Bab II epidemiologi

29
3 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Epidemiologi 2.1.1 Definisi Epidemiologi Kata Epidemiologi berasal dari kata Junani dikemukakan oleh Hypocrates pada 2000 Tahun yang lalu. Dimana Epi = upon (pada atau tentang), Demos = people (Penduduk, orang, manusia, populasi), yang berasal dari istilah demografi (studi kependudukan), Dan Ologi = knowledge (ilmu pengetahuan). Perkembangan saat ini, epidemiologi diartikan sebagai ilmu tentang frekuensi (jumlah), distribusi (penyebaran) dan determinan (faktor penentu) masalah kesehatan masyarakat yang bertujuan untuk pembuatan perencanaan (development) dan pengambilan keputusan dalam menanggulangi masalah kesehatan. Berbagai definisi dikemukakan oleh para pakar : 1. Wade Hampton Fors (1972) Epidomlogi adalah suatu pengetahuan tentang berbagai fenomena massal (mass phenomen) penyakit menular atau sebagai riwayat alamiah (natural history) penyakit menular. Dari definisi ini, perhatian epidemiologi hanya ditunjukkan pada masalah penyakit menular yang mengenai masyarakat. 2. Green wood (1934) Mengatakan bahwa epidemiologi adalah ilmu tentang penyakit dan segala macam kejadian penyakit yang 3

description

blok 3 yuhuu

Transcript of Bab II epidemiologi

2

20

BAB II

KAJIAN PUSTAKA2.1 Epidemiologi

2.1.1 Definisi Epidemiologi

Kata Epidemiologi berasal dari kata Junani dikemukakan oleh Hypocrates pada 2000 Tahun yang lalu. Dimana Epi = upon (pada atau tentang), Demos = people (Penduduk, orang, manusia, populasi), yang berasal dari istilah demografi (studi kependudukan), Dan Ologi = knowledge (ilmu pengetahuan).

Perkembangan saat ini, epidemiologi diartikan sebagai ilmu tentang frekuensi (jumlah), distribusi (penyebaran) dan determinan (faktor penentu) masalah kesehatan masyarakat yang bertujuan untuk pembuatan perencanaan (development) dan pengambilan keputusan dalam menanggulangi masalah kesehatan.

Berbagai definisi dikemukakan oleh para pakar :

1. Wade Hampton Fors (1972)

Epidomlogi adalah suatu pengetahuan tentang berbagai fenomena massal (mass phenomen) penyakit menular atau sebagai riwayat alamiah (natural history) penyakit menular. Dari definisi ini, perhatian epidemiologi hanya ditunjukkan pada masalah penyakit menular yang mengenai masyarakat.

2. Green wood (1934)

Mengatakan bahwa epidemiologi adalah ilmu tentang penyakit dan segala macam kejadian penyakit yang mengenai kelompok penduduk. Epidemiologi menurut Greenwood memiliki penekanan pada kelompok penduduk yang memberikan arahan pada distribusi dan metedologi terkait.

3. Brian Mac Mahon (1970)

Epidomologi adalah study tentang penyebaran dan penyebab kejadian penyakit pada manusian dan mengapa terjadi distribusi semacam itu. Dari definisi ini penekanan epidemiologi tampak pada pendekatan metodologik dalam menentukan distribusi penyakit dan mencari penyebab terjadinya distribusi tersebut. (Maryani dan Rizky Z, 2010)

2.1.2 Segitiga Utama Epidemiologi

Segitiga epidemiologi (trias epidemiologi ) merupakan konsep dasar epidemiologi yang memberikan gambaran tentang hubungan antara tiga faktor utama yang berperanan dalam terjadi penyakit dan masalah kesehatan lainnya. Segitiga ini merupakan gambaran interaksi antara tiga faktor yakni host (tuan rumah = penjamu),agent (agen=faktor penyebab), dan environment (lingkungan). Timbulnya penyakit berkaitan dengan gangguan interaksi antara ketiga faktor ini. Keterhubungan antara penjamu,agen, dan lingkungan ini merupakan suatu kesatuan yang dinamis yang berada dalam keseimbangan (equilibrium) pada seorang individu yang sehat. Jika terjadi gangguan terhadap kesimbangan hubungan segitiga inilah yang akan menimbulkan status sakit (Bustan, 2006).2.1.2.1 Faktor Penjamu (host = tuan rumah)Penjamu adalah manusia atau mahluk hidup lainnya ,termasuk burung dan artrophoda, yang menjadi tempat terjadi proses alamiah perkembangan penyakit. Faktor penjamu yang berkaitan dengan kejadian penyakit dapat berupa : umur, jenis kelamin, ras, etnik, anatomi tubuh, dan status gizi. Yang termasuk dalam faktor penjamu adalah :

a. Genetik: misalnya sickle cell disease.

