BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 · 2019. 12. 4. · 2.1.1.2 Tujuan Pendidikan Matematika . Mata...

16
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Pendidikan Matematika 2.1.1.1 Pengertian Pembelajaran Matematika Pembelajaran tematik merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran dalam berbagai tema. Shoemaker (1989) mendefinisikan kurikulum terintegrasi (tematik) sebagai “...pendidikan yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga melintasi garis-garis batas mata pelajaran, membawa bersama beragam aspek kurikulum ke dalam asosiasi yang bermakna agar terfokus kepada bidang-bidang studi yang luas. Ia memandang belajar dan mengajar secara holistik dan merefleksikan dunia nyata, yang interaktif”. Pembelajaran dengan pendekatan tematik ini mencakup kompetensi mata pelajaran yaitu: PPKn, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, Seni Budaya dan Prakarya, dan Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan. Sedangkan mata pelajaran Pendidikan Agama dan Budi Pekerti tidak termasuk mata pelajaran dalam tematik. Pengembangan kurikulum matematika ke depan diarahkan untuk meningkatkan kecakapan hidup (life skill), terutama dalam membangun kreatifitas, kemampuan berpikir kritis, berkolaborasi atau bekerjasama dan keterampilan berkomunikasi. Selain itu, pengembangan kurikulum matematika juga menekankan kemahiran atau keterampilan menggunakan perangkat teknologi untuk melakukan perhitungan teknis (komputasi) dan penyajian dalam bentuk gambar dan grafik (visualisasi), yang penting untuk mendukung keterampilan lainnya yang bersifat keterampilan lintas disiplin ilmu dan keterampilan yang bersifat nonkognitif serta pengembangan nilai, norma dan etika ( soft skill). Pada tingkat SD/MI, kompetensi mata pelajaran matematika disajikan sebagai mata pelajaran tersendiri, tetapi pembelajarannya dilakukan secara tematik terpadu dengan mata pelajaran lain dengan mempertimbangkan konteksnya.

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 · 2019. 12. 4. · 2.1.1.2 Tujuan Pendidikan Matematika . Mata...

  • 8

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1 Kajian Teori

    2.1.1 Hakikat Pendidikan Matematika

    2.1.1.1 Pengertian Pembelajaran Matematika

    Pembelajaran tematik merupakan pendekatan pembelajaran yang

    mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran dalam

    berbagai tema. Shoemaker (1989) mendefinisikan kurikulum terintegrasi (tematik)

    sebagai “...pendidikan yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga melintasi

    garis-garis batas mata pelajaran, membawa bersama beragam aspek kurikulum ke

    dalam asosiasi yang bermakna agar terfokus kepada bidang-bidang studi yang

    luas. Ia memandang belajar dan mengajar secara holistik dan merefleksikan dunia

    nyata, yang interaktif”. Pembelajaran dengan pendekatan tematik ini mencakup

    kompetensi mata pelajaran yaitu: PPKn, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS,

    Seni Budaya dan Prakarya, dan Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan.

    Sedangkan mata pelajaran Pendidikan Agama dan Budi Pekerti tidak termasuk

    mata pelajaran dalam tematik.

    Pengembangan kurikulum matematika ke depan diarahkan untuk

    meningkatkan kecakapan hidup (life skill), terutama dalam membangun

    kreatifitas, kemampuan berpikir kritis, berkolaborasi atau bekerjasama dan

    keterampilan berkomunikasi. Selain itu, pengembangan kurikulum matematika

    juga menekankan kemahiran atau keterampilan menggunakan perangkat teknologi

    untuk melakukan perhitungan teknis (komputasi) dan penyajian dalam bentuk

    gambar dan grafik (visualisasi), yang penting untuk mendukung keterampilan

    lainnya yang bersifat keterampilan lintas disiplin ilmu dan keterampilan yang

    bersifat nonkognitif serta pengembangan nilai, norma dan etika (soft skill). Pada

    tingkat SD/MI, kompetensi mata pelajaran matematika disajikan sebagai mata

    pelajaran tersendiri, tetapi pembelajarannya dilakukan secara tematik terpadu

    dengan mata pelajaran lain dengan mempertimbangkan konteksnya.

