

pembelajaran make a match adalah suatu model pembelajaran dengan cara bermain

mencari pasangan untuk melatih kerjasama dan kecepatan berfikir siswa.

2.1.3.2 Prinsip-Prinsip Make A Match

Model pembelajaran make and match adalah salah satu model pembelajaran yang

berorientasi pada permainan. Menurut Suyatno (2009 : 102) Prinsip-prinsip model make

and match antara lain :

a) Anak belajar melalui berbuat

b) Anak belajar melalui panca indera

c) Anak belajar melalui bahas

d) Anak belajar melalui bergerak

Tujuan dari pembelajaran dengan model make and match adalah untuk melatih

peserta didik agar lebih cermat dan lebih kuat pemahamannya terhadap suatu materi

pokok (Fachrudin, 2009 : 168). Siswa dilatih berpikir cepat dan menghafal cepat sambil

menganalisis dan berinteraksi sosial.

Menurut Benny (2009 : 1001), sebelum guru menggunakanan model make and

match guru harus mempertimbangkan : (1) indicator yang ingin dicapai (2)kondisi kelas

yang meliputi jumlah siswa dan efektifitas ruangan (3) alokasi waktu yang akan digunakan

dan waktu persiapan. Pertimbangan diatas sangat diperlukan karena model make and

match tidak efektif apabila digunakan pada kelas yang jumlah siswanya diatas 40 dengan

kondisi ruang kelas yang sempit. Sebab dalam pelaksanaan pembelajaran, make and

match, kelas akan menjadi gaduh dan ramai. Hal ini wajar asalkan guru dapat

mengendalikannya.

Model pembelajaran make and match dapat dipergunakan pada alokasi

Dalam mengembangkan dan melaksanakan model Make and Match, menurut

Suyatno (2009 : 42) guru seharusnya mengembangkan hubungan baik dengan siswa

dengan cara :

a) Perlakukan siswa sebagai manusia yang sederajat

b) Ketahuilah apa yang disukai siswa, cara pikir mereka dan perasaan mereka

c) Bayangkan apa yang akan mereka katakan mengenai diri sendiri dan guru

d) Ketahuilah hambatan-hambatan siswa

20

e) Berbicaralah dengan jujur dan halus

f) Bersenang-senanglah bersama mereka

Model pembelajaran make and match merupakan model yang menciptakan

hubungan baik antara guru dan siswa. Guru mengajak siswa bersenang-senang dalam

permainan. Kesenangan tersebut juga dapat mengenai materi dan siswa dapat belajar

secara langsung maupun tidak langsung.

2.1.3.3 Langkah-Langkah Make A Match

Teknik metode pembelajaran make a match atau mencari pasangan dikembangkan

oleh Lorna Curran (dalam http://tarmizi. wordpress.com/ 2008/12/03/pembelajaran-

kooperatif-make-a-match). Salah satu keunggulan tehnik ini adalah siswa mencari

pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang

menyenangkan. Langkah-langkah penerapan metode make a match sebagai berikut:

a. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang

cocok untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.

b. Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/jawaban.

c. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.

d. Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya. Misalnya:

pemegang kartu yang bertuliskan nama tumbuhan dalam bahasa Indonesia akan

berpasangan dengan nama tumbuhan dalam bahasa latin (ilmiah).

e. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.

f. Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat

menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan hukuman, yang

telah disepakati bersama.

g. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda

dari sebelumnya, demikian seterusnya.

h. Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu

yang cocok.

i. Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran.

21

2.1.3.4 Kelebihan dan kekurangan Pembelajaran "Make A Match"

Tidak ada metode pembelajaran terbaik. Setiap metode pembelajaran pasti mempunyai

kelebihan dan kekurangan. Bisa jadi, suatu metode pembelajaran cocok untuk materi dan

tujuan tertentu, tetapi kurang cocok untuk materi dan tujuan lainnya. Metode make a match

demikian juga mempunyai kelebihan dan kekurangan.

2.1.3.4.1 Kelebihan

Ini adalah beberapa kelebihan yang dimiliki jika guru/pengajar melakukan metode

pembelajaran dengan cara "Make a Match". diantaranya :

1) Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik.

2) Karena ada unsur permainan, metode ini menyenangkan.

3) Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari.

4) Dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.

5) Efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi.

6) Efektif melatih kedisiplinan siswa, menghargai waktu untuk belajar..