b. Umur: ada kecenderungan penyakit menyerang umur tertentu.

c. Jenis kelamin (gender): ditemukan penyakit yang terjadi lebih banyak atau hanya mungkin pada wanita.

d. Suku / ras/ warna kulit: dapat ditemukan perbedaan antara ras kulit putih (white) dengan orang kulit hitam (black) di Amerika.

e. Keadaan fisiologi tubuh: kelelahan, kehamilan, pubertas, stres, keadaan gizi.

f. Keadaan imunologis: kekebalan yang diperoleh karena adanya infeksi sebelumnya, memeperoleh antibodi dari ibu, atau pemberian kekebalan buatan (vaksinasi).

g. Tingkah laku (behavior): gaya hidup (lifestyle), personal hygiene, hubungan antarpribadi, dan rekreasi (Bustan, 2006).2.1.2.2 Faktor Agen

Agen (faktor penyebab) adalah suatu unsur, organisme hidup atau kuman infektif yang dapat menyebabkan terjadinya suatu penyakit. Pada beberapa penyakit agen ini adalah sendiri (single), misalnya pada penyakit-penyakit infeksi, sedangkan yang lain bisa terdiri dari beberapa agen yang bekerja sama, misalnya pada penyakit kanker. Agen dapat berupa unsur biologis, unsur nutrisi, unsur kimiawi, dan unsur fisika (Bustan, 2006).

Yang dapat dimasukkan sebagai faktor agen adalah (Bustan, 2006) :

a. Faktor nutrisi (gizi): bisa dalam bentuk kelebihan gizi misalnya tinggi kadar kolesterol, atau kekurangan gizi baik lemak, protein, dan vitamin.

b. Penyebab kimiawi: misalnya zat-zat beracun (karbon monoksida), asbes, kobalt, atau zat zat allergen.

c. Penyebab fisik: misalnya radiasi dan trauma mekanik (pukulan, tabrakan).

d. Penyebab biologi:

Metazoa: cacing tambang, cacing gelang, Schistosomiasis. Protozoa: Ameba, malaria.

Bakteri: sifilis, typhoid, pnemonia, tuberkolosis.

Fungi (jamur): Histoplasmosis, Taena pedis.

Rickettsia: Rocky mountain spotted feverI. Virus: Campak, Cacar (Smallpox), poliomyelitis.Konsep faktok agen ini secara klasik memang hanya mendefinisikan sebagai organisme hidup atau kuman infektif yang dapat menyebabkan penyakit. Pengertian agen ini tentunya hanya sebatas penyebab untuk penyakit infeksi (Bustan, 2006).2.1.2.3 Faktor Lingkungan

Lingkungan adalah semua faktor luar dari suatu individu yang dapat berupa lingkungan fisik, biologis , dan sosial. Yang tergolong faktor lingkungan meliputi (Bustan, 2006) :

a. Lingkungan fisik: geologi iklim, geografik.

b. Lingkungan biologis: misalnya kepadatan penduduk, flora (sebagai sumber bahan makanan) dan fauna (sebagai sumber protein).

c. Lingkungan sosial: berupa migrasi/ urbanisasi, lingkungan kerja, keadaan perumahan, keadaan sosial masyarakat (kekacauan, bencana tsunami, bencana alam, perang, dan banjir) (Bustan, 2006).

