BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1.1...

14
5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Hasil Belajar 2.1.1.1 Belajar Belajar adalah suatu proses di dalam kepribadian manusia, perubahan tersebut ditempatkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas. Gagne berpendapat bahwa belajar merupakan interaksi antara keadaan internal dan proses kognitif siswa dengan stimulus dari lingkungannya. Dimyati dan Mudjiono (dalam Subiyantoro , 2008) proses kognitif tersebut terdiri dari informasi verbal, ketrampilan, intelektual, ketrampilan motorik, sikap dan siasat kognitif . Menurut Nana Sudjana (2009:28), belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar dpat ditunjukan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, keterampilan, kecakapan, dan kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya dan lain-lain aspek yang ada pada individu. Menurut Slameto (1988), belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Menurut Winkel dalam Purwanto (2009:38), belajar adalah proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya. Belajar adalah aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan-pemahaman,ketrampilan, dan sikap. Berdasarkan teori - teori di atas dapat di simpulkan bahwa belajar adalah usaha untuk perubahan tingkah laku yang baru melalui interaksi dengan lingkungan yang menghasilkan pengetahuan, pemahaman dan perkembangan mental yang lebih baik dibandingkan pada saat belum belajar. Dalam dunia pendidikan belajar merupakan suatu

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1.1...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1.1 Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/868/3/T1_292008116_BAB II.pdf · 6 p. r. oses dimana seseorang yang tadinya tidak tahu menjadi

5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Pengertian Hasil Belajar

2.1.1.1 Belajar

Belajar adalah suatu proses di dalam kepribadian manusia, perubahan tersebut

ditempatkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas. Gagne berpendapat bahwa

belajar merupakan interaksi antara keadaan internal dan proses kognitif siswa dengan

stimulus dari lingkungannya. Dimyati dan Mudjiono (dalam Subiyantoro , 2008) proses

kognitif tersebut terdiri dari informasi verbal, ketrampilan, intelektual, ketrampilan motorik,

sikap dan siasat kognitif .

Menurut Nana Sudjana (2009:28), belajar adalah suatu proses yang ditandai

dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar

dpat ditunjukan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuannya,

pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, keterampilan, kecakapan, dan

kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya dan lain-lain aspek yang ada pada

individu.

Menurut Slameto (1988), belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu

untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai

hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Menurut Winkel dalam Purwanto (2009:38), belajar adalah proses dalam diri individu

yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya.

Belajar adalah aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan

lingkungan, yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan-pemahaman,ketrampilan,

dan sikap.

Berdasarkan teori - teori di atas dapat di simpulkan bahwa belajar adalah usaha

untuk perubahan tingkah laku yang baru melalui interaksi dengan lingkungan yang

menghasilkan pengetahuan, pemahaman dan perkembangan mental yang lebih baik

dibandingkan pada saat belum belajar. Dalam dunia pendidikan belajar merupakan suatu

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1.1 Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/868/3/T1_292008116_BAB II.pdf · 6 p. r. oses dimana seseorang yang tadinya tidak tahu menjadi

6

proses dimana seseorang yang tadinya tidak tahu menjadi tahu dan dari tidak mengerti

menjadi mengerti.

2.1.1.2 Hasil Belajar

Kamus besar bahasa indonesia(2005) hasil belajar adalah penguasaan

pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya

ditunjukkan dengan nilai tes atau angka yang diberikan guru.

Menurut Purwanto (2009: 34), hasil belajar merupakan perubahan perilaku akibat

belajar. Perubahan itu diupayakan dalam proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan

pendidikan. Setiap proses belajar mengajar mempengaruhi perubahan perilaku pada

domain tertentu pada diri siswa, tergantung perubahan yang diinginkan terjadi sesuai

dengan tujuan pendidikan. Perubahan perilaku yang merupakan hasil belajar dapat berupa

domain kognitif, afektif dan psikomotorik.

Menurut Winkel (1996:45), mengemukakan bahwa hasil belajar adalah perubahan

yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Sedangkan

pendapat lain disampaikan Arif Gunarso (dalam Lunandar, 2010: 5), yang menyatakan

bahwa “hasil belajar adalah usaha maksimal yang dicapai oleh seseorang setelah

melakukan usaha-usaha belajar”. Menurut Dimyati dan Mudjiono, hasil belajar merupakan

hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa,

hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan

pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-

jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar

merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran.

