BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.2. Kajian Penelitian Sebelumnya 2.pdf · asing baik yang pernah dilakukan...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.2. Kajian Penelitian Sebelumnya 2.pdf · asing baik yang pernah dilakukan...
1
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1.2. Kajian Penelitian Sebelumnya
Usaha akomodasi pariwisata adalah obyek yang cukup menarik untuk
diteliti dalam bidang pariwisata, hal ini dikarenakan usaha akomodasi pariwisata
merupakan komponen utama dari keberadaan suatu daerah pariwisata. Penelitian
tentang dampak perkembangan pariwisata khususnya terhadap potensi air secara
mendalam belum pernah dilaksanakan. Wawasan dan pengetahuan yang lebih luas
diperlukan guna mempermudah melakukan proses penelitian, menentukan
metode, dan mempertajam dalam menentukan kesimpulan. Oleh karena itu
dibutuhkan beberapa kajian pustaka sebagai penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya.
Beberapa penelitian tentang dampak pekembangan pariwisata yang pernah
dilakukan dan dianggap relevan dengan penelitian yang akan dilakukan, antara
lain; perkembangan pariwisata yang terkait dengan eksistensi dan esensi
pembangunan villa; dampak kebijakan penataan sarana akomodasi pariwisata
terhadap perkembangan villa; dampak perkembangan pariwisata terhadap
lingkungan sosial budaya, lingkungan fisik dan lingkungan ekonomi; dampak
perkembangan hotel dan restoran terhadap kualitas air tanah. Disamping itu,
beberapa pustaka beberapa temuan penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti
asing baik yang pernah dilakukan di Bali maupun di luar Bali.
2
Penelitian dari Wiranatha (2001), dalam disertasinya yang berjudul A
System Model For Regional Planning Towards Sustainable Development in Bali
Indonesia yang banyak membahas pemodelan yang berkaitan dengan
pembangunan berkelanjutan di Bali. Pada chapter 6 tentang Modelling of Natural
Resources and Pollution banyak dibahas tentang land resources system dan water
resources system. Dengan menggunakan lima strategi mulai dari strategi dengan
pertumbuhan dasar (stategi 1) sampai dengan strategi dengan pertumbuhan tinggi
(strategi 5) dapat diestimasi perkembangan luas lahan sawah dan keseimbangan
air bersih di daerah penelitian. Perkembangan lahan sawah di Bali dengan
mengunakan strategi 5 menurun dari 105.705 Ha Tahun 1990 menjadi 69.965 Ha
di Tahun 2020. Dengan menggunakan strategi yang sama diperkirakan luas lahan
sawah di Kabupaten Badung/ Denpasar akan habis pada Tahun 2020.
Hasil estimasi dari perkembangan sumber daya air di daerah penelitian
sangat mengkhawatirkan. Perbandingan antara ketersediaan air dengan kebutuhan
air, yang juga disebut dengan keseimbangan air untuk semua tingkatan strategi di
Kabupaten Badung/Denpasar akan mengalami defisit/minus pada tahun 2020.
Bahkan untuk beberapa tingkatan strategi sudah mulai defisit pada tahun 2010.
Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa masalah sumber daya air, terutama di
Kabupaten Badung sudah semakin parah dan perlu segera dicarikan jalan
keluarnya.
3
Penelitian tentang perkembangan akomodasi khususnya vila pernah
dilaksanakan oleh Tim Tourism Field Study (TFS) Sekolah Tinggi Pariwisata
Nusa Dua Bali (2006) dengan judul penelitian ”Eksistensi dan Esensi Vila dalam
Pengembangan Pariwisata di Kabupaten Badung”. Penelitian ini melihat
perkembangan vila lebih disebabkan oleh terjadinya perubahan pola perjalanan
wisatawan dari mass tourism ke arah yang lebih bersifat privat/individual dengan
pelayanan yang bersifat pribadi serta alasan keamanan. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui eksistensi vila di Kabupaten Badung, mengetahui karakteristik
pasar dari vila dan untuk mengetahui esensi atau manfaat dari keberadaan vila,
dilihat dari sisi pemerintah dan masyarakat di sekitar vila. Hasil penelitian ini
secara garis besar menyatakan bahwa keberadaan vila yang tersebar di setiap
kecamatan merupakan bukti dari pentingnya sarana akomodasi yang layak dan
mampu memberikan kenyamanan bagi wisatawan yang berkunjung ke Bali.
Esensi vila memberikan dampak yang positif bagi pembangunan pariwisata di
Kabupaten Badung secara langsung ataupun tidak langsung khususnya untuk
sektor perekonomian masyarakat serta Pendapatan Asli Daerah (PAD) bagi
pemerintah Kabupaten Badung.
