BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2019. 9. 16. · 2.1.3 Hubungan Antara Konten dan Pedagogik . Pedagogical...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2019. 9. 16. · 2.1.3 Hubungan Antara Konten dan Pedagogik . Pedagogical...
-
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Bab ini membahas beberapa hal, yaitu: a) Pedagogical
Content Knowledge (PCK); b) Kompetensi guru SMP; c)
Pelatihan; d) Modul pelatihan; e) Penelitian dan pengembangan
R&D; f) penelitian yang relevan; dan g) kerangka berpikir.
2.1 Pedagogical Content Knowledge (PCK)
2.1.1 Hakikat Pedagogical Content Knowledge (PCK)
Pedagodical Content Knowledge (PCK) atau pengetahuan
konten pedagogik, pertama kali di kenalkan oleh Shulman pada
tahun 1986. Menurut Shulman (1986:7), pengetahuan konten dan
pengetahuan pedagogik harus dipadukan dalam pembelajaran
untuk menciptakan pengetahuan baru, yaitu Pedagodical Content
Knowledge (PCK). Gumilar (2016: 6) mengemukakan bahwa
PCK merupakan pengetahuan yang harus dipahami oleh seorang
guru karena, seorang guru harus familiar dengan konsep alternatif
dan kesulitan yang akan dihadapi siswa yang beragam latar
belakang serta dapat mengorganisasikan, menyusun, menjalankan
-
13
dan menilai materi subjek, yang seluruhnya itu terangkum dalam
PCK. Sedangkan, Widodo (2013: 3) berpendapat PCK
merupakan konsep berpikir yang memberikan pengertian bahwa
untuk mengajar tidak cukup hanya memahami konten materi
(knowing) tetapi juga cara mengajar (how to teach). Guru harus
mempunyai pengetahuan mengenai peserta didik, kurikulum,
strategi instruksional, assessment sehingga dapat melakukan
transformasi knowledge dengan efektif. Gumilar (2016: 6)
mengemukakan bahwa di dalam PCK, konten merupakan
pengetahuan yang semestinya dikuasai oleh pengajar mencakup
fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori. Sedangkan, pedagogi
berarti cara-cara yang dapat dilakukan untuk membantu siswa
belajar dan memecahkan problem.
Widodo (2013: 4) berpendapat mengenai salah satu faktor
yang memungkinkan untuk meningkatkan keefektifan guru yaitu
dengan memperkaya PCK mereka, dengan cara memadukan
antara content knowledge dan pedagogical knowledge yang
dibangun dari waktu ke waktu dan pengalaman, sehingga pada
akhirnya dapat menghasilkan guru yang profesional. Dalam
-
14
pandangan konstruktivis, mengajar bukanlah kegiatan
memindahkan pengetahuan semata, melainkan suatu kegiatan
yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya.
Atas dasar nilah, maka seorang guru harus memiliki pengetahuan
konten dan pedagogi (Pedagogic Content Knowledge).
2.1.2 Komponen Pedagogical Content Knowledge (PCK)
Menurut Anwar (2010:1) terdapat 7 komponen
Pedagogical Content Knowledge (PCK). Adapun komponen
tersebut, yaitu:
Komponen PCK Elemen PCK
Pengetahuan
tentang materi
Isi dari ilmu pengetahuan, praktek ilmiah, sifat
alami dari ilmu pengetahuan, proses ilmiah
Pengetahuan
tentang tujuan
Literatur dalam ilmu pengetahuan, penerapan
dalam kehidupan sehari-hari, pemahaman yang
terintegrasi
Pengetahuan
tentang siswa
Tingkat perbedaan, kebutuhan, minat,
pengetahuan dasar, kemampuan, kesulitan
belajar
Pengetahuan
tentang kurikulum
Standar kompetensi, kompetensi dasar, koneksi
antara pelajaran dengan unit, pengorganisasian
khusus dalam pelajaran,keputusan tentang apa
yang harus diajarkan, desain yang fleksibel
Pengetahuan
mengajar
Berbagai metode mengajar, cara membangkitkan
motivasi, kemampuan menyeleksi kegiatan yang
efektif
Pengetahuan
tentang
penilaian/evaluasi
Cara penilaian, kemampuan memimpin diskusi
siswa dan bertanya, pemberian umpan balik
Pengetahuan
tentang sumber
Bahan, multimedia, fasilitas lokal, teknologi
yang ada di laboratorium, majalah ilmu
-
15
daya pengetahuan
Tabel 2.1.
Komponen Pedagogical Content Knowledge (PCK)
Berdasarkan komponen PCK yang di kemukan oleh
Anwar (2010:1), dalam penelitian ini komponen-komponen
tesebut, dibagi kedalam kompetensi pedagogik dan kompetensi
profesional.
KOMPETENSI KOMPONEN PCK INDIKATOR
Kompetensi
Pedagogik
Pengetahuan tentang
kurikulum
Kurikulum
Rencana
Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP)
Pengetahuan mengajar Pemberian motivasi
Proses dan peran
pembelajaran
Pengetahuan tentang
penilaian atau evaluasi
Alat evaluasi
Pengetahuan tentang
sumberdaya
Sumber materi
Alat peraga
Pengetahuan tentang
peserta didik
Respon peserta
didik
Kesulitan belajar
Kompetensi
Profesional
Pengetahuan tentang
tujuan
Aplikasi dalam
kehidupan sehari-
hari
Pengetahuan tentang
materi
Penguasaan materi
Tabel 2.2.
Komponen Pedagogical Content Knowledge (PCK) Yang
Dibagi Kedalam Dua Kompetensi
-
16
Menurut Ball, dkk., (2008:5) PCK terdiri dari 3
komponen yaitu Knowledge Content of Students (KCS),
Knowledge Content of Teaching (KCT) dan Knowledge of
Curriculum (KC).