  • 9

    Mata pelajaran Matematika merupakan salah satu mata pelajaran wajib

    yang harus diberikan kepada siswa pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.

    Matematika adalah produk dari pikiran manusia, utamanya berpusat pada ide-ide,

    proses, dan pemberian alasan atau penjelasan. Matematika merupakan sebuah pola

    pikir, sebuah jalan, metode pengaturan dari bukti-bukti logis (Yustinus, 2017:1).

    Menurut Susilo dalam (Ibrahim, 2012:12), bahwa matematika dipandang dari

    aspek metode, cara penalaran, bahasa, dan objek penyelidikannya memiliki

    kekhasan, yang keseluruhannya itu merupakan bagian dari kebudayaan manusia

    yang bersifat universal. Matematika juga merupakan sebuah bahasa, sebuah

    struktur yang terorganisasi dari pengetahuan, ilmu tentang keteraturan suatu pola,

    juga bisa disebut sebagai bentuk seni (Yustinus, 2017:2-3). Jadi matematika

    merupakan ilmu deduktif mengenai pola keteraturan, berpikir logika dan

    terorganisir sehingga terdapat hubungan antar konsep satu dengan lainnya.

    Matematika sangat penting dan menjadi dasar dalam perkembangan teknologi

    modern, peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir

    manusia. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan

    penguasaan matematika yang kuat sejak dini.

    2.1.1.2 Tujuan Pendidikan Matematika

    Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki

    kemampuan: (1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan

    antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat,

    efisien, dan tepat, daam pemecahan masalah, (2) Menggunakan penalaran pada

    pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuaut generalisasi,

    menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (3)

    Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang

    model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh,

    (4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain

    untuk memperjelaskeadaan atau masalah, (5) Memiliki sikap menghargai

    kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian,

    dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam

  • 10

    pemecahan masalah (Yustinus, 2017:5-6). Jadi matematika membekali siswa

    dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta

    kemampuan bekerjasama. Kompetensi ini diperlukan agar siswa dapat memiliki

    kemampuan memperoleh informasi, mengelola, dan memanfaatkan informasi

    untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan

    kompetitif.

    2.1.1.3 Ruang Lingkup Pendidikan Matematika

    Ruang lingkup Matematika SD/MI mencakup:

    1. Bilangan,

    2. Geometri dan pengukuran,

    3. Statistika.

    Peta Materi pada Mata Pelajaran Matematika Sekolah Dasar/Madrasah

    Ibtidaiyah sebagai berikut ini.

    Tabel 2.1

    Ruang Lingkup Matematika

    Ruang

    Lingkup

    Kelas

    IV

    Bilangan Pecahan senilai

    Bentuk pecahan (biasa, campuran, decimal, persen)

    Taksiran hasil pengoperasian dua bilangan pecahan

    Faktor dan Kelipatan

    Bilangan Prima

    FPB dan KPK

    Pembulatan hasil pengukuran ke satuan, pululuhan atau ke ratusan terdekat

    Geometri dan

    Pengukuran

    Segi banyak (beratutan dan tak beraturan)

    Keliling dan luas daerah (persegi, persegipanjang, segitiga)

    Hubungan antar garis (sejajar, berpotongan, berhimpit)

    Pengukuran sudut dengan busur derajat

    Statistika Data dan pengukuran (diagram batang)

    Sumber: Silabus Matematika SD versi 2016 hal 7

  • 11

    Menurut Permendikbud tahun 2016 No.24, Kompetensi Inti (KI) pada

    kurikululum 2013 merupakan tingkatan kemampuan untuk mencapai standar

    kompetensi lulusan yang harus dimiliki seorang peserta didik pada setiap tingkat

    kelas. Sedangkan Kompetensi Dasar (KD) adalah kemampuan dan materi

    pembelajaran minimal yang harus dicapai peserta didik untuk suatu mata

    pelajaran pada masing-masing satuan pendidikan yang mengacu pada kompetensi

    inti. Kurikulum 2013 mencakup empat kompetensi yang harus dicapai oleh siswa,

    yaitu (1) kompetensi sikap spiritual, (2) sikap sosial, (3) pengetahuan, dan (4)

    keterampilan. Rumusan Kompetensi Sikap Spiritual yaitu, “Menerima dan

    menjalankan ajaran agama yang dianutnya”. Adapun rumusan Kompetensi Sikap

    Sosial yaitu, “Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun,

    peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, dan guru”.