2.1.3.4.2 Kekurangan

Selain kelebihan yang dimiliki oleh model pembelajaran semacam ini, ada juga

kekuranga yang dirasakan saat melakukan prosesnya. Inilah kekurangan-kekurangan

tersebut :

1) Jika anda tidak merancangnya dengan baik, maka waktu banyak terbuang

2) Pada awal-awal penerapan metode ini, banyak siswa yang malu untuk berpasangan

dengan lawan jenisnya

3) Jika anda tidak mengarahkan siswa dengan baik, saat presentasi banyak siswa yang

kurang memperhatikan

4) Anda harus hati-hati dan bijaksana saat memberi hukuman pada siswa yang tidak

mendapat pasangan, karena mereka bisa malu

5) Menggunakan metode ini secara terus-menerus akan menimbulkan kebosanan

(http://igkprawindyadwitantra.blogspot.com/2011/09/model-pembelajaran-makematch.html)

2.2 Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian yang relevan tentang penerapan model pembelajaran

kooperatif Make a Match di SD baik dalam pembelajaran Matematika maupun mata

22

pelajaran lainnya telah banyak dipublikasikan. Banyak hasil yang menunjukkan bahwa

model pembelajaran kooperatif Make a Match merupakan model pembelajaran yang efektif

diterapkan dalam pembelajaran di SD.

Penelitian tindakan kelas yang menguji penerapan model make a match dilakukan

oleh Agrayanti (2011) dengan judul penelitian yaitu “Penerapan Model Kooperatif Tipe

Make A Match untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Pantun Siswa Kelas IV dalam

Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar Negeri Cimurid Warungkondang

Cianjur Tahun Pelajaran 2010/2011”. Penelitian ini diadakan perbaikan pada siklus 2 dan 3

untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap ciri-ciri pantun. Pelaksanaannya pada

siklus 1 belum terlihat adanya pemahaman tentang pembelajaran menulis pantun. Terlihat

dari 38 siswa, hanya 10 siswa yang berkonsentrasi dan mencapai Kriteria Ketuntasan

Minimum (KKM). Pada siklus 2 ada peningkatan menjadi 16 siswa yang berkosentrasi, 12

orang yang mencapai nilai yang maksimal, dan 10 orang belum mencapai KKM. Pada

siklus 3 sudah hampir semua memahami dan menyukai pembelajaran menulis pantun

dengan menerapkan model make a match.

Hasil penelitian menunjukan persentase ketuntasan belajar menulis pantun siswa

rata-rata siklus 1 sebesar 53,94, siklus 2 sebesar 64,47 dan siklus 3 sebesar 74,73. Siswa

juga antusias dan aktif saat pelaksanaan srategi model kooperatif. Dari data tersebut dapat

disimpulkan bahwa model pembelajaran Make a Match efektif diterapkan pada

pembelajaran Bahasa Indonesia materi pantun di SD Negeri Cimurid Kecamatan

Warungkondang Kabupaten Cianjur. Terbukti dengan adanya perbedaan hasil belajar

yang cukup signifikan antara siswa yang pembelajarannya menerapkan model

pembelajaran Make a Match dengan siswa yang pembelajarannya menerapkan model

konvensional.

Penelitian Biyono (2012), tentang “Upaya Peningkatan Hasil Belajar Matematika

Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Make a Match pada Siswa Kelas 1 SD

Madugowongjati 02 Kecamatan Gringsing Kabupaten Juwana Tahun Pelajaran

2011/2012” mengemukakan bahwa dari hasil penelitian menunjukkan bahwa secara

teoritik maupun secara empirik melalui model pembelajaran kooperatif Make a Match

mampu meningkatkan hasil belajar siswa kelas 1 pada mata pelajaran matematika materi

penjumlahan dan pengurangan bilangan dua angka.

23

Dari hasil penelitian data menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan rata-rata

kelas dari 60 pada pra siklus menjadi 88 pada siklus II. Jumlah siswa yang tuntas belajar

meningkat dari 8 siswa atau 44 % pada pra silkus menjadi 18 siswa atau 100% siswa

tuntas.

Penelitian Dali (2011) tentang “Upaya Peningkatan Hasil Belajar Siswa dalam Mata

pelajaran IPS Melalui Model Pembelajaran Make a Match” mengemukakkan bahwa teknik

Make a Match dapat meningkatkan hasil belajar IPS kelompok V, hal ini dapat dibuktikan

pada hasil belajar siswa yang meningkat. Pada siklus satu mengalami peningkatan nilai

rata-rata 9,4 angka yaitu dari nilai rata-rata 55 sebelum penerapan model pembelajaran

Make a Match menjadi 64,4. Pada siklus II terjadi hasil belajar siswa mencapai rata-rata

80,88, dan ketuntasan belajar mencapai 76%.