1. Knowledge Content of Students (KCS)
Ball menjelaskan bahwa KCS merupakan
gabungan dari pengetahuan tentang siswa dan
pengetahuan tentang matematika. Dengan kata lain, KCS
merupakan Pengetahuan guru tentang proses berpikir
siswa dalam konten matematika tertentu. Misalnya, guru
harus mengetahui bagian-bagian khusus dari konsep
matematika tertentu yang paling sering terjadi
miskonsepsi matematika pada siswanya. Selain itu, guru
harus memiliki kemampuan memprediksi dan
menganalisis proses berpikir siswa.
2. Knowledge Content of Teaching (KCT)
KCT merupakan gabungan dari pengetahuan
tentang mengajar dan matematika. Dengan kata lain
pengetahuan ini berbicara tentang bagaimana sebaiknya
-
17
satu konsep matematika dijelaskan melalui pendekatan
yang tepat. Tentu hal ini berkaitan dengan KCT agar
segala hambatan belajar siswa dapat diminimalisir.
KCT merespresentasikan pengetahuan tentang
konten dan pengajaran. Pengetahuan tentang macam-
macam strategi mengajar matematika baik dari tahap
persiapan, pembelajaran maupun penilaian. Pada tahap
persiapan (teaching plan) guru dituntut untuk memiliki
pengetahuan tentang beragam model pembelajaran yang
cocok dengan konten dan konteks matematika tertentu
termasuk memberi apresepsi yang tepat. Pada tahap
pengajaran (teaching act) guru dituntut untuk memiliki
pengetahuan bagaimana menerapkan model dan
pendekatan yang telah dipersiapkan sebelumnya dapat
terlaksana dengan baik. Pengetahuan seorang guru tentang
beragam strategi mengembangkan kemampuan berpikir
siswa bisa terlihat dari bagaimana proses pembelajaran
berlangsung. Selanjutnya pengetahuan yang wajib
dimiliki seorang guru adalah pengetahuan dalam bidang
-
18
assessment. Hal ini selain berkaitan dengan tugas seorang
guru memberikan penilaian terhadap siswa, guru juga
wajib memenuhi tuntutan profesi untuk memberikan
penilaian yang sesuai dengan kurikulum
3. Knowledge of Curriculum (KC)
KC merupakan pengetahuan guru tentang
kurikulum yang merupakan dasar penting bagi seorang
guru untuk memahami tugas dan perannya. KC ini
mencerminkan seberapa jauh guru mengenal perangkat
kurikulum yang menjadi pedoman dalam mengajar. KC
merepresentasikan bagaimana guru memahami
kurikulum, dalam hal ini kurikulum pendidikan
matematika. Pengetahuan guru tentang kurikulum ini
meliputi bagaimana memahami tujuan pendidikan
matematika dan memahami undang-undang guru.
2.1.3 Hubungan Antara Konten dan Pedagogik
Pedagogical Content Knowledge (PCK) merupakan irisan
antara pengetahuan materi dan pengetahuan pedagogik guru
(Gambar 2.1). Sehingga, dapat dikatakan bahwa Pedagogical
-
19
Content Knowledge (PCK) merupakan pengetahuan khusus yang
dimiliki oleh guru tentang bagaimana strategi mengajarkan
konten tertentu kepada siswa. Seorang guru harus menguasai
pengetahuan dalam melakukan pembelajaran secara seimbang,
antara pengentahuan materi pelajaran dan pengetahuan pedagogi.
Kedua pengetahuan tersebut dipadukan menjadi sebuah
pengetahuan baru yang di kenal dengan Pedagogical Content
Knowledge (PCK).
Gambar 2.1
Diagram Pedagogical Content Knowledge (PCK)
Sumber: Shulman‘s (1986)
Content Knowledge (CK) merupakan salah satu
pengetahuan yang ada di dalam Pedagogical Content Knowledge
(PCK). Pengetahuan merupakan salah satu komponen yang
-
20
penting dari profesionalisme guru. Pengembangan kompetensi
profesional tidak hanya sekedar melibatkan pengetahuan saja.
Tetapi, juga melibatkan keterampilan, sikap, dan motivasi juga
berkontribusi pada penguasaan materi belajar mengajar (OECD,
2017:3). Content knowledge merupakan kompetensi profesional
guru. Menurut PP No. 74 tahun 2008, kompetensi profesional
yaitu kemampuan guru dalam menguasai pengetahuan bidang
ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya yang diampunya
yang sekurang-kurangnya meliputi 1). Penguasaan materi
pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi
program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan kelompok mata
pelajaran yang akan diampu; 2). Konsep dan metode disiplin
keilmuan; 3). teknologi atau seni yang relevan yang secara
konseptual dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran
dan kelompok matapelajaran yang akan diampu.
Aminah (2014:56) berpendapat bahwa seorang guru harus
memiliki pengetahuan pedagogi, dimana pengetahuan pedagogi
merupakan jenis pengetahuan yang unik untuk guru dan
didasarkan pada cara guru dalam mengajarkan apa yang akan di
-
21
ajarkan. Pengetahuan pedagogi guru meliputi semua pengetahuan
kognitif yang diperlukan untuk menciptakan lingkungan belajar
dan mengajar yang efektif (OECD, 2107:4). Selain itu,
Suminawati (2018: 3) berpendapat bahwa Pedagogical
Knowledge (PK) berkaitan dengan cara dan proses mengajar
yang meliputi pengetahuan tentang manajemen kelas, tugas,
perencanaan pembelajaran dan pembelajaran siswa. Oleh karena
itu, Pedagogical Knowledge (PK) sangat identik dengan
kompetensi pedagogik guru. Pedagogical Knowledge (PK)
merupakan kompentesi yang harus dimiliki oleh seorang guru
yang harus terus dikembangkan agar tujuan pembelajaran dapat
tercapai sesuai dengan yang diharapkan.
