BAB II Kajian Pustaka 1. traditio, “diteruskan atau...

21
6 BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Pengertian Tradisi Tradisi dalam bahasa latin traditio, “diteruskan atau kebiasaan, dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu atau agamayang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah. Tradisi merupakan warisan atau norma-norma adat istiadat, kaidah- kaidah, harta-harta. Tetapi tradisi bukan suatu yang tidak dapat diubah. Tradisi justru diperpadukan dengan aneka ragam perbuatan manusia dan diangkat dalam keseluruhannya. Manusia yang membuatkan ia yang menerima, ia pula yang menolaknya atau mengubahnya. Itulah sebabnya mengapa kebudayaan merupakan cerita perubahan-perubahan manusia yang selalu memberi wujud baru kepada pola-pola kebudayaan yang sudah ada. (Van Reusen, 1992 : 115). Tradisi merupakan roh dari sebuah kebudayaan. Tanpa tradisi tidak mungkin suatu kebudayaan akan hidup dan langgeng. Dengan tradisi hubungan antara individu dengan masyarakatnya bisa harmonis. Dengan

Transcript of BAB II Kajian Pustaka 1. traditio, “diteruskan atau...

Page 1: BAB II Kajian Pustaka 1. traditio, “diteruskan atau ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7481/2/T1_152009019_BAB II… · dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : ... Sesaji

6

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Kajian Pustaka

1. Pengertian Tradisi

Tradisi dalam bahasa latin traditio, “diteruskan atau kebiasaan,

dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang dilakukan

sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat,

biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu atau agamayang sama. Hal

yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan

dari generasi ke generasi baik tertulis maupun lisan, karena tanpa adanya

ini, suatu tradisi dapat punah.

Tradisi merupakan warisan atau norma-norma adat istiadat, kaidah-

kaidah, harta-harta. Tetapi tradisi bukan suatu yang tidak dapat diubah.

Tradisi justru diperpadukan dengan aneka ragam perbuatan manusia dan

diangkat dalam keseluruhannya. Manusia yang membuatkan ia yang

menerima, ia pula yang menolaknya atau mengubahnya. Itulah sebabnya

mengapa kebudayaan merupakan cerita perubahan-perubahan manusia

yang selalu memberi wujud baru kepada pola-pola kebudayaan yang sudah

ada. (Van Reusen, 1992 : 115).

Tradisi merupakan roh dari sebuah kebudayaan. Tanpa tradisi tidak

mungkin suatu kebudayaan akan hidup dan langgeng. Dengan tradisi

hubungan antara individu dengan masyarakatnya bisa harmonis. Dengan

Page 2: BAB II Kajian Pustaka 1. traditio, “diteruskan atau ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7481/2/T1_152009019_BAB II… · dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : ... Sesaji

7

tradisi sistem kebudayaan akan menjadi kokoh. Bila tradisi dihilangkan

maka ada harapan suatu kebudayaan akan berakhir diaat itu juga. Setiap

sesuatu menjadi tradisi biasanya telah teruji tingkat efektifitas dan

efisiennya. Efektifitas dan efisiennya selalu mengikuti perjalanan

perkembangan unsur kebudayaan. Berbagai bentuk sikap dan tindakan

dalam menyelesaikan persoalan kalau tingkat efektifitasnya dan efisiennya

rendah akan segera ditinggalkan pelakunya dan tidak akan pernah

menjelma menjadi sebuah tradisi. Tentu saja sebuah tradisi akan pas dan

cocok sesuai situasi dan kondisi masyarakat pewarisnya.

Menurut Bastomi (1986: 1) Upacara tradisi adalah kegiatan yang

melibatkan warga masyarakat dalam usaha bersama-sama untuk mencapai

tujuan keselamatan bersama. Berdasarkan dua pengertian di atas maka

dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

a. Upacara tradisi bertujuan untuk menciptakan suasana yang tenang serta

menghindarkan dari bahaya yang akan mengancam di kemudian hari.

b. Upacara tradisi merupakan suatu kegiatan yang didalamnya

mengandung makna bahwa upacara tersebut harus diikuti dan

dilaksanakan seluruh warga masyarakat tanpa ada rasa terpaksa.

c. Dalam upacara tradisi ini banyak larangan yang tidak boleh dilanggar

oleh masyarakat, karena kalau dilanggar bisa berakibat kematian.

d. Upacara tradisional tumbuh dan menyebar melalui berbagai sikap

perbuatan manusia terhadap peristiwa tertentu.