2.1.3 Jenis Epidemiologi

Pembagian Study Epidemiologi dalam beberapa jenis tersebut didasarkan pada tujuan atau maksud dilaksanakannya Study Epidemiologi. Berdasarkan batasan atau pengertian tentang Epidemiologi, maka dapat digambarkan secara skematis jenis-jenis tentang study epidemiologi sebagai berikut :2.1.3.1 Epidemiologi Deskriptif

Epidemiologi deskriptif adalah penelitian yang mempelajari frekuensi dan distibusi masalah kesehatan tanpa memandang perlu mendapatkan jawaban tentang faktor penyebab yang mempengaruhi frekuensi, penyebaran dan munculnya masalah kesehatan tersebut. Epidemiologi deskriptif ini hanya menjawab pertanyaan tentang siapa (Who), dimana (Where), dan kapan (When) tetapi tidak menjelaskan kenapa (Why) timbul masalah kesehatan tersebut. Jadi dalam epidemiologi deskriptif dipelajari bagaimana frekuensi penyakit berubah menurut perubahan variabel-variabel epidemiologi yang terdiri dari orang (person), tempat (place) dan waktu (time).

Contohnya adalah ada 100 orang laki-laki menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dikelurahan Maleer pada tahun 2008. (Maryani dan Mulyani. 2010).

2.1.3.2 Epidemiologi Analitik

Epidemiologi Analitik adalah penelitian yang menganalisis factor penyebab (determinan) masalah kesehatan. Berarti epidemiologi analitik merupakan pencarian jawaban terhadap factor-faktor penyebab yang dimaksud (why) untuk kemudian dianalisa hubungannya dengan akibat yang ditimbulkan (Maryani dan Mulyani. 2010).

Contohnya, setelah ditemukan secara deskriptif bahwa angka kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada orang yang merokok sangat tinggi maka perlu dianalisis lebih lanjut apakah rokok memang benar penyebab terjdinya ISPA.2.1.3.3 Epidemiologi Eksperimental

Epidemiologi Eksperimental adalah penelitian yang dilakukan dengan melakukan percobaan atau eksperimen untuk membuktikan bahwa suatu factor sebagain penyebab ISPA, maka dilakukan eksperimen terhadap sekelompok orang dilarang merokok, kelompok lain dibiarkan merokok kemudian dibandingkan hasilnya. Ada beberapa macam Epidemiologi, diantaranya epidemiologi penyakit menular, epidemiologi penyakit tidak menular, epidemiologi gzi, epidemiologi kesehatan jiwa, dll. (Maryani dan Mulyani. 2010).

Batuk berdarah (TBC) tergolong epidemiologi penyakit menular diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis ini. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru dan 3 juta kematian akibat TB diseluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB didunia, terjadi pada negara-negara berkembang. Demikian juga, kematian wanita akibat TB lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas (Departemen Kesehatan RI, 2006)

Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20 30%. Jika ia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat (Departemen Kesehatan RI, 2006)

Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB antara lain adalah:

a. Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada negara negara yang sedang berkembang.b. Kegagalan program TB selama ini. Hal ini diakibatkan oleh:

Tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan. Tidak memadainya organisasi pelayanan TB (kurang terakses oleh masyarakat, penemuan kasus /diagnosis yang tidak standar, obat tidak terjamin penyediaannya, tidak dilakukan pemantauan, pencatatan dan pelaporan yang standar, dan sebagainya). Tidak memadainya tatalaksana kasus (diagnosis dan paduan obat yang tidak standar, gagal menyembuhkan kasus yang telah didiagnosis) Salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas BCG. Infrastruktur kesehatan yang buruk pada negara-negara yang mengalami krisis ekonomi atau pergolakan masyarakat.c. Perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia dan perubahan struktur umur kependudukan.d. B Dampak pandemi infeksi HIV (Departemen Kesehatan RI, 2006)

Situasi TB didunia semakin memburuk, jumlah kasus TB meningkat dan banyak yang tidak berhasil disembuhkan, terutama pada negara yang dikelompokkan dalam 22 negara dengan masalah TB besar (high burden countries). Menyikapi hal tersebut, pada tahun 1993, WHO mencanangkan TB sebagai kedaruratan dunia (global emergency). Munculnya pandemi HIV/AIDS di dunia menambah permasalahan TB. Koinfeksi TB dengan HIV akan meningkatkan risiko kejadian TB secara signifikan. Pada saat yang sama, kekebalan ganda kuman TB terhadap obat anti TB (multidrug resistance = MDR) semakin menjadi masalah akibat kasus yang tidak berhasil disembuhkan. Keadaan tersebut pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya epidemi TB yang sulit ditangani (Departemen Kesehatan RI, 2006)

Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB didunia. Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 110 per 100.000 penduduk (Departemen Kesehatan RI, 2006)2.1.4 Pencegahan dan Pengendalian Penyakit MenularPencegahan dan pengendalian penyakit infeksius dan menular merupakan dasar bagi semua tindakan dibidang kesehatan masyarakat. Ada beberapa metode pencegahan dan juga beberapa tindakan pengendalian yang telah dikembangkan. Di dalam pengandalian penyakit menular ini, terdapat tiga faktor kunci, yaitu:

a. Memindahkan, menghilangkan, atau menekan penyebab atau sumber infeksi.b. Memutus dan menghalangi mata rantai penularan penyakit.c. Melindungi populasi yang rentan terhadap infeksi dan penyakit (Timmreck, 2005).

Metode pancegahan dan pengendalian penyakit ini digunakan dalam beberapa sektor, diantaranya yaitu:

2.1.4.1 Pengendalian Lingkungan

Program pengendalian lingkungan bertujuan untuk menyediakan udara, air, susu, dan makanan yang bersih dan aman. Hal yang juga tercakup di dalam pengendalian lingkungan adalah manajemen pengelolaan limbah padat (sampah kering dan sampah basah), limbah cair (air kotor), dan pengendalian vektor (serangga dan binatang mengerat) penyakit (Timmreck, 2005).

Untuk mendapatkan udara yang aman perlu dilakukan pengendalian patogen infeksius yang menyebar melalui udara (airborne). Asap (fumes) beracun, sinar ultraviolet, pencemaran udara, dan asap mesin juga termasuk permasalahan yang ada di bidang pengendalian keamanan udara (Timmreck, 2005).

Persediaan air yang bersih dan aman merupakan faktor kunci di dalam pengendalian penyakit infeksius, khususnya penyakit bawaan air (penyakit enterik atau penyakit saluran pembuangan). Dengan demikian, mejaga agar persediaan air tetap aman merupakan salah satu kegiatan yang paling pokok dan juga penting dalam program kesehatan masyarakat dewasa ini (Timmreck, 2005).Limbah cair mengandung patogen, tinja, polutan kimia, limbah industri, dan berbagai polutan serta limbah lain. Agar tidak menimbulkan penyakit pada populasi manusia, kotoran dan air kotor harus dialirkan dengan aman sehingga sistem pembuangan kotoran bawah tanah saat ini menjadi sangat penting (Timmreck, 2005).

Manajemen pengelolaan limbah padat merupakan tantangan terbesar yang harus dihadapi bidang kesehatan masyarakat. Masalah yang tetap akan menjadi tantangan bagi bidang ini adalah masalah pembuangan yang tepat untuk sampah dan limbah padat. Pengendalian terhadap masalah bau, lalat dan serangga yang berasal dari kumpulan sampah di rumah, di pinggir jalan, dan juga di tempat pembuangan akhir dapat mermbantu mencegah penyebaran penyakit menular melalui vektor (Timmreck, 2005)

Binatang dan serangga juga dapat menjadi sumber penyakit dan infeksi. Pengendalian terhadap binatang (peliharaan dan binatang liar) dan serangga di dalam komunitas, baik di pedesaan maupun di perkotaan, sangat penting di dalam program pengendalian dan pencegahan penyakit (Timmreck, 2005).

2.1.4.2 Pencegahan dan Pengendalian Pejamu Terkait

Pejamu untuk suatu penyakit bisa manusia, bisa juga binatang, dan keduanya memang rentan terhadap penyakit infeksius. Sementara itu, sasaran program kesehatan masyarakat adalah melindungi pejamu dari penyakit dan infeksi yang dapat menular melalui beberapa metode. Langkah-langkah perlindungan tersebut meliputi karantina, isolasi, sanitasi, higiene yang baik, imunisasi, dan kemoprofilaksis (Timmreck, 2005).

Metode karantina digunakan untuk memisahkan orang yang sehat dengan orang yang sakit sehingga penyebaran penyakit dapat dihentikan. Karantina mungkin merupakan metode pertama di bidang kesehatan masyarakat yang memperlihatkan tingkat keefektifan yang cukup tinggi dalam pengendalian penyebaran penyakit (Timmreck, 2005).

