BAB II - Dr. Uhar Suharsaputra | BUKU ILMU … · Web viewCara mana saja yang dipergunakan tidaklah...

61
BAB II PENGUKURAN DAN INSTRUMEN Ilmu Pendidikan berkomunikasi dengan realitas melalui konsep-konsep, sehingga apabila konsep, baik tunggal maupun yang berhubungan, mau diteliti maka diperlukan operasionalisasi agar konsep/variabel yang menjadi fokus perhatian dapat diamati dan diobservasi, sesuatu yang dapat diobservasi, baik secara langsung ataupun tidak langsung, juga bermakna dapat diukur (Measurable), oleh karena itu pengukuran menjadi penting dalam kaitannya dengan penelitian khususnya penelitian kuantitatif. Pengukuran tidak bisa dilakukan secara sembarangan, sebab memerlukan keterkaitan/keselarasan antara konsep dengan pelaksanaan penelitian serta kehati-hatian terhadap kesalahan pengukuran (Measurement error) yang dapat menjadi ancaman bagi keabsahan suatu penelitian. Dalam suatu penelitian sosial, menurut Sofian Effendi, proses pengukuran adalah rangkaian dari empat aktivitas, yakni : 1. menentukan dimensi konsep penelitian 2. rumusan ukuran untuk masing-masing dimensi (pertanyaan- pertanyaan yang relevan dengan dimensi) stkip Kuningan / Lembaga Penelitian / Uhar / Penelitian Kuantitatif / 2002 27

Transcript of BAB II - Dr. Uhar Suharsaputra | BUKU ILMU … · Web viewCara mana saja yang dipergunakan tidaklah...

BAB II

PENGUKURAN DAN INSTRUMEN

Ilmu Pendidikan berkomunikasi dengan realitas melalui konsep-

konsep, sehingga apabila konsep, baik tunggal maupun yang berhubungan,

mau diteliti maka diperlukan operasionalisasi agar konsep/variabel yang

menjadi fokus perhatian dapat diamati dan diobservasi, sesuatu yang dapat

diobservasi, baik secara langsung ataupun tidak langsung, juga bermakna

dapat diukur (Measurable), oleh karena itu pengukuran menjadi penting

dalam kaitannya dengan penelitian khususnya penelitian kuantitatif.

Pengukuran tidak bisa dilakukan secara sembarangan, sebab

memerlukan keterkaitan/keselarasan antara konsep dengan pelaksanaan

penelitian serta kehati-hatian terhadap kesalahan pengukuran (Measurement

error) yang dapat menjadi ancaman bagi keabsahan suatu penelitian. Dalam

suatu penelitian sosial, menurut Sofian Effendi, proses pengukuran adalah

rangkaian dari empat aktivitas, yakni :

1. menentukan dimensi konsep penelitian

2. rumusan ukuran untuk masing-masing dimensi (pertanyaan-

pertanyaan yang relevan dengan dimensi)

3. tentukan tingkat ukuran yang akan digunakan (Nominal, Ordinal,

Interval, Rasio)

4. tentukan tingkat kesahihan dan keajegan dari alat pengukur

secara sederhana dapat juga dikatakan bahwa untuk melakukan pengukuran,

maka peneliti perlu menentukan konsep/variabel yang akan diteliti,

menentukan indikator-indikator dari variabel tersebut, menentukan item-item

untuk pengukuran sesuai dengan indikator masing-masing, dan kemudian

melakukan pengujian atas kesahihan (validitas) dan keajegan (reliabilitas)

alat ukur tersebut (Instrumen Penelitian).

stkip Kuningan / Lembaga Penelitian / Uhar / Penelitian Kuantitatif / 2002 27

Meskipun seorang peneliti berusaha secermat mungkin, namun

terjadinya kesalahan dalam pengukuran masih mungkin, sehingga diperlukan

pemahaman tentang kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi dalam

pengukuran. Terdapat dua tipe kesalahan dalam pengukuran yaitu Random

error yakni ketidak ajegan (unreliability) pengukuran dimana pengulangan

pengukuran menghasilkan hasil yang berbeda, hal ini terjadi apabila

pengacakan sampel kurang representatif atau karena ukuran sampel yang

terlalu kecil dan Non-random error yakni ketidak validan (invalidity) atau bias

dalam pengukuran dimana instrumen pengukuran tidak mengukur apa yang

seharusnya diukur. Penelitian yang baik adalah penelitian yang

menggunakan pengukuran dengan menghilangkan atau paling tidak

mengurangi kedua tipe kesalahan tersebut.

Dalam analisa data yang menggunakan statistik pengukuran adalah

hal yang sangat penting karena merupakan sumber angka-angka yang

dipakai dalam analisa statistik, disamping sebagai pedoman dalam

penentuan teknik analisis statistik yang dapat dipergunakan. Secara umum

pengukuran diartikan sebagai proses membedakan sesuatu (The process by

which things are differentiated), sedang secara operasional, Pengukuran

adalah penerapan aturan bilangan pada obyek atau fenomena tertentu,

dalam suatu penelitian Kuantitatif pengukuran dikenakan pada variabel yang

kita teliti. Dengan kata lain pengukuran bermakna menandai nilai-nilai suatu

variabel dengan tanda bilangan tertentu secara sistematis.

Memang diakui bahwa apabila hasil suatu pengukuran dapat

dikuantifikasikan serta dinyatakan dalam bentuk angka, ambiguitas bahasa

akan sangat berkurang (seperti “saya tinggi” dengan “Saya 1,62 cm tinggi),

namun demikian dalam proses pengukuran tidak selamanya harus

menggunakan penandaan dalam bentuk angka (Kuantifikasi), yang penting

tergambar suatu perbedaan posisi yang satu dengan yang lain dalam suatu

kontinum nilai. ketentuan penerapan nilai suatu variabel dengan tanda

bilangan atau lambang disebut skala (Levels of Measurement). Dalam

stkip Kuningan / Lembaga Penelitian / Uhar / Penelitian Kuantitatif / 2002 28

hubungan ini terdapat beberapa skala pengukuran (Terkadang disebut jenis

data atau tipe variabel berdasarkan tingkat pengukuran) yang perlu dipahami

oleh seorang peneliti

Skala Nominal. Adalah skala yang hanya mendasarkan pada

pengelompokan atau pengkategorian peristiwa atau fakta dan apabila

menggunakan notasi angka hal itu sama sekali tidak menunjukan perbedaan

kuantitatif melainkan hanya menunjukan perbedaan kualitatif. Banyak

variabel dalam penelitian sosial menggunakan skala nominal seperti Agama,

Jenis kelamin, Tempat lahir, asal sekolah dsb. Adapun ciri dari skala nominal

adalah : (1) kategori data bersifat mutually exclusive (saling memisah), (2)

Kategori data tidak mempunyai aturan yang logis (bisa sembarang).

Skala Ordinal. Adalah pengukuran dimana skala yang dipergunakan

disusun secara terurut dari yang rendah sampai yang tinggi menurut suatu

ciri tertentu, namun antara urutan (ranking) yang satu dengan yang lainnya

tidak mempunyai jarak yang sama, skala ordinal banyak dipergunakan dalam

penelitian sosial dan pendidikan terutama berkaitan dengan pengukuran

kepentingan, persepsi, motivasi serta sikap, apabila mengukur sikap

responden terhadap suatu Kebijakan pendidikan , responden dapat diurutkan

dari mulai Sangat setuju (1), Setuju (2), Tidak berpendapat (3), Kurang Setuju

(4), dan Tidak setuju (5), maka angka-angka tersebut hanya sekedar

menunjukan urutan responden, bukan nilai untuk variabel tersebut. Adapun

ciri dari skala ordinal adalah : (1) kategori data bersifat saling memisah, (2)

kkategori data mempunyai aturan yang logis, (3) kategori data ditentukan

skalanya berdasarkan jumlah karakteristik khusus yang dimilikinya.

Skala Interval. Adalah skala pengukuran dimana jarak satu tingkat

dengan tingkat lainnya sama, oleh karena itu skala interval dapat juga disebut

skala unit yang sama (equal unit scale), contoh yang sangat dikenal adalah

temperatur. Adapun ciri-ciri skala interval adalah : (1) kategori data bersifat

saling memisah, (2) kategori data mempunyai aturan yang logis, (3) kategori

data ditentukan skalanya berdasarkan jumlah karakteristik khusus yang

stkip Kuningan / Lembaga Penelitian / Uhar / Penelitian Kuantitatif / 2002 29

dimilikinya, (4) perbedaan karakteristik yang sama tergambar dalam

perbedaan yang sama dalam jumlah yang dikenakan pada kategori, (5)

angka nol hanya menggambarkan suatu titik dalam skala (tidak punya nilai

Nol absolut).

