BAB II fix - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2218/3/T1_292010612_BAB...
Transcript of BAB II fix - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2218/3/T1_292010612_BAB...
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
Kajian teori dalam penelitian ini meliputi dua variabel yaitu hasil belajar dan
metode problem solving.
2.1.1 Hasil Belajar
Penilaian hasil belajar merupakan aktivitas yang sangat penting dalam
proses pendidikan. Semua proses di lembaga pendidikan formal pada akhirnya
akan bermuara pada hasil belajar yang diwujudkan secara kuantitatif berupa nilai.
Penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar
yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Hal ini mengisyaratkan bahwa objek
yang dinilainya adalah hasil belajar siswa (Depdiknas:2008). Penilaian atau
assessment adalah penafsiran hasil pengukuran dan hasil belajar (Alimudin:2010)
Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah
mengalami aktifitas belajar (Anni, 2005: 4). Perolehan aspek-aspek perubahan
tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh pembelajar. Apabila pembelajar
mempelajari pegetahuan tentang konsep, maka perubahan perilaku yang diperolah
adalah berupa penguasaan. Hasil belajar ini sangat dibutuhkan sebagai petunjuk
untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan siswa dalam kegiatan belajar yang
sudah dilaksanakan. Hasil belajar dapat diketahui melalui evaluasi untuk
mengukur dan menilai apakah siswa sudah menguasai ilmu yang dipelajari sesuai
tujuan yang telah ditetapkan.
Hamid Hasan dalam Wina Sanjaya (2008:24) mendefinisikan evaluasi
adalah suatu proses memberikan pertimbangan mengenai nilai dan arti sesuatu
yang dipertimbangkan. Ada dua hal yang menjadi karakteristik evaluasi.
1)evaluasi merupakan suatu proses artinya dalam suatu pelaksanaan evaluasi
mestinya terdiri dari barbagai macam tindakan yang harus dilakukan. 2)evaluasi
berhubungan pemberian nilai, artinya berdasarkan hasil pertimbangan sesuatu itu
nantinya dapat menunjukan kualitas yang dinilai.
7
Hasil belajar menurut Anni (2004:4) merupakan perubahan perilaku yang
diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Sedangkan hasil belajar
menurut Sudjana (1990:22) adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia
menerima pengalaman belajaranya. Pendapat lainnya dari Nasrun (dalam tim
dosen, 1980:25) mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan hasil akhir
pengembalian keputusan mengenai tinggi rendahnya nilai yang diperoleh siswa
selama mengikuti proses pembelajaran.
Dari tiga pendapat mengenai hasil belajar dapat dikatakan hasil belajar adalah
Bentuk perubahan tingkah laku secara menyeluruh, yang terdiri dari unsur
kognitif, afektif dan psikomotorik secara terpadu terhadap diri siswa setelah
mengalami aktifitas belajar.
2.1.2 Kasifikasi Hasil Belajar
Dalam sistem pendidikan nasional rumusan hasil belajar banyak
menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis
besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan
ranah psikomotoris.
1. Ranah Kognitif
a. Tipe Hasil Belajar Pengetahuan
Istilah pengetahuan dimaksudkan sebagai terjemahan dari kata knowledge dalam
taksonomi Bloom. Sekalipun demikian, maknanya tidak sepenuhnya tepat sebab
dalam istilah tersebut termasuk pula pengetahuan faktual disamping pengetahuan
hafalan atau untuk diingat seperti rumus, batasan, definisi, istilah, pasal dalam
undang-undang, nama-nama tokoh, nama-nama kota dll. Dilihat dari segi proses
belajar, istilah-istilah tersebut memang perlu dihafal dan diingat agar dapat
dikuasainya sebagai dasar bagi pengetahuan atau pemahaman konsep-konsep
lainnya. Tipe hasil belajar pengetahuan termasuk kognitif tingkat rendah yang
paling rendah. Namun, tipe hasil belajar ini menjadi prasarat bagi tipe hasil belajar
berikutnya. Hafalan menjadi prasarat bagi pemahaman. Hal ini berlaku bagi
semua bidang ilmu, baik matematika, pengetahuan alam, ilmu sosial, maupun
bahasa.
8
b. Tipe Hasil Belajar Pemahaman
Tipe hasil balajar yang lebih tinggi dari pada pengetahuan adalah pemahaman.
Dalam taksonomi Bloom, kesanggupan memahami setingkat lebih tinggi dari
pada pengetahuan. Namun, tidaklah berarti bahwa pengetahuan tidak perlu
ditanyakan sebab, untuk dapat memahami, perlu terlebih dahulu mengetahui atau
mengenal. Pemahaman dapat dibedakan ke dalam tiga kategori.Tingkat terendah
adalah pemahaman terjemahan, mulai dari terjemahan dalam arti yang
sebenarnya, pemahaman mengartikan Bhineka Tunggal Ika, mengartikan merah
putih. Tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran, yakni menghubungkan
bagian-bagian terdahulu dengan yang diketahui berikutnya, atau menghubungkan
beberapa bagian dari grafik dengan kejadian, membedakan yang pokok dengan
yang bukan pokok. Pemahaman tingkat ketiga atau tingkat tertinggi adalah
pemahaman ekstrapolasi. Meskipun pemahaman dapat dipilahkan menjadi tiga
tingkatan di atas, perlu disadari bahwa menarik garis yang tegas antara ketiganya
tidaklah mudah. Penyusun tes dapat membedakan soal yang susunannya termasuk
subkategori tersebut, tetapi tidak perlu berlarut-larut mempersalahkan ketiga
perbedaan itu. Sejauh dengan mudah dapat dibedakan antara pemahaman
terjemahan, pemanfsiran, dan ekstrapolasi, bedakanlah untuk kepentingan
penyususunan soal tes hasil belajar.
c. Tipe Hasil Belajar Aplikasi
Aplikasi adalah penggunaan abstraksi pada situasi kongkret atau situasi khusus.