Berdasarkan penelitian dari Agrayanti, Biyono, dan Dali terdapat persamaan dan

perbedaan penelitian yang dapat dilihat dalam Tabel 2.2 Perbandingan Kajian Penelitian

yang Relevan sebagai berikut:

Tabel 2.1

Perbandingan Kajian Penelitian yang Relevan

No Penulis Judul Tahun Persamaan Perbedaan

1 Sri

Agrayanti

Penerapan Model

Kooperatif Tipe Make A

Match untuk

Meningkatkan

Kemampuan Menulis

Pantun Siswa Kelas IV

dalam Pembelajaran

Bahasa Indonesia di

Sekolah Dasar Negeri

Cimurid Warungkondang

Cianjur Tahun Pelajaran

2010/2011

2011 Penelitian

dilakukan

pada tahun

yang sama

yaitu Tahun

2011

Penelitian

menggunaka

n model

pembelajara

n kooperatif

Make a

Mata

pelajaran

yang ditetiti

adalah

Bahasa

Indonesia

pada kelas IV

2 Biyono Upaya Peningkatan Hasil 2012 Mata

24

Belajar Matematika

Melalui Model

Pembelajaran Kooperatif

Make a Match pada Siswa

Kelas 1 SD

Madugowongjati 02

Kecamatan Gringsing

Kabupaten Juwana Tahun

Pelajaran 2011/2012

Match

Penelitian

dilakukan

pada jenjang

pendidikan

yang sama

yaitu SD

pelajaran

yang diteliti

adalah

Matematika

pada kelas 1

3 Somantri

Tisep

Dali

Upaya Peningkatan Hasil

Belajar Siswa dalam Mata

pelajaran IPS Melalui

Model Pembelajaran

Make a Match

2011 Mata

pelajaran

yang diteliti

adalah IPS

pada kelas V

2.3 Kerangka Berpikir

Kondisi awal pada proses pembelajaran matematika, siswa memperoleh hasil

belajar yang rendah, terbukti masih banyak siswa yang hasil belajarnya belum memenuhi

kriteria ketuntasan minimal (KKM) atau masih banyak siswa yang medapatkan nilai

dibawah 70. Salah satu penyebabnya yaitu karena pada saat menyampaikan materi

pembelajaran guru hanya ceramah saja tanpa mennunakan media ataupun alat peraga

sehingga siswa menjadi bosan, jenuh dan sering kali mengabaikan proses belajar

mengajar di kelas atau siswa kurang aktif dalam mengikuti pembelajaran. Untuk mengatasi

masalah tersebut peneliti melakukan pembelajaran menggunakan Model Pembelajaran

Make a Match. Dengan cara ini diharapkan dapat membantu siswa kelas 4 dalam

menigkatkan proses pembelajaran sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat.

Dalam penerapan model pembelajaran Make a Match berbantuan media gambar

guru hanya sebatas sebagai fasilitator, sementara kegiatan belajar mengajar dominan

melalui interaksi antara siswa dengan siswa. Siswa belajar menemukan pasangan kartu

yang cocok melalui aktivitas permainan yang menarik, pasangan kartu yang dicocokkan

25

oleh siswa tersebut berisi tentang materi yang tengah dipelajari oleh siswa. Melalui upaya

tersebut diharapkan dapat menimbulkan manfaat seperti siswa mampu berpikir kreatif,

siswa lebih aktif baik dalam kegiatan kelompok maupun mandiri, memudahkan

pemahaman siswa sehingga kualitas pembelajaran meningkat serta hasil belajar yang

diperoleh siswa akan tercapai secara maksimal.

Adapun kerangka berpikir mengenai penerapan model pembelajaran Make a

Match berbantuan media gambar pada mata pelajaran Matematika dapat ditunjukkan

melalui peta konsep sebagai berikut:

Gambar 2.1. Peta Konsep Pembelajaran IPA

PEMBELAJARAN IPA

Guru menyampaikan

materi dengan

ceramah

Guru sebagai fasilitator

Pembelajaran

Konvensional

Model Make a

Match berbantuan

media gambar

Siswa malas,

jenuh, bosan,

materi tidak

dikuasai

Siswa kurang

aktif dalam

proses

pembelajaran

Permainan Pasang

Kartu (Make a Match)

Proses pembelajaran

meningkat

Tingkat pemahaman

siswa naik, hasil belajar >

KKM

Tingkat

pemahaman

siswa rendah,

hasil belajar <

KKM

Siswa merasa

senang dan tertarik

pada pembelajaran

26

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir seperti diuraikan di atas dapat

diajukan hipotesis sebagai berikut: Penerapan pembelajaran Make a Match berbantuan

media gambar dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas 4 SD Negeri

Mintomulyo Kecamatan Juwana Tahun Pelajaran 2015/2016