Menurut PP No. 74 Tahun 2008 kompetensi pedagogik
guru, yaitu merupakan kemampuan pengelolaan pembelajaran
peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi: 1). pemahaman
wawasan atau landasan kependidikan; 2). pemahaman terhadap
peserta didik; 3). pengembangan kurikulum atau silabus; 4).
perancangan pembelajaran; 5). pelaksanaan pembelajaran yang
mendidik dan dialogis; 6). pemanfaat teknologi pembelajaran; 7).
-
22
evaluasi hasil belajar; 8). serta pengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasi berbagai potensi yang dimilikinya.
2.2 Kompetensi Guru SMP
2.2.1 Hakikat Kompetensi Guru SMP
Kompetensi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
yaitu kewenangan (kekuasaan) untuk memutuskan atau
menentukan sesuatu. Menurut Sagala (2011:23), kompetensi
merupakan peleburan dari pengetahuan (daya pikir), sikap (daya
kalbu), dan keterampilan (daya pisisk) yang yang di wujudkan
dalam bentuk perbuatan. Sedangkan, menurut UU No.14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 1, ayat 10, disebutkan
“Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan
perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru
atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan”. Dari
beberapa pendapat tersebut, kompetensi merupakan perpaduan
dari aspek pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang dimiliki
oleh guru untuk dapat melaksanakan tugas-tugas profesionalnya.
Kompetensi tersebut merupakan konsep kompetensi guru secara
-
23
umum, sehingga guru pada jenjang SMP juga harus memiliki
kompetensi tersebut.
Seorang guru harus mampu dan bertanggung jawab dalam
menjalankan tugasnya untuk mencerdaskan dan memajukan
generasi penerus bangsa. Oleh karena itu, sesuai dengan UU No.
14 Tahun 2005 Pasal 8 menyatakan bahwa seorang guru wajib
memilki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik,
sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kompetensi yang
dimaksudkan dalam pasal 8 tersebut tertuang pada Pasal 10 ayat
(1) yang meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadaian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional.
2.2.2 Kompetensi Yang Harus Dimiliki Guru
Pemerintah telah mengatur standar kompetensi yang harus
di miliki oleh seorang guru, peraturan tersebut tertuang dalam PP
R.I, nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,
BAB VI, pasal 28 ayat 3, bahwa ada empat kompetensi: 1)
Kompetensi kepribadian; 2) Kompetensi profesional; 3)
Kompetensi sosial; dan 4) Kompetensi pedagogik
-
24
Mulyasa (2008:75) menjabarkan kompetensi yang harus
dimiliki guru sebagai berikut:
1. Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28
ayat (3) butir a dikemukakan bahwa kompetensi
pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran
peserta didik meliputi pemahaman terhadap peserta didik,
perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil
belajar, dan pengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai kompetensi yang
dimilikinya.
2. Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28
ayat (3) butir b kompetensi kepribadian adalah
kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif
dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan
berakhlak mulia.
3. Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28
ayat (3) butir c kompetensi profesional adalah
kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas
dan mendalam yang memungkinkannya membimbing
-
25
peserta didik memennuhi standar kompetensi yang
ditetapkan.
4. Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28
ayat (3) butir d Kemampuan sosial adalah kemampuan
pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk
berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta
didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang
tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Standar kompetensi seorang guru telah diatur dalam Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesi Nomor 16
Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan
Kompetensi Guru. Adapun standar kompetensi inti yang harus
dimiliki seorang guru matematika pada jenjang SMP, yaitu
sebagai berikut:
Tabel 2.3
Standar Kompetensi Guru Matematika SMP
No Kompetensi Inti Guru
Kompetensi Pedagogik
1. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual.
2. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran
yang mendidik.
3. Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata
pelajaran/bidang pengembangan yang diampu.
4. Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik.
-
26
5. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk
kepentingan pembelajaran.
6. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.
7. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan
peserta didik.
8. Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil
belajar
9. Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk
kepentingan pembelajaran.
10. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas
pembelajaran.
Kompetensi Kepribadian
11. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan
kebudayaan nasional Indonesia.
12. Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak
mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat.
13. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil,
dewasa, arif, dan berwibawa.
14. Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa
bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri.
15. Menjunjung tinggi kode etik profesi guru.
Kompetensi Sosial
16. Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif
karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik,
latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi.
17. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan
sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan
masyarakat.
18. Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik
Indonesia yang memiliki keragaman sosial budaya.
19. Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi
lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain.
Kompetensi Profesional
20. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan
yang mendukung mata pelajaran yang diampu.
21. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata
pelajaran/bidang pengembangan yang diampu.
22. Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara
kreatif.
-
27
23. Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan
dengan melakukan tindakan reflektif
24. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk
berkomunikasi dan mengembangkan diri.
Berdasarkan tabel standar kompetensi guru matematika
SMP kompetensi yang akan ditingkatkan dalam penelitian ini
yaitu sebagai berikut:
Tabel 2.4
Kompetensi Inti Guru SMP Yang Akan Ditingkatkan
No Kompetensi Inti Guru
Kompetensi Pedagogik
2. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang
mendidik.
4. Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik.
Kompetensi Profesional
20. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang
mendukung mata pelajaran yang diampu.
22. Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif.
2.3 Pelatihan
2.3.1 Hakikat Pelatihan
Mawardi (2013:3) berpendapat bahwa Pelatihan
merupakan modifikasi perilaku sistematis melalui pembelajaran,
yang terjadi sebagai hasil dari pendidikan, pengembangan
pembelajaran, dan pengalaman yang direncanakan. Noe
(2010:351) pelatihan merupakan upaya yang direncanakan oleh
suatu lembaga pendidikan untuk mempermudah pembelajaran
-
28
tentang kompetensi-kompetensi yang berkaitan dengan pekerjaan,
yang meliputi pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku.
