BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1.1...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1.1...
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pengertian Hasil Belajar
2.1.1.1 Belajar
Belajar adalah suatu proses di dalam kepribadian manusia, perubahan tersebut
ditempatkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas. Gagne berpendapat bahwa
belajar merupakan interaksi antara keadaan internal dan proses kognitif siswa dengan
stimulus dari lingkungannya. Dimyati dan Mudjiono (dalam Subiyantoro , 2008) proses
kognitif tersebut terdiri dari informasi verbal, ketrampilan, intelektual, ketrampilan motorik,
sikap dan siasat kognitif .
Menurut Nana Sudjana (2009:28), belajar adalah suatu proses yang ditandai
dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar
dpat ditunjukan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuannya,
pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, keterampilan, kecakapan, dan
kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya dan lain-lain aspek yang ada pada
individu.
Menurut Slameto (1988), belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Menurut Winkel dalam Purwanto (2009:38), belajar adalah proses dalam diri individu
yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya.
Belajar adalah aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan
lingkungan, yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan-pemahaman,ketrampilan,
dan sikap.
Berdasarkan teori - teori di atas dapat di simpulkan bahwa belajar adalah usaha
untuk perubahan tingkah laku yang baru melalui interaksi dengan lingkungan yang
menghasilkan pengetahuan, pemahaman dan perkembangan mental yang lebih baik
dibandingkan pada saat belum belajar. Dalam dunia pendidikan belajar merupakan suatu
6
proses dimana seseorang yang tadinya tidak tahu menjadi tahu dan dari tidak mengerti
menjadi mengerti.
2.1.1.2 Hasil Belajar
Kamus besar bahasa indonesia(2005) hasil belajar adalah penguasaan
pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya
ditunjukkan dengan nilai tes atau angka yang diberikan guru.
Menurut Purwanto (2009: 34), hasil belajar merupakan perubahan perilaku akibat
belajar. Perubahan itu diupayakan dalam proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan
pendidikan. Setiap proses belajar mengajar mempengaruhi perubahan perilaku pada
domain tertentu pada diri siswa, tergantung perubahan yang diinginkan terjadi sesuai
dengan tujuan pendidikan. Perubahan perilaku yang merupakan hasil belajar dapat berupa
domain kognitif, afektif dan psikomotorik.
Menurut Winkel (1996:45), mengemukakan bahwa hasil belajar adalah perubahan
yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Sedangkan
pendapat lain disampaikan Arif Gunarso (dalam Lunandar, 2010: 5), yang menyatakan
bahwa “hasil belajar adalah usaha maksimal yang dicapai oleh seseorang setelah
melakukan usaha-usaha belajar”. Menurut Dimyati dan Mudjiono, hasil belajar merupakan
hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa,
hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan
pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-
jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar
merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran.
Pendapat berbeda juga disampaikan Nana sudjana (dalam Lunandar, 2010:8)
menyatakan bahwa hasil belajar yang diperoleh siswa adalah sebagai akibat dari proses
belajar yang dilakukan oleh siswa, harus semakin tinggi hasil belajar yang dipeoleh siswa.
Proses belajar merupakan penunjang hasil belajar yang dicapai siswa.
Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar yaitu hasil
yang dicapai oleh seseorang dalam usaha belajarnya.
7
2.1.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Dalam pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan belajar
yang kondusif, hai ini akan bekaitan dengan faktor dari luar siswa. Adapun faktor yang
mempengaruhinya adalah mendapat pengetahuan, penanaman konsep, ketrampilan, dan
pembentukan sikap.
Menurut Slameto (1988:56-74) menyatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi dua, yaitu:
1. Faktor Internal.
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari diri siswa.
Faktor-faktor yang termasuk dalam faktor internal antara lain:
(1) Faktor jasmaniah (kesehatan dan cacat tubuh)
(2) Faktor psikologis (intelegensi, minat, perhatian, bakat motif, dan
kematangan).
(3) Faktor kelelahan (kelelahan jasmani dan kelelahan rohani).
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri individu. Yang
termasuk dalam faktor eksternal adalah:
(1) Faktor keluarga (cara orang tua mendidik, relasi antaranggota keluarga,
suasana rumah, keadaan ekonomi, pengertian orang tua, dan latar
belakang kebudayaan)
(2) Faktor sekolah (metode mengajar, relasi guru dan siswa, relasi siswa
dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar
pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas
rumah)
(3) Faktor masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman
bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat).
