BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7739/3/T1... · 2016-09-16 · pada...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7739/3/T1... · 2016-09-16 · pada...
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam
Menurut Marsetio Donosepoetro (Trianto, 2010:137) “menyatakan bahwa
pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah dan sikap
ilmiah. Sebagai proses diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan
pengetahuan tentang alam maupun untuk menemukan pengetahua baru. Sebagai
produk diartikan sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang diajarkan di sekolah
atau di luar sekolah ataupun bahan bacaan untuk penyebaran atau dissiminasi
pengetahuan. Sebagai prosedur dimaksudkan adalah metodologi atau cara yang
dipakai untuk mengetahui sesuatu (riset pada umumnya) yang lazim disebut metode
ilmiah”. Sementara itu Laksmi Prihantoro dkk (Trianto, 2013:137) “mengatakan
bahwa IPA hakikatnya merupakan suatu produk, proses dan aplikasi. Sebagai produk,
IPA merupakan sekumpulan pengetahuan dan sekumpulan konsep dan bagan konsep.
Sebagai suatu proses, IPA merupakan proses yang dipergunakan untuk mempelajari
objek studi, menemukan dan mengembangkan produk-produk sains, dan sebagai
aplikasi, teori-teori IPA akan melahirkan teknologi yang dapat memberi kemudahan
bagi kehidupan”.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Ilmu Pengetahuan pada
hakikatnya merupakan suatu produk ilmiah yang dihasilkan dari proses ilmiah, sikap
ilmiah dan juga dalam pengaplikasiannya yang melahirkan teknolohi yang dapat
mempermudah kehidupan manusia.
7
2.1.2 Hakikat Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
Menurut Kardi dan Nur (Trianto, 2013:142) mengatakan “bahwa hakikat IPA
mesti tercermin dalam tujuan pendidikan dan metode mengajar yang digunakan”.
Sejalan dengan kurikulum KTSP (Depdiknas, 2006) bahwa “IPA berhubungan
dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga bukan hanya
penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi
juga merupakan suatu proses penemuan”.
Berdasarkan pendapat para tokoh di atas dapat disimpulkan bahwa
pembelejaran IPA harus tercermin dalam metode yang digunakan agar siswa
mendapatkan pengetahuan baik berupa fakta, konsep maupun prinsip secara
sistematis.
Pembelajaran IPA di SD/MI menurut BNSP 2006 bertujuan agar peserta didik
memiliki kemampuan sebagai berikut:
1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan
2) keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
3) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
4) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan
masyarakat
5) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan
6) Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga dan
melestarikan lingkungan alam
7) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya
sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
8
8) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar
untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Dari beberapa tujuan yang ada, bahwa peserta didik tidak hanya
dituntut paham tentang alam semesta. Melainkan juga peserta didik haruslah
memiliki sikap ilmiah dan kepribadian yang baik.
2.1.3 Cooperatif learning
Menurut Vygostky dalam (Agus Supriono, 2013:56) “pembelajaran kooperatif
adalah penekanan belajar sebagai proses dialog interaktif. Pembelajaran kooperatif
adalah pembelajaran berbasis social”. Sedangkan menurut Anita Lie (Agus Supriono,
2013:56) model “pembelajaran ini didasarkan pada falsafat Homo Homini Socius
yang berlawanan dengan teori Darwin, falsafah ini menekankan bahwa manusia
adalah mahluk social. Dialog interaktif merupakan kunci dari semua kehidupan
social. Tanpa interaksi social , tidak akan mungkin ada kehidupan bersama. Dengan
kata lain, kerja sama merupakan kebutuhan yang sangat penting artinya bagi
kelangsungan hidup. Tanpa kerja sama tidak akan ada individu, keluarga, organisasi,
dan kehidupan bersama lainnya. Secara umu tanpa interaksi social tidak aka nada
pengetahuan yang disebut Piaget sebagai pengetahuan social”.
Dari pendapat para ahli di atas dapat diambil kesimpulan bahwa manusia pada
hakekatnya adalah mahluk social yang selalu membutuhkan orang lain dalam
kehidupannya. Begitu juga dalam pembelajaran, untuk membangun pengetahuannya
maka dibutuhkan orang lain dengan kata lain pembelajaran yang berkelompok.