Isolasi adalah istilah yang digunakan untuk menyebut kegiatan yang termasuk jenis karantina, tetapi dilakukan dalam situasi rawat inap di rumah sakit atau panti wreda. Ada enam tingkatan isolasi yang digunakan di dalam rumah sakit, yaitu:

a. Penggunaan satu atau dua kamar pribadi sebagai ruang isolasi.

b. Penggunaan jubah atau baju terpisah untuk mengendalikan infeksi.

c. Staf harus menggunakan masker.

d. Semua staf harus memakai sarung tangan saat berinteraksi, mengobati dan menangani pasien.

e. Kewajiban untuk selalu mencuci tangan saat memasuki dan meninggalkan kamar pasien (Timmreck, 2005).Langkah-langkah yang dapat diambil dalam upaya pencegahan penyakit terbagi menjadi tiga, diantaranya:

1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer meliputi segala kegiatan yang dapat menghentikan kejadian suatu penyakit atau gangguan sebelum hal itu terjadi. Promosi kesehatan, pendidikan kesehatan, dan pelindungan kesehatan adalah tiga aspek utama di dalam pencegahan primer. Perubahan gaya hidup, penyuluhan kesehatan masyarakat, skrining kesehatan, pendidikan kesehatan di sekolah, kegiatan kesehatan, perawatan pranatal yang baik, pilihan perilaku hidup yang baik, gizi yang cukup, kondisi keamanan, dan kesehatan di rumah, sekolah atau tempat kerja, semuanya termasuk dalam aktivitas pencegahan primer (Timmreck, 2005).

Langkah-langkah pencegahan di tingkat dasar saat ini harus di orientasikan pada pengaturan perilaku dan gaya hidup. Aktivitas dasar kesehatan masyarakat seperti promosi dan pencegahan tidak boleh diabaikan, dilalaikan, atau dikurangi. Jika kegiatan tersebut tidak dipertahankan pada tingkat yang tinggi, penyakit menular dapat kembali menjadi penyebab utama penderitaan, penyakit, dan kematian. Dengan tetap meme;lihara kegiatan kesehatan masyarakat, upaya di tingkat pencegahan primer harus difokuskan pada perubahan perilaku individu dan perlindungan lingkungan (Timmreck, 2005).2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder lebih ditujukan pada kegiatan skrining kesehatan dan deteksi untuk menemukan status patogenik setiap individu di dalam populasi. Jika status patogenik ditemukan lebih dini, diagnosis dan pencegahan dini yang dilakukan dapat mencegah kondisi untuk berkambang, menyebar di dalam populasi, dan dapat menghentikan atau paling tidak memperlambat perkembangan penyakit, ketidakmampuan, gangguan, atau kematian. Pencegahan sekunder bertujuan untuk menghentikan perkembangan penyakit atau cedera manuju suatu perkembangan ke arah kerusakan atau ketidakmampuan. Selain itu, pencegahan sekunder dapat mempertahankan perilaku sehat dan mengubah gaya hidup yang tidak sehat melalui pendidikan kesehatan dan program perubahan perilaku seperti berhenti merokok, penurunan berat badan, penurunan stres, konseling kesehatan, atau perujukan dini kedalam program perawatan kecanduan obat-obatan (Timmreck, 2005).3. Pencegahan Tersier

Tujuan dari tiga tahapan pencegahan adalah membatasi atau menghalangi perkembangan ketidakmampuan, kondisi, atau gangguan sehingga tidak berkembang ke tahap lanjut yang membutuhkan perawatan intensif. Pencegahan tersier juga mencakup pembatasan terhadap segala ketidakmampuan dengan menyediakan rehabilitasi saat penyakit, cedera, atau ketidakmampuan sudah terjadi dan menimbulkan kerusakan. Pada tahapan ini, sasarannya adalah membantu mereka yang menderita penyakit dan mengalami cedera dan ketidakmampuan untuk menghindari penggunaan sia-sia layanan kesehatan masyarakat dan agar tidak menjadi tergantung pada praktisi kesehatan dan institusi perawatan kesehatan. Diagnosis dan pengobatan segera yang diikuti dengan rehabilitasi yang tepat dan pemulihan pasca pengobatan, sekaligus pendidikan pasien yang sesuai, perubahan perilaku, dan perubahan gaya hidup, semuanya diperlukan agar penyakit atau ketidakmampuan tidak terjadi lagi. Setidak-tidaknya perkembangan penyakit, gangguan, atau cedera harus diperlambat dan dikaji (Timmreck, 2005).2.2 Peran Puskesmas

