BAB II - ELT: SYAHRIAL Z. | English School Jambi … · Web viewPemakaian atau penggunaan alat...
Transcript of BAB II - ELT: SYAHRIAL Z. | English School Jambi … · Web viewPemakaian atau penggunaan alat...
BAB II
KAJIAN PUSTAKA2.1 Pembelajaran IPA dan Alat Peraga KIT IPA
2.1.1. Sejarah IPA
Ilmu Pengetahuan Alam mulanya berkembang sangat lambat pada
abad 15-16. Perkembangannya mulai lebih pesat setelah Copernicus yang
kemudian diperkuat Galileo (konsep geosentris konsep heliosentris),
dikenal sebagai permulaan abad ilmu pengetahuan modern (kebenaran
berdasarkan induksi). Perkembangan sangat pesat setelah konsep fisika
kuantum dan relativitas (awal abad 20) perlu revisi dan penyesuaian
konsepsi ilmu pengetahuan ke arah pemikiran modern. Perkembangan
yang makin cepat itu menyebabkan IPA diklasifikasikan menjadi berbagai
disiplin ilmu sub disiplin ilmu spesialisasi. Tetapi muncul juga ilmu multi
disiplin karena munculnya fenomena baru yang tidak mungkin ditelaah
hanya dengan satu disiplin ilmu saja. Pengembangan aplikasi IPA
merupakan dasar dari terbentuknya teknologi dan industri yang secara
tidak langsung akan mempengaruhi pola sosial manusia.
Perkembangannya dilandaskan pada Ilmu pengetahuan yang berupa
hipotesis, teori, dan hukum. Perkembangan tersebut menimbulkan dua
konsepsi IPA, yaitu IPA klasik dengan telaahan bersifat Makroskopik dan
IPA modern dengan telaahan bersifat Mikroskopik. Konsep klasik dan
modern lebih mengacu pada konsepsi cara berpikir, cara memandang, dan
cara menganalisis suatu fenomena alam “Bukan” pada waktu
penemuannya.
2.1.2. Pengertian dan pembelajaran IPA
Menurut Fisher dalam Amien (1989: 4) menjelaskan bahwa ”Ilmu
Pengetahuan Alam adalah suatu kumpulan pengetahuan yang diperoleh
dengan menggunakan metode-metode berdasarkan observasi”.
Menurut Carin (1982: 9) menjelaskan, bahwa ”Ilmu Pengetahuan
Alam adalah suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis
yang diajarkan penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala
alam”.
Secara harfiah: ilmu pengetahuan alam adalah ilmu tentang alam dan
peristiwa yang ada di dalamnya (Webster’s: New Lollegiate Dictionary,
1981). Carin (1985) mendefinisikan IPA sebagai sistem pengetahuan alam
semesta melalui pengumpulan data yang dilakukan dengan observasi dan
eksperimen. Sementara itu Hungerford dan Volk (1990) mendefinisikan
IPA sebagai :
1. Proses menguji informasi yang diperoleh melalui metode empiris,
2. Informasi yang diberikan oleh suatu proses yang menggunakan
pelatihan yang dirancang secara logis, dan
3. Kombinasi antara proses berfikir kritis yang menghasilkan produk
informasi yang sahih.
Ilmu Pengetahuan Alam adalah: ”(1) Suatu cabang pengetahuan yang
menyangkut fakta-fakta yang tersusun secara sistematis dan menunjuk
berlakunya hukum-hukum, (2) Pengetahuan yang di dapat dengan jalan
studi dan praktik, (3) Suatu cabang studi yang bersangkut paut dengan
observasi dan klasifikasi fakta-fakta, terutama dengan disusunnya hukum-
hukum umum dengan induksi dan hipotesis” (Subiyanto, 1988: 3).
Darmodjo dan Kaligis (1992: 3), ”Ilmu Pengetahuan Alam berarti
’Ilmu’ tentang ’Pengetahuan Alam’. Ilmu artinya suatu pengetahuan yang
benar. Pengetahuan yang benar artinya pengetahuan yang dibenarkan
menurut tolak ukur kebenaran ilmu, yaitu rasional dan objektif.
Pengetahuan alam sudah jelas artinya adalah pengetahuan tentang alam
semesta dengan segala isinya. Jadi secara singkat Ilmu Pengetahuan Alam
adalah pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta
dengan segala isinya”.
