BAB II HIV AIDS

25
 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang  Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan penyakit y ang menunjukkan adanya sindrom defisiensi imun selular sebagai akibat infeksi human immunodeficiency virus (HIV). 1 Penyakit AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang dikenal sebagai HIV yang dapat menyebabkan daya tahan tubuh seseorang menurun sehingga mudah terjangkit  penyakit infeksi berat atau keganasan yang menyebabkan kematian. 1 HIV/AIDS merupakan sebuah masalah besar yang sangat mengancam, tidak hanya Indonesia tapi juga seluruh negara di dunia. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari penyakit ini. HIV/AIDS tidak hanya menyerang dewasa tapi juga anak-anak. Peningkatan penderita HIV mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan anak-anak dan meruntuhkan kerja keras terhadap kelangsungan hidup anak-anak pada beberapa negara yang dikenai. 2 United Nation Joint Programme on HIV/AIDS (UNAIDS), salah satu badan World  Health Organization (WHO) yang khusus mengurusi masalah AIDS, memperkirakan jumlah orang dengan HIV/A IDS (ODHA) di seluruh dunia pada Desember 2004 adal ah 35,9-44,3 juta orang. 1 Sedangkan jumlah anak-anak berusia di bawah 15 tahun yang menderita HIV adalah sekitar 2 juta (1,9 juta-2,3 juta), 90% dari mereka berada di Sub Sahara Afrika. Sub Sahara Afrika adalah wilayah yang paling bayak dipengaruhi, diikuti oleh Asia. Pada tahun 2007, diperkirakan terdapat 370.000 anak-anak yang baru terinfeksi, kebanyakan melalui transmisi dari ibu ke anak dengan kemungkinan setengahnya akan meninggal tanpa intervensi awal. Dari 270.000 anak-anak yang meninggal pada tahun 2007 sebagian besar diantaranya tidak pernah terdiagnosis sebagai HIV atau menjalani perawatan HIV. 3  Infeksi HIV lebih agresif pada bayi dan anak-anak daripada orang dewasa, dengan 30% meninggal pada tahun pertama kelahiran dan 50% pada usia 2 tahun tanpa akses terhadap obat-

Transcript of BAB II HIV AIDS

Page 1: BAB II HIV AIDS

5/9/2018 BAB II HIV AIDS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-hiv-aids 1/25

1

BAB 1

PENDAHULUAN 

1.1. Latar Belakang

 Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan penyakit yang menunjukkan

adanya sindrom defisiensi imun selular sebagai akibat infeksi human immunodeficiency virus

(HIV).1

Penyakit AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang dikenal sebagai HIV

yang dapat menyebabkan daya tahan tubuh seseorang menurun sehingga mudah terjangkit

 penyakit infeksi berat atau keganasan yang menyebabkan kematian.1

HIV/AIDS merupakan sebuah masalah besar yang sangat mengancam, tidak hanya

Indonesia tapi juga seluruh negara di dunia. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari penyakit

ini. HIV/AIDS tidak hanya menyerang dewasa tapi juga anak-anak. Peningkatan penderita HIV

mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan anak-anak dan meruntuhkan kerja keras terhadap

kelangsungan hidup anak-anak pada beberapa negara yang dikenai.2

United Nation Joint Programme on HIV/AIDS  (UNAIDS), salah satu badan World 

  Health Organization (WHO) yang khusus mengurusi masalah AIDS, memperkirakan jumlah

orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di seluruh dunia pada Desember 2004 adalah 35,9-44,3 juta

orang.1

Sedangkan jumlah anak-anak berusia di bawah 15 tahun yang menderita HIV adalah

sekitar 2 juta (1,9 juta-2,3 juta), 90% dari mereka berada di Sub Sahara Afrika. Sub Sahara

Afrika adalah wilayah yang paling bayak dipengaruhi, diikuti oleh Asia. Pada tahun 2007,

diperkirakan terdapat 370.000 anak-anak yang baru terinfeksi, kebanyakan melalui transmisi dari

ibu ke anak dengan kemungkinan setengahnya akan meninggal tanpa intervensi awal. Dari

270.000 anak-anak yang meninggal pada tahun 2007 sebagian besar diantaranya tidak pernahterdiagnosis sebagai HIV atau menjalani perawatan HIV.3 

Infeksi HIV lebih agresif pada bayi dan anak-anak daripada orang dewasa, dengan 30%

meninggal pada tahun pertama kelahiran dan 50% pada usia 2 tahun tanpa akses terhadap obat-

Page 2: BAB II HIV AIDS

5/9/2018 BAB II HIV AIDS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-hiv-aids 2/25

obat penyelamat, termasuk terapi antiretroviral dan preventif seperti kotrimoksazol

(trimethoprim-sulfamethoxazole).3

Penyebab tersering kematian pada bayi dan anak-anak dengan HIV adalah infeksi saluran

  pernapasan, diare dan tuberkulosis yang umumnya disebabkan oleh beberapa faktor resiko,

termasuk infeksi oportunistik dan kurang gizi, dari seluruh kasus, kematian paling banyak 

terdapat pada anak-anak dengan berat badan kurang. Status gizi yang buruk membuat anak-anak 

lebih rentan terhadap morbiditas dan mortalitas, meskipun mereka menerima terapi

antiretroviral3.

Resiko penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak dapat diturunkan melalui diagnosis dini

dan penatalaksanaan yang adekuat dengan cara pemberian antiretroviral profilaksis untuk ibu

dengan HIV positif selama kehamilan, persalinan dengan operasi caesar atau dengan pemberian

imunisasi rutin dan perbaikan gizi.4,5

 

1.2. Batasan Masalah

Referat ini membahas mengenai patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan HIV pada anak.

1.3. Tujuan Penulisan

Mengetahui patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan HIV pada anak.

1.4. Metode Penulisan

Referat ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk dari berbagai

literatur.

1.5. Manfaat Penulisan

Melalui penulisan referat ini diharapkan akan bermanfaat dalam memberikan informasi dan

 pengetahuan tentang patogensis, diagnosis, dan penatalaksanaan HIV pada anak.