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
hasil belajar adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari: faktor
jasmaniah, faktor psikologis, dan faktor kelelahan. Sedangkan untuk faktor eksternal,
terdiri dari: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.
8
Kedua faktor yang telah dijelaskan diatas memberikan pengaruh yang banyak bagi
siswa. Untuk dapat memperoleh hasil belajar yang baik atau memuaskan siswa harus
memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar di atas agar terwujud
kebiasaan belajar yang baik.
2.1.2 Pembelajaran IPS
2.1.2.1 Pengertian IPS
IPS sebagai bidang studi memiliki garapan yang dipelajari cukup luas. Bidang
garapannya itu meliputi gejala-gejala dan masalah kehidupan manusia di masyarakat.
Yang dipelajari dalam IPS berkenaan dengan gejala dan masalah kehidupan masyarakat
bukan pada teori dan keilmuannya, melainkan pada kenyataan kehidupan
kemasyarakatan. Dari gejala dan masalah sosial tadi ditelaah, dianalisis faktor-faktornya
sehingga dapat dirumuskan jalan pemecahannya.
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dalam dunia pendidikan dasar dan menengah di
negara kita muncul bersamaan dengan diberlakuknnya kurikulum SD, SMP dan SMA
tahun 1975. Ada beberapa pendapat tentang pengertian IPS, antara lain sebagai berikut:
1. Jean Jarolimek (1967) mengatakan IPS adalah mengkaji manusia dalam
hubungannya dengan lingkungan sosial dan fisiknya.
2. Wesley menyatakan bahwa IPS sebagian bagian dari nilai-nilai sosial yang dipilih
untuk tujuan pendidikan.
3. Binning menyatakan IPS suatu pelajaran yang berhubungan langsung dengan
perkembangan dan organisasi masyarakat manusia dan manusia sebagai anggota
dari kelompok sosial (1952).
4. Michaelis (1957) menyatakan IPS dihubungkan dengan manusia dan interaksinya
dengan lingkungan fisik dan sosialnya yang menyangkut hubungan kemanusiaan.
5. Depdikbud RI. Dalam kurikulum (1975) menyatakan IPS adalah bidang studi yang
merupakan panduan dari sejumlah mata pelajaran sosial.
6. Prof. Dr. D. Nasution, MA. (1975) menyatakan IPS adalah suatu program pendidikan
yang merupakan suatu keseluruhan yang pada pokoknya mempersoalkan manusia
dalam lingkungan fisik maupun dalam lingkungan sosialnya, dan yang bahannya
9
diambil dari berbagai ilmu-ilmu sosial: geografi, sejarah, ekonomi, antropologi,
sosiologi, politik dan psikologi sosial.
Secara umum manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa menjalani kehidupan
secara individu melainkan harus hidup bermasyarakat di lingkungan tempat tinggalnya.
Dari penjelasan di atas, dapat di simpulkan bahwa IPS adalah suatu cabang ilmu yang
mempelajari hubungan manusia dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik, lingkungan
sosial maupun budaya.
2.1.2.2 Tujuan Pembelajaran IPS
Mata Pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai
berikut:
1. Mengenal konsep- konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan
lingkungannya.
2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir secara logis dan kritis, rasa ingin tahu,
inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampailan dalam kehidupan sosial.
3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai- nilai sosial dan kemanusiaan.
4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam
masyarakat yang majemuk di tingkat lokal, nasional dan global.
2.1.2.3 Ruang Lingkup Pembelajaran IPS
Ruang lingkup mata pelajaran IPS meliputi aspek- aspek sebagai berikut:
1. Manusia, tempat dan lingkungan
2. Waktu, keberlanjutan dan perubahan
3. Sistem sosial dan budaya
4. Perilaku ekonomi dan kesejahteraan
Ruang lingkup pembelajaran IPS dalam penelitian ini mencangkup materi koperasi dan
perkembangan teknologi produksi, komunikasi dan transportassi pada masa dulu dan
masa sekarang.