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan hasil kegiatan manusia
berupa pengetahuan, gagasan dan konsep yang terorganisasi tentang alam
sekitar, yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah
antara lain penyelidikan, penyusunan dan pengujian gagasan-gagasan.
Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam adalah ”program untuk
menanamkan dan mengembangkan pengetahuan, ketrampilan, sikap dan
nilai ilmiah pada siswa serta rasa mencintai dan menghargai kebesaran
Tuhan Yang Maha Esa ”(Depdikbud, 1994: 127).
Menurut Subiyanto (1988: 149), bahwa ”didalam Ilmu Pengetahuan
Alam, belajar yang sebenarnya bukan merupakan penghafalan kata-kata
yang bermakna, melainkan merupakan hasil asosiasi dari pengalaman-
pengalaman”.
Tanpa pengalaman-pengalaman anak atau siswa tidak mungkin
belajar Ilmu Pengetahuan Alam. Belajar Ilmu Pengetahuan Alam
memerlukan latar belakang pengetahuan yang memadai.
Jenkins dan Whitfield dalam Djohar (1989: 5) menegaskan, bahwa
”Ilmu Pengetahuan Alam merupakan pendidikan sains yang memandang
sains sebagai suatu aktivitas. Berarti belajar sains adalah kegiatan
menemukan dan memecahkan masalah objek di alam, maka belajar Ilmu
Pengetahuan Alam harus pula dilaksanakan melalui kegiatan mengamati,
menemukan dan memecahkan masalah-masalah yang ada di alam”. Hal ini
membawa konsekuensi bahwa dalam kegiatan Ilmu Pengetahuan Alam
hendaknya lebih bermakna, sehingga siswa dapat terlibat langsung baik
mental, spiritual maupun intelektual. Ada beberapa dimensi penting guna
membangun konsep pendidikan sains dalam proses instruksional Ilmu
Pengetahuan Alam, yaitu: (1) Untuk memahami alam maka obyek dan
persoalan kajiannya adalah alam itu sendiri tidak terbatas pada apa yang
tampak sesaat (“being”) tetapi juga mencakup proses kejadiannya
(“becoming”); (2) Kontak langsung antara manusia dengan alam melalui
mekanisme observasi dan eksperimen merupakan pola dasar dalam
mempelajari alam; (3) Observasi dan eksperimen merupakan cara yang
efektif untuk memperoleh kebenaran alami; dan (4) Kepuasan intelek
dapat menjadi pendorong mempelajari alam.
Pembelajaran IPA untuk anak-anak didefinisikan oleh Paolo &
Marten (dalam Iskandar, 1996) sebagai: (1) mengamati apa yang terjadi,
(2) mencoba memahami apa yang diamati, (3) mempergunakan
pengetahuan baru untuk meramalkan apa yang akan terjadi, dan (4)
menguji ramalan-ramalan di bawah kondisi-kondisi untuk melihat apakah
ramalan tersebut benar. Dengan demikian pengajaran IPA di kelas IV SD
sudah membuka kesempatan untuk memupuk rasa ingin tahu anak didik
secara ilmiah.
Kegiatan-kegiatan dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam ditingkat
Sekolah Dasar terutama mengamati, menggunakan angka-angka dalam
perhitungan sederhana, mengukur, mengklasifikasi, berkomunikasi dan
menarik kesimpulan. Kegiatan-kegiatan tersebut akan dimiliki anak didik
dengan baik bila anak itu sendiri cukup banyak berpengalaman dalam hal
Ilmu Pengetahuan Alam di sekolah. Di samping itu terbentuklah sikap
ilmiah yang berhubungan dengan tindakan-tindakan sosial yang
diharapakan (Bandiyah, 1997: 11).
Jadi, diketahui inti dari pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam di sini
lebih mengarah pada pendekatan proses, yaitu suatu pendekatan yang
memberikan penekanan pada keterlibatan siswa secara langsung dalam
kegiatan proses belajar.
Dengan demikian dalam proses belajar dan mengajar Ilmu
Pengetahuan Alam di Sekolah Dasar sebaiknya banyak mengaktifkan anak
didik dengan kegiatan atau percobaan-percobaan untuk mengembangkan
ketrampilan proses dan mengembangkan sikap sehingga memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengalami perubahan-perubahan melalui
proses mentalnya.