Dalam konteks otonomi daerah saat ini, puskesmas mempunyai peran yang sangat vital. Sebagai institusi pelaksana teknis, puskesmas dituntut memiliki kemampuan manajerial dan wawasan jauh ke depan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Peran tersebut ditunjukkan dalam bentuk keikutsertaan untuk menentukan kebijakan daerah melalui sistem perencanaan yang matang, tatalaksana kegiatan yang tersusun rapi, serta sistem evaluasi dan pemantauan yang akurat. Puskesmas juga dituntut berperan dalam pemanfaatan teknologi informasi terkait upaya peningkatan pelayanan kesehatan secara komprehensif dan terpadu

Puskesmas memiliki program pokok :

1. Kesehatan ibu dan anak (KIA)2. Keluar Berencana (KB)3. P2m (pemberantasa penyakit menular)4. Peningkatan gizi5. Kesehatan Lingkungan6. Pengobatan7. Penyuluhan Kesehatan Masyarakat8. Laboratoium9. Kesehatan sekolah10. Perawatan kesmas11. Kesehatan jiwa12. Kesehatan gizi

2.2.1 P2M

Salah satunya adalah program P2M (Pemberntasan Penyakit Menular)

Di berbagai wilayah indonesia terdapat perbedaan tingkat epedemisitas dan penyakit menular. Salah satu penyakit endemis di Indonesia adalah TBC. Tingkat endemisitas penyakit menular sangat di pengaruhi oleh faktor lingkungandan perilaku masyarakat.

2.2.2 Tujuan P2M

Menemukan kasus penyakit menular sedini mungkin dan mengurangi berbagai faktor resiko lingkungan masyarakat yang memudahkan terjadinya penyebaran penyakit menular di suatu wilayah dan memberikan proteksi khusus kepada kelompok masyarakat agar terhindar penularan penyakit menular.

2.2.3 Ruang lingkup kegiatan

a. Surveilan epidomologi

Menemukan kasus penyakit menular sedini mungkin. Kegiatannya ada dua jenis yaitu Active Case Detection (ACD) dan Passive Case Detection (PCD). Kegiatan ini meliputi empat cara yaitu mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan rutin, sistem pencatatan dan pelaporan di daerah sentinel, survei khusus untuk penyakit menular tertentu, investigasi kasus jikaterjadi ledakan penyakit menular (KLB)b. Imunisasi

Kegiatan ini di lakukan untuk memberikan perlndungan pada kelompok-kelompok masyarakat tertenu untuk mencegah terjadinya penularan penyakit seperti TBC. Imunisasi dasa ini di lakukan pada bayi yang baru lahir. Dan imunisai ulngan (boster) di berikan padaanak sekolah dasar.c. Pemberantasan vektor

Pemberantasan di lakukan penyemprotan menunggunakan insektisida atau fooging,dan abatisasi.2.2.4 Pengobatan

a. Menggunakan diagnosa

Ini dilakukan untuk penderita obat jalan atau rawat inap jika pada pelayanan di puskesmas ada layanan rawat inapb. Mengirim atau merujuk

Ini dilakukan jika puskesmas tidak mampu menangani penyakit tersebutc. Menyelanggarakan puskesmas keliling

Kegiatan ini di lakukan agar dapat menjamah masyarakat di seluruh wilayah kerja puskesmas yang terpencil dan di wilayah tersebut tidak ada puskesmas pembantu

2.3 Data Rekam Medik

Dalam Haryatno (2009) dinyatakan bahwa ada beberapa jenis data rumah sakit. Secara umum dapat dikatakan bahwa berdasarkan jenis kegiatannya terdapat 2 kelompok, yaitu kelompok data medis dan kelompok data umum (non medis). Data medis dihasilkan oleh pihak medis/paramedis/ ahli-ahli kesehatan lainnya yang mendokumentasikan hasil pemeriksaan atau pengobatan mereka terhadap pasien pada masa tertentu. Bentuknya dapat berupa berkas rekam medis dan kesehatan (RMK), maupun pada hasil-hasil alat elektronis (EKG, EMG, dan lain-lain) atau pada hasil-hasil rontgen.