Page 3: BAB II HIV AIDS

5/9/2018 BAB II HIV AIDS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-hiv-aids 3/25

BAB 2

TINJAUAN UMUM

2.1 Defenisi

AIDS adalah penyakit yang menunjukkan adanya sindrom defisiensi imun selular sebagai

akibat infeksi human immunodeficiency virus1 

2.2 Epidemiologi

a.  Pada tahun 2000, WHO memperkirakan 1,5 juta anak terinfeksi HIV dan diantara

 penderita AIDS dewasa , 30% adalah ibu, termasuk ibu hamil6 

 b.  DepKes pada tahun 2006 memperkirakan terdapat 169.000 ± 216.000 ODHA di

Indonesia dengan rate kumulatif kasus AIDS Nasional sampai dengan 30 Juni 2007

adalah 4,27 per 100.000 penduduk ( revisi berdasarkan data BPS 2005, jumlah penduduk 

 Indonesia 227.132.350 jiwa) 7. 

c.  Jumlah penderita HIV/AIDS di Sumatera Barat sampai 31 desember 2006

y  Cumulative AIDS cases : 64

y  Meninggal : 32

2.3 Etiologi dan Faktor Risiko

2.3.1 Etiologi

AIDS disebabkan oleh virus HIV-1 dan HIV-2. HIV adalah virus yang tergolong

kedalam keluarga retrovirus subkelompok lentivirus. HIV-1 dan HIV -2 memiliki struktur yang

hampir sama. HIV-1 mempunyai gen vpu tetapi tidak mempunyai gen vpx, sedangkan HIV-2

mempunyai gen vpx tetapi tidak mempunyai gen vpx.8 

2.3.1.1 Struktur HIV

HIV mempunyai inti berbentuk silindris dan eksentrik, mengandung genom RNA diploiddan enzim reverse transcriptase (RT), protease serta integrase. Reverse transcriptase digunakan

RNA template untuk memproduksi hybrid DNA. 9 Antigen kapsid (p24) adalah core antigen

virus HIV yang merupakan petanda terdini adanya infeksi HIV-1, ditemukan beberapa hari-

minggu sebelum terjadi serokonversi sintesis antibody terhadap HIV-1.9

Antigen ini menutupi

komponen nukleoid, sehingga membentuk struktur nukleokapsid. Antigen P17 merupakan

Page 4: BAB II HIV AIDS

5/9/2018 BAB II HIV AIDS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-hiv-aids 4/25

  bagian dalam sampul HIV. Pada bagian permukaan virion terdapat tonjolan yang terdiri atas

molekul glikoprotein (gp120) dengan bagian transmembran gp41. Antigen gp120 ini yang

mengikat reseptor sel CD4 pada sel T dan makrofag.9

Gambar 1 : Struktur HIV

2.3.1.2 Siklus hidup

Siklus hidup dibagi menjadi 2 fase :

a.  Fase Pertama

Dimulai dari melekatnya HIV pada sel host melalui interaksi antara molekul

gp120 dengan molekul CD4 dan reseptor kemokin (CXCR4 dan CCR5) (imunologi

dasar). Kemudian diikuti dengan fusi membrane sel HIV dengan membrane sel host. Di

dalam sel host terjadilah transkripsi DNA HIV dari RNA HIV oleh enzim RT. DNA HIV

yang terbentuk kemudian berinteraksi dengan DNA sel host dengan bantuan enzim

integrase. DNA yang terintegrasi disebut provirus.9

Page 5: BAB II HIV AIDS

5/9/2018 BAB II HIV AIDS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-hiv-aids 5/25

 b.  Fase Kedua

Transkrip DNA HIV yang telah terintegrasi menjadi RNA genom HIV dan

mRNA kemudian ditransport kedalam sitoplasma untuk ditranslasi menjadi protein virus

dengan bantuan enzim protease. Genom RNA dan protein yang terbentuk di rakit pada

 permukaan membrane sel host. Terjadilah partikel HIV melalui proses budding dengan

membrane sel host sebagai bagian lipid sampul HIV.

Gambar 2 : Daur hidup HIV

2.3.2 Faktor risiko tertular HIV pada bayi dan anak adalah :

a.  Bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan biseksual

 b.  Bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan berganti

c.  Bayi yang lahir dari ibu atau pasangannya penyalahguna obat intravena

d.  Bayi atau anak yang mendapat transfuse darah atau produk darah berulang

e.  Bayi atau anak yang terpapar dengan alat suntik yang tidak steril

f.  Anak remaja dengan hubungan seksual berganti-ganti pasangan.

Page 6: BAB II HIV AIDS

5/9/2018 BAB II HIV AIDS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-hiv-aids 6/25

2.4 Patogenesis

2.4.1. Pengaruh HIV terhadap system imun

HIV memasuki sel melalui molekul CD4 pada permukaan sel seperti sel T CD4, sel

makrofag, monosit, dan dendrit. Pada infeksi HIV terjadi imunosupresi yang disebabkan oleh

menurunnya jumlah dan terganggunya fungsi sel T CD4. Proses ini tidak hanya disebabkan oleh

efek sitopatik langsung, tetapi juga oleh efek sitopatik tidak langsung yang dinamakan

 patogenesis imun.1

Selain efek langsung dan tak langsung juga ada peranan sel sitotoksik  CD8

dalam infeksi HIV, yaitu sel CD8 akan mengikat sel yang terinfeksi oleh virus HIV dan

mengeluarkan perforin yang menyebabkan kematian sel. Sel CD8 juga dapat menekan replikasi

HIV didalam limfosit CD4.10

 

2.4.1.1 Efek sitopatik langsung1 

a.  Proses replikasi virus dalam sel T CD4 , menyebabkan:

y  Peningkatan permeabilitas membran sel T CD4, sehingga ion dan air masuk 

kedalam sel dan mengakibatkan lisis sel

y  Menghambat sintesis protein sel host kematian sel T CD4

 b.  Penimbunan DNA virus yang tidak terintegrasi ke genom host memberikan efek 

toksik pada sel T CD4 yang terinfeksi dan menganggu fungsi normal sel host

sehingga sel T CD4 menjadi matic.  Interaksi molekul gp120 HIV dengan molekul CD4 intrasel

d.  Hambatan maturasi sel precursor T CD4

HIV dapat menginfeksi sel precursor T CD4 didalam timus sehingga sel tersebut

tidak berkembang menjadi matur. Akibatnya jumlah sel T CD4 perifer menurun

2.4.1.2. Efek sitopatik tidak langsung

Beberapa hipotesis mengenai efek sitotoksik tidak langsung mengenai penurunan jumlah

dan fungsi sel T CD yang di akibatkan virus HIV:

1.  Pembentukan sel sinsitia

Terjadi karena sel T CD4 yang terinfeksi HIV memproduksi protein virus gp120 dan

mengekspresikannya di permukaan membrannya. Molekul gp120 mempunyai afinitas yang

Page 7: BAB II HIV AIDS

5/9/2018 BAB II HIV AIDS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-hiv-aids 7/25

tinggi terhadap sel T CD4 yang belum terinfeksi sehingga akan mengikat sel T CD4 yang belum

terinfeksi dan melebur menjadi satu dengan 2 inti.