Dalam pembelajaran IPA guru harus berwawasan luas, memiliki
kreatifitas tinggi, keterampilan metodologi yang handal, rasa percaya diri
yang tinggi dan berani mengemas dan mengembangkan materi. Dan dari
siswa sendiri dituntut kemampuan belajar yang relative baik, baik dalam
kemampuan akademik maupun kreatifitas. Karena pembelajaran IPA
menekankan pada kemampuan analitik (mengurai), kemampuan assosiatif
( menghubung-hubungkan), kemampuan eksploratif dan elaboratif
(menemukan dan menggali).
Secara umum, Prinsip Pembelajaran IPA Di SD adalah sebagai berikut.
1. Prinsip Motivasi : motivasi adalah daya dorong seseorang untuk
melakukan sesuatu kegiatan. Motivasi ada yang berasal dari dalam
atau intrinsik dan ada yang timbul akibat rangsangan dari luar atau
ekstrinsik. Motivasi intrinsik akan mendorong rasa ingin tahu,
keinginan mencoba, mandiri dan ingin maju
2. Prinsip Latar : pada hakekatnya siswa telah memiliki pengetahuan
awal. Oleh karena itu dalam pembelajaran guru perlu mengetahui
pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman apa yang telah dimiliki
siswa sehingga kegiatan belajar mengajar tidak berawal dari suatu
kekosongan.
3. Prinsip Menemukan : pada dasarnya siswa memiliki rasa ingin tahu
yang besar sehingga potensial untuk mencari guna menemukan
sesuatu. Oleh karena itu bila diberi kesempatan untuk
mengembangkan potensi tersebut siswa akan merasa senang atau
tidak bosan.
4. Prinsip Belajar Sambil Melakukan (learning by doing) : Pengalaman
yang diperoleh melalui bekerja merupakan hasil belajar yang tidak
mudah terlupakan. Oleh karena itu dalam proses belajar mengajar
sebaiknya siswa diarahkan untuk melakukan kegiatan atau ”Learning
by doing”
5. Prinsip Belajar sambil Bermain : bermain merupakan kegiatan yang
dapat menimbulkan suasana gembira dan menyenangkan, sehingga
akan dapat mendorong siswa untuk melibatkan diri dalam proses
pembelajaran. Oleh karena itu dalam setiap pembelajaran perlu
diciptakan suasana yang menyenangkan lewat kegiatan bermain yang
kreatif.
6. Prinsip Hubungan Sosial : dalam beberapa hal kegiatan belajar akan
lebih berhasil jika dikerjakan secara berkelompok. Dari kegiatan
kelompok siswa tahu kekurangan dan kelebihannya sehingga tumbuh
kesadaran perlunya interaksi dan kerja sama dengan orang lain.
Pada kondisinya, IPA sering disepelekan dalam pembelajarannya.
Sebagian Guru lebih suka mengajarkan IPA dengan cara metode ceramah
dan penjelasan, guru hanya mengajar mengikuti susunan halaman buku
yang disediakan sebagai pegangan guru dari pada mengajak anak untuk
melakukan percobaan.
2.1.3. Alat peraga Kit IPA dalam Pembelajaran IPA
Alat peraga Kit Ilmu Pengetahuan Alam adalah peralatan IPA yang
diproduksi dan dikemas dalam kotak unit pengajaran, yang menyerupai
rangkaian peralatan uji coba keterampilan proses pada bidang studi IPA
serta dilengkapi dengan buku pedoman penggunaannya. Komponen
Instrumen Terpadu (Kit) adalah alat-alat pembelajaran IPA yang diberikan
oleh Depdiknas yang dikemas dalam satu kotak.
Menurut Wibawa dan Mukti (1992: 52) ”Media/alat peraga KIT Ilmu
Pengetahuan Alam atau loan boxes merupakan salah satu dari media tiga
dimensi”. Media tiga dimensi dapat memberi pengalaman yang mendalam
dan pemahaman yang lengkap akan benda-benda nyata. ”Loan boxes
adalah kotak yang mempunyai bentuk dan besarnya sesuai dengan
keperluan”. ”Kotak ini diisi dengan item-item yang berhubungan dengan
unit pelajaran” (Hamalik, 1982: 157).
Shadely berpendapat alat perga Kit Ilmu Pengetahuan Alam adalah
kotak yang berisi alat-alat Ilmu Pengetahuan Alam. seperangkat peralatan
Ilmu Pengetahuan Alam tersebut mengarah pada kegiatan yang
berkesinambungan atau berkelanjutan. Peralatan Ilmu Pengetahuan Alam
yang dirancang dan dibuat ini menyerupai rangkaian peralatan uji coba
ketrampilan proses pada bidang studi Ilmu Pengetahuan Alam. Sebagai
alat yang dirancang dan dibuat secara khusus ini maka dapat diartikan
bahwa ”alat peraga Kit Ilmu Pengetahuan Alam merupakan suatu sistem
yang didesain atau dirancang secara khusus untuk suatu tujuan tertentu”
(Berta, 1996: 40).
