BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 -...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 -...
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
Pembahasan kajian teori dalam penelitian ini berisi tentang Pembelajaran
matematika, hasil belajar, proses pembelajaran, pembelajaran matematika SD, model
pembelajaran, dan media gambar
2.1.1 Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam dan Hasil Belajar
2.1.1.1 Pengertian dan Hakekat Ilmu Pengetahuan Alam
Ilmu pengetahuan alam atau sains (science) diambil dari kata latin Scientia yang arti
harfiahnya adalah pengetahuan, tetapi kemudian berkembang menjadi khusus Ilmu
Pengetahuan Alam atau Sains. Sund dan Trowbribge merumuskan bahwa Sains
merupakan kumpulan pengetahuan dan proses.Sedangkan Kuslan Stone menyebutkan
bahwa Sains adalah kumpulan pengetahuan dan cara-cara untuk mendapatkan dan
mempergunakan pengetahuan itu. Sains merupakan produk dan proses yang tidak dapat
dipisahkan. “Real Science is both product and process, inseparably Joint” (Agus. S. 2003:
11)
Sains sebagai proses merupakan langkah-langkah yang ditempuh para ilmuwan
untuk melakukan penyelidikan dalam rangka mencari penjelasan tentang gejala-gejala
alam. Langkah tersebut adalah merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang
eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis dan akhimya menyimpulkan. Dari sini
tampak bahwa karakteristik yang mendasar dari Sains ialah kuantifikasi artinya gejala alam
dapat berbentuk kuantitas.
Ilmu berkembang dengan pesat, yang pada dasarnya ilmu berkembang dari dua
cabang utama yaitu filsafat alam yang kemudian menjadi rumpun ilmu-ilmu alam (the
natural sciences) dan filsafat moral yang kemudian berkembang ke dalam ilmu-ilmu sosial
(the social sciences). Ilmu-ilmu alam membagi menjadi dua kelompok yaitu ilmu alam (the
physical sciences) dan ilmu hayat (the biological sciences) (Jujun. S. 2003). Ilmu alam
ialah ilmu yang mempelajari zat yang membentuk alam semesta sedangkan ilmu hayat
mempelajari makhluk hidup di dalamnya. Ilmu alam kemudian bercabang lagi menjadi
fisika (mempelajari massa dan energi), kimia (mempelajari substansi zat), astronomi
7
(mempelajari benda-benda langit dan ilmu bumi (the earth sciences) yang mempelajari
bumi kita.
Ilmu pengetahuan alam (IPA) atau Sains dalam arti sempit telah dijelaskan diatas
merupakan disiplin ilmu yang terdiri dari physical sciences (ilmu fisik) dan life sciences
(ilmu biologi). Yang termasuk physical sciences adalah ilmu-ilmu astronomi, kimia, geologi,
mineralogi, meteorologi, dan fisika, sedangkan life science meliputi anatomi, fisiologi,
zoologi, citologi, embriologi, mikrobiologi. IPA (Sains) berupaya membangkitkan minat
manusia agar mau meningkatkan kecerdasan dan pemahamannya tentang alam seisinya
yang penuh dengan rahasia yang tak habis-habisnya. Dengan tersingkapnya tabir rahasia
alam itu satu persatu, serta mengalirnya informasi yang dihasilkannya, jangkauan Sains
semakin luas dan lahirlah sifat terapannya, yaitu teknologi adalah lebar. Namun dari waktu
jarak tersebut semakin lama semakin sempit, sehingga semboyan ” Sains hari ini adalah
teknologi hari esok” merupakan semboyan yang berkali-kali dibuktikan oleh sejarah.
Bahkan kini Sains dan teknologi manunggal menjadi budaya ilmu pengetahuan dan
teknologi yang saling mengisi (komplementer), ibarat mata uang, yaitu satu sisinya
mengandung hakikat Sains (the nature of Science) dan sisi yang lainnya mengandung
makna teknologi (the meaning of technology).
IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang
didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia. Hal ini
sebagaimana yang dikemukakan oleh Powler (dalam Winaputra, 1992:122) bahwa IPA
merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala-gejala alam dan kebendaan yang
sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil
obervasi dan eksperimen.
IPA merupakan usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui
pengamatan yang tepat pada sasaran, serta menggunakan prosedur yang benar, dan
dijelaskan dengan penalaran yang sahih (valid) sehingga dihasilkan kesimpulan yang betul
(Leo Sutrisno, 2000). Ilmu Pengetahuan Alam merupakan suatu bidang studi yang melatih
penalaran supaya berfikir kritis, sistematis, logis, kreatif, dan kerjasama yang efektif. Ke
depan berfikir kritis, sistematis, logis, kreatif, dan kerjasama yang efektif sangat
diperlukan dalam kehidupan modern. Beberapa pengertian IPA:
8
1) IPA sebagai kumpulan pengetahuan
IPA sebagai kumpulan pengetahuan mengacu pada kumpulan berbagai konsep IPA
yang sangat luas. IPA dipertimbangakan sebagai akumulasi berbagai pengetahuan yang
telah ditemukan sejak zaman dahulu sampai penemuan pengetahuan yang sangat baru.
Pengetahuan tersebut berupa fakta, teori, dan generalisasi yang menjelaskan alam.
2) IPA sebagai suatu proses penelusuran (investigation)
IPA sebagai suatu proses penelusuran umumnya merupakan suatu pandangan
yang menghubungkan gambaran IPA yang berhu-bungan erat dengan kegiatan
laboratorium beserta perangkatnya. Dalam kategori ini IPA dipandang sebagai sesuatu
yang memiliki disi-plin yang ketat, objektif, dan suatu proses yang bebas nilai.
