BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
Transcript of BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
15
BAB II
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
A. TINJAUAN PUSTAKA
1. Koperasi Indonesia
a. Pengertian Koperasi
Koperasi merupakan badan usaha yang terdiri dari orang-
perorangan yang didasari pada keamaan tujuan. Dilihat dari asal katanya,
istilah Koperasi berasal dari Bahasa Inggris co-operation yang berarti
usaha bersama. Dengan arti seperti itu, segala bentuk pekerjaan yang
dilakkan secara bersama-sama sebenarnya dapat disebut sebagai
koperasi. Tetapi yang dimaksud dengan Koperasi dalam hal ini bukanlah
segala bentuk pekerjaaan yang dilakukan secara bersama-sama dalam arti
yang sangat umum tersebut. Yang dimaksud dengan koperasi disini
adalah suatu bentuk perusahaan yang didirikan oleh orang-orang tertentu,
untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu, berdasarkan ketentuan
dan tujuan tertentu pula.1
Prof . Marvin A.schars seorang guru besar dari Universitas of
Wisconsin, Madison USA mengatakan “koperasi adalah suati badan
usaha yang secara sukarela dimiliki dan dikendalikan oleh anggota yang
1Revrisond Baswir, Koperasi Indonesia, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, BPFE,
Yogyakarta, 2000, hal 1.
16
adalah juga pelanggannya dan dioperasikan oleh mereka dan untuk
mereka ats dsar nir laba atau atas dasar biaya.”2
Sedangkan menurut undang-undang No. 25 Tahun 1992 Koperasi
adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan
hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip
Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas
asas kekeluargaan.
Sebagai organisasi ekonomi yang bertujuan memperjuangkan
kepentingan ekonomi anggotanya dan masyarakat pada umumnya,
kehadiran koperasi sangat dibutuhkan oleh masyarakat ekonomi
lemah .Tapi dalam kenyataannya di lapangan, justru masyarakat
golongan ekonomi lemah masih banyak yang belum memahami arti
pentingnya koperasi bagi peningkatan kesejahteraan ekonomi mereka.
Mereka masih memandang koperasi sebagai suatu organisasi
ekonomi yang manfaatnya hanya menguntungkan bagi golongan
masyarakat tertentu saja, bahkan tidak jarang dari mereka yang
menolak kehadiran koperasi sebagai lembaga ekonomi alternatif yang
dapat meningkatkan harkat dan martabat kehidupan mereka
b. Landasan, Asas dan Tujuan Koperasi
1) Landasan dan Asas Koperasi
2 Muhammad Firdaus dan Agus Edhi Susanto, Perkoperasian, sejarah, teori dan praktek, (Jakarta
: Ghalia Indonesia, Juni 2002) hal. 39
17
Menurut Pasal 2 UU Perkoperasian disebutkan bahwa
Koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
serta berdasar atas asas kekeluargaan.
2) Tujuan Koperasi
Dalam Pasal 3 UU Perkoperasian disebutkan Koperasi
bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan
masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan
perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat
yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945.
c. Fungsi, Peran dan Prinsip-prinsip Koperasi
Dalam UU Perkoperasian dijelaskan mengani fungsi, peran dan prinsip
Koperasi yang terdapat dalam Pasal 4 UU Perkoperasian Fungsi dan Peran
Koperasi adalah:
1) membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan
ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya
untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya;
2) berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas
kehidupan manusia dan masyarakat;
3) memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan
ketahanan perekonomian nasional dengan Koperasi sebagai
sokogurunya;
18
4) berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian
nasional yang merupakan usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
Prinsip-prinsip Koperasi
Kemudian untuk Prinsip Koperasi diatur dalam Undang-
Undang Perkoperasian, Koperasi melaksanakan Prinsipnya sebagai
berikut:
Pasal 5 :
a. keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka;
b. pengelolaan dilakukan secara demokratis;
c. pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan
besarnya jasa usaha masing-masing anggota;
d. pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal;
e. kemandirian.
Dalam mengembangkan Koperasi, maka Koperasi
melaksanakan pula prinsip Koperasi sebagai berikut:
a. pendidikan perkoperasian;
b. kerja sama antarkoperasi.
2. Koperasi Simpan Pinjam dan Pengelolaan Koperasi simpan pinjam
a. Koperasi Simpan Pinjam
Koperasi simpan pinjam adalah lembaga keuangan non-bank yang
berbentuk koperasi dengan kegiatan usaha menghimpun dana simpanan dan
memberikannya kembali kepada para anggotanya sebagai bentuk pinjaman
dengan bunga yang serendah mungkin.
Koperasi simpan pinjam biasa juga disebut koperasi kredit adalah
suatu bentuk koperasi yang independen dimana anggotanya adalah
19
gabungan antara orang-orang atau badan-badan tertentu. Orang yang tidak
terdaftar sebagai anggota tidak bisa menyimpan apalagi meminjam dana
dari koperasi simpan pinjam.
Jadi secara keseluruhan, koperasi simpan pinjam adalah sebuah
lembaga keuangan yang melakukan kegiatan simpan dan pinjam dana yang
dimiliki dan dikelola sendiri oleh anggotanya, serta bertujuan untuk
menyejahterakan anggotanya, mengedukasi anggotanya untuk hidup hemat
dan juga menambah pengetahuan anggotanya tentang perkoperasian.
Kegiatan usaha KSP tertuang dalam pasal 44 UU No. 25 Tahun
1992 tentang Perkoperasian yang menyatakan bahwa koperasi dapat
mengumpulkan dana dan menyalurkannya melaui kegiatan usaha
simpan pinjam dari dan untuk anggota dan calon anggota koperasi
yang bersangkutan, koperasi lain dan anggotanya. Untuk
memperkuat dasar hukum dari kegiatan usaha KSP, pemerintah
kemudian mengeluarkan PP No. 9 Tahun 1995 yang disempurnakan
dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri No.351/KEP/M/XII/1998 yang
menyatakan bahwa untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan
anggota koperasi, maka kegiatan usaha simpan pinjam perlu di
tumbuhkan dan dikembangkan.
b. Pengelolaan Koperasi Simpan Pinjam
Sebagaimana unit usaha lain dalam sebuah koperasi, unit simpan
pinjam pun didalam melaksanakan kegiatannya dikelola oleh pengurus. Hal
ini sebagaimana tertera dalam Pasal 8 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun
20
1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam, dimana dari
ayat-ayat sebagai berikut :
Pasal 8
1. Pengelolaan kegiatan usaha simpan pinjam dilakukan oleh Pengurus.
2. Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan
oleh Pengelola yang diangkat oleh Pengurus.
3. Pengelola sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) bertanggung jawab
kepada Pengurus.
4. Pengelola sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapatberupa
perorangan atau badan usaha, termasuk yang berbentuk badan hukum.
5. Dalam melaksanakan pengelolaan sebagaimana dimaksuddalam ayat
(2), Pengelola wajib mengadakan kontrak kerja dengan Pengurus.
Jika dalam sebuah Koperasi Simpan Pinjam yang menjadi pengelola
adalah perorangan, maka harus memenuhi persyaratan sebagaimana telah
ditentukan dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1995 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam, yaitu :
1. Tidak pernah melakukan tindakan tercela di bidang keuangan dan
atau dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana di bidang
keuangan,
2. Memiliki akhlak dan moral yang baik, dan
3. Mempunyai keahlian di bidang keuangan atau pernah mengikuti
pelatihan simpan pinjam atau magang dalam usaha simpan pinjam.
Adapun jika pengelola dalam hal ini adalah badan usaha, wajib
memenuhi persyaratan minimal sebagai berikut :
1. Memiliki kemampuan keuangan yang memadai, dan
2. Memiliki tenaga managerial yang berkualitas baik.
Dalam menjalankan usahanya, Pengelola wajib memperhatikan aspek
permodalan, likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas guna menjaga kesehatan
usaha dan menjaga kepentingan semua pihak yang terkait.
21
1) Aspek permodalan yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
a. modal sendiri koperasi tidak boleh berkurang jumlahnya dan harus
ditingkatkan
b. setiap pembukaan jaringan pelayanan, harus disediakan tambahan
modal sendiri
c. antara modal sendiri dengan modal pinjaman dan modal penyertaan
harus berimbang
2) Aspek likuiditas yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
a. penyediaan aktiva lancar yang mencukupi untuk memenuhi
kewajiban jangka pendek
b. ratio antara pinjaman yang diberikan dengan dana yang telah
dihimpun
3) Aspek solvabilitas yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
a. penghimpunan modal pinjaman dan modal penyertaan didasarkan
pada kemampuan membayar kembali;
b. ratio antara modal pinjaman dan modal penyertaan dengan
kekayaan harus berimbang
4) Aspek rentabilitas yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
a. rencana perolehan Sisa Hasil Usaha (SHU) atau keuntungan
ditetapkan dalam jumlah yang wajar untuk dapat memupuk
permodalan, pengembangan usaha, pembagian jasa anggota dengan
tetap mengutamakan kualitas pelayanan;
22
b. ratio antara Sisa Hasil Usaha (SHU) atau keuntungan dengan aktiva
harus wajar
3. Kedudukan Koperasi Simpan Pinjam dalam Perkoperasian
Pemerintah dan rakyat Indonesia mempunyai kewajiban untuk
menggali, mengolah dan membina kekayaan alam, guna mencapai
masyarakat adil dan maakmur.Rakyat Indonesia sudah bertekad bulat
untuk mewujudkan demokrasi ekonomi.Kita harus menjadikan Koperasi
gerakan rakyat Indonesia yang dijiwai oleh demokrasi ekonomi untuk
membawa kemakmuran serta kemajuan bersama.