Menurut Nanik (1993) ”Alat peraga KIT IPA dalam pembelajaran
adalah nama alat-alat IPA yang digunakan untuk percobaan dalam
pembelajaran IPA di Sekolah Dasar”.
KIT IPA dibagi menjadi beberapa jenis antara lain : (1).KIT IPA
untuk siswa yang dibutuhkan oleh kelompok-kelompok siswa untuk
percobaan, (2). KIT IPA untuk guru yang dibutuhkan oleh guru untuk
percobaan, (3).KIT IPA daftar nama benda-benda dan bahan-bahan dari
lingkungan yang diperlukan untuk percobaan tertentu.
Alat peraga kit IPA sangat diperlukan dalam pembelajaran IPA
karena dengan menggunakan alat peraga guru dapat terbantu dalam
menjelaskan fenomena, fakta mengenai alam. Menurut winata putra
(1999 : 272) ”Alat peraga dapat membantu siswa untuk berfikir logis dan
sistematis sehingga mereka pada akhirnya mempunyai pola pikiran yang
diperlukan dalam kehidupan sehari-hari”. Alat peraga berfungsi membantu
guru dalam :
1. Memberikan penjelasan konsep
2. Merumuskan dan membentuk konsep
3. Melatih siswa dalam keterampilan memberi/percobaan
4. Penguatan konsep pada siswa
5. Melatih siswa dalam pemecahan masalah
6. Mendorong siswa berfikir kritis
2.1.4. Penggunaan KIT IPA
Sebagai langkah awal dalam menggunakan Alat peraga KIT IPA,
guru harus meyakinkan diri bahwa siswa mengetahui nama yang benar
dari bagian-bagian peralatan yang berbeda. Siswa juga harus mengetahui
cara merakit peralatan sesuai dengan petunjuk dari guru serta
memperagakan cara merakit peralatan. Selain itu, siswa juga diminta untuk
mengamati dengan teliti sehingga dapat menunjukkan bagaimana teknik
yang digunakan dalam mengamati hasil dari suatu percobaan serta fokus
perhatian. Dari hasil pengamatan tersebut, siswa menuliskan kedalam buku
catatan atau lembar pengamatan yang telah disediakan. Sehingga siswa
termotivasi dalam belajar menggunakan Kit IPA ini seoptimal mungkin.
Menurut Mc.donald dalam suyabrata (1981;30) ”motivasi yang timbul dari
dalam diri adalah perubahan energi dari seseorang yang ditandai dengan
muncul feeling dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan
barulah pembelajaran dapat berlangsung dengan baik”.
Dalam pengajaran IPA, Kit Ilmu Pengetahuan Alam mempunyai
kedudukan yang sangat penting, yaitu: (1) Membantu pengembangan
konsep-konsep Ilmu Pengetahuan Alam; (2) Media dapat memberi dasar
yang konkrit untuk berpikir sehingga dapat mengurangi terjadinya
verbalisme; (3) Memberikan pengalaman yang nyata yang dapat
menumbuhkan kegiatan sendiri; dan (4) Menimbulkan pemikiran yang
teratur dan berkesinambungan.
Menurut Budiningsih dalam Jurnal Teknologi Pendidikan (1996: 51)
mengemukakan bahwa “media yang diproduksi dan dikemas dalam bentuk
kotak unit pengajaran (Kit), yang dilengkapi dengan buku petunjuk
penggunaannya adalah untuk menanamkan konsep atau pemahaman siswa
terhadap suatu objek atau peristiwa-peristiwa pembelajaran secara utuh”.
Media Kit yang berbentuk kotak merah, memuat 68 jenis peralatan
yang terbagi sesuai dengan pokok bahasan. Kotak tersebut diberi penyekat
didalamnya sesuai dengan bentuk alatnya, untuk menjaga jangan sampai
terjadi benturan diantara media tersebut. Tata letak peralatan diatur
sedemikian rupa sehingga praktis dan bersifat portable, agar mudah
dibawa dan dipindah tempatkan. Begitu juga dengan Kit yang berbentuk
kotak kuning. Kotak tersebut terdiri atas dua tingkat sesuai dengan bentuk
alatnya.