    Kedua kompetensi tersebut dicapai melalui pembelajaran tidak langsung (indirect

    teaching), yaitu keteladanan, pembiasaan, dan budaya sekolah dengan

    memperhatikan karakteristik mata pelajaran, serta kebutuhan dan kondisi peserta

    didik.

    KI pengetahuan dan KI keterampilan beserta dengan KD mata pelajaran

    Matematika kelas 4 Sekolah Dasar Tahun Pelajaran 2017/2018 kurikulun 2013

    disajikan secara rinci melalui tabel 2.1 berikut ini.

    Tabel 2.2

    Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Matematika Kelas 4

    KOMPETENSI INTI 3

    (PENGETAHUAN)

    KOMPETENSI INTI 4

    (KETERAMPILAN)

    3. Memahami pengetahuan faktual dan

    konseptual dengan cara mengamati,

    menanya dan mencoba berdasarkan

    rasa ingin tentang dirinya, makhluk

    ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan

    benda-benda yang dijumpainya di

    rumah, di sekolah dan tempat bermain.

    4. Menyajikan pengetahuan faktual

    dan anak sehat, dan dalam

    tindakan yang mencerminkan

    perilaku anak beriman dan

    berakhlak mulia

  • 12

    KOMPETENSI DASAR KOMPETENSI DASAR

    3.2 Menjelaskan berbagai bentuk

    pecahan (biasa, campuran,

    desimal, dan persen) dan

    hubungan di antaranya

    4.2 Mengidentifikasi berbagai

    bentuk pecahan (biasa,

    campuran, desimal, dan persen)

    dan hubungan di antaranya

    3.3 Menjelaskan dan melakukan

    penaksiran dari jumlah, selisih,

    hasil kali, dan hasil bagi dua

    bilangan cacah maupun pecahan

    dan desimal

    4.3 Menyelesaikan masalah

    penaksiran dari jumlah, selisih,

    hasil kali, dan hasil bagi dua

    bilangan cacah maupun pecahan

    dan desimal

    Sumber: Permendikbud Tahun 2016 Nomor 024 Lampiran 14 halaman 7

    2.1.2 Model Pembelajaran Think Pair Share

    2.1.2.1 Pengertian Model Pembelajaran Think Pair Share

    Think Pair Share merupakan salah satu tipe model kooperatif yaitu dengan

    berkelompok secara pasangan. Think Pair Share (TPS) atau Berpikir Berpasangan

    Berbagi dikembangkan oleh Frank Lyman dan kawan-kawannya dari Universitas

    Maryland. TPS menurut Slavin dalam (Thobroni, 2015) adalah sebuah metode

    yang sederhana, tetapi sangat berguna yang dikembangkan oleh Frank Lyman dari

    Universitas Maryland. Ketika guru menerangkan pelajaran di depan kelas, siswa

    duduk berpasangan dalam kelompoknya. Guru memberikan pertanyaan di kelas.

    Lalu, siswa diperintahkan untuk memikirkan jawaban, kemudian siswa

    berpasangan dengan masing-masing pasangannya untuk mencari kesepakatan

    jawaban. Terakhir guru meminta siswa untuk membagi jawaban kepada seluruh

    siswa di kelas. Sedangkan menurut Frank Lyman dalam (Tampubolon, 2014)

    berpendapat bahwa model pembelajaran kooperatif TPS adalah pembelajaran

    yang dilakukan dengan pertukaran pemikiran melalui pengalaman belajar peserta

    didik. Selanjutnya Suprijono dalam (Thobroni, 2015) berpendapat bahwa TPS

    memiliki makna: thinking, siswa diberi kesempatan untuk memikirkan ide-ide

    mereka tentang pertanyaan atau wacana yang diberikan oleh guru; pairing, siswa

  • 13

    menentukan dengan siapa mereka akan berpasangan; sharing, ide-ide yang telah

    ditemukan dibagikan kepada kelompok lain melalui kegiatan diskusi dan tanya

    jawab.

    Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa

    TPS adalah pembelajaran yang mengharuskan siswa untuk berfikir secara

    individual yang dilanjutkan dengan bertukar pikiran secara berpasangan, dimana

    hasil ide-ide atau pemecahan masalah dibagikan kepada kelompok lain melalui

    diskusi.

    2.1.2.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran Think Pair Share

    Langkah-langkah penggunaan TPS menurut Lyman dan kawan-kawan dalam

    (Thobroni, 2015) sebagai berikut:

    1) Langkah 1: Berpikir (Thinking)

    Langkah pertama, guru mengajukan pertanyaan atau isu yang terkait

    dengan pelajaran dan siswa diberi waktu satu menit untuk berpikir sendiri

    mengenai jawaban atau isu tersebut.

    2) Langkah 2: Berpasangan (Pairing)

    Selanjutnya, pada langkah kedua, guru meminta kepada siswa untuk

    berpasangan dan mendiskusikan mengenai apa yang telah dipikirkan.

    Interaksi selama periode ini dapat menghasilkan jawaban bersama jika

    suatu pernyataan telah diajukan atau penyampaian ide bersama jika suatu

    isu khusus telah diidentifikasi. Biasanya, guru mengizinkan tidak lebih

    dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan.

    3) Langkah 3: Bebagi (Sharing)

    Pada langkah akhir, guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi atau

    bekerja sama dengan kelas secara keseluruhan mengenai apa yang telah

    mereka bicarakan. Pada langkah ini, akan menjadi efektif jika guru

    berkeliling kelas dari pasangan satu ke pasangan yang lain.

    Kemudian menurut Miftahul Huda (2014), langkah-langkah model

    pembelajaran TPS sebagai berikut:

  • 14

    1) Siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok. Setiap kelompok terdiri

    dari empat anggota/siswa.

    2) Guru memberikan tugas pada setiap kelompok.

    3) Masing-masing kelompok memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut

    sendiri-sendiri terlebih dahulu.

    4) Kelompok membentuk anggota-anggotanya secara berpasangan. Setiap

    pasangan mendiskusikan hasil pengerjaan individu.

    5) Kedua pasangan lalu bertemu kembali dalam kelompoknya masing-masing

    untuk menshare hasil diskusinya.

    Pendapat serupa juga disampaikan oleh Saur Tampubolon (2014) bahwa

    langkah-langkah model TPS sebagai berikut:

    1) Pengelompokkan peserta didik dengan jumlah anggota 5 orang.

    2) Pendidik memberikan permasalahan yang dapat dijawab oleh peserta didik

    dengan mempelajari buku ajar/handout.

    3) Pertama peserta didik memikirkan sendiri jawaban permasalahan tersebut.

    4) Selanjutnya, peserta didik berbagi pemikiran dalam kelompok.

    5) Setelah pekerjaan kelompok tuntas, selanjutnya peserta didik berbagi

    pemikiran antar kelompok.

    6) Peserta didik bersama pendidik menyimpulkan jawaban atas masalah yang

    diberikan.

    7) Penilaian dilakukan untuk mengukur keberhasilan pembelajaran.

    Berdasarkan ketiga pendapat para ahli mengenai langkah-langkah model

    pembelajaran TPS, maka dapat disimpulkan langkah model TPS sebagai berikut:

    1) Guru memberikan permasalahan terkait dengan pelajaran.

    2) Siswa berpikir secara individu mengenai jawaban permasalahan.

    3) Masing-masing siswa mengemukakan hasil pemikirannya kepada

    pasangannya.

    4) Setiap pasangan menshare hasil diskusi pasangan ke kelompok.

    5) Masing-masing kelompok menshare hasilnya ke dalam diskusi kelas.

    6) Simpulan.