Koperasi diyakini dapat diandalkan untuk menopang perekonomian
Indonesia.Koperasi sebagai lembaga ekonomi bagi masyarakat usaha
mikro dan usaha kecil telah membuktikan kemampuan sebagai pelaku
ekonomi yang tangguh, misalnya dalam menanggulangi pengangguran.3
Kebijakan pemerintah dalam pembangunan ekonomi adalah lebih
diarahkan kepada terwujudnya demokrasi ekonomi, dimana masyarakat
harus memegang peranan aktif dalam kegiatan pembangunan tersebut.
Ciri-ciri demokrasi ekonomi itu sendiri adalah antara lain, bahwa
perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas
kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu adalah
koperasi.Dalam kaitan ini pulalah, maka pembangunan koperasi juga
diarahkan agar koperasi dapat berperan secara positif sebagai salah satu
3Muslimin Nasution, 2008, Koperasi Menjawab Kondisi Ekonomi Nasional, PIP & LPEK, Jakarta,
h.159
23
soko guru perekonomian nasional sebagaimana diamanatkan dalam
Undang-Undang Dasar 1945.4
Di dalam Undang- Undang Republik Indonesia Tahun 1945 pada
pasal 33 ayat yang pertama, disana disebutkan “perekonomian dususun
sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekluargaan”. Dalam pasal 33
tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua
untuk semua di bawah pimpinan atau penilaian anggota-anggota
masyarakat.Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan
kemakmuran orang-seorang.Sebab itu perekonomian disusun sebagai
usaha bersama atas asas kekeluargaan.5
Dalam UU Perkoperasian pada Pasal 44 dikatakan bahwa
“Koperasi dapat menghimpun dana dan menyalurkannya melalui
kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk…” . Kemudian pada pasal
yang sama ayat 2 berbunyi “kegiatan usaha simpan pinjam dapat
dilaksanakan sebagai salah satu atau satu-satunya kegiatan usaha
koperasi”
Koperasi Simpan Pinjam adalah koperasi yang kegiatannya hanya
usaha simpan pinjam. Pengertian ini terdapat dalam Peraturan
Pemerintah nomor 9 tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Simpan Pinjam oleh Koperasi .makna yang terkandung adalah bahwa
KSP merupakan koperasi yang bergerak dalam kegiatan usaha simpan
pinjam, dimana simpan merupakan jenis usaha yang dapat dilakukan oleh
4Ninik Widiyanti dan Sunindhia, Koperasi dan Perekonomian Indonesia, Bina Aksara, Jakarta,
1989, hal. 159 5Ibid hal. 160
24
koperasi, karena itu tidak menutup kemungkinan bahwa koperasi dapat
menjadikan usaha simpan pinjam menjadi usaha yang dilakukannya.
Berdasarkan Surat Keputusan Mentri Koperasi Pengusaha Kecil
dan Menengah nomor 351/Kep/M/XII/1998 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi pada romawi
V, dinyatakan bahwa: “1. Dalam melaksanakan kegiatan usaha
penghimpunan dana, ada 2 bentuk simpanan yang diperbolehkan yaitu
tabungan koperasi dan simpanan berjangka. Untuk melayani kebutuhan
penyimpanan, koperasi dapat menciptakan berbagai jenis tabungan
koperasi dan simpanan berjangka. Pemberian nama dan ketentuan
mengenai jenis-jenis tabungan koperasi dan simpanan berjangka
merupakan wewenang pengurus koperasi.”
Dengan demikian, Koperasi Simpan Pinjam (KSP) merupakan dari
satu kesatuan dengan Koperasi Indonesia. Koperasi Simpan Pinjam
merupakan Koperasi yang melakukan usahanya secara khusus dalam
bidang simpan pinjam saja.Oleh karena itu Koperasi Simpan Pinjam
memiliki peran pula sebagai soko guru perekonomian Nasional. Melalui
Koperasi Simpan pinjam ini diharapkan mampu mendorong pertumbuhan
usaha mikro rakyat, sehingga dapat meningkatkan tingkat kesejahteraan
masyarakat.
25
B. Hasil Penelitian dan Analisis
1. Sistem Pengawasan Koperasi dalam Peraturan Perundang-Undangan
a. Pengawasan Koperasi
Pengawasan adalah kegiatan pembinaan, pemantauan, pemeriksaan,
dan penilaian kesehatan Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam.
Adapun Menurut Permenkop No. 17/M.KUKM/IX/2015 Tentang
Pengawasan Koperasi, Pengawasan dan pemeriksaan Koperasi adalah
kegiatan yang dilakukan oleh pejabat yang membidangi koperasi untuk
mengawasi dan memeriksa koperasi agar kegiatan diselenggarakan dengan
baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Penerapan peraturan
perundang-undangan yang di bentuk dalam rangka memberikan bimbingan,
kemudahan, dan perlindungan oleh pemerintah dalam rangka
pengembangan koperasi, khususnya dalam hal pengawasan koperasi belum
seperti yang diharapkan. Karena pada kenyataanya di lapangan masih
banyak terjadi penyimpangan- penyimpangan dalam pengelolaan koperasi
khususnya koperasi simpan pinjam. Hal tersebut dapat menghambat
perkembangan koperasi, sehingga akan berpengaruh terhadap kepercayaan
masyarakat terhadap koperasi khususnya koperasi simpan pinjam.
Jumlah koperasi dengan semua variannya di sektor keuangan (usaha
simpan pinjam) dan sektor riil, telah tumbuh begitu pesat. Tidak sedikit pula
praktik usaha koperasi menyimpang dari nilai jatidiri dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Pembinaan teknis selama ini lebih
menghasilkan kuantitas koperasi, untuk menghasilkan koperasi yang
berkualitas diperlukan pengawasan.
26
Dalam kehidupan perkoperasian, terdapat dua sistem pengawasan
Koperasi simpan pinjam yang terdiri atas :
1) Pengawasan KSP Intern
Pengawasan Intern adalah pengawasan yang dilakukan oleh orang
atau badan yang ada di dalam lingkungan unit organisasi yang
bersangkutan. Pengendalian intern selalu diterapkan pada masing-masing
organisasi yang gunanya untuk meningkatkan efektifitas operasional
organisasi, termasuk pada organisasi koperasi simpan pinjam. Pengawasan
Koperasi secara intern dilakukan oleh organ koperasi itu sendiri.
a) Badan Pengawas Koperasi
Dalam UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian
menyatakan bahwa Pengawas bertugas :
Pasal 39 ayat (1)
a. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan
dan pengelolaan Koperasi;
b. Membuat laporan tertulis tentang hasil pengawasannya.
Sedangkan pada ayat (2) menyatakan bahwa Pengawas
berwenang :
a. Meneliti catatan yang ada pada Koperasi;
b. Mendapatkan segala keterangan yang diperlukan.
Kedudukan badan pengawas dalam lembaga koperasi, yakni
merupakan suatu badan yang dibentuk dari dan oleh anggota koperasi
serta ditetapkan dalam anggaran dasar yang bertujuan untuk mendidik
dan membimbing pengurus koperasi agar lebih teliti dan ahli serta
27
terampil dalam mengembangkan koperasi dimasa-masa yang akan
datang.6 Dalam melaksanakan tugas-tugasnya, badan pengawas
membuat laporan tertulis tentang hasil pemeriksaannya yang akan
disampaikan dalam rapat anggota.
Wewenang pengawas koperasi secara garis besar meliputi
pengawasan terhadap pengelolaan organisasi dan usaha koperasi
secara umum, termasuk pemeriksaan terhadap kewajaran laporan
keuangan koperasi. Sehubungan dengan pelaksanaan pengawasan
tersebut, pengawas memiliki wewenang untuk meminta keterangan
yang diperlukan dari pengurus koperasi atau pihak-pihak lain yang
dianggap perlu. Selanjutnya pengawas wajib mempertanggung
jawabkan laporan tersebut dengan membuat laporan tertulis mengenai
pengawasan yang dilakukannya serta menyampaikan kepada Rapat
Anggota.
Sesuai dengan UU No.25 Tahun 1992 keberadaan lembaga
Badan Pengawas pada struktur organisasi koperasi bukan merupakan
sesuatu yang diwajibkan. Artinya pengawasan pada koperasi pada
dasarnya dilakukan secara langsung oleh para anggota, tidak semua
koperasi Lembaga khusus yang bertugas melakukan pengawasan.
Pengawasan yang bertujuan untuk mencegah kesalahan yang mungkin
adalah lebih bijaksana daripada memberi hukuman dan peringatan.
Badan Pengawas mempunyai Kedudukan yang penting, karena
badan pengawas bertugas melakukan pengawasan terhadap
6 http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/29912 di akses pada 09 Agustus 2018 pukul 13.55
28
pelaksanaan kebijakan atas pengelohan koperasi. Tanggung jawab
badan pengawas kepada rapat anggota, adalah sesuatu yang menjadi
tuntutan dari apa yang lelah dilaksanakan oleh badan pengawas dalam
menjalankan tugasnya. Tanggung jawab badan pengawas meliputi
tanggung jawab dalam kegiatan pengawasan terhadap kebijaksanaan
pengelolaan usaha koperasi, tanggungjawab dalam membuat laporan
yang baik7
b) Sistem/Satuan Pengendalian Intern (SPI)
Sistem pengendalian intern merupakan suatu perencanaan yang
meliputi struktur organisasi dan semua metode dan alat-alat yang
dikoordinasikan yang digunakan di dalam perusahaan dengan tujuan
untuk menjaga keamanan harta milik perusahaan, memeriksa
ketelitian dan kebenaran data akuntansi, mendorong efisiensi, dan
membantu mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen yang telah
ditetapkan. Menurut Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun
2008 Tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, SPI adalah
proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan
secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk
memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi
melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan
7 Meilha Diohan Oc, Tanggung Jawab Badan Pengawas dalam Koperasi sebagai Badan Usaha
Berbadan Hukum, PRANATA HUKUM Volume I, Nomor I Januari 2009, hal. 30.
29
keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan.
Sebagai sebuah sistem pengendalian, SPI memiliki peranan
penting sebagai berikut :
(1) Pengendalian untuk kepentingan pencegahan (preventive
control). Pada titik ini SPI berperan sebagai pencegah terjadinya
hal-hal yang menyebabkan organisasi dan perusahaan berjalan
tidak sesuai dengan tujuannya.