Dengan tersedianya peralatan Kit Ilmu Pengetahuan Alam untuk
Sekolah Dasar serta pedoman penggunaannya untuk guru dan siswa ini
diharapkan dapat memacu peningkatan proses dan hasil belajar siswa
dengan kondisi yang dinamis, kreatif dan relevan dengan kehidupan
sehari-hari.
Menurut Ditjen Dikdasmen pengajaran Ilmu Pengetahuan Alam yang
baik memang tidak cukup hanya bersumber pada buku. Pengajaran itu
harus dilengkapi dengan alat praktik serta dihubungkan dengan lingkungan
alam, sehingga dapat mendorong anak untuk mengembangkan dasar-dasar
pengetahuan, keterampilan dan sikap. Kit Ilmu Pengetahuan Alam untuk
Sekolah Dasar yang dilengkapi dengan pedoman penggunaannya untuk
guru ini akan sangat membantu dalam proses belajar dan mengajar serta
dapat dijadikan media atau alat bantu dalam mencapai tujuan pengajaran
Ilmu Pengetahuan Alam sesuai dengan kurikulum. Proses pembelajaran
Ilmu Pengetahuan Alam dengan memanfaatkan alat peraga atau media Kit
Ilmu Pengetahuan Alam,bermuara pada keterampilan proses. Secara
aktual, penerapan peran-peran
Pemakaian atau penggunaan alat peraga Komponen Instrumen
Terpadu Ilmu Pengetahuan Alam tersebut disesuaikan dengan jenis
percobaan yang akan diajarkan guru di Sekolah. Agar dalam menggunakan
alat-alat pengajaran dalam suatu pengajaran dapat mencapai keberhasilan
dan daya guna yang tinggi maka guru harus dapat memilih alat-alat
pengajaran yang tepat. Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam
memilih atau menentukan alat-alat pengajaran dari Kit IPA yang akan
digunakan pada waktu mengajar, diantaranya adalah: (1) materi yang akan
diajarkan, (2) tujuan pembelajaran (3) spesifikasi alat yang akan
digunakan, (4) proses urutan mendemonstasikan alat, serta (5) validitas
alat.
Proses belajar dan mengajar yang menggunakan alat peraga Kit Ilmu
Pengetahuan Alam, diupayakan menuju keberhasilan. Supaya siswa lebih
memahami proses dari semua peristiwa yang terjadi mengikuti langkah-
langkah sebagai berikut: (1) Guru harus meyakinkan diri bahwa para siswa
mengetahui nama yang benar dari bagian-bagian peralatan yang berbeda.
Para siswa juga harus mengetahui cara merakit peralatan dengan
menggunakan petunjuk dari guru, atau memperagakan cara merakit
peralatan; (2) Guru harus memberikan petunjuk yang jelas bagaimana
melakukan percobaan (dijabarkan pada langkah-langkah kecil); (3) Guru
meminta siswa untuk melakukan pengamatan dengan teliti dan akhirnya
menunjukkan kepada mereka bagaimana mengamati suatu percobaan serta
fokus perhatian; (4) Guru harus selalu memperhatikan bahwa para siswa
hanya mencatat hasil pengamatan dari apa yang benar-benar mereka lihat
dan perhatikan. Para siswa dan guru harus menghindari tercampurnya
interpretasi dan pengamatan; (5) Siswa menulis pengamatan masing-
masing dengan menggunakan buku catatan Ilmu Pengetahuan Alam. Jika
perlu guru menyediakan suatu format tertentu untuk mencatat pengamatan
siswa; (6) Selama kerja kelompok, guru berkeliling untuk melihat
bagaiman hasil kerja para siswa. Guru berdiskusi dengan beberapa
kelompok. Jika perlu guru memberikan bantuan kepada siswa atau
kelompok tersebut; (7) Guru perlu mengetahui kapan kegiatan percobaan
berakhir dan menjaga agar semua siswa memperhatikan kegiatan belajar
dan mengajar yang sedang berlangsung; dan (8) Guru harus memutuskan
kapan mengumpulkan peralatan dan harus selalu menjaga agar peralatan
bersih dan kering kembali (Depdikbud, 2000: xiv).