Page 3: BAB II Kajian Pustaka 1. traditio, “diteruskan atau ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7481/2/T1_152009019_BAB II… · dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : ... Sesaji

8

Peranan tradisi terutama sangat nampak pada masyarakat pedesaan

walaupun kehidupan tradisi terdapat pula pada masyarakat kota.

Masyarakat pedesaan dapat diidentifikasikan sebagai masyarakat agraris,

maka sifat masyarakat sepeti itu cenderung tidak berani berspekulasi

dengan alternatif yang baru. Tingkah laku masyarakat selalu pada pola-pola

tradisi yang telah lalu (Bastomi, 1986 : 14).

Selanjutnya dari konsep tradisi akan lahir istilah tradisional.

Tradisional merupakan sikap mental dalam merespon berbagai persoalan

dalam masyarakat. Di dalamnya terkandung metodologi atau cara berfikir

dan bertindak yang selalu berpegang teguh atau berpedoman pada nilai dan

norma yang berlaku dalam masyarakat. Dengan kata lain setiap tindakan

dalam menyelesaikan persoalan berdasarkan tradisi.

Salah satu tradisi masyarakat Jawa adalah upacara-upacara adat yang

dikemas secara tradisional yang disebut juga upacara tradisional. Upacara

tradisional merupakan salah satu wujud peninggalan kebudayaan.

Kebudayaan adalah warisan sosial yang hanya dapat dimiliki oleh warga

masyarakat pendukungnya dengan jalan mempelajarinya (Purwadi, 2005 :

1).

2. Upacara Tradisional

Kebudayaan merupakan satu bentuk warisan sosial yang dimiliki

oleh warga masyarakat pendukungnya sebagai suatu warisan kebudayaan

yang mengalami perkembangan selaras perkembangan masyarakat itu

sendiri. Agar supaya di dalam perkembangannya, nilai-nilai luhur yang

Page 4: BAB II Kajian Pustaka 1. traditio, “diteruskan atau ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7481/2/T1_152009019_BAB II… · dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : ... Sesaji

9

terkandung dalam kebudayaan tidak tenggelam, perlu diupayakan

penanaman nilai – nilai tersebut melalui sarana atau media tertentu. Salah

satu cara yang dapat ditempuh adalah melalui pengenalan serta

pemahaman Upacara Tradisional.

Salah satu bentuk kebudayaan yang dimiliki dan dikembangkan oleh

masyarakat adalah upacara tradisional. Konsep upacara tradisional

berkaitan erat dengan keberadaan lingkungan di mana masyarakat

berdiam. Menurut Koentjaraningrat, bahwa seluruh alam diliputi kekuatan

gaib tertentu yang rupanya berada dalam segala hal. Kekuatan itu

dianggap berada di luar kemampuan dari kesadaran pemikiran manusia.

Sistem upacara merupakan suatu perwujudan dari religi yang memerlukan

suatu pengamatan secara ilmiah dan khusus (Koentjaraningrat, 1981: 241).

Menurut Supanto dalam Sunyata (1996 : 2) upacara tradisional yaitu

kegiatan sosial yang melibatkan para warga dalam mencapai tujuan

keselamatan bersama. Upacara tradisional merupakan bagian yang integral

dari kebudayaan masyarakat. Hal ini terwujud karena fungsi upacara

tradisional bagi kebudayaan masyarakat. Penyelenggaraan upacara

tradisional sangat penting artinya bagi masyarakat pendukungnya.

Keberadaan Upacara Tradisional tidak terlepas dari keberadaan

masyarakat pendukungnya, artinya apakah suatu Upacara Tradisional

masih dipertahankan atau tidak tergantung dari masyarakat pendukungnya

itu sendiri. Hal ini tidak terlepas dari keyakinan terhadap kesakralan

pelaksanaan Upacara Tradisional.

Page 5: BAB II Kajian Pustaka 1. traditio, “diteruskan atau ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7481/2/T1_152009019_BAB II… · dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : ... Sesaji

10

Levi Bruhl mengungkapkan adanya masyarakat yang memiliki

keyakinan bahwa alam diliputi oleh suatu kekuatan gaib tertentu yang

berada dalam segala hal. Kekuatan itu dianggap berada di luar kemampuan

dan kesadaran pikiran manusia, tetapi kekuatan tersebut dapat

menyebabkan kebahagiaan atau malapetaka. Untuk mengendalikannya

maka melalui bentuk pelaksanaan upacara yang ada di dalamnya terdapat

ritual-ritual tertentu (Koentjaraningrat 1981 : 91).

