BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2019. 9. 16. · 2.1.3 Hubungan Antara Konten dan Pedagogik . Pedagogical...

44
12 BAB II KAJIAN PUSTAKA Bab ini membahas beberapa hal, yaitu: a) Pedagogical Content Knowledge (PCK); b) Kompetensi guru SMP; c) Pelatihan; d) Modul pelatihan; e) Penelitian dan pengembangan R&D; f) penelitian yang relevan; dan g) kerangka berpikir. 2.1 Pedagogical Content Knowledge (PCK) 2.1.1 Hakikat Pedagogical Content Knowledge (PCK) Pedagodical Content Knowledge (PCK) atau pengetahuan konten pedagogik, pertama kali di kenalkan oleh Shulman pada tahun 1986. Menurut Shulman (1986:7), pengetahuan konten dan pengetahuan pedagogik harus dipadukan dalam pembelajaran untuk menciptakan pengetahuan baru, yaitu Pedagodical Content Knowledge (PCK). Gumilar (2016: 6) mengemukakan bahwa PCK merupakan pengetahuan yang harus dipahami oleh seorang guru karena, seorang guru harus familiar dengan konsep alternatif dan kesulitan yang akan dihadapi siswa yang beragam latar belakang serta dapat mengorganisasikan, menyusun, menjalankan

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2019. 9. 16. · 2.1.3 Hubungan Antara Konten dan Pedagogik . Pedagogical...

  • 12

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    Bab ini membahas beberapa hal, yaitu: a) Pedagogical

    Content Knowledge (PCK); b) Kompetensi guru SMP; c)

    Pelatihan; d) Modul pelatihan; e) Penelitian dan pengembangan

    R&D; f) penelitian yang relevan; dan g) kerangka berpikir.

    2.1 Pedagogical Content Knowledge (PCK)

    2.1.1 Hakikat Pedagogical Content Knowledge (PCK)

    Pedagodical Content Knowledge (PCK) atau pengetahuan

    konten pedagogik, pertama kali di kenalkan oleh Shulman pada

    tahun 1986. Menurut Shulman (1986:7), pengetahuan konten dan

    pengetahuan pedagogik harus dipadukan dalam pembelajaran

    untuk menciptakan pengetahuan baru, yaitu Pedagodical Content

    Knowledge (PCK). Gumilar (2016: 6) mengemukakan bahwa

    PCK merupakan pengetahuan yang harus dipahami oleh seorang

    guru karena, seorang guru harus familiar dengan konsep alternatif

    dan kesulitan yang akan dihadapi siswa yang beragam latar

    belakang serta dapat mengorganisasikan, menyusun, menjalankan

  • 13

    dan menilai materi subjek, yang seluruhnya itu terangkum dalam

    PCK. Sedangkan, Widodo (2013: 3) berpendapat PCK

    merupakan konsep berpikir yang memberikan pengertian bahwa

    untuk mengajar tidak cukup hanya memahami konten materi

    (knowing) tetapi juga cara mengajar (how to teach). Guru harus

    mempunyai pengetahuan mengenai peserta didik, kurikulum,

    strategi instruksional, assessment sehingga dapat melakukan

    transformasi knowledge dengan efektif. Gumilar (2016: 6)

    mengemukakan bahwa di dalam PCK, konten merupakan

    pengetahuan yang semestinya dikuasai oleh pengajar mencakup

    fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori. Sedangkan, pedagogi

    berarti cara-cara yang dapat dilakukan untuk membantu siswa

    belajar dan memecahkan problem.

    Widodo (2013: 4) berpendapat mengenai salah satu faktor

    yang memungkinkan untuk meningkatkan keefektifan guru yaitu

    dengan memperkaya PCK mereka, dengan cara memadukan

    antara content knowledge dan pedagogical knowledge yang

    dibangun dari waktu ke waktu dan pengalaman, sehingga pada

    akhirnya dapat menghasilkan guru yang profesional. Dalam

  • 14

    pandangan konstruktivis, mengajar bukanlah kegiatan

    memindahkan pengetahuan semata, melainkan suatu kegiatan

    yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya.

    Atas dasar nilah, maka seorang guru harus memiliki pengetahuan

    konten dan pedagogi (Pedagogic Content Knowledge).

    2.1.2 Komponen Pedagogical Content Knowledge (PCK)

    Menurut Anwar (2010:1) terdapat 7 komponen

    Pedagogical Content Knowledge (PCK). Adapun komponen

    tersebut, yaitu:

    Komponen PCK Elemen PCK

    Pengetahuan

    tentang materi

    Isi dari ilmu pengetahuan, praktek ilmiah, sifat

    alami dari ilmu pengetahuan, proses ilmiah

    Pengetahuan

    tentang tujuan

    Literatur dalam ilmu pengetahuan, penerapan

    dalam kehidupan sehari-hari, pemahaman yang

    terintegrasi

    Pengetahuan

    tentang siswa

    Tingkat perbedaan, kebutuhan, minat,

    pengetahuan dasar, kemampuan, kesulitan

    belajar

    Pengetahuan

    tentang kurikulum

    Standar kompetensi, kompetensi dasar, koneksi

    antara pelajaran dengan unit, pengorganisasian

    khusus dalam pelajaran,keputusan tentang apa

    yang harus diajarkan, desain yang fleksibel

    Pengetahuan

    mengajar

    Berbagai metode mengajar, cara membangkitkan

    motivasi, kemampuan menyeleksi kegiatan yang

    efektif

    Pengetahuan

    tentang

    penilaian/evaluasi

    Cara penilaian, kemampuan memimpin diskusi

    siswa dan bertanya, pemberian umpan balik

    Pengetahuan

    tentang sumber

    Bahan, multimedia, fasilitas lokal, teknologi

    yang ada di laboratorium, majalah ilmu

  • 15

    daya pengetahuan

    Tabel 2.1.

    Komponen Pedagogical Content Knowledge (PCK)

    Berdasarkan komponen PCK yang di kemukan oleh

    Anwar (2010:1), dalam penelitian ini komponen-komponen

    tesebut, dibagi kedalam kompetensi pedagogik dan kompetensi

    profesional.