Penelitian Negara, (2010) yang berjudul “Dampak Pelaksanaan Kebijakan
Penataan Sarana Akomodasi Pariwisata Terhadap Perkembangan Villa di
Kabupaten Badung. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya fenomena
perkembangan villa yang dijadikan sarana akomodasi pariwisata, dimana
keberadaannya sering menjadi sorotan dimasyarakat. Dalam mengantisipasi dan
meminimalkan permasalahan yang mungkin akan terjadi, Pemerintah Kabupaten
4
Badung mengeluarkan kebijakan penataan sarana akomodasi pariwisata.
Penelitian yang dilakukan Negara ini bertujuan untuk mengetahui dampak dari
kebijakan penataan sarana akomodasi pariwisata terhadap perkembangan villa di
Kabupaten Badung, yaitu melalui mendiskripsikan kondisi perkembangan villa
sebelum dan sesudah ada kebijakan. Kemudian didiskripsikan dampak dari
pelaksanaan kebijakan penataan sarana akomodasi pariwisata di Kabupaten
Badung terhadap perkembangan jumlah akomdasi dan prilaku para pengusaha
villa.
Penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan
30 responden pemilik villa yang diwawancarai secara mendalam untuk
mendapatkan tujuan penelitian. Hasil penelitian menunjukan bahwa jumlah villa
pada tahun 2006, sebelum adanya kebijakan sebesar 642 bangunan villa, dimana
482 buah dioperasikan sebagai layaknya villa (akomodasi), dan sisanya, 162 buah
digunakan sebagai rumah pribadi dan disewakan. Tingkat kesadaran pengusaha
akomodasi sangat rendah. Hanya terdapat 19,29 % villa yang legal, pelanggaran
perizinan mencapai 80,71 %, dan kondisi perkembangan villa sebelum adanya
kebijakan cenderung menimbulkan permasalahan, seperti pelanggaran Rencana
Tata Ruang Wilayah, pencemaran lingkungan dan kawasan suci. Dampak positip
yang didapatkan dalam penelitian ini adalah perkembangan villa menjadi
terkendali, hal ini terlihat dari pertumbuhan villa 7,26 % pada tahun 2007 menjadi
3,32 % pada tahun 2008. Disamping itu, perilaku para pengusaha villa menjadi
lebih baik, yang dilihat dari meningkatnya villa legal di daerah ini.
5
Penelitian ini memberikan pemahaman bahwa di Kabupaten Badung telah
terjadi perkembangan akomodasi pariwisata, villa yang kurang terencana.
Walaupun kebijakan pemetaan sarana akomodasi pariwisata dikeluarkan, namun
perkembangan akomodasi hanya dapat dihambat pertumbuhannya dan sifatnya
sesaat. Hal ini dibuktikan dengan kondisi saat ini, dimana perkembangan
akomodasi pariwisata seperti villa tumbuh dengan pesatnya, terutama di
Kecamatan Kuta Utara.
Penelitian Utami (2004), dengan judul “Dampak Industri Pariwisata
terhadap Kualitas Air Tanah di Kuta Bali”. Penelitian yang bertujuan untuk
menganalisis kondisi kualitas air tanah dan pengaruh limbah cair yang dihasilkan
oleh industri pariwisata terhadap kualitas air tanah di Kuta, menggunakan
metode penelitian survey. Penelitian yang bersifat deskriptif dengan pendekatan
kuantitatif, menggunakan analisis komparatif dengan membandingkan hasil
pemeriksaan kualitas air tanah dengan baku mutu kualitas air golongan I (PP
NO. 82 Tahun 2001, tentang pengelolaan kualitas air). Volume air limbah yang
dihasilkan oleh industri pariwisata didapatkan dari jumlah konsumsi air bersih
untuk hotel, yaitu 1000 liter/kamar/hari dan untuk restoran 5 liter/tempat
duduk/hari (Bappeda Provinsi Bali 2000).
Berdasarkan atas hasil penelitiannya dapat disimpulkan bahwa kualitas air
tanah yang digunakan sebagai sumber air oleh industri pariwisata sebagian telah
tercemar bakteri coli, dan beberapa parameter melebihi baku mutu (BOD, COD,
Fosfat). Keadaan ini ditemukan pada daerah yang kondisi sarana sanitasinya
kurang baik, seperti jarak sumber air dengan resapan/septic tank.Terdapat
6
hubungan yang kuat antara volume limbah cair yang dihasilkan dari industri
pariwisata (hotel dan restoran) dengan kualitas air tanah. Semakin tinggi volume
limbah cair yang dibuang ke lingkungan akan mengakibatkan menurunnya
kualitas air tanah. Kecenderungan ini juga terjadi di daerah penelitian yang akan
dilakukan. Akan tetapi penelitian yang akan dilakukan lebih spesifik, karena
disamping berdampak pada air tanah limbah pariwisata juga akan berdampak pada
air permukaan terutama pada saluran-saluran irigasi.