Skala Rasio. Skala interval yang benar-benar memiliki nilai nol mutlak

disebut skala rasio, dengan demikian skala rasio menunjukan jenis

pengukuran yang sangat jelas dan akurat (precise). Jika kita memiliki skala

rasio, kita dapat menyatakan tidak hanya jarak yang sama antara satu nilai

dengan nilai lainnya dalam skala, tapi juga tentang jumlah proporsional

karakteristik yang dimiliki dua obyek atau lebih, dan contoh untuk skala ini

adalah uang. Adapun ciri-ciri dari skala rasio adalah : (1) kategori data

bersifat saling memisah, (2) kategori data mempunyai aturan yang logis, (3)

kategori data ditentukan skalanya berdasarkan jumlah karakteristik khusus

yang dimilikinya, (4) perbedaan karakteristik yang sama tergambar dalam

perbedaan yang sama dalam jumlah yang dikenakan pada kategori, (5)

angka nol menggambarkan suatu titik dalam skala yang menunjukan

ketiadaan karakteristik (punya nilai Nol absolut).

Bagi seorang peneliti pemahaman secara tepat tentang skala

pengukuran sangat penting karena dua alasan : Pertama, tiap skala

pengukuran memberikan jumlah informamsi yang berbeda, skala rasio

memberi informasi lebih banyak dibanding interval, interval lebih banyak

dibanding ordinal, dan ordinal memberi informasi lebih banyak dibanding

skala pengukuran nominal, oleh karena itu, jika memungkinkan peneliti

sebaiknya menggunakan skala pengukuran yang dapat memberikan

informasi paling maksimum yang diperlukan untuk menjawab permasalahan

penelitian. Kedua, beberapa jenis prosedur analisa statistik tidak tepat untuk

dipergunakan pada skala pengukuran yang berbeda, untuk itu kejelasan

penentuan skala pengukuran akan menentukan jenis analisis statistik yang

bagaimana yang akan dipergunakan.

stkip Kuningan / Lembaga Penelitian / Uhar / Penelitian Kuantitatif / 2002 30

Gambar 2.1. Empat jenis Skala Pengukuran

SKALA CONTOH

Nominal

Jenis Kelamin(Karakteristik : hanya data

Kelompok dan Label, melaporkan frekuensi atau

prosentase)

Ordinal

Ke-4 Ke-3 Ke-2 Ke-1

Peringkat dalam suatu Lomba

(Karakteristik : data urutan, menggunakan angka hanya untuk menunjukan peringkat)

Interval 10 20 30

Temperatur(Karakteristik : Meng-

anganggap bahwa perbedaan antar skor benar-benar me-nunjukan perbedaan yang sama dalam variabel yang

diukur)

Rasio 0 Rp. 10 Rp.20 Rp.30 Rp.40

Uang(Karakteristik : mencakup

seluruh karakteristik di atas ditambah nilai nol

mutlak/yang sebenarnya)

2.1. Penentuan Indikator/Konsep Empiris

Konsep merupakan konstruksi teoritis yang dimaksudkan untuk

mengorganisasikan realitas dan bukan sesuatu yang punya gambaran visual,

konsep mempunyai gradasi yang berbeda-beda dalam hal kesulitan dan

kemudahannya untuk diukur tergantung pada tingkatan abstraksi, konsep

Tinggi, berat merupakan contoh yang mudah diukur, namun bagaimana

halnya mengukur konsep yang punya tingkat abstraksi tinggi seperti :

Motivasi, Minat , IQ, EQ, dan konsep lain yang sejenis, sudah barang tentu

untuk konsep-konsep seperti itu pengukurannya tidak sederhana karena

stkip Kuningan / Lembaga Penelitian / Uhar / Penelitian Kuantitatif / 2002 31

memerlukan upaya mengempiriskan konsep-konsep tersebut agar dapat

dilakukan pengukuran.

Dengan demikian agar suatu konsep dapat diukur maka diperlukan

pengetahuan tentang unsur-unsur yang dapat dijadikan petunjuk (indikator)

terhadap suatu konsep, oleh karena itu konsep dan indikator merupakan dua

hal yang penting dalam suatu penelitian, keduanya harus menunjukan

validasi konsep yaitu penyimpulan yang valid atas suatu konsep (yang tidak

dapat diobservasi) atas dasar indikator (yang dapat diobservasi).

Seorang peneliti tidak meneliti konsep secara langsung melainkan

secara tidak langsung melalui pengumpulan data sesuai dengan indikator-

indikator yang telah ditentukan, untuk itu indikator harus benar-benar dapat

menggambarkan konsepnya, dalam hubungan ini langkah penting dalam

penentuan indikator adalah dengan pengkajian definisi dan teori yang

berkaitan dengan konsep tersebut . Penentuan indikator dapat dilakukan

melalui : 1). penelusuran akibat-akibat dari suatu konsep, hasilnya disebut

Reflective Indicator/Reflector/Effect indicator ; dan 2). Penelusuran sebab-

sebab dari suatu konsep, hasilnya disebut Formative indicator/Cause

indicator. Cara mana saja yang dipergunakan tidaklah menjadi soal yang

penting indikator-indikator yang dipilih/ditentukan harus merupakan

representasi dari konsep-konsep yang menjadi fokus penelitian.

Karena konsep/variabel tidak dapat diukur langsung, maka langkah

penentuan satuan-satuan yang bisa diobservasi menjadi sangat penting

dalam suatu penelitian, dalam hubungan ini terdapat dua cara dalam proses

tersebut yaitu :

1. melalui penjabaran konsep dari mulai Konsep Teori, Konsep

Empiris, Konsep Analitis, dan Konsep Operasional.

2. melalui penelusuran dari Konsep, Dimensi, Indikator, dan item

pertanyaan/pernyataan.

Kedua cara tersebut pada prinsipnya akan menghasilkan output yang sama,

untuk lebih jelasnya berikut ini akan dikemukakan suatu contoh :

stkip Kuningan / Lembaga Penelitian / Uhar / Penelitian Kuantitatif / 2002 32

Penjabaran Konsep

Teoritis Empiris Analitis Operasional (bisa hanya contoh dan yang lain terpisah)

Pendidikan

Ijazah TerakhirJawaban respondenTentang ijazah terakhir yang dimiliki

Apakah ijazah terakhir yang Saudara miliki……….

Sertifikat KursusJawaban respondenTentang sertifikat kursus yang dimiliki

Apakah sdr pernah mengikuti Kursus ……Bila Ya sertifikat kursus apa yang sdr miliki ………

Penelusuran Konsep sampai Item

Konsep Dimensi Indikator Item (bisa hanya no Item dengan item-item lengkap terpisah)

Pendidikan

Pendidikan Formal/Sekolah

Ijazah terakhir yang dimiliki

Apakah ijazah terakhir yang Saudara miliki……….

Pendidikan non formal/Luar sekolah

Sertifikat kursus yang dimiliki

Apakah sdr pernah mengikuti Kursus ……Bila Ya sertifikat kursus apa yang sdr miliki ………

kedua cara tersebut akhirnya menghasilkan satuan yang sama dalam hal

obyek yang dapat diukur untuk suatu penelitian, kalau melalui cara

penjabaran konsep diistilahkan dengan konsep empiris, sedangkan kalau

dengan cara Penelusuran konsep disebut indikator. Semua ini jelas sangat

diperlukan agar suatu penelitian dapat memperoleh suatu data untuk

dianalisa sampai diperoleh suatu kesimpulan yang berlaku atau dapat

diterapkan pada konsep-konsep yang menjadi fokus penelitian.

2.2. Pengukuran sikapDi dalam penelitian Sosial dan Pendidikan dengan pendekatan

Kuantitatif, disamping pengukuran dengan menggunakan bentuk Test,

seorang peneliti akan banyak menghadapi penggunaan pengukuran

berbentuk Skala, baik dengan metode Thurstone, Bogardus ataupun Likert

yang umumnya dikenal dengan Skala Sikap, hal ini tidak lain karena dalam

bidang pendidikan banyak sekali Personological variable yang sulit, bahkan

tidak dapat diobservasi secara langsung melainkan melalui penyimpulan dari

indikasi tidak langsung (seperti Konsep diri, bakat, motivasi belajar).

stkip Kuningan / Lembaga Penelitian / Uhar / Penelitian Kuantitatif / 2002 33

A. Pengertian SikapSikap (attitude) merupakan kecenderungan seseorang untuk bertindak

terhadap obyek tertentu, para akhli telah memberikan definisi yang bervariasi

terhadap konsep sikap, Thurstone sebagai pelopor dalam pengukuran sikap

mendefinisikan sikap sebagai berikut :

o attitude… “the sum total of man’s inclinations and feelings,

prejudice and bias, preconceived notion, ideas, fears, threats, and

conviction about any specified topic” (definisi tahun 1928)

o attitude is the affect for or against a psychological object (definisi

tahun 1931)

o attitude…”the intensity of positive or negative affect for or against a

psychological object” (definisi tahun 1946)

definisi-definisi tersebut oleh Daniel J. Mueller dirumuskan kembali sebagai

berikut :

o Attitude is :

1. affect for or against

2. evaluation of

3. like or dislike

4. positiveness or negativeness toward a psychological object.

pengertian di atas menunjukan bahwa suatu sikap merupakan suatu

perasaan,penilaian, kesukaan atau ketidak sukaan, kepositipan atau

kenegatipan terhadap suatu obyek psikologis tertentu. Sementara itu

Bogardus mendefinisikan Sikap sebagai a tendency to act toward or

against some environmental factor.