Abstraksi tersebut mungkin berupa ide, teori, rumus, hukum, prinsip, generalisasi
dan pedoman atau petunjuk teknis. Menerapkan abstraksi ke dalam situasi baru
disebut aplikasi. Aplikasi yang berulangkali dilakukan pada situasi lama akan
beralih menjadi pengetahuan hafalan atau keterampilan. Suatu situasi akan tetap
dilihat sebagai situasi baru bila terjadi proses pemecahan masalah. Situasi bersifat
lokal dan mungkin pula subjektif sehingga tidak mustahil bahwa sesuatu itu baru
bagi banyak orang, tetapi sesuatu yang sudah dikenal bagi beberapa orang
tertentu.
9
d. Tipe Hasil Belajar Analisis
Analisis adalah usaha memilah suatu integritas menjadi unsur-unsur atau
bagian-bagian sehingga jelas hierarkinya dan susunannya. Analisis merupakan
suatu kecakapan yang kompleks, yang memanfaatkan kecakapan dari ketiga tipe
hasil belajar sebelumnya. Dengan kemampuan analisis diharapkan siswa
mempunyai pemahaman yang komprehensif tentang sesuatu dan dapat memilah
atau memecahnya menjadi bagian-bagian yang terpadu baik dalam hal prosesnya,
cara bekerjanya, maupun dalam hal sistematikanya. Bila kecakapan analisis telah
dikuasai siswa maka siswa akan dapat mengaplikasikannya pada situasi baru
secara kreatif.
e. Tipe Hasil Belajar Sintesis
Penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian kedalam bentuk menyeluruh
disebut sintesis. Berpikir berdasar pengetahuan hafalan, berpikir pemahaman,
berpikir aplikasi, dan berpikir analisis dapat dipandang sebagai berpikir
konvergen yang satu tingkat lebih rendah daipada berpikir devergen. Dalam
berpikir konvergen, pemecahan masalah atau jawabannya akan mudah diketahui
berdasarkan yang sudah dikenalnya. Berpikir sintesis adalah berpikir divergen.
Dalam berpikir divergen pemecahan masalah atau jawabannya belum dapat
dipastikan. Mensintesiskan unit-unit tersebar tidak sama dengan
mengumpulkannya kedalam satu kelompok besar. Kalau analisis memecah
integritas menjadi bagian-bagian, sebaliknya sintesis adalah menyatukan unsur-
unsur menjadi suatu integritas yang mempunyai arti. Berpikir sintesis merupakan
sarana untuk dapat mengembangkan berpikir kreatif. Seseorang yang kreatif
sering menemukan atau menciptakan sesuatu. Kreatifitas juga beroperasi dengan
cara berpikir divergen. Dengan kemampuan sintesis, siswa dimungkinkan untuk
menemukan hubungan kausal, urutan tertentu, astraksi dari suatu fenomena dll.
f. Tipe Hasil Belajar Evaluasi
Evaluasi adalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin
dilihat dari tujuan, gagasan, cara bekerja, pemecahan, metode, materi, dll. Oleh
karena itu maka dalam evaluasi perlu adanya suatu kriteria atau stándar tertentu.
10
Dalam tes esai, stándar atau kriteria tersebut muncul dalam bentuk frase ”menurut
pendapat saudara” atau “menurut teori tertentu”. Frase yang pertama sukar diuji
mutunya, setidak-tidaknya sukar diperbandingkan sebab variasi kriterianya sangat
luas. Frase yang kedua lebih jelas standarnya. Untuk mengetahui tingkat
kemampuan siswa dalam evaluasi, maka soal-soal yang dibuat harus menyebutkan
kriterianya secara eksplisit.. Kemampuan evaluasi memerlukan kemampuan
dalam pemahaman, aplikasi, analisis, dan sintesis. Artinya tipe hasil belajar
evaluasi mensaratkan dikuasainya tipe hasil belajar sebelumnya.
1. Ranah Afektif
Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Beberapa ahli
mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya, bila
seseorang telah memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi. Penilaian hasil
belajar afektif kurang mendapat perhatian dari guru. Dalam menilai hasil belajar
siswa para guru lebih banyak mengukur siswa dalam penguasaan aspek kognitif.
Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti
perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan
teman sekelas, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial. Sekalipun bahan
pengajaran berisi ranah kognitif, ranah efektif harus menjadi bagian integral dari
bahan tsb dan harus tampak dalam proses belajar dan hasil belajar yang dicapai
oleh siswa. Hasil belajar ranah efektif terdiri atas lima kategori sebagai berikut:
a. Reciving/attending, yakni kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulasi)
dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dll.
Dalam tipe ini termasuk kesadaran, untuk menerima stimulus, keinginan untuk
melakukan kontrol dan seleksi terhadap rangsangan dari luar.
b. Responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap
stimulasi yang datang dari luar. Hal ini mencakup ketetapan reaksi, kedalaman
perasaan, kepuasan merespon, tanggung jawab dalam memberikan respon
terhadap stimulus dari luar yang datang pada dirinya.
c. Valuing berkenaan dengan nilai atau kepercayaan terhadap gejala atau stimulus
yang diterimanya. Dalam hal ini termasuk kesediaan menerima nilai, latar
11
belakang atau pengalaman untuk menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilai
tersebut.
d. Organisasi, yakni pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem organisasi,
termasuk hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan dan prioritas nilai
yang telah dimilikinya.
e. Internalisasi nilai, yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki
seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.