Dengan demikian dalam proses belajar dan mengajar Ilmu
Pengetahuan Alam di Sekolah Dasar sebaiknya banyak mengaktifkan anak
didik dengan kegiatan atau percobaan-percobaan untuk mengembangkan
ketrampilan proses dan mengembangkan sikap serta kreatifitas siswa
sehingga memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengalami
perubahan-perubahan melalui proses mentalnya. Siswa juga dapat
mengembangkan daya imajinasinya sehingga siswa mampu menuangkan
hasil kreatifitasnya. Hal yang perlu dilakukan siswa yaitu: (a) masing-
masing siswa harus mempunyai buku catatan Ilmu Pengetahuan Alam
untuk menulis atau catatan dan konsep-konsep yang diperoleh selama
proses belajar dan mengajar khusunya dalam praktek media KIT Ilmu
Pengetahuan Alam, (b) guru perlu mengembangkan teks dan format untuk
pengamatan atau kesimpulan di papan tulis agar siswa belajar melakukan
percobaan dengan cara yang benar dan terstruktur, dan (c) di akhir proses
belajar dan mengajar, siswa menyalin catatan dari papan tulis ke dalam
buku catatan sendiri, termasuk pengamatan individual mereka sendiri dan
kesimpulan-kesimpulan yang dibuat bersama-sama guru (Depdikbud 2000:
xv).
Ciri-ciri keberhasilan siswa dalam penggunaan KIT IPA adalah siswa
menyadari arah yang dituju dalam proses belajar mengajar, siswa merasa
mendapat tanggung jawab pada beban yang diberikan, siswa merasa tidak
bosan, mengantuk, dan berkonsentrasi terhadap materi yang diberikan
guru, motivasi siswa banyak tumbuh dari dalam diri siswa, dan kreatifitas
siswa berkembang dengan baik.
Kit IPA untuk guru berisi peralatan-peralatan yang didalamnya telah
dibuat dengan baik begitupun penggunaannya untuk materi disetiap kelas.
Terutama dikelas tinggi. Guru tinggal merakit setiap komponen peralatan
sesuai materi yang akan diajarkan.
Berikut merupakan contoh gambar KIT IPA untuk guru.
Didalam KIT tersebut terdapat 4 bagian peralatan yaitu, papan yang
berguna sebagai tempat perakitan, papan paparan A latar belakang air,
alas sisip atas dan alas sisip bawah. Alas sisip atas terdiri dari komponen
sebagai berikut :
(sumber data : Buku petunjuk KIT Guru SEQIP SD)
Gambar 1. Alas sisip atas KIT Guru
Dan alas sisip bawah terdiri dari komponen-komponen berikut ini :
(sumber data : Buku petunjuk KIT Guru SEQIP SD)
Gambar 2. alas sisip bawah KIT Guru
2.1.5. IPA dalam KTSP
KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) merupakan pedoman
yang digunakan guru dalam melaksanakan pembelajaran. Dalam
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pokok pembelajaran IPA
memiliki materi yang memuat kajian dimensi objek, tingkat organisasi
objek dan tema atau persoalan aspek fisis, kimia dan biologi. Pada aspek
biologi, IPA mengkaji berbagai persoalan yang berkait dengan berbagai
fenomena pada makhluk hidup berbagai tingkat organisasi kehidupan dan
interaksinya dengan faktor lingkungan. Untuk aspek fisis, IPA
memfokuskan diri pada benda tak hidup. Untuk aspek kimia, IPA
mengkaji berbagai fenomena atau gejala kimia baik pada makhluk hidup
maupun benda tak hidup yang ada di alam semesta. Meminjam bahasanya
Bentley dan Watts bahwa Pengajaran IPA dikembangkan berdasarkan
persoalan atau tema IPA untuk dapat dikaji dari aspek kemampuan peserta
didik yang mencakup aspek mengkomunikasikan konsep secara ilmiah,
aspek pengembangan konsep dasar IPA, dan pengembangan kesadaran
IPA dalam konteks ekonomi dan social . Konsep pembelajaran IPA
tersebut berarti mengandung seluruh aspek yang berhubungan dengan
pengetahuan untuk dapat menanggapi isu lokal, nasional, kawasan, dunia,
sosial, ekonomi, lingkungan dan etika, serta menilai secara kritis
perkembangan dalam bidang IPA dan teknologi serta dampaknya.
2.1.6. Faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar
Fungsi pendidik adalah sebagai motivator, inspirator dan fasilitator.