Upacara tradisional yang dilaksanakan oleh masyarakat

pendukungnya bertujuan untuk mencapai keselamatan bersama. Dalam

pelaksanaan upacara tersebut berisi ritual-ritual tertentu yang harus

dipatuhi dan dilaksanakan oleh warga masyarakat. Adapun keharusan ini

semakin memperkokoh rasa kebersamaan diantara mereka.

Aturan-aturan atau ritual-ritual yang harus dipatuhi dan

dilaksanakan tersebut diwariskan secara turun-temurun, sehingga berperan

melestarikan ketertiban hidup masyarakat itu, kepatuhan yang muncul

untuk taat melaksanakan ritual tidak terlepas dari kesakralan serta daya

magis/gaib dari pelaksanaan upacara.

Sesuatu yang sakral adakalanya tidak berbentuk pada benda-benda

yang kongkrit, yang sakral biasanya dijadikan sebagai objek atau sarana

penyembahan dari upacara-upacara keagamaan dan diabadikan dalam

ajaran kepercayaan. Dalam ajaran kepercayaan itulah munculnya ritual.

Ritual mengandung makna upacara, yaitu tindakan menurut adat atau

agama (Minsarwati 2002:28-29) Ritual itu sendiri adalah suatu kegiatan

Page 6: BAB II Kajian Pustaka 1. traditio, “diteruskan atau ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7481/2/T1_152009019_BAB II… · dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : ... Sesaji

11

yang berkaitan dengan mitos yang bertujuan untuk mensakralkan diri dan

dilakukan secara rutin, tetap, berkala yang dapat dilakukan secara

perorangan maupun kolektif menurut ruang dan waktu, serta berdasarkan

konvensi setempat (Zeffry 1998:98).

Menurut Wallek dan Werren (1995:243) mitos mengikuti dan

berkaitan erat dengan ritual. Mitos adalah bagian ritual yang diucapkan,

cerita yang diperagakan melalui ritual. Dalam suatu masyarakat, ritual

dilakukan oleh pemuka-pemuka agama untuk menghindarkan bahaya atau

mendatangkan keselamatan. Mitos berarti cerita-cerita anonim mengenai

asal mula alam semesta, nasib dan tujuan hidup.

Dari adanya keharusan mematuhi aturan dalam ritual upacara di

dalam masyarakat pada akhirnya membentuk pranata sosial yang tidak

tertulis. Akan tetapi harus dikenal dan dipatuhi oleh seluruh warga

masyarakat secara turun-temurun. Upacara tradisional disamping sebagai

pranata sosial berfungsi pula sebagai wahana komunikasi antar sesama

warga dengan dunia gaib. Komunikasi manusia dengan hal gaib

dinampakkan dalam simbol-simbol pula, nilai-nilai etis, pesan-pesan

ajaran agama maupun norma-norma disampaikan kepada seluruh warga.

Dengan demikian upacara tradisional dimanfaatkan pula sebagai sarana

sosialisasi kepada warga khususnya generasi muda.

Suatu ritus atau religi terdiri dari suatu kombinasi yang

merangkaikan beberapa tindakan. Ritus dan upacara bukan peristiwa biasa,

Page 7: BAB II Kajian Pustaka 1. traditio, “diteruskan atau ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7481/2/T1_152009019_BAB II… · dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : ... Sesaji

12

tetapi peristiwa yang dilaksanakan dengan emosi keagamaan dan biasanya

mempunyai sifat keramat (Koentjaraningrat, 1993:44)

3. Jenis-Jenis Upacara Tradisional

Upacara-upacara tradisional yang ada di Indonesia secara garis

besarnya dapat di bagi menjadi :

a. Upacara tradisional dalam kaitannya dengan alam merupakan upacara

yang berhubungan dengan kepercayaan terhadap dunia gaib dan

peristiwa-peristiwa alam.

b. Upacara tradisional yang berhubungan dengan leluhur. Upacara tradisi

berhubungan erat dengan adanya harapan keselamatan dalam hidupnya,

serta dijauhkan dari gangguan-gangguan makhluk halus dan perbuatan

yang dapat merugikan diri sendiri. (Kamajaya Karkoro,1992: 5).

c. Uapacara tradisi yang berkaitan dengan mitos, yaitu upacara tradisi

yang didalamnya mengandung pemujaan terhadap seseorang yang

dianggap memiliki kemampuan di atas kemampuan manusia normal

(memiliki kesaktian).

d. Upacara tradisi yang berkaitan dengan legenda, yaitu legenda yang

dianggap mempunyai daya kemampuan yang hebat atau benar-benar

terjadi di kehidupan masyarakat setempat.