Penelitian Bappeda Provinsi Bali Tahun 2010, tentang daya dukung air
Bali yang mempertimbangkan keseimbangan antara kapasitas ketersediaan dengan
kebutuhan air di Bali, dengan pendekatan jejak ekologi dapat digunakan sebagai
dasar acuan dalam melakukan penelitian yang terkait dengan sumberdaya air.Pada
umumnya kapasitas penyediaan air suatu wilayah menggunakan satuan analisis
Daerah Aliran Sungai (DAS). Dalam penelitian Bappeda, penentuan ini
menggunakan satuan wilayah provinsi atau Pulau Bali, sehingga kapasitas
penyediaan air yang terdapat dalam provinsi atau Pulau Bali tersebut merupakan
penjumlahan dari jumlah air permukaan dan jumlah air tanah.Air permukaan
termasuk di dalamnya adalah air sungai dan air danau, sedangkan air tanah
termasuk air yang berada dibawah permukaan dan mata air.
Kapasitas air permukaan yang diperhitungkan adalah air yang bersumber
dari air sungai dan air danau alam, dan tidak mempertimbangkan air yang berasal
dari danau buatan atau waduk. Sungai–sungai di Bali telah dikelompokan ke
dalam 20 satuan wilayah sungai (sub basin) dengan total Daerah Aliran Sungainya
sebesar 5.612,77 km2, Dengan rata curah hujan yang jatuh sebesar 2003
7
mm/tahun, diperkirakan total aliran tahunan sebesar 196,4 m3/dt, atau 6109 juta
m3/tahun, yang juga merupakan kapasitas air permukaan Pulau Bali (DPU.2006).
Sedangkan kapasitas air permukaan yang berasal dari danau alami, yaitu Danau
Buyan, Danau Tamblingan, Danau Beratan dan Danau Batur merupakan cadangan
potensi air permukaan Provinsi Bali dengan total volume sebesar 1007,90 juta m3,
yang berasal dari Danau Batur sebesar 815,38 juta m3, Danau Buyan (116,26 juta
m3), Danau Beratan ( 49,22 juta m3) dan Danau Tamblingan (27,05 juta m3). Jadi
total ketersediaan air permukaan adalah sebesar 1124,16 m3/tahun.
Kapasitas air dibawah permukaan/air tanah berdasarkan hasil studi air
tanah di Bali diperkirakan potensi air tanah sekitar 391,8 juta m3/tahun (DPU.
2006). Potensi terbesar di Kabupaten Tabanan sebesar 78,5 juta m3/tahun,
kemudian Buleleng 66,0 juta m3/tahun dan Karangasem 65,9 juta m3/tahun;
sedangkan terkecil di Kota Denpasar sebesar 9,2 juta m3/tahun. Berdasarkan atas
masukan dari curah hujan rata-rata 2003 mm diperoleh imbuhan air tanah sebesar
3.919,6 mm dengan batas eksploitasi sebesar 12.429 lt/dt. Atau 341,00 juta
m3/tahun.
Disamping kapasitas air permukaan dan air tanah, dikemukakan pula
bahwa, Jumlah mata air yang ada di Pulau Bali adalah 1273 buah tersebar di
seluruh kabupaten. Kabupaten Bangli memiliki jumlah mata air yang terbesar
(423 mata air), menyusul kemudian Singaraja (327 mata air), Tabanan (177 mata
air) dan Karangasem (138 mata air). Dari sekian banyak mata air yang ada, tidak
semuanya memiliki debit yang potensial untuk dimanfaatkan. Jumlah mata air
dengan debit lebih besar 10 lt/dtk terdapat 359 buah mata air dengan total debit
8
rata-rata 75,4 lt/detik atau 23,45 m3/tahun. Sedangkan total kapasitas ketersediaan
air di propinsi Bali sebesar 1362,92 juta m3 (DPU, 2006).