Pendapat berbeda juga disampaikan Nana sudjana (dalam Lunandar, 2010:8)

menyatakan bahwa hasil belajar yang diperoleh siswa adalah sebagai akibat dari proses

belajar yang dilakukan oleh siswa, harus semakin tinggi hasil belajar yang dipeoleh siswa.

Proses belajar merupakan penunjang hasil belajar yang dicapai siswa.

Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar yaitu hasil

yang dicapai oleh seseorang dalam usaha belajarnya.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1.1 Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/868/3/T1_292008116_BAB II.pdf · 6 p. r. oses dimana seseorang yang tadinya tidak tahu menjadi

7

2.1.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Dalam pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan belajar

yang kondusif, hai ini akan bekaitan dengan faktor dari luar siswa. Adapun faktor yang

mempengaruhinya adalah mendapat pengetahuan, penanaman konsep, ketrampilan, dan

pembentukan sikap.

Menurut Slameto (1988:56-74) menyatakan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi dua, yaitu:

1. Faktor Internal.

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari diri siswa.

Faktor-faktor yang termasuk dalam faktor internal antara lain:

(1) Faktor jasmaniah (kesehatan dan cacat tubuh)

(2) Faktor psikologis (intelegensi, minat, perhatian, bakat motif, dan

kematangan).

(3) Faktor kelelahan (kelelahan jasmani dan kelelahan rohani).

2. Faktor Eksternal

Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri individu. Yang

termasuk dalam faktor eksternal adalah:

(1) Faktor keluarga (cara orang tua mendidik, relasi antaranggota keluarga,

suasana rumah, keadaan ekonomi, pengertian orang tua, dan latar

belakang kebudayaan)

(2) Faktor sekolah (metode mengajar, relasi guru dan siswa, relasi siswa

dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar

pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas

rumah)

(3) Faktor masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman

bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat).

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi

hasil belajar adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari: faktor

jasmaniah, faktor psikologis, dan faktor kelelahan. Sedangkan untuk faktor eksternal,

terdiri dari: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1.1 Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/868/3/T1_292008116_BAB II.pdf · 6 p. r. oses dimana seseorang yang tadinya tidak tahu menjadi

8

Kedua faktor yang telah dijelaskan diatas memberikan pengaruh yang banyak bagi

siswa. Untuk dapat memperoleh hasil belajar yang baik atau memuaskan siswa harus

memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar di atas agar terwujud

kebiasaan belajar yang baik.

2.1.2 Pembelajaran IPS

2.1.2.1 Pengertian IPS

IPS sebagai bidang studi memiliki garapan yang dipelajari cukup luas. Bidang

garapannya itu meliputi gejala-gejala dan masalah kehidupan manusia di masyarakat.

Yang dipelajari dalam IPS berkenaan dengan gejala dan masalah kehidupan masyarakat

bukan pada teori dan keilmuannya, melainkan pada kenyataan kehidupan

kemasyarakatan. Dari gejala dan masalah sosial tadi ditelaah, dianalisis faktor-faktornya

sehingga dapat dirumuskan jalan pemecahannya.

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dalam dunia pendidikan dasar dan menengah di

negara kita muncul bersamaan dengan diberlakuknnya kurikulum SD, SMP dan SMA

tahun 1975. Ada beberapa pendapat tentang pengertian IPS, antara lain sebagai berikut:

1. Jean Jarolimek (1967) mengatakan IPS adalah mengkaji manusia dalam

hubungannya dengan lingkungan sosial dan fisiknya.

2. Wesley menyatakan bahwa IPS sebagian bagian dari nilai-nilai sosial yang dipilih

untuk tujuan pendidikan.

3. Binning menyatakan IPS suatu pelajaran yang berhubungan langsung dengan

perkembangan dan organisasi masyarakat manusia dan manusia sebagai anggota

dari kelompok sosial (1952).

4. Michaelis (1957) menyatakan IPS dihubungkan dengan manusia dan interaksinya

dengan lingkungan fisik dan sosialnya yang menyangkut hubungan kemanusiaan.