4. Tujuan Upacara Tradisional

Upacara tradisional yang dilakukan oleh oleh anggota komunitas

baik secara bersama atau individu bertujuan untuk mendapatkan

keselamatan agar dihindarkan dari segala bala (malapetaka).

Page 8: BAB II Kajian Pustaka 1. traditio, “diteruskan atau ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7481/2/T1_152009019_BAB II… · dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : ... Sesaji

13

Bahwa upacara tradisional dilakukan juga secara berkala

mengingatkan warga akan segala norma dan aturan supaya dalam

bertindak tidak menyimpang dari aturan atau norma yang ada dalam

komunitas bersangkutan. Karena jika terjadi penyimpangan, akibat yang

muncul akan menimpa semua anggota masyarakat atau komunitas.

5. Unsur-Unsur Upacara Tradisional

Upacara tradisional baik yang bersifat religi/keagamaan maupun adat

memiliki unsur atau komponen yang sama. Unsur-unsur yang terkandung

adalah

1. Tempat Upacara

2. Saat Upacara

3. Benda-benda dan alat upacara

4. Orang-orang yang melakukan dan memimpin upacara.

(Koentjaraningrat, 1977 : 241).

Upacara yang dilakukan merupakan perbuatan yang keramat, oleh

karena itu unsur/komponen upacara tersebut dianggap keramat. Hal ini

berkaitan erat dengan prinsip yang mendasari dilaksanakan kegiatan

upacara, yaitu manusia diharapkan pada satu kekuatan yang berada diluar

jangkauan kemampuan pikirannya yang memiliki kegaiban.

Disamping empat komponen tersebut di atas, kegiatan upacara

mengandung sebelas unsur perbuatan yaitu :

Page 9: BAB II Kajian Pustaka 1. traditio, “diteruskan atau ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7481/2/T1_152009019_BAB II… · dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : ... Sesaji

14

1) Bersesaji

Bersesaji merupakan perbuatan untuk menyajikan makanan,

benda-benda dan sebagainya kepada roh-roh nenek moyang atau

makhluk halus lain, dengan tujuan supaya acara tersebut bisa

berjalan dengan jalan lancar. Sesaji ini merupakan sarana dan

prasarana yang penting dalam upacara tradisi yang erat

hubungannya dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat

tentang adanya roh-roh halus.

2) Berkurban

Berkurban merupakan perbuatan-perbuatan penyembelihan

binatang kurban atau manusia, secara upacara. Kadang-kadang ada

maksud bahwa binatang yang disembelih itu disajikan kepada

dewa-dewa, tetapi biasanya dalam perbuatan-perbuatan upacara

serupa itu orang sendirilah yang akan makan binatang yang

dikurbankan itu, dan bukan dewa-dewa. Dengan makan binatang

kurban tadi orang akan memasukkan dewa ke dalam dirinya

sendiri. Upacara berkurban pada manusia sekarang tidak pernah

dilakukan lagi.

3) Berdoa

Berdoa adalah suatu unsur yang banyak terdapat dalam

berbagai upacara keagamaan di dunia. Doa pada awal mulanya

adalah upacara hormat dan pujian kepada leluhur, biasanya doa

diiringi dengan gerak-gerik dan sikap-sikap tubuh yang pada

Page 10: BAB II Kajian Pustaka 1. traditio, “diteruskan atau ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7481/2/T1_152009019_BAB II… · dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : ... Sesaji

15

dasarnya merupakan gerak dan sikap-sikap menghormat dan

merendahkan diri terhadap para leluhur, dewata, atau terhadap

Tuhan. Kecuali itu juga arah muka atau kiblat pada waktu

mengucapkan doa. Kecuali itu juga arah muka atau kiblat pada

waktu mengucapkan doa, merupakan suatu unsur yang amat

penting dalam banyak religi dunia.

4) Makan bersama

Makan bersama merupakan suatu unsur perbuatan bersama

yang amat penting dalam upacara religi dan agama di dunia. Dasar

pemikiran itu rupa-rupanya mencari hubungan dengan dewa-dewa,

dengan cara mengundang dewa-dewa pada suatu pertemuan makan

bersama. Dalam kehidupan beberapa suku bangsa di Indonesia

yang beragama Islam, upacara kenduri atau slametan merupakan

suatu unsur yang amat penting dalam upacara keagamaan.