2. Ranah Psikomotor
Hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan
kemampuan bertindak. Ada enam tingkatan keterampilan, yakni:
a. Gerak refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar), artinya
gerakan refleks adalah basis semua perilaku bergerak, respons terhadap stimulus
tanpa sadar. Misalnya melompat, menunduk, berjalan, menggerakkan leher dan
kepala, menggenggam, memegang.
b. Keterampilan pada gerakan dasar, Artinya gerakan ini muncul tanpa
latihan tapi dapat Diperhalus melalui praktik gerakan ini terpola dan dapat ditebak
Contoh kegiatan belajar:
1. Contoh gerakan tak berpindah: bergoyang, membungkuk, merentang,
mendorong, menarik, memeluk, berputar
2. Contoh gerakan berpindah: merangkak, maju perlahan-lahan, muluncur,
berjalan, berlari, meloncat-loncat, berputar mengitari, memanjat.
3. Contoh gerakan manipulasi: menyusun balok/blok, menggunting,
menggambar dengan krayon, memegang dan melepas objek, blok atau
mainan.
4. Keterampilan gerak tangan dan jari-jari: memainkan bola, menggambar
c. Gerakan persepsi Artinya Gerakan sudah lebih meningkat karena dibantu
kemampuan perceptual. Contoh kegiatan belajar :
1. Melompat dari satu petak ke petak lain dengan 1 kali sambil menjaga
keseimbangan.
12
2. Memilih satu objek kecil dari sekelompok objek yang ukurannya
bervariasi.
3. Menulis alphabet.
4. Membedakan berbagai tekstur dengan meraba.
d. Gerakan kemampuan fisik artinya gerak lebih efisien, berkembang melalui
kematangan dan belajar.Contoh kegiatan belajar :
1. Menggerakkan otot dengan waktu tertentu.
2. Mengangkat beban.
3. Melakukan senam
e. Gerak-gerak skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada
keterampilan yang kompleks. Dapat menngontrol berbagai tingkat gerak,
terampil, tangkas, cekatan melalui gerakan yang rumit dan kompleks.
Contoh kegiatan belajar :
1. Mengetik
2. Membuat kerajinan tangan
3. Melakukan gerakan terampil
f. Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive seperti
gerakan estetik dan kreatif. Mengkomunikasikan perasaan melalui gerakan, gerak
estetik adalah gerakan terampil yang efisien dan indah. Gerak kreatif adalah
gerakan pada tingkat tertinggi untuk mengkomunikasikan peran.
Contoh kegiatan belajar :
1. Bermain drama (acting)
2. Kerja seni yang bermutu (membuat patung, melukis)
Hasil belajar yang dikemukakan di atas sebenarnya tidak berdiri sendiri,
tetapi selalu berhubungan satu sama lain, bahkan ada dalam kebersamaan.
Seseorang yang berubah tingkat kognisinya sebenarnya dalam kadar tertentu telah
berubah pula sikap dan perilakunya.
13
2.1.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Untuk mencapai hasil belajar siswa sebagaimana yang diharapkan, maka
perlu diperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar antara lain:
1) Faktor intern
Fakor intern adalah faktor yang timbul dari dalam diri individu itu sendiri.adapun
yang dapat di golongkan ke dalam faktor intren yaitu
kecerdasan/intelegensi,bakat,minat dan motivasi.”Slameto (1995:56) mengatakan
bahwa “tingkat intelegensi yang tinggi akan lebih berhasil daripada yang
mempunyai tingkat intelegensi yang rendah. Bakat adalah kemampuan tertentu
yang telah dimiliki seseorang sebagai kecakapan pembawaan. Ungkapan ini
sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Ngalim Purwanto (1986:28) bahwa
“bakat dalam hal ini lebih dekat pengertiannya dengan kata aptitude yang berarti
kecakapan, yaitu mengenai kesanggupan-kesanggupan tertentu. Minat adalah
kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenai beberapa kegiatan.
Kegiatan yang dimiliki seseorang diperhatikan terus menerus yang disertai dengan
rasa sayang. Menurut Winkel (1996:24) minat adalah “kecenderungan yang
menetap dalam subjek untuk merasa tertarik pada bidang/hal tertentu dan merasa
senang berkecimpung dalam bidang itu. Nasution (1995:73) mengatakan motivasi
adalah “segala daya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.”
Sedangkan Sardiman (1992:77) mengatakan bahwa “motivasi adalah
menggerakkan siswa untuk melakukan sesuatu atau ingin melakukan sesuatu.”
2) Faktor ekstren
Faktor ekstern adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar
yang sifatnya di luar diri siswa, yaitu beberapa pengalaman –pengalaman
,keadaan keluarga,lingkungan sekitarnya dan sebagainya.pengaruh lingkungan ini
pada umumnya bersifat positif dan tidak memberikan paksaan kepada individu.
Dalam hal ini Hasbullah (1994:46) mengatakan: “Keluarga merupakan
lingkungan pendidikan yang pertama, karena dalam keluarga inilah anak pertama-
tama mendapatkan pendidikan dan bimbingan, sedangkan tugas utama dalam
keluarga bagi pendidikan anak ialah sebagai peletak dasar bagi pendidikan akhlak
dan pandangan hidup keagamaan.” Menurut Kartono (1995:6) mengemukakan
14
“guru dituntut untuk menguasai bahan pelajaran yang akan diajarkan, dan
memiliki tingkah laku yang tepat dalam mengajar.” Oleh sebab itu, guru harus
dituntut untuk menguasai bahan pelajaran yang disajikan, dan memiliki metode
yang tepat dalam mengajar.