5. Depdikbud RI. Dalam kurikulum (1975) menyatakan IPS adalah bidang studi yang

merupakan panduan dari sejumlah mata pelajaran sosial.

6. Prof. Dr. D. Nasution, MA. (1975) menyatakan IPS adalah suatu program pendidikan

yang merupakan suatu keseluruhan yang pada pokoknya mempersoalkan manusia

dalam lingkungan fisik maupun dalam lingkungan sosialnya, dan yang bahannya

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1.1 Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/868/3/T1_292008116_BAB II.pdf · 6 p. r. oses dimana seseorang yang tadinya tidak tahu menjadi

9

diambil dari berbagai ilmu-ilmu sosial: geografi, sejarah, ekonomi, antropologi,

sosiologi, politik dan psikologi sosial.

Secara umum manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa menjalani kehidupan

secara individu melainkan harus hidup bermasyarakat di lingkungan tempat tinggalnya.

Dari penjelasan di atas, dapat di simpulkan bahwa IPS adalah suatu cabang ilmu yang

mempelajari hubungan manusia dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik, lingkungan

sosial maupun budaya.

2.1.2.2 Tujuan Pembelajaran IPS

Mata Pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai

berikut:

1. Mengenal konsep- konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan

lingkungannya.

2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir secara logis dan kritis, rasa ingin tahu,

inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampailan dalam kehidupan sosial.

3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai- nilai sosial dan kemanusiaan.

4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam

masyarakat yang majemuk di tingkat lokal, nasional dan global.

2.1.2.3 Ruang Lingkup Pembelajaran IPS

Ruang lingkup mata pelajaran IPS meliputi aspek- aspek sebagai berikut:

1. Manusia, tempat dan lingkungan

2. Waktu, keberlanjutan dan perubahan

3. Sistem sosial dan budaya

4. Perilaku ekonomi dan kesejahteraan

Ruang lingkup pembelajaran IPS dalam penelitian ini mencangkup materi koperasi dan

perkembangan teknologi produksi, komunikasi dan transportassi pada masa dulu dan

masa sekarang.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1.1 Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/868/3/T1_292008116_BAB II.pdf · 6 p. r. oses dimana seseorang yang tadinya tidak tahu menjadi

10

2.1.2.4 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS

Standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi arah dan landasan untuk

mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian

kompetensi untuk penilaian Adapun standar kompetensi dan kompetensi dasar kelas IV,

semester 2 mata pelajaran IPS di sekolah dasar adalah sebagai berikut:

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS Sekolah Dasar kelas IV semester II

Tahun ajaran 2011/ 2012

Kelas Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

IV

2. Mengenal sumber daya alam, kegiatan ekonomi, dan kemajuan teknologi di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi.

2.1 Mengenal aktivitas ekonomi yang berkaitan dengan sumber daya alam dan potensi lain di daerahnya

2.2 Mengenal pentingnya koperasi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat

2.3 Mengenal perkembangan teknologi produksi, komunikasi, dan transportasi serta pengalaman menggunakannya

2.4 Mengenal permasalahan sosial di daerahnya

Sumber : Kurikulum 2006

2.1.3 Model Pembelajaran Make a Match

Anita Lie (dalam Isjoni, 2011: 112) Make a Match merupakan model pembelajaran

dimana siswa mencari pasangan sendiri sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik

dalam suasana yang menyenangkan. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata

pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik. Menurut Suprijono, (2011: 94) hal-

hal yang perlu disiapkan jika pembelajaran dikembangkan dengan Make a Match adalah

kartu-kartu. Kartu-kartu terdiri dari kartu berisi pertanyaan dan kartu-kartu yang lainnya

berisi jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1.1 Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/868/3/T1_292008116_BAB II.pdf · 6 p. r. oses dimana seseorang yang tadinya tidak tahu menjadi

11

Model pembelajaran Make a Match (mencari pasangan) ini dikembangkan oleh

Lorna Curan 1994. Model yang paling mendasar yang dituntut dalam proses pembelajaran

adalah keaktifan siswa. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan

interaksi yang tinggi antara guru dengan siswa ataupun dengan siswa itu sendiri. Hal ini

akan mengakibatkan suasana kelas menjadi segar dan kondusif, dimana masing - masing

siswa dapat melibatkan kemampuannya semaksimal mungkin. Aktivitas yang timbul dari

siswa akan mengakibatkan pula terbentuknya pengetahuan dan keterampilan yang akan

mengarah pada peningkatan prestasi.