(2) Pengendalian untuk pemeriksaan (detective control). Pada
titik ini, SPI sebagai alat untuk mendeteksi persoalan-persoalan
yang terjadi.
(3) Pengendalian untuk koreksi (correvtive control). Pada titik ini
SPI berfungsi sebagai alat untuk mengoreksi kekeliruan-
kekeliruan yang terjadi dalam proses jalannya organisasi dan
perusahaan
Pengadaan sistem pengendalaian internal (SPI) dalam struktur
organisasi koperasi akan memperkuat sistem pengawasan terhadap
koperasi. Koperasi yang memiliki SPI akan dapat melakukan
pencegahan terhadap tindakan pelanggaran dan penyimpangan
individu (baik anggota atau non anggota) koperasi baik yang menjabat
sebagai pengawas, pengurus, maupun pengelola. Untuk dapat
menemukan pelanggaran dan penyimpang yang dilakukan oleh
internal organisasi, koperasi harus sadar tentang risikko. Bagian
30
struktur yang berfungsi melakukan identifikasi risiko, mengukur
dampak, memitigasi risiko, dan monev terhadap risiko adalah SPI.8
Perlu diketahui bahwa dalam penyusunan dan penerapan SPI
pada Koperasi harus didukung dengan kebijakan pengurus Koperasi
yang ditetapkan dan disyahkan rapat anggota. Mengapa SPI perlu
dibuat secara tertulis ?
Sebab ada : “Tidak Ada Kesalahan, Tidak Ada Sanksi, Tanpa
Adanya Suatu Peraturan Yang Mendahului, Harus Ada Kata Sepakat
Dari Orang Yang Berwenang”, dalam hal ini dapat diputuskan oleh
Rapat Anggota, Pengurus, Pengawas atau oleh orang yang ditunjuk
untuk itu.
Prinsip-prinsip Penyusunan SPI, merupakan ciri pokok dari
suatu sistem pengendalian intern. Suatu sistem pengendalian intern
yang baik, harus memiliki prinsip-prinsip penyusunan SPI, yakni :
a. Perencanaan Organisasi yang baik,
b. Penetapan tanggung jawab perseorangan,
c. Sistem otorisasi dan prosedur akuntansi,
d. Praktek yang sehat,
e. Pegawai yang cakap dan penempatan yang tepat
f. Pengawasan oleh atasan
g. Penciptaan situasi dan kondisi kerja yang kondusif / positif
8 Subagyo Ahmad, Pengawasan Koperasi di Indonesia, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2017, h.55
31
2) Pengawasan KSP Ekstern
Pengawas ini merupakan pengawas eksternal karena berasal dari luar
koperasi. Pengawas eksternal adalah pengawas yang berasal dari luar
organisasi yang bersangkutan, baik dari organ pengawasan fungsional
maupun nonfungsional. Pengawsan koperasi secara ektern dilakukan oleh:
a) Pengawasan KSP oleh Pemerintah / Departement Koperasi
Pelaksanaan pengawasan eksternal pada koperasi simpan pinjam yang
dilakukan Departemen Koperasi. Menurut KBBI, departemen adalah
lembaga tinggi pemerintahan yang mengurus suatu bidang pekerjaan negara
yang dipimpin seorang menteri. Merujuk pada pengertian itu, maka
departemen koperasi adalah bagian daripada kementrian koperasi dan UKM
yang tugas dan fungsinya adalah sama.
Berdasarkan amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 1995
Tentang Pembinaan dan Pengawasan Usaha Simpan Pinjam yang dikelola
Koperasi. Kementrian Koperasi memiliki ruang lingkup tugas meliputi;
(1) Pengaturan
(2) Pengawasan
(3) Pemeriksaan (berkala, sesuai kebutuhan)
(4) Penilaian kesehatan
(5) Penerapan sanksi (pemberian tindakan administratif)
32
Dalam Pasal 10 ayat (1) Peraturan Menteri Nomor
17/Per/M.KUKM/IX/2015 : Pelaksanaan Pengawasan Koperasi menjadi
tanggung jawab Menteri berdasarkan peraturan perundang-undangan. Ayat
(2) : Pelaksanaan pengawasan Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) oleh :
a) Deputi bidang pengawasan untuk koperasi dengan wilayah
keanggotaan lintas provinsi;
b) Gubernur untuk koperasi dengan wilayah keanggotaaannya lintas
kabupaten/kota dalam 1 (satu) Provinsi;
c) Bupati/Walikota untuk Koperasi dengan wilayah keanggotaan dalam 1
(satu) Kabupaten/Kota.
Dalam melaksanakan tugasnya, Menteri Koperasi melalui Deputi
Bidang Pengawasan memerlukan dukungan bersama dari berbagai pihak,
termasuk membentuk satuan tugas pengawasan koperasi dengan dukungan
anggaran dana dekonsentrasi untuk meningkatkan kualitas koperasi di
Indonesia.9
Dalam Peraturan Menteri No.17/Per/M.KUKM/IX/2015 sudah di
jelaskan bahwa Menteri dalam melalukan tugas pengawasan di bantu oleh
Deputi bidang Pengawasan. Maka dengan itu Deputi Bidang Pengawasan
membentuk Satgas Pengawasan yang program dan kegiatannya
berlandaskan pada Pasal 5 Peraturan Menteri No.17/Per/M.KUKM/IX/2015.
9 Anonim, 2017, “Koperasi Perikanan Di Pentas Industrialisasi” Majalah Cooperative Koperasi
Dan UKM No 03, Mei 2017,h.11
33
Adapun penejelasan mengenai Deputi Pengawasan tercantum pada
Peraturan Presiden No. 62 Tahun 2015 :
Pasal 24 :
Deputi Bidang Pengawasan mempunyai tugas menyelenggarakan
perumusan kebijakan serta koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan
kebijakan di bidang peningkatan kepatuhan peraturan perundang-
undangan, pemeriksaan kelembagaan koperasi, pemeriksaan usaha
simpan pinjam, penindakan, dan penilaian kesehatan usaha simpan
pinjam.
Pasal 25 :
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24,
Deputi Bidang Pengawasan menyelenggarakan fungsi:
a) perumusan kebijakan di bidang peningkatan kepatuhan
peraturan perundang-undangan, pemeriksaan kelembagaan
koperasi, pemeriksaan usaha simpan pinjam, penindakan, dan
penilaian kesehatan usaha simpan pinjam;
b) koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang
peningkatan kepatuhan peraturan perundangundangan,
pemeriksaan kelembagaan koperasi, pemeriksaan usaha simpan
pinjam, penindakan, dan penilaian kesehatan usaha simpan
pinjam;
c) pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan di bidang
peningkatan kepatuhan peraturan perundang- undangan,
pemeriksaan kelembagaan koperasi, pemeriksaan usaha simpan
pinjam, penindakan, dan penilaian kesehatan usaha simpan
pinjam;
d) pelaksanaan administrasi Deputi Bidang Pengawasan; dan
e) pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Menteri.
Kemudian Deputi Pengawasan mempunyai kegiatan guna untuk
Pengawasan Koperasi yaitu :
1. Penataan dan Pementaan Data Koperasi
2. Penyempurnaan Peraturan Menteri dan Peraturan Deputi
mengenai pengawasan koperas`i
3. Pemanfaatan Sistem Informasi Pengawasan Koperasi
34
4. Membuka web layanan pengaduan Koperasi
5. Melaksanakan Pemeriksaan dan Pengawasan serta penerapan
sangsi kepadakoperasi
6. Melakukan monitoring dan evaluasi hasil pengawasan
7. Melakukan Bimtek, Sosialisasi, dan Pendampingan
8. Melakukan Kerjasama Dengan :
a. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dengan Pembentukan
Satgas Waspada Investasi
b. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Tentang
Pelaksana Pengawas Kemitraan Koperasi, Usaha Mikro,
Kecil dan Mengah (Tim Satgas Kemitraan yang terdiri
dari Satgas Pengawasan Koperasi di daerah Prov, Kab,
kota)
c. Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan
(PPATK) dalam rangka Penerapan Prinsip Mengenai
Penggguna Jasa Bagi koperasi Simpan Pinjam bersama
Pembentukan Tim Financial Action Task Force
d. Kerjasama dengan Bank Dunia dalam rangka pembuatan
modul pelatihan pengawasan.
Pengawasan Koperasi menurut Deputi Pengawasan Memiliki 3
Jenis Pengawasan Koperasi :
1. Pengawasan Aktif (analisa langsung) dan Pasif (analisa laporan)
2. Pengawasan Rutin (sesuai jadwal rencana) dan sewaktu-waktu
(sesuai kebutuhan)
35
3. Pengawasan Bersifat Preventif (Pembinaan dan Pencegahan)
dan Represif (mencegah meluasnya permasalahan)
b) Pengawasan KSP oleh OJK
Selain pengawasan Eksternal yang dilakukan oleh Pemerintah,
OJK juga berperan dalam pengawasan KSP.
Koperasi, khususnya koperasi simpang pinjam (KSP),
merupakan lembaga keuangan non-bank yang memperoleh modal atau
dana dari pungutuan terhadap anggota yang kemudian akan disalurkan
kembali kepada anggota sendiri. Sesuai dengan azas koperasi yang
berpegang teguh kepada prinsip kekeluargaan, secara tradisional KSP
menghimpun dan menyalurkan dana secara internal.
Namun begitu, dewasa ini KSP dalam praktiknya tidak hanya
melibatkan anggota tetapi juga pihak ketiga.Terjadi perubahan-
perubahan dalam operasional KSP sehingga terus tumbuh dan asetnya
bertambah. Banyak kita temui KSP (Credit Union) di berbagai daerah
di Indonesia yang memiliki asset puluhan hingga ratusan milyar
rupiah. Dan merupakan hal yang biasa bagi KSP tersebut memungut
dana dari pihak ketiga kemudian menyalurkan kembali kepada pihak
ketiga sehingga sudah sepatutnya diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan
(OJK).