Fungsi tersebut harus dapat dilakonkan dengan baik. Untuk itu, maka
pendidik perlu memahami faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses
dan hasil belajar subjek didik. Faktor-faktor itu lazim dikelompokkan atas
dua bahagian, masing-masing faktor fisiologis dan faktor psikologis
(Depdikbud, 1985 :11).
1). Faktor Fisiologis;
Faktor-faktor fisiologis ini mencakup faktor material
pembelajaran, faktor lingkungan, faktor instrumental dan faktor
kondisi individual subjek didik. Material pembelajaran turut
menentukan bagaimana proses dan hasil belajar yang akan dicapai
subjek didik. Karena itu, penting bagi pendidik untuk
mempertimbangkan kesesuaian material pembelajaran dengan tingkat
kemampuan subjek didik ; juga melakukan gradasi material
pembelajaran dari tingkat yang paling sederhana ke tingkat lebih
kompeks.
2). Faktor Psikologis;
Faktor-faktor psikologis yang berpengaruh terhadap proses dan
hasil belajar jumlahnya banyak sekali, dan masing-masingnya tidak
dapat dibahas secara terpisah. Perilaku individu, termasuk perilaku
belajar, merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas yang lahir
sebagai hasil akhir saling pengaruh antara berbagai gejala, seperti
perhatian, pengamatan, ingatan, pikiran dan motif.
2.1). Perhatian
Tentulah dapat diterima bahwa subjek didik yang memberikan
perhatian intensif dalam belajar akan memetik hasil yang lebih baik.
Perhatian intensif ditandai oleh besarnya kesadaran yang menyertai
aktivitas belajar. Perhatian intensif subjek didik ini dapat dieksloatasi
sedemikian rupa melalui strategi pembelajaran tertentu, seperti
menyediakan material pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan
subjek didik, menyajikan material pembelajaran dengan teknik-teknik
yang bervariasi dan kreatif, seperti bermain peran (role playing), debat
dan sebagainya.Strategi pemebelajaran seperti ini juga dapat
memancing perhatian yang spontan dari subjek didik. Perhatian yang
spontan dimaksudkan adalah perhatian yang tidak disengaja, alamiah,
yang muncul dari dorongan-dorongan instingtif untuk mengetahui
sesuatu, seperti kecendrungan untuk mengetahui apa yang terjadi di
sebalik keributan di samping rumah, dan lain-lain. Beberapa hasil
penelitian psikologi menunjukkan bahwa perhatian spontan cendrung
menghasilkan ingatan yang lebih lama dan intensif dari pada perhatian
yang disengaja.
2.2). Pengamatan
Pengamatan adalah cara pengenalan dunia oleh subjek didik
melalui penglihatan, pendengaran, perabaan, pembauan dan
pengecapan. Pengamatan merupakan gerbang masuknya pengaruh dari
luar ke dalam individu subjek didik, dan karena itu pengamatan
penting artinya bagi pembelajaran.Jika demikian, para pendidik perlu
mempertimbangkan penampilan alat-alat peraga di dalam penyajian
material pembelajaran yang dapat merangsang optimalisasi daya
penglihatan dan pendengaran subjek didik. Alat peraga yang dapat
digunakan, umpamanya ; bagan, chart, rekaman, slide dan sebagainya.
2.3). Ingatan
Secara teoritis, ada 3 aspek yang berkaitan dengan berfungsinya
ingatan, yakni (1) menerima kesan, (2) menyimpan kesan, dan (3)
memproduksi kesan. Mungkin karena fungsi-fungsi inilah, istilah
“ingatan” selalu didefinisikan sebagai kecakapan untuk menerima,
menyimpan dan mereproduksi kesan. Hal lain dari ingatan adalah
kemampuan menyimpan kesan atau mengingat. Kemampuan ini tidak
sama kualitasnya pada setiap subjek didik. Namun demikian, ada hal
yang umum terjadi pada siapapun juga : bahwa segera setelah
seseorang selesai melakukan tindakan belajar, proses melupakan akan
terjadi. Hal-hal yang dilupakan pada awalnya berakumulasi dengan
cepat, lalu kemudian berlangsung semakin lamban, dan akhirnya
sebagian hal akan tersisa dan tersimpan dalam ingatan untuk waktu
yang relatif lama. Pendidik dapat mempertajam kemampuan subjek
didik dalam hal ini melalui pemberian tugas-tugas mengikhtisarkan
material pembelajaran yang telah diberikan.