3) IPA sebagai kumpulan nilai
IPA sebagai kumpulan nilai berhubungan erat dengan pene-kanan IPA sebagai
proses. Bagaimanapun juga, pandangan ini mene-kankan pada aspek nilai ilmiah yang
melekat pada IPA. Ini termasuk di dalamnya nilai kejujuran, rasa ingin tahu, dan
keterbukaan.
4) IPA sebagai cara untuk mengenal dunia
Proses IPA dipengaruhi oleh cara di mana orang memahami kehidupan dan dunia di
sekitarnya. IPA dipertimbangkan sebagai suatu cara di mana manusia mengerti dan
memberi makna pada dunia di sekeliling mereka, selain juga merupakan salah satu cara
untuk mengetahui dunia beserta isinya dengan segala keterbatasannya.
5) IPA sebagai institusi sosial
Ini berarti bahwa IPA seharusnya dipandang dalam penegrtian sebagai kumpulan
para profesional, yang melalui IPA mereka didanai, dilatih dan diberi penghargaan akan
hasil karya. Para ilmuwan ini sangat terikat dengan kepentingan institusi, pemerintah,
politik, bahkan militer.
6) IPA sebagai hasil konstruksi manusia
Pandangan ini menunjuk pada pengertian bahwa IPA sebenarnya merupakan
penemuan dari suatu kebenaran ilmiah mengenai hakikat semesta alam. Pengetahuan
ilmiah ini tidak lain merupakan akumulasi kebenaran. Hal pokok dalam pandangan ini
adalah IPA merupakan konstruksi pemikiran manusia. Oleh karenanya, dapat saja apa
yang dihasilkan IPA memiliki sifat bisa dan sementara.
9
7) IPA sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari
Orang menyadari bahwa apa yang dipakai dan digunakan untuk pemenuhan
kebutuhan hidup sangat dipengaruhi oleh IPA. Bukan saja pemakaian berbagai jenis
produk teknologi sebagai hasil investigasi dan pengetahuan, me-lainkan pula cara
bagaimana orang berpikir mengenai situasi sehari-hari sangat kuat dipengaruhi oleh
pendekatan ilmiah (scientific approach).
Pembelajaran IPA di SD merupakan interaksi antara siswa dengan lingkungan
sekitarnya. Hal ini mengakibatkan pembelajaran IPA perlu mengutamakan peran siswa
dalam kegiatan belajar mengajar. Sehingga pembelajaran yang terjadi adalah
pembelajaran yang berpusat pada siswa dan guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran
tersebut. Guru berkewajiban untuk meningkatkan pengalaman belajar siswa untuk
mencapai tujuan pembelajaran IPA. Tujuan ini tidak terlepas dari hakikat IPA sebagai
produk, proses dan sikap ilmiah. Oleh sebab itu, pembelajaran IPA perlu menerapkan
prinsip-prinsip pembelajaran yang tepat.
Secara rinci hakikat Ilmu Pengetahuan Alam Bridgman (dalam Putra, 2011:7)
adalah sebagai berikut:
1) Kualitas; pada dasarnya konsep-konsep IPA selalu dapat dinyatakan dalam bentuk
angka-angka
2) Observasi dan eksperimen, merupakan salah satu cara untuk dapat memahami
konsep-konsep IPA secara tepat dan dapat diuji kebenarannya.
3) Ramalan (prediksi), merupakan salah satu asumsi penting dalam IPA bahwa misteri
alam raya ini dapat dipahami dan memiliki keteraturan. Dengan asumsi tersebut lewat
pengukuran yang teliti maka berbagai peristiwa alam yang akan terjadi dapat
diprediksikan secara tepat.
4) Progresif dan komunikatif; artinya IPA itu selalu berkembang ke arah yang lebih
sempurna dan penemuan-penemuan yang ada merupakan kelanjutan dari penemuan
sebelumnya. Proses; tahapan-tahapan yang dilalui dan itu dilakukan dengan
menggunakan metode ilmiah dalam rangkaian menemukan suatu kebenaran.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA, dimana konsep-
konsepnya diperoleh melalui suatu proses dengan menggunakan metode ilmiah dan
diawali dengan sikap ilmiah kemudian diperoleh hasil (produk).
10
3 2.1.1.2 Fungsi dan Tujuan Pendidikan IPA
IPA dapat didefinisikan sesuai dengan fungsinya. Dua fungsi IPA yang sangat
penting menurut Bernal, yaitu: meningkatkan produksi dan mengubah sikap juga
pandangan manusia terhadap alam. IPA dapat dipandang sebagai faktor yang dapat
mempengaruhi peningkatan produksi karena IPA menggunakan pendekatan
eksperimentasi, dengan uji coba sehingga dapat diketahui dengan jelas faktor penghambat
untuk mencapai tujuan. Sedangkan IPA berfungsi untuk mengubah sikap manusia
terhadap alam semesta dapat digambarkan sebagai berikut:
1) Orang percaya bahwa pelangi adalh selendang bidadari, sedangkan orang IPA
mengerti bahwa pelangi suatu pembiasan cahaya oleh bintik-bintik air di udara.
2) Orang percaya bahwa gerhana bulan terjadi karena ditelan oleh raksasa sakti ,
sedangkan orang IPA mengatakan gerhana bulan terjadi karena tertutup bayangan
bumi.