B. Karakteristik SikapDalam bukunya Principles of Educational and Psychological

Measurement and Evaluation, sebagaimana dikutip oleh Saifuddin Azwar

G. Sax menyatakan bahwa terdapat beberapa karakteristik dari sikap yaitu :

stkip Kuningan / Lembaga Penelitian / Uhar / Penelitian Kuantitatif / 2002 34

o Arah. Artinya sikap terpilah pada dua arah (kesetujuan atau

ketidaksetujuan; mendukung atau tidak mendukung; memihak atau

tidak memihak)

o Intensitas. Artinya kedalaman atau kekuatan sikap , kesamaan

arah bisa menunjukan intensitas yang berbeda.

o Keluasan. Artinya kesetujuan atau ketidaksejuan dapan mencakup

aspek keseluruhan atau hanya aspek bagian yang sangat spesifik

dari suatu obyek sikap

o Konsistensi. Yaitu kesesuaian antara pernyataan sikap yang

dikemukakan dengan responsnya terhadap obyek sikap dimaksud.

C. Dimensi Sikapo Dimensi Kognitif (Keyakinan). Ekspresi keyakinan terhadap suatu

obyek sikap tertentu

o Dimensi Afektif (perasaan). Ekspresi perasaan secara langsung

terhadap obyek sikap tertentu

o Dimensi Konatif (kecenderungan prilaku). Pernyataan maksud atau

preferensi prilaku berkaitan dengan obyek tertentu, baik prilaku

personal maupun preferensi prilaku untuk kegiatan sosial.

Contoh Item pernyataan :

Keyakinan : Biaya pendidikan di SD A tidak memberatkan

Perasaan : Saya menyukai Lingkungan di SD A

Konatif : Individu – Saya akan menyekolahkan anak saya ke SD

A jika sudah waktunga

sosial -- Pemerintah harus memberikan beasiswa

bagi Siswa yang kurang mampu

D. Kriteria Penyusunan Pernyataan Skala SikapMenurut Prof. Mar’at dalam bukunya Sikap Manusia, Perubahan dan

Pengukurannya, kriteria informal untuk mengedit pernyataan yang

digunakan untuk mengkonstruksikan skala sikap adalah :

stkip Kuningan / Lembaga Penelitian / Uhar / Penelitian Kuantitatif / 2002 35

1. menolak pernyataan yang dihubungkan dengan masa lalu daripada

saat sekarang

2. menolak pernyataan yang faktual atau yang baik untuk

diinterpretasikan sebagai faktual

3. menolak pernyataan yang dapat diinterpretasikan lebih dari satu

4. menolak pernyataan yang tidak relevan kepada obyek psikologi

5. menolak pernyataan yang dapat diterima oleh hampir semua orang

atau bahkan tidak satupun yang menerima

6. memilih pernyataan yang dianggap memiliki pilihan dari skala efek

mengenai minat

7. menjaga bahasa yang sederhana dari pernyataan untuk jelas dan

langsung (tidak berbelit-belit)

8. pernyataan haruslah pendek kurang lebih dua puluh kata

9. pernyataan haruslah memiliki suatu pemikiran

10.menolak pernyataan yang mengandung kata-kata : semua; selalu;

tidak satupun; tidak pernah; yang sering menimbulkan

ketidakjelasan

11.kata-kata : hanya, benar/tepat, hampir, dan kata-kata lain yang

hampir sama artinya harus digunakan dengan hati-hati dalam

menulis pernyataan

12.bila mungkin pernyataan harus dalam bentuk kalimat yang

sederhana sehingga tidak merupakan bentuk yang kompleks dan

berlebihan

13.menolak penggunaan kata-kata yang tidak mempunyai arti

14.menolak penggunaan negatif rangkap.

E. Contoh Skala SikapUntuk lebih memperoleh gambaran tentang bagaimana pakar

membuat Skala Sikap, berikut ini akan dikemukakan dua cara masing-masing

mengacu pada Skala Thurstone dan Likert

stkip Kuningan / Lembaga Penelitian / Uhar / Penelitian Kuantitatif / 2002 36

1. Method of equal appearing Interval (Thurstone)Metode ini dikemukakan oleh Edward pengarang Buku Technique of

attitude scale construction. Menurut Mar’at cara ini biasanya digunakan bila

pernyataan yang akan diskala adalah cukup banyak, sehingga sukar untuk

dilakukan penilaian secara perbandingan, sementara itu Saifuddin Azwar

menyatakan bahwa cara penskalaan ini mengacu pada model skala

Thurstone yang mengacu pada pendekatan penskalaan Stimulus serta

penilaiannnya dilakukan oleh kelompok penilai tertentu yang diberi tugas

membaca dengan seksama setiap pernyataan untuk kemudian memberikan

penilaian atau perkiraan tingkat favorable atau tidaknya suatu pernyataan

dalam suatu Psychological Continuum.

Psychological Continuum tersebut disusun dalam bentuk abjad

dengan asumsi bahwa jarak/interval antara hurup dengan huruf setara mulai

dari yang tidak Favorable sampai yang Favorable dimulai dari abjad A

sampai K, dimana abjad F merupakan bagian yang netral, dalam prakteknya

yang tidak Favorable bernilai 1 dan yang Favorable bernilai 11, akan tetapi

pilihan terhadap suatu nilai tertentu tidak lantas dijadikan nilai skala suatu

item tertentu melainkan sebagai bahan untuk diolah kembali, adapun

kontinum skala tersebut nampak sebagai berikut

A B C D E F G H I J K

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Tak Favorable Netral Favorable

Apabila pernyataan-pernyataan Skala Sikap telah dinilai/dijawab oleh

kelompok kemudian dihitung frekuensi untuk masing-masing pilihan alternatif

per item pernyataan, sebagai contoh : misalkan skala sikap model tersebut

diberikan pada 100 orang (N = 100) penilai dengan 30 item pernyataan,

kemudian kita ambil satu item nomor 1 untuk ditentukan nilainya, dengan

deskripsi sebagai berikut :

stkip Kuningan / Lembaga Penelitian / Uhar / Penelitian Kuantitatif / 2002 37

Tabel 2.1

No ItemAlternatif Pilihan

A B C D E F G H I J K1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

1F 4 5 6 8 10 12 30 6 8 9 2P 0.04 0.05 0.06 0.08 0.10 0.12 0.30 0.06 0.08 0.09 0.02Pk 0.04 0.09 0.15 0.23 0.33 0.45 0.75 0.81 0.89 0.98 1.00

Keterangan :

F = Frekuensi, jumlah penilai yang memilih tiap-tiap alternatif

P = Proporsi tiap Frekuensi pilihan dengan jumlah penilai/penjawab

F dibagi N (F : N)

Pk = Proporsi Kumulatif yaitu penambahan besarnya proporsi dengan

proporsi sebelumnya, misal 0.09 = 0.04 + 0.05

karena penentuan nilai/skor skala menggunakan ukuran tendendi sentral

Median, maka setiap item perlu dicari mediannya dengan menggunakan

Rumus Median yang diberi lambang S sebagai berikut :

Keterangan :

S = Skala nilai dari pernyataan (Median)

pkb = Proporsi kumulatif di bawah posisi median

pm = proporsi pada posisi Median

i = interval (dalam hal ini sama dengan 1)

apabila diterapkan pada contoh dalam tabel 2.1 akan nampak sebagai

berikut :

S = 6.5+ 0.5 – 0.45 i 0.30

S = 6.67

stkip Kuningan / Lembaga Penelitian / Uhar / Penelitian Kuantitatif / 2002 38

S = bb+ 0.5 – pkb i pm

Nilai 6.67 ini merupakan nilai skala untuk item nomor 1 tersebut, pencarian

nilai ini dilakukan sebanyak item-item yang tertuang dalam Skala sikap yang

akan dipergunakan dalam penelitian. Disamping itu untuk mengetahui variasi

distribusi dapat dilakukan perhitungan rentang antar kuartil (K75 - k25) dengan

rumus :