Sedangkan, Mawardi (2013: 3) berpendapat bahwa pelatihan
merupakan salah satu fungsi manajemen yang perlu dilaksanakan
secara terus menerus dalam rangka pembinaan ketenagaan suatu
organisasi. Program pelatihan tidak hanya penting bagi individu,
tetapi juga lembaga atau organisasi dan hubungan manusiawi
dalam kelompok kerja. Pelatihan merupakan upaya investasi
sumber daya manusia dalam sebuah lembaga.
Menurut Noe (2010:351), pelatihan guru adalah upaya
yang direncanakan untuk meningkatkan penguasaan kompetensi
guru yaitu penguasaan pengetahuan, keterampilan dan sikap
dalam melaksanakan tugas profesionalnya. Mawardi (2013: 4)
mengemukakan pelatihan bagi guru bertujuan agar guru: (1)
mampu memperbaiki kinerjanya. Guru yang memiliki kinerja
kurang atau tidak memuaskan dapat disebabkan kurangnya
pengetahuan, keterampilan dan sikap terhadap bidang
pekerjaannya; (2) dapat memuthakhirkan keahliannya sejalan
dengan kemajuan teknologi dan dapat menerapkannya dalam
-
29
dalam pekerjaan sehari-hari; (3) membekali guru baru agar
kompeten dalam pekerjaan, karena seringkali guru baru tidak
menguasai keahlian dan kemampuan yang dibutuhkan dalam
menjalankan tugas-tugasnya; (4) membantu memecahkan
masalah yang dihadapi guru dalam menjalankan tugasnya,
sehingga program pelatihan hendaknya dilandasi pada kebutuhan
guru; (5) mengembangkan karier guru.
2.3.2 Langkah-langkah Pelatihan
Pelatihan sebagai sebuah konsep bertujuan meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan seseorang (sasaran didik).
Perkembangan pelatihan (capacity building, empowering,
training dll) saat ini tidak hanya terjadi pada dunia usaha, akan
tetapi pada lembaga-lembaga profesional tertentu model pelatihan
berkembang pesat sesuai dengan kebutuhan belajar, proses
belajar (proses edukatif), assessment, sasaran, dan tantangan
lainnya dalam dunia global (Kamil, 2010: 1). Salah satu pelatihan
yang dikemukakan Goad dalam Nedler (1982:11) memiliki lima
(5) langkah pokok, yaitu: 1) analisis kebutuhan pelatihan (analyze
to determine training requirement); 2) desain pendekatan
-
30
pelatihan (design the training approach); 3) pengembangan
materi pelatihan (develop the training materials); 4) pelaksanaan
pelatihan (conduct the training); 5) evaluasi dan perbaikan
pelatihan (evaluate and update the training).
-
31
2.4 Modul Pelatihan
2.4.1 Hakikat Modul Pelatihan
Aditia (2013:6) mengemukakan bahwa modul merupakan
alat atau sarana pembelajaran yang berisi materi, metode,
batasan-batasan materi pembelajaran, petunjuk kegiatan belajar,
latihan dam cara mengevaluasi yang dirancang secara sistematis
dan menarik, untuk mencapai kompetensi yang di harapkan dan
dapat digunakan secara mandiri. Departemen Pendidikan
Nasional dalam bukunya “Teknik Belajar dengan Modul,
(2002:5), mendefinisikan modul sebagai suatu kesatuan bahan
belajar yang disajikan dalam bentuk “self- instruction”, artinya
bahan belajar yang disusun di dalam modul dapat dipelajari siswa
secara mandiri dengan bantuan yang terbatas dari guru atau orang
lain. Sedangkan menurut, Hernawan (2017:2) modul pelatihan
merupakan satu unit program pembelajaran yang terrencana,
didesain guna membantu peserta mencapai tujuan pelatihan.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, maka modul pelatihan
merupakan perangkat pembelajaran untuk yang telah disusun
secara terrencana serta didesain secara efisien dan efektif
-
32
sehingga, dapat dipelajari secara mandiri guna mencapai tujuan
pelatihan yang telah ditetapkan.
Rahdianyanta (2017:1-2) mengemukakan tujuan dari
penulisan modul, adapun tujuan tersebut yaitu sebagai berikut:
1. Memperjelas dan mempermudah penyajian pesan agar tidak
terlalu bersifat verbal;
2. Mengatasi keterbatasan waktu, ruang, dan daya indera, baik
siswa atau peserta diklat maupun guru/instruktur;
3. Dapat digunakan secara tepat dan bervariasi;
4. Meningkatkan motivasi dan gairah belajar bagi siswa atau
peserta diklat;
5. Mengembangkan kemampuan peserta didik dalam
berinteraksi langsung dengan lingkungan dan sumber belajar
lainnya;
6. Memungkinkan siswa atau peserta diklat belajar mandiri
sesuai kemampuan dan minatnya;
7. Memungkinkan siswa atau peserta diklat dapat mengukur
atau mengevaluasi sendiri hasil belajarnya;
-
33
2.4.2 Komponen Modul Pelatihan
Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2002:21-26)
satu modul dibuat untuk mengajarkan suatu materi yang spesifik
supaya peserta belajar mencapai kompetetensi tertentu. Struktur
penulisan suatu modul sering dibagi menjadi tiga bagian, yaitu
bagian pembukaan, bagian inti dan bagian penutup. Bagian
pembukaan berisi judul, daftar isi, peta informasi, daftar tujuan
kompetensi dan tes awal. Bagian inti berisi pendahuluan atau
tinjauan umum materi, hubungan dengan materi, uraian materi,
penugasan dan rangkuman. Sedangkan, bagian penutup berisi
yaitu glossary, tes akhir dan indeks.