OJK adalah lembaga negara yang dibentuk dengan payung
hukum UU Nomor 21 Tahun 2011 yang memiliki fungsi
meyelenggarakan system pengaturan dan pengawasan yang
terintegrasi di dalam sector jasa keuangan. OJK yang didirikan
36
sebagai pengganti Bapepam-LK mempunyai fungsi, tugas, dan
wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan peyidikan
terhadap penyedia jasa keuangan.
Seperti telah disinggung sebelumnya, perubahan praktik KSP
dalam beroperasional yang mulai melibatkan pihak ketiga berdampak
kepada berpindahnya pengawasan KSP menjadi di bawah OJK. Hal
tersebut bukan satu-satunya factor penyebab. Pembatalan UU Nomor
17 Tahun 2012 tentang perkoperasian berdampak kepada
pembentukan Lembaga Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam (LPS-
KSP) oleh Mahkamah Konstitusi.
Pada butir undang-undang perkoperasian yang dibatalkan,
disebutkan KSP dan Unit Simpan Pinjam (USP) berada di bawah
Kementrian Koperasi dan UKM. Sehingga akibat dari pembatalan
tersebut untuk selanjutnya fungsi pengawasan diteruskan kepada OJK.
Untuk sementara sebelum instrument regulasi pengawasan oleh OJK
resmi dibentuk pasca pembatalan undang-undang perkoperasian maka
undang-undang perkoperasian yang lama UU Nomor 25 Tahun 1992
dinyatakan kembali berlaku untuk sementara.
OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam
sektor jasa keuangan:
1. terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel;
2. mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara
berkelanjutan dan stabil; dan
3. mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.
37
OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:
1. kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan;
2. kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal; dan
3. kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun,
lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.
Untuk melaksanakan tugas pengaturan, OJK mempunyai
wewenang:
1. menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini;
2. menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa
keuangan;
3. menetapkan peraturan dan keputusan OJK;
4. menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa
keuangan;
5. menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;
6. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah
tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;
7. enetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola
statuter pada Lembaga Jasa Keuangan;
8. menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta
mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan
kewajiban; dan
38
9. menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
sektor jasa keuangan.
Untuk melaksanakan tugas pengawasan, OJK mempunyai
wewenang:
1. menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap
kegiatan jasa keuangan;
2. mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan
oleh Kepala Eksekutif;
3. melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan
Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan,
pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana
dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa
keuangan;
4. memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan
dan/atau pihak tertentu;
5. melakukan penunjukan pengelola statuter;
6. menetapkan penggunaan pengelola statuter;
7. menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan
pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor
jasa keuangan; dan
8. memberikan dan/atau mencabut:
a. izin usaha;
b. izin orang perseorangan;
39
c. efektifnya pernyataan pendaftaran;
d. surat tanda terdaftar;
e. persetujuan melakukan kegiatan usaha;
f. pengesahan;
g. persetujuan atau penetapan pembubaran; dan
h. penetapan lain, sebagaimana dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
Terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berdasarkan UU
Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK yang berfungsi
menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang
terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa
keuangan, membuat pengawasan terhadap semua lembaga keuangan
berada di satu atap. Mulai tahun 2015, OJK mulai mengawasi
Lembaga Keuangan Mikro (LKM), termasuk KSP. Hal utama yang
akan dilakukan dalam konteks pengawasan tersebut adalah meminta
seluruh LKM yang ada di Indonesia untuk mengajukan izin usaha10
c) Dewan Koperasi Indonesia (DEKOPIN)
Status DEKOPIN adalah sebagaimana ditetapkan dalam
Undang-undang No.25/1992, bahwa “koperasi secara bersama-sama
mendirikan organisasi tunggal yang berfungsi untuk
memperjuangkan kepentingan dan bertindak sebagai pembawa
aspirasi koperasi” ( pasal 57 ayat 1 ). Dengan demikian maka
10
Dari Bank Pedesaan Sampai Baitul Maal wa Tamwil Kini Diawasi OJK, diakses dari
http://finance.detik.com/read/2015/03/12/185015/2857365/5/dari-bank-pedesaan-sampai-
baitulmaal-wa-tamwil-kini-diawasi-ojk?f9911013
40
DEKOPIN memiliki kedudukan sebagai satu-satunya organisasi yang
berdiri dengan lingkup nasional.
Pada pasal yang sama juga dinyatakan bahwa terkait dengan
status tersebut maka DEKOPIN memiliki fungsi-fungsi yang
dijabarkan dalam kegiatan-kegiatan yakni:
1. Memperjuangkan dan menyalurkan aspirasi Koperasi.
2. Meningkatkan kesadaran berkoperasi di kalangan masyarakat.
3. Melakukan pendidikan perkoperasian bagi anggota dan
masyarkat.
4. Mengembangkan kerja sama antar Koperasi dan antara Koperasi
dan dengan badan usaha lain, baik pada tingkat nasional maupun
internasional.
Kemampuan organisasi DEKOPIN dalam melaksanakan UU ini
perlu ditingkatkan agar kepercayaan Gerakan Koperasi dan
masyarakat konstituen DEKOPIN dapat terpelihara. Sebab tujuan-
tujuan organisasi DEKOPIN merupakan resultan dari tujuan-tujuan
para anggotanya.
Secara lebih operasional maka DEKOPIN haruslah menjalankan
fungsi-fungsi advokasi dan fasilitasi. Fungsi Advokasi adalah upaya
mempengaruhi kebijakan melalui identifikasi permasalahan, lobi dan
penciptaan opini publik. Esensi dari fungsi advokasi adalah
penyaluran aspirasi dan perlindungan terhadap kepentingan koperasi.
Sedangkan Fungsi Fasilitasi adalah upaya memberikan pelayanan dan
41
fasilitasi bagi Gerakan Koperasi agar mampu meningkatkan kapasitas
organisasi dan usahanya. Fungsi ini terutama pada pelayanan
peningkatan SDM, dan peningkatan kinerja usaha. Sehingga dapat
dikatakan bahwa advokasi adalah berorientasi keluar dan berhubungan
dengan lembaga-lembaga pengambilan keputusan sektor publik
sedangkan fasilitasi berorientasi ke dalam (anggota), terutama
pengembangan jaringan usaha dan berhubungan dengan lembaga-
lembaga pendukung pengembangan usaha.
Peran DEKOPIN adalah bagaimana aktualisasi dan fungsi-
fungsi DEKOPIN dan bagaimana posisi DEKOPIN terhadap pihak-
pihak berkepentingan (stakeholders), yakni anggota (Gerakan
Koperasi), pemerintah dan masyarakat. Peran DEKOPIN ini
tergantung pada beberapa hal, yakni :
1. Kemampuan dan prestasi-prestasi dalam pelaksanaan tugasnya
sesuai dengan kebutuhan anggotanya.
2. Kemampuan dalam mengkonsolidasikan perangkat organisasi
dan mengintegrasikan seluruh potensi Gerakan Koperasi ke
dalam satu simpul perjuangan.
3. Kemampuan dalam mengembangkan keja sama, baik dengan
pemerintah, maupun dengan organisasi Gerakan Koperasi
internasional.
4. Kemampuan membangun opini dan menciptakan image building
tentang Koperasi khususnya dalam rangka meningkatkan
apresiasi masyarakat dalam berkoperasi
42
c. Tujuan dan Ruang Lingkup Pengawasan Koperasi
1. Tujuan dan Ruang Lingkup Pengawasan Koperasi Secara
Intern
a) Badan Pengawas Koperasi
Secara Intern Ruang Lingkup dan Tujuan Pengawasan Koperasi
menurut Badan Pengawas adalah sebagai berikut :
Tujuan:
1) Memberi bimbingan kepada pengurus, karyawan kearah
keahlian dan ketrampilan
2) Mencegah terjadinya pemborosan bahan, waktu dan tenaga
3) Menilai hasil kerja dengan rencana yang sudah ditetapkan
4) Mencegah terjadinya penyelewengan
5) Membereskan administrasi secara keseluruhan.
Jadi yang menjadi tujuan dari badan pengawas dalam koperasi
adalah membantu seluruh anggota manajemen agar dapat
melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif, dengan jalan
memberikan analisis, penilaian,rekomendasi, saran dan keterangan
dari operasi yang telah diperiksanya. Oleh karena itu perlu penguasaan
yang baik terhadap seluruh fase aktivitas koperasi,agar jasa yang dapat
diberikannya dapat membantu manajemen dalam mengambil
keputusan.
Ruang lingkup badan pengawas meliputi pengujian dan
pengawasan atas kelayakan dan efektifitas struktur pengendalian
43
intern yang digunakan koperasi serta kualitas pegawai dalam
melaksanakan tanggung jawabnya. Dengan demikian ruang lingkup
badan pengawas dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Menilai keandalan dan integritas informasi keuangan dan
operasi serta cara yang digunakan untuk mengindentifikasikan,
mengukur,mengklasifikasikan, dan melaporkan informasi-
informasi tersebut.
2. Menilai atas sistem yang telah disusun dengan maksud untuk
mengetahui kepatuhan atas kebijaksanaan, rencana, prosedur,
dan peraturan yang mempunyai pengaruh yang berarti pada
operasi dan pelaporan.
3. Menilai atas cara-cara pengamanan harta dan vertifikasi atas
keberadaannya.
4. Menilai keekonomian dan keefisienan atas pemakaian sumber-
sumber perusahaan.
5. Menilai operasi atau program guna memastikan apakah hasilnya
sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, dan apakah operasi
dan program tersebut dilaksanakan sesuai dengan rencana. Dari
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa badan pengawas
membantu manajemen untuk menguji struktur pengendalian
intern baik teknis maupun aspek administrasi.
b) SPI
44
Selanjutnya Tujuan dan Ruang Lingkup mengenai Pengawasan
Oleh SPI. Sistem Pengendalian Intern yang baik mempunyai tujuan
untuk :
1. Melindungi harta kekayaan perusahaan.
2. Pemeliharaan kecermatan dan ketelitian data akuntasi, informasi
keuangan serta laporan-laporan.