Bila diterapkan pada item tersebut di atas diperoleh nilai

K25 = 4.7

K75 = 7

Q = 2.3 (Rentang antar Kuartil)

Setelah dilakukan perhitungan nilai S bagi tiap Item pernyataan maka

akan diperoleh nilai/skor skala untuk setuap item yang menggambarkan

posisi sikap responden dalam suatu kontinum psikologis, dan apabila bentuk

pernyataannya Ya dan Tidak, maka jawaban Ya saja yang diberi skor untuk

kemudian dijumlahkan atau dicari Median/Mean untuk tiap responden,

semakin tinggi skor responden semakin menunjukan sikap Favorable

terhadap masalah yang diungkapkan dalam Item pernyataan, sedang

jawaban Tidak tidak dihitung (diberi nilai 0), karena hal itu berarti pernyataan

item tidak mendeskripsikan pengalaman yang dialami oleh yang

stkip Kuningan / Lembaga Penelitian / Uhar / Penelitian Kuantitatif / 2002 39

K25 = bb + 0.25 – pkb i Pk25

K75 = bb + 0.75 – pkb i Pk 75

bersangkutan (responden/kelompok penilai). Adapun nilai Q lebih

dimaksudkan untuk memilih Item-item, dimana sebaiknya dipilih yang punya

nilai Q kecil sebab ini menunjukan tingkat kesepakatan yang tinggi di antara

kelompok penilai.

Untuk bahan kajian dan perbandingan serta contoh bagaimana

konstruksi skala sikap model Thurstone, berikut ini akan dikemukakan skala

sikap yang dibuat oleh Thurstone pada tahun 1931, untuk melihat sikap

masyarakat terhadap etnis China.

Dalam skala ini Thurstone ingin mengungkap/mengukur bagaimana

sikap orang Amerika terhadap Suku China dengan meminta responden

untuk menyatakan kesetujuan atau ketidaksetujuan terhadap pernyataan

yang terdapat angket skala sikap.

Pernyataan-pernyataan yang diungkap diawali dengan hal-hal yang

berkaitan dengan perasaan, seperti perasaan netral/tak peduli, benci, tertarik

dan cinta, dikombinasikan dengan pernyataan-pernyatan yang bersifat

keyakinan seperti inferioritas suku china dibanding suku bangsa responden

(Amerika), dan kecenderungan prilaku yang dimiliki responden terhadap suku

china, seperti untuk hidup di negeri China.

Skala sikap Thurstone ini juga menggambarkan suatu kombinasi

pernyatan positif dan negatif dengan jumlah yang hampir seimbang,

kombinasi semacam ini memang diperlukan dalam penyusunan skala sikap

agar dapat diketahui konsistensi pilihan dari responden, sehingga skala sikap

yang dibuat dapat benar-benar memberikan gambaran sesungguhnya dari

sikap responden terhadap obyek sikap yang menjadi obyek penelitian.

stkip Kuningan / Lembaga Penelitian / Uhar / Penelitian Kuantitatif / 2002 40

stkip Kuningan / Lembaga Penelitian / Uhar / Penelitian Kuantitatif / 2002 41

Contoh Skala Sikap yang dibuat Thurstone tahun 1931

Attitude toward the ChineseTry to indicate either agreement or disagreement for each statemen. If you simply can not decide about statemen, you may mark it with a question mark. This is not an examination, there are no right or wrong answer tothese statements. This is simply a study of people’s attitudes toward the chinese. Please indicate your own conviction by a check mark when you agree and by a cross when you disagree

Put a check mark if you agree with the statement.Put a a cross if you agree with the statement.

------ 1. I have no particular love or hate for the Chinese (6.5)------ 2. I dislike the Chinese more every time I see (10.1)------ 3. The chinese are very preety decent (4.2)------ 4. Some Chinese traits are admirable, but on the whole I don’t like them (7.2) ------ 5. The Chinese are superior to all other races (0.5) ------ 6. The Chinese, as part of the yellow race, are inferior to the white races (8.7)------ 7. I like yhe Chinese (3.5)------ 8. The more I know about the Chinese, the better I like them (2.8) ------ 9. The Chinese are aptly described by the term “yellow devil” (11.0)------ 10. The high-class Chinese are superior to us (1.8)------ 11. The Chinese are different, but not inferior (5.2) ------ 12. I hate the Chinese (11.5)------ 13. Chinese parents are unusually devoted to their Children (4.1)------ 14. Although I respect some of their qualities, I could never consider a Chinese

as a friend (7.7)------ 15. I would rather live in China than any other place in the world (1.2)------ 16. There are no refined or cultured Chinese (9.7)------ 17. The Chinese are no better and no worse than any other people (6.0)------ 18. I think Chinese should be kept out of the United States (8.4)------ 19. I consider it a privilege to associate with Chinese people (2.2)------ 20. The Chinese are inferior in every way (10.6) ------ 21. I don’t see how anyone could ever like the Chinese (9.4)------ 22. Chinese have a very high sense of honor (3.0)------ 23. I have no desire to know any Chinese (8.6)------ 24. Chinese people have a refinement and depth of feeling that you don’t find

anywhere else (1.4)------ 25. There is nothing about the Chinese that I like or admire (9.8)------ 26. I’d like to know more Chinese people (3.9)Note : Scale values appear in parentheses following each item.Sumber : Daniel J. Mueller. 1986. Measuring Social Attitude

2. Method of Summated Rating (Likert)Metode ini merupakan metode penskalaan pernyataan sikap dengan

menggunakan distribusi respon sebagai dasar penentuan skala serta tidak

menggunakan kelompok penilai. Dalam skala Likert, kuantifikasi dilakukan

dengan menghitung respon kesetujuan atau ketidaksetujuan (dalam suatu

kontinum) terhadap obyek sikap tertentu.

Skala model Likert, kategori respon terdiri dari lima, mulai dari Sangat

setuju, Setuju, Tidak pasti/tidak memutuskan, tidak setuju, sangat tidak

setuju, bila pernyataan itu sifatnya posistif diberi skor 5,4,3,2,1, dan bila

pernyataan negatif diberi skor 1,2,3,4,5. Adapun prosedur konstruksi skala

model Likert adalah :

a. Identifikasi obyek-obyek sikap serta jelaskan secara spesifik

b. Kumpulkan item-item opini (30 atau lebih) tentang obyek sikap.

Semua item harus menyatakan sesuatu yang positif atau negatif

c. Uji cobakan item-item tersebut pada sekelompok responden, tiap

responden menunjukan suatu tingkat persetujuan untuk tiap item

d. Beri skor untuk tiap responden, kemudian jumlahkan skor tersebut

untuk tiap responden

e. Korelasikan skor tiap item dengan skor total untuk tiap responden

f. Hilangkan item yang korelasinya tidak signifikan atau yang

korelasinya negatif. Perhatikan keseimbangan antara item positif

dan negatif.

g. Setelah langkah-langkah tersebut dilakukan maka sebagai hasilnya

akan diperoleh sejumlah pernyataan untuk mengukur sikap yang

dapat dipercaya untuk dapat digunakan dalam penelitian, karena

hanya item yang signifikan saja yang dipergunakan dalam

instrumen penelitian.

stkip Kuningan / Lembaga Penelitian / Uhar / Penelitian Kuantitatif / 2002 42

stkip Kuningan / Lembaga Penelitian / Uhar / Penelitian Kuantitatif / 2002 43

Contoh Skala Sikap Model Likert

Attitude About Marijuana

Indicate on the line to the the left of each statement how much you agree or disagree with it. Please mark every item. Use the following response category

A = Strongly agree. B = Agree. C = Uncertain. D = Disagree. E = Strongly disagree

------ 1. No right-thinking person would use marijuana (N)------ 2. Marijuana use leads to heroine use (N)------ 3. Only hippies and weirdos use marijuana (N)------ 4. Marijuana should be legalized (P)------ 5. Marijuana use causes birth defect (N)------ 6. Since there is no hangover, marijuana is a good substitute for alcohol (P)------ 7. Marijuana is a narcotic drug (N)------ 8. Most people who criticize marijuana use don’t know anything about the

drug (P)------ 9. Habitual marijuana users are neurotic (N)------ 10. As a symbol of the youth culture, epitomizing disobedience and disregard

for authority, marijuana usage should be put down (N)------ 11. In our highly impersonal society, marijuana helps one express feelings and

relate to others, and should therefore definitely be used by those who feel the needs (P)

------ 12. Marijuana is a good social stimulator and should be allowed, especially at parties, wheremixing important (P)