Jejak ekologi air ditentukan dengan pendekatan dimana konsumsi air
merupakan penjumlahan dari konsumsi untuk keperluan domestik, konsumsi
untuk keperluan industri dan konsumsi untuk keperluan pertanian. Konsumsi
untuk keperluan domestik merupakan kunsumsi kebutuhan air penduduk yang ada
di Provinsi Bali untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya, yang mencakup
konsumsi air untuk keperluan mandi, cuci, kakus, minum, masak, cuci pakaian,
kebersihan rumah, taman, cuci kendaraan dan untuk keperluan rumah tangga
lainnya. Konsumsi untuk keperluan industri lebih ditekankan pada industri
pariwisata karena industri ini yang dominan ada di Bali. Komponen industri
pariwisata yang dipertimbangkan adalah industri perhotelan, baik yang berbintang
maupun yang non-bintang, dan wisatawan. Sedangkan untuk konsumsi pertanian
lebih ditekankan pada kebutuhan air untuk irigasi. Berdasarkan komponen jejak
ekologi di atas maka kebutuhan konsumsi air di Provinsi Bali sebesar 1589,2264
juta m3, dengan rincian; Penduduk/domestik 0,58 juta m3, Pertanian 1553,15 juta
m3, Industri pariwisata seperti hotel bintang 24,70 juta m3, Hotel melati dan
pondok wisata 11,79 juta m3, Wisatawan 0,0064 juta m3
Berdasarkan atas perbandingan kapasitas sumberdaya air dengan
kebutuhan konsumsi air maka dapat dikatakan bahwa provinsi Bali/Pulau Bali
telah mengalami kekurangan air karena kapasitas sumberdaya air lebih kecil dari
pada kebutuhan konsumsi air. Berdasarkan atas analisis perhitungan
keseimbangan air menunjukan bahwa kapasitas ketersediaan air lebih kecil dari
9
pada kebutuhan konsumsi air. Hal ini berarti bahwa konsumsi air di Provinsi Bali
telah melampaui daya dukung air yang dimilikinya atau defisit. Beberapa
Kabupaten Kota yang telah mengalami defisit air adalah Badung, Denpasar,
Gianyar, Klungkung dan Buleleng. Tidak mengherankan kalau Kabupaten
Badung sudah mengalami defisit air, karena kabupaten ini memiliki pusat-pusat
perkembangan pariwisata seperti Kuta dan Nusa Dua, yang membutuhkan suplay
air yang banyak. Walaupun sementara ini dapat diatasi dengan mengusahakan
sumber air dari kabupaten lain,, akan tetapi perlu dicermati Bali hanyalah sebuah
pulau kecil, yang memiliki sumber daya air terbatas, dan ekosistemnya saling
terkait. Sehingga sewajarnya pengelolaan Pulau Bali harus mengikuti kaidah-
kaidah subuah pulau kecil, terutama dalam mengelola sumberdaya air.
Keterkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah daerah
penelitian yang akan dilakukan di Kecamatan Kuta Utara yang merupakan bagian
dari daerah yang paling pesat perkembangan pariwisatanya. Sehingga kondisi
kabupaten terkait dengan potensi sumber daya air juga merupakan cerminan dari
daerah pada lokasi penelitian yang dilakukan. Oleh sebab itu, perkembangan
pariwisata yang diyakini berhubungan langsung dengan sumber daya air di daerah
ini, harus lebih mendapat perhatian.
Penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan di luar Bali dan terkait
dengan penelitian yang akan dilakukan dipandang sangat penting untuk dijadikan
referensi. Penelitian tentang perkembangan pariwisata dan lingkungan telah
dilakukan oleh Cullen di Selandia Baru (dalam Gaile, dan Willmot, 2003).
10
Penelitian dari Cullen ini diawali dari kesadaran bahwa dunia pariwisata
meningkat drastis dalam beberapa dekade terakhir. Hal ini sebagai akibat dari
perjalanan internasional telah menjadi lebih mudah dan pendapatan global telah
menjadi lebih merata di antara dunia kaya dan miskin.Pertumbuhan pariwisata
Selandia Baru telah jauh lebih besar dari rata-rata dunia, sebagian karena nilai
tukar yang menguntungkan yang membuat perjalanan ke tujuan yang relatif
murah, dan sebagian karena pemasaran yang agresif dengan mengedepankan
slogan "bersih, hijau". Sejak 1980-an telah terjadi peralihan sistem pengelolaan
pariwisata dari paket wisata, di mana dampak pengunjung terbatas pada rute
utama, ke arah pengelolaan yang dikenal sebagai "bebas dan perjalanan mandiri"
(FIT). Pada hari libur di mana orang mengemudi campervans dan mobil sewa
dengan semangat bergerak dimanapun. Bahkan perkembangan lebih baru mulai
bermunculan, termasuk wisata petualangan (bungy jumping, arung jeram).
Perkembangan pesat wisatawan selama dekade terakhir telah
meningkatkan kekhawatiran tentang dampak lingkungan dan keberlanjutan.
Terlampauinya daya dukung akan dapat menurunkan kualitas lingkungan, kualitas
pengalaman wisatawan dan mengintensifkan tekanan pada fasilitas seperti ruang
di tempat-tempat akomodasi, parkir, dan toilet. Tanah/lahan dan sungai, termasuk
pasokan air, limbah manusia dipandang sebagai masalah nasional di daerah-
daerah pariwisata.