Dalam hal ini Kartono (1995:5) berpendapat: lingkungan masyarakat dapat
menimbulkan kesukaran belajar anak, terutama anak-anak yang sebayanya.
Apabila anak-anak yang sebaya merupakan anak-anak yang rajin belajar, maka
anak akan terangsang untuk mengikuti jejak mereka. Sebaliknya bila anak-anak di
sekitarnya merupakan kumpulan anak-anak nakal yang berkeliaran tiada
menentukan anakpun dapat terpengaruh pula.
Dapat disimpulkan hal-hal yang dapat mempengaruhi hasil belajar meliputi:
a. Intelagensi dan penguasaan awal
b. Motivasi atas nilai-nilai
c. Evaluasi kognitif
d. Harapan untuk berhasil
e. Kegiatan pembelajaran
f. Pengelolan motivasi
g. Ulangan
2.1.1.3. PENILAIAN
Dalam setiap pembelajaran perlu dilakukan evaluasi karena untuk mengetahui
tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang telah diberikan. Evaluasi adalah
proses pemberian makna atau penetapan kualitan hasil pengukuran tersebut
dengan kriteria tertentu. Kriteria sebagai pembanding dari proses dan hasil
pembelajaran tersebut dapat ditentukan sebelum proses pengukuran atau dapat
pula ditetapkan sesudah pelaksanaan pengukuran. Kriteria ini dapat berupa
proses/kemampuan minimal yang dipersyaratkan, atau batas keberhasilan, dapat
pula berupa kemampuan rata-rata unjuk kerja kelompok dan berbagai patokan
yang lain. Kriteria yang berupa batas kriteria minimal yang telah ditetapkan
sebelum pengukuran dan bersifat mutlak disebut dengan Penilaian Acuan Patokan
15
atau Penilaian Acua Kriteria ( PAP/PAK ),sedang kriteria yang ditentukan dan
didasarkan pada keadaan kelompok dan bersifat relatif disebut denag penilaian
Acuan Norma / Penelitian Acuan Relatif ( PAN/PAR ).
Instrumen yang digunakan untuk melakukan asesmen atau evaluasi terhadap
proses dan hasil belajar, secara umum ada dua macam yaitu tes dan non tes. Tes
yang bisa digunakan di Sekolah dasar yaitu : a). tes membaca, b) tes bakat
akademik kelompok, c) tes keterampilan dasar, d) tes intelegensi individu, e) tes
hasil belajar mata pelajaran, tes unjuk kerja dsb. Sedangkan teknik non tes dapat
dilakukan dengan mengamati atau observasi, wawancara, menyebar angket dll.
Teknik asesmen, pendekatan dan metode pembelajaran dan hasil belajar pada
semua ranah memang hal yang tak terpisahkan satu dengan yang lain karena smua
didesain untuk mencapai kompetensi yang dipersyaratkan.
Berdasarkan pengertian pengukuran yang telah dipaparkan untuk
mengukur hasil belajar siswa digunakanlah alat penilaian hasil belajar. Penerapan
berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh
informasi tentang sejauh mana hasil belajar siswa atau ketercapaian kompetensi
(rangkaian kemampuan) siswa. Teknik yang dapat digunakan dalam asesmen
pembelajaran untuk mengukur hasil belajar siswa dengan menggunakan teknik tes
dan non tes, antara lain:
1. Tes
Secara sederhana tes dapat diartikan sebagai himpunan pertanyaan yang
harus dijawab, pernyataan-pernyataan yang harus dipilih/ditanggapi, atau tugas-
tugas yang harus dilakukan oleh peserta tes dengan tujuan untuk mengukur suatu
aspek tertentu dari peserta tes dan dalam kaitan dengan pembelajaran aspek
tersebut adalah indikator pencapaian kompetensi. Tes merupakan salah satu upaya
pengukuran terencana yang digunakan oleh guru untuk mencoba menciptakan
kesempatan bagi siswa dalam memperlihatkan prestasi mereka yang berkaitan
dengan tujuan yang telah ditentukan (Calongesi, 1995). Tes terdiri atas sejumlah
soal yang harus dikerjakan siswa. Setiap soal dalam tes menghadapkan siswa pada
suatu tugas dan menyediakan kondisi bagi siswa untuk menanggapi tugas atau
soal tersebut. Tes menurut Arikunto dan Jabar (2004) merupakan alat atau
16
prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dengan
menggunakan cara atau aturan yang telah ditentukan. Jadi kesimpulan dari
pengertian tes adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur kemampuan
siswa dan menggunakan langkah – langkah dan kriteria - kriteria yang sudah
ditentukan. Berikut ini adalah teknik tes :
a. Jenis tes berdasarkan cara mengerjakan
1. Tes Tertulis
Tes tertulis adalah tes yang dilakukan secara tertulis baik dalam hal soal
maupun jawabannya.
2. Tes Lesan
Pada tes lisan, baik pertanyaan maupun jawaban (response) semuanya
dalam bentuk lisan. Karenanya, tes lisan relatif tidak memiliki rambu-rambu
penyelenggaraan tes yang baku, karena itu, hasil dari tes lisan biasanya tidak
menjadi informasi pokok tetapi pelengkap dari instrumen asesmen yang
lain.
3. Tes Unjuk Kerja
Pada Tes ini siswa diminta untuk melakukan sesuatu sebagai indikator
pencapaian kompetensi yang berupa kemampuan psikomotor.
b. Jenis tes berdasarkan bentuk jawabannya
1. Tes Esai (Essay-type Test)
Tes bentuk uraian adalah tes yang menuntut siswa mengorganisasikan
gagasan-gagasan tentang apa yang telah dipelajarinya dengan cara
mengemukakannya dalam bentuk tulisan.