------ 13. Mariyuana is not a “hard” drug (P)------ 14. If a son or daughter uses marijuana, Mom and Dad should be willing to try it

before they condemn it (P)------ 15. Since we aren’t sure if it can harm us, we should avoid marijuana (N)------ 16. Marijuana use is illegal and therefore wrong (N)------ 17. Marijuana has psychological theraphy potential (P)------ 18. Marijuana causes dehumanization (N)------ 19. Criminals have a higher rate of marijuana use than does the general public (N) ------ 20. Intelligence test scores of marijuana users are higher on the average than

scores of non-users (P)

Note : P = positively keyed item; N = negatively keyed itemSumber : Daniel J. Mueller. 1986. Measuring Social Attitude

F. Konversi Nilai SkalaSkala sikap yang diberi bobot nilai 0 – 4 atau 1 – 5 sesuai dengan

alternatif respon pada dasarnya merupakan skala yang bernilai Ordinal atau

pemeringkatan ,sebab responden diminta merespon/menjawab sesuai

dengan kecenderungan sikapnya untuk kemudian diberi kode/nilai peringkat

oleh peneliti, namun demikian terdapat para Pakar yang menganggapnya

sebagai Skala Interval sehingga memungkinkan pengolahan datanya dengan

analisis Statistik Parametrik. Terlepas dari kontroversi tersebut, mereka yang

berpendapat bahwa skala sikap bernilai ordinal mengajukan suatu cara untuk

mengkonversi nilai skala tersebut menjadi bernilai Interval dengan

menempatkan masing-masing nilai skala dalam kelompoknya pada suatu

distribusi normal, sehingga jarak nilai menjadi sama. Dengan cara ini

penentuan nilai skala dilakukan dengan memberi bobot dalam satuan deviasi

normal bagi setiap kategori respon pada suatu kontinum psikologis.

Pengkonversian nilai skala dilakukan pada seluruh pernyataan yang

dipergunakan dalam skala, bila yang diteliti 3 variabel dengan banyak item

pernyataan 30 untuk tiap instrumen, maka penghitungan konversi dilakukan

sebanyak 90 kali (90 Item), jadi banyaknya penghitungan konversi ditentukan

oleh banyaknya item pernyataan dalam suatu skala. Sebagai contoh, kita

ambil satu item pernyataan Positif dengan nilai skala mulai dari 0 sampai

dengan 4 (skala 5), dengan jumlah responden 200 orang (contoh 2.1), dan

satu item pernyataan negatif dengan nilai skala 1 sampai dengan 4 (skala 4),

jumlah responden sebanyak 50 0rang (contoh 2.2). Dalam kenyataannya,

terkadang (bahkan sering) nilai skala konversi (akibat pembulatan) sama

dengan nilai skala asal yang ditetapkan berdasarkan judgement, namun

karena nilai konversi telah melalui pengolahan maka jelas akan lebih dapat

dipertanggungjawabkan bila diperlakukan sebagai data dengan skala

pengukuran interval serta dapat dianalisa menggunakan statistik parametrik

(sudah tentu ditambah syarat lainnya).

stkip Kuningan / Lembaga Penelitian / Uhar / Penelitian Kuantitatif / 2002 44

Contoh Pengkonversian nilai skala.

Contoh 2.1. Pernyataan Positif

Alternatif NS Asal F p pk pkt z z+2.170

NS

Konversi

STS 0 6 0.030 0.030 0.015 -2.170 0 0TS 1 29 0.145 0.175 0.103 -1.265 0.905 1R 2 42 0.210 0.385 0.280 -0.583 1.587 2S 3 103 0.515 0.900 0.643 0.366 2.536 3SS 4 20 0.100 1.000 0.950 1.645 3.815 4Jml Responden (N) 200

Contoh 2.2. Pernyataan Negatif

Alternatif NS Asal F p pk pkt z z+2.555

NS

Konversi

SS 1 6 0.120 0.120 0.060 -1.555 1 1S 2 15 0.300 0.420 0.270 -0.613 1.942 2TS 3 20 0.400 0.820 0.620 0.305 2.86 3STS 4 9 0.180 1.000 0.910 1.341 3.896 4

Jml Responden (N) 50

Penjelasan1. Hitung frekuensi setiap alternatif respon untuk seluruh responden. Dalam

contoh 2.1 : yang menjawab STS = 6 orang; TS = 29; R = 42; S = 103;

SS = 20; jumlah total 200 (banyaknya responden). Dalam contoh 2.2.

yang menjawab SS = 6; S = 15; TS = 20; STS = 9; jumlah total 50

(banyaknya responden)

2. hitung proporsi tiap alternatif. Dalam contoh 2.2 untuk alternatif STS

dengan f = 6, proporsinya (p) adalah 6 : 50 = 0.120, perhitungan ini

dilakukan untuk setiap alternatif respon.

3. setelah proporsi untuk setiap alternatif dihitung, kemudian dilanjutkan

dengan penghitungan proporsi kumulatif (pk) dengan cara menjumlahkan

proporsi alternatif dengan proporsi sebelumnya, misalnya untuk pk 0.420

stkip Kuningan / Lembaga Penelitian / Uhar / Penelitian Kuantitatif / 2002 45

diperoleh dengan cara menjumlahkan 0.300 dengan 0.120, demikian juga

untuk alternatif lainnya.

4. kemudian dihitung pk tengahnya (pkt) dengan cara menjumlahkan ½ p

alternatif yang sedang dicari pkt-nya dengan pk alternatif sebelumnya.

Misalnya untuk pkt = 0.620 (contoh 2.2) diperoleh dari ½ x 400 + 420.

5. selanjutnya untuk tiap-tiap pkt dicari nilai z nya dengan menggunakan

Tabel Deviasi Normal (terlampir), contoh nilai z = - 2.170 (contoh 2.1)

untuk pkt = 0.015, diperoleh dengan cara melihat pertemuan antara baris

yang bernilai 0.01 dengan kolom yang bernilai 5.

6. sesudah diperoleh nilai z untuk masing-masing alternatif respon (pkt),

maka untuk memperoleh nilai skala, nilai z yang pertama (alternatif

dengan nilai skala terkecil) angka mutlaknya ditambahkan pada nilai z tiap

alternatif sedangkan untuk nilai skala yang paling kecil langsung

ditetapkan sesuai judgment yang telah ditentukan (nilai 0 untuk contoh

2.1. ; dan 1 untuk contoh 2.2.), apabila nilai skala dimulai dari 0, nilai z

yang diperoleh langsung ditambahkan, sedangkan jika nilai skala terkecil

sama dengan 1, maka nilai z harus ditambah nilai 1 dahulu baru

kemudian ditambahkan pada masing-masing nilai z berikutnya. Misal

(contoh 2.2.) nilai 3.896 merupakan hasil dari 1.341 + 2.555. sesudah tiap

alternatif respon memperoleh nilainya kemudian dibulatkan seperti terlihat

dalam Nilai Skala Konversi. Dari nilai inilah seluruh analisa data

dilakukan.

Langkah pengkonversian nilai skala dengan memberikan bobot dalam

suatu deviasi normal akan menghasilkan suatu nilai interval yang tepat dalam

memposisikan masing-masing kategori/alternatif respon dalam suatu

kontinum, namun demikian penggunaan cara penentuan nilai tanpa konversi

pun dapat saja dilakukan dengan alasan kepraktisan, disamping Likert sendiri

pada tahun 1932 telah menunjukan penemuannya bahwa skor kelompok

responden yang menggunakan cara konversi berkorelasi sebesar 0.99

dengan penentuan skor cara biasa (cara sederhana), namun demikian untuk

stkip Kuningan / Lembaga Penelitian / Uhar / Penelitian Kuantitatif / 2002 46

kemantapan analisa terutama analisis statistik, pengkonversian nilai skala

nampaknya diperlukan. Sementara itu Saifuddin Azwar menyatakan bahwa

apabila skala sikap yang disusun tidak untuk digunakan sebagai instrumen

pengukuran yang menyangkut keputusan yang penting sekali, seperti

penelitian pendahuluan atau studi kelompok secara kecil-kecilan, kadang-

kadang demi kepraktisan, penyusun skala sikap dapat menempuh cara

sederhana untuk menentukan nilai skala (tanpa konversi dengan deviasi

normal)

stkip Kuningan / Lembaga Penelitian / Uhar / Penelitian Kuantitatif / 2002 47

UNTUK DIDISKUSIKAN

1. Pengukuran merupakan langkah penting dalam suatu penelitian, khususnya penelitian kuantitatif, jelaskan alasan-alasannya