Kegiatan wisata menghasilkan emisi (cair, padat dan gas), mengkonsumsi
sumber daya (yang mungkin terbarukan atau tidak terbarukan) dan memodifikasi,
fragmen dan/atau menghancurkan habitat.Jika tujuannya adalah untuk
11
meningkatkan kinerja lingkungan dari sektor pariwisata maka semua aspek
dampak dan hubungan antar- mereka perlu dipertimbangkan secara sistematis.
Penelitian ini memfokuskan pada dampak lingkungan dari pariwisata di
empat pusat di Westland District, Selandia Baru.Tujuan khusus dari penelitian ini
adalah untuk; 1) Mengembangkan model untuk memperkirakan dan
memproyeksikan wisata penggunaan sumber daya air, limbah padat dan produksi
air limbah di Hokitika, Harihari, Franz Josef, dan Haast; 2). Menilai kecukupan
sumber daya dan infrastruktur untuk menyediakan air, dan mengelola air limbah
dan limbah padat yang terkait dengan pariwisata.
Pengalaman keseluruhan wisata yang terdiri dari beberapa kegiatan,
masing-masing kegiatan mengkonsumsi air dan menghasilkan limbah padat dan
air limbah (diperlihatkan pada Tabel 2.1). Dari semua jenis aktivitas wisatawan
yang teridentifikasi tidak satupun dari aktivitas tersebut yang tidak membutuhkan
air dan menghasilkan limbah. Lebih jauh dikemukakan tentang dampak
perkembangan pariwisata di daerah penelitian terhadap infrastruktur. Kehadiran
wisatawan di daerah penelitian memiliki dampak langsung dan tidak langsung
pada infrastruktur. Dampak infrastruktur langsung akan banyak layanan yang
disediakan oleh Pemerintah Daerah, yang relevan dengan penelitian ini seperti; 1)
layanan air bersih, 2) system pembuangan air limbah, termasuk toilet umum, 3)
Pengelolaan sampah, dan 4) Stormwater manajemen. Pariwisata memberikan
dampak pada tiga poin pertama dan kurang pada poin ke 4.
12
Dampak infrastruktur tidak langsung mencakup banyak layanan yang
disediakan secara informal. Tidak semua penduduk tetap dalam suatu daerah yang
terhubung ke layanan tertentu. Misalnya, dalam Harihari, hanya 40 persen dari
penduduk yang terhubung ke suplai air kota dan tidak ada sistem pembuangan
kotoran sentral dalam Harihari. Dalam hal ini proporsi yang signifikan dari
penduduk akan memiliki pasokan air mereka sendiri secara individu dan
penukaran sistem air limbah, seperti sistem tangki septik. Ada kemungkinan
bahwa lebih dari 30 persen wisatawan menggunakan akomodasi yang kebutuhan
airnya diusahakan secara individu (Simons, 2001). Dalam kasus tersebut, dapat
menyebabkan polusi air permukaan dan air tanah serta meningkatkan risiko
penyakit. Jika pasokan air individu terbatas, atau berkualitas buruk, yang
disebabkan oleh meningkatnya permintaan pariwisata jelas akan memperburuk
kondisi di lapangan. Implikasi tidak langsung terhadap infrastruktur adalah nyata,
sehingga dituntut adanya meningkatan peraturan dan pemantauan pada daerah-
daerah pariwisata.
Penelitian ini menyajikan beberapa hasil temuan bahwa perkembangan
pariwisata di daerah-daerah pariwisata akan membutuhkan pasokan air yang
banyak dan menghasilkan limbah yang dapat merusak potensi air tanah dan air
permukaan. Penyebabnya tidak hanya oleh prilaku wisatawan tetapi juga sarana
dan prasarana yang kurang memadai. Kondisi ini mempunyai kecenderungan
yang sama seperti pada daerah yang akan dijadikan lokasi penelitian.
13
Table 2.1
Aktivitas Pariwisata, Produksi Limbah dan Konsumsi Air
Activity Wastewater Type Solid Waste Type Water
Consumption
Hotel/motel accommodation
Sewage, storm water
Paper and cardboard, plastics, glass, putrescibles, and some rubber, textiles and metal
Yes
Camping grounds
Sewage, storm water
Paper and cardboard, plastics, glass, organics, putrescibles, and some metal
Yes
Public toilets
Black water with smaller quantities of grey water
Some public toilets may have rubbish bins, producing - paper and cardboard, plastics, glass, putrescibles, and some metal
Yes
Campervan dumping Black water Paper and cardboard, plastic,
putrescibles, cans Maybe
Visitor Centres
Sewage and storm water
Paper and cardboard, plastics, glass, and some metal
Yes
Restaurants Sewage Paper and cardboard, plastics, glass, putrescibles, and some metal
Yes
Tourist shops etc Sewage
Paper and cardboard, plastics, glass, organics, and some textiles, rubber and metal
Yes
Adventure tourism
Black water Maybe some grey water
Variable Maybe
“Off-road” activities Black water
Paper and cardboard, plastics, glass, organics, putrescibles, and metal and textiles
No
Sumber: Cullen, (2001). Note that Table 2 has not included the environmental impact of the construction industry. During construction, industry can produce a significant quantity of waste material – in particular solid wastes (paper, plastic, glass, metal, rubble, concrete, timber, rubber, textiles and potentially hazardous materials), and in time these would need to be taken into account in a full environmental assessment.