5) Menari

Menari seringkali merupakan suatu unsur penting dalam

banyak upacara keagamaan, jalan pikiran yang berada di belakang

perbuatan ini rupanya memaksa alam bergerak. Dari banyak suku

bangsa yang memiliki kepercayaan bahwa gerak alam bukan

merupakan hak yang mutlak. Seperti tubuh manusia, gerak alam

bisa sekonyong-konyong berhenti dan alam berhenti berarti alam

binasa. Apabila matahari tidak terbit lagi, apabila guntur dan petir

tidak menggelegar lagi, apabila guntur dan petir tidak menggelegar

Page 11: BAB II Kajian Pustaka 1. traditio, “diteruskan atau ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7481/2/T1_152009019_BAB II… · dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : ... Sesaji

16

lagi, apabila hujan tidak turun lagi, maka alam akan hancur.

Demikian manusia mempunyai dorongan batin yang besar supaya

alam tidak berhenti, dan orang memaksa alam untuk bergerak

dengan jalan menari.

6) Berprofesi (berpawai)

Berprofesi merupakan suatu perbuatan yang amat umum

dalam banyak religi didunia. Dalam proses seringkali dibawa

benda-benda keramat seperti : patung dewa-dewa, lambang-

lambang, benda-benda pusaka yang sakti dan sebagainya, dengan

maksud supaya kesaktian yang memancar dari benda-benda itu

bisa memberi pengaruh kepada keadaan tempat tinggal manusia

dan terutama pada tempat-tempat yang dilalui pawai itu, upacara

pawai sering juga mempunyai maksud yang pada dasarnya sama,

tetapi yang dilakukan dengan cara lain ialah mengusir makhluk

halus, hantu, dan segala kekuatan yang menyebabkan penyakit

serta bencana dari sekitar tempat tinggal manusia, tidak dengan

memakai benda sakti melainkan memakai benda nyanyian keramat,

mantra-mantra, teriak dengan bunyi-bunyi yang keras.

7) Upacara Seni Drama

Kekuatan kepada orang-orang untuk tahan kepada

penderitaan yang akan datang. Contoh dari permainan seni drama

di Indonesia yang berfungsi sebadai upacara keagamaan adalah

seni drama Calonarang di Bali, yang menceritakan seorang wanita

Page 12: BAB II Kajian Pustaka 1. traditio, “diteruskan atau ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7481/2/T1_152009019_BAB II… · dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : ... Sesaji

17

dukun sihir jahat bernama Calonarang yang suka menyebarkan

penyakit diantara rakyat raja Erlangga dari negara Kahuripan. Seni

drama tersebut oleh orang Bali mempunyai efek yang keramat,

yang dapat menolak penyakit. Seni drama seringkali mempunyai

arti suci dari mitologi atau kitab suci. Kegiatan mendramakan

beberapa peristiwa dari kehidupan tokoh-tokoh keramat atau dewa-

dewa itu, rupanya bisa menimbulkan suatu suasana keramat juga.

Yang seolah-olah bisa memberi dan bencana yang datang

mengancam desa.

8) Berpuasa

Berepuasa sebagai suatu perbuatan keagamaan yang ada

dalam hampir semua religi dan agama diseluruh dunia. Dasar

pikiran yang ada dibelakang perbuatan yang bisa macam-macam,

misalnya membersihkan diri atau menguatkan batin dengan

penderitaan. Berpuasa dalam berbagai religi dilakukan untuk waktu

satu bulan atau lebih secara berulang, dengan masa antara yang

singkat, misalnya satu kali dalam seminggu atau juga berupa

penghindaran atau pantangan tetap terhadap beberapa makanan

tertentu.

9) Intoxikasi

Intoxikasi terdiri dari perbuatan-perbuatan untuk

memabukkan atau menghilangkan kesadaran diri pada pelaku

upacara . Dengan demikian para pelaku upacara sering melihat

Page 13: BAB II Kajian Pustaka 1. traditio, “diteruskan atau ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7481/2/T1_152009019_BAB II… · dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : ... Sesaji

18

bayangan atau khayalan. Suatu cara intoxikasi yang amat banyak

dipakai adalah dengan minum semacam obat bius yang diambil

dari sejenis cactus yang disebut piyote atau miscal.

10) Bertapa

Bertapa ada dalam agama-agama dan religi-religi yang

mempunyai konsepsi bahwa rohani itu lebih penting dari jas mani.