Menurut Daryanto (2013: 25) yang menjadi komponen
modul yaitu:
1. Bagian awal, yang terdiri dari halaman sampul, kata
pengantar, daftar isi, peta kedudukan modul, dan
glosarium.
2. Pendahuluan, yang terdiri dari standar kompetensi,
deskripsi tentang nama dan ruang lingkup isi modul,
waktu yang dipersyaratkan untuk mempelajari modul
-
34
tersebut, prasyarat atau kemampuan awal yang
dipersyaratkan untuk mempelajari modul, petunjuk
penggunaan modul, tujuan akhir yang hendak dicapai, dan
cek penugasan standar kompetensi.
3. Pembelajaran, terdiri dari komponen tujuan yang harus
dikuasai untuk satu kesatuan kegiatan belajar, uraian
materi yang berisi uraian pengetahuan tentang kompetensi
yang sedang dipelajari, rangkuman tentang kegiatan
pengetahuan yang terdapat pada uraian materi, tugas yang
berisi instruksi untuk penguatan pemahaman terhadap
konsep yang dipelajari, tes untuk mengetahui sejauh mana
penguasaan hasil belajar yang telah dicapai dan sebagai
dasar untuk melaksanakan kegiatan berikutnya, serta
lembar kerja.
4. Evaluasi
5. Kunci jawaban
6. Daftar pustaka
Berdasarkan hakikat modul, tujuan penulisan modul dan
komponen modul maka modul PCK ini akan disusun secara
-
35
terrencana serta didesain secara efisien dan efektif sehingga,
diharapkan dapat dipelajari secara mandiri dan mudah dipahami
untuk mencapai tujuan pelatihan yang telah ditetapkan. Adapun
komponen modul pelatihan PCK yang akan di susun oleh peneliti
terdiri dari lima bagian yaitu: (1) bagian awal yang terdiri dari
halaman judul, kata pengantar, daftar isi dan glosarium; (2)
bagian pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan, peta
kompetensi, ruang lingkup, dan petunjuk penggunaan modul; (3)
bagian pembelajaran berisi kegiatan pembelajaran yang terdiri
dari pengantar, kompetensi dasar, indikator pencapaian, tujuan
pembelajaran, uraian materi, aktivitas pembelajaran, latihan atau
tugas, rangkuman, tes formatif, umpan balik dan tindak lanjut dan
kunci jawaban; (4) bagian evaluasi yang terdiri dari tes dan kunci
jawaban; (5) bagian akhir yang terdiri dari penutup, daftar
pustaka.
2.5 Penelitian Dan Pengembangan R&D
Sugiyono (2010:407) mengemukakan bahwa
pengembangan atau Research and Development (R&D) adalah
metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk
-
36
tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut. Penelitian
pengembangan memiliki beberapa model yang digunakan untuk
melakukan penelitian pengembangan. Adapun beberapa model
tersebut, yaitu sebagai berikut:
1. Model Four-D
Model Four-D dikemukakan oleh Thiagarajan,
Semmel, dan Semmel pada tahun 1974. Awalnya
Thiagarajan, Semmel, dan Semmel (1974) memodifikasi
model ini menjadi empat tahap, yaitu: analysis, design,
evaluation, dan dissemination. Setelah mengalami proses
pengembangan dalam pelatihan, model ini disebut model
Four-D yang meliputi empat tahap: define, design, develop,
dan disseminate (Rochmat, 2011:2).
1) Tahap definisi (define)
Pada tahapan ini meliputi lima fase yaitu: (1) analisis
awal-akhir (front- end analysis); (2) analisis
pembelajar (learner analysis); (3) analisis tugas (task
analysis); (4) analisis konsep (concept analysis); dan
-
37
(5) tujuan-tujuan instruksional khusus (specifying
instructional objectives).
2) Tahap desain (design)
Pada tahapan ini meliputi empat fase yaitu: (1)
mengkonstruksi tes beracuan-kriteria; (2) pemilihan
media (media selection); (3) pemilihan format (format
selection); dan (4) desain awal (initial design).
3) Tahap pengembangan (develop)
Pada tahapan ini meliputi dua fase yaitu: (1) penilaian
ahli (expert appraisal); dan (2) pengujian
pengembangan (developmental testing).
4) Tahap penyebaran (dissemination)
Pada tahapan ini meliputi tiga fase yaitu: (1) pengujian
validitas (validating testing); (2) pengemasan
(packaging); dan (3) difusi dan adopsi (diffusion and
adoption).
2. Model Borg & Gall
-
38
Borg & Gall (1983:775) mengembangkan 10 tahapan
dalam penelitian pengembangan atau R&D. Adapun tahapan-
tahapan tersebut, yaitu:
1) Research And Information Collecting,
Pada tahapan peneliti melakukan studi literatur
yang berkaitan dengan permasalahan yang dikaji,
pengukuran kebutuhan, penelitian dalam skala kecil,
dan persiapan untuk merumuskan kerangka kerja
penelitian;
2) Planning,
Peneliti menyusun rencana penelitian yang
meliputi merumuskan kecakapan dan keahlian yang
berkaitan dengan permasalahan, menentukan tujuan
yang akan dicapai pada setiap tahapan, desain atau
langkah-langkah penelitian dan jika
mungkin/diperlukan melaksanakan studi kelayakan
secara terbatas;
3) Develop Preliminary Form Of Product,
-
39
Pada tahapan ini peneliti mengembangkan bentuk
permulaan dari produk yang akan dihasilkan.