Menurut Chaplin (Agus Supriono, 2013:56) “kelompok itu dapat terdiri dari
dua orang saja, tetapi juga dapat terdiri dari banyak orang, Chaplin juga
mengemukakan bahwa anggota kelompok tidak harus berinteraki secara langsung”.
Sedangkan menurut Shaw (Agus Supriono, 2013:57) “satu ciri yang dipunyai oleh
9
semua kelompok yaitu anggotanya saling berinteraksi, saling mempengaruhi satu
dengan lainnya. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kelompok bisa terdiri
dari dua orang atau lebih dan yang menjadi satu ciri semua kelompok iala adanya
interaksi dan saling mempengaruhi antara setiap anggota kelompok”.
Menurut Roger dan David Johnson (Agus Supriono, 2013:58) untuk mencapai
hasil yang maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif harus
diterapkan. Lima unsur tersebut adalah :
1) Positive interpendence (saling ketergantungan positif).
2) Personal responsibility (tanggung jawab perseorangan).
3) face to face promotive interaction (interaksi promotif).
4) Interpersonal skill (komunikasi antar anggota).
5) Group processing (pemrosesan kelompok).
Sintak model pembelajaran cooperative terdiri dari 6 (enam) fase.
Tabel 2.1
Sintak Pembelajaran Model Cooperative
FASE-FASE PERILAKU GURU
Fase 1: Present goal and set
Menyampaikan tujuan dan
mempersiapkan peserta didik
Menjelaskan tujuan pembelajaran dan
mempersiapkan peserta didik siap
belajar.
Fase 2: Present information
Menyajikan informasi
Mempresentasikan informasi kepada
peserta didik secara verbal.
Fase 3: Organize student in to learning
Mengorganisir peserta didik ke dalam
tim-tim belajar
Memberikan penjelasan kepada peserta
didik tentang tata cara pembentukan tim
belajar dan membantu kelompok
melakukan transisi yang efisien.
Fase 3: Assist team work and study
Membantu kerja tim dan belajar
Membantu tim-tim belajar selama peserta
didik mengerjakan tugasnya.
Fase 5: Test on the materials
Mengevaluasi
Menguji pengetahuan peserta didik
mengenai berbagai materi pembelajaran
10
atau kelompok-kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase 6: Provide recognition
Memberikan pengakuan atau
penghargaan
Mempersiapkan cara untuk mengakui
usaha dan prestasi individu maupun
kelompok.
2.1.4 Model Pembelajaran The Power of Two
Strategi belajar kekuatan dua kepala (the power of two) termasuk bagian dari
belajar kooperatif yang praktek pelaksanaannya adalah dengan belajar dalam
kelompok kecil dengan menumbuhkan kerja sama secara maksimal melalui kegiatan
pembelajaran oleh teman sendiri dengan anggota dua orang di dalamnya untuk
mencapai kompentensi dasar.
Masih menurut Muqowin (2007), “strategi belajar kekuatan berdua (the power
of two) adalah kegiatan dilakukan untuk meningkatkan belajar kolaboratif dan
mendorong munculnya keuntungan dari sinergi itu, sebab dua orang tentu lebih baik
daripada satu”.
Langkah-langkah pembelajaran the power of two menurut Muqowin adalah
sebagai berikut:
a) Guru memberi peserta didik satu atau lebih pertanyaan yang
membutuhkan refleksi dan pikiran.
b) Guru meminta peserta didik untuk menjawab pertanyaan sendiri-sendiri.
c) Setelah semua melengkapi jawabannya, guru membentuk siswa ke dalam
pasangan dan meminta mereka untuk berbagi (sharing) jawabannya
dengan jawaban yang dibuat teman yang lain.
11
d) Guru meminta pasangan tadi untuk membuat jawaban baru untuk masing-
masing pertanyaan dengan memperbaiki respons masing-masing individu.
e) Ketika semua pasangan selesai menulis jawaban baru, guru
membandingkan jawaban dari masing-masing pasangan ke pasangan yang
lain.