  • 15

    2.1.2.3 Kelebihan Model Pembelajaran Think Pair Share

    Menurut Hartina (dalam Rosita, Leonad, 2013: 7-8), model pembelajaran

    Think Pair Share memiliki kelebihan, antara lain: 1) memungkinkan siswa untuk

    merumuskan dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai materi yang

    diajarkan karena secara tidak langsung memperoleh contoh pertanyaan yang

    diajukan oleh guru, serta memperoleh kesempatan untuk memikirkan materi yang

    diajarkan, 2) siswa akan terlatih menerapkan konsep karena bertukar pendapat dan

    pemikiran dengan temannya untuk mendapatkan kesepakatan dalam memecahkan

    masalah, 3) siswa lebih aktif dalam pembelajaran karena menyelesaikan tugasnya

    dalam kelompok, dimana tiap kelompok hanya terdiri dari 2 orang, 4) siswa

    memperoleh kesempatan untuk mempresentasikan hasil diskusinya dengan

    seluruh siswa sehingga ide yang ada menyebar, 5) memungkinkan guru untuk

    lebih banyak memantau siswa dalam proses pembelajaran.

    2.1.2.4 Kelemahan Model Pembelajaran Think Pair Share

    Adapun kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share

    adalah sangat sulit diterapkan di sekolah yang rata-rata kemampuan siswanya

    rendah dan waktu yang terbatas, sedangkan jumlah kelompok yang terbentuk

    banyak (Hartina, dalam Rosita, Leonard, 2013:8). Dalam hal ini dapat dijabarkan

    antara lain: 1) untuk siswa yang memiki kemampuan akademik yang tinggi,

    mereka akan merasa terhambat oleh siswa yang dianggap kurang memiliki

    kemampuan. Akibatnya, keadaan semacam ini dapat menggangu iklim kerja sama

    dalam kelompok. 2) Ciri utama pembelajaran kooperatif adalah siswa saling

    membelajarkan. Oleh karena itu jika tanpa pertemuan yang efektif, dibandingkan

    dengan pengajaran langsung dari guru, bisa terjadi cara belajar yang demikian,

    apa yang seharusnya dipelajari dan dipahami tidak pernah dicapai oleh siswa. 3)

    Penilaian yang diberikan didasarkan kepada hasil kerja kelompok, namun guru

    perlu menyadari bahwa sebenarnya hasil atau prestasi yang diharapkan adalah

    prestasi setiap individu siswa. 4) Upaya mengembangkan kesadaran berkelompok

    memerlukan periode waktu yang cukup panjang sehingga hal ini tidak dapat

    tercapai hanya dengan satu kali atau sekali-sekali penerapan strategi ini. 5)

    Walaupun kemampuan bekerja sama merupakan kemampuan yang sangat penting

  • 16

    untuk siswa akan tetapi banyak aktivitas dalam kehidupan yang hanya didasarkan

    kepada kemampuan secara individu.

    2.1.3 Motivasi

    2.1.3.1 Pengertian

    Motivasi sangat berpengaruh terhadap proses pembelajaran. Motivasi belajar

    yang tinggi akan menghasilkan proses pembelajaran yang baik. Hal ini dapat

    dilihat dari hasil belajar siswa yang tinggi. Motivasi belajar adalah dorongan

    internal dan eksternal pada peserta didik yang sedang belajar untuk mengadakan

    perubahan perilaku (Suprijono, 2011). Dorongan intrinsik merupakan dorongan

    dari dalam diri seseorang yang akan berusaha karena merasa senang melakukan

    pembelajaran yang baik serta mengalami kepuasan atas hasil belajarnya.

    Sedangkan dorongan ekstrinsik merupakan dorongan yang timbul oleh

    rangsangan yang berasal dari luar diri seseorang. Crawford dalam (Tampubolon,

    2013) berpendapat bahwa motivasi adalah dorongan yang menimbulkan kemauan

    pada diri seseorang untuk melakukan sesuatu. Kemudian Sardiman berpendapat

    bahwa motivasi adalah suatu daya penggerak seseorang untuk melakukan

    kegiatan dalam mencapai tujuan tertentu. Dari pengertian beberapa ahli diatas,

    dapat disimpulkan pengertian dari motivasi yaitu dorongan yang timbul baik

    secara internal maupun eksternal sebagai daya penggerak seseorang untuk

    melakukan kegiatan dalam mencapai tujuan tertentu.