2.  Apoptosis sel T reaktif 

Molekul gp120 yang dibentuk oleh sel T CD4 yang terinfeksi dapat berikatan dengan

molekul CD4 yang normal.dan oleh kompleks gp120-anti120 membuat sel yang normal menjadi

apoptosis. Disamping itu, molekul ini juga dapat menyebabkan refrakter terhadap semua

stimulasi, sehingga fungsi selT CD4 berkurang.

3.  Destruksi autoimun yang diinduksi HIV

Sel T CD4 normal yang sudah berikatan dengan molekul gp120 selain mengalami

apoptosis juga akan mengalami lisis melalaui proses ADCC (antibody dependent cellular 

cytotoxicity) dan fiksasi komplemen.

4.  Perubahan produksi sitokin sehingga menginduksi hambatan maturasi

y  Adanya gangguan produksi sitokin oleh sel makrofag dan monosit akan menghambat

maturasi sel precursor T CD4

y  Disregulasi produksi sitokin pada infeksi HIV aktivasi sel Th2, yaitu aktivasi

imunitas humoral (sel B) kadar immunoglobulin serum meningkat produksi

autoantibody meningkat penyakit autoimun.

2.4.2 Perjalanan Klinis HIV8,11

 1. Fase infeksi akut

Sel dendrit di epitel tempat masuknya virus bertindak sebagai antigen precenting cell  

(APC) menangkap virus yang kemudian bermigrasi ke kelenjar limfoid dan

mempresentasikannya ke sel limfosit CD4 sehingga merangsangnya. Sel dendrit

mengekspresikan protein yang berperan dalam pengikatan envelope HIV, sehingga sel dendrit

 berperan besar dalam penyebaran HIV ke jaringan limfoid. dendrit dapat menularkan HIV ke sel

TCD4+

melalui kontak langsung antar sel. Beberapa hari setelah paparan pertama dengan HIV,

replikasi virus dalam jumlah banyak dapat dideteksi di kelenjar getah bening. Replikasi ini

menyebabkan viremia disertai dengan sindrom HIV akut (gejala dan tanda nonspesifik seperti

infeksi virus lainnya). Virus menyebar ke seluruh tubuh dan menginfeksi sel T subset CD4 atau

T helper, makrofag, dan sel dendrit di jaringan limfoid perifer. Setelah penyebaran infeksi HIV,

terjadi respons imun adaptif baik humoral maupun selular terhadap antigen virus. Respons imun

Page 8: BAB II HIV AIDS

5/9/2018 BAB II HIV AIDS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-hiv-aids 8/25

dapat mengontrol sebagian dari infeksi dan produksi virus, yang menyebabkan berkurangnya

viremia dalam 12 minggu setelah paparan pertama.

2. Fase Laten Klinis (clinical laten period)

Pada fase ini kelenjar getah bening dan limpa menjadi tempat replikasi HIV dan destruksi

sel. Sistem imun masih kompeten untuk mengatasi infeksi mikroba oportunistik dan belum

tampak gejala klinik infeksi HIV. Pada fase ini jumlah virus rendah dan sebagian besar sel T

  perifer tidak mengandung HIV, tetapi penghancuran sel T CD4+ di jaringan limfoid terus

 berlangsung dan jumlahnya dalam sirkulasi terus berkurang.

3. Fase Kronik Progresif 

Fase ini rentan terhadap infeksi lain dan respon imun terhadap infeksi tersebut akan

menstimulasi produksi HIV dan destruksi jaringan limfoid.

Penyakit HIV berjalan terus ke fase akhir dan letal yang disebut AIDS yaitu dimana

terjadi destruksi seluruh jaringan limfoid perifer, jumlah sel T CD4+ dalam darah kurang dari

200 sel/mm3, dan viremia HIV meningkat drastis. Pada penderita AIDS mudah mendapat infeksi

oportunistik, neoplasma, kaheksia (HIV wasting syndrome), gagal ginjal (nefropati HIV), dan

degenerasi susunan saraf pusat (ensefalopati HIV).

2.4.3 Cara penularan HIV terjadi melalui tiga jalur transmisi utama :

a. Transmisi vertikal dari ibu ke janin

Transmisi terjadi melalui plasenta (intrauterine) atau intrapartum yaitu pada waktu bayi

terpapar dengan darah ibu atau secret genetalia yang mengandung HIV. Transmisi ini terjadi

  pada 20-50% kasus. Resiko tertular HIV melalui ASI adalah 11-29%. Penularan dapat terjadi

  pada trimester ketiga, tetapi pemajanan selama persalinan dan kelahiran merupakan faktor 

utamayang membedakan antara persalinan pervaginan dan operasi sesar.1,12 

 b. Transmisi langsung ke peredaran darah melalui transfusi atau jarum suntik 

c. Transmisi melalui mukosa genital.