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 dikatakan bahwa data rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien (Permenkes, 2008).

Data rekam medik rumah sakit merupakan komponen penting dalam pelaksanaan kegiatan manajemen rumah sakit, rekam medik rumah sakit harus mampu menyajikan informasi lengkap tentang proses pelayanan medis dan kesehatan di rumah sakit, baik dimasa lalu, masa kini maupun perkiraan masa datang tentang apa yang akan terjadi (Rahim, Annisa,dkk., 2011).

Informasi yang diolah harus berdasarkan gambaran statistic sehingga memudahkan penangkapan informasi secara cepat. Melalui statistic tersebut keadaan organisasi dapat dinilai, dibuktikan, direncanakan maupun diawasi (Haryatno, 2009). Untuk mengetahui keberhasilan dari kegiatan rumah sakit maka dibuat suatu tolok ukur seperti berikut :

a. Presentase pemakaian tempat tidur rumah sakitb. Rata-rata lamanya pasien dirawatc. Rasio angka kematiand. Rasio kematian anastesie. Rasio kematian pasca bedahf. Rasio kematian ibu melahirkang. Rasio kematian bayi baru lahirh. Rasio kematian otopsii. Rasio angka kematian sectionj. Rasio infeksi silangk. Banyaknya konsultasi di rumah sakit (Haryatno, 2009).

Rekam medis diperlukan sebagai acuan penyelenggaraan praktik kedokteran yang berkaitan dengan aspek hukum yang berlaku baik untuk rumah sakit negeri, swasta, khusus, puskesmas, perorangan dan pelayanan kesehatan lain. Rekam medis merupakan hal yang sangat menentukan dalam menganalisa suatu kasus sebagai alat bukti utama yang akurat (Sjamsuhidajat dan Sabir Alwy, 2006).

2.4 Pengumpulan Data

2.4.1 Definisi Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek (responden) dan mencatat peristiwa atau mencatat karakteristik atau mencatat nilai variabel yang diperlukan dalam suatu penelitian. (Maryani dan Rizky Z, 2010) 2.4.2 Tujuan Pengumpulan Data

Tujuan Pengumpulan data dalam epidemiologi adalah untuk menentukan dan mencatat hal-hal di bawah ini, yaitu:a. Kelompok resiko terbesar dari masalahb. Jenis agen dan karakteristiknyac. Reservoir dan penyakit infeksid. Keadaan berlansungnya transmisi e. kejadian penyakit atau masalah secara keseluruhan

2.4.3 Sumber Data

Data yang akurat memerlukan sumber dan metode pengumpulan data yang tepat. Pengumpulan data dapat dilakukan dengan berbagai cara atau sumber pengumpulan data, yaitu:

1. Menurut cara pengumpulannya

Berdasarkan cara pengumpulannya, data dibagi menjadi:

a. Langsung

Data langsung adalah data yang didapat dengan melaukuan tanya jawab langsung antara person dengan person, pengumpul data berhadapan langsung dengan subjek (responden).b. Tidak langsung

Data tidak langsung adalah data yang didapat melalui telepon atau surat, melalui media atau cara tertentu untuk mencapai subjek (responden).

2. Menurut sumber pengumpulannya

Berdasarkan sumber pengumpulannya, data dibagi menjadi:

a. Data Primer

Data prime adalah data yang dikumpulkan langsung oleh pihak yang memerlukannya dari subjek pertama (responden) atau dari sumber utamanya, melaui alat atau metode pengumpulan data.

b. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dai pihk yang sudah mengumpulkan data itu sebelumnya dimana pembaca data dapat langsung membaca atau memperolehnya secara tertulis dari pengumpul data pertama. Contoh penyedia data yaitu: BPS (Badan Pusat Statistik), dll.(Maryani, 2010).