    Motivasi belajar dapat dilihat dari indikator-indikator seperti keantusiasan

    dalam belajar, minat atau perhatian pada pembelajaran, keterlibatan dalam

    kegiatan belajar, rasa ingin tahu pada isi pembelajaran, ketekunan dalam belajar,

    selalu berusaha mencoba, dan aktif mengatasi tantangan yang ada dalam

    pembelajaran (Wena, 2013).

    Indikator motivasi belajar menurut Hamzah B. Uno dalam (Suprijono, 2011)

    dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

    1) Adanya hasrat dan keinginan berhasil.

    2) Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar.

    3) Adanya harapan dan cita-cita masa depan.

    4) Adanya penghargaan dalam belajar.

  • 17

    5) Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar.

    6) Adanya lingkungan belajar yang kondusif sehingga memungkinkan

    peserta didik dapat belajar dengan baik.

    Pengukuran motivasi diperlukan untuk mengetahui indikator-indikator

    motivasi telah tercapai. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk

    mengukur motivasi, yaitu observasi langsung, penilaian skala oleh individu lain,

    dan pelaporan diri. Observasi, menurut Sutrisno Hadi dalam (Sugiyono, 2013)

    mengemukakan bahwa observasi merupakan suatu proses yang kompleks,

    tersusun dari berbagai proses biologis dan psikhologis. Dua diantara yang

    terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan. Observasi langsung

    mengacu pada contoh-contoh perilaku dari pilihan tugas, usaha yang dikeluarkan,

    dan kegigihan. Penilaian skala oleh Individu lain merupakan penilaian yang

    dilakukan oleh pengamat terhadap murid pada berbagai karakteristik yang

    mengindikasikan motivasi. Sedangkan metode pelapor diri merupakan penilaian

    individu mengenai dirinya sendiri.

    Langkah penilaian:

    a. Penilaian pelaksanaan proses pembelajaran di kelas. Tim kolaborator yang

    terdiri dari 2 orang (guru dan mahasiswa) melakukan penilaian

    berdasarkan observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan

    oleh peneliti. Penilaian pelaksanaan pembelajaran diberikan dalam bentuk

    centang atau ceklist pada instrumen yang sama.

    b. Melakukan pengisian angket tentang motivasi belajar oleh siswa setelah

    pembelajaran selesai. (Tampubolon, 2014)

    2.2 Hasil Penelitian yang Relevan

    Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Sigit Rizkiawan (2013)

    terkait penggunaan model pembelajaran Think Pair Share untuk meningkatkan

    motivasi belajar dan hasil belajar Matematika pada siswa kelas IV SD Negeri 01

    Ampel Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali, menunjukkan bahwa pada kondisi

    awal, dari total keseluruhan siswa sebanyak 46 siswa, ditemukan yaitu 24 siswa

  • 18

    yang lulus KKM atau 52,17% kemudian setelah diberikan tindakan perbaikan

    pada siklus I siswa yang lulus KKM menjadi 36 siswa atau meningkat menjadi

    78,26%, pada siklus II 43 siswa lulus KKM dengan prosentase 93,48%. Motivasi

    belajar siswa juga meningkat dari siklus I ke siklus II, yaitu pada siklus I motivasi

    belajar Matematika dengan penerapan model kooperatif tipe Think Pair Share

    sebesar 72,80% menjadi 87,66% pada siklus II.