Menurut Agus Supriono (Agus Supriono, 2013:100) langkah-langkah
pembelajaran the power of two adalah sebagai berikut:
a) Diawali dengan mengajukan pertanyaan. Diharapkan pertanyaan yang
dikembangkan adalah pertanyaan yang membutuhkan pemikiran kritis.
b) Mintalah kapada peserta didik secara perorangan untuk menjawab
pertanyaan yang diterimanya. Setelah semua menyelasikan jawabannya,
mintalah peserta didik untuk mencari psangan.
c) Individu-individu yang berpasangan diwajibkan saling menjelaskan
jawaban masing-masing, kemudian menyusun jawaban baru yang
disepakati bersama. Setelah masing-masing menuliskan jawaban
mereka, mintalah mereka membandingkan jawaban tersebut dengan
jawaban pasangan lain, demikian seterusnya. Berikan waktu yang cukup
agar peserta didik dapat mengembangkan pengetahuan yang integrative.
d) Diakhir pelajaran buatlah rumusan-rumusan rangkuman sebagai
jawaban-jawaban atas pertanyaan yang telah diajukan. Rumusan
tersebut merupakan konstruksi atas keseluruhan pengetahuan yang telah
dikembangkan selama diskusi.
Dari pendapat para ahli di atas mengenai langkah-langkah pembelajaran the
power of two memiliki beberapa langkah-langkah mulai dari guru memberikan
pertanyaan pada siswa, siswa secara individu diminta untuk menjawab pertanyaan
yang diberikan guru, siswa dibentuk dalam kelompok yang setiap kelompok terdiri
12
dari 2 orang siswa atau berpasang-pasangan, siswa diminta untuk menjelaskan
jawaban masing-masing kepada anggota kelompoknya atau pasangannya, setiap
kelompok diminta untuk membuat jawaban yang disepakati, setiap kelompok
membandingkan jawaban yang diuatnya dengan kelompok lain sampai semua
kelompok sudah membandingkan jawaban kelompoknya dengan jawaban kelompok
lain. Dengan melihat beberapa langkah-langkah pembelajaran the power of two yang
dijelaskan para ahli maka peneliti menyusun langkah-langkah pembelajaran seperti di
bawah ini:
Tabel 2.2
Sintak Pembelajaran Cooperative Learning Tipe The Power OF Two
No. Tahapan Aktivitas Guru
1. Langkah Pertama
Memberikan Pertanyaan
Guru memberikan pertanyaan.
2. Langkah Kedua
Menjawab jawaban
(individu)
Guru memberikan waktu kepada peserta didik
untuk menjawab pertanyaan secara individu.
3. Langkah Ketiga
Pembentukan Kelompok
Guru membagi siswa kedalam kelompok yang
setiap kelompok terdiri dari 2 siswa atau
berpasang-pasangan.
13
4.
Langkah Keempat
Diskusi Kelompok
a) Guru memberikan waktu kepada setiap
kelompok agar setiap anggota kelompok
menjelaskan kepada anggota kelompok
jawaban yang sudah dibuatnya kepada
teman kelompoknya atau pasangannya.
b) Guru meminta kepada setiap kelompok
untuk membuat jawaban yang disepakati
bersama tentang pertanyaan yang
sebelumnya sudah diberikan guru.
c) Guru meminta kepada setiap kelompok
untuk membandingkan jawaban
kelompoknya dengan jawaban
kelompok lain, begitu seterusnya samapi
semua kelompok selesai
membandingkan jawaban kelompoknya
dengan jawaban kelompok lain
5. Langkah Kelima
Mempresentasikan hasil
diskusi.
Guru meminta beberapa kelompok untuk
mempresentasikan hasil diskusi kelompok di
depan kelas.
6. Langkah Keenam
Membuat rangkuman
Guru membuat rangkuman sebagai jawaban
atas pertanyaan yang telah diajukan dan
rangkuman tersebut merupakan pengembangan
pengetahuan selama diskusi.
Sintak pembelajaran the power of two di atas terdiri dari 6 langkah dalam
proses belajar nantinya:
1. Pertama memberikan pertanyaan, guru memberikan pertanyan kepada
siswa yang mana pertanyaan ini nantinya menjadi bahan diskusi siswa
di dalam kelompok.
2. Kedua membuat jawaban (individu), guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menjawab pertanyaan secara individu.
14
3. Ketiga pembentukan kelompok, guru membagi siswa kedalam
kelompok yang setiap kelompok terdiri dari 2 siswa atau berpasang-
pasangan.
4. Keempat diskusi kelompok, guru memberikan waktu kepada setiap
kelompok untuk memjelaskan jawaban yang sebelumnya sudah dibuat
secara individu kepada anggota kelompoknya atau pasangannya,
membuat jawaban yang disepakati dalam kelompok dan
membandingkan jawaban yang sudah dibuat dalam kelompok dengan
jawaban kelompok lain.