2. Tes Jawaban Pendek
Tes dapat digolongkan menjadi tes jawaban pendek jika peserta tes diminta
menuangkan jawabannya bukan dalam bentuk esai, tetapi memberikan
jawaban-jawaban pendek dalam bentuk rangkaian kata-kata pendek, kata-
kata lepas maupun angka-angka.
17
3. Tes objektif
Tes objektif adalah adalah tes yang keseluruhan informasi yang diperlukan
untuk menjawab tes telah tersedia. Oleh karenanya sering pula disebut
dengan istilah tes pilihan jawaban (selected response test).
2. Non Tes
Teknik non tes sangat penting dalam mengakses siswa pada ranah afektif
dan psikomotor, berbeda dengan teknik tes yang lebih menekankan pada aspek
kognitif. Ada beberapa macam teknik non tes, yaitu:
1. Observasi
Observasi terkait dengan kegiatan evaluasi proses dan hasil belajar dapat
dilakukan secara formal yaitu observasi dengan menggunakan instrumen
yang sengaja dirancang untuk mengamati unjuk kerja dan kemajuan belajar
siswa, maupun observasi informal yang dapat dilakukan oleh pendidik tanpa
menggunakan instrumen.
2. Wawancara
Wawancara adalah cara untuk memperoleh informasi mendalam yang
diberikan secara lisan dan spontan, tentang wawasan, pandangan atau aspek
kepribadian siswa.
a. Task Analysis (Analisis Tugas)
Dipergunakan untuk menentukan komponen utama dari suatu tugas dan
menyusun skills dengan urutan yang sesuai dan hasilnya berupa daftar
komponen tugas dan daftar skills yang diperlukan.
b. Komposisi dan Presentasi
Siswa menulis dan menyajikan karyanya.
c. Proyek Individu dan Kelompok
Mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan serta dapat digunakan untuk
individu maupun kelompok
Ketercapaian tujuan pembelajaran akan diketahui melalui teknik atau cara
pengukuran yang sistematis melalui tes, observasi, skala sikap. Alat yang
dipergunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran dinamakan
18
dengan instrumen. Instrumen sendiri terdiri atas instrumen butir-butir soal apabila
cara pengukuran dilakukan dengan menggunakan tes, dan apabila pengukuran
dilakukan dengan cara mengamati atau mengobservasi dapat menggunakan
instrumen lembar pengamatan atau observasi, pengukuran dengan teknik skala
sikap dapat menggunakan instrumepn butir-butir pernyataan. Instrumen sebagai
alat yang digunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran maupun
kompetensi yang dimiliki siswa haruslah valid, maksudnya adalah instrumen
tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Maka dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah besarnya skor
siswa yang diperoleh dari skor tes, menyimak, diskusi,kerja lapangan dan
presentasi.
2.1.3. Matematika
2.1.3.1 Pengertian Matematika
Kata matematika sudah tidak asing lagi bagi kita, matematika merupakan ratu dari
ilmu pengetahuan dimana materi matematika di perlukan di semua jurusan yang
di pelajarai oleh semua orang, Istilah mathematics (Inggris), mathematik
(Jerman), mathematique (Perancis), matematico (Itali), matematiceski (Rusia),
atau mathematick (Belanda) berasal dari perkataan latin mathematica, yang
mulanya diambil dari perkataan Yunani, mathematike, yang berarti “relating to
learning”. Perkataan mathematike berhubungan sangat erat dengan sebuah kata
lainnya yang serupa, yaitu mathanein yang mengandung arti belajar (berpikir).
Jadi berdasarkan etimologis (Elea Tinggih dalam Erman Suherman, 2003:16),
perkataan matematika berarti “ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar”.
James dan James (1976) dalam kamus matematikanya mengatakan bahwa
matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan
konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang
banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri.
Johnson dan Rising (1972) dalam bukunya mengatakan bahwa matematika adalah
pola pikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu
adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas,
19
dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol
mengenai ide dari pada mengenai bunyi. Sementara Reys, dkk. (1984)
mengatakan bahwa matematika adalah telaah tentang pola dan hubungan, suatu
jalan atau pola pikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat. Berdasarkan
pendapat di atas, maka disimpulkan bahwa ciri yang sangat penting dalam
matematika adalah disiplin berpikir yang didasarkan pada berpikir logis,
konsisten, inovatif dan kreatif.
2.1.3.2. Fungsi dan tujuan matematika.
Matematika berfungsi mengembangkan kemampuan menghitung,
mengukur, menurunkan dan menggunakan rumus matematika yang diperlukan
dalam kehidupan sehari-hari melalui pengukuran dan geometri, aljabar, peluang
dan statistik, kalkulus dan trigonometri. Matematika juga berfungsi
mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan melalui model
matematika yang dapat berupa kalimat matematika dan persamaan matematika,
diagram, grafik atau tabel.
Tujuan Mata Pelajaran Matematika agar peserta didik memiliki kemampuan
sebagai berikut :
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara lues, akurat, efisien, dan
tepat dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisai, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan
solusi yang diperoleh.
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media
lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhtian dan minat dalam mempelajari
20
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
2.1.3.3. Ruang Lingkup Pembelajaran Matematika
Standar kompetensi matematika merupakan seperangkat kompetensi
matematika yang dibukukan dan harus ditunjukkan oleh siswa pada hasil
belajarnya dalam mata pelajaran matematika. Standar ini dirinci dalam komponen
kompetensi dasar beserta hasil belajarnya, indikator dan materi pokok untuk
setiap aspeknya. Pengorganisasian dan pengelompokan materi pada materi
didasarkan menurut disiplin ilmunya atau didasarkan menurut kemahiran atau
kecakapan yang hendak dicapai. Aspek atau ruang lingkup materi pada standar
kompetensi matematika adalah bilangan, pengukuran dan geometri, aljabar,
trigonometri, peluang dan statistik, dan kalkulus.