3) Orang percaya gunung meletus karena meminta sesaji, menurut orang IPA gunung
meletus karena adanya perbedaan tekanan antara materi yang menyumbat lubang
kepundan dengan gas dan cairan batu yang hendak keluar dari dalam gunung.
Tujuan pembelajaran IPA di SD menurut Kurikulum KTSP (Depdiknas, 2006) secara
terperinci adalah:
1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan
keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaann-Nya.
2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan
masyarakat.
4) Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan
masalah dan membuat keputusan.
5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan
melestarikan lingkungan alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu
ciptaan Tuhan.
11
6) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan ketrampilan IPA sebagai dasar untuk
melanjutkan pendidikan ke SMP atau MTs.
Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi dijelaskan bahwa mata pelajaran IPA di
Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) berfungsi untuk menguasai konsep dan
manfaat IPA dalam kehidupan sehari-hari serta untuk melanjutkan pendidikan ke Sekolah
Menengah Pertama (SMP) atau Madrasah Tsanawiyah (MTs), serta bertujuan: (1)
Menanamkan pengetahuan dan konsep-konsep sains yang bermanfaat dalam kehidupan
sehari-hari; (2) Menanamkan rasa ingin tahu dan sikap positip terhadap sains dan
teknologi; (3) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan; (4) Ikut serta dalam memelihara,
menjaga dan melestarikan lingkungan alam; (5) Mengembangkan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara sains, lingkungan, teknologi dan
masyarakat; dan (6) Menghargai alam dan segala ketera-turannya sebagai salah satu
ciptaan Tuhan.
Secara global dimensi yang hendak dicapai oleh serangkaian tujuan kurikuler
pendidikan IPA dalam kurikulum pendidikan dasar adalah mendidik anak agar memahami
konsep IPA, memiliki keterampilan ilmiah, bersikap ilmiah dan religius. Keilmiah dan tujuan
transendental pendidikan IPA sebagaimana dipaparkan di atas sudah barang tentu tidak
serta merta dapat dicapai oleh materi pelajaran IPA, melainkan oleh cara melibatkan siswa
ke dalam kegiatan di dalamnya (Galton & Harlen, 1990:2). Dengan demikian pengertian,
karakteristik dan tujuan pendidikan IPA SD dalam kurikulum menuntut proses belajar-
mengajar IPA yang tidak terlalu akademis yakni penekanan pada penyampaian konsep-
konsep dengan sistimatika yang ketak berdasarkan buku teks dan lebih-lebih sekedar
verbalistik semata.
Mata Pelajaran IPA di Sekolah Dasar bertujuan agar siswa : memahami konsep-
konsep IPA, memiliki keterampilan proses, mempunyai minat mempelajari alam sekitar,
bersikap ilmiah, mampu menerapkan konsep-konsep IPA untuk menjelaskan gejala-gejala
alam dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, mencintai alam sekitar,
serta menyadari kebesaran dan keagungan Tuhan. Berdasarkan tujuan di atas, maka
pembelajaran pendidikan IPA di SD menuntut proses belajar mengajar yang tidak terlalu
akademis dan verbalistik.
12
Selain itu dalam kondisi ketergantungan hidup manusia akan ilmu dan teknologi
yang sangat tinggi, maka pembelajaran IPA di SD harus dijadikan sebagai mata pelajaran
dasar dan diarahkan untuk menghasilkan warga Negara yang melek IPA. Rutherford dan
Ahlgren (1990) dalam kata pengantarnya untuk buku Science for All Americans
mengemukakan beberapa alasan mengapa IPA layak dijadikan sebagai mata pelajaran
dasar dalam pendidikan : Pertama, IPA dapat memberi seseorang pengetahuan tentang
lingkungan biofisik dan perilaku social yang diperlukan untuk pengembangan pemecahan
yang efektif bagi masalah-masalah local dan global; Kedua, dengan penekanan dan
penjelasan akan adanya saling ketergantungan antara makhluk hidup yang satu dengan
makhluk hidup yang lain beserta lingkungannya, IPA akan membantu mengembangkan
sikap berpikir seseorang terhadap lingkungan dan dalam memanfaatkan teknologi; Ketiga,
Kebiasaan berpikir ilmiah dapat membantu seseorang dalam setiap kegiatan kehidupan
sehingga peka terhadap permasalahan yang seringkali melibatkan sejumlah bukti,
pertimbangan kuantitatif, alasan logis, dan ketidak pastian; Keempat, prinsip-prinsip
teknologi memberi sesorang dasar yang kuat untuk menilai penggunaan teknologi baru
beserta implikasinya bagi lingkungan dan budaya; Kelima, pendidikan IPA dan teknologi
secara terus menerus dapat memberikan piranti untuk menentukan sikap terhadap
sejumlah masalah dan pengetahuan baru yang penting; Keenam, potensi IPA dan
teknologi guna meningkatkan kehidupan tidak akan terealisasikan tanpa didukung oleh
pemahaman masyarakat umum terhadap IPA, matematika, dan teknologi, serta kebiasaan
berpikir ilmiah.
2.1.1.3 Manfaat Ilmu Pengetahuan Alam
Ilmu Pengetahuan Alam mempunyai manfaat yaitu :
1) Dalam Penyediaan Pangan.
Perkembangan Ilmu Pengetahuan Alam dan teknologi dalam bidang penyediaan
pangan melahirkan Panca Usaha Tani yang merupakan program Pemerintah. Panca
Usaha Tani meliputi varitas unggul, pupuk, pestisida, pola tanam dan pengairan. Varitas
unggul adalah pilihan utama dari bibit yang pada penanaman diharapkan akan diperoleh
buah yang bermutu unggul pula.