Demikian ada pendirian kalau hasrat nafsu jasmani dari manusia

itu bisa ditelan, maka jiwa akan menjadi lebih bersih dan suci.

Sebenarnya jalan pikiran ini sering merupakan suatu latar belakang

dari berpuasa, sehingga berpuasa itu bisa disebut suatu bentuk yang

lunak dari bertapa. Sebaliknya dalam beberapa agama, usaha

mengabaikan jasmaniah bisa mencapai bentuk-bentuk yang amat

extreme sehingga orang melakukan berbagai perbuatan menyakiti

tubuh sendiri, dengan maksud seolah-olah merusak tubuh itu.

Contoh dalam berbagai sekte agama Hindu misalnya :

- Tidur di atas paku

- Makan makanan yang basi

- Duduk berhari-hari dalam air yang tingginya mencapai leher.

- Menggantungkan diri dengan kepala bawah dan sebagainya.

11) Bersemedi

Bersemedi adalah berbagai macam perbuatan serba religi

yang bertujuan memusatkan perhatian si pelaku maksudnya atau

kepada hal-hal yang suci, untuk hal ini ada beberapa macam cara

Page 14: BAB II Kajian Pustaka 1. traditio, “diteruskan atau ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7481/2/T1_152009019_BAB II… · dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : ... Sesaji

19

khusus, yang terutama dalam berbagai sekte dari agama Hindu

mendapat perhatian yang sangat besar.

Terutama kaum Yogin merupakan ahli dalam teknik-teknik

memusatkan pikiran, dengan berbagai macam sikap duduk, cara

menguasai nafas dan sebagainya, Semuanya dengan maksud untuk

membuat rohani suci dengan cara pemusatan pikiran tadi

(Koentjaraningrat, 1977 : 251-157).

6. Komponen-Komponen Upacara Tradisional

Dalam masyarakat Jawa upacara tradisional biasanya melibatkan

tokoh agama setempat sehingga upacara tradisional dapat diartikan sebagai

upacara keagamaan. Ada empat komponen yang ada dalam upacara

keagamaan menurut Koenjaraningrat (1992: 141-142) yaitu :

a. Tempat Upacara

Sesuatu yang keramat biasanya berada di tempat yang khusus dan

tidak boleh didatangi orang yang tidak berkepentingan tidak boleh

sembarang tempat upacara. Mereka harus hati-hati dan memperhatikan

berbagai macam larangan dan pantangan. Tempat upacara dapat terletak

di suatu tempat pusat kota. Tempat yang dipakai untuk melakukan

upacara-upacara mengenai desa dan dianggap sebagai pusat dari seluruh

kota.

b. Saat-saat Upacara

Saat-saat upacara biasanya dirasa sebagai saat yang genting dan

penuh dengan bahaya gaib, karena berhubungan langsung dengan dunia

Page 15: BAB II Kajian Pustaka 1. traditio, “diteruskan atau ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7481/2/T1_152009019_BAB II… · dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : ... Sesaji

20

gaib. Jadi dapat berakibat kemasukan roh. Dalam kehidupan manusia

juga terdapat saat-saat genting misalnya waktu hamil, waktu kelahiran,

waktu bayi dipotong rambutnya, waktu bayi pertama menginjak tanah,

waktu anak ditusuk telinganya, waktu haid, waktu sunat, waktu

pubertas, waktu perkawina dan waktu kematian.

Roh orang yang sudah meninggal itu dipandang sebagai pelindung

yang kuat. Artinya, pelindung dapat memberikan pertolongan dan

bantuan kepada orang-orang yang masih hidup. Roh orang yang sudah

meninggal tersebut dapat dibangunkan dan didatangkan oleh seorang

syaman. Cara mendatangkan roh tersebut dilakukan dengan diiringi

nyanyian, pujian, sajian-sajian dan doa. Kehadiran roh yang sudah

meninggal tersebut diharapkan dapat memberikan pertolongan dan

bantuan atau berkah terhadap mereka yang masih hidup (Sri Mulyono,

1979 : 53).