5. Kelima mempresentasika hasil diskusi, beberapa kelompok diminta
untuk maju kedepan kelas dan mempresentasikan hasil diskusinya.
6. Keenam membuat rangkuman, guru bersama siswa membuat
rangkuman sebagai jawaban atas pertanyaan yang telah diajukan,
rangkuman tersebut merupakan pengembangan pengetahuan selama
diskusi.
Dari enam langkah pembelajaran IPA dengan penerapan cooperative learning
tipe the power of tersebut kemudian disusun menjadi langkah-langkah pembelajaran
berdasarkan Permendiknas No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses. Dengan
disusunnya langkah-langkah tersebut diharapkan natinya pembelajaran akan
menimbulkan minat belajar siswa dikarenakan pembelajaran yang dirancang
merupakan pembelajaran berkelompok sehingga hasil belajar nantinya di atas KKM
atau tuntas.
15
Tabel 2.3
Langkah-Langkah Cooperative Learning tipe The Power Of Two
Berdasarkan Standar Proses
Tahap Kegiatan
Guru Dan Siswa
Pendahuluan 1. Guru memberikan apersepsi.
2. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran.
3. Guru menjelaskan langkah-langkah pembelajaran the
power of two.
Inti Eksplorasi
1. Guru bertanya jawab dengan peserta didik.
2. Siswa diminta menjawab pertanyaan tersebut secara
individu.
3. Siswa dibentuk kedalam kelompok.
Elaborasi
1. Siswa diminta untuk menjelaskan jawaban yang
sebelumnya sudah dibuat kepada anggota kelompok atau
pasangannya.
2. Setiap kelompok diminta untuk membuat jawaban yang
disepakati.
3. Setiap kelompok diminta untuk membandingkan jawaban
kelompoknya dengan jawaban kelompok lainnya, begitu
seterusnya sampai semua kelompok selesai
membandingkan jawaban kelompoknya dengan
kelompok lainnya.
4. Beberapa kelompok diminta untuk mempresentasikan
hasil diskusi di depan kelas.
Konfirmasi
1. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
bertanya tentang hal yang belum dimengerti.
Penutup 1. Guru dan siswa membuat rangkuman.
2. Guru memberikan salam penutup.
16
Menurut Irsyadul Albaab pembelajaran The Power Of Two mempunyai
keunggulan dan kelemahan
1) Keunggulan:
a) Siswa tidak terlalu menggantungkan guru, akan tetapi dapat
menambah kepercayaan kemampuan berfikir sendiri, menemukan
informasi dari berbagai sumber dan belajar dari siswa lain.
b) Mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan
dengan kata-kata secara verbal dan dengan membandingkan ide-ide
atau gagasan-gagasan orang lain.
c) Membantu anak agar dapat bekerja sama dengan orang lain, dan
menyadari segala keterbatasannya serta menerima segala
kekurangannya.
d) Membantu siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam melaksanakan
tugasnya.
e) Meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berfikir.
Meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial.
17
2) Kelemahan:
a) Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu
memerlukan banyak tenaga, pemikiran dan waktu.
b) Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar, maka dibutuhkan
fasilitas alat dan biaya.
c) Saat diskusi kelas terkadan didominasi seseorang, hal ini mengakibatkan
siswa yang lain menjadi pasif.
2.1.6 Minat belajar
Menurut Muhibbin Syah “Minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan
yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Hal tersebut serupa dengan
yang dikemukakan Syaiful Bahri yang menyatakan bahwa minat nerupakan
kecenderungan yang menetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa
aktivitas. Jadi seseorang yang beminat terhadap suatu aktivitas dan bergairah untuk
memperhatikan aktivitas itu secara konsisten dengan rasa senang tanpa ada yang
menyuruh”.
Menurut Slameto (2010:180) “minat belajar adalah suatu rasa lebih suka dan
rasa keterikatan pada suat hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyeluruh. Minat pada
dasarnya adalah penerimaan akan suat hubungan antara diri sendiri dengan
lingkungan di luar diri. Dalam pengertian lain minat belajar adalah kecenderungan
perhatian dan kesenangan dalam aktivitas, melalui jiwa dan raga untuk menuju
perkembangan manusia seutuhnya, yang mencakup cipta, rasa, karsa, kognitif,
afektif, dan psikomotor lahir batin”.