13
Pupuk, yang merupakan bahan makanan pokok dari tanaman, yang merupakan
hasil dari perkembangan Ilmu Pengetahuna Alam dan teknologi adalah Urea, Z.A,
Superfosfat, Pupuk kompos, Pupuk kandang, dan lain-lain. Pestisida merupakan bahan
kimia yang dipakai untuk memberantas hama dan penyakit yang merusak tanaman
sehubungan dengan usaha-usaha mempertinggi hasil produksi. Beberapa pestisida antara
lain : Insektisida, Herbisida, Fungisida. Pola tanam yang teratur akan mempermudah
pengawasan dan pemeliharaan terhadap tanaman. Adanya bendungan atau waduk
penampungan air beserta saluran primer, sekunder, dan drainase.
2) Penyediaan Sandang
Setelah adanya kemajuan Ilmu Pengetahuan Alam dan teknologi, telah
dikembangkan jenis-jenis serat seperti nylon dan rayon, tetoron, dakron, poliester, tetrek,
dan lain-lain. Hal ini dikarenakan serat-serat sintesis dengan suatu katalisa yang cocok
mempunyai sifat mekanik yang tinggi dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
3) Penyediaan Papan
Dewasa ini, para ilmuwan berusaha untuk memanfaatkan lautan dan ruang angkasa
sebagai pemukiman. Mereka membuat pulau-pulau disertai peternakan dan perkebunan
laut. Sedangkan dalam jangka panjang, pemukiman di antariksa sedang dalam penelitian,
walaupun untuk mewujudkan itu semua merupakan tantangan yang berat, namun
mengingat kemampuan dan usaha manusia yang tinggi, kemungkinan yang dipaparkan di
atas bukan lagi suatu impian kosong.
2.1.2 Hasil Belajar
2.1.2.1 Pengertian Belajar
Belajar menurut Robert M. Gagne (dalam Agus Budi Wahyudi, 2011:7) belajar
sebagai “a natural process that leads tochanges in what we know, what we can do and
how we behave” (Belajar sebagai proses alami yang dapat membawa perubahan pada
pengetahuan, tindakan, dan perilaku seseorang). Belajar adalah preses yang dialami
seseorang secara alami yang membawa perubahan dalam pengetahuan , tindakan dan
perilaku.
Lebih lanjut Abdillah (2002) dalam Aunurrahman (2010 :35) menyimpulkan bahwa
“belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah
14
laku baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif,
dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu”.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan kegiatan penting
yang harus dilakukan setiap orang secara maksimal untuk dapat menguasai atau
memperoleh sesuatu. Belajar adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dalam
rangka merubah tingkah laku ke arah yang lebih baik sesuai dengan apa yang diharapkan
dan dicita-citakan.
Tujuan belajar dirangkum kedalam tiga kawasan yaitu sebagai berikut :
1) Domain kognitif, terdiri atas 6 tingkatan yaitu :
a) Pengetahuan (mengingat, menghafal).
b) Pemahaman (mengiterprestasikan).
c) Aplikasi (menggunakan konsep untuk memecahkan masalah).
d) Analisis (menjabarkan suatu konsep).
e) Sintesis (menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep utuh).
f) Evaluasi ( menggabungkan nilai-nilai, ide, metode,dsb.).
2) Domain psikomotor, terdiri atas 5 tingkatan yaitu:
a) Peniruan (menirukan gerak).
b) Penggunaan (menggunakan konsep untuk melakukan gerak ).
c) Ketepatan (melakukan gerak dengan benar)
d) Naturalisasi (melakukan gerak secara wajar).
3) Domain efektif, terdiri atas 5 tingkatan yaitu :
a) Pengenalan (ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu)
b) Merespon (aktif berpartisipasi).
c) Penghargaan (menerima nilai-nilai, setia kepada nilai-nilai tertentu).
d) Pengorganisasian (menghubung-hubungkan nilai-nilai yang dipercayai).
e) Pengalaman (menjadikan nilai-nilai sebagian bagian dari pola hidupnya).
2.1.2.2 Pengertian Hasil belajar
Hasil belajar siswa adalah nilai yang diperoleh siswa selama kegiatan belajar
mengajar, belajar diartikan sebagai gejala perubahan tingkah laku yang relative permanent
dari seseorang dalam mencapai tujuan tertentu. De Cecco (dalam Witjaksono,1985:6).
15
Menurut Gagne ( dalam Witjaksono,1985 : 6 ) belajar adalah suatu perubahan yang terjadi
dalam disposisi atau kapabilitas seseorang, dalam kurun waktu tertentu, dan bukan
semata-mata sebagai proses pertumbuhan. Pendapat senada juga di utarakan oleh
Susanto (1991 : 1) yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses dimana otak atau
pikiran mengandalkan reaksi terhadap kondisi-kondisi luar dan reaksi itu dapat di
modifikasi dengan pengalaman-pengalaman yang dialami sebelumnya. Melalui proses
belajar anak dapat mengadaptasikan dirinya pada lingkungan hidupnya. Adaptasi itu dapat
berupa perubahan pikiran, sikap, dan ketrampilan.
Hasil belajar yang diukur pada pembelajaran yang berlandaskan kurikulum 2004
meliputi kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor. Maka guru tidak hanya menilai siswa
dari aspek intelektual tetapi dari aspek kemampuan social, sikap siswa selama proses
belajar mengajar serta keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran juga dinilai oleh guru.