    Penelitian serupa juga telah dilakukan oleh Normalasarie, Muhammad Rizki

    Zukkarnain (2017) dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Think Pair

    Share (TPS) menggunakan alat peraga untuk meningkatkan motivasi dan hasil

    belajar Matematika pada siswa kelas V SDN Pakauman 1 Banjarmasin

    menunjukkan telah berhasil meningkatkan hasil belajar dan motivasi siswa. Pada

    kondisi awal hasil belajar dan motivasi siswa berada di 50% masih di bawah

    ketuntasan minimal. Pada siklus pertama diperoleh data dengan kriteria baik,

    namun ada beberapa siswa yang masih belum memahami konsep. Hasil belajar

    siswa secara klasikal tuntas sebanyak 60% sehingga tindakan ini belum mencapai

    keberhasilan. Setelah perbaikan pembelajaran dilakukan siklus kedua mencapai

    80% dengan rata-rata nilai keseluruhan sebesar 86,31%.

    Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Dian Febriani (2016) terkait

    penggunaan model pembelajaran Think Pair Share untuk meningkatkan hasil

    belajar Matematika pada siswa kelas IV SDN Kutowinangun 01 Kota Salatiga,

    hasilnya menunjukkan peningkatan dari kondisi awal 63,84% meningkat pada

    siklus I menjadi 68,71% dan telah meningkat lagi mencapai 88,43% pada siklus

    II. Penelitian seupa juga dilakukan oleh Supardi (2013) dalam meningkatkan hasil

    belajar matematika melalui pembelajaran Kooperatif Think Pair Share pada siswa

    kelas IV semester 1 SD Negeri 3 Tambakrejo tahun Pelajaran 2012/2013 telah

    berhasil. Diketahui hasil penelitian yang dilakukan melalui dua siklus

    menunjukkan adanya peningkatan pada siklus ke II. Dari hasil analisis didapatkan

    bahwa prestasi belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II

    yaitu, siklus I (60,25%), siklus II (89,00%).

  • 19

    Penelitian juga telah dilakukan oleh Sri Novianti (2013) yaitu peningkatan

    hasil belajar Matematika melalui model pembelajaran Think Pair Share pada kelas

    V SDN Karangwage 02 Trangkil Pati Semester 1 tahun pelajaran 2013/2014

    berhasil meningkatkan hasil belajar siswa. pada kondisi awal hanya 35% dari 20

    siswa yang memenuhi hasil belajar sesuai KKM 75. Setelah dilakukan tindakan

    penelitian yang berlangsung dalam dua siklus diketahui hasil penelitian siklus I

    siswa memperoleh nilai >75 mencapai 45%. Pada siklus II telah mengalami

    peningkatan yaitu siswayang memperoleh nilai >75 mencapai 90%. Sehingga

    penelitian yang dilakukan telah berhasil.

    Maka, dari beberapa hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa model

    pembelajaran TPS dapat meningkatkan motivasi belajar siswa kelas IV SD pada

    mata pelajaran Matematika.

  • 20

    2.3 Kerangka Pikir

    Pembelajaran yang kurang menarik dapat mengakibatkan rendahnya motivasi

    belajar Matematika, sehingga diperlukan adanya model pembelajaran yang dapat

    membangkitkan motivasi belajar Matematika pada siswa. Model pembelajaran

    TPS merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan motivasi belajar

    Matematika pada siswa. Model pembelajaran TPS adalah kegiatan pembelajaran

    Matematika SD yang melibatkan secara maksimal kemampuan siswa pada proses

    berfikir secara kritis dan analisis untuk merumuskan sendiri penemuannya yang

    dilanjutkan dengan bertukar pikiran secara berpasangan, dimana hasil ide-ide atau

    pemecahan masalah dibagikan kepada kelompok lain melalui diskusi. Adapun

    langkah-langkah model pembelajaran TPS yaitu: (1) Guru memberikan

    permasalahan terkait dengan pelajaran, (2) Siswa berpikir secara individu

    mengenai jawaban permasalahan, (3) Masing-masing siswa mengemukakan hasil

    pemikirannya kepada pasangannya, (4) Setiap pasangan menshare hasil diskusi

    pasangan ke kelompok, (5) Masing-masing kelompok menshare hasilnya ke

    dalam diskusi kelas, (6) Simpulan.