Model pembelajaran Make a Match (mencari pasangan), merupakan bentuk model

pembelajaran dengan melalui permainan yang sesuai dengan tahap permainan dengan

formalisasi (formalization). Make a Match Lorna Curran 1994 adalah salah satu permainan

dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang

cocok untuk sesi review. Sebaiknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya

kartu jawaban.

2) Setiap siswa mendapat satu buah kartu.

3) Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.

4) Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan

kartunya ( soal/jawaban).

5) Setiap siswa yang dapat mencocokkan hasilnya sebelum batas waktu dianggap

menang.

6) Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang

berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.

7) Mengambil kesimpulan.

8) Penutup.

Pada penerapan model pembelajaran Make a Match, diperoleh beberapa temuan

bahwa model pembelajaran Make a Match dapat memupuk kerja sama siswa dalam

menjawab pertanyaan dengan mencocokkan kartu yang yang ada di tangan mereka,

proses pembelajaran lebih menarik dan nampak sebagian besar siswa lebih antusias

mengikuti proses pembelajaran, dan keaktifan siswa tampak sekali pada saat siswa

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1.1 Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/868/3/T1_292008116_BAB II.pdf · 6 p. r. oses dimana seseorang yang tadinya tidak tahu menjadi

12

mencari pasangan kartunya masing-masing. Adapun kelemahan dan keunggulan yang

dikemukakan adalah sebagai berikut:

Keunggulan model pembelajaran Make a Match adalah:

Pembelajaran kooperatif metode make a match memberikan manfaat bagi siswa, di

antaranya sebagai berikut:

a. Mampu menciptakan suasana belajar aktif dan menyenangkan.

b. Materi pembelajaran yang disampaikan lebih menarik perhatian siswa.

c. Suasana kegembiraan akan tumbuh dalam proses pembelajaran (Let them move).

d. Kerjasama antar sesama siswa terwujud dengan dinamis.

e. Munculnya dinamika gotong royong yang merata di seluruh siswa.

Kelemahan model pembelajaran Make a Match:

Jika kelas terlalu gemuk (di atas 30 siswa) akan muncul suasana seperti pasar

dengan keramaian yang tidak terkendali. Hal ini dapat diatasi dengan menyepakati

beberapa komitmen ketertiban dengan siswa, sebelum dimulai permainan. Tak ada gading

yang tak retak , begitu pula pada model ini. Di samping manfaat yang dirasakan oleh

siswa, model pembelajaran make a match berdasarkan temuan di lapangan mempunyai

sedikit kelemahan yaitu:

a. Diperlukan bimbingan dari guru untuk melakukan kegiatan

b. Waktu yang tersedia perlu dibatasi jangan sampai siswa terlalu banyak bermain-

main dalam proses pembelajaran.

c. Guru perlu persiapan bahan dan alat yang memadai.

d. Pada kelas yang gemuk (> 30 siswa/kelas) jika kurang bijaksana maka yang muncul

adalah suasana seperti pasar dengan keramaian yang tidak terkendali. Tentu saja

kondisi ini akan mengganggu ketenangan belajar kelas di kiri kanannya. Apalagi jika

gedung kelas tidak kedap suara. Tetapi hal ini bisa diantisipasi dengan menyepakati

beberapa komitmen ketertiban dengan siswa sebelum permainan dimulai. Pada

dasarnya mengendalikan kelas itu tergantung bagaimana kita memotivasinya pada

langkah pembukaan.

Berdasarkan pada kegiatan belajar mengajar penggunaan model pembelajaran

Make a Match, siswa nampak lebih aktif mencari pasangan kartu antara jawaban dan soal.

Dengan model pencarian kartu pasangan ini siswa dapat mengidentifikasi permasalahan

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1.1 Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/868/3/T1_292008116_BAB II.pdf · 6 p. r. oses dimana seseorang yang tadinya tidak tahu menjadi

13

yang terdapat di dalam kartu yang ditemukannya dan menceritakannya dengan sederhana

dan jelas secara bersama-sama.