3. Menanamkan dan meningkatkan efisiensi dalam operasi.
4. Mendorong dipatuhinya peraturan kebijakan manajemen yang
telah ditetapkan untuk memenuhi tujuan di atas terdapat
beberapa elemen yang merupakan ciri-ciri pokok dari suatu
sistem pengendalian intern
Ruang Lingkup SPI dapat dibagi menjadi dua bidang yakni SPI
Manajemen dan SPI Akuntansi :
1. Bidang SPI Manajemen : Tujuannya untuk memastikan apakah
pelaksana mentaati semua prosedur yang ada dengan benar,
apakah prosedur yang ada telah menjamin efisiensi. Sasarannya
adalah “Tiga Tepat”, yakni :
a) Tepat Prosedur, dan juga dinilai dari kecepatan
menyelesaikan pekerjaan dan biaya lebih murah.
b) Tepat Pelaksana, berpengetahuan dan trampil, dapat dinilai
dari tingkat kerajinan, ketelitian/kesalahan, kejujuran,
jumlah pekerjaan yang diselesaikan.
45
c) Tepat Otoritas, pemisahan wewenang, delegasi, tanggung
jawab, dapat dinilai dari tingkat kepemimpinan, tanggung
jawab terhadap pekerjaannya (dirinya) maupun pekerjaan
bawahannya
2. Bidang SPI Akuntansi : Tujuannya untuk memastikan apakah
semua transaksi telah dicatat dengan benar sesuai PAI? Apakah
Laporan Keuangan telah disusun sesuai PAI? Sasarannya adalah
“Lima Tepat” yakni:
a) Tepat Prosedur,
b) Tepat Jumlah/Nilai,
c) Tepat Waktu,
d) Tepat Pencatatannya, dan
e) Tepat Otoritasnya.
2. Tujuan dan Ruang Lingkup Perngawasan Koperasi Secara
Ekstern
a) Pemerintah/Departemen Koperasi
Adapun secara Ekstern menurut Permenkop Nomor
17/Per/M.KUKM/IX/2015 adalah bahwa tujuan dan uang lingkup
pengawasan koperasi meliputi :
Tujuan pengawasan koperasi dimuat dalam Pasal 2 menjelaskan
bahwa:
46
a. Meningkatkan efektifitas pelaksanaan pengawasan Koperasi
oleh pemerintah, pemerintah Provinsi, dan pemerintah
Kabupaten/Kota sesuai dengan wilayah keanggotaan Koperasi;
b. Meningkatkan kesadaran para pengelola Koperasi dalam
mewujudkan kondisi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Mengenai Ruang Lingkup dalam Pasal 5 disebutkan bahwa:
a. Penerapan Kepatuhan;
b. Kelembagaan Koperasi;
c. Usaha Simpan Pinjam;
d. Penilaian Kesehatan Usaha Simpan Pinjam;
e. Penerapan Sanksi.
Dalam penejelasannya disebutkan bahwa:
1) Aspek penerapan kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam
Permenkop Nomor 17/Per/M.KUKM/IX/2015 Pasal 5 huruf a
sesuai dengan peraturan perundang-undangan meliputi:
a) kepatuhan legal;
b) kepatuhan usaha dan keuangan;
c) kepatuhan transaksi.
2) Aspek kelembagaan Koperasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 huruf b meliputi:
a) kelengkapan legalitas yang terdiri dari Akta Pendirian
Koperasi, Anggaran Dasar, perubahan pengesahan
Anggaran Dasar bagi Koperasi, surat izin usaha, surat izin
pembukaan kantor cabang, kantor cabang pembantu dan
kantorkas;
47
b) kelengkapan organisasi Koperasi yang mencerminkan
strukturtugas, rentangkendali, dan satuan pengendalian
internal.
3) Aspek usaha simpan pinjam sebagaimana dimaksud dalam Pasal
5 huruf c meliputi:
a) penghimpunan dana bersumber dari anggota, calon
anggota, Koperasi lain dan atau anggotanya, bank dan
lembaga keuangan lainnya, penerbitan obligasi dan surat
utang lainnya, dan sumber lain yang sah, serta modal
penyertaan;
b) mengontrol keseimbangan dana antara sumber dana dan
penyaluran dana agar tidak terjadi over liquid dan
unliquid;
c) Penyaluran dana untuk menyalurkan dana yang sifatnya
menjadi aktiva produktif mengurangi kemacetan.
4) Aspek penilaian kesehatan usaha simpan pinjam sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 huruf d dilaksanakan dengan
melakukan penilaian melalui pendekatan kualitatif maupun
kuantitatif terhadap aspek-aspek sebagai berikut:
a) permodalan;
b) kualitas aktiva produktif;
c) manajemen;
d) efisiensi;
48
e) likuiditas;
f) jatidiri Koperasi;
g) pertumbuhan dan kemandirian; dan
h) kepatuhan terhadap prinsip syariah untuk usaha simpan
pinjam pola syariah.
5) Aspek Penerapan Sanksi sebagaimana dimaksud adalah :
a) sanksi administrative
b) pelimpahan perkara
c) pemantauan pelaksanaan sanksi
d) pemantauan keputusan hasil pelimpahan perkara
e) rehabilitasi kelembagaan
f) rehabilitasi usaha.
b) Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Pasal 4 UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK
menyebutkan bahwa OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan
kegiatan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur,
adil, transparan, akuntabel dan mampu mewujudkan sistem
keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, serta
mampu melindungi kepentingan konsumen maupun masyarakat.
Maka dari itu tujuan pembentukan OJK ini berhubungan dengan
bagaimana pengawasan yang dilakukan OJK terhadah KSP.
Dengan pembentukan OJK, maka lembaga ini diharapkan
dapat mendukung kepentingan sektor jasa keuangan secara
49
menyeluruh sehingga meningkatkan daya saing perekonomian.
Selain itu, OJK harus mampu menjaga kepentingan nasional.
Antara lain meliputi sumber daya manusia, pengelolaan,
pengendalian, dan kepemilikan di sektor jasa keuangan dengan
tetap mempertimbangkan aspek positif globalisasi. OJK dibentuk
dan dilandasi dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik, yang
meliputi independensi, akuntabilitas, pertanggungjawaban,
transparansi, dan kewajaran (fairness).
Ruang lingkup OJK dalam melakukan tugasnya dalam
mengatur dan mengawasi terhadap setiap:
1. Pelaksanaan kegiatan jasa keuangan di bidang Perbankan,
meliputi baik perbankan konvensional maupun perbankan
syariah;
2. Pelaksanaan kegiatan jasa keuangan di bidang Pasar Modal
dan;
3. Pelaksanaan kegiatan jasa keuangan di bidang IKNB
(Industri Keuangan Non Bank), seperti misalnya dana
pensiun, lembaga pembiayaan, lembaga pembiayaan ekspor,
lembaga pembiayaan sekunder perumahan, lembaga
penjaminan, pergadaian, usaha perasuransian, lembaga yang
menyelenggarakan program jaminan sosial, pensiun, dan
kesejahteraan yang bersifat wajib, atau industri keuangan non
bank lainnya.
50
Wewenang OJK terbagi ke dalam 3 aspek pengaturan dan
pengawasan (mencakup kelembagaan, kesehatan, dan kehati-hatian
bank) serta aspek pemeriksaan bank.
Adapun aspek-aspek terkait pengaturan dan pengawasan
adalah sebagai berikut :
1. Kelembagaan Bank
a. menentukan tatacara perizinan berdirinya dan
pembukaan kantor suatu bank sekaligus pencabutan
izinnya, mengatur anggaran dasar, program kerja,
ownership, kepengelolaan dan sumber daya manusia,
dan penggabungan usaha (merger, akuisisi, konsolidasi)
bank
b. Cakupan aktivitas usaha bank di antaranya kegiatan di
sektor jasa, sumber finansial, pemasokan dana, serta
produk hibridasi
2. Kesehatan Bank
a. kesanggupan pemenuhan kewajiban jangka pendek /
Likuiditas, kesanggupan penghasilan laba dalam suatu
periode / rentabilitas, kesanggupan pemenuhan seluruh
kewajiban bank / solvabilitas (dalam hal ini menyangkut
pelunasan segala hutang menggunakan seluruh aktiva
bank), mutu aktiva, Capital Adequacy Ratio (CAR), modal
51
minimum, BMPK, Loan to Deposit Ratio (LDR), serta
pencadangan bank
b. Laporan kesehatan dan hasil kerja bank yang dinilai dari
kualitas dan kuantitas
c. penukaran informasi debitur dan pelayanan kredit oleh
Sistem Informasi Debitur dari bank dan badan usaha yang
melakukan pembiayaan
d. credit testing (pengujian kredit)
e. penyajian informasi laporan keuangan bank, yang metode
dan format bakunya biasa disebut sebagai 'standar
akuntansi bank'
3. Kehati-hatian Bank
a. identifikasi serta pengukuran dan penilaian risiko yang
termanajemen
b. tata laksana bank
c. Pengenalan Anti Money Laundering dan Know Your
Customer Principles (prinsip mengenal nasabah)
d. pencegahan pendanaan terorisme dan fraud rate / modus
kejahatan perbankan seperti phishing, malware, dan
skimming.
52
d. Bagan Pengawasan KSP
Vbff
EKSTERN
Depaertement
Koperasi / Pemerintah Dekopin OJK SPI Badan
Pengawas
Ruang Lingkup
Pengaturan, Pengawasan, Pemeriksaan (berkala, sesuai
kebutuhan), Penilaian
kesehatan, Penerapan sanksi (pemberian tindakan
administratif)
Ruang Lingkup
1. Pelaksanaan kegiatan
jasa keuangan di bidang
Perbankan, meliputi baik
perbankan konvensional
maupun perbankan
syariah
2. Pelaksanaan kegiatan
jasa keuangan di bidang
Pasar Modal dan;
3. Pelaksanaan kegiatan
jasa keuangan di bidang
IKNB (Industri Keuangan
Non Bank), seperti
misalnya dana pensiun,
lembaga pembiayaan, lembaga yang
menyelenggarakan
program jaminan sosial,
pensiun, dan
kesejahteraan yang
bersifat wajib, atau industri keuangan non
bank lainnya.