Termasuk dalam langkah ini adalah persiapan
komponen pendukung, menyiapkan pedoman dan
buku petunjuk, dan melakukan evaluasi terhadap
kelayakan alat-alat pendukung. Contoh
pengembangan bahan pembelajaran, proses
pembelajaran dan instrumen evaluasi;
4) Preliminary Field Testing
Peneliti melakukan uji coba lapangan awal dalam
skala terbatas, dengan melibatkan 1 sampai dengan 3
sekolah, dengan jumlah 6-12 subyek. Pada langkah ini
pengumpulan dan analisis data dapat dilakukan
dengan cara wawancara, observasi atau angket;
5) Main Product Revision,
Tahapan ini yang dilakukan yaitu melakukan
perbaikanterhadap produk awal yang dihasilkan
berdasarkan hasil ujicoba awal. Perbaikan ini sangat
mungkin dilakukan lebih dari satu kali, sesuai dengan
-
40
hasil yang ditunjukkan dalam ujicoba terbatas,
sehingga diperoleh draft produk (model) utama yang
siap diuji coba lebih luas.
6) Main Field Testing,
Tahap ini biasanya disebut ujicoba utama yang
melibatkan khalayak lebih luas, yaitu 5 sampai 15
sekolah, dengan jumlah subyek 30 sampai dengan 100
orang. Pengumpulan data dilakukan secara kuantitatif,
terutama dilakukan terhadap kinerja sebelum dan
sesudah penerapan ujicoba. Hasil yang diperoleh dari
ujicoba ini dalam bentuk evaluasi terhadap pencapaian
hasil ujicoba (desain model) yang dibandingkan
dengan kelompok kontrol. Dengan demikian pada
umumnya langkah ini menggunakan rancangan
penelitian eksperimen;
7) Operational Product Revision,
Pada tahap ini melakukan perbaikan atau
penyempurnaan terhadap hasil ujicoba lebih luas,
sehingga produk yang dikembangkan sudah
-
41
merupakan desain model operasional yang siap
divalidasi;
8) Operational Field Testing
Pada tahapan ini merupakan langkah uji validasi
terhadap model operasional yang telah dihasilkan.
Dilaksanakan pada 10 sampai dengan 30 sekolah
melibatkan 40 samapi dengan 200 subyek. Pengujian
dilakukan melalui angket, wawancara, dan observasi
dan analisis hasilnya. Tujuan langkah ini adalah untuk
menentukan apakah suatu model yang dikembangkan
benar-benar siap dipakai di sekolah tanpa harus
dilakukan pengarahan atau pendampingan oleh
peneliti/pengembang model;
9) Final Product Revision
Peneliti melakukan perbaikan akhir terhadap
model yang dikembangkan guna menghasilkan produk
akhir (final);
10) Dissemination And Implementation
-
42
Tahapan terakhir dari model ini yaitu
menyebarluaskan produk/model yang dikembangkan
kepada khalayak/masyarakat luas, terutama dalam
kancah pendidikan. Langkah pokok dalam fase ini
adalah mengkomunikasikan dan mensosialisasikan
temuan/model, baik dalam bentuk seminar hasil
penelitian, publikasi pada jurnal, maupun pemaparan
kepada skakeholders yang terkait dengan temuan
penelitian.
3. Model Sugiyono
Langkah-langkah penelitian dan pengembangan menurut
Sugiyono (2010:408-427) yaitu sebagai berikut.
1) Potensi Dan Masalah
Penelitian selalu bermula dari adanya potensi atau
masalah. Potensi merupakan segala sesuatu yang jika
didayagunakan akan mempunyai nilai tambah.
Masalah juga dapat diubah menjadi sebagai potensi,
apabila peneliti bisa mendayagunakan masalah
tersebut. Masalah akan terjadi bila ada penyimpangan,
-
43
antara yang diharapkan dengan yang keadaan terjadi.
Masalah ini bisa diatasi melalui R & D yaitu dengan
cara menelitinya, sehingga bisa ditemukan suatu
model, sistem atau pola penanganan terpadu yang
efektif yang bisa dipakai untuk mengatasi masalah
tersebut. Potensi dan masalah yang dikemukakan
dalam suatu penelitian haruslah ditunjukkan dengan
data yang empirik.
2) Pengumpulan Data
Mengumpulkan berbagai informasi dan studi
literatur yang bisa dipakai sebagai bahan guna
merencanakan membuat produk tertentu yang
diharapkan bisa mengatasi masalah tersebut. Studi ini
ditujukan guna menemukan konsep - konsep maupun
landasan teoretis yang bisa memperkuat suatu produk,
khususnya yang berhubungan dengan produk
pendidikan, misal produk yang berbentuk program,
model, sistem, software, pendekatan, dan sebagainya.
Di lain pihak melalui studi literatur ini akan mengkaji
-
44
ruang lingkup suatu produk, keluasan penggunaan,
kondisi - kondisi pendukung supaya produk bisa
dipakai atau diimplementasikan secara optimal, serta
keterbatasan dan keunggulan nya. Studi literatur juga
dibutuhkan guna mengetahui langkah-langkah yang
paling tepat dalam mengembangkan produk tersebut.
3) Desain Produk
Produk yang dihasilkan dari suatu penelitian R &
D ini ada banyak sekali jenisnynya. Untuk
menghasilkan sistem kerja baru, maka haruslah dibuat
rancangan kerja baru berdasarkan penilaian terhadap
system kerja lama, sehingga bisa ditemukan
kelemahan-kelemahan terhadap sistem tersebut.
Disamping itu, perlu dilakukan penelitian terhadap
unit lain yang dipandang sistem kerjanya baik. Selain
itu, harus dilakukan pengkajian terhadap referensi
mutakhir yang berkaitan dengan sistem kerja yang
modern beserta indikator sistem kerja yang bagus.