2.1.4 Pembelajaran IPS dengan Model Pembelajaran Make a Match

Mata pelajaran IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang kurang diminati oleh

siswa, karena dalam pembelajaran kebanyakan guru hanya ceramah, sehingga

pembelajaran terkesan monoton dan membosankan. Dengan diterapkannya model

pembelajaran Make a Match dalam pembelajaran IPS, maka pembelajaran akan lebih

menyenangkan karena siswa dapat belajar sambil bermain. Model pembelajaran Make a

Match ini merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif, dimana dalam

pembelajaran ini siswa di minta untuk mencari pasangannya. Make a Match adalah suatu

pembelajaran, dimana siswa akan aktif dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk

berdiskusi dan berinteraksi dengan teman. Mempelajari sesuatu dengan baik juga terjadi

karena siswa menjadi narasumber bagi yang lain.

Langkah-langkah pembelajaran Make a Match:

1. Guru menyiapkan kartu pembelajaran, yaitu kartu soal dan kartu jawaban.

2. Guru membagikan kartu (soal/jawaban) pada setiap siswa.

3. Siswa mencari pasangan, berdiskusi dengan teman untuk menemukan jawabannya.

Saran penerapan model pembelajaran Make a Match:

1. Media pengajaran yang diperlukan dengan menggunakan contoh-contoh dalam

kehidupan sehari-hari.

2. Melibatkan siswa dalam proses pembelajaran melalui diskusi, permainan.

3. Memberikan kesempatan kepada siswa yang lain untuk bertanya.

4. Setiap pasangan kelompok membacakan hasil diskusinya.

5. Guru dan siswa membuat kesimpulan.

2.2 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan

Hasil penelitian yang relevan dilakukan oleh Bagus Edi Rosanto yang berjudul

Penerapan Model Pembelajaran Make a Match Pada Mata Pelajaran IPS Tentang

Keadaan Alam Indonesia Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V di SD

Negeri Semanggi 02 Kecamatan Jepon Kabupaten Blora. Berdasarkan hasil penelitian

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1.1 Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/868/3/T1_292008116_BAB II.pdf · 6 p. r. oses dimana seseorang yang tadinya tidak tahu menjadi

14

ini dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Make a Match dapat

meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPS kelas V semester I di SD

Negeri Semanggi 02 Kecamatan Jepon Kabupaten Blora. Hasil tersebut ditunjukan dengan

hasil belajar siswa yang telah mencapai KKM yaitu 65. Rata –rata hasil belajar siswa pada

siklus I sebesar 70,83 dengan ketuntasan belajar mencapai 66,66% dan pada siklus II

mengalami peningkatan dengan rata-rata sebesar 80 dengan ketuntasan 100%.

Hasil penelitian yang relevan juga dilakukan oleh Sri Rejeki yang berjudul Penerapan

Model Pembelajaran Make a Match Pada Mata Pelajaran IPA Untuk Meningkatkan

Hasil Belajar Siswa Kelas V di SDN 2 Sengonwetan Semester 2 Tahun Pelajaran

2009/2010. Hasil tindakan dalam penelitian ini yaitu dari kondisi awal hasil belajar IPA rata-

rata hanya mencapai 66. Pada siklus I nilai rata-rata naik menjadi 78, dan pada siklus II

nilai rata-rata menjadi 88. Dengan demikian hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri 2

Sengonwetan dengan menggunakan model pembelajaran Make a Match mengalami

peningkatan.

Hasil penelitian yang relevan juga dilakukan oleh Edi Sukrisno yang berjudul Upaya

Meningkatkan Prestasi Belajar Pkn Materi Sistem Pemerintahan Pusat Melalui

Teknik Make A Match Bagi Siswa Kelas IV SD Negeri 1 Kradenan Semester 2 Tahun

Pelajaran 2010/2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran PKn materi

sistem pemerintahan tingkat pusat dengan teknik Make a Match prestasi belajar siswa

sebelum dilakukan tindakan nilai rata-ratanya hanya 54,5. Pada siklus I nilai rata-rata naik

menjadi 77 dan pada siklus II nilai rata-rata menjadi 83,86. Dengan demikian prestasi

belajar PKn siswa kelas IV SD Negeri 1 Kradenan dengan menggunakan teknik Make a

Match mengalami peningkatan.