Siswa yang telah mengalami pembelajaran diharapkan memiliki pengetahuan dan
ketrampilan baru sarta perbaikan sikap sebagai hasil pembelajaran yang telah dialami
siswa tersebut. Pengukuran hasil belajar bertujuan untuk mengukur tingkat pemahaman
siswa dalam menyerap materi. Sebaliknya hasil belajar yang telah dinilai oleh guru
diberitahukan kepada siswa agar siswa mengetahui kemajuan belajar yang telah
dilakukannya serta kekurangan yang masih perlu diperbaiki. Penilaian hasil belajar pada
akhirnya sebagai bahan refleksi guruterhadap kemampuan mengajarnya serta
mengevaluasi pencapaian target kurikulum.
2.1.2.3 Domain Hasil Belajar
Benjamin S.Bloom (Winkel, 1996 : 274) membagi hasil belajar kedalam tiga
Ranah:
1) Ranah Kognitif
Ranah Kognitif (berkaitan dengan daya pikir, pengetahuan, dan penalaran)
berorientasi pada kemampuan siswa dalam berfikir dan bernalar yang mencakup
kemampuan siswa dalam mengingat sampai memecahkan masalah, yang menuntut siswa
untuk menggabungkan konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya. Ranah kognitif ini
berkenaan dengan prestasi belajar dan dibedakan dalam enam tahapan, yaitu
16
pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. Pada siswa SMP
diutamakan pada ranah pengetahuan, pemahaman dan penerapan.
Pengetahuan mencakup kemampuan mengingat tentang hal yang telah dipelajari
dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan dengan fakta, peristiwa kaidah,
prinsip, teori dan rumus. Pengetahuan yang telah tersimpan dalam ingatan, di gali pada
saat dibutuhkan dalam bentuk mengingat (recall) atau mengenal kembali (recognition).
Pemahaman mencakup kemampuan untuk menyerap makna dan arti dari bahan
yang telah dipelajari. Kekampuan seseorang dalam memahami sesuatu dapat dilihat dari
kemampuannya menyerap suatu materi, kemudian mengkomunikasikannya dalam bentuk
lainnya dengan kata-kata sendiri.
Pengetahuan mencakup kemampuan untuk menerapkan pengetahuan yang telah
diperoleh dalam kegiatan pembelajaran untuk menghadapi situasi baru dalam kehidupan
sehari-hari. Tingkat penerapan ini dapat diukur dari kemampuan menggunakan konsep,
prinsip, teori dan metode untuk menghadapi maalah-masalah dalam kehidupan sehari-
hari.
2) Ranah Psikomotor
Ranah psikomotor berorientasi kepada ketrampilan fisik, ketrampilan motorik, atau
kemampuan tangan yang berhubungan dengan anggota tubuh atau tindakan yang
memerlukan koordinasi antara syaraf dan otot. Simson (dalam Winkel, 1996:278)
menyatakan bahwa ranah psikomotor terdiri dari tujuh jenis perilaku yaitu : persepsi,
kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan yang terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian
pola gerakan dan kreaktifitas.
Sedangkan menurut Kibler, Barker,dan Miles ( dalam Dimyati dan Mudjiono,
1994:195-196)ranah psikomotor mempunyai taksonomi berikut ini:
a) Gerakan tubuh yang mencolok, merupakan kemampuan gerakan tubuh yang
menekankan pada kekuatan, kecepatan,dan ketepatan tubuh yang mencolok.
b) Ketepatan gerakan dikoordinasikan, merupakan keterampilan yang berhubungan
dengan gerakan mata, telinga, dan badan.
c) Perangkat komunikasi non verbal, merupakan kemampuan mengadakan komunikasi
tanpa kata.
17
d) Kemampuan berbicara, merupakan kemampuan yang berhubungan dengan
komunikasi secara lisan. Untuk kemampuan berbicarasiswa harus mampu
menunjukkan kemahirannya memilih dan menggunakan kata atau kalimat sehingga
informasi, ide atau yang dikomunikasikannya dapat diterima dengan mudah oleh
pendengarnya.
3) Ranah Afektif
Ranah efektif (berkaitan dengan perasaan/ kesadaraan, seperti perasaan senang
atau tidak senang yang memotivasi seseorang untuk memilih apa yang disenangi)
berorientasi pada kemampuan siswa dalam belajar menghayati nilai objek-objek yang
dihadapi melalui perasaan, baik objek itu berupa orang, benda maupun peristiwa. Cirri lain
terletak dalam belajar mengungkapkan perasaan dalam bentuk ekspresi yang wajar.
Menurut Krochwall Bloom (dalam Winkel 1996:276) ranah efektif terdiri dari penerimaan,
partisipasi, penilaian dan penentuan sikap, organisasi dan pembentukan pola hidup. Untuk
ranah kognitif, guru menilai kemampuan kognitif siswa berdasarkan hasil test yang
diberikan kepada siswa pada akhir pelaksanaan perbaikan.
2.1.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Untuk memahami tentang hasil belajar, perlu didalami faktor-faktor yang
mempengaruhinya, Mulyasa. (2005: 189-196) mengemukakan beberapa faktor
1) Pengaruh faktor eksternal
Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi hasil belajar peserta didik dapat
digolongkan ke dalam faktor sosial dan non-sosial. Faktor sosial menyangkut hubungan
antarmanusia yang terjadi dalam berbagai situasi sosial. Kedalam faktor ini termasuk
lingkungan keluarga, sekolah, teman dan masyarakat pada umumnya. Sedangkan faktor
non-sosial seperti lingkungan alam fisik misalnya: kjeadaan rumah, ruang belajar, fasilitas
belajar, buku-buku sumber, dan sebagainya.