Hasil akhir dari kegiatan ini biasanya berupa desain
-
45
produk baru yang telah lengkap dengan
spesifikasinya. Desain ini masih bersifat hipotetik,
karena efektivitasnya masih belum terbukti, dan baru
bisa diketahui setelah melewati pengujian-pengujian.
Desain produk haruslah diwujudkan kedalam bentuk
gambar atau bagan, sehingga bisa dipakai sebagai
pegangan guna menilai dan membuatnya, serta akan
memudahkan pihak lain untuk lebih memahaminya.
4) Validasi Desain
Validasi desain adalah suatu proses kegiatan yang
bertujuan untuk menilai apakah rancangan produk,
dalam hal ini sistem kerja baru secara rasional akan
lebih efektif dari yang lama atau tidak. Dikatakan
secara rasional, karena validasi pada tahap ini masih
bersifat penilaian berdasarkan pemikiran rasional,
belum berdasarkan pada fakta lapangan. Validasi
produk bisa dijalankan dengan cara menghadirkan
beberapa tenaga ahli atau pakar yang sudah
berpengalaman memberikan penilaian terhadap
-
46
produk baru yang dirancang tersebut. Setiap pakar
diminta untuk memberikan nilai desain baru tersebut,
sehingga langkah selanjutnya bisa diketahui kekuatan
dan kelemahannya. Validasi desain bisa dijalankan
pada sebuah forum diskusi. Sebelum berdiskusi,
peneliti mempresentasikan proses penelitian sampai
ditemukan desain tersebut, beserta dengan
keunggulannya.
5) Revisi Desain
Sesudah desain produk jadi, divalidasi melalui
diskusi bersama para pakar dan para ahli lainnya.
Maka akan bisa diketahui kelemahan-kelemahannya.
Kelemahan tersebut kemudian dicoba untuk dikurangi
dengan jalan memperbaiki desain tersebut. Yang
bertugas memperbaiki desain adalah peneliti yang
akan menghasilkan produk tersebut.
6) Ujicoba Produk
Desain produk yang sudah dibuat tidak dapat
langsung diujicobakan terlebih dahulu. Akan tetapi
-
47
haruslah dibuat terlebih dahulu, hingga menghasilkan
produk, dan produk itulah yang diujicobakan.
7) Revisi Produk
Pengujian produk terhadap sampel yang terbatas
tersebut dapat menunjukkan bahwa kinerja sistem
kerja baru ternyata yang lebih baik bila dibandingkan
dengan sistem yang lama. Perbedaan yang sangat
signifikan, sehingga sistem kerja baru tersebut bisa
diterapkan atau diberlakukan.
8) Ujicoba Pemakaian
Setelah pengujian terhadap produk yang
dihasilkan sukses, dan mungkin ada revisi yang tidak
begitu penting, maka langkah berikutnya yaitu produk
yang berupa sistem kerja baru tersebut diberlakukan
atau diterapkan pada kondisi nyata untuk ruang
lingkup yang luas. Dalam pengoperasian sistem kerja
baru tersebut, tetap harus dinilai hambatan atau
kekurangan yang muncul guna dilakukan perbaikan
yang lebih lanjut.
-
48
9) Revisi Produk
Revisi produk ini dilaksanakan, bila dalam
perbaikan pada yang kondisi nyata terdapat kelebihan
dan kekurangan. Dalam uji pemakaian produk,
sebaiknya pembuat produk selaku peneliti selalu
mengevaluasi bagaimana kinerja dari produknya
dalam hal ini yaitu sistem kerja.
10) Produksi Massal
Pada tahap pembuatan produk masal ini
dilaksanakan bila produk yang telah diujicobakan
dinyatakan efektif serta layak untuk diproduksi secara
masal.
2.6 Penelitian Yang Relevan
Penelitian mengenai Pedagogical Contet Knowledge
(PCK) telah di lakukan sebelumnya oleh beberapa peneliti.
Adapun penelitian mengenai PCK yang telah dilakukan adalah
sebagai berikut:
Penelitian Giarti (2016) dengan judul Pengembangan
Modul Pelatihan Penulisan Karya Ilmiah Berbasis Andragogi
-
49
Berbantuan CSM MOODLE, menyimpulkan bahwa
pengembangan modul pelatihan dapat meningkatkan kompetensi
guru, hal ini terlihat pada meningkatnya nilai peserta sebelum
pelatihan (pre-test) dibandingkan dengan setelah pelatihan (post-
test) dengan nilai kompetensi hasil pelatihan peseta mencapai 65
(pre-test) dan 81 (post-test). Selain itu, pelatihan yang efektif
adalah pelatihan yang dapat mengembangkan modul pelatihan
dengan baik.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Budiyono dkk (2014:
7) tentang Pengembangan Bahan Pelatihan Desain Sistem
Pembelajaran Bagi Guru Bahasa Indonesia SMA menunjukkan
hasil bahwa Bahan Pelatihan DSPGBI-SMA dapat memandu
guru secara efektif dalam pembuatan produk DSP yang dapat
diterapkan di kelas. Hal itu terlihat dari adanya perningkatan
kualitas portofolio DSP yang dihasilkan guru setelah
menggunakan modul. Sehingga, melalui modul pelatihan yang
diberikan kepada guru dapat meningkatkan kompetensi
pedagogik dan pada akhirnya juga akan meningkatkan
kompetensi profesional.
-
50
Penelitian Sumarah (2017) dengan judul Pengembangan
Modul Pelatihan Model Pembelajaran Van Hiele Dalam Konteks
Pendidikan Karakter Guru SD menunjukkan hasil bahwa kualitas
modul yang dihasilkan mendapatkan nilai rata-rata dari para
validator sebesar 3.34 (dari total nilai 4) yang berarti baik,
sehingga layak untukdipublikasikan. Hasil ujicoba modul kepada
9 guru SD juga menegaskan jika modul tersebut membantu
mereka memahami model pembelajaran van Hiele. Maka, dapat
disimpulkan bahwa modul pelatihan sangat membantu guru
didalam memahami materi tertentu.