2.4). Berfikir
Definisi yang paling umum dari berfikir adalah berkembangnya
ide dan konsep (Bochenski, dalam Suriasumantri (ed), 1983:52) di
dalam diri seseorang. Perkembangan ide dan konsep ini berlangsung
melalui proses penjalinan hubungan antara bagian-bagian informasi
yang tersimpan di dalam didik seseorang yang berupa pengertian-
perngertian. Dari gambaran ini dapat dilihat bahwa berfikir pada
dasarnya adalah proses psikologis dengan tahapan-tahapan berikut : (1)
pembentukan pengertian, (2) penjalinan pengertian-pengertian, dan (3)
penarikan kesimpulan.
Kemampuan berfikir pada manusia alamiah sifatnya. Manusia
yang lahir dalam keadaan normal akan dengan sendirinya memiliki
kemampuan ini dengan tingkat yang reletif berbeda. Jika demikian,
yang perlu diupayakan dalam proses pembelajaran adalah
mengembangkan kemampuan ini, dan bukannya melemahkannya. Para
pendidik yang memiliki kecendrungan untuk memberikan penjelasan
yang “selengkapnya” tentang satu material pembelajaran akan
cendrung melemahkan kemampuan subjek didik untuk berfikir.
Sebaliknya, para pendidik yang lebih memusatkan pembelajarannya
pada pemberian pengertian-pengertian atau konsep-konsep kunci yang
fungsional akan mendorong subjek didiknya mengembangkan
kemampuan berfikir mereka. Pembelajaran seperti ni akan
menghadirkan tentangan psikologi bagi subjek didik untuk
merumuskan kesimpulan-kesimpulannya secara mandiri.
2.5). Motif
Motif adalah keadaan dalam diri subjek didik yang
mendorongnya untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu. Motif
boleh jadi timbul dari rangsangan luar, seperti pemberian hadiah bila
seseorang dapat menyelesaikan satu tugas dengan baik. Motif semacam
ini sering disebut motif ekstrensik. Tetapi tidak jarang pula motif
tumbuh di dalam diri subjek didik sendiri yang disebut motif intrinsik.
Misalnya, seorang subjek didik gemar membaca karena dia memang
ingin mengetahui lebih dalam tentang sesuatu.
Dalam konteks belajar, motif intrinsik tentu selalu lebih baik, dan
biasanya berjangka panjang. Tetapi dalam keadaan motif intrinsik tidak
cukup potensial pada subjek didik, pendidik perlu menyiasati hadirnya
motif-motif ekstrinsik. Motif ini, umpamanya, bisa dihadirkan melalui
penciptaan suasana kompetitif di antara individu maupun kelompok
subjek didik. Suasana ini akan mendorong subjek didik untuk berjuang
atau berlomba melebihi yang lain.Namun demikian, pendidik harus
memonitor suasana ini secara ketat agar tidak mengarah kepada hal-hal
yang negatif.
Motif ekstrinsik bisa juga dihadirkan melalui siasat “self
competition”, yakni menghadirkan grafik prestasi individual subjek
didik. Melalui grafik ini, setiap subjek didik dapat melihat kemajuan-
kemajuannya sendiri. Dan sekaligus membandingkannya dengan
kemajuan yang dicapai teman-temannya.Dengan melihat grafik ini,
subjek didik akan terdorong untuk meningkatkan prestasinya supaya
tidak berada di bawah prestasi orang lain.
2.2 Kerangka Berfikir
Berdasarkan uraian di atas maka secara teori terdapat hubungan langsung
sebab akibat antara variable dependen dengan variable Independent. Semakain baik
penggunaan alat peraga Kit IPA dan semakin baik keterampilan guru dalam
menggunakan alat peraga Kit IPA itu menarik maka diperkirakan akan semakin baik
kualitas proses pembelajaran siswa dalam belajar IPA. Hubungan variable tersebut
dapat digambarkan pada bagan berikut :
Kualitas Proses
pembelajaran IPA
kurang
Perhatian Alat peraga KIT
IPA dan
keterampilan
penggunaan alat
Kualitas Proses
pembelajaran IPA
membaikPengamatan
Ingatan
peraga KIT IPA
menarik
Berfikir
motif
2.3 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan uraian teori dan kerangka berfikir diatas. Maka hipotesis
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
Kualitas proses pembelajaran siswa membaik selama penyajian guru
menggunakan alat peraga KIT IPA dan keterampilan guru dalam menggunakan alat
peraga KIT IPA itu menarik.