Ada pula waktu-waktu genting yang timbul karena bahaya

misalnya wabah penyakit menular, bencana alam, atau waktu-waktu ada

peperangan. Segala bahaya itu sering dianggap oleh orang berpangkal

pada suatu peristiwa dalam dunia gaib sehingga manusia mencoba

menolak segala macam bahaya tersebut dengan bermacam-macam

upacara yang bermaksud mencari hubungan dengan dunia gaib. Saat-

saat upacara juga disertai dengan ritual pemanggilan roh dan di tempat

yang dianggap angker. Agar dapat menarik roh-roh yang berdiam di

tempat-tempat angker maka pada waktu tertentu dipasang sesaji berupa

Page 16: BAB II Kajian Pustaka 1. traditio, “diteruskan atau ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7481/2/T1_152009019_BAB II… · dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : ... Sesaji

21

tumpeng, kemenyan, bunga mawar, pisang dan lain-lain. Sesaji

diselenggarakan untuk mendukung kepercayaan terhadap adanya

kekuatan makhluk halus yang “mbahureksa” (diam di tempat tersebut)

seperti lelembut, demit dan jin agar tidak mengganggu keselamatan,

ketentraman dan kebahagiaan keluarga yang bersangkutan, serta untuk

memohon berkah dan memohon perlindungan dari yang “mbahureksa”

agar terhindar dan terjauhkan dari gangguan makhluk halus lainnya

yang diutus oleh seseorang untuk mengganggu keluarga (Clifford

Geertz, 1981 : 28).

c. Benda-benda Upacara

Benda-benda upacara merupakan alat yang dipakai dalam

menjalankan upacara keagamaan. Alat-alat itu bisa berupa alat-alat

seperti wadah atau tempat sajian, sendok, pisau dan lainnya. Bendera

dan senjata juga sering digunakan untuk sajian. Alat-alat upacara yang

lazim digunakan adalah patung-patung yang berfungsi sebagai lambang

dewa atau roh nenek moyang yang menjadi tempat upacara. Benda

upacara bisa juga dari tumbuhan atau hasil panen. Misalnya pisang,

daun pisang, buah-buahan, ada juga dari hewan, yang sering digunakan

untuk upacara yaitu ayam atau bisa disebut ingkung.

Ingkung ini berupa ayam kampung yang dimasak utuh dan diberi

bumbu opor, kelapa dan daun salam. Ingkung ini melambangkan bayi

yang belum dilahirkan dengan demikian belum mempunyai kesalahan

apa-apa atau masih suci, atau dimaknai sikap pasrah dan menyerah atas

Page 17: BAB II Kajian Pustaka 1. traditio, “diteruskan atau ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7481/2/T1_152009019_BAB II… · dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : ... Sesaji

22

kekuasaan Tuhan. Orang Jawa mengartikan kata “ingkung” dengan

pengertian dibanda atau dibelenggu.

Ubarampe ingkung dimaksudkan untuk menyucikan orang yang

punya hajat maupun tamu yang hadir pada upacara selametan tersebut.

d. Peserta Upacara

Pemimpin upacara dalam berbagai religi dan suatu bangsa di

dunia biasanya dapat dibagi dalam tiga golongan yaitu pendeta, dukun,

dan syaman. Pendeta adalah orang yang karena sesuatu pendidikan

yang lama menjadi ahli dalam hal melakukan pekerjaan sebagai

pemuka upacara keagamaan. Syaman adalah sebuah istilah yang juga

sering dipakai untuk menamakan dukun, tetapi istilah tersebut dipakai

untuk golongan dukun yang memimpin upacara khusus (Purwadi,

2005: 47). Dalam masyarakat Jawa peserta upacara tradisi biasanya

warga sekitar yang dipimpin oleh kepala desa setempat dan dibantu

oleh doa modin atau pemuka agama setempat.

7. Sistem Upacara Agama Jawa

a. Selametan

Selametan adalah upacara makan bersama, makanan yang telah

diberi doa-doa sebelum dibagi-bagikan kepada hadirin dengan tujuan

untuk memperoleh keselamatan hidup dan bebas dari gangguan seperti

makhluk halus, arwah nenek moyang ataupun kekuatan supra natural

lainnya. Dalam slametan tidak bisa dilepaskan dengan sesaji sedangkan

sesaji adalah barang-barang yang diserahkan sebagai korban kepada

Page 18: BAB II Kajian Pustaka 1. traditio, “diteruskan atau ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7481/2/T1_152009019_BAB II… · dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : ... Sesaji

23

makhluk-makhluk halus di tempat tertentu dan pada saat-saat tertentu

dengan maksud yang sama dengan keselamatan tersebut

(Koentjaraningrat, 1997 : 340-341).