    KOMPETENSI KOMPONEN PCK INDIKATOR

    Kompetensi

    Pedagogik

    Pengetahuan tentang

    kurikulum

    Kurikulum

    Rencana

    Pelaksanaan

    Pembelajaran (RPP)

    Pengetahuan mengajar Pemberian motivasi

    Proses dan peran

    pembelajaran

    Pengetahuan tentang

    penilaian atau evaluasi

    Alat evaluasi

    Pengetahuan tentang

    sumberdaya

    Sumber materi

    Alat peraga

    Pengetahuan tentang

    peserta didik

    Respon peserta

    didik

    Kesulitan belajar

    Kompetensi

    Profesional

    Pengetahuan tentang

    tujuan

    Aplikasi dalam

    kehidupan sehari-

    hari

    Pengetahuan tentang

    materi

    Penguasaan materi

    Tabel 2.2.

    Komponen Pedagogical Content Knowledge (PCK) Yang

    Dibagi Kedalam Dua Kompetensi

  • 16

    Menurut Ball, dkk., (2008:5) PCK terdiri dari 3

    komponen yaitu Knowledge Content of Students (KCS),

    Knowledge Content of Teaching (KCT) dan Knowledge of

    Curriculum (KC).

    1. Knowledge Content of Students (KCS)

    Ball menjelaskan bahwa KCS merupakan

    gabungan dari pengetahuan tentang siswa dan

    pengetahuan tentang matematika. Dengan kata lain, KCS

    merupakan Pengetahuan guru tentang proses berpikir

    siswa dalam konten matematika tertentu. Misalnya, guru

    harus mengetahui bagian-bagian khusus dari konsep

    matematika tertentu yang paling sering terjadi

    miskonsepsi matematika pada siswanya. Selain itu, guru

    harus memiliki kemampuan memprediksi dan

    menganalisis proses berpikir siswa.

    2. Knowledge Content of Teaching (KCT)

    KCT merupakan gabungan dari pengetahuan

    tentang mengajar dan matematika. Dengan kata lain

    pengetahuan ini berbicara tentang bagaimana sebaiknya

  • 17

    satu konsep matematika dijelaskan melalui pendekatan

    yang tepat. Tentu hal ini berkaitan dengan KCT agar

    segala hambatan belajar siswa dapat diminimalisir.

    KCT merespresentasikan pengetahuan tentang

    konten dan pengajaran. Pengetahuan tentang macam-

    macam strategi mengajar matematika baik dari tahap

    persiapan, pembelajaran maupun penilaian. Pada tahap

    persiapan (teaching plan) guru dituntut untuk memiliki

    pengetahuan tentang beragam model pembelajaran yang

    cocok dengan konten dan konteks matematika tertentu

    termasuk memberi apresepsi yang tepat. Pada tahap

    pengajaran (teaching act) guru dituntut untuk memiliki

    pengetahuan bagaimana menerapkan model dan

    pendekatan yang telah dipersiapkan sebelumnya dapat

    terlaksana dengan baik. Pengetahuan seorang guru tentang

    beragam strategi mengembangkan kemampuan berpikir

    siswa bisa terlihat dari bagaimana proses pembelajaran

    berlangsung. Selanjutnya pengetahuan yang wajib

    dimiliki seorang guru adalah pengetahuan dalam bidang

  • 18

    assessment. Hal ini selain berkaitan dengan tugas seorang

    guru memberikan penilaian terhadap siswa, guru juga

    wajib memenuhi tuntutan profesi untuk memberikan

    penilaian yang sesuai dengan kurikulum

    3. Knowledge of Curriculum (KC)

    KC merupakan pengetahuan guru tentang

    kurikulum yang merupakan dasar penting bagi seorang

    guru untuk memahami tugas dan perannya. KC ini

    mencerminkan seberapa jauh guru mengenal perangkat

    kurikulum yang menjadi pedoman dalam mengajar. KC

    merepresentasikan bagaimana guru memahami

    kurikulum, dalam hal ini kurikulum pendidikan

    matematika. Pengetahuan guru tentang kurikulum ini

    meliputi bagaimana memahami tujuan pendidikan

    matematika dan memahami undang-undang guru.

    2.1.3 Hubungan Antara Konten dan Pedagogik

    Pedagogical Content Knowledge (PCK) merupakan irisan

    antara pengetahuan materi dan pengetahuan pedagogik guru

    (Gambar 2.1). Sehingga, dapat dikatakan bahwa Pedagogical

  • 19

    Content Knowledge (PCK) merupakan pengetahuan khusus yang

    dimiliki oleh guru tentang bagaimana strategi mengajarkan

    konten tertentu kepada siswa. Seorang guru harus menguasai

    pengetahuan dalam melakukan pembelajaran secara seimbang,

    antara pengentahuan materi pelajaran dan pengetahuan pedagogi.

    Kedua pengetahuan tersebut dipadukan menjadi sebuah

    pengetahuan baru yang di kenal dengan Pedagogical Content

    Knowledge (PCK).

    Gambar 2.1

    Diagram Pedagogical Content Knowledge (PCK)

    Sumber: Shulman‘s (1986)

    Content Knowledge (CK) merupakan salah satu

    pengetahuan yang ada di dalam Pedagogical Content Knowledge

    (PCK). Pengetahuan merupakan salah satu komponen yang

  • 20

    penting dari profesionalisme guru. Pengembangan kompetensi

    profesional tidak hanya sekedar melibatkan pengetahuan saja.

    Tetapi, juga melibatkan keterampilan, sikap, dan motivasi juga

    berkontribusi pada penguasaan materi belajar mengajar (OECD,

    2017:3). Content knowledge merupakan kompetensi profesional

    guru. Menurut PP No. 74 tahun 2008, kompetensi profesional

    yaitu kemampuan guru dalam menguasai pengetahuan bidang

    ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya yang diampunya

    yang sekurang-kurangnya meliputi 1). Penguasaan materi

    pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi

    program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan kelompok mata

    pelajaran yang akan diampu; 2). Konsep dan metode disiplin

    keilmuan; 3). teknologi atau seni yang relevan yang secara

    konseptual dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran

    dan kelompok matapelajaran yang akan diampu.