2.1.3.4. Standar Kompetensi Matematika
Kurikulum berbasis kompetensi ini merupakan standar kompetensi mata
pelajaran matematika yang harus diketahui, dilakukan dan dimahirkan oleh setiap
siswa pada setiap tingkatan. Kerangka ini disajikan dalam empat komponen
utama, yaitu:
1. Standar kompetensi, yaitu tujuan yang hendak dicapai oleh peserta didik
setelah melakukan proses belajar mengajar untuk suatu materi pokok
sesuai dengan tingkat pendidikan yang telah ditentukan secara nasional,
2. Kompetensi dasar, yaitu kompetensi minimal yang harus dipahami oleh
peserta didik setelah mengikuti proses belajar mengajar,
3. Indikator, yaitu alat untuk mengukur panguasaan peserta didik terhadap
suatu kompetensi dasar, dan
4. Materi pokok, yaitu materi pelajaran yang disajikan kepada peserta didik
berupa penjabaran sub pokok bahasan dari awal semester sampai akhir
semester secara terstruktur.
21
Tabel 2.1
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata pelajaran Matematika
Untuk SD kelas V semester 2
Kelas semester Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
V 2 5. Menggunakan pecahan
dalam pemecahan masalah
6. Memahami sifat-sifat
bangun dan hubungan antar
bangun
5.1.Mengubah pecahan ke bentuk persen dan desimal serta sebaliknya
5.2.Menjumlahkan dan mengurangkan berbagai bentuk pecahan
5.3.Mengalikan dan membagi berbagai bentuk pecahan
5.4.Menggunakan pecahan dalam masalah perbandingan dan skala
6.1.Mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar
6.2.Mengidentifikasi sifat-sifat bangun ruang
6.3.Menentukan jaring-jaring berbagai bangun ruang sederhana
6.4.Menyelidiki sifat-sifat kesebangunan dan simetri
6.5.Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan bangun datar dan bangun ruang sederhana
22
1.1.4. Metode problem solving (metode pemecahan masalah)
Istilah Problem Solving ada pada berbagai profesi dan disiplin ilmu, dan
memiliki pengertian yang berbeda - beda. Berikut ini pengertian Problem Solving
menurut beberapa ahli :
1. Lester (1980) : Problem Solving adalah sistuasi dimana seseorang individu
atau kelompok diharuskan melakukan suatu tugas dan tidak ada suatu
algoritma yang bisa dengan mudah diakses untuk menentukan
penyelesaiannya.
2. Buchanan (1987) : Problem Solving adalah Problem matematika sebagai soal
non rutin yang membutuhkan lebih dari prosedur atau algoritma yang mudah
diperoleh dalam proses penyelesaiannya.
3. McLeod (1988) : Mendefinisikan Problem Solving sebagai sebagai suatu tugas
dimana penyelesaian atau tujuan tidak bisa segera dicapai dan tidak ada suatu
algoritma yang jelas untuk digunakan siswa.
4. Lesh (1981): Problem Solving adalah lebih dari sekedar memperoleh jawaban.
Ini merupakan sebuah alat pemikiran dan filosofis.
5. Problem Solving merupakan sebuah metode penyelidikan dan aplikasi untuk
memberikan konteks yang konsisten dalam penerapan dan pembelajaran dan
penerapan matematika.sehingga situasi masalah perlu diketahuidan
memperkuat motivasi untuk pengembangan konsep - konsep.
Problem Solving dapat diartikan sebagai proses berpikir yang dilakukan
secara sistematis dan empiris. Sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui
tahapan-tahapan tertentu, sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah
didasarkan pada data dan fakta yang jelas.
2.1.4.1 Ciri utama dari Problem Solving.
1. Problem Solving merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya
dalam implementasi Problem Solving ada sejumlah kegiatan yang harus
dilakukan siswa. Problem Solving tidak mengharapkan siswa hanya
sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi pelajaran,
23
akan tetapi melalui Problem Solving siswa aktif berpikir, berkomunikasi,
mencari dan mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan.
2. Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Problem
Solving menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses
pembelajaran. Artinya, tanpa masalah maka tidak mungkin ada proses
pembelajaran.
3. Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan penedekatan berpikir
secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses
berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara secara
sistematis dan empiris. Sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan
melalui tahapan-tahapan tertentu; sedangkan empiris artinya proses
penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas.
2.1.4.2. Langkah-langkah metode problem solving
Metode problem solving (metode pemecahan masalah) bukan hanya se-
kedar metode mengajar tetapi juga merupakan suatu metode berpikir, sebab dalam
problem solving dapat menggunakan metode-metode lainnya dimulai dengan
mencari data sampai kepada menarik kesimpulan.
John Dewey seorang ahli pendidikan berkebangsaan Amerika menjelaskan
6 langkah metode problem solving ( http://muhfid.com/tahapan-tahapan problem
solving/ ) yaitu :
1. Merumuskan masalah, yaitu langkah siswa meninjau masalah yang akan
dipecahkan.
2. Mengalisis masalah, yaitu langkah siswa meninjau masalah secara kritis dari
berbagai sudut pandang.
3. Merumuskan hipotesis, yaitu langkah siswa merumuskan berbagai
kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.
4. Mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari dan menggambarkan
informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah.
5. Pengujian hipotesis, yaitu langkah siswa mengambil atau merumuskan
kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan.
24
6. Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yaitu langkah siswa
menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil
pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.