Page 9: BAB II HIV AIDS

5/9/2018 BAB II HIV AIDS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-hiv-aids 9/25

2.5 Diagnosis dan Tes infeksi HIV pada Anak 

Diagnosis infeksi HIV pada bayi yang terpajan pada masa perinatal dan pada anak kecil

sangat sulit karena antibodi maternal terhadap HIV yang didapat secara pasif mungkin masih ada

  pada darah anak sampai pada umur 18 bulan. Tantanan diagnostik bertambah meningkat bila

anak sedang menyusu atau pernah menyusu. Meskipun infeksi HIV tidak dapat disingkirkan

sampai 18 bulan pada beberapa anak, sebagian besar anak akan kehilangan antibodi HIV pada

umur 9-18 bulan.4

2.5.1 Test HIV 

Tes HIV secara sukarela dan bebas dari paksaan, dan persetujuan harus diperoleh

sebelum melakukan tes HIV

Semua tes diagnostik HIV harus:

y  rahasia

y  diikuti dengan konseling

y  dilakukan hanya dengan informed consent , mencakup telah diinformasikan dan sukarela

Pada anak, hal ini berarti persetujuan orang tua atau pengasuh anak. Pada anak yang lebih

tua, biasanya tidak diperlukan persetujuan orang tua untuk tes atau pengobatan. Akan tetapiuntuk remaja lebih baik jika mendapat dukungan orang tua dan mungkin persetujuan akan

diperlukan secara hukum. Menerima atau menolak tes HIV tidak boleh mengakibatkan

konsekuensi yang merugikan terhadap kualitas perawatan yang diberikan.4

2.5.1.1 Tes antibodi (Ab) HIV ELISA atau rapid test

Tes cepat makin tersedia dan aman, efektif, sensitif dan dapat dipercaya untuk 

mendiagnosis infeksi HIV pada anak mulai umur 18 bulan. Untuk anak berumur < 18 bulan tes

cepat antibodi HIV merupakan cara yang sensitif, dapat dipercaya untuk mendeteksi bayi yang

terpajan HIV dan untuk menyingkirkan infeksi HIV pada anak yang tidak mendatpatkan ASI.4

Diagnosis HIV dilaksanakan dengan merujuk pada pedoman nasional yang berlaku di

Indonesia yaitu dengan strategi III tes HIV yang menggunakan 3 jenis tes yang berbeda dengan

Page 10: BAB II HIV AIDS

5/9/2018 BAB II HIV AIDS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-hiv-aids 10/25

10

urutan tertentu sesuai yang direkomendasikan dalam pedoman atau dengan pemeriksaan virus

(metode PCR).4 

Tes cepat HIV dapat digunakan untuk menyingkirkan infeksi HIV pada anak dengan

malnutrisi atau keadaan klinis berat lainnya di daerah dengan prevalensi tinggi HIV. Untuk anak 

 berumur < 18 bulan, semua tes antibodi HIV yang positif harus dipastikan dengan tes virologis

sesegera mungkin. Jika hal ini tidak tersedia ulangi tes antibodi pada umur 18 bulan.4 

2.5.1.2 Tes virologis

Tes virologis untuk RNA atau DNA yang spesifik HIV merupakan metode yang paling

dipercaya untuk mendiagnosis infeksi HIV pada anak berumur < 18 bulan sampel darah harus

dikirim ke laboratorium khusus yang dapat melakukan tes ini (dirujuk ke RS daerah yang

menjadi untuk program perawatan, dukungan dan pengobatan HIV-PDP). Jika anak pernah

mendapatkan pencegahan dengan zidovudine (ZDV) selama atau sesudah persalinan, tes

virologis tidak dianjurkan sampai 4-8 minggu setelah lahir, karena ZDV mempengaruhi tingkat

kepercayaan tes. Satu tes virologis yang positif pada 4-8 minggu sudah cukup untuk membuat

diagnosis infeksi pada bayi muda. Jika bayi muda masih mendapat ASI dan tes virologis RNA

negatif, perlu diulang 6 minggu setelah anak benar-benar disapih untuk memastikan bahwa anak 

tidak terinfeksi HIV.4 

Page 11: BAB II HIV AIDS

5/9/2018 BAB II HIV AIDS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-hiv-aids 11/25

11

Bagan Diagnosis HIV Pada Bayi dan Anak < 18 bulan dan Mendapat ASI7 

Hentikan ASI

Positif Negatif 

Positif 

Catatan:

Bila anak tidak pernah diperiksa uji virologi sebelumnya, masih mendapatkan ASI dan status ibu HIV

 positif, sebaiknya segera lakukanuji virologi pada usia berapa pun.

a. Uji antibodi HIV dapat digunakan untuk menyingkirkan infeksi HIV pada anak usia 9-12 bulan.

Sebanyak 74% anak saat usia 9 bulan, dan 96% anak saat usia 12 bulan, tidak terinfeksi HIV dan akanmenunjukkan hasil antibodi negatif.

 b Anak yang mendapat ASI akan terus berisiko terinfeksi HIV, sehingga infeksi HIV baru dapat

disingkirkan bila ASI dihentikan > 6 minggu. Hasil uji antibodi HIV pada anak yang pemberian

ASInya sudah dihentikan dapat menunjukkan hasil negatif pada 4-26% anak, tergantung usia anak saat

diuji, oleh karena itu uji antibodi HIV konfirmasi perlu dilakukan saat usia 18 bulan.

Anak usia < 18 bulan dan mendapat ASI 

Ibu terinf eksi HIV 

Tidak diketahuiYa 

Uji antibodi HIVa Uji virologi HIV 

Negatif, 

Hentikan ASI 

Diagnosis

presumptif  

HIV positif   Ulang uji virologi

atau antibodi

HIV setelah ASI 

sudah dihentikan 

> 6 minggub 

Prosedur penilaian tindak 

lanjut dan tata laksana

setelah konfirmasi dia nosis

Mulai ART

(prosedur IX) 

Page 12: BAB II HIV AIDS

5/9/2018 BAB II HIV AIDS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-hiv-aids 12/25

12 

Bagan Diagnosis Hiv Pada Bayi dan Anak < 18 Bulan, Status Ibu Hiv Positif, Dengan Hasil

Negatif U ji Virologi Awal dan Terdapat Tanda/Ge jala Hiv Pada K un jungan Berik utnya7 

  Negative tidak 

 positif 

 bAnak yang mendapat ASI akan terus berisiko terinfeksi HIV, sehingga infeksi HIV dapat

disingkirkan bila ASI dihentikan > 6 minggu.