Berbagai jenis data dapat diperoleh dari berbagai sumber, diantaranya:

1. Data kependudukan, di peroleh dari :

a. Sensus penduduk ( setiap 10 tahun : 1971, 1980, 1990, 2000 )b. Survei : untuk memperoleh data demografis / karakteristik penduduk misalnya survei demografi dan keluarga indonesia ( Bustan,2006 ).

2. Kelahiran dan kematian, datanya diperoleh dari

a. Pencatatan akte kelahiran dan surat keterangan meninggalb. Klinik / rumah bersalin dan tempat pelayanan kesehatan lainnya ( Bustan,2006 ).

3. Data kesakitan

a. Rekaman medis ( medical record ) rumah sakitb. Praktik dokter swastac. Pendataan atau penelitian khusus ( Bustan,2006 ).

4. Data lainnya

a. Penelitian / data sanitasi dan lingkunganb. Catatan imunisasic. Pencatatan dan pelaporan keluarga berencana ( Bustan,2006 ).

Data penelitian biasanya diperoleh melalui metode berikut, yaitu :

a. Kuisioner (berupa daftar pertanyaan tertulis)

b. Wawancara

Ada dua jenis wawancara, yaitu wawancara terstruktur dan tidak terstruktur (tidak resmi). Wawancara terstruktur pewawancara menyiapkan daftar pertanyaan sebelum wawancara, sedangkan wawancara tidak terstruktur pewawancara dan yang di wawancara berbicara dengan santai dan pertanyaan bisa muncul ketika sedang dalam pembicaraan.

c. Observasi (hasil pengamatan melalui panca indera)

d. Pengukuran fisik

e. Percobaan laboraturium (Maryani dan Mulyani, 2010).

2.4.4 Metode Pengumpulan Data

Data penelitian biasanya diperoleh melalui metode berikut, yaitu:

1. Kuisioner (berupa daftar pertanyaan tertulis)2. Wawancara

Ada 2 jenis wawancara, yaitu wawancara tersrukter dan wawancara tidak terstruktur(tidak resmi). Wawancara terstruktur, pewawancara menyiapkan daftar pertanyaan sebelum wawancara, sedangkan wawancara tidak terstruktur, pewawancara dan yang diwawancara berbicara dengan santai dan pertanyaan bisa muncul ketika sedang dalam pembicaraan.

3. Observasi (hasil pengamatan melalui panca indra)4. Pengukuran FisikPercobaan Laboratorium

2.4.5 Teknik Analisis

Analisi data merupakan suatu proses untuk mengghasilkan rumusan masalah dan faktor-faktor yang berhubungan dengan data yang telahg terkumpul. Untuk dapat mengindifikasi masalah program atau masalah kesehatan masyarakat, hasil analisi apa umumnya dibandingkan dengan target atau ukuran keberhasilan program yang telah ditetapkan sebelumnya.

Untuk mengukur angka kesakitan dimasyarakat digunakan insiden dan prevalen. Insiden adalah jumlah kejadian atau kasus baru yang terjadi dalam periode waktu tertentu. Ukuran insisden digunakan angka insiden atau dikenal dengan attack rate. Ukuran ini dipakai untuk kejadian yang bersifat akut atau mendadak, seperti wabah campak, diare, dan kecelakaan. Perhitungan angka insiden berguna untuk mencarin penyebeb atau mencari faktor resiko timbulnya penyakit . Rumusnya:

Jumlah kasus baru suatu penyakit selama periode tertentu

ANGKA INSIDEN = x Konstanta

Populasi yang mempunyai resiko

Prevalen adalah jumlah semua kejadian atau kasus, baru dan lama pada suatu kurun waktu tertentu. Perhitungan angka prevalen dibedakan menjadi dua berdasarkan waktu pengamatan, yaitu point prevalen pada saat pengamatan, dan period perevalen pada pengamatan untuk periode waktu tertentu. Anka prevalen dipakai untuk menghitung atau mengukur besarnya kejadian penyakit yang bersifat kronik seperti TBC dan Lepra. Angka prevalen lebih banyak dipakai oleh pengelola program untuk mengukur kebutuhan obat, tenaga, dan sarana lainnya. Rumusan:

Jumlah semua kasus( baru+lama) pada saat tertentu

ANGKA PREVALEN = x Konstanta

Jumlah penduduk seluruhnya

3