David Johnson dan Jhonson mengemukakan ada 5 langkah metode pemecahan
masalah ( problem solving ) melalui kegiatan kelompok.
(http://muhfid.com/tahapan-tahapan problem solving/)
1. Mendefinisikan masalah, yaitu merumuskan masalah dari peristiwa tertentu
yang mengandung isu konflik, hingga siswa menjadi jelas masalah apa yang
akan dikaji. Dalam kegiatan ini guru bisa meminta pendapat dan penjelasan
siswa tentang isu-isu hangat yang menarik untuk dipecahkan.
2. Mendiagnosis masalah, yaitu menentukan sebab-sebab terjadinya masalah,
serta menganalisis berbagai faktor, baik faktor yang bisa menghambat
maupun faktor yang dapat mendukung dalam penyelesaian masalah. Kegiatan
ini bisa dilakukan dalam diskusi kelompok kecil, hingga pada akhirnya siswa
dapat mengurutkan tindakan-tindakan prioritas yang dapat dilakukan sesuai
dengan jenis penghambat yang diperkirakan.
3. Merumuskan alternatif strategi, yaitu menguju setiap tindakan yang telah
dirumuskan melalui diskusi kelas. Pada tahapan ini setiap siswa di dorong
untuk berpikir mengemukakan pendapat dan argumentasi tentang
kemungkinan setiap tindakan yang dapat dilakukan.
4. Menentukan dan menerapkan strategi pilihan, yaitu pengambilan keputusan
tentang strategi man yang dapat dilakukan.
5. Melakukan evaluasi, baik evaluasi proses maupun evaluasi terhadap seluruh
kegiatan pelaksanaan kegiatan, sedangkan evaluasi hasil adalah evaluasi
terhadap akibat dari penerapan strategi yang di terapkan.
Maka dapat disimpulkan langkah-langkah metode problem solving adalah
sebagai berikut :
1. Ada masalah yang jelas untuk dipecahkan, masalah ini dapat tumbuh dari
siswa sesuai dengan taraf kemampuannya ataupun dari guru.
25
2. Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan
masalah tersebut. Misalnya, dengan jalan membaca buku-buku, bertanya,
berdiskusi dan lain-lain.
3. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban ini
tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh, pada langkah kedua di
atas.
4. Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam langkah ini siswa
harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin bahwa
jawaban tersebut itu betul-betul cocok. Apakah sesuai dengan jawaban
sementara atau sama sekali tidak sesuai. Untuk menguji kebenaran jawaban
ini tentu saja diperlukan metode-metode lainnya seperti demonstrasi, tugas,
diskusi, dan lain-lain.
5. Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai kepada kesimpulan terakhir
tentang jawaban dari masalah tadi.
2.2. Kajian hasil-hasil penelitian yang relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Akhmad Nuparin dan Ratna Yulinda,
penelitian ini dilakukan di SDN Sungai Tabuk Keramat II Kec. Sunagi Tabuk
pada sub konsep “ Cara penghematan air “ pada siswa kelas V SDN sungai Tabuk
Keramat II Kec. Sungai Tabuk melalui interaksi pendekatan pembelajaran
berdasarkan masalah pendekatan problem solving. Penelitian yang dilakukan
sejak februari – juli 2007 dirancang 2 siklus. Subyek Penelitian adalah siswa kelas
V semester 2 SDN Sungai Tabuk Keramat yang berjumlah 29 orang. Hasil
penelitian menunjukkan pembelajaran sub konsep “ Cara penghematan air “ dapat
di efektifkan. Peningkatan prosentase ketuntasan hasil belajar siswa dari siklus 1
ke siklus 2 yaitu dari 64,28 dengan kategori sedang menjadi 88 tergolong kategori
baik.
Kelebihan dari penelitian ini adalah dapat meningktkan hasil belajar siswa pada
pokok bahasan cara penghematan air, kekurangan dari penelitian ini tidak
menuliskan berapa persen kenaikan ketuntasan belajarnya.
Selain penelitian di atas penelitian serupa juga pernah dilakukan di
Kabupaten sumedang, penelitian dengan sampel berjumlah 48 orang siswa kelas
26
V dan VI di SD Babakan Hurip Kab. Sumedang tahun 2003/2004. Penelitian ini
bertujuan untuk memperoleh temuan baru mengenai penggunaan gaya mengajar
yang efektif dalam pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah dasar, selanjutnya
membantu memberikan kejelasan kepada guru penjas berkenaan dengan pengaruh
yang terjadi melalui pendekatan mengajar problem solving dan guided discovery
yang di terapkan dengan permainan kecil dalam proses peningkatan kemampuan
motorik siswa kelas V dan VI.
Kelebihan dari penelitian ini adalah meningkatnya hasil belajar siswa, sedangkan
kekurangan dari penelitian ini tidak menuliskan berapa kenaikan ketuntasan
belajar siswa.
Penelitian serupa juga pernah dilakukan di SMP N 15 Semarang oleh Heni
Susilowati (2007). Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII yang
terdiri dari tujuh kelas SMP N 15 Semarang dengan rataan 44 siswa. Sampel
dilakukan dengan Cluster random sampling untuk mengambil satu kelas yaitu VII
G. Variabel bebas adalah keterampilan berproses dan variabel terikat hasil belajar
dengan model pembelajaran problem solving. Cara pengambilan data dengan
lembar pengamatan dan tes. Data yang diperoleh kemudian diolah dengan analisis
regresi dan analisis uji t satu sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai
R2
sebesar 67,8% artinya keterampilan berproses mempengaruhi hasil belajar
sebesar 67,8% sedangkan masih ada pengaruh variabel lain sebesar 32,2%.