Anak usia , 18 bulan dengan hasil negative uji virology awal dan terapat tanda 

dan gejala HIV selama tindak lan jut 

HIV 

negatif  

Apakah 

mendapat ASI 

Ulang uji virologi HIV 

HIV positif  

Ulang uji virologi atau antibodi IV 

setelah ASI dihentikan > 6 minggub 

Ya 

Page 13: BAB II HIV AIDS

5/9/2018 BAB II HIV AIDS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-hiv-aids 13/25

13 

Menegakkan Diagnosis Presumptif Hiv pada Bayi dan Anak < 18 Bulan dan Terdapat

Tanda/Ge jala Hiv yang Berat.7 

atau 

Catatan:

Menurut definisi Integrated Management of Childhood Illness (IMCI):

a. Oral thrush adalah lapisan putih kekuningan di atas mukosa yang normal atau kemerahan

(pseudomembran), atau bercak merah di lidah, langitlangit mulut atau tepi mulut, disertai rasa

nyeri. Tidak bereaksi dengan pengobatan antifungal topikal.

  b. Pneumonia adalah batuk atau sesak napas pada anak dengan gambaran chest indrawing ,

stridor atau tanda bahaya seperti letargik atau penurunan kesadaran, tidak dapat minum atau

menyusu, muntah, dan adanya kejang selama episode sakit sekarang. Membaik dengan

 pengobatan antibiotik.

c. Sepsis adalah demam atau hipotermia pada bayi muda dengan tanda yang berat seperti

 bernapas cepat, chest indrawing, ubun-ubun besar membonjol, letargi, gerakan berkurang, tidak 

mau minum atau menyusu,

kejang, dan lain-lain.

Minimal 2 gejala berikut: 

Oral thrush

Pneumonia berat 

Sepsis berat 

Kematian ibu yang

berkaitan 

Bila ada 1 kriteria berikut: 

PCP,meingitis kriptokokus, 

kandidiasis esofagus

Toksoplasmosis

Malnutrisi berat yang

Page 14: BAB II HIV AIDS

5/9/2018 BAB II HIV AIDS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-hiv-aids 14/25

14 

Bagan Diagnosis HIV pada Bayi dan Anak � 18 Bulan7 

  Negative tidak 

ya

negatif 

 positif 

tidak negatif 

 positif 

Catatan:

y  Hasil positif uji antibodi HIV awal (rapid atau ELISA) harus dikonfirmasi oleh uji kedua (ELISA) menggunakanreagen berbeda. Pada pemilihan uji antibodi HIV untuk diagnosis, uji pertama harus memiliki sensitivitastertinggi, sedangkan uji kedua dan ketiga spesifisitas yang sama atau lebihtinggi daripada uji pertama.

Umumnya, WHO menganjurkan uji yang mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang sama atau lebih tinggi.

y  Di negara dengan estimasi prevalensi HIV rendah, uji konfirmasi (uji antibodi HIV ketiga) diperlukan pada bayidan anak yang asimtomatik tanpa pajanan terhadap HIV.

y  Diagnosis definitif HIV pada anak > 18 bulan (riwayat pajanan diketahui atau tidak) dapat dilakukan dengan ujiantibodi HIV, sesuai algoritme pada dewasa. Uji virologi HIV dapat dilakukan pada usia berapapun.

Anak usia 18 bulan dengan pa janan HIV atau anak sakit berat, pa janan 

Mendapat ASI 

dalam 6 minggu

terakhir

HIV negatif  Uji

antibodi

Ulang uji antibodi HIV setelah 

ASIdihentikan > 6 minggub 

Inkonklusif. Lan jutkan sesuai

pedoman uji HIV pada dewasa a 

Konf irmasi uji

antibodi HIV 

Tanda/gejala 

sesuai inf eksi

HIV 

Inkonklusif. 

Lan jutkan sesuai

pedoman uji HIV 

Konf irmasi uji

antibodi HIV 

HIV positif  

HIV positif  

Positif  

Ya 

Page 15: BAB II HIV AIDS

5/9/2018 BAB II HIV AIDS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-hiv-aids 15/25

15 

2.6 Terapi HIV 

Saat ini tujuan terapi HIV bukanlah untuk membasmi virus dan menyembuhkan pasien,

tetapi untuk menekan virus dalam jangka waktu yang lama. Sehingga perjalanan penyakit

menjadi kronis.13

Terapi ARV yang ada saat ini sudah mampu menekan replikasi virus sebanyak 

log 0,5 hingga log 3 dan memperbaiki beberapa gejala serta meningkatkan derajat hidup

 penderita.14

Keputusan untuk penggunaan anti retrovirus bergantung pada viral load, jumlah dari

sel CD4 dan kondisi klinis. Obat yang digunakan adalah gabungan dari 2 atau 3 jenis obat, yang

 punya efek terhadap virus, sistem imun dan gejala klinisnya. Pemantauan dari keberhasilan terapi

dideteksi dengan menghitung viral load dan jumlah CD4 plasma .13

 Manajemen dari infeksi HIV

 pada anak membutuhkan perawatan kesehatan yang lebih intensif, ARV yang lebih ampuh dan

 perlindungan dari infeksi opurtunistik.15 

Prisip dari pemberian anti retrovirus:13

y  Mencegah replikasi dari virus yang menyebabkan kejerusakan sitem imun.

y  Tingkat viral load mengindikasikan progesifitas penyakit, sedangkan jumlah CD4

menggambarkan besarnya resiko dan infeksi oputinistik.

y  Penggunakan terapi kombinasi untuk mencegah resistensi virus.

y  Tujuan untuk menekan replikasi virus dapat dicapai dengan inisiasi penggunaaan

kombinasi anti retrovirus yang belum pernah digunakan pasien sebelumnya dan tidak ada

resistensi-silang dengan obat yang dipakai sebelumnya.

y  Pelekatan dengan kompeks regimen obat sangat penting untuk keberhasilan terapi.

Antiretro virus (ART) dikelompokan berdasarkan kemampuan mereka dalam

menghambat enzim reverse trankiptase atau enzim protease virus. Penghambat reverse

trankiptase dapat dibagi lagi kedalam nukleotida reverse trankiptase inhibitors (NRTIs) dan non-

nukleotida reverse trankiptase inhibitors.16

NRTI merupakan obat utama dalam terapi HIV.

Terbagi dalam 2 golongan derifat thyamine dan non-thyamine derifat.17

Terapi kombinasi yang

sering digunakan adalah gabungan dari tymidine analog NRTIs, non Tymidine analog NRTTs

dan protease inhibitor.