2) Pengaruh faktor internal
Faktor internal menyangkut: a) faktor-faktor fisiologis, yang menyangkut keadaan
jasmani atau fisik individu, yang dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu keadaan
jasmani pada umumnya dan keadaan fungsi jasmani tertentu terutama panca indera, b)
18
faktor-faktor psikologis, yang berasal dari dalam diri seperti inteligensi, minat, sikap, dan
motivasi.
Menurut pendapat A. Tabrani Rusyan, (2007: 68) faktor internal yang
mempengaruhi hasil belajar yaitu:
a) Keinginan untuk mencapai apa yang telah dicita-citakan
b) Minat pribadi yang mempengaruhi belajar
c) Pola kepribadian yang mempengaruhi jenis dan kekuatan aspirasi
d) Nilai pribadi yaitu yang menentukan apa saja dari kekuatan aspirasi
e) Jenis kelamin
f) Latar belakang keluarga
2.1.3 Pembelajaran Make a Match
2.1.3.1 Pengertian Pembelajaran Make A Match
Model pembelajaran make and match adalah sistem pembelajaran yang
mengutamakan penanaman kemampuan sosial terutama kemampuan bekerja sama,
kemampuan berinteraksi disamping kemampuan berpikir cepat melalui permainan mencari
pasangan dengan dibantu kartu (Wahab, 2007 : 59).
Model make a match atau mencari pasangan merupakan salah satu alternatif yang
dapat diterapkan kepada siswa. Penerapan metode ini dimulai dari teknik yaitu siswa
disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya,
siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin. Teknik metode pembelajaran make a
match atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu
keunggulan tehnik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu
konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan
Suyatno (2009 : 72) mengungkapkan bahwa model make and match adalah model
pembelajaran dimana guru menyiapkan kartu yang berisi soal atau permasalahan dan
menyiapkan kartu jawaban kemudian siswa mencari pasangan kartunya. Model
pembelajaran make and match merupakan bagian dari pembelajaran kooperatif. Model
pembelajaran kooperatif didasarkan atas falsafah homo homini socius, falsafah ini
menekankan bahwa manusia adalah mahluk sosial (Lie, 2003:27).
19
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat di simpulkan bahwa Model
pembelajaran make a match adalah suatu model pembelajaran dengan cara bermain
mencari pasangan untuk melatih kerjasama dan kecepatan berfikir siswa.
2.1.3.2 Prinsip-Prinsip Make A Match
Model pembelajaran make and match adalah salah satu model pembelajaran yang
berorientasi pada permainan. Menurut Suyatno (2009 : 102) Prinsip-prinsip model make
and match antara lain :
a) Anak belajar melalui berbuat
b) Anak belajar melalui panca indera
c) Anak belajar melalui bahas
d) Anak belajar melalui bergerak
Tujuan dari pembelajaran dengan model make and match adalah untuk melatih
peserta didik agar lebih cermat dan lebih kuat pemahamannya terhadap suatu materi
pokok (Fachrudin, 2009 : 168). Siswa dilatih berpikir cepat dan menghafal cepat sambil
menganalisis dan berinteraksi sosial.
Menurut Benny (2009 : 1001), sebelum guru menggunakanan model make and
match guru harus mempertimbangkan : (1) indicator yang ingin dicapai (2)kondisi kelas
yang meliputi jumlah siswa dan efektifitas ruangan (3) alokasi waktu yang akan digunakan
dan waktu persiapan. Pertimbangan diatas sangat diperlukan karena model make and
match tidak efektif apabila digunakan pada kelas yang jumlah siswanya diatas 40 dengan
kondisi ruang kelas yang sempit. Sebab dalam pelaksanaan pembelajaran, make and
match, kelas akan menjadi gaduh dan ramai. Hal ini wajar asalkan guru dapat
mengendalikannya.
Model pembelajaran make and match dapat dipergunakan pada alokasi
Dalam mengembangkan dan melaksanakan model Make and Match, menurut
Suyatno (2009 : 42) guru seharusnya mengembangkan hubungan baik dengan siswa
dengan cara :
a) Perlakukan siswa sebagai manusia yang sederajat
b) Ketahuilah apa yang disukai siswa, cara pikir mereka dan perasaan mereka
c) Bayangkan apa yang akan mereka katakan mengenai diri sendiri dan guru
d) Ketahuilah hambatan-hambatan siswa
20
e) Berbicaralah dengan jujur dan halus
f) Bersenang-senanglah bersama mereka
Model pembelajaran make and match merupakan model yang menciptakan
hubungan baik antara guru dan siswa. Guru mengajak siswa bersenang-senang dalam
permainan. Kesenangan tersebut juga dapat mengenai materi dan siswa dapat belajar
secara langsung maupun tidak langsung.