Pencapaian ketuntasan hasil belajar 70,16 dan untuk keterampilan berproses
71,15. Simpulan, (1) Adanya pengaruh yang positif antara keterampilan
berproses dengan model pembelajaran Problem Solving terhadap hasil belajar. (2)
Pembelajaran dengan model Problem Solving telah mencapai ketuntasan belajar.
Saran, pembelajaran di kelas sebaiknya lebih memberi kesempatan siswa untuk
aktif, di mana guru berfungsi sebagai fasilitator. Inovasi terhadap pendekatan
pembelajaran dapat dilakukan dengan mengevaluasi diri kondisi setempat
sehingga guru dapat memilih model pembelajaran yang tepat. Salah satunya
dengan menerapkan model pembelajaran problem solving.
27
2.3. Kerangka Berpikir
Pemikiran yang kreatif menuntut kelancaran ( fluency ), keluwesan (
flexibility ), kemandirian dalam berpikir ( originality ). Jika dalam diri siswa telah
terdapat karakteristik tersebut, maka mereka telah dapat di katakan sebagai siswa
yang kreatif dan pembelajaran dinyatakan berhasil. Penggunaan potensi kreatif
yang dimiliki seseorang dalam bentuk pemikiran dan pemecahan masalah secara
kreatif dapat ditingkatkan melalui suatu upaya latihan yang sistematis.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Davis dan scott ( 1971 ) ; torrance ( 1972
) dalam Semiawan, A.S Munandar dan S.C.U Munandar, ( 1984 : 37 ) bahwa “
kelancaran, kelenturan, keaslian ( originality ), kecakapan merinci, kecakapan
memecahkan masalah majemuk, dan sikap yang berhubungan dengan kreatifitas
siswa dapatlah ditingkatkan, kemampuan berpikir kreatif itu sendiri dapat
ditingkatkan dengan penerapan metode pembelajaran yang bervariasi dalam
proses belajar mengajar hal tersebut sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Rose
dan Lin ( 1984 ) dalam Alexander ( 2007 : 19 ) “ creative thinking skills are
specific thinking strategies that can be developed through various teaching
methods ”
Berpikir kreatif tidak hanya dapat ditingkatkan dengan menggunakan
metode pembelajaran tertentu, namun semua metode pembelajaran yang dapat
mengaktifkan siswa dalam proses belajar mengajar diasumsikan dapat mendorong
peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa, dalam penelitian ini dipilih
metode pembelajaran yang diasumsikan dapat digunakan untuk meningkatkan
kemampuan berfikir kreatif siswa, yaitu CDS (Creative Problem Solving)
Metode problem solving dipilih berdasarkan beberapa pertimbangan :
Pertama, metode tersebut dianggap mampu mengaktifkan siswa, sehingga
siswa lebih banyak terlibat dalam pembelajaran daripada guru. Sebagaimana yang
kita ketahui bahwa belajar aktif merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh
peserta didik untuk mendapatkan hasil yang maksimum dalam pembelajaran.
Ketika peserta didik pasif, atau dengan kata lain hanya menerima begitu saja apa
28
yang diberikan oleh pendidik maka ada kecenderungan bagi mereka untuk epat
melupakan apa yang telah diberikan.
Kedua, metode-metode tersebut tidak hanya terbatas pada tingkat
pengenalan, pemahaman dan penerapan sebuah informasi, melainkan juga melatih
siswa untuk mensintesis atau mengkonstruk sebuah generalisasi baru berdasarkan
informasi yang ada sebelumnya, melatih siswa untuk dapat mengambil sebuah
keputusan berdasarkan informasi yang diperolehnya, memecahkan masalah yang
terjadi dan membentuk sebuah iklim belajar yang memungkinkan siswa
membangun sendiri pengetahuannya berdasarkan pengetahuan awal yang mereka
miliki serta hal tersebut dapat mengasah potensi kreatif yang dimilikinya.
Penjelasan lebih rinci disajikan dalam gambar 2.1
29
Gambar 2.1 Skema Kerangka berpikir Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika
Tentang Menggunakan Pcahan dalan Pemecahan Masalah
PEMBELAJARAN KONVENSIONAL
GURU MENYAMPAIKAN DENGAN CERAMAH
SISWA PASIF MENDENGARKAN
PROSES BERPIKIR ABSTRAK KE KONKRET
HASIL BELAJAR < KKM
PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS V POKOK BAHASAN
MENGGUNAKAN PECAHAN DALAM PEMECAHAN MASALAH DENGAN
METODE PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING
FASILITATOR/ PENDAMPING
ADA MASALAH UNTUK DIPECAHKAN (Mengubah bentuk pecahan)
MENCARI DATA ATAU KETERANGAN (Dari buku dan diskusi kelompok)
MENETAPKAN JAWABAN SEMENTARA (Dari hasil diskusi kelompok)
MENGUJI KEBENARAN JAWABAN (Menguji bersama-sama)
MENARIK KESIMPULAN (Menentukan cara penyelesaian masalah dari permasalahan
tentang mengubah bentuk pecahan)
PENILAIAN PROSES
PENILAIAN HASIL
HASIL BELAJAR ≥ KKM
TES TERTULIS
30
2.4. Hipotesis Tindakan
Setelah mengetahui dari kajian pustaka maka peneliti mengambil
hipotesis tindakan sebagai berikut:
Upaya pembelajaran dengan metode problem solving diduga dapat
meningkatkan hasil belajar matematika tentang menggunakan pecahan dalam
pemecahan masalah pada siswa kelas V SD N 01 Trimulyo Kecamatan
Wadaslintang Kabupaten Wonosobo semester 2 tahun pelajaran 2011/2012.