Berdasarkan pengertian para tokoh tersebut maka dapat disimpulkan bahwa minat
adalah merupakan perasaan senang dan tertarik pada suatu obyek, dan kesenangan itu
lalu cenderung untuk memperhatikan dan akhirnya aktif berkecimpung dalam objek
18
tersebut. Seseorang yang berminat terhadap suatu aktivitas akan memperhatikannya
secara konsisten dengan rasa senang.
Dengan memperhatikan pengertian minat belajar tersebut, maka semakin
kuatlah tentang anggapan bahwa minat belajar adalah suatu hal yang abstrak ( tidak
dapat dilihat langsung dengan mata kepala ), namun dengan memperhatikan dari
aktivitas serta hal-hal lain yang dilakukan oleh seseorang minat belajar tersebut bisa
diketahui dengan cara menyimpulkan dan menafsirkannya.
2.1.7 Hakikat Hasil Belajar
Menurut Abdurrahman (Asep Jihad 2013:14) “hasil belajar adalah kemampuan
yang diperolah anak setelah melalui kegiatan”.
Menurut Sudjana (Asep Jihad 2013:15) “hasil belajar adalah kemampuan-
kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya”.
Menurut Hamalik (Asep Jihad 2013:15) “hasil belajar pola-pola perbuatan,
nilai-nilai, pengertian-pengertian dan sikap-sikap, serta apersepsi dan abilitas.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasi belajar
merupakan perubahan tingkah laku setelah proses pembelajaran berlangsung yang
berupa keterampilan kognitif, afektif dan psikomotor. Sebelum hasil belajar
ditentukan maka dilaksanakan proses evaluasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar Menurut Munadi (Rusman,
2012:124) antara lain meliputi faktor internal dan faktor eksternal:
1) Faktor Internal
a) Faktor Fisiologis
Secara umum kondisi fisiologis, seperti kesehatan yang prima, tidak
dalam keadaan lelah dan capek, tidak dalam keadaan cacat jasmani dan
19
sebagainya. Hal tersebut dapat mempengaruhi peserta didik dalam menerima
materi pelajaran.
b) Faktor Psikologis
Setiap indivudu dalam hal ini peserta didik pada dasarnya memiliki
kondisi psikologis yang berbeda-beda, tentunya hal ini turut mempengaruhi
hasil belajarnya. Beberapa faktor psikologis meliputi intelegensi (IQ),
perhatian, minat, bakat, motif, motivasi, kognitif dan daya nalar peserta didik.
2) Faktor Eksternal
a) Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan dapat mempengurhi hasil belajar. Faktor
lingkungan ini meliputi lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan
alam misalnya suhu, kelembaban dan lain-lain. Belajar pada tengah hari di
ruangan yang kurang akan sirkulasi udara akan sangat berpengaruh dan akan
sangat berbeda pada pembelajaran pada pagi hari yang kondisinya masih
segar dan dengan ruangan yang cukup untuk bernafas lega.
b) Faktor Instrumental
Faktor-faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan dan
penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan.
Faktor-faktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya
tujuan-tujuan belajar yang direncanakan. Faktor-faktor instrumental ini berupa
kurikulum, sarana dan guru
Untuk memperoleh hasil belajar, dilakukan evaluasi atau penilaian
yang merupakan tindak lanjut atau cara untuk mengukur tingkat penguasaan
20
siswa. Kemajuan prestasi belajar siswa tidak saja diukur dari tingkat
penguasaan ilmu pengetahuan tetapi juga sikap dan keterampilan. Dengan
demikian penilaian hasil belajar siswa mencakup segala hal yang dipelajari di
sekolah, baik itu menyangkut pengetahuan, sikap dan keterampilan.