2. Kemukakan Contoh-contoh Variabel yang mempunyai tingkat pengukuran :

Nominal. Ordinal Interval Rasio

3. Pengukuran dengan menggunakan skala sikap banyak dilakukan dalan penelitian pendidikan, jelaskan alasan-alasannya, serta kemukakan contoh-contoh bagaimana Konsep dapat diteliti

4. Tentukan nilai Skala model Thurstone dari data berikut

No Item A B C D E F G

1 F 4 6 12 20 18 7 3

5. Konversikan Nilai skala berikut :

Alternatif Nilai Skala Frekuensi

STS 1 10

TS 2 15

R 3 30

S 4 25

SS 5 20

2.2. Instrumen Penelitian

Penelitian pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk memahami

masalah-masalah yang ditemui dalam kehidupan manusia, keterbatasan

manusia untuk memahami permasalahan tersebut hanya dengan

mengandalkan pengalaman hidup sehari-hari secara sporadis dan tidak

tertata, jelas tidak cukup untuk menjadi dasar yang kuat bagi pemahaman

terhadap suatu masalah. Keadaan ini telah mendorong upaya-upaya Pakar

untuk membuat prosedur dan alat yang dapat dipergunakan guna

mengungkap kenyataan-kenyatan (Data) yang dapat dijadikan dasar dalam

memecahkan berbagai masalah. Untuk itu Instrumen penelitian menempati

kedudukan penting dalam suatu penelitian, hal ini tidak lain karena

keberhasilan suatu penelitian dipengaruhi pula oleh instrumen yang

dipergunakan.

Dalam suatu penelitian Kuantitatif (adanya jarak antara subyek dan

obyek) yang bersifat verifikasi hipotesis (pengujian hipotesis), instrumen

penelitian merupakan alat yang dipakai untuk menjembatani antara subyek

dan obyek (secara substansial antara hal-hal teoritis dengan empiris, antara

konsep dengan data), sejauhmana data mencerminkan konsep yang ingin

diukur tergantung pada instrumen (yang substansinya disusun berdasarkan

penjabaran konsep/penentuan indikator) yang dipergunakan untuk

mengumpulkan data, masalah ini telah dikemukakan dalam uraian terdahulu,

sehingga gambaran umumnya telah dipahami, adapun pembahasan berikut

akan lebih menjurus pada pembahasan instrumen sebagai alat/cara untuk

memperoleh data.

Menurut Nana Sudjana , dalam penyusunan instrumen penelitian ada

beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu :

stkip Kuningan / Lembaga Penelitian / Uhar / Penelitian Kuantitatif / 2002 48

1. masalah dan variabel yang diteliti termasuk insikator variabel harus

jelas dan spesifik sehingga dapat dengan mudah menetapkan jenis

instrumen yang akan digunakan.

2. sumber data/informasi baik jumlah maupun keragamannya harus

diketahui terlebih dahulu, sebagai bahan atau dasar dalam

menentukan isi, bahasa, sistematika item dalam instrumen

penelitian.

3. keterandalan dalam instrumen itu sendiri sebagai alat

pengumpulan data baik dari keajegan, kesahihan maupun

obyektivitas.

4. jenis data yang diharapkan dari penggunaan instrumen harus jelas,

sehingga peneliti dapat memperkirakan cara analisis data guna

pemecahan masalah penelitian.

5. mudah dan praktis digunakan, akan tetapi dapat menghasilkan

data yang diperlukan.

Hal penting dari suatu instrumen adalah bahwa substansinya harus

benar-benar menggali informasi yang diperlukan bagi suatu penelitian

dengan mengacu pada konsep empiris atau indikator yang telah ditentukan,

adapun mengenai prosedur penggunaannya, apakah dilengkapkan oleh

peneliti (seperti : rating Scale, Interview, performance checklist) atau

responden (seperti : Kuesioner, skala sikap, test presrtasi dan bakat, Test

kinerja) sangat ditentukan oleh kepraktisan, obyektivitas dan

jangkauan/cakupan perolehan data.

Secara umum terdapat beberapa jenis instrumen penelitian yang

dapat digunakan oleh seorang peneliti yaitu :

Tes. Yaitu suatu alat ukur yang diberikan pada individu (responden)

untuk mendapat jawaban-jawaban baik secara tertulis ataupun lisan,

sehingga dapat diketahui kemampuan individu/responden yang

bersangkutan. Contohnya : Tes prestasi belajar yang dimaksudkan untuk

mengetahui/mengukur kemampuan dan penguasaan terhadap hasil dari

stkip Kuningan / Lembaga Penelitian / Uhar / Penelitian Kuantitatif / 2002 49

proses pembelajaran ; Test intelegensi. Adalah test yang dimaksudkan untuk

mengukur kemampuan atau potensi individu secara umum, seperti test IQ

dari Binet Simon untuk mengetahui tingkatan kecerdasan (IQ) seseorang.

Kuesioner. Instrumen penelitian dalam bentuk pertanyaan yang

biasanya dimaksudkan untuk mendapatkan informasi berkaitan dengan

pendapat, aspirasi, persepsi, keinginan, keyakinan dan lain-lain secara

tertulis, dan apabila pertanyaan dan jawaban dilakukan secara lisan disebut

Wawancara. Dalam suatu penelitian kedua instrumen ini sering

dikombinasikan dengan maksud untuk lebih meyakinkan.

Skala. Merupakan alat untuk mengukur nilai/keyakinan, sikap dan hal-

hal yang berkaitan dengan personological Variable, instrumen bentuk skala

biasanya disusun dalam bentuk pernyataan pada suatu kontinum nilai

tertentu, umumnya bentuk skala dipakai untuk mengukur sikap (skala sikap),

atau skala lainnya (tergantung pada konsep yang ingin diukur sesuai dengan

fokus/masalah penelitian).

Instrumen-instrumen penelitian di atas merupakan sebagian dari jenis-

jenis instrumen lainnya, namun dalam penelitian kuantitatif (dengan obyek

penelitian yang cukup besar) instrumen tersebut sangat sering dipergunakan

dan sangat aplikabel untuk penerapan teknik analisis dengan statistik.

Adapun instrumen lainnya yang bisa dipergunakan dalam suatu penelitian

dapat dilihat dalam tabel berikut :

Yang dilengkapi peneliti Yang dilengkapi subyek/responden

1. Rating Scale

2. Interview Schedule

3. Tally Sheets

4. Flowcharts

5. Performance Checklist

6. Anecdotal Record

1. Quetionnaires

2. Self Checklist

3. Attitude Scales4. Personality (or Character) Inventories

5. Achevement/Aptitude Test

6. Performance Tests

7. Projective Devices

stkip Kuningan / Lembaga Penelitian / Uhar / Penelitian Kuantitatif / 2002 50

7. Time And Motion Logs 8. Sociometric Devices

Sumber : Jack R. Fraenkel, 1993. How to design and evaluation research in education.

2.3. Kriteria Instrumensebagaimana diketahui bahwa instrumen merupakan alat ukur yang

digunakan untuk mendapatkan informasi tentang variasi karakteristik variabel

secara obyektif. Instrumen mempunyai peranan yang sangat penting dalam

suatu penelitian karena kualitas data (berarti juga kualitas hasil penelitian)

sangat ditentukan/dipengaruhi oleh kualitas instrumen yang digunakan. Oleh

karena itu untuk mendapatkan hasil penelitian yang dapat dipertanggung

jawabkan diperlukan instrumen yang dapat dipertanggungjawabkan pula,

dalam hubungan ini Instrumen penelitian harus memenuhi kriteria Validitas

dan Reliabilitas agar penggunaannya dalam suatu penelitian dapat

menghasilkan data/informasi yang akurat dan obyektif.

2.3.1. ValiditasValiditas atau kesahihan menunjukan pada kemampuan suatu

instrumen (alat pengukur) mengukur apa yang harus diukur (…. a valid

measure if it succesfully measure the phenomenon), seseorang yang ingin

mengukur tinggi harus memakai meteran, mengukur berat dengan

timbangan, meteran, timbangan merupakan alat ukur yang valid dalah kasus

tersebut. Dalam suatu penelitian yang melibatkan variabel/konsep yang tidak

bisa diukur secara langsung, maslah validitas menjadi tidak sederhana, di

dalamnya juga menyangkut penjabaran konsep dari tingkat teoritis sampai

tingkat empiris (indikator), namun bagaimanapun tidak sederhananya suatu

instrumen penelitian harus valid agar hasilnya dapat dipercaya.

Mengingat pentingnya masalah validitas. Maka tidak mengherankan

apabila Para Pakar telah banyak berupaya untuk mengkaji masalah validitas

serta membagi validitas ke dalam beberapa jenis, terdapat perbedaan

pengelompokan jenis-jenis validitas, Elazar Pedhazur menyatakan bahwa

validitas yang umum dipakai tripartite classification yakni Content, Criterion

stkip Kuningan / Lembaga Penelitian / Uhar / Penelitian Kuantitatif / 2002 51

dan Construct, sementara Kenneth Bailey mengelompokan tiga jenis utama

validitas yaitu : Face validity, Criterion Validity, dan construct validity, dengan

catatan face validity cenderung dianggap sama dengan content validity.