2.1.3.3 Langkah-Langkah Make A Match
Teknik metode pembelajaran make a match atau mencari pasangan dikembangkan
oleh Lorna Curran (dalam http://tarmizi. wordpress.com/ 2008/12/03/pembelajaran-
kooperatif-make-a-match). Salah satu keunggulan tehnik ini adalah siswa mencari
pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang
menyenangkan. Langkah-langkah penerapan metode make a match sebagai berikut:
a. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang
cocok untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.
b. Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/jawaban.
c. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.
d. Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya. Misalnya:
pemegang kartu yang bertuliskan nama tumbuhan dalam bahasa Indonesia akan
berpasangan dengan nama tumbuhan dalam bahasa latin (ilmiah).
e. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.
f. Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat
menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan hukuman, yang
telah disepakati bersama.
g. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda
dari sebelumnya, demikian seterusnya.
h. Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu
yang cocok.
i. Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran.
21
2.1.3.4 Kelebihan dan kekurangan Pembelajaran "Make A Match"
Tidak ada metode pembelajaran terbaik. Setiap metode pembelajaran pasti mempunyai
kelebihan dan kekurangan. Bisa jadi, suatu metode pembelajaran cocok untuk materi dan
tujuan tertentu, tetapi kurang cocok untuk materi dan tujuan lainnya. Metode make a match
demikian juga mempunyai kelebihan dan kekurangan.
2.1.3.4.1 Kelebihan
Ini adalah beberapa kelebihan yang dimiliki jika guru/pengajar melakukan metode
pembelajaran dengan cara "Make a Match". diantaranya :
1) Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik.
2) Karena ada unsur permainan, metode ini menyenangkan.
3) Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari.
4) Dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
5) Efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi.
6) Efektif melatih kedisiplinan siswa, menghargai waktu untuk belajar..
2.1.3.4.2 Kekurangan
Selain kelebihan yang dimiliki oleh model pembelajaran semacam ini, ada juga
kekuranga yang dirasakan saat melakukan prosesnya. Inilah kekurangan-kekurangan
tersebut :
1) Jika anda tidak merancangnya dengan baik, maka waktu banyak terbuang
2) Pada awal-awal penerapan metode ini, banyak siswa yang malu untuk berpasangan
dengan lawan jenisnya
3) Jika anda tidak mengarahkan siswa dengan baik, saat presentasi banyak siswa yang
kurang memperhatikan
4) Anda harus hati-hati dan bijaksana saat memberi hukuman pada siswa yang tidak
mendapat pasangan, karena mereka bisa malu
5) Menggunakan metode ini secara terus-menerus akan menimbulkan kebosanan
(http://igkprawindyadwitantra.blogspot.com/2011/09/model-pembelajaran-makematch.html)
2.2 Penelitian yang Relevan
Beberapa penelitian yang relevan tentang penerapan model pembelajaran
kooperatif Make a Match di SD baik dalam pembelajaran Matematika maupun mata
22
pelajaran lainnya telah banyak dipublikasikan. Banyak hasil yang menunjukkan bahwa
model pembelajaran kooperatif Make a Match merupakan model pembelajaran yang efektif
diterapkan dalam pembelajaran di SD.
Penelitian tindakan kelas yang menguji penerapan model make a match dilakukan
oleh Agrayanti (2011) dengan judul penelitian yaitu “Penerapan Model Kooperatif Tipe
Make A Match untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Pantun Siswa Kelas IV dalam
Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar Negeri Cimurid Warungkondang
Cianjur Tahun Pelajaran 2010/2011”. Penelitian ini diadakan perbaikan pada siklus 2 dan 3
untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap ciri-ciri pantun. Pelaksanaannya pada
siklus 1 belum terlihat adanya pemahaman tentang pembelajaran menulis pantun. Terlihat
dari 38 siswa, hanya 10 siswa yang berkonsentrasi dan mencapai Kriteria Ketuntasan
Minimum (KKM). Pada siklus 2 ada peningkatan menjadi 16 siswa yang berkosentrasi, 12
orang yang mencapai nilai yang maksimal, dan 10 orang belum mencapai KKM. Pada
siklus 3 sudah hampir semua memahami dan menyukai pembelajaran menulis pantun
dengan menerapkan model make a match.
Hasil penelitian menunjukan persentase ketuntasan belajar menulis pantun siswa
rata-rata siklus 1 sebesar 53,94, siklus 2 sebesar 64,47 dan siklus 3 sebesar 74,73. Siswa
juga antusias dan aktif saat pelaksanaan srategi model kooperatif. Dari data tersebut dapat
disimpulkan bahwa model pembelajaran Make a Match efektif diterapkan pada
pembelajaran Bahasa Indonesia materi pantun di SD Negeri Cimurid Kecamatan
Warungkondang Kabupaten Cianjur. Terbukti dengan adanya perbedaan hasil belajar
yang cukup signifikan antara siswa yang pembelajarannya menerapkan model
pembelajaran Make a Match dengan siswa yang pembelajarannya menerapkan model
konvensional.
Penelitian Biyono (2012), tentang “Upaya Peningkatan Hasil Belajar Matematika
Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Make a Match pada Siswa Kelas 1 SD
Madugowongjati 02 Kecamatan Gringsing Kabupaten Juwana Tahun Pelajaran
2011/2012” mengemukakan bahwa dari hasil penelitian menunjukkan bahwa secara
teoritik maupun secara empirik melalui model pembelajaran kooperatif Make a Match
mampu meningkatkan hasil belajar siswa kelas 1 pada mata pelajaran matematika materi
penjumlahan dan pengurangan bilangan dua angka.
23
Dari hasil penelitian data menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan rata-rata
kelas dari 60 pada pra siklus menjadi 88 pada siklus II. Jumlah siswa yang tuntas belajar
meningkat dari 8 siswa atau 44 % pada pra silkus menjadi 18 siswa atau 100% siswa
tuntas.