    Aminah (2014:56) berpendapat bahwa seorang guru harus

    memiliki pengetahuan pedagogi, dimana pengetahuan pedagogi

    merupakan jenis pengetahuan yang unik untuk guru dan

    didasarkan pada cara guru dalam mengajarkan apa yang akan di

  • 21

    ajarkan. Pengetahuan pedagogi guru meliputi semua pengetahuan

    kognitif yang diperlukan untuk menciptakan lingkungan belajar

    dan mengajar yang efektif (OECD, 2107:4). Selain itu,

    Suminawati (2018: 3) berpendapat bahwa Pedagogical

    Knowledge (PK) berkaitan dengan cara dan proses mengajar

    yang meliputi pengetahuan tentang manajemen kelas, tugas,

    perencanaan pembelajaran dan pembelajaran siswa. Oleh karena

    itu, Pedagogical Knowledge (PK) sangat identik dengan

    kompetensi pedagogik guru. Pedagogical Knowledge (PK)

    merupakan kompentesi yang harus dimiliki oleh seorang guru

    yang harus terus dikembangkan agar tujuan pembelajaran dapat

    tercapai sesuai dengan yang diharapkan.

    Menurut PP No. 74 Tahun 2008 kompetensi pedagogik

    guru, yaitu merupakan kemampuan pengelolaan pembelajaran

    peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi: 1). pemahaman

    wawasan atau landasan kependidikan; 2). pemahaman terhadap

    peserta didik; 3). pengembangan kurikulum atau silabus; 4).

    perancangan pembelajaran; 5). pelaksanaan pembelajaran yang

    mendidik dan dialogis; 6). pemanfaat teknologi pembelajaran; 7).

  • 22

    evaluasi hasil belajar; 8). serta pengembangan peserta didik untuk

    mengaktualisasi berbagai potensi yang dimilikinya.

    2.2 Kompetensi Guru SMP

    2.2.1 Hakikat Kompetensi Guru SMP

    Kompetensi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

    yaitu kewenangan (kekuasaan) untuk memutuskan atau

    menentukan sesuatu. Menurut Sagala (2011:23), kompetensi

    merupakan peleburan dari pengetahuan (daya pikir), sikap (daya

    kalbu), dan keterampilan (daya pisisk) yang yang di wujudkan

    dalam bentuk perbuatan. Sedangkan, menurut UU No.14 Tahun

    2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 1, ayat 10, disebutkan

    “Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan

    perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru

    atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan”. Dari

    beberapa pendapat tersebut, kompetensi merupakan perpaduan

    dari aspek pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang dimiliki

    oleh guru untuk dapat melaksanakan tugas-tugas profesionalnya.

    Kompetensi tersebut merupakan konsep kompetensi guru secara

  • 23

    umum, sehingga guru pada jenjang SMP juga harus memiliki

    kompetensi tersebut.

    Seorang guru harus mampu dan bertanggung jawab dalam

    menjalankan tugasnya untuk mencerdaskan dan memajukan

    generasi penerus bangsa. Oleh karena itu, sesuai dengan UU No.

    14 Tahun 2005 Pasal 8 menyatakan bahwa seorang guru wajib

    memilki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik,

    sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk

    mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kompetensi yang

    dimaksudkan dalam pasal 8 tersebut tertuang pada Pasal 10 ayat

    (1) yang meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi

    kepribadaian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional.

    2.2.2 Kompetensi Yang Harus Dimiliki Guru

    Pemerintah telah mengatur standar kompetensi yang harus

    di miliki oleh seorang guru, peraturan tersebut tertuang dalam PP

    R.I, nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,

    BAB VI, pasal 28 ayat 3, bahwa ada empat kompetensi: 1)

    Kompetensi kepribadian; 2) Kompetensi profesional; 3)

    Kompetensi sosial; dan 4) Kompetensi pedagogik

  • 24

    Mulyasa (2008:75) menjabarkan kompetensi yang harus

    dimiliki guru sebagai berikut:

    1. Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28

    ayat (3) butir a dikemukakan bahwa kompetensi

    pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran

    peserta didik meliputi pemahaman terhadap peserta didik,

    perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil

    belajar, dan pengembangan peserta didik untuk

    mengaktualisasikan berbagai kompetensi yang

    dimilikinya.

    2. Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28

    ayat (3) butir b kompetensi kepribadian adalah

    kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif

    dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan

    berakhlak mulia.

    3. Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28

    ayat (3) butir c kompetensi profesional adalah

    kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas

    dan mendalam yang memungkinkannya membimbing

  • 25

    peserta didik memennuhi standar kompetensi yang

    ditetapkan.

    4. Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28

    ayat (3) butir d Kemampuan sosial adalah kemampuan

    pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk

    berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta

    didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang

    tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.

    Standar kompetensi seorang guru telah diatur dalam Peraturan

    Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesi Nomor 16

    Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan

    Kompetensi Guru. Adapun standar kompetensi inti yang harus

    dimiliki seorang guru matematika pada jenjang SMP, yaitu

    sebagai berikut:

    Tabel 2.3

    Standar Kompetensi Guru Matematika SMP

    No Kompetensi Inti Guru

    Kompetensi Pedagogik

    1. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual.

    2. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran

    yang mendidik.

    3. Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata

    pelajaran/bidang pengembangan yang diampu.

    4. Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik.

  • 26

    5. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk

    kepentingan pembelajaran.

    6. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk

    mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.

    7. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan

    peserta didik.

    8. Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil

    belajar

    9. Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk

    kepentingan pembelajaran.

    10. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas

    pembelajaran.

    Kompetensi Kepribadian

    11. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan

    kebudayaan nasional Indonesia.

    12. Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak

    mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat.

    13. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil,

    dewasa, arif, dan berwibawa.

    14. Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa

    bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri.

    15. Menjunjung tinggi kode etik profesi guru.

    Kompetensi Sosial

    16. Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif

    karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik,

    latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi.

    17. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan

    sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan

    masyarakat.

    18. Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik

    Indonesia yang memiliki keragaman sosial budaya.

    19. Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi

    lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain.

    Kompetensi Profesional

    20. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan

    yang mendukung mata pelajaran yang diampu.

    21. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata

    pelajaran/bidang pengembangan yang diampu.

    22. Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara

    kreatif.