Selametan terpisahkan dari alam pikiran orang jawa yang erat

hubungannya dengan kepercayaan pada unsur-unsur kekuatan sakti

maupun makhluk halus. Sebab hampir semua selamatan ditujukan

untuk memperoleh keselamatan hidup dengan tidak ada gangguan

apapun. Hal ini terlibat pada asal kata upacara yaitu “selamat”

(Koentjaraningrat, 1982 : 340).

b. Sesaji

Sesaji yang dalam bahasa Jawa disebut “sesajen” artinya sajian

yang ditujukan kepada roh halus, arwah nenek moyang dan sebagainya

(Poerwadarminta, 1984 : 933). Di dalam komunitas masyarakat terjadi

suatu proses komunikasi secara timbal balik, komunikasi dengan

penguasa gaib dinampakkan dalam bentuk simbol-simbol yang

menyertai upacara sesaji. Demikian halnya komunikasi sesama warga

yang dinampakkan melalui simbol-simbol yang mengandung pesan-

pesan agama, nilai-nilai etis serta norma-norma yang berlaku dalam

masyarakat. Upacara tradisional dipakai sebagai wahana sosialisasi

nilai-nilai luhur kepada generasi muda pendukungnya.

Suatu upacara sesaji yang dilaksanakan oleh banyak warga yang

bersangkutan bersama-sama mempunyai fungsi sosial mengintensifkan

kerukunan masyarakat serta memenuhi kewajiban sosial. Upacara sesaji

Page 19: BAB II Kajian Pustaka 1. traditio, “diteruskan atau ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7481/2/T1_152009019_BAB II… · dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : ... Sesaji

24

dianggap sebagai aktifitas untuk berhubungan dengan Tuhan, Dewa

atau penguasa gaib. Dalam hal ini penguasa gaib dianggap sebagai

suatu kesatuan dalam komunitas masyarakat dengan sifat istimewa

(Koentjaraningrat, 1977 : 282-283).

Dalam selametan biasanya dihadiri tetangga-tetangga, kenalan,

kerabat dan tamu-tamu undangan dan warga desa diadakan pada siang

hari. Mereka duduk dibentangan tikar, di tengah ruangan diletakkan dua

atau tiga buah tampah berisi hidangan slametan, terdiri dari nasi

tumpeng dengan lauk pauknya, beberapa gelas, mangkuk-mangkuk

untuk cuci tangan serta piring-piring kosong dan daun pisang.

Sementara tamu-tamu berdatangan, kemenyan sudah mulai

dibakar, sementara tamu-tamu duduk bersila mengelilingi hidangan

tumpengan. Upacara dimulai dengan sambutan singkat menggunakan

gaya bahasa kromo dengan isi sambutan berterima kasih atas

kedatangan pada tamu dan memberitahukan maksud diadakannya

slametan serta mohon maaf untuk segala kekurangan dalam hal

mengatur upacara. Selanjutnya modin mengucapkan doa-doa dan para

tamu mengucapkan kata “amin”, setelah diucapkan maka modin dan

para tamu dipersilahkan bersantap.

Page 20: BAB II Kajian Pustaka 1. traditio, “diteruskan atau ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7481/2/T1_152009019_BAB II… · dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : ... Sesaji

25

B. Penelitian yang Relevan

Septiya Irmawati (2009) dalam Skripsi Makna Tradisi

Kembang Kuningan Dalam Membina Kerukunan Masyarakat di

Desa Pobologo Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang.

Disimpulkan bahwa Tradisi Kembang Kuningan di Desa Pobologo

Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang dilakukan selama 35 hari

sekali yaitu pada hari Senin Pahing. Kebersamaan yang dirasakan

masyarakat pendukungnya dapat menciptakan suatu kerukunan yang

lebih kokoh.

Siget Ariyanto (2011) dalam skripsinya Peranan Upacara

Midang Dalam Meningkatkan Kerukunan Masyarakat Desa

Jatirejo Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang. Skripsi tersebut

dapat disimpulkan bahwa Upacara Midang di Desa Jatirejo Kecamatan

Suruh Kabupaten Semarang dilakukan selama 35 hari sekali. Dilihat

dari persiapan tampak mereka membina kerukunan dan persatuan

masyarakat Desa Jatirejo. Saat membuat makanan untuk sesaji dan

ritual yang mereka buat secara sederhana secara bersama-sama.

Page 21: BAB II Kajian Pustaka 1. traditio, “diteruskan atau ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7481/2/T1_152009019_BAB II… · dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : ... Sesaji

26

C. Kerangka Berpikir

Tradisi Jawa

Tradisi Jumat Pahing

Makna Bagi Masyarakat

Sosial Religi/ Agama Ekonomi Pendidikan