Ruang lingkup:
1.Audit
Operasional/
Manajemen
2.Audit
Kepatuhan/Ketaa
tan
3. Audit atas
Kewajaran
Laporan
Keuangan
Ruang lingkup;
Pengawasan terhadap
pengelolaan organisasi
dan usaha koperasi
secara umum,
termasuk pemeriksaan
terhadap kewajaran
laporan keuangan
koperasi.
INTERN
KEGIATAN KSP
Deputi Pengawasan
Satuan Tugas
KSP
53
4. Sasaran Pengawaan Koperasi Simpan Pinjam
Menurut Pasal 3 Peraturan Menteri Koperasi Dan Usaha Kecil Dan
Menengah Nomor 17/Per/M.KUKM/Ix/2015 Tentang Pengawasan
Koperasi disebutkan bahwa Sasaran pengawasan Koperasi adalah:
a. Terwujudnya peningkatan kepatuhan Koperasi terhadap peraturan
perundang-undangan;
b. Terbentuknya Koperasi yang kuat, sehat, mandiri, dan tangguh;
c. Terwujudnya Koperasi yang akuntabel
Selain itu juga sasaran pengawasan KSP adalah sebagai berikut :
a. Penguatan tingkat kepatuhan dan ketaatan karyawan
tehadap Peraturan dan Kebijaksanaan Koperasi.
b. Memberantas Pelanggaran Keuangan dan Administrasi ( khusus
pelanggaran administrasi yang berdampak langsung terhadap
kerugian perusahaan secara financial ).
c. Menjaga efektivitas dan efisiensi pengelolaan Koperasi.
d. Mendorong laju pertumbuhan dan perkembangan perusahaan yang
lebih maksimal.
54
Analisis terhadap Sistem Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam
menurut Peraturan Perundang-undangan.
Terkait dengan pengaturan hukum yang mengatur mengenai
pengawasan koperasi, penulis melihat bahwa terdapat beberapa dasar
hukum yang melandasi adanya pengawasan yang begitu kuat diantaranya
sebagai berikut:
1. UU No.25 Tahun 1992 Tentang Koperasi
Dalam undang-undang ini, pengawasan diatur di dalam pasal 39
yang menyatakan bahwa:
Pengawas bertugas:
a. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan
pengelolaan Koperasi;
b. membuat laporan tertulis tentang hasil pengawasannya.
Jika di telaah pasal ini mengharuskan pengawas untuk melakukan -
pengawasan terhadap pelaksanaan dan kebijakan koperasi serta
melakukan laporan tertulis. Hal ini berarti bahwa pengawas
memiliki tugas dan peran yang sangat penting guna memajukan
usaha koperasi dan oleh karenanya dibutuhkan suatu keahlian
sehingga proses pengawasannya tetap berjalan dengan baik.
Namun demikian penulis melihat bahwa ketentuan yang mengatur
mengenai pengawasan dalam Undang-Undang Nomer 25 tahun
1992 tidak mengatur secara spesifik mengenai sistem pengawaan
koperasi oleh pengawas, sehingga sangat kurang untuk dimengerti
pengawasan yang seperti apa yang dilakukan oleh pengawas
55
terhadap KSP karena hanya membuat laporan tertulis saja sangat
tidak cukup
2. Peraturan Presiden No 62 tahun 2015 tentang Kemenkop & UKM
Pasal 24 Peraturan Presiden No. 62 tahun 2015 tentang
Kemenkop & UKM disebutkan bahwa Deputi Bidang Pengawasan
mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan kebijakan serta
koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang
peningkatan kepatuhan peraturan perundang-undangan,
pemeriksaan kelembagaan koperasi, pemeriksaan usaha simpan
pinjam, penindakan, dan penilaian kesehatan usaha simpan pinjam.
Sedangkan dalam Pasal 25 Peraturan Presiden No. 62 tahun 2015
tentang Kemenkop & UKM disebutkan bahwa dalam
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24,
Deputi Bidang Pengawasan menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan kebijakan di bidang peningkatan kepatuhan
peraturan perundang-undangan, pemeriksaan kelembagaan
koperasi, pemeriksaan usaha simpan pinjam, penindakan,
dan penilaian kesehatan usaha simpan pinjam;
b. koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di
bidang peningkatan kepatuhan peraturan perundang-
undangan, pemeriksaan kelembagaan koperasi,
pemeriksaan usaha simpan pinjam, penindakan, dan
penilaian kesehatan usaha simpan pinjam;
c. pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan di bidang
peningkatan kepatuhan peraturan perundang-undangan,
pemeriksaan kelembagaan koperasi, pemeriksaan usaha
simpan pinjam, penindakan, dan penilaian kesehatan usaha
simpan pinjam;
d. pelaksanaan administrasi Deputi Bidang Pengawasan; dan
e. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Menteri.
56
Penulis berpendapat bahwa secara holistik ketentuan yang
mengatur mengenai pengawasan oleh Deputi Pengawasan sudah
cukup baik, namun kerjasama dengan lembaga terkait seperti OJK,
KPPU, PPATK dan Bank Dunia masih kurang mengenai kegiatan
yang dilakukan terhadap pengawasan koperasi sehingga rentan
terjadi penyimpangan. Dengan melihat situasi seperti ini, penulis
berpendapat bahwa seharusnya diatur secara rinci mengenai
mekanisme kerjasama antar lembaga-lembaga diatas serta
sinkronisasi tugas dan tanggung jawab sebagai upaya
pemberantasan terhadap tindakan penyimpangan yang dilalukan
oleh KSP.
3. Peraturan Menteri No. 17/Per/M.KUKM/IX/2015
Dalam Konsideran huruf a disebutkan bahwa untuk
mewujudkan Koperasi yang kuat, sehat, mandiri, tangguh dan
berdaya saing sesuai jatidiri Koperasi perlu meningkatkan
akuntabilitas, kepercayaan, kepatuhan, kesinambungan, dan
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada anggota dan
masyarakat; kemudian dalam konsideran huruf b dijelaskan bahwa
untuk mewujudkan Koperasi sebagaimana dimaksud huruf a,
koperasi perlu pengawasan oleh pejabat yang berwenang sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. Penulis melihat adanya
pelimpahan kewenangan dari Menteri kepada pejabat terkait untuk
melaksanakan tugas pengawasan guna meminimalisir atau
mencegah terjadinya praktik yang menyimpang. Kemudian dalam,
57
Pasal 19 Ayat(1) dan (2) menyebutkan;
Ayat (1): Dalam rangka efektifitas pengawasan Menteri
berkoordinasi dengan Gubernur dan Bupati/Walikota;
Ayat (2): Koordinasi penyelenggaraan pengawasan Koperasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan bersama, antara
lain dengan :
a. Kepolisian;
b. Kejaksaan;
c. Otoritas Jasa Keuangan (OJK);
d. Pusat Pengendalian Analisis Transaksi (PPATK)
Dalam pasal ini tidak dijelaskan koordinasi seperti apa yang
dilakukan oleh pengawas dengan lembaga terkait tersebut,
sehingga kurang dipahami. Namun Permenkop No.
17/Per/M.KUKM/IX/2015 ini merupakan acuan untuk Satgas
Pengawasan Koperasi untuk melakukan tugas pengawasan.
4. DEKOPIN
Pengawasan yang dilakukan oleh Dekopin belum ada
sebagaimana mestinya karena tidak ada peraturan yang mengatur
dan tidak dijelaskan seperti apa tindakan pengawasan yang
dilakukan. Dekopin hanya menjalankan tugas pembinaan,
sementara untuk pengawasan meminta bantuan pada OJK agar ikut
membantu dalam pengawasan KSP. Dekopin sendiri ditetapkan
memiliki peran utama sebagai wahana untuk menyuarakan aspirasi
gerakan koperasi, sekaligus menjadi juru bicara gerakan koperasi di
tanah air. Oleh karena itu, Dekopin tidak memiliki skema kerja
untuk melakukan pengawasan yang jelas serta program
pembiayaan atau perkuatan modal bagi koperasi. Seharusnya
58
sebagai lembaga tertinggi yang mewakili Gerakan Koperasi
Indonesia baik di dalam maupun di luar negeri harus turut
membantu dalam mengawasi kegiatan KSP dan mempunyai
standarisasi pengawasan terhadap koperasi terlebih dalam
mengawasi KSP.
5. Pengawasan KSP Oleh OJK
OJK sebagai lembaga yang dibentuk untuk menghadapi
industri jasa keuangan yang semakin besar nilainya dan canggih
bentuk pelayanannya telah mengeluarkan Peraturan OJK No. 14/
POJK.05/2014 tentang Pembinaan dan Pengawasan Lembaga
Keuangan Mikro (LKM). LKM adalah lembaga keuangan yang
khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan
pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau
pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan
masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa
konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari
keuntungan. Salah satu bentuk badan hukum LKM adalah
Koperasi. Dalam Pasal 2 ayat (1) dan (2) peraturan tersebut
tercantum antara lain:
(1) Pembinaan, pengaturan, dan pengawasan LKM dilakukan
oleh OJK.
(2) Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan, OJK
melakukan koordinasi dengan kementerian yang
59
menyelenggarakan urusan koperasi dan Kementerian Dalam
Negeri.
Penulis melihat bahwa meskipun tidak diatur secara eksplisit
bagaimana peran OJK dalam mengawasi koperasi, namun secara
garis besar OJK memilki kewenangan untuk melakukan
pembinaan, membentuk peraturan, serta melakukan pengawasan
serta berkoordinasi dengan kementrian koperasi guna
menyelenggarakan urusan pembinaan dan pengawasan koperasi.