Page 16: BAB II HIV AIDS

5/9/2018 BAB II HIV AIDS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-hiv-aids 16/25

16 

Obat Obat Yang digunakan dalam terapi HIV (ART)13,14 

1.  Nucleoside/nucleotide reverse transcriptase inhibitors (NR TIs)

Abacavir (Ziagen, ABC)

y  Dosis : 8 mg/kgbb (max 300mg) per oral 2 kali sehari untuk anak usia 3 bulan-18 tahun

y  Sediaan : tablet 300mg, cair 20mg/ml

y  ES : Mual, Muntah, tidaknafsu makan, demam, diare. Jarang : hipersensitifitas,

 pengkreatitis, peningkatan trigliserida

Didanosine (Videx, DDI )

y  Dosis : 2 mg- 8bln : 50-100 mg/m2

Per Oral.2 kali sehari. Anak anak : 120mg/m2

2 kali

sehari.

y  Sediaan : cair 10 mg/ml, Serbuk 100, 167, 250 mg

y  Interaksi dengan : dapsone, ketoconazole, itraconazole, ethambutol, zalcitabine,

metronidazole, fluoroquinolone.

y  ES : Sakit kepala, diare, mual muntah. Jarang : pengkreatitis, neuropati perifer,

abnormalitas elkrolit.

Emtricitabine (Emtriva, FTC )

y  Dosis : Anak > 33 kg 200mg kapsul, satu kali sehari

y  ES : sakit kepala, mual muntah. Jarang : hepatomegali.

Lamivudine (Epivir, Epivir HBV, 3TC )

y  Dosis : Neonatus dan bayi , 30 hari 2 mg/kgbb PO. Bayi, anak dan remaja : 4mg/KgBB

(max 150 mg )]

y  Sediaan : cair 10 mg/ml, tablet 150 mg

y Interaksi : Trimethoprim/sulfa

y  ES : maul muntah , sakit kepala, diare, sakit perut.

Page 17: BAB II HIV AIDS

5/9/2018 BAB II HIV AIDS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-hiv-aids 17/25

17 

Stavudine (Zerit, d4T )

y  Dosis : 1 mg/kgbb PO 2 kali sehari.

y  Sediaan : Cair 1 mg/ml, capsul 15, 20, 30, 40 mg

y  ES : mual, sakit kepala

Zidovudine (Retrovir, AZT, ZDV)

y  Dosis :

o  Profilaksis :

  neonatus 2mg/kgbb PO tiap 6 jam atau 2,7 mg/kgbb PO tiap 8 jam atau

1,5 mg/kgbb iv tiap 6 jam.

  Bayi Prematur( < 30mg masa gestasi) : 1,5 mg/kgbb IV tiap 12 jam

o  Terapi : Umur 6 minggu ± 12 tahun 160 mg/m2 PO tiap 8 jam atau 180 ± 280

mg/m2 Po tiap 12 jam

y  ES : Sakit kepala supresi sumsum tulang. Jarang myopati hepatomegali

y  Sediaan : cairan 10 mg/ml, capsul 100 mg, tablet 30 mg, Injelksi 10 mg/ml

y  Interaksi : ganciclovir, fluconazole, rifampin, atovaquone, pentamidine, probenecid,

valproic acid

2.  Non Nucleoside/nucleotide reverse transcriptase inhibitors (NR TIs)

Efavirenz (Sustiva, EFV)

y  Dosis : 10± <15 kg : 200 mg. 15± <20 kg : 250 mg. 20± <25 kg : 300 mg. 25± <32.5 kg :

350 mg. 32.5± <40 kg. 400 mg. Per Oral 1 kali sehari sebelum tidur.

y  Sediaan : capsul 50, 100, 200 mg.

y  Interaksi : Induces p450 3A4 antihistamines, sedative-hypnotics, calcium channel

 blockers, ergots, cisapride, warfarin, amphetamines, rifampin, anticonvulsants

y  ES : gejala nerurologi dan psikiatri ( insomnia, mimpi buruk, depresi, halusinasi )

Page 18: BAB II HIV AIDS

5/9/2018 BAB II HIV AIDS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-hiv-aids 18/25

18 

 Nevirapine (Viramune, NVP)

y  Dosis : neonatus 0-2 bulan 5 mg/kg PO 1 kali sehari. 2 bulan ± 14 tahun: 4 mg/kgbb

selama PO 1 kali sehari.

y  Sediaan : cair 10 mg/ml, tablet 200 mg

y  Interaksi : Induces p450 3A ketoconazole, rifampin/rifabutin, methadone,

anticonvulsants, oral contraceptives

y  ES : Ruam, sakit kepala, demam, mual. Jarang : hepatitis, hipersensitifitas.

3.  Protease Inhibitor

Amprenavir (Agenerase, APV)

y  Dosis : 4-16 tahun ,50kg 22,5/kgbb PO 2 laki sehari. >50 kg : 1400 mg PO 2 kali sehari.

y  Sediaan : cair : 15 mg/ml, capsul 50, 150, mg

y  Interaksi : CYP3A4 inhibitor rifampin, sedative-hypnotics, calcium channel blockers,

ergots, cisapride.

y  ES : Mual mantah, diare, ruam. Jarang : insulin resistance, redistirbusi lemak.

Lopinavir/Ritonavir (Kaletra, LPV/RTV)

y  Dosis : > 6 Bulan 7± <15 kg:12 mg LPV dan 3 mg RTV/kg PO 2 kali sehari. 15±40 kg:10

mg LPV dan 2.5 mg RTV/kg PO 2 klai sehari.

y  Sediaan : cair 80 mg/ml , tablet 133,3 mg.

y  Interaksi : Induces p450 3A antihistamines, sedative-hypnotics, calcium channel

 blockers, antiarrhythmics, ergots, cisapride, warfarin, amphetamines, rifampin,

y  ES : diare, sakit kepala, mual muntah. Jarang : diabetes melitus.

Ritonavir (Norvir, RTV)

y  Dosis : 200 mg/m2 tiap 12 jam.

y  Sediaan : 20 mg/ml, tablet 33.3 mg

y  ES : mual muntah, diare, peningkatan lipid serum.