14
Penelitian Nisha (2012), tentang dampak perkembangan pariwisata di
perdesaan India, peluang dan tantangannya. Pariwisata di daerah perdesaan
merupakan bentuk kegiatan baru yang dapat membawa dampak ekonomi dan
manfaat sosial kepada masyarakat. Di India pariwisata pedesaan merupakan
bentuk pariwisata yang relatif baru. Desa wisata dapat membantu dalam
membentuk masyarakat di perdesaan. Akan tetapi perkembangan pariwisata di
perdesaan dapat menimbulkan dampak positif dan negatif pada masyarakat
perdesaan. Dalam mengembangkan pariwisata di perdesaan perlu memahami
lingkungan perdesaan, kependudukan, latar belakang sosial-budaya, ekonomi dan
politik daerah setempat.
Beberapa peluang diperoleh dalam penelitianya, antara lain sebagai
berikut. 75% responden tertarik untuk pariwisata perdesaan, karena perjalanandi
perdesaan dapat menimbulkan kesenangan dan relaksasi bagi tubuh dan pikiran.
Sekali dalam setahun, penduduk kota telah menyatakan minat mereka untuk pergi
berwisata ke perdesaan. Terutama ke daerah-daerah yang memiliki keindahan
unsur-unsur alam seperti pegunungan, hutan, laut, danau dll. Seiring dengan itu
kebiasaan tradisional, kerajinan tangan dari pasyarakat perdesaan, makanan
tradisional dan gaya hidup mereka dan program budaya. Di Rajasthan, wisatawan
dapat melihat refleksi dari jenis program di Jaipur dan Udaipur khususnya. Jaipur
dan kota-kota lain dari Rajasthan telah mengembangkan beberapa penjualan yang
unik untuk menarik wisatawan domestik dan asing. Beberapa hotel di Rajasthan
menyediakan makanan tradisional dalam gaya yang sangat tradisional. Turis
menjadi lebih berpendidikan, lebih sadar akan fasilitas yang tersedia dan lebih
15
berpengalaman, sehingga harapan mereka juga meningkat. Wisatawan tertarik
untuk menjelajahi tempat-tempat baru. Pariwisata pedesaan di India memiliki
prospek besar di masa depan, karena tidak hanya menyediakan unsur-unsur
keindahan alam tetapi juga adat, tradisi, dan makanan lokal. Pengalaman
langsung dengan masyarakat setempat dapat menjadi pengalaman unik untuk
menarik wisatawan. Setiap negara bagian di India memiliki beberapa kerajinan,
tradisi dan makanan yang unik.Pariwisata perdesaan tidak harus dikembangkan
untuk pemasaran massal. Pariwisata perdesaan harus mengembangkan strategi
yang berbeda untuk segmen yang berbeda untuk membuatnya berhasil. Mencoba
untuk menarik setiap orang merupakan kesalahan besar. Agar efektif dan
berhasil, pemasar perlu fokus pada segmen tertentu atau segmen pada satu waktu.
Tantangan yang muncul akibat dari pengembangan desa untuk pariwisata
adalah dampak yang ditimbulkan terhadap kondisi lingkungan di perdesaan. Pada
dasarnya orang-orang pedesaan dapat belajar untuk mengembangkan lingkungan
yang sehat dengan sanitasi yang layak, jalan, listrik, dan tekomunikasi untuk
hidup lebih baik di satu sisi pada sisi lain wisatawan dapat memanfaatkan sumber
daya alam dan memiliki dampak penting pada lingkungan. Perkembangan
pariwisata di perdesaan dapat berdampak positip terhadap lingkunga seperti;
Orang-orang perdesaan belajar dari para pengunjung bagaimana menjalani hidup
sehat dan higienis; Bantuan dalam menciptakan dan memelihara taman alam;
mempelajari pentingnya pelestarian sumber daya alam; masyarakat akan belajar
menggunakan alat-alat modern dan teknologi; dan orang perdesaan akan belajar
untuk melestarikan habitat alam, keanekaragaman hayati, monumen bersejarah.
16
Disisi lain perkembangan pariwisata di perdesaan juga menimbulkan dampak
negatip terhadap kondisi lingkungan perdesaan. Para pengunjung bisa
mengeksploitasi sumber daya alam dan dapat berdampak berat pada lingkungan.