    Model pembelajaran TPS merupakan salah satu pemecahan masalah yang

    digunakan untuk mengatasi rendahnya motivasi belajar Matematika. Motivasi

    belajar adalah dorongan yang timbul baik secara internal maupun eksternal

    sebagai daya penggerak seseorang untuk melakukan kegiatan dalam mencapai

    tujuan pembelajaran Matematika SD. Adapun indikator dari motivasi belajar

    siswa: 1) Adanya hasrat dan keinginan berhasil, 2) Adanya dorongan dan

    kebutuhan dalam belajar, 3) Adanya harapan dan cita-cita masa depan, 4) Adanya

    penghargaan dalam belajar, 5) Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar, 6)

    Adanya lingkungan belajar yang kondusif sehingga memungkinkan peserta didik

    dapat belajar dengan baik. Melaui model pembelajaran TPS ini, diharapkan siswa

    lebih aktif dalam pembelajaran sehingga motivasi belajar siswa meningkat.

    Penjelasan lebih rinci disajikan dalam gambar berikut ini.

  • 21

    Kompetensi Dasar 3.8 Menganalisis sifat-sifat segi

    banyak beraturan dan segi

    banyak tidak beraturan

    4.8 Mengidentifikasi segi banyak

    beraturan dan segi banyak tidak

    beraturan.

    3.9 Menjelaskan dan menentukan

    keliling dan luas persegi,

    persegi panjang, dan segitiga

    serta hubungan pangkat dua

    dengan akar pangkat dua.

    4.9 Menyelesaikan masalah

    berkaitan dengan keliling dan

    luas persegi, persegi panjang,

    dan segitiga termasuk

    melibatkan pangkat dua dengan

    akar pangkat dua.

    Masalah Pembelajaran + Motivasi

    Belajar Siswa

    Pembelajaran Inovatif

    Model Pembelajaran TPS

    Lembar

    Observasi dan

    Angket

    Motivasi, tes

    Jumlah skor

    penilaian motivasi

    belajar Matematika

    2. Siswa berpikir secara individu mengenai

    jawaban permasalahan.

    3. Masing-masing siswa mengemukakan hasil pemikirannya kepada pasangannya.

    4. Setiap pasangan menshare hasil diskusi

    pasangan ke kelompok.

    Pengukuran

    Motivasi

    Gambar peningkatan motivasi belajar Matematika melalui model TPS

    5. Masing-masing kelompok menshare

    hasilnya ke dalam diskusi kelas.

    6. Simpulan.

    Indikator Motivasi Belajar Matematika

    1. Guru memberikan permasalahan terkait

    dengan pelajaran.

    4) Adanya lingkungan belajar yang

    kondusif sehingga memungkinkan

    peserta didik dapat belajar dengan baik.

    1) Adanya hasrat dan keinginan berhasil.

    2) Adanya dorongan dan kebutuhan dalam

    belajar.

    3) Adanya harapan dan cita-cita masa

    depan.

    5) Adanya penghargaan dalam belajar.

    6) Adanya kegiatan yang menarik dalam

    belajar.

  • 22

    Bagan Siklus Pembelajaran

    Tindakan

    Model Pembelajaran

    Think Pair Share Kondisi Akhir

    Upaya Peningkatan Motivasi Belajar Matematika Melalui Model

    Pembelajaran Think Pair Share Siswa Kelas 4 SDN Sidorejo Lor

    01 Kota Salatiga Tahun Pelajaran 2017/2018

    Siklus 1 guru sudh

    menggunakan

    model

    pembelajaran Think

    Pair Share (TPS)

    Siklus 2 memperbaiki

    siklus 1 dengan

    menggunakan model

    pembelajaran Think Pair

    Share (TPS)

    Kondisi Awal Guru sudah

    menggunakan model

    pembelajaran inovatif

    namun belum optimal.

    Motivasi belajar

    siswa rendah

  • 23

    2.4 Hipotesis Penelitian

    Berdasarkan uraian pada kajian pustaka dan kerangka pemikiran di atas

    maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas peningkatan motivasi

    belajar Matematika diduga dapat diupayakan melalui model pembelajaran Think

    Pair Share siswa kelas 4 SD Negeri Sidorejo Lor 01 Kota Salatiga tahun pelajaran

    2017/2018.