Page 19: BAB II HIV AIDS

5/9/2018 BAB II HIV AIDS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-hiv-aids 19/25

19 

Selain Obat obatan yang terdiri dari 1 agen, saat ini telah tersadia ARV combinasi yang

terdiri dari 3 atau lebih agen yang disebu Fixed Dose Combination ( FDC ) yang terderi dari

stavudin (d4T), lamivudin (3TC) dan nevirapin (NVP) .15

 

Inisiasi terapi harus dimulai saat anak sudah menunjukan gejala klinis atau adanya bukti

disfunsi dari sistem imun tampa melihat umur atau Viral Loadnya. Anak yang kecil adari 1 tahun

 perjalanan penyakitnya sangat cepat sehingga inisiasi terapi harus dimulai tepat saat anak 

 pertama kali diketahui telah terinfeksi dengan virus HIV.13

 

Berdasarkan pedoman penatalaksaan infeksi HIV yang dikeluakan DEPKES, pemberiaan

ARV dimulai saat anak sudah positi terinfeksi dengan virus HIV dan berada pada kriteria WHO

3 atau 4. Namun bila tidak memenuhi kriteria WHO 3 atau 4, maka dilihat lagi apakah level

CD4+ sudah menunjukan imunodefisiensi berat. Bila anak berusia > dari 12 bulan di lihat lagi

apakah dia menderita tuberculosis, lymphoid-interstitial pneumonitis, atau oral hairy leukoplakia 

atau Trombositopenia. Bila infeksi tersebut sudah ada maka dilakukan lagi pemeriksaan CD4+,

untuk melihat apakah terjadi imunodefisiensi berat atau tidak. Penundaaan pemberian ART dapat

dilakukan bila hasil pemeriksaan tersebut menunjukan tidak ada imunodefisiensi berat, terapi

ARV dapat ditunda. Tapi pemberian ART harus diberikan segera bila keadaan tersebut tidak 

ada.(depkes).

Page 20: BAB II HIV AIDS

5/9/2018 BAB II HIV AIDS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-hiv-aids 20/25

20

Berik ut bagan algoritma pemberian AR T pada anak 7 

Anak Positif HIV 

Stadium WHO 3 

atau 4 

TB, LIP, 

OHL atau

Pemeriksaan 

Jika CD4+ tidak 

menun jukkan 

imunodef isiensi berat 

CD4+Menunjukkan

imonodefisiensi berat

yang dikaitkan dengan

HIV 

Anak Usia >12 

Bulan 

Mulai ART 

Ulang 

Pemeriksaan

CD4+ dengan

Sample berbeda

Page 21: BAB II HIV AIDS

5/9/2018 BAB II HIV AIDS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-hiv-aids 21/25

21

ART yang diberikan berupa kombinasi dari beberapa ARV. Berdasarkan pedoman

 pemberian ARV, obat lini pertama yang diberikan pada anak yang memenuhi kriteria pemberian

ARV adalah 2 NRTIs dan 1 NNRTIs. ARV yang tetap diberikan pada pengobatan lini pertama

adalah 3TC (lamivudin). Sedangkan 3 obat lainnya dipilih antara zidofudin(AZT) dan Stavudin

(d4T) dari golongan NRTIs, nevirapin(NVP) dan efavirenz(EFV) dari golongan NNRTIs. Obat

golongan NRTIs lain yang bias juga diberikan adalah Abacavir(ABC).

Lamividin (3TC) selalu digunakan dalam terapi lini pertama dalam pengobatan HIV

karena mamiliki catatan keamanan, efektifitas dan tolerantibilitas yang baik. Namun mudah

mengalami resistensi bila digunakan secara tunggal. FDC juga bias digunakan dlam terapi lini

  pertama karena mengandung agen agen yang sama dengan terapi lini pertama konfensional.

Tetepi perlu dipertimbangkan antara kepraktisan pengobatan dengan ketersediaan obat.

Pada anak penderita HIV dengan komplikasi TB perlu dipertimbangakan penggantian

terapi untuk mencegah interaksi dengan Rifampisin, karena diantara OAT hanya Rifampisin

yang berinteraksi dengan ARV. Jika regimen yang digunakan adalah 2 NRTIs + ABC atau EFV,

regimen tidak usah ditukar, sedangkan bila NNRTIs yang digunakan adalah NVP maka perlu

diganti dengan ABC atau EFV dengan tetap menggunakan NRTI yang sebelumnya. Pemantauan

fungsi hati pada penggunaan bersama ARV dengan Rifampisin perlu dilakukan, karena efek 

hepatotoksiknya yang tumpang tindih.

Penggantian antiretroviral dapat dilakukan dengan pertimbangan Regimen yang

digunakan tidak lagi efektif. Terbukti dengan meningkatnya viral load, menurunnya jumlah sel

CD4 dan progesifitas dari menifestasi klinisnya.13 

Secara klinis ada beberapa kriteria untuk dapat menyimpulkan bahwa terapi ARV gagal7

:

y  Penurunan atau tidak adanya laju pertumbuhan pada anak yang awalnya berespons

terhadap pengobatan.y  Hilangnya neurodevelopmental milestones atau munculnya ensefalopati.

y  Adanya infeksi oportunistik baru atau keganasan atau rekurensi infeksi seperti.

kandidiasis oral yang refrakter terhadap pengobatan atau kandidiasis esofagus.

y  Gejala bukan IRIS atau penyebab lainnya yang tidak relevan.

Page 22: BAB II HIV AIDS

5/9/2018 BAB II HIV AIDS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-hiv-aids 22/25

22 

Sedangkan kriteria imunologis yang harus dipenuhi adalah:7 

y  Munculnya imunodefisiensi berat menurut usia setelah pernah pemulihan imun inisial.

y  Imunodefisiensi berat menurut usia yang progresif, dikonfirmasi dengan minimal satu

 pemeriksaan CD4+.

y  Penurunan cepat sampai di bawah ambang batas imunodefisiensi berat menurut usia.

Sebelum diputuskan menggunakan pengobatan ARV lini I kedua perlu dipertimbangkan

hal hal lain yang menyebabkan penderita mengalami kegagalan pengobatan. Kepatuhan biasanya

merupakan faktor utama kegagalan pengobatan, sehingga faktor ini harus selesaikan terlebih

dahulu. Faktor lain yang harus diperhatiakan adalah pola pengasuhan pengobatan. Bila factor 

factor ini telah disingkirkan maka penggantian ARV perlu dipertimbangkan.

Bila yang digunakan adalah 2 NRTIs + 1 NNRTIs maka terapi lini ke 2 yang digunakan

adalah 2 NRTIs baru + 1 PI. Bila NRTI yang digunakan lini pertama adalah AZT/d4T + 3TC 

maka diganti dengan ddI+ABC, sedangkan bila yang digunakan ABC+3TC maka lini keduanya

adalah ddI+AZT. Sedangkan PI yang digunakan dipilih antara LPV, SQV dan NFV.