2.2. Penelitian yang Relevan
Optimisme dalam penelitian ini didukung dengan penelitian-penelitian yang
relavan. Penelitian yang relavan dengan penelitian ini diantaranya penelitian yang
dilakukan oleh Nurlaila dalam skripsinya yang berjudul “Penerapan Model
Pembelajaran The Power Of Two Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Pada Pokok
Pembahasan Pesawat Sederhana Kelas V SD Negeri 165732 Tebing Tinggi Tahun
Ajaran 2012/2013”. Dan juga penelitian yang dilakukan oleh Anjar Mukti Wibowo
dalam skripsinya yang berjudul “ Peningkatan Minat Belajar IPS Sejarah Dengan
Menggunakan Startegi Pembelajaran The Power Of Two Pada Siswa Kelas VII B
MTs Negeri Kembangwawit Tahun Pelajaran 2010/2011”. Dengan penerapan
pembelajaran the power of two dapat mempengaruhi minat belajar dan hasil belajar
siswa karena siswa cenderung senang dengan pembelajaran secara berkelompok.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Nurlaila penggunaan model
pembelajaran the power of two menyebutkan bahwa hasil belajar siswa mengalami
peningkatan. sebelum diterapkan pembelajaran the power of two pada siklus I
terdapat sebanyak 5 orang siswa (20,82%) yang tuntas belajar dan 19 orang siswa
(79,16%) yang belum tuntas belajar sedangkan pada siklus II terdapat sebanyak 20
orang siswa (83,33%) yang tuntas belajar dan sebanyak 4 orang siswa (16,67%) yang
belum tuntas belajar. Jika dibandingkan dengan dari siklus I ketuntasan belajar siswa
pada siklus II semakin meningkat. Dengan melihat pada siklus II terjadi peningkatan
sebesar 62,5% dari siklus I ke siklus II pada penelitian tersebut.
21
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Anjar Mukti Wibowo penggunaan
model the power of two menyebutkan bahwa minat belajar siswa mengalami
peningkatan pada siklus I minat belajar siswa yang mencapai predikat cukup tinggi
presentasenya 46% sedangkan pada siklus II mengalami mengalami peningkatan
dimana 92% siswa mencapai predikat minat sangat tinggi. Dengan melihat
perbandingan antara silus I dan siklus II maka dapat diambil kesimpulan bahwa
Pembelajaran the power of two dapat meningkatkan minat belajar siswa.
Dengan melihat hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurlaila dan Anjar
Mukti Wibowo yang mana telah menunjukkan keberhasilannya dalam penggunaan
model pembelajaran the power of two. Penulis memilih dua penelitian tersebut karena
relavan untuk penelitian yang berikutnya meskipun dengan tempat yang berbeda.
Penulis juga yakin dan juga optimis bahwa penelitian ini juga akan berhasil untuk
meningkatakan minat belajar dan hasil belajar IPA Kelas V SD Negeri 03 Danyang
Purwodadi Grobogan Semester II Tahun Pelajaran 2013/2014.
2.3 Kerangka Berpikir
Hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 03 Danyang hanya 4 siswa yang memiliki
nilai tuntas dari jumlah siswa yaitu 12 siswa, rendahnya nilai siswa tersebut
dipengaruhi karena kurangnya minat belajar siswa dalam mengikuti pembelajaran
yang dilaksanakan guru.
Cooperative learning tipe the power of two ini sama dengan tipe cooperative
learning yang lain yaitu berkelompok. Hal ini tentu saja membuat siswa untuk saling
berdiskusi, hal ini bertujuan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang sebelumnya
sudah dirumuskan oleh guru dan juga meningkatkan kwalitas belajar. Karena pada
hakekatnya guru hanya menjadi fasilitator dalam proses pembelajaran, oleh karena itu
langkah-langkah cooperative learning tipe the power of two dikembangkan untuk
22
meningkatkan minat belajar dan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 03 Danyang
Purwodadi Grobogan.
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis yang dibuat peneliti
adalah sebagai berikut:
1. Dengan penerapan pembelajaran the power of two diduga dapat
meningkatkan minat belajar siswa. Hal ini dikarenakan pembelajaran
the power of two merupakan pembelajaran yang berkelompok,
diharapakan dengan berkelompok siswa menjadi lebih aktif dan berani
menyampaikan pendapatnya sehingga minat belajar siswa dan hasil
belajar siswa meningkat.
2. Dengan penerapan pembelajaran the power of two dapat meningkatkan
minat balajar dan hasil belajar siswa. Hal ini dikarenakan
pembelajaran the power of two merupakan pembelajaran yang
berkelompok, diharapakan dengan berkelompok siswa menjadi lebih
aktif dan berani menyampaikan pendapatnya sehingga minat belajar
siswa dan hasil belajar siswa meningkat.