Hasil penelitian yang relevan juga dilakukan oleh Raehanum yang berjudul

Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Dapat Meningkatkan

Prestasi Belajar IPS Siswa Kelas IV SDN 1 Sukarara Tahun Pelajaran 2010/2011. Hal

ini, ditunjukkan dengan adanya peningkatan dari siklus I ke siklus II. Tampak peningkatan

nilai rata-rata kelas sebesar 76,59 pada siklus I menjadi 84,04 pada siklus II. Dengan

peningkatan prosentase ketuntasan secara klasikal sebesar 71,43% pada silkus I menjadi

90,48% pada siklus II. Dengan demikian prestasi belajar IPS siswa kelas IV SDN 1

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1.1 Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/868/3/T1_292008116_BAB II.pdf · 6 p. r. oses dimana seseorang yang tadinya tidak tahu menjadi

15

Sukarara Tahun Pelajaran 2010/2011 dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe

Make a Match mengalami peningkatan.

Hasil penelitian yang relevan juga dilakukan oleh Heny Ambarwati yang berjudul

Penerapan Model Pembelajaran Make A Match Dalam Upaya Meningkatkan Hasil

Belajar Sejarah Siswa SMA Kristen Satya Wacana Salatiga Semester Gasal Tahun

Ajaran 2011/2012. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa rata-rata hasil

belajar pada kondisi awal 77,4 dengan prosentase ketuntasan 89,6%. Setelah dilakukan

tindakan kelas dengan menerapkan model pembelajaran Make a Match diperoleh rata-rata

hasil belajar siklus I sebesar 77,5 dengan ketuntasan klasikal 96,3% dan rata-rata hasil

belajar pada siklus II sebesar 95,09 dengan ketuntasan klasikal 100%. Berdasarkan hasil

penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Make a Match dapat

meningkatkan hasil belajar sejarah siswa kelas X-5 SMA Kristen Satya Wacana Salatiga

semester gasal tahun ajaran 2011/2012.

Dari penelitian Bagus Edi Rosanto menunjukkan bahwa penerapan model

pembelajaran Make a Match dapat meningkatkan hasil belajar yang ditunjukkan dengan

adanya peningkatan nilai rata-rata siswa pada siklus I sebesar 70,83 dengan ketuntasan

belajar mencapai 66,66% dan pada siklus II mengalami peningkatan dengan rata-rata

sebesar 80 dengan ketuntasan 100%. Yang kedua penelitian Sri Rejeki, berdasarkan hasil

penelitian bahwa dengan menggunakan model pembelajaran Make a Match dapat

meningkatkan hasil belajar IPA yaitu dari kondisi awal hasil belajar IPA rata-rata hanya

mencapai 66. Pada siklus I nilai rata-rata naik menjadi 78, dan pada siklus II nilai rata-rata

menjadi 88. Yang ketiga penelitian Edi Sukrisno, hasil penelitian menunjukkan bahwa

pembelajaran PKn materi sistem pemerintahan tingkat pusat dengan teknik Make a Match

dapat meningkatkan prestasi belajar. Nilai rata-rata siswa sebelum dilakukan tindakan

hanya 54,5. Pada siklus I nilai rata-rata naik menjadi 77 dan pada siklus II nilai rata-rata

menjadi 83,86. Yang keempat penelitian Raehanum, dengan menerapkan pembelajaran

kooperatif tipe Make a Match dapat meningkatkan prestasi belajar IPS. Hal ini ditunjukkan

dengan adanya peningkatan dari siklus I ke siklus II. Tampak peningkatan nilai rata-rata

kelas sebesar 76,59 pada siklus I menjadi 84,04 pada siklus II. Dengan peningkatan

prosentase ketuntasan secara klasikal sebesar 71,43% pada silkus I menjadi 90,48% pada

siklus II. Yang kelima penelitian Heny Ambarwati dengan menerapkan model

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1.1 Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/868/3/T1_292008116_BAB II.pdf · 6 p. r. oses dimana seseorang yang tadinya tidak tahu menjadi