  • 27

    23. Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan

    dengan melakukan tindakan reflektif

    24. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk

    berkomunikasi dan mengembangkan diri.

    Berdasarkan tabel standar kompetensi guru matematika

    SMP kompetensi yang akan ditingkatkan dalam penelitian ini

    yaitu sebagai berikut:

    Tabel 2.4

    Kompetensi Inti Guru SMP Yang Akan Ditingkatkan

    No Kompetensi Inti Guru

    Kompetensi Pedagogik

    2. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang

    mendidik.

    4. Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik.

    Kompetensi Profesional

    20. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang

    mendukung mata pelajaran yang diampu.

    22. Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif.

    2.3 Pelatihan

    2.3.1 Hakikat Pelatihan

    Mawardi (2013:3) berpendapat bahwa Pelatihan

    merupakan modifikasi perilaku sistematis melalui pembelajaran,

    yang terjadi sebagai hasil dari pendidikan, pengembangan

    pembelajaran, dan pengalaman yang direncanakan. Noe

    (2010:351) pelatihan merupakan upaya yang direncanakan oleh

    suatu lembaga pendidikan untuk mempermudah pembelajaran

  • 28

    tentang kompetensi-kompetensi yang berkaitan dengan pekerjaan,

    yang meliputi pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku.

    Sedangkan, Mawardi (2013: 3) berpendapat bahwa pelatihan

    merupakan salah satu fungsi manajemen yang perlu dilaksanakan

    secara terus menerus dalam rangka pembinaan ketenagaan suatu

    organisasi. Program pelatihan tidak hanya penting bagi individu,

    tetapi juga lembaga atau organisasi dan hubungan manusiawi

    dalam kelompok kerja. Pelatihan merupakan upaya investasi

    sumber daya manusia dalam sebuah lembaga.

    Menurut Noe (2010:351), pelatihan guru adalah upaya

    yang direncanakan untuk meningkatkan penguasaan kompetensi

    guru yaitu penguasaan pengetahuan, keterampilan dan sikap

    dalam melaksanakan tugas profesionalnya. Mawardi (2013: 4)

    mengemukakan pelatihan bagi guru bertujuan agar guru: (1)

    mampu memperbaiki kinerjanya. Guru yang memiliki kinerja

    kurang atau tidak memuaskan dapat disebabkan kurangnya

    pengetahuan, keterampilan dan sikap terhadap bidang

    pekerjaannya; (2) dapat memuthakhirkan keahliannya sejalan

    dengan kemajuan teknologi dan dapat menerapkannya dalam

  • 29

    dalam pekerjaan sehari-hari; (3) membekali guru baru agar

    kompeten dalam pekerjaan, karena seringkali guru baru tidak

    menguasai keahlian dan kemampuan yang dibutuhkan dalam

    menjalankan tugas-tugasnya; (4) membantu memecahkan

    masalah yang dihadapi guru dalam menjalankan tugasnya,

    sehingga program pelatihan hendaknya dilandasi pada kebutuhan

    guru; (5) mengembangkan karier guru.

    2.3.2 Langkah-langkah Pelatihan

    Pelatihan sebagai sebuah konsep bertujuan meningkatkan

    pengetahuan dan keterampilan seseorang (sasaran didik).

    Perkembangan pelatihan (capacity building, empowering,

    training dll) saat ini tidak hanya terjadi pada dunia usaha, akan

    tetapi pada lembaga-lembaga profesional tertentu model pelatihan

    berkembang pesat sesuai dengan kebutuhan belajar, proses

    belajar (proses edukatif), assessment, sasaran, dan tantangan

    lainnya dalam dunia global (Kamil, 2010: 1). Salah satu pelatihan

    yang dikemukakan Goad dalam Nedler (1982:11) memiliki lima

    (5) langkah pokok, yaitu: 1) analisis kebutuhan pelatihan (analyze

    to determine training requirement); 2) desain pendekatan

  • 30

    pelatihan (design the training approach); 3) pengembangan

    materi pelatihan (develop the training materials); 4) pelaksanaan

    pelatihan (conduct the training); 5) evaluasi dan perbaikan

    pelatihan (evaluate and update the training).

  • 31

    2.4 Modul Pelatihan

    2.4.1 Hakikat Modul Pelatihan

    Aditia (2013:6) mengemukakan bahwa modul merupakan

    alat atau sarana pembelajaran yang berisi materi, metode,

    batasan-batasan materi pembelajaran, petunjuk kegiatan belajar,

    latihan dam cara mengevaluasi yang dirancang secara sistematis

    dan menarik, untuk mencapai kompetensi yang di harapkan dan

    dapat digunakan secara mandiri. Departemen Pendidikan

    Nasional dalam bukunya “Teknik Belajar dengan Modul,

    (2002:5), mendefinisikan modul sebagai suatu kesatuan bahan

    belajar yang disajikan dalam bentuk “self- instruction”, artinya

    bahan belajar yang disusun di dalam modul dapat dipelajari siswa

    secara mandiri dengan bantuan yang terbatas dari guru atau orang

    lain. Sedangkan menurut, Hernawan (2017:2) modul pelatihan

    merupakan satu unit program pembelajaran yang terrencana,

    didesain guna membantu peserta mencapai tujuan pelatihan.

    Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, maka modul pelatihan

    merupakan perangkat pembelajaran untuk yang telah disusun

    secara terrencana serta didesain secara efisien dan efektif

  • 32

    sehingga, dapat dipelajari secara mandiri guna mencapai tujuan

    pelatihan yang telah ditetapkan.