10
2.1.2.4 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS
Standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi arah dan landasan untuk
mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian
kompetensi untuk penilaian Adapun standar kompetensi dan kompetensi dasar kelas IV,
semester 2 mata pelajaran IPS di sekolah dasar adalah sebagai berikut:
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS Sekolah Dasar kelas IV semester II
Tahun ajaran 2011/ 2012
Kelas Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
IV
2. Mengenal sumber daya alam, kegiatan ekonomi, dan kemajuan teknologi di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi.
2.1 Mengenal aktivitas ekonomi yang berkaitan dengan sumber daya alam dan potensi lain di daerahnya
2.2 Mengenal pentingnya koperasi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat
2.3 Mengenal perkembangan teknologi produksi, komunikasi, dan transportasi serta pengalaman menggunakannya
2.4 Mengenal permasalahan sosial di daerahnya
Sumber : Kurikulum 2006
2.1.3 Model Pembelajaran Make a Match
Anita Lie (dalam Isjoni, 2011: 112) Make a Match merupakan model pembelajaran
dimana siswa mencari pasangan sendiri sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik
dalam suasana yang menyenangkan. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata
pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik. Menurut Suprijono, (2011: 94) hal-
hal yang perlu disiapkan jika pembelajaran dikembangkan dengan Make a Match adalah
kartu-kartu. Kartu-kartu terdiri dari kartu berisi pertanyaan dan kartu-kartu yang lainnya
berisi jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut.
11
Model pembelajaran Make a Match (mencari pasangan) ini dikembangkan oleh
Lorna Curan 1994. Model yang paling mendasar yang dituntut dalam proses pembelajaran
adalah keaktifan siswa. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan
interaksi yang tinggi antara guru dengan siswa ataupun dengan siswa itu sendiri. Hal ini
akan mengakibatkan suasana kelas menjadi segar dan kondusif, dimana masing - masing
siswa dapat melibatkan kemampuannya semaksimal mungkin. Aktivitas yang timbul dari
siswa akan mengakibatkan pula terbentuknya pengetahuan dan keterampilan yang akan
mengarah pada peningkatan prestasi.
Model pembelajaran Make a Match (mencari pasangan), merupakan bentuk model
pembelajaran dengan melalui permainan yang sesuai dengan tahap permainan dengan
formalisasi (formalization). Make a Match Lorna Curran 1994 adalah salah satu permainan
dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang
cocok untuk sesi review. Sebaiknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya
kartu jawaban.
2) Setiap siswa mendapat satu buah kartu.
3) Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.
4) Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan
kartunya ( soal/jawaban).
5) Setiap siswa yang dapat mencocokkan hasilnya sebelum batas waktu dianggap
menang.
6) Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang
berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.
7) Mengambil kesimpulan.
8) Penutup.
Pada penerapan model pembelajaran Make a Match, diperoleh beberapa temuan
bahwa model pembelajaran Make a Match dapat memupuk kerja sama siswa dalam
menjawab pertanyaan dengan mencocokkan kartu yang yang ada di tangan mereka,
proses pembelajaran lebih menarik dan nampak sebagian besar siswa lebih antusias
mengikuti proses pembelajaran, dan keaktifan siswa tampak sekali pada saat siswa
12
mencari pasangan kartunya masing-masing. Adapun kelemahan dan keunggulan yang
dikemukakan adalah sebagai berikut:
Keunggulan model pembelajaran Make a Match adalah:
Pembelajaran kooperatif metode make a match memberikan manfaat bagi siswa, di
antaranya sebagai berikut:
a. Mampu menciptakan suasana belajar aktif dan menyenangkan.
b. Materi pembelajaran yang disampaikan lebih menarik perhatian siswa.
c. Suasana kegembiraan akan tumbuh dalam proses pembelajaran (Let them move).
d. Kerjasama antar sesama siswa terwujud dengan dinamis.
e. Munculnya dinamika gotong royong yang merata di seluruh siswa.