Selain itu, pariwisata perdesaan akan memerlukan fasilitas infrastruktur,
transportasi dan lainnya yang dapat menyebabkan degradasi lingkungan.
Pengembangan infrastruktur dapat mengganggu keindahan alam. Pengunjung
jumlah besar dapat mengeksploitasi sumber daya alam dan ekologi alam akan
terganggu.
Penelitian ini lebih memperkuat keyakinan bahwa perkembangan
pariwisata selain mengakibatkan dampak positif juga menimbulkan dampak
negatif. Dampak negatif yang ditimbukan karena perkembangan pariwisata selalu
akan membutuhkan infrasruktur yang dalam perkembangannya cenderung
mengeksploitasi sumber daya setempat sehingga kualitas sumberdaya menjadi
menurun. Menarik dalam penelitian ini adalah, perkembangan pariwisata di
pedesaan tidak harus dibuat masal. Mengembangkan strategi yang berbeda untuk
mendapatkan segmen yang berdeda. Hal ini menunjukan bahwa dalam
mengembangkan produk harus benar-benar ditentukan potensi yang spesifik dan
unik yang dimiliki desa, tanpa harus mengukuti kemauan sebagian besar
wisatawan. Strategi ini merupakan bagian dari konsep pembangunan pariwisata
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
17
2.2. Keterkaitan Pariwisata dan Sumber Daya Air
Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-Moon dalam pidatonya yang disampaikan
dalam memperingati ” World Tourism Day “ 27 Sept 2013 dengan topik
“Tourism and Water, Protecting Our Common Future” mengatakan bahwa:
perubahan iklim dan konsumsi yang tidak berkelanjutan telah mengancam sumber
daya air global, dan tanggung jawab industri pariwisata untuk menjaga dan
mengelola air dengan baik. Ban Ki-Moon mendorong perusahaan pariwisata
untuk mengurangi konsumsi dan meningkatkan pengelolaan limbah serta
memintanya untuk memainkan peran mereka dengan membuat pilihan sadar
lingkungan ketika mereka bepergian. Dengan melakukan hemat air menjadi
prioritas, maka kita semua bisa membantu untuk membangun masa depan yang
kita inginkan.
Richard, Dkk. (2011) dalam penelitiannya di 17 negara tujuan wisata
mengemukakan bahwa perkembangan pariwisata berdampak negatif terhadap
sumber daya air. Permintaan air melebihi pasokan yang tersedia dari sumber yang
berkelanjutan terjadi di banyak tujuan wisata populer, telah menyebabkan
kekurangan air. Hal ini memiliki efek serius pada masyarakat sekitar, habitat
alami, dan pada sektor pariwisata itu sendiri, serta merusak tujuan pembangunan
berkelanjutan. Semua negara-negara tujuan wisata yang termasuk dalam studi ini
sumber daya airnya mengalami tekanan yang sangat serius, penyebabnya
kombinasi berbagai faktor yang saling terkait, antara lain:
18
1. Kelangkaan Fisik, penyebabnya antara lain kehabisan persediaan
(misalnya Malta, Spanyol, Yunani), kekeringan (misalnya Karibia, Maroko),
polusi (termasuk dari pariwisata), dan intrusi air laut yang disebabkan oleh
eksploitasi yang berlebihan;
2. Kelangkaan Ekonomi, termasuk kurangnya infrastruktur, tata kelola air
yang buruk dan kurangnya manajemen permintaan (misalnya Kenya, Mesir,
Karibia);
3. Urbanisasi yang cepat dan pengembangan pariwisata yang tidak diatur,
meningkatnya pemanfaatan pada sumber daya air yang langka dan menyebabkan
kontaminasi sumber daya air oleh limbah yang tidak diolah (misalnya Tunisia,
Mesir, Yucatan);
3. Pertumbuhan penduduk dan fluktuasi wisatawan : termasuk efek
musiman selama musim padat wisatawan (misalnya Karibia).
Laporan perkembangan pariwisata dari UNEP’s (2006) tentang Sustainable
Tourism, mengemukakan antara lain; Selama tahun 1970, hanya 1 dari 13 orang
di negara-negara industri melakukan perjalanan ke negara berkembang sebagai
wisata internasional. Pada akhir 1990-an itu keadaan ini berubah dengan cepat
menjadi hanya 1 dari 5 orang telah melakukan perjalanan wisata. Terdapat 700
juta wisatawan internasional per tahun dan menghasilkan penerimaan sebesar 500
miliar dolar yang membuat pariwisata menjadi salah satu industri terbesar di
dunia, yang diikuti oleh dampak lingkungan yang serius. Sejumlah negara
berpenghasilan rendah telah meningkatkan promosi dibidang pariwisatanya
19
secara aktif untuk mendorong pembangunan ekonomi mereka. Kuba telah
meningkat lima kali lipat perkembangan pariwisatanya sejak tahun 1990. Wilayah
Saint Lucia, Antigua dan Barbuda, penerimaan pariwisatanya mencapai hampir
50% dari Produk Domestik Bruto (PDB), bahkan Maladewa menyumbang
hampir 90%.