    Rahdianyanta (2017:1-2) mengemukakan tujuan dari

    penulisan modul, adapun tujuan tersebut yaitu sebagai berikut:

    1. Memperjelas dan mempermudah penyajian pesan agar tidak

    terlalu bersifat verbal;

    2. Mengatasi keterbatasan waktu, ruang, dan daya indera, baik

    siswa atau peserta diklat maupun guru/instruktur;

    3. Dapat digunakan secara tepat dan bervariasi;

    4. Meningkatkan motivasi dan gairah belajar bagi siswa atau

    peserta diklat;

    5. Mengembangkan kemampuan peserta didik dalam

    berinteraksi langsung dengan lingkungan dan sumber belajar

    lainnya;

    6. Memungkinkan siswa atau peserta diklat belajar mandiri

    sesuai kemampuan dan minatnya;

    7. Memungkinkan siswa atau peserta diklat dapat mengukur

    atau mengevaluasi sendiri hasil belajarnya;

  • 33

    2.4.2 Komponen Modul Pelatihan

    Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2002:21-26)

    satu modul dibuat untuk mengajarkan suatu materi yang spesifik

    supaya peserta belajar mencapai kompetetensi tertentu. Struktur

    penulisan suatu modul sering dibagi menjadi tiga bagian, yaitu

    bagian pembukaan, bagian inti dan bagian penutup. Bagian

    pembukaan berisi judul, daftar isi, peta informasi, daftar tujuan

    kompetensi dan tes awal. Bagian inti berisi pendahuluan atau

    tinjauan umum materi, hubungan dengan materi, uraian materi,

    penugasan dan rangkuman. Sedangkan, bagian penutup berisi

    yaitu glossary, tes akhir dan indeks.

    Menurut Daryanto (2013: 25) yang menjadi komponen

    modul yaitu:

    1. Bagian awal, yang terdiri dari halaman sampul, kata

    pengantar, daftar isi, peta kedudukan modul, dan

    glosarium.

    2. Pendahuluan, yang terdiri dari standar kompetensi,

    deskripsi tentang nama dan ruang lingkup isi modul,

    waktu yang dipersyaratkan untuk mempelajari modul

  • 34

    tersebut, prasyarat atau kemampuan awal yang

    dipersyaratkan untuk mempelajari modul, petunjuk

    penggunaan modul, tujuan akhir yang hendak dicapai, dan

    cek penugasan standar kompetensi.

    3. Pembelajaran, terdiri dari komponen tujuan yang harus

    dikuasai untuk satu kesatuan kegiatan belajar, uraian

    materi yang berisi uraian pengetahuan tentang kompetensi

    yang sedang dipelajari, rangkuman tentang kegiatan

    pengetahuan yang terdapat pada uraian materi, tugas yang

    berisi instruksi untuk penguatan pemahaman terhadap

    konsep yang dipelajari, tes untuk mengetahui sejauh mana

    penguasaan hasil belajar yang telah dicapai dan sebagai

    dasar untuk melaksanakan kegiatan berikutnya, serta

    lembar kerja.

    4. Evaluasi

    5. Kunci jawaban

    6. Daftar pustaka

    Berdasarkan hakikat modul, tujuan penulisan modul dan

    komponen modul maka modul PCK ini akan disusun secara

  • 35

    terrencana serta didesain secara efisien dan efektif sehingga,

    diharapkan dapat dipelajari secara mandiri dan mudah dipahami

    untuk mencapai tujuan pelatihan yang telah ditetapkan. Adapun

    komponen modul pelatihan PCK yang akan di susun oleh peneliti

    terdiri dari lima bagian yaitu: (1) bagian awal yang terdiri dari

    halaman judul, kata pengantar, daftar isi dan glosarium; (2)

    bagian pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan, peta

    kompetensi, ruang lingkup, dan petunjuk penggunaan modul; (3)

    bagian pembelajaran berisi kegiatan pembelajaran yang terdiri

    dari pengantar, kompetensi dasar, indikator pencapaian, tujuan

    pembelajaran, uraian materi, aktivitas pembelajaran, latihan atau

    tugas, rangkuman, tes formatif, umpan balik dan tindak lanjut dan

    kunci jawaban; (4) bagian evaluasi yang terdiri dari tes dan kunci

    jawaban; (5) bagian akhir yang terdiri dari penutup, daftar

    pustaka.

    2.5 Penelitian Dan Pengembangan R&D

    Sugiyono (2010:407) mengemukakan bahwa

    pengembangan atau Research and Development (R&D) adalah

    metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk

  • 36

    tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut. Penelitian

    pengembangan memiliki beberapa model yang digunakan untuk

    melakukan penelitian pengembangan. Adapun beberapa model

    tersebut, yaitu sebagai berikut:

    1. Model Four-D

    Model Four-D dikemukakan oleh Thiagarajan,

    Semmel, dan Semmel pada tahun 1974. Awalnya

    Thiagarajan, Semmel, dan Semmel (1974) memodifikasi

    model ini menjadi empat tahap, yaitu: analysis, design,

    evaluation, dan dissemination. Setelah mengalami proses

    pengembangan dalam pelatihan, model ini disebut model

    Four-D yang meliputi empat tahap: define, design, develop,

    dan disseminate (Rochmat, 2011:2).

    1) Tahap definisi (define)

    Pada tahapan ini meliputi lima fase yaitu: (1) analisis

    awal-akhir (front- end analysis); (2) analisis

    pembelajar (learner analysis); (3) analisis tugas (task

    analysis); (4) analisis konsep (concept analysis); dan

  • 37

    (5) tujuan-tujuan instruksional khusus (specifying

    instructional objectives).

    2) Tahap desain (design)

    Pada tahapan ini meliputi empat fase yaitu: (1)

    mengkonstruksi tes beracuan-kriteria; (2) pemilihan

    media (media selection); (3) pemilihan format (format

    selection); dan (4) desain awal (initial design).

    3) Tahap pengembangan (develop)

    Pada tahapan ini meliputi dua fase yaitu: (1) penilaian

    ahli (expert appraisal); dan (2) pengujian

    pengembangan (developmental testing).

    4) Tahap penyebaran (dissemination)

    Pada tahapan ini meliputi tiga fase yaitu: (1) pengujian

    validitas (validating testing); (2) pengemasan

    (packaging); dan (3) difusi dan adopsi (diffusion and

    adoption).

    2. Model Borg & Gall

  • 38

    Borg & Gall (1983:775) mengembangkan 10 tahapan

    dalam penelitian pengembangan atau R&D. Adapun tahapan-

    tahapan tersebut, yaitu:

    1) Research And Information Collecting,

    Pada tahapan peneliti melakukan studi literatur

    yang berkaitan dengan permasalahan yang dikaji,

    pengukuran kebutuhan, penelitian dalam skala kecil,

    dan persiapan untuk merumuskan kerangka kerja

    penelitian;

    2) Planning,

    Peneliti menyusun rencana penelitian yang

    meliputi merumuskan kecakapan dan keahlian yang

    berkaitan dengan permasalahan, menentukan tujuan

    yang akan dicapai pada setiap tahapan, desain atau

    langkah-langkah penelitian dan jika

    mungkin/diperlukan melaksanakan studi kelayakan

    secara terbatas;

    3) Develop Preliminary Form Of Product,

  • 39

    Pada tahapan ini peneliti mengembangkan bentuk

    permulaan dari produk yang akan dihasilkan.