16

pembelajaran Make a Match dapat meningkatkan hasil belajar sejarah. Hasil penelitian

menunjukkan peningkatan hasil belajar sejarah siswa kelas X-5 SMA Kristen Satya

Wacana Salatiga, nilai rata-rata hasil belajar pada kondisi awal 77,4 dengan prosentase

ketuntasan 89,6%. Setelah dilakukan tindakan kelas dengan menerapkan model

pembelajaran Make a Match diperoleh rata-rata hasil belajar siklus I sebesar 77,5 dengan

ketuntasan klasikal 96,3% dan rata-rata hasil belajar pada siklus II sebesar 95,09 dengan

ketuntasan klasikal 100%.

Dalam penelitian ini berbeda dengan kelima penelitian diatas, peneliti menggunakan

PTK (penelitian tindakan kelas) kolaborasi, yaitu kerjasama antara peneliti dengan guru

kelas, ide berasal dari peneliti dan yang melakukan tindakan adalah guru kelas. Dalam

penelitian ini, peneliti lebih menekankan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS

dengan menggunakan model pembelajaran Make a Match.

2.3 Kerangka Berfikir

Dalam pembelajaran guru masih menggunakan model pembelajaran konvensional

yaitu guru ceramah di depan kelas dan siswa hanya pasif mendengarkan apa yang

disampaikan oleh guru. Siswa terlihat tidak aktif saat pembelajaran, maka pembelajaran

terkesan monoton dan membosankan, sehingga hasil belajar siswa rendah. Agar

pembelajaran berhasil guru harus membimbing siswa, sehingga mereka dapat

mengembangkan pengetahuannya sesuai dengan struktur pengetahuan bidang studi yang

dipelajarinya. Untuk mencapai keberhasilan itu guru harus dapat memilih model

pembelajaran yang tepat untuk dapat diterapkan dalam pembelajaran. Pendekatan

pembelajaran inovatif yang dapat diterapkan untuk guru sehingga dapat meningkatkan

penguasaan konsep IPS dan sekaligus dapat meningkatkan aktivitas siswa. Oleh karena

itu, perlu diadakannya tindakan, yaitu menggunakan model pembelajaran Make a Match

dalam pembelajaran. Dengan menggunakan model pembelajaran Make a Match,

diharapkan pembelajaran menjadi menyenangkan dan siswa menjadi aktif, sehingga hasil

belajar siswa dapat meningkat. Berdasakan uraian di atas, maka secara sistematis dapat

digambarkan kerangka berfikir sebagai berikut:

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1.1 Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/868/3/T1_292008116_BAB II.pdf · 6 p. r. oses dimana seseorang yang tadinya tidak tahu menjadi

17

GURU Masih menggunakan pembelajaran secara

konvensional

SIKLUS I Menggunakan Model Pembelajaran Make a Match dalam pembelajaran IPS. Siswa yang tuntas 66,67% atau sebanyak 10 siswa (≥ 65).

Menggunakan Model Pembelajaran Make

a Match

KONDISI AKHIR

TINDAKAN

KONDISI AWAL

SIKLUS II Menggunakan Model Pembelajaran Make a Match dalam pembelajaran IPS. Siswa yang tuntas 100% atau sebanyak 15 orang siswa (≥ 65).

Melalui Model Pembelajaran Make a Match dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas IV SD Negeri Mukiran 04 Semester 2 Tahun Pelajaran 2011/2012. Hasil belajar lebih besar dari KKM yaitu 65

(100% siswa tuntas)

SISWA Hasil Belajar IPS siswa rendah atau kurang dari KKM (65) hanya 6 siswa (40%) yang tuntas dari 15 siswa

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1.1 Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/868/3/T1_292008116_BAB II.pdf · 6 p. r. oses dimana seseorang yang tadinya tidak tahu menjadi

18

2.3 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diungkapkan, maka hipotesis tindakan

adalam penelitian ini adalah sebagai berikut: ” Melalui model pembelajaran Make a Match

pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dapat meningkatkan hasil belajar siswa

kelas IV di SD Negeri Kaliwungu 04 semester II tahun pelajaran 2011/2012”.