Dengan penjelasan di atas dan bagan yang sebelumnya,
penulis berpendapat bahwa pengawasan yang semacam itu belum
sepenuhnya saling melengkapi, sehingga tidak dapat membantu
untuk menjadikan KSP dengan unit usaha bisnis yang berkembang
dengan baik. Dengan adanya pengawasan Intern dan Ekstern disini
tidak jelas siapa yang lebih aktif dalam mengawasi KSP tersebut.
Dengan demikian, pengawasan dimaksudkan agar lebih
dapat memastikan apakah pelaksanaan kegiatan koperasi sudah
berada pada rel yang sebenarnya atau malah terjadi penyimpangan.
Kalaupun ada terjadi suatu penyimpangan, maka dengan adanya
pengawasan diharapkan dapat diketahui sedini mungkin sehingga
tidak sampai pada taraf yang sangat membahayakan koperasi.
2. Peran Kementrian Koperasi dan UKM mengenai Ragam Pengawasan
Secara umum peran Kementrian Koperasi dan UKM sangat penting
guna mengawasi Koperasi sehingga tidak terjadi perbuatan atau tindakan
yang menyimpang yang dilakukan oleh Koperasi khususnya organ-organ
60
yang terdapat di dalamnya. Namun demikian, peran yang dilakukan oleh
Kementrian Koperasi dan UKM sendiri dalam mengawasi Koperasi belum
sepenuhnya maksimal sehingga terjadi perbuatan yang menyimpang dalam
suatu Koperasi.
Pemerintah melalui peraturan perundang-undangan yang dibentuk,
tampaknya masih belum dapat mendorong secara significan peningkatan
kualitas KSP dan USP. Bahkan diduga kuat banyak koperasi simpan
pinjam yang tidak untuk melayani anggota, sebagai pemilik dan pengguna,
tetapi lebih banyak melayani masyarakat lainnya yang bukan anggota.
Bahkan cukup banyak ditemui KSP-KSP yang beroperasi saat ini, lebih
banyak menguntungkan atau berorientasi kepada kepentingan anggota
sebagai pemilik dan sangat kurang memperhatikan kepentingan
anggota/calon anggota sebagai pelanggan, yaitu sebagai penyimpan dan
peminjam (nasabah).
Terdapat dua kemungkinan terjadinya penyimpangan pada kegiatan
operasi KSP dan USP dilihat dari kehadiran PP No. 9 tentang usaha
simpan pinjam, yaitu: 1) kepiawaian pengelola koperasi memanfaatkan
celah-celah beberapa aturan yang meragukan atau mendua, dan 2) secara
sengaja melanggar aturan yang ada. Sebagai informasi penting adalah
bahwa selama ini hampir tidak pernah dikenakan sanksi yang memadai
apabila koperasi melakukan pelanggaran terhadap UU koperasi No.25
Tahun 1992 dan atau PP No.9 Tahun 1995 yang dilakukan tersebut.
Eksistensi koperasi simpan pinjam dan unit simpan pinjam pada
koperasi akan terjamin apabila kinerja usaha yang ditunjukkan oleh
61
pertumbuhan usaha yang sinifican didukung secara kuat oleh adanya
aturan/kebijakan yang baik dan praktik-praktik yang sehat, dalam rangka
meningkatkan kemampuan ekonomi dan usaha serta pendapatan anggota
(members promotion). Eksistensi koperasi simpan pinjam dan unit simpan
pinjam pada koperasi dipengaruhi sekurang-kurang oleh tiga faktor, yaitu:
1) legal, 2) kinerja usaha, 3) kepercayaan anggota. Ketiga faktor tersebut
pada kenyataannya di lapangan sangat terkait satu sama lain, sehingga
paduan ketiganya sering diidentikan dengan kesehatan koperasi simpan
pinjam. Oleh karena itu, apabila salah satu faktor saja kinerjanya tidak
baik, maka akan sangat berpengaruh terhadap kinerja atau kesehatan
koperasi secara keseluruhan.
Terdapat tujuh aspek penting dalam PP No.9 tahun 1995 tentang
pelaksanaan Usaha Simpan Pinjam. Ketujuh aspek tersebut adalah:
1. Umum,
2. Organisasi,
3. Pengelolaan,
4. Permodalan,
5. Kegiatan Usaha,
6. Pembinaan dan
7. Sanksi.
Oleh karena ketujuh aspek tersebut tidak dilaksanakan secara baik,
maka menimbulkan berbagai permasalahan yang pada akhirnya
menyebabkan tidak optimalnya kinerja koperasi tersebut.
62
Dampak dari rendahnya kemampuan penyusunan laporan yang
lengkap dari KSP/USP adalah belum memiliki informasi keuangan yang
dapat dianalisis kinerjanya. Manajemen KSP/USP umumnya tidak mampu
melakukan evaluasi terhadap kinerja keuangannya, sehingga sulit untuk
mengetahui tingkat kesehatannya, padahal evaluasi kinerja sangat penting
sebagai sumber informasi bagi KSP/USP dalam menentukan strategi
maupun pengambilan keputusan keuangan. Manajemen yang diterapkan
KSP/USP umumnya adalah manajemen yang tradisional.Tidak heran
beberapa kasus yang terjadi KSP/USP yang sebelumnya mengalami
perkembangan usaha yang bagus tiba-tiba gulung tikar, karena tidak
mampu memenuhi kewajiban pembayaran modal pinjaman (modal luar).
Penyebabnya adalah koperasi belum melakukan analisis terhadap kredit
bermasalah (NPL) sebagai ramburabu tingkat keamanan dari dana yang
disalurkan, pada saat koperasi menghadapi kredit bermasalah yang tinggi,
maka tidak akan mampu memenuhi kewajiban pada pihak ketiga.11
Berdasarkan hasil pengawasan yang dilakukan oleh Deputi Bidang
Pengawasan per 1 maret 2017, didata bahwa jumlah koperasi yang
dikenakan sanski administrative adalah sebagai berikut:12
1. KSPPS BMT CSI Syariah Sejahtera, Kabupaten Cirebon
2. KSPPS BMT CSI Madani Nusantara Kota Cirebon
3. KSP Pandawa Mandiri Group
11
Jurnal Ekonomi MODERNISASI, Volume 5, Nomor 3, Oktober 2009, Publisher:
Fakultas Ekonomi Universitas Kanjuruhan Malang 12
www.depkop.go.id diakses pada 20 Juli 2018 Pukul 21.55
63
Sedangkan Koperasi yang Diduga Terkait dengan Kegiatan yang
menyimpang dari dampak pengawasan yang kurang efektif, adalah sebagai
berikut:
Tabel I. Contoh KSP Menyimpang
No. Koperasi Badan Hukum
1. Koperasi Cipaganti Karya Guna
Persada.
Badan Hukum Nomor: 518/BH.
10DISKOP/2002 dan Pengesahan
Perubahan Nomor:
23/PAD/XIII.23/VI/DINAS
KUKM & PERINDAG/2012.
2. Koperasi Sejahtera Bersama 1. Pengesahan Badan Hukum
Nomor: 04/BH/518-
DISKOP.UKM/ I/2004
tanggal 26 Januari 2004.
2. Pengesahan Perubahan
Anggaran Dasar dengan
Keputusan Menteri Negara
Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah Republik Indonesia
Nomor:
81/PAD/MENEG.I/IV/2006.
3. Surat Izin Usaha Simpan
Pinjam dari Kementerian
Negara Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah Republik
Indonesia Nomor:
44/SISP/Dep.1/II/2010.
3. Koperasi Karangasem
Membangun (Bali)
Badan Hukum No.: 19/BH/2006 ,
tgl. 28 Mar 2006 4.
4. Koperasi LK Mitra Tiara Badan Hukum Nomor:
19/BH/XXIX.4/XII/2010 tanggal
9 Desember 2010.
5. Koperasi Langit Biru Badan Hukum No.
81/BH/XI/KUMKM/VII/2011
tanggal 20 Juli 2011
6. Koperasi BMT Global Insani 05/BH/KUMKM/III/2012
7. Koperasi Cassava Agro -
8. Koperasi Pandawa Mandiri
Group Depok
Badan Hukum :
1189/BH/M.KUKM.2/I/2015
64
tanggal 9 Januari 2015.
9. Koperasi Nurul Hikmah
Koperasi Maslahat Umat
Mesjid Nurul Hikmah
99/BH/KDK.9.4/IV/1999
10. KSP Wein Sukses 2014 -
11. Koperasi BMT CSI Syariah
Sejahtera
Badan Hukum No.
1152/BH/M.KUKM.2/V/2014
12. Koperasi CSI Madani
Nusantara
Badan Hukum No.
915/BH/M.KUKM.2/VI/2010
tanggal 18 Juni 2010, Perubahan
Anggaran Dasar Koperasi Jasa
Keuangan dengan nomor laporan
: 92/LAP-PAD/IV/2015 tanggal 9
April 2015.
13. Koperasi Pandawa Malang Badan Hukum Koperasi Nomor
518/19/35.73.112.2012
14
14. Koperasi Bintang Abadi
Sejahtera
-
15. Koperasi Segitiga Bermuda -
16. Koperasi Merah Putih Badan Hukum No :
1121/BH/M.KUKM.2/IX/2013
Analisis terhadap peran Kementrian dan UKM dalam Upaya
Pencegahan Terhadap Praktek Koperasi yang Menyimpang.
Peran dan pembinaan koperasi di daerah sangat diperlukan, apalagi saat ini
pemerintah terus mendorong agar koperasi memiliki kualitas dan
kompetensi dalam perannya sebagai salah satu kekuatan ekonomi di
masyarakat.
Kepatuhan koperasi, tidak semuanya dimaknai seperti operasi yang
dilakukan aparat penegak hukum. Kepatuhan koperasi lebih
mengedepankan tentang bagaimana pembinaan koperasi secara luas.