Kelemahan model pembelajaran Make a Match:
Jika kelas terlalu gemuk (di atas 30 siswa) akan muncul suasana seperti pasar
dengan keramaian yang tidak terkendali. Hal ini dapat diatasi dengan menyepakati
beberapa komitmen ketertiban dengan siswa, sebelum dimulai permainan. Tak ada gading
yang tak retak , begitu pula pada model ini. Di samping manfaat yang dirasakan oleh
siswa, model pembelajaran make a match berdasarkan temuan di lapangan mempunyai
sedikit kelemahan yaitu:
a. Diperlukan bimbingan dari guru untuk melakukan kegiatan
b. Waktu yang tersedia perlu dibatasi jangan sampai siswa terlalu banyak bermain-
main dalam proses pembelajaran.
c. Guru perlu persiapan bahan dan alat yang memadai.
d. Pada kelas yang gemuk (> 30 siswa/kelas) jika kurang bijaksana maka yang muncul
adalah suasana seperti pasar dengan keramaian yang tidak terkendali. Tentu saja
kondisi ini akan mengganggu ketenangan belajar kelas di kiri kanannya. Apalagi jika
gedung kelas tidak kedap suara. Tetapi hal ini bisa diantisipasi dengan menyepakati
beberapa komitmen ketertiban dengan siswa sebelum permainan dimulai. Pada
dasarnya mengendalikan kelas itu tergantung bagaimana kita memotivasinya pada
langkah pembukaan.
Berdasarkan pada kegiatan belajar mengajar penggunaan model pembelajaran
Make a Match, siswa nampak lebih aktif mencari pasangan kartu antara jawaban dan soal.
Dengan model pencarian kartu pasangan ini siswa dapat mengidentifikasi permasalahan
13
yang terdapat di dalam kartu yang ditemukannya dan menceritakannya dengan sederhana
dan jelas secara bersama-sama.
2.1.4 Pembelajaran IPS dengan Model Pembelajaran Make a Match
Mata pelajaran IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang kurang diminati oleh
siswa, karena dalam pembelajaran kebanyakan guru hanya ceramah, sehingga
pembelajaran terkesan monoton dan membosankan. Dengan diterapkannya model
pembelajaran Make a Match dalam pembelajaran IPS, maka pembelajaran akan lebih
menyenangkan karena siswa dapat belajar sambil bermain. Model pembelajaran Make a
Match ini merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif, dimana dalam
pembelajaran ini siswa di minta untuk mencari pasangannya. Make a Match adalah suatu
pembelajaran, dimana siswa akan aktif dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
berdiskusi dan berinteraksi dengan teman. Mempelajari sesuatu dengan baik juga terjadi
karena siswa menjadi narasumber bagi yang lain.
Langkah-langkah pembelajaran Make a Match:
1. Guru menyiapkan kartu pembelajaran, yaitu kartu soal dan kartu jawaban.
2. Guru membagikan kartu (soal/jawaban) pada setiap siswa.
3. Siswa mencari pasangan, berdiskusi dengan teman untuk menemukan jawabannya.
Saran penerapan model pembelajaran Make a Match:
1. Media pengajaran yang diperlukan dengan menggunakan contoh-contoh dalam
kehidupan sehari-hari.
2. Melibatkan siswa dalam proses pembelajaran melalui diskusi, permainan.
3. Memberikan kesempatan kepada siswa yang lain untuk bertanya.
4. Setiap pasangan kelompok membacakan hasil diskusinya.
5. Guru dan siswa membuat kesimpulan.
2.2 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan
Hasil penelitian yang relevan dilakukan oleh Bagus Edi Rosanto yang berjudul
Penerapan Model Pembelajaran Make a Match Pada Mata Pelajaran IPS Tentang
Keadaan Alam Indonesia Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V di SD
Negeri Semanggi 02 Kecamatan Jepon Kabupaten Blora. Berdasarkan hasil penelitian
14
ini dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Make a Match dapat
meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPS kelas V semester I di SD
Negeri Semanggi 02 Kecamatan Jepon Kabupaten Blora. Hasil tersebut ditunjukan dengan
hasil belajar siswa yang telah mencapai KKM yaitu 65. Rata –rata hasil belajar siswa pada
siklus I sebesar 70,83 dengan ketuntasan belajar mencapai 66,66% dan pada siklus II
mengalami peningkatan dengan rata-rata sebesar 80 dengan ketuntasan 100%.
Hasil penelitian yang relevan juga dilakukan oleh Sri Rejeki yang berjudul Penerapan
Model Pembelajaran Make a Match Pada Mata Pelajaran IPA Untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Siswa Kelas V di SDN 2 Sengonwetan Semester 2 Tahun Pelajaran
2009/2010. Hasil tindakan dalam penelitian ini yaitu dari kondisi awal hasil belajar IPA rata-
rata hanya mencapai 66. Pada siklus I nilai rata-rata naik menjadi 78, dan pada siklus II
nilai rata-rata menjadi 88. Dengan demikian hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri 2
Sengonwetan dengan menggunakan model pembelajaran Make a Match mengalami
peningkatan.