    Termasuk dalam langkah ini adalah persiapan

    komponen pendukung, menyiapkan pedoman dan

    buku petunjuk, dan melakukan evaluasi terhadap

    kelayakan alat-alat pendukung. Contoh

    pengembangan bahan pembelajaran, proses

    pembelajaran dan instrumen evaluasi;

    4) Preliminary Field Testing

    Peneliti melakukan uji coba lapangan awal dalam

    skala terbatas, dengan melibatkan 1 sampai dengan 3

    sekolah, dengan jumlah 6-12 subyek. Pada langkah ini

    pengumpulan dan analisis data dapat dilakukan

    dengan cara wawancara, observasi atau angket;

    5) Main Product Revision,

    Tahapan ini yang dilakukan yaitu melakukan

    perbaikanterhadap produk awal yang dihasilkan

    berdasarkan hasil ujicoba awal. Perbaikan ini sangat

    mungkin dilakukan lebih dari satu kali, sesuai dengan

  • 40

    hasil yang ditunjukkan dalam ujicoba terbatas,

    sehingga diperoleh draft produk (model) utama yang

    siap diuji coba lebih luas.

    6) Main Field Testing,

    Tahap ini biasanya disebut ujicoba utama yang

    melibatkan khalayak lebih luas, yaitu 5 sampai 15

    sekolah, dengan jumlah subyek 30 sampai dengan 100

    orang. Pengumpulan data dilakukan secara kuantitatif,

    terutama dilakukan terhadap kinerja sebelum dan

    sesudah penerapan ujicoba. Hasil yang diperoleh dari

    ujicoba ini dalam bentuk evaluasi terhadap pencapaian

    hasil ujicoba (desain model) yang dibandingkan

    dengan kelompok kontrol. Dengan demikian pada

    umumnya langkah ini menggunakan rancangan

    penelitian eksperimen;

    7) Operational Product Revision,

    Pada tahap ini melakukan perbaikan atau

    penyempurnaan terhadap hasil ujicoba lebih luas,

    sehingga produk yang dikembangkan sudah

  • 41

    merupakan desain model operasional yang siap

    divalidasi;

    8) Operational Field Testing

    Pada tahapan ini merupakan langkah uji validasi

    terhadap model operasional yang telah dihasilkan.

    Dilaksanakan pada 10 sampai dengan 30 sekolah

    melibatkan 40 samapi dengan 200 subyek. Pengujian

    dilakukan melalui angket, wawancara, dan observasi

    dan analisis hasilnya. Tujuan langkah ini adalah untuk

    menentukan apakah suatu model yang dikembangkan

    benar-benar siap dipakai di sekolah tanpa harus

    dilakukan pengarahan atau pendampingan oleh

    peneliti/pengembang model;

    9) Final Product Revision

    Peneliti melakukan perbaikan akhir terhadap

    model yang dikembangkan guna menghasilkan produk

    akhir (final);

    10) Dissemination And Implementation

  • 42

    Tahapan terakhir dari model ini yaitu

    menyebarluaskan produk/model yang dikembangkan

    kepada khalayak/masyarakat luas, terutama dalam

    kancah pendidikan. Langkah pokok dalam fase ini

    adalah mengkomunikasikan dan mensosialisasikan

    temuan/model, baik dalam bentuk seminar hasil

    penelitian, publikasi pada jurnal, maupun pemaparan

    kepada skakeholders yang terkait dengan temuan

    penelitian.

    3. Model Sugiyono

    Langkah-langkah penelitian dan pengembangan menurut

    Sugiyono (2010:408-427) yaitu sebagai berikut.

    1) Potensi Dan Masalah

    Penelitian selalu bermula dari adanya potensi atau

    masalah. Potensi merupakan segala sesuatu yang jika

    didayagunakan akan mempunyai nilai tambah.

    Masalah juga dapat diubah menjadi sebagai potensi,

    apabila peneliti bisa mendayagunakan masalah

    tersebut. Masalah akan terjadi bila ada penyimpangan,

  • 43

    antara yang diharapkan dengan yang keadaan terjadi.

    Masalah ini bisa diatasi melalui R & D yaitu dengan

    cara menelitinya, sehingga bisa ditemukan suatu

    model, sistem atau pola penanganan terpadu yang

    efektif yang bisa dipakai untuk mengatasi masalah

    tersebut. Potensi dan masalah yang dikemukakan

    dalam suatu penelitian haruslah ditunjukkan dengan

    data yang empirik.

    2) Pengumpulan Data

    Mengumpulkan berbagai informasi dan studi

    literatur yang bisa dipakai sebagai bahan guna

    merencanakan membuat produk tertentu yang

    diharapkan bisa mengatasi masalah tersebut. Studi ini

    ditujukan guna menemukan konsep - konsep maupun

    landasan teoretis yang bisa memperkuat suatu produk,

    khususnya yang berhubungan dengan produk

    pendidikan, misal produk yang berbentuk program,

    model, sistem, software, pendekatan, dan sebagainya.

    Di lain pihak melalui studi literatur ini akan mengkaji

  • 44

    ruang lingkup suatu produk, keluasan penggunaan,

    kondisi - kondisi pendukung supaya produk bisa

    dipakai atau diimplementasikan secara optimal, serta

    keterbatasan dan keunggulan nya. Studi literatur juga

    dibutuhkan guna mengetahui langkah-langkah yang

    paling tepat dalam mengembangkan produk tersebut.

    3) Desain Produk

    Produk yang dihasilkan dari suatu penelitian R &

    D ini ada banyak sekali jenisnynya. Untuk

    menghasilkan sistem kerja baru, maka haruslah dibuat

    rancangan kerja baru berdasarkan penilaian terhadap

    system kerja lama, sehingga bisa ditemukan

    kelemahan-kelemahan terhadap sistem tersebut.