Berikut ini akan dikemukakan beberapa jenis validitas yaitu :

Validitas Rupa (Face validity). Adalah validitas yang menunjukan

apakah alat pengukur/instrumen penelitian dari segi rupanya nampak

mengukur apa yang ingin diukur, validitas ini lebih mengacu pada bentuk dan

penampilan instrumen. Menurut Djamaludin Ancok validitas rupa amat

penting dalam pengukuran kemampuan individu seperti pengukuran

kejujuran, kecerdasan, bakat dan keterampilan.

Validitas isi (Content Validity). Valditas isi berkaitan dengan

kemampuan suatu instrumen mengukur isi (konsep) yang harus diukur. Ini

berarti bahwa suatu alat ukur mampu mengungkap isi suatu konsep atau

variabel yang hendak diukur. Misalnya test bidang studi IPS, harus mampu

mengungkap isi bidang studi tersebut, pengukuran motivasi harus mampu

mengukur seluruh aspek yang berkaitan dengan konsep motivasi, dan

demikian juga untuk hal-hal lainnya. Menurut Kenneth Hopkin penentuan

validitas isi terutama berkaitan dengan proses analisis logis, dengan dasar ini

Dia berpendapat bahwa validitas isi berbeda dengan validitas rupa yang

kurang menggunakan analisis logis yang sistematis, lebih lanjut dia

menyatakan bahwa sebuah instrumen yang punya validitas isi biasanya juga

mempunyai validitas rupa, sedang keadaan sebaliknya belum tentu benar.

Validitas kriteria (Criterion validity). Adalah validasi suatu instrumen

dengan membandingkannya dengan instrumen-pengukuran lainnya yang

sudah valid dan reliabel dengan cara mengkorelasikannya, bila korelasinya

signifikan maka instrumen tersebut mempunyai validitas kriteria. Terdapat

dua bentuk Validitas kriteria yaitu : Validitas konkuren (Concurrent validity),

Validitas ramalan (Predictive validity). Validitas konkuren adalah

kemampuan suatu instrumen pengukuran untuk mengukur gejala tertentu

pada saat sekarang kemudian dibandingkan dengan instrumen pengukuran

stkip Kuningan / Lembaga Penelitian / Uhar / Penelitian Kuantitatif / 2002 52

lain untuk konstruk yang sama. Validitas ramalan adalah kemampuan suatu

instrumen pengukuran memprediksi secara tepat dengan apa yang akan

terjadi di masa datang. Contohnya apakah test masuk sekolah mempunyai

validitas ramalan atau tidak ditentukan oleh kenyataan apakah terdapat

korelasi yang signifikan antara hasil test masuk dengan prestasi belajar

sesudah menjadi siswa, bila ada, berarti test tersebut mempunyai validitas

ramalan.

Validitas konstruk (Construct Validity). Konstruk adalah kerangka dari

suatu konsep, validitas konstruk adalah validitas yang berkaitan dengan

kesanggupan suatu alat ukur dalam mengukur pengertian suatu konsep yang

diukurnya. Menurut Jack R. Fraenkel validasi konstruk (penentuan validitas

konstruk) merupakan yang terluas cakupannya dibanding dengan validasi

lainnya, karena melibatkan banyak prosedur termasuk validasi isi dan validasi

kriteria.

Lebih jauh Jack R. FraenkelI meneyatakan bahwa untuk mendapatkan

validitas konstruk ada tiga langkah di dalamnya yaitu :

1. Variabel yang akan diukur harus didefinisikan dengan jelas

2. Hipotesis, yang mengacu pada teori yang mendasari variabel

penelitian harus dapat membedakan orang dengan tingkat gradasi

yang berbeda pada situasi tertentu

3. Hipotesis tersebut diuji secara logis dan empiris.

Dalam upaya memperoleh validitas konstruk, maka seorang peneliti

perlu mencari apa saja yang menjadi suatu kerangka konsep agar dapat

menyusun tolok ukur operasional konsep tersebut. Pencarian kerangka

konsep menurut Djamaludin Ancok dapat ditempuh beberapa cara :

1. Mencari definisi-definisi konsep yang dikemukakan oleh para akhli

yang tertulis dalam buku-buku literatur.

2. Mendefinisikan sendiri konsep yang akan diukur, jika tidak

diperoleh dalam buku-buku literatur

stkip Kuningan / Lembaga Penelitian / Uhar / Penelitian Kuantitatif / 2002 53

3. Menanyakan definisi konsep yang akan diukur kepada calon

responden atau orang-orang yang memiliki karakteristik yang sama

dengan responden.

Mengingat pentingnya pendefinisian suatu konsep yang ingin diukur,

maka seorang peneliti perlu mencermatinya, sebab definisi suatu konsep

perlu dikembangkan dari mulai definisi teoritis, definisi empiris, sampai

definisi operasional (dapat dipadankan dengan konsep teori, konsep empiris,

konsep analitis/operasional, atau dengan konsep, dimensi, dan indikator)

pemahaman definisi tersebut dapat dijadikan awal yang strategis untuk

penjabaran konsep sampai diperoleh indikator, untuk kemudian disusun item-

item yang diperlukan untuk sebuah instrumen penelitian.

Sementara itu Elazar J. Pedhazur mengemukakan tiga pendekatan

dalam Validasi konstruk yaitu : 1). Logical analysis; 2). Internal structure

analysis; 3). Cross-structure analysis. Analisis logis dalam konteks validasi

konstruk dimaksudkan untuk membentuk hipotesis pembanding sebagai

alternatif penjelasan berkaitan dengan konstruk/konsep yang akan diukur,

hubungan antar konsep dan yang sejenisnya. Dalam pendekatan ini langkah

yang diperlukan adalah pendefinisian konstruk/konsep, penentuan

kesesuaian isi item dengan indikator, serta penentuan prosedur pengukuran.

Analisis struktur internal merupakan pendekatan kedua dalam validasi

konstruk, analisis ini berkaitan dengan validitas indikator dari suatu

konsep/konstruk, artinya indikator-indikator yang digunakan bersifat homogin

(dalam tingkatan minimum) serta mengukur konsep yang sama (terdapatnya

kesesuaian antara indikator-indikator dengan konsepnya).Sementara itu analisis

struktur silang berkaitan dengan pengkajian analisis internal dari masing-

masing konsep terhubung (yang unobservable) yang dihubungkan pada

tataran empirisnya (indikator), sebab pada tataran inilah suatu hipotesis diuji.

2.3.1.1. Perhitungan/pengujian Validitas Instrumen

Apabila langkah-langkah tersebut di atas telah dilakukan, paling tidak

langkah penjabaran konsep yang kemudian diikuti dengan penyusunan item-

stkip Kuningan / Lembaga Penelitian / Uhar / Penelitian Kuantitatif / 2002 54

item instrumen, maka perhitungan statistik dapat dilakukan untuk

perhitungan/pengujian validitas instrumen pengukuran. Perhitungan ini

dimaksudkan untuk mengetahui konsistensi internal (sering juga disebut

validitas item atau discriminating power/daya diskriminasi item), dalam arti

sampai sejauh mana item-item mampu membedakan antara individu yang

memiliki dan tidak memiliki sifat dari item pengukuran, hal ini berarti juga

bahwa item-item dalam instrumen mengukur aspek yang sama. Dalam

hubungan ini langkah yang dilakukan adalah dengan cara mengkorelasikan

antara skor tiap item dengan skor total.

Dalam melakukan perhitungan korelasi antara skor item dengan skor

total dapat menggunakan rumus korelasi Product moment apabila nilai-nilai

skala telah dilakukan konversi menjadi interval (atau secara langsung

dianggap interval dengan mengacu pada pendapat bahwa nilai skala dapat

diperlakukan sebagai data interval), atau menggunakan rumus korelasi tata

jenjang (Rank-Spearman). Untuk memperjelas cara perhitungannya berikut

ini akan dikemukakan contoh perhitungan korelasi Product momen (cara

perhitungan dengan berbagai variasi dapat dilihat dalam Bab 4) dan korelasi

tata jenjang Spearman.

Sebuah instrumen penelitian/pengukuran terdiri dari 10 item dan

disebarkan pada 10 orang responden dengan hasil skor seperti dalam tabel

2.2. perhitungan korelasi dilakukan untuk tiap item dari item nomor 1 sampai

item no 10, untuk contoh perhitungan akan diambil item no 2

Tabel 2.2.