Hasil penelitian yang relevan juga dilakukan oleh Edi Sukrisno yang berjudul Upaya
Meningkatkan Prestasi Belajar Pkn Materi Sistem Pemerintahan Pusat Melalui
Teknik Make A Match Bagi Siswa Kelas IV SD Negeri 1 Kradenan Semester 2 Tahun
Pelajaran 2010/2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran PKn materi
sistem pemerintahan tingkat pusat dengan teknik Make a Match prestasi belajar siswa
sebelum dilakukan tindakan nilai rata-ratanya hanya 54,5. Pada siklus I nilai rata-rata naik
menjadi 77 dan pada siklus II nilai rata-rata menjadi 83,86. Dengan demikian prestasi
belajar PKn siswa kelas IV SD Negeri 1 Kradenan dengan menggunakan teknik Make a
Match mengalami peningkatan.
Hasil penelitian yang relevan juga dilakukan oleh Raehanum yang berjudul
Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Dapat Meningkatkan
Prestasi Belajar IPS Siswa Kelas IV SDN 1 Sukarara Tahun Pelajaran 2010/2011. Hal
ini, ditunjukkan dengan adanya peningkatan dari siklus I ke siklus II. Tampak peningkatan
nilai rata-rata kelas sebesar 76,59 pada siklus I menjadi 84,04 pada siklus II. Dengan
peningkatan prosentase ketuntasan secara klasikal sebesar 71,43% pada silkus I menjadi
90,48% pada siklus II. Dengan demikian prestasi belajar IPS siswa kelas IV SDN 1
15
Sukarara Tahun Pelajaran 2010/2011 dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe
Make a Match mengalami peningkatan.
Hasil penelitian yang relevan juga dilakukan oleh Heny Ambarwati yang berjudul
Penerapan Model Pembelajaran Make A Match Dalam Upaya Meningkatkan Hasil
Belajar Sejarah Siswa SMA Kristen Satya Wacana Salatiga Semester Gasal Tahun
Ajaran 2011/2012. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa rata-rata hasil
belajar pada kondisi awal 77,4 dengan prosentase ketuntasan 89,6%. Setelah dilakukan
tindakan kelas dengan menerapkan model pembelajaran Make a Match diperoleh rata-rata
hasil belajar siklus I sebesar 77,5 dengan ketuntasan klasikal 96,3% dan rata-rata hasil
belajar pada siklus II sebesar 95,09 dengan ketuntasan klasikal 100%. Berdasarkan hasil
penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Make a Match dapat
meningkatkan hasil belajar sejarah siswa kelas X-5 SMA Kristen Satya Wacana Salatiga
semester gasal tahun ajaran 2011/2012.
Dari penelitian Bagus Edi Rosanto menunjukkan bahwa penerapan model
pembelajaran Make a Match dapat meningkatkan hasil belajar yang ditunjukkan dengan
adanya peningkatan nilai rata-rata siswa pada siklus I sebesar 70,83 dengan ketuntasan
belajar mencapai 66,66% dan pada siklus II mengalami peningkatan dengan rata-rata
sebesar 80 dengan ketuntasan 100%. Yang kedua penelitian Sri Rejeki, berdasarkan hasil
penelitian bahwa dengan menggunakan model pembelajaran Make a Match dapat
meningkatkan hasil belajar IPA yaitu dari kondisi awal hasil belajar IPA rata-rata hanya
mencapai 66. Pada siklus I nilai rata-rata naik menjadi 78, dan pada siklus II nilai rata-rata
menjadi 88. Yang ketiga penelitian Edi Sukrisno, hasil penelitian menunjukkan bahwa
pembelajaran PKn materi sistem pemerintahan tingkat pusat dengan teknik Make a Match
dapat meningkatkan prestasi belajar. Nilai rata-rata siswa sebelum dilakukan tindakan
hanya 54,5. Pada siklus I nilai rata-rata naik menjadi 77 dan pada siklus II nilai rata-rata
menjadi 83,86. Yang keempat penelitian Raehanum, dengan menerapkan pembelajaran
kooperatif tipe Make a Match dapat meningkatkan prestasi belajar IPS. Hal ini ditunjukkan
dengan adanya peningkatan dari siklus I ke siklus II. Tampak peningkatan nilai rata-rata
kelas sebesar 76,59 pada siklus I menjadi 84,04 pada siklus II. Dengan peningkatan
prosentase ketuntasan secara klasikal sebesar 71,43% pada silkus I menjadi 90,48% pada
siklus II. Yang kelima penelitian Heny Ambarwati dengan menerapkan model
16
pembelajaran Make a Match dapat meningkatkan hasil belajar sejarah. Hasil penelitian
menunjukkan peningkatan hasil belajar sejarah siswa kelas X-5 SMA Kristen Satya
Wacana Salatiga, nilai rata-rata hasil belajar pada kondisi awal 77,4 dengan prosentase
ketuntasan 89,6%. Setelah dilakukan tindakan kelas dengan menerapkan model
pembelajaran Make a Match diperoleh rata-rata hasil belajar siklus I sebesar 77,5 dengan
ketuntasan klasikal 96,3% dan rata-rata hasil belajar pada siklus II sebesar 95,09 dengan
ketuntasan klasikal 100%.