    Disamping itu, perlu dilakukan penelitian terhadap

    unit lain yang dipandang sistem kerjanya baik. Selain

    itu, harus dilakukan pengkajian terhadap referensi

    mutakhir yang berkaitan dengan sistem kerja yang

    modern beserta indikator sistem kerja yang bagus.

    Hasil akhir dari kegiatan ini biasanya berupa desain

  • 45

    produk baru yang telah lengkap dengan

    spesifikasinya. Desain ini masih bersifat hipotetik,

    karena efektivitasnya masih belum terbukti, dan baru

    bisa diketahui setelah melewati pengujian-pengujian.

    Desain produk haruslah diwujudkan kedalam bentuk

    gambar atau bagan, sehingga bisa dipakai sebagai

    pegangan guna menilai dan membuatnya, serta akan

    memudahkan pihak lain untuk lebih memahaminya.

    4) Validasi Desain

    Validasi desain adalah suatu proses kegiatan yang

    bertujuan untuk menilai apakah rancangan produk,

    dalam hal ini sistem kerja baru secara rasional akan

    lebih efektif dari yang lama atau tidak. Dikatakan

    secara rasional, karena validasi pada tahap ini masih

    bersifat penilaian berdasarkan pemikiran rasional,

    belum berdasarkan pada fakta lapangan. Validasi

    produk bisa dijalankan dengan cara menghadirkan

    beberapa tenaga ahli atau pakar yang sudah

    berpengalaman memberikan penilaian terhadap

  • 46

    produk baru yang dirancang tersebut. Setiap pakar

    diminta untuk memberikan nilai desain baru tersebut,

    sehingga langkah selanjutnya bisa diketahui kekuatan

    dan kelemahannya. Validasi desain bisa dijalankan

    pada sebuah forum diskusi. Sebelum berdiskusi,

    peneliti mempresentasikan proses penelitian sampai

    ditemukan desain tersebut, beserta dengan

    keunggulannya.

    5) Revisi Desain

    Sesudah desain produk jadi, divalidasi melalui

    diskusi bersama para pakar dan para ahli lainnya.

    Maka akan bisa diketahui kelemahan-kelemahannya.

    Kelemahan tersebut kemudian dicoba untuk dikurangi

    dengan jalan memperbaiki desain tersebut. Yang

    bertugas memperbaiki desain adalah peneliti yang

    akan menghasilkan produk tersebut.

    6) Ujicoba Produk

    Desain produk yang sudah dibuat tidak dapat

    langsung diujicobakan terlebih dahulu. Akan tetapi

  • 47

    haruslah dibuat terlebih dahulu, hingga menghasilkan

    produk, dan produk itulah yang diujicobakan.

    7) Revisi Produk

    Pengujian produk terhadap sampel yang terbatas

    tersebut dapat menunjukkan bahwa kinerja sistem

    kerja baru ternyata yang lebih baik bila dibandingkan

    dengan sistem yang lama. Perbedaan yang sangat

    signifikan, sehingga sistem kerja baru tersebut bisa

    diterapkan atau diberlakukan.

    8) Ujicoba Pemakaian

    Setelah pengujian terhadap produk yang

    dihasilkan sukses, dan mungkin ada revisi yang tidak

    begitu penting, maka langkah berikutnya yaitu produk

    yang berupa sistem kerja baru tersebut diberlakukan

    atau diterapkan pada kondisi nyata untuk ruang

    lingkup yang luas. Dalam pengoperasian sistem kerja

    baru tersebut, tetap harus dinilai hambatan atau

    kekurangan yang muncul guna dilakukan perbaikan

    yang lebih lanjut.

  • 48

    9) Revisi Produk

    Revisi produk ini dilaksanakan, bila dalam

    perbaikan pada yang kondisi nyata terdapat kelebihan

    dan kekurangan. Dalam uji pemakaian produk,

    sebaiknya pembuat produk selaku peneliti selalu

    mengevaluasi bagaimana kinerja dari produknya

    dalam hal ini yaitu sistem kerja.

    10) Produksi Massal

    Pada tahap pembuatan produk masal ini

    dilaksanakan bila produk yang telah diujicobakan

    dinyatakan efektif serta layak untuk diproduksi secara

    masal.

    2.6 Penelitian Yang Relevan

    Penelitian mengenai Pedagogical Contet Knowledge

    (PCK) telah di lakukan sebelumnya oleh beberapa peneliti.

    Adapun penelitian mengenai PCK yang telah dilakukan adalah

    sebagai berikut:

    Penelitian Giarti (2016) dengan judul Pengembangan

    Modul Pelatihan Penulisan Karya Ilmiah Berbasis Andragogi

  • 49

    Berbantuan CSM MOODLE, menyimpulkan bahwa

    pengembangan modul pelatihan dapat meningkatkan kompetensi

    guru, hal ini terlihat pada meningkatnya nilai peserta sebelum

    pelatihan (pre-test) dibandingkan dengan setelah pelatihan (post-

    test) dengan nilai kompetensi hasil pelatihan peseta mencapai 65

    (pre-test) dan 81 (post-test). Selain itu, pelatihan yang efektif

    adalah pelatihan yang dapat mengembangkan modul pelatihan

    dengan baik.

    Penelitian lain yang dilakukan oleh Budiyono dkk (2014:

    7) tentang Pengembangan Bahan Pelatihan Desain Sistem

    Pembelajaran Bagi Guru Bahasa Indonesia SMA menunjukkan

    hasil bahwa Bahan Pelatihan DSPGBI-SMA dapat memandu

    guru secara efektif dalam pembuatan produk DSP yang dapat

    diterapkan di kelas. Hal itu terlihat dari adanya perningkatan

    kualitas portofolio DSP yang dihasilkan guru setelah

    menggunakan modul. Sehingga, melalui modul pelatihan yang

    diberikan kepada guru dapat meningkatkan kompetensi

    pedagogik dan pada akhirnya juga akan meningkatkan

    kompetensi profesional.