65
Dengan adanya kepatuhan koperasi, maka koperasi akan benar-benar
berkualitas baik dari segi pengawasannya, kelembagaan dan usahanya.
Oleh karena itu, pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM
meminta kepada dinas-dinas koperasi di daerah untuk berkoordinasi dan
membangun formula bersama dalam pengawasan dan kepatuhan koperasi.
Dengan demikian koperasi di daerah akan terkontrol dengan baik dan tidak
disalahgunakan.
Peranan dari Dinas Koperasi melalui satuan tugas pengawasan sangat
diperlukan untuk mengadakan pengawasan secara eksternal terhadap
koperasi–koperasi yang dibina di wilayahnya. Dalam mengatasi masalah
perkoperasian di lapangan satuan tugas pengawasan pada Dinas Koperasi
Provinsi / Daerah memiliki peranan yang sangat besar dalam hal:
1. Mewujudkan pola kelola usaha koperasi yang baik. Dengan pola
kelola usaha yang baik, dapat dengan cepat memajukan usaha
koperasi dan menekan resiko terjadinya penyimpangan-
penyimpangan.
2. Meningkatkan kesadaran para pengelola koperasi dalam
mewujudkan kondisi yang berlaku. Melalui pembinaan yang
dilakukan oleh tim satgas pengawasan, diharapkan dapat
meningkatkan kesadaran para pengelola koperasi untuk selalu
mengikuti perkembangan teknologi.
3. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan
Koperasi terhadap pihak-pihak yang berkepentingan. Masih
66
banyak koperasi yang tidak mau terbuka dalam menyampaikan
laporannya.
4. Mendorong pengelolaan koperasi mencapai tujuannya secara
efektif dan efisien yaitu meningkatkan pemberdayaan ekomoni
anggota.
5. Mendorong internal audit pengawas di koperasi untuk melakukan
fungsi dan tugasnya. Permasalahan dikoperasi sering terjadi
akibat kurangnya kontrol atau pengawasan dari internal koperasi
itu sendiri.
6. Mewujudkan koperasi yang akuntabel. Dalam pengelolaan
koperasi, adaministrasi organisasi dan usahanya harus sesuai
dengan prinsip akutansi koperasi dan dapat
dipertanggungjawabkan kepada anggota. Dapat diketahui bahwa
peran satuan tugas pengawasan sudah efektif dalam mendukung
perkembangan dan kemajuan koperasi khususnya koperasi
simpan pinjam, serta menekan penyimpangan yang mungkin
terjadi pada koperasi yang salah satu lingkup kerjanya adalah
menghimpun dan menyalurkan dana dari dan untuk anggota serta
calon anggota saja.
Satuan tugas (Satgas) pengawasan koperasi yang dibentuk di daerah-
daerah harus bertindak tegas dan tidak ragu menjatuhkan sanksi kepada
koperasi yang melanggar aturan perundang-undangan. Hal ini sejalan
dengan upaya reformasi koperasi yang tengah dilakukan Kementerian
Koperasi dan Usaha Kecil Menegah (Kemenkop dan UKM). Dengan
67
adanya Permenkop No. 17 tahun 2015 tentang pengawasan dan aturan
adanya sanksi sebagai landasan hukum. Untuk itu, Satgas Pengawasan
Koperasi harus memiliki keberanian memberikan sanksi kepada koperasi-
koperasi yang melanggar norma yang ada dalam regulasi.
Satgas Pengawasan Koperasi merupakan kepanjangan tangan dari
Kemenkop dan UKM dalam hal ini Deputi Pengawasan di daerah-daerah,
sekaligus menjadi mitra dalam hal pengawasan koperasi di Indonesia.
Tim Satuan Tugas Pengawasan merupakan filter bagi pengelolaan
koperasi, sehingga dalam pengelolaannya koperasi dapat kembali pada jati
diri koperasi (definisi, nilai, dan prinsip). Dalam melaksanakan tugasnya,
tim satuan tugas pengawasan (satgaspengawasan) ada dua metode yaitu
pengawasan secara aktif dan pengawasan secara pasif :
a. Sistem pengawasan secara aktif, tim satgas pengawasan melakukan
kunjungan dan pembinaan ke koperasi-koperasi bermasalah
misalnya, koperasi yang dinilai melakukan penyimpangan dalam
melakukan kegiatan usahanya, kopersi yang mengalami penurunan
asset maupun omset usaha.
b. Sedangkan pengawasan pasif dilakukan dengan memeriksa laporan
perkembangan keuangan yang dikirim oleh koperasi secara rutin
baik bulan, triwulan, maupun semester ke dinas koperasi. Disamping
itu, pengawasan pasif juga biasa dilakukan dengan melakukan
mediasi antara pihak-pihak yang bersengketa (antara koperasi
dengan anggota, maupun antara koperasi dengan non anggota).
68
Peran Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah dalam
upaya mencegah penyalahgunaan fungsi KSP agar tidak terjadi
penyimpangan Koperasi adalah dengan melakukan pengawasan. Fungsi
pengawasan pada KSP sangatlah penting karena pengawas merupakan
ujung tombak yang dapat mendeteksixca adanya ketidakwajaran di dalam
pengelolaan kegiatan usaha KSP. Pengawasan yang dilakukan secara cepat
akan meminimalisasi penyalahgunaan KSP untuk melakukan tindakan
yang menyimpang, khususnya praktek penyimpangan yang berkedok bank
koperasi. Pengawasan internal oleh pengawas sebagai salah satu organ dari
dalam koperasi sangatlah tidak memadai, oleh karenanya diperlukan peran
aktif Pemerintah untuk melakukan pengawasan eksternal melalui badan
yang dibentuk secara khusus untuk itu, atau melalui OJK yang memiliki
organ untuk mengawasi Lembaga Keuangan non bank. Seharusnya
pemerintah dengan lembaga yang dibentuk di bawahnya lebih membangun
komunikasi yang efektif supaya lebih menyentuh kebutuhan daripada
anggota koperasi dalam hal terhindar daripada perbuatan menyimpang
yang dilakukan oleh oknum atau organ suatu organisasi koperasi.
Dengan melihat konsep atau model pengawasan yang dilakukan
sekarang ini, baik oleh Pemerintah maupun beberapa lembaga lain guna
mengawasi koperasi, penulis berpendapat bahwa model pengawasan yang
seharusnya diterapkan adalah seperti model pengawasan oleh OJK
terhadap bank. Sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor
21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan disebutkan bahwa untuk
69
melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan,
OJK mempunyai wewenang:
a. pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang
meliputi: 1. perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor
bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan
dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank,
serta pencabutan izin usaha bank; dan 2. kegiatan usaha bank,
antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan
aktivitas di bidang jasa;
b. pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang
meliputi: 1. likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio
kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit,
rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank; 2.
laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank; 3.
sistem informasi debitur; 4. pengujian kredit (credit testing); dan 5.
standar akuntansi bank;
c. pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehatihatian bank,
meliputi: 1. manajemen risiko; 2. tata kelola bank; 3. prinsip
mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan 4. pencegahan
pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan d.
pemeriksaan bank.
Penulis berpendapat bahwa jika dilihat secara detail, ketentuan
tersebut telah memuat hal-hal yang pokok atau substansi mengenai
keberlangsungan hidup bank. Dengan berpedoman pada hal tersebut,
70
maka penulis merekomendasikan sistem atau tatacara pengawasan yang
dilakukan oleh OJK terhadap bank sebaiknya diterapkan hal yang sama
terhadap entitas koperasi, sehingga dengan adanya sistem pengawasan
dari berbagai lembaga dapat menjadi lebih bersinergi untuk mencegah
terjadinya penyimpangan yang dilakukan oleh suatu KSP.
Terdapat beberapa point penting yang menjadi dasar perbedaan
pengawasan yang dilakukan OJK terhadap bank dan Pemerintah maupun
lembaga lainnya terhadap Koperasi, sehingga mau tidak mau untuk
menghindari terjadi hal-hal yang menyimpang, maka sudah sepantasnya
standart pengawasannya pun harus bisa sesuai dan dapat memenuhi
segala kebutuhan koperasi dalam rangka meningkatkan kualitas
kesehatannya.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Permenkop Nomor
17/Per/M.Kukm/Ix/2015 Tentang Pengawasan Koperasi, disebutkan
bahwa Ruang lingkup pengawasan koperasi meliputi aspek : a.
penerapan kepatuhan; b. kelembagaan koperasi; c. usaha simpan pinjam;
d. penilaian kesehatan usaha simpan pinjam; e. penerapan sanksi. Jika
dibandingkan, pengawasan yang dilakukan oleh OJK dan Pemerintah
tidak jauh berbeda, namun dalam POJK lebih selektif dalam memilah
orang-orang untuk berada dalam unit bisnis tersebut. Menurut hemat
penulis, ketentuan yang terdapat dalam Permenkop memungkinkan setiap
orang untuk menjadi anggota ataupun organ koperasi yang tanpa
mengetahui identitas dan latar belakang yang jelas dapat menyebabkan
terjadinya penyimpangan. Hal berbeda yang diatur di dalam POJK yang
71
mengharuskan mengenal nasabah dan sumber modal yang dijadikan
sebagai dasar berinvestasi atau anggaran dasar dalam pendirian koperasi
atau pada saat yang bersangkutan ingin menjadi anggota koperasi.
Dengan model pengawasan tersebut, apabila diterapkan pada koperasi,
tidak lain dan tidak mungkin koperasi tentu akan menjadi entitas bisnis
yang jauh dari penyimpangan-penyimpangan dan terlebih akan dipercaya
oleh masyarakat untuk menjadi anggota suatu koperasi.
Dapat disimpulkan juga bahwa pengawasan model perbankan baik
substansi juga kelembagaan menjadikan bank sehat dan maju, sementara
pengawasan model KSP justru malah banyak yang kolaps karena
pengawasan dan kelembagaan sebagai pengawas tidak akurat.