Penelitian Resbiantoro (2015) dengan judul
Pengembangan Modul Pedagogical Content Knowledge Fisika
Pada Materi Hukum Gravitasi Newton Untuk SMA Kelas XI,
menyimpulkan bahwa modul pedagogical content knowledge
(PCK) pada materi hukum gravitasi Newton yang dikembangkan
layak digunakan oleh guru dan calon guru untuk menunjang
proses pembelajaran ditinjau dari komponen isi, bahasa,
penyajian, dan kegrafikan. Modul ini memberikan alternatif
referensi untuk guru dan calon guru dalam melaksanakan
-
51
pembelajaran. Modul ini juga bisa menjadi acuan untuk
pengembangan modul pada pokok bahasan lain.
Penelitian Susilowati (2015) dengan judul Analisis PCK
Guru IPA SMP Kelas VIII Dalam Implementasi Kurikulum 2013,
menyimpulkan bahwa dalam merencanakan pembelajaran, guru
IPA menggunakan RPP yang sudah disusun dari MGMP dan
disesuaikan lagi dengan waktu tiap sekolah. Guru sudah
mengembangkan kreatifitasnya dalam proses pembelajaran.
Aspek kreatifitas yang muncul antara lain visualisasi dan relating.
Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan pendekatan sainstifik,
dan sudah menuntun siswa untuk mencari tahu, tetapi tahap
identifikasi masalah belum di munculkan. Keterpaduan IPA
sudah dimunculkan tetapi masih terkendala dengan faktor
pemguasaan ilmu sesuai dengan latar belakang keilmuan guru.
Penelitian Margiyono (2011) dengan judul Deskripsi PCK
Guru Pada Bahasan Tentang Bilangan Rasional, menyimpulkan
bahwa keunikan materi bilangan rasional merupakan tantangan
bagi guru dan guru wajib memiliki kompetensi pedagogik dan
profesioanl untuk menghadirkan pembelajaran yang dapat
-
52
mencapai tujuan yang di harapkan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa dari sisi pedagogical content guru menguasai kurikulum,
guru menyadari bahwa materi ini sulit diterima siswa, namun
demikian masih kesulitan merencanakan dan melaksanakan
pembelajarannya. Content knowledge guru tidak terbedakan
berdasarkan kualifikasi akademik tetapi penguasaan guru tentang
bilangan rasional tidak sejalan dengan hasil belajar siswa.
Kompetensi pedagogik yang masih belum optimal adalah
penguasaan tentang mengajar dan pemahaman tentang kebutuhan
siswa. Guru masih belum menggunakan metode-metode
pembelajaran yang dapat lebih memotivasi siswa belajar bilangan
rasional dan penguasaan materi prasayarat yang lemah oleh siswa
belum menjadi perhatian guru. Diharapkan hasil penelitian ini
dapat membantu guru matematika mengevaluasi pembelajaran
sebagai bagian dari upaya meningkatkan prestasi belajar siswa.
Berdasarkan, penelitian yang di lakukan sebelumnya
mengenai PCK, penelitian ini berbeda dengan penelitian yang di
lakukan oleh Susilowati dan Margiyono mendeskripsikan PCK
yang dimiliki guru dan calon guru. Berikutnya, Penelitian-
-
53
penelitian tersebut sangat berbeda dengan penelitian yang di
lakukan oleh Resbiantoro yang mengembangakan Modul PCK
pada matapelajaran Fisika. Sedangkan penelitian yang di lakukan
oleh Giarti, Budiyono dan Sumarah mengenai penelitian
pengembangan modul pelatihan. Penelitian tersebut hampir
sejalan dengan penelitan ini, dimana peneliti akan
mengembangkan modul pedagogical content knowledge dalam
peningkatan kompetensi pedagogik guru matematika Sekolah
Menengah Pertama. PCK merupakan pengetahuan yang harus
dipahami oleh seorang guru, dimana guru harus mampu
mempadukan pengetahuan konten dan pengetahuan pedagogik
dalam pembelajaran untuk menciptakan pengetahuan baru.
2.7 Kerangka Berpikir Penelitian
Potensi yang dimiliki guru matematika SMP di Kota
Salatiga yaitu memiliki kualifikasi akademik pendidikan
minimum Sarjana (S1) program studi matematika, sehingga guru-
guru tersebut sudah memiliki pengetahuan yang kuat terkait
materi matematika. Tetapi, pada kenyataannya guru-guru tersebut
masih memiliki praktik mengajar yang kurang. Tidak semua
-
54
materi matematika dapat diajarkan kepada siswa menggunakan
metode yang sama karena, setiap materi memiliki karakteristik
yang berbeda-beda. Pemahaman guru terkait Pedagogical
Content Knowledge (PCK) juga masih kurang. Padahal
Pedagogical Content Knowledge (PCK) merupakan pengetahuan
dan elemen penting yang mutlak harus dikuasai oleh guru dalam
rangka meningkatkan kualitas guru. Oleh karena itu, akan di
kembangkan modul pelatihan PCK dalam meningkatkan
kompetensi profesional dan kompetensi pedagogik guru. Model
pengembangan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu model
Sugiyono dengan mengambil sampai enam tahapan. Di mulai dari
adanya masalah, pengumpulan data, desain produk, validasi
desain, revisi desain dan uji coba produk terbatas. Berikut bagan
kerangka penelitian ini.
-
55
Gambar 2.2. Bagan Kerangka Berpikir