Sumber daya air adalah daya tarik utama dalam pengembangan parwisata
dan rekreasi. Walaupun ada manfaat ekonomi yang positif, dampak negatifnya
tidak bisa dihindarkan. Pencemaran air adalah hasil dari air limbah yang
dihasilkan oleh fasilitas wisata dan aliran dan terjadi hampir di semua tubuh
perairan, seperti danau, sungai, laut dan air tanah. Sebagian besar pencemaran
airmerupakan non-point pollution, seperti rembesan septic tank, pemupukan
rumput, aliran permukaan tanah yang tertutup. Buangan limbah ke dalam sumber
daya air akan berbahaya bagi kesehatan. Pencemaran air merupakan masalah
serius pada beberapa daerah di Mediterania (Wall dan Mathieson, 2006).
Selain masalah pencemaran air, pariwisata membutuhkan air untuk mencuci
(laundry), kolam renang, menyiram taman, dan penggnaan lainnya dengan
jumlah di atas rata-rata. Hal ini akan menjadi masalah terutama pada daerah-
daerah yang memiliki kelangkaan sumber daya air (Hamele, 1988). Masalah
konsumsi air yang berlebihan di daerah wisata yang langka air dan
mengoperasikan lapangan golf, menyebabkan peningkatan pencemaran laut di
wilayah pesisir. Hal ini dikarenakan pengolahan air limbah yang tidak memadai
20
sehingga mengakibatkan hilangnya keanekaragaman hayati laut, termasuk
rusaknya terumbu karang.
Vegetasi sering berfungsi sebagai daya tarik bagi wisatawan. Hamparan
terasering sawah yang banyak dijumpai di Bali juga menjadi daya tarik tersendiri
dalam perkembangan pariwisata Bali pada umumnya. Akan tetapi,
kecenderungan yang terjadi adalah banyaknya fasilitas pariwisata di bangun
daerah persawahan yang merupakan daya tarik pariwisata. Membangun bangunan
di lahan sawah akan menghilangkan tanaman/vegetasi padi, dan akan
menghilangkan fungsi vegetatip tanaman sebagai penutup lahan, seperti resapan
air dan pencegahan erosi.
United Nations World Water Development (UNWWD) dalam laporannya
tentang 'Water for People, Water for Life' (2003); dan Water, a shared
responsibility (2006), mengemukakan fakta bahwa hotel dan wisatawan
mengkonsumsi sejumlah besar air. Di Israel air yang digunakan oleh hotel di
sepanjang Sungai Yordan diduga berkontribusi terhadap pengeringan air Laut
Mati, dimana tinggi muka air telah menurun 16,4 meter sejak tahun
1977.Pariwisata menyumbang sekitar 7% pencemaran air limbah di Mediterania,
dengan menghasilkan hingga 180 liter air limbah per wisatawan/ hari. Studi dari
CTO (Caribbean Tourist Organization), tahun 1994, telah diungkapkan bahwa
80% sampai 90% limbah dari hotel dan fasilitas terkait telah terjadi di pesisir
pantai dan dianggap memiliki efek buruk pada terumbu karang dan hutan bakau.
21
Keberadaan lapangan golf di suatu daerah pariwisata ternyata memiliki
dampak yang besar terhadap penurunan potensi air di daerah tersebut. Lapangan
golf delapan belas lubang dapat mengkonsumsi lebih dari 2,3 juta liter sehari.
Bahkan temuan paling ekstrim dikemukakan bahwa:
An average golf course in a tropical country such as Thailand needs 1500 kg of chemical fertilizers, pesticides and herbicides per year and uses as much water as 60,000 rural villagers (UNWWD.2006).
Terkait dengan penggunaan air oleh pariwisata khususnya wisatawan,
sebuah studi mengemukakan bahwa turis di Grenada, Spanyol umumnya
menggunakan air 7 kali lebih daripada masyarakat lokal dan perbedaan ini
biasanya terjadi di banyak daerah pariwisata yang sedang berkembang.Di daerah
tropis seperti Mediterania, masalah kelangkaan air menjadi perhatian
khusus,karena iklim panas dan kecenderungan turis untuk mengkonsumsi lebih
banyak air ketika berlibur daripada yang mereka lakukan di rumah.Jumlah yang
digunakan oleh wisatawan sampai mencapai 440 liter sehari,ini hampir dua kali
lipat dari penggunaan rata-rata penduduk kota Spanyol.