Dalam penelitian ini berbeda dengan kelima penelitian diatas, peneliti menggunakan
PTK (penelitian tindakan kelas) kolaborasi, yaitu kerjasama antara peneliti dengan guru
kelas, ide berasal dari peneliti dan yang melakukan tindakan adalah guru kelas. Dalam
penelitian ini, peneliti lebih menekankan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS
dengan menggunakan model pembelajaran Make a Match.
2.3 Kerangka Berfikir
Dalam pembelajaran guru masih menggunakan model pembelajaran konvensional
yaitu guru ceramah di depan kelas dan siswa hanya pasif mendengarkan apa yang
disampaikan oleh guru. Siswa terlihat tidak aktif saat pembelajaran, maka pembelajaran
terkesan monoton dan membosankan, sehingga hasil belajar siswa rendah. Agar
pembelajaran berhasil guru harus membimbing siswa, sehingga mereka dapat
mengembangkan pengetahuannya sesuai dengan struktur pengetahuan bidang studi yang
dipelajarinya. Untuk mencapai keberhasilan itu guru harus dapat memilih model
pembelajaran yang tepat untuk dapat diterapkan dalam pembelajaran. Pendekatan
pembelajaran inovatif yang dapat diterapkan untuk guru sehingga dapat meningkatkan
penguasaan konsep IPS dan sekaligus dapat meningkatkan aktivitas siswa. Oleh karena
itu, perlu diadakannya tindakan, yaitu menggunakan model pembelajaran Make a Match
dalam pembelajaran. Dengan menggunakan model pembelajaran Make a Match,
diharapkan pembelajaran menjadi menyenangkan dan siswa menjadi aktif, sehingga hasil
belajar siswa dapat meningkat. Berdasakan uraian di atas, maka secara sistematis dapat
digambarkan kerangka berfikir sebagai berikut:
17
GURU Masih menggunakan pembelajaran secara
konvensional
SIKLUS I Menggunakan Model Pembelajaran Make a Match dalam pembelajaran IPS. Siswa yang tuntas 66,67% atau sebanyak 10 siswa (≥ 65).
Menggunakan Model Pembelajaran Make
a Match
KONDISI AKHIR
TINDAKAN
KONDISI AWAL
SIKLUS II Menggunakan Model Pembelajaran Make a Match dalam pembelajaran IPS. Siswa yang tuntas 100% atau sebanyak 15 orang siswa (≥ 65).
Melalui Model Pembelajaran Make a Match dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas IV SD Negeri Mukiran 04 Semester 2 Tahun Pelajaran 2011/2012. Hasil belajar lebih besar dari KKM yaitu 65
(100% siswa tuntas)
SISWA Hasil Belajar IPS siswa rendah atau kurang dari KKM (65) hanya 6 siswa (40%) yang tuntas dari 15 siswa
18
2.3 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diungkapkan, maka hipotesis tindakan
adalam penelitian ini adalah sebagai berikut: ” Melalui model pembelajaran Make a Match
pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dapat meningkatkan hasil belajar siswa
kelas IV di SD Negeri Kaliwungu 04 semester II tahun pelajaran 2011/2012”.