Bila terapi lini pertama yang digunakan adalah 3NRTIs maka ditukar dengan 1 NRTI+

1NNRTIs + 1 PI. Biasanya diganti dengan ddI + EF

V/NVP + LPV/SQV/NF

V.

2.7 Prognosis.

Pada negara berkembang prognosis dari penyakit ini lebih tergambar dengan melihat

kepada gejala klinisnya. Manifestasi klinis yang lebih berat seperti adanya infeksi opurtunistic

(seperti ensepalopati) mempunyai prognosis yang lebih buruk dari anak yang hanya menunjukan

gejala seperti hepatomegali, splenomegali atau limfadenopati. Anak dengan gejala infeksi berat,

75% berakir dengan kematian sebelum usia 3 tahun. Sedangkan anak dengan gejala demam yang

menetap, infeksi bakteri yang serius anemia yang menetap dan trombositopenia, hanya 30% yang

 berahir dengan kematian pada usia yang sama.13

Page 23: BAB II HIV AIDS

5/9/2018 BAB II HIV AIDS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-hiv-aids 23/25

23 

BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1.  HIV menyebabkan imunosupresi pada manusia dengan cara menurunkan jumlah dan

mengganggu fungsi sel T CD4. efek ini dicapai mlalui dua cara yaitu efek langsung dan

efek tidak langsung.

2.  Tujuan umum dari terapi HIV adalah untuk memperpanjang harapan hidup pnderita

  bukan untuk menghilangkan penyakit. Obat yang digunakan ada dua jenis yaitu anti

revers transkriptase (NRTIs dan NNRTIs) dan anti proteinase. Obat ini digunakan secara

kombinasi 2 atau 3 obat sekaligus

3.2 Saran

1.  HIV ini menular melalui kontak cairan tubuh, tidak melalui aktitas sosial seperti

  bersalaman,mengobrol dan sebagainya sehingga penderita HIV tidak perlu dikucilkan

dalam pergaulan sehari-hari

2.  Diagnosis yang tepat dan teliti harus dilakukan untuk menghindari underdiagnosis pada

anak yang terinfeksi HIV

3.  Setiap pasien yang sudah terdiagnosis HIV harus diawasi dengan ketat baik secara klinis

dan imunologis

Page 24: BAB II HIV AIDS

5/9/2018 BAB II HIV AIDS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-hiv-aids 24/25

24 

Daftar Pustaka

1.  S. Matondang Corry, Penyunting. Buku ajar Alergi-imunologi anak. Jakarta: BPIDAI;

1996;274-286.2.  Djoerban Z, Djauzi S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan

Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSUPN-CM; 2006;1803-8.

3.  World Health Organization.Scale Up of HIV-related Prevention, Diagnosis, Care and

Treatment for Infants and Children: A Programming Framework. 2008. Geneva,

Switzerland: World Health Organization, 2008. Didapat dari:

http://www.unicef.org/aids/index_documents.html 

4.  World Health Organization. Buku saku pelayanan kesehatan anak di Rumah Sakit.

Jakarta: WHO Indonesia: 2009;222-49

5.  Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Kurang Perhatian Terhadap Pencegahan

AIDS pada Bayi dan Ibu. Diakses dari http://www.depkes.go.id tanggal 19 November 

2009.

6.  Ikatan Dokter Anak Indonesia. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak 2004: Bayi

lahir dari ibu yang menderita IV (human immunodeficiency virus). Jakarta: Unit Kerja

Koordinasi IDAI; 2005. h. 291-5.

7.  Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan

Terapi Anti retroviral pada Anak di Indonesia. Jakarta : DEPKES RI ; 2008

8.  Parwati Merati Tuti, Djauzi Samsuridjal, Penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam.

Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Indonesi; 2006. h. 272-6.

9.  Garna Baratawidjaja Karnen. Imunologi dasar. Edisi ke-7. Jakarta. Balai Penerbit FKUI;

2006.

10. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit/ Sylvia Anderson Price, Lorraine

McCarty Wilso; editor edisi bahasa Indonesia: Huriawati Hartanto dkk - ed.6-Jakarta:

EGC, 2005;224-46.

Page 25: BAB II HIV AIDS

5/9/2018 BAB II HIV AIDS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-hiv-aids 25/25

25 

11. Judarwanto Widodo. 2009. FIGHT AGAINTS AIDS,   SAVE INDONESIAN 

CHILDRENS . Diakses dari http://childrenhivaids.wordpress.com 

12. Ilmu kesehatan anak. Vol2/editor, Richard E. Behrman, Robert M. Kliegman, Ann M.

Arvin; editor edisi bahasa Indonesia: A. samik Wahab- ed. 15- Jakarta: EGC, 1999. h.

1127-31

13. Yogem Ram, Chadwick Ellen Gould. Acquired Immunodeficiency Syndrome (Human

Immunodeficiency Virus). Dalam : Kliegman Robert M, Behrman Richard E.  Nelson

Textbook of Pediatrics 18th Edition. Philadelphia : Saunders ; 2007.

14. Borkowsky William. Acquired Immunodeficiency Syndrome And Human

Immunodeficiency Virus. Dalam : Gershon A, Hotez P, Katz S, Penyunting. Krugman's

Infectious Diseases of Children 11th edition. Philadelphia : Mosby ; 2004.

15. Gibson L L, Durbin W J. Human Immunodeficiency Virus (HIV) Infection . Dalam:

Roberts K B. Manual of Clinical Problems in Pediatrics 5th edition. Lippincott Williams

& Wilkins Publishers ; 2001

16. Boggs J M. Human Immunodeficiency Virus Disease And Related Opportunistic

Infections. Dalam : Daniel C, et al, Penyunting. Manual of Allergy and Immunology:

Diagnosis and Therapy 4th edition. Lippincott Williams & Wilkins Publishers ; 2002.

17. McKinney R E. Jr. Antiretroviral Therapy In Pediatric Acquired Immunodeficiency

Syndrome. Dalam :M

cM

illan J A, et al, Penyunting. Oski's Pediatrics: Principles andPractice, 3rd Edition. Lippincott Williams & Wilkins Publishers ; 2000.