  • 50

    Penelitian Sumarah (2017) dengan judul Pengembangan

    Modul Pelatihan Model Pembelajaran Van Hiele Dalam Konteks

    Pendidikan Karakter Guru SD menunjukkan hasil bahwa kualitas

    modul yang dihasilkan mendapatkan nilai rata-rata dari para

    validator sebesar 3.34 (dari total nilai 4) yang berarti baik,

    sehingga layak untukdipublikasikan. Hasil ujicoba modul kepada

    9 guru SD juga menegaskan jika modul tersebut membantu

    mereka memahami model pembelajaran van Hiele. Maka, dapat

    disimpulkan bahwa modul pelatihan sangat membantu guru

    didalam memahami materi tertentu.

    Penelitian Resbiantoro (2015) dengan judul

    Pengembangan Modul Pedagogical Content Knowledge Fisika

    Pada Materi Hukum Gravitasi Newton Untuk SMA Kelas XI,

    menyimpulkan bahwa modul pedagogical content knowledge

    (PCK) pada materi hukum gravitasi Newton yang dikembangkan

    layak digunakan oleh guru dan calon guru untuk menunjang

    proses pembelajaran ditinjau dari komponen isi, bahasa,

    penyajian, dan kegrafikan. Modul ini memberikan alternatif

    referensi untuk guru dan calon guru dalam melaksanakan

  • 51

    pembelajaran. Modul ini juga bisa menjadi acuan untuk

    pengembangan modul pada pokok bahasan lain.

    Penelitian Susilowati (2015) dengan judul Analisis PCK

    Guru IPA SMP Kelas VIII Dalam Implementasi Kurikulum 2013,

    menyimpulkan bahwa dalam merencanakan pembelajaran, guru

    IPA menggunakan RPP yang sudah disusun dari MGMP dan

    disesuaikan lagi dengan waktu tiap sekolah. Guru sudah

    mengembangkan kreatifitasnya dalam proses pembelajaran.

    Aspek kreatifitas yang muncul antara lain visualisasi dan relating.

    Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan pendekatan sainstifik,

    dan sudah menuntun siswa untuk mencari tahu, tetapi tahap

    identifikasi masalah belum di munculkan. Keterpaduan IPA

    sudah dimunculkan tetapi masih terkendala dengan faktor

    pemguasaan ilmu sesuai dengan latar belakang keilmuan guru.

    Penelitian Margiyono (2011) dengan judul Deskripsi PCK

    Guru Pada Bahasan Tentang Bilangan Rasional, menyimpulkan

    bahwa keunikan materi bilangan rasional merupakan tantangan

    bagi guru dan guru wajib memiliki kompetensi pedagogik dan

    profesioanl untuk menghadirkan pembelajaran yang dapat

  • 52

    mencapai tujuan yang di harapkan. Hasil penelitian menunjukkan

    bahwa dari sisi pedagogical content guru menguasai kurikulum,

    guru menyadari bahwa materi ini sulit diterima siswa, namun

    demikian masih kesulitan merencanakan dan melaksanakan

    pembelajarannya. Content knowledge guru tidak terbedakan

    berdasarkan kualifikasi akademik tetapi penguasaan guru tentang

    bilangan rasional tidak sejalan dengan hasil belajar siswa.

    Kompetensi pedagogik yang masih belum optimal adalah

    penguasaan tentang mengajar dan pemahaman tentang kebutuhan

    siswa. Guru masih belum menggunakan metode-metode

    pembelajaran yang dapat lebih memotivasi siswa belajar bilangan

    rasional dan penguasaan materi prasayarat yang lemah oleh siswa

    belum menjadi perhatian guru. Diharapkan hasil penelitian ini

    dapat membantu guru matematika mengevaluasi pembelajaran

    sebagai bagian dari upaya meningkatkan prestasi belajar siswa.

    Berdasarkan, penelitian yang di lakukan sebelumnya

    mengenai PCK, penelitian ini berbeda dengan penelitian yang di

    lakukan oleh Susilowati dan Margiyono mendeskripsikan PCK

    yang dimiliki guru dan calon guru. Berikutnya, Penelitian-

  • 53

    penelitian tersebut sangat berbeda dengan penelitian yang di

    lakukan oleh Resbiantoro yang mengembangakan Modul PCK

    pada matapelajaran Fisika. Sedangkan penelitian yang di lakukan

    oleh Giarti, Budiyono dan Sumarah mengenai penelitian

    pengembangan modul pelatihan. Penelitian tersebut hampir

    sejalan dengan penelitan ini, dimana peneliti akan

    mengembangkan modul pedagogical content knowledge dalam

    peningkatan kompetensi pedagogik guru matematika Sekolah

    Menengah Pertama. PCK merupakan pengetahuan yang harus

    dipahami oleh seorang guru, dimana guru harus mampu

    mempadukan pengetahuan konten dan pengetahuan pedagogik

    dalam pembelajaran untuk menciptakan pengetahuan baru.

    2.7 Kerangka Berpikir Penelitian

    Potensi yang dimiliki guru matematika SMP di Kota

    Salatiga yaitu memiliki kualifikasi akademik pendidikan

    minimum Sarjana (S1) program studi matematika, sehingga guru-

    guru tersebut sudah memiliki pengetahuan yang kuat terkait

    materi matematika. Tetapi, pada kenyataannya guru-guru tersebut

    masih memiliki praktik mengajar yang kurang. Tidak semua

  • 54

    materi matematika dapat diajarkan kepada siswa menggunakan

    metode yang sama karena, setiap materi memiliki karakteristik

    yang berbeda-beda. Pemahaman guru terkait Pedagogical

    Content Knowledge (PCK) juga masih kurang. Padahal

    Pedagogical Content Knowledge (PCK) merupakan pengetahuan

    dan elemen penting yang mutlak harus dikuasai oleh guru dalam

    rangka meningkatkan kualitas guru. Oleh karena itu, akan di

    kembangkan modul pelatihan PCK dalam meningkatkan

    kompetensi profesional dan kompetensi pedagogik guru. Model

    pengembangan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu model

    Sugiyono dengan mengambil sampai enam tahapan. Di mulai dari

    adanya masalah, pengumpulan data, desain produk, validasi

    desain, revisi desain dan uji coba produk terbatas. Berikut bagan

    kerangka penelitian ini.

  • 55

    Gambar 2.2. Bagan Kerangka Berpikir