Penelitian Dali (2011) tentang “Upaya Peningkatan Hasil Belajar Siswa dalam Mata
pelajaran IPS Melalui Model Pembelajaran Make a Match” mengemukakkan bahwa teknik
Make a Match dapat meningkatkan hasil belajar IPS kelompok V, hal ini dapat dibuktikan
pada hasil belajar siswa yang meningkat. Pada siklus satu mengalami peningkatan nilai
rata-rata 9,4 angka yaitu dari nilai rata-rata 55 sebelum penerapan model pembelajaran
Make a Match menjadi 64,4. Pada siklus II terjadi hasil belajar siswa mencapai rata-rata
80,88, dan ketuntasan belajar mencapai 76%.
Berdasarkan penelitian dari Agrayanti, Biyono, dan Dali terdapat persamaan dan
perbedaan penelitian yang dapat dilihat dalam Tabel 2.2 Perbandingan Kajian Penelitian
yang Relevan sebagai berikut:
Tabel 2.1
Perbandingan Kajian Penelitian yang Relevan
No Penulis Judul Tahun Persamaan Perbedaan
1 Sri
Agrayanti
Penerapan Model
Kooperatif Tipe Make A
Match untuk
Meningkatkan
Kemampuan Menulis
Pantun Siswa Kelas IV
dalam Pembelajaran
Bahasa Indonesia di
Sekolah Dasar Negeri
Cimurid Warungkondang
Cianjur Tahun Pelajaran
2010/2011
2011 Penelitian
dilakukan
pada tahun
yang sama
yaitu Tahun
2011
Penelitian
menggunaka
n model
pembelajara
n kooperatif
Make a
Mata
pelajaran
yang ditetiti
adalah
Bahasa
Indonesia
pada kelas IV
2 Biyono Upaya Peningkatan Hasil 2012 Mata
24
Belajar Matematika
Melalui Model
Pembelajaran Kooperatif
Make a Match pada Siswa
Kelas 1 SD
Madugowongjati 02
Kecamatan Gringsing
Kabupaten Juwana Tahun
Pelajaran 2011/2012
Match
Penelitian
dilakukan
pada jenjang
pendidikan
yang sama
yaitu SD
pelajaran
yang diteliti
adalah
Matematika
pada kelas 1
3 Somantri
Tisep
Dali
Upaya Peningkatan Hasil
Belajar Siswa dalam Mata
pelajaran IPS Melalui
Model Pembelajaran
Make a Match
2011 Mata
pelajaran
yang diteliti
adalah IPS
pada kelas V
2.3 Kerangka Berpikir
Kondisi awal pada proses pembelajaran matematika, siswa memperoleh hasil
belajar yang rendah, terbukti masih banyak siswa yang hasil belajarnya belum memenuhi
kriteria ketuntasan minimal (KKM) atau masih banyak siswa yang medapatkan nilai
dibawah 70. Salah satu penyebabnya yaitu karena pada saat menyampaikan materi
pembelajaran guru hanya ceramah saja tanpa mennunakan media ataupun alat peraga
sehingga siswa menjadi bosan, jenuh dan sering kali mengabaikan proses belajar
mengajar di kelas atau siswa kurang aktif dalam mengikuti pembelajaran. Untuk mengatasi
masalah tersebut peneliti melakukan pembelajaran menggunakan Model Pembelajaran
Make a Match. Dengan cara ini diharapkan dapat membantu siswa kelas 4 dalam
menigkatkan proses pembelajaran sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat.
Dalam penerapan model pembelajaran Make a Match berbantuan media gambar
guru hanya sebatas sebagai fasilitator, sementara kegiatan belajar mengajar dominan
melalui interaksi antara siswa dengan siswa. Siswa belajar menemukan pasangan kartu
yang cocok melalui aktivitas permainan yang menarik, pasangan kartu yang dicocokkan
25
oleh siswa tersebut berisi tentang materi yang tengah dipelajari oleh siswa. Melalui upaya
tersebut diharapkan dapat menimbulkan manfaat seperti siswa mampu berpikir kreatif,
siswa lebih aktif baik dalam kegiatan kelompok maupun mandiri, memudahkan
pemahaman siswa sehingga kualitas pembelajaran meningkat serta hasil belajar yang
diperoleh siswa akan tercapai secara maksimal.
Adapun kerangka berpikir mengenai penerapan model pembelajaran Make a
Match berbantuan media gambar pada mata pelajaran Matematika dapat ditunjukkan
melalui peta konsep sebagai berikut:
Gambar 2.1. Peta Konsep Pembelajaran IPA
PEMBELAJARAN IPA
Guru menyampaikan
materi dengan
ceramah
Guru sebagai fasilitator
Pembelajaran
Konvensional
Model Make a
Match berbantuan
media gambar
Siswa malas,
jenuh, bosan,
materi tidak
dikuasai
Siswa kurang
aktif dalam
proses
pembelajaran
Permainan Pasang
Kartu (Make a Match)
Proses pembelajaran
meningkat
Tingkat pemahaman
siswa naik, hasil belajar >
KKM
Tingkat
pemahaman
siswa rendah,
hasil belajar <
KKM
Siswa merasa
senang dan tertarik
pada pembelajaran
26
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir seperti diuraikan di atas dapat
diajukan hipotesis sebagai berikut: Penerapan pembelajaran Make a Match berbantuan
media gambar dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas 4 SD Negeri
Mintomulyo Kecamatan Juwana Tahun Pelajaran 2015/2016