Resp Nomor Item Jml1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

A 4 2 2 4 2 3 2 3 3 3 28B 2 2 2 3 2 2 2 3 2 2 22C 3 2 2 3 2 3 2 3 3 3 26D 3 4 3 3 3 3 3 4 3 3 32E 3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 38F 2 4 4 4 4 4 2 4 4 4 36G 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 21H 4 2 2 4 2 3 2 3 3 3 28I 3 2 2 3 2 3 2 3 2 2 24

stkip Kuningan / Lembaga Penelitian / Uhar / Penelitian Kuantitatif / 2002 55

J 4 4 4 4 3 4 2 4 3 4 36I .289 .900 .925 .743 .892 .856 .508 .907 .889 .956II .362 .870 .879 .789 .872 .830 .525 .910 .904 .950

Contoh Perhitungan Validitas menggunakan Korelasi Product Moment adalah sebagai berikut :

Tabel perhitungan Korelasi Product moment

Responden Item no 2 (X) Jumlah (Y) X2 Y2 XYA 2 28 4 784 56B 2 22 4 484 44C 2 26 4 676 52D 4 32 16 1024 128E 4 38 16 1444 152F 4 36 16 1296 144G 2 21 4 441 42H 2 28 4 784 56I 2 24 4 576 48J 4 36 16 1296 144

Jumlah 28 291 88 8805 866

nilai r untuk item no 2 sebesar 0.90 kemudian dibandingkan dengan tabel r

pada baris N – 2 (10 – 2) yaitu 8 sebesar 0.632 untuk taraf signifikansi 5%,

karena nilai r lebih besar dari nilai r tabel maka item no 2 adalah valid, untuk

item lainnya bandingkan nilai r untuk tiap-tiap item (tabel 2.2. rumawi I

menunjukan nilai r untuk tiap-tiap item) dengan r tabel, hasilnya item no 1

stkip Kuningan / Lembaga Penelitian / Uhar / Penelitian Kuantitatif / 2002 56

N XY - ( X) ( Y) r = --------------------------------------------------- N X2 – ( X)2 N Y2– ( Y)2

10 x 866 - 28 x 291 r = -------------------------------------------- 10 x 88 – (28)2 10 x 8805 – (291)2

512 r = ------------------- = 0.900 9.8 x 58.04

dan nomor 7 tidak valid (r hitung lebih kecil dari r tabel) sedangkan item

lainnya valid. Item-item yang valid saja yang dipergunakan dalam penelitian

sedang yang tidak valid dibuang.

Contoh perhitungan Validitas menggunakan Korelasi tata jenjang dari Spearman sebagai berikut

Tabel perhitungan Korelasi Tata Jenjang

RespondenItem no 2

(X))Jumlah (Y) Rani X Rank Y b b2

A 2 28 7.5 5.5 2 4B 2 22 7.5 9 -1.5 2.25C 2 26 7.5 7 0.5 0.25D 4 32 2.5 4 -1.5 2.25E 4 38 2.5 1 1.5 2.25F 4 36 2.5 2.5 0 0G 2 21 7.5 10 -2.5 6.25H 2 28 7.5 5.5 2 4I 2 24 7.5 8 -0.5 0.25J 4 36 2.5 2.5 0 0

Jumlah 28 291 0 21.5

Rumus korelasi tata jenjang :

6 x 21.5 rho = 1 - -------------- 10 (99)

rho = 1 - 0.13

rho = 0.870

nilai rho untuk item no 2 sebesar 0.870 kemudian dibandingkan dengan

tabel rho dengan N = 10 sebesar 0.648 untuk taraf signifikansi 5%, karena

nilai rho lebih besar dari nilai rho tabel maka item no 2 adalah valid, untuk

item lainnya bandingkan nilai rho untuk tiap-tiap item (tabel 2.2. rumawi II

stkip Kuningan / Lembaga Penelitian / Uhar / Penelitian Kuantitatif / 2002 57

6 x b2

rho = 1 - -------------- n (n2 - 1)

menunjukan nilai rho untuk tiap-tiap item) dengan rho tabel, hasilnya item no

1 dan nomor 7 tidak valid (rho hitung lebih kecil dari rho tabel), sedangkan

item lainnya valid. Item-item yang valid saja yang dipergunakan dalam

penelitian sedang yang tidak valid dibuang.

Dengan memperhatikan hasil kedua perhitungan tersebut nampak

bahwa baik skor item-item tersebut diperlakukan sebagai data interval

maupun ordinal hasilnya tidak menunjukan perbedaan.

2.3.2. ReliabilitasReliabilitas berarti kedapat dipercayaan atau keajegan, suatu

instrumen pengukuran dikatakan reliabel apabila instrumen tersebut

dipergunakan secara berulang memberikan hasil ukur yang sama, menurut

Elazar J. Pedhazur “reliability refers to the degree to which test score are free

from errors of measurement”, kesalahan pengukuran akan berakibat pada

hasil yang berbeda dalam mengukur sesuatu yang sama. Dalam ilmu

sosial/pendidikan masalah reliabilitas terutama dalam presisi hasil ukur

cukup sulit apalagi bila dikaitkan dengan pengulangan, hal ini tidak lain

karena obyek yang diteliti cenderung berubah dari waktu kewaktu apalagi jika

rentang waktu pengulangan cukup lama, untuk itu upaya-upaya untuk

menghitung/menguji reliabilitas suatu instrumen merupakan estimasi nilai

pengukuran yang diteliti dengan nilai pengukuran yang sebenarnya. Dalam

upaya tersebut terdapat beberapa pandangan/cara untuk menilai/menghitung

reliabilitas suatu instrument sebagaimana akan terlihat dalam uraian berikut.

2.3.2.1. Teori pengujian klasik

teori pengujian klasik mengacu pada The true-score model dari

Spearman. Menurut model ini skor/nilai hasil observasi terdiri dari dua

komponen yaitu komponen nilai yang benar ditambah kekeliruan acak, yang

dalam bentuk simbul nampak sebagai berikut :

M = T + E

M = nilai/skor yang diukur/diobservasi (measured value)

stkip Kuningan / Lembaga Penelitian / Uhar / Penelitian Kuantitatif / 2002 58

T = nilai/skor yang benar (True value)E = Kesalahan Pengukuran (Measurement error)

Pengukuran yang reliabel adalah pengukuran yang mempunyai tingkat

kesalah Nol (E = 0), sehingga nilai yang diobservasi sama dengan nilai yang

sebenarnya (M = T). bila menggunakan analisis statistika reliabilitas

pengukuran merupakan perbandingan antara varians nilai/skor yang

sebenarnya dengan varians nilai/skor yang diobservasi, dan akar pangkat

duanya adalah korelasi antara nilai/skor yang sebenarnya dengan nilai/skor

yang diobservasi dan hasil korelasinya disebut indeks reliabilitas. Indeks ini

menurut Pedhazur disebut juga validitas pengukuran teoritis (Theoritical

validity of a measure) atau korelasi epistemik (epistemic correlation).

Secara teoritis cara tersebut cukup bermakna, namun sulit bahkan

tidak dapat dipergunakan untuk memperkirakan tingkat kesalahan yang

terdapat dalam suatu instrumen pengukuran karena tidak diketahuinya nilai

yang benar (T) dan tingkat kesalahan (E), sehingga diperlukan asumsi-

asumsi berkaitan dengan konstannya substansi yang diukur serta kesalahan

yang terjadi bersifat acak, dan berdasar asumsi tersebut jika pengukuran

dilakukan pada seseorang secara berulang-ulang, maka akan diperoleh

sejumlah persamaan yang masing-masingnya akan mengandung nilai T dan

rata-rata dari E akan (diharapkan) sama dengan Nol, sehingga nilai yang

diobservasi akan sama dengan nilai yang sebenarnya (M = T).

2.3.2.2. Test-retest (Repeated measure)

Pengukuran ulang dimaksudkan untuk melihat konsistensi dari waktu

ke waktu. Cara pelaksanaannya adalah dengan meminta responden untuk

menjawab pertanyaan atau merespon pernyataan yang sama sebanyak dua

kali sesudah selang waktu tertentu. Sesudah diperoleh jawaban/respon

responden untuk dua kali pelaksanaan kemudian nilai/skor dari hasil

pengukuran yang pertama dikorelasikan dengan nilai/skor hasil pengukuran

yang ke dua dengan menggunakan formula korelasi product momen atau

korelasi tata jenjang sesuai dengan karakteristik data yang diperoleh.

stkip Kuningan / Lembaga Penelitian / Uhar / Penelitian Kuantitatif / 2002 59

Sebagai ilustrasi berikut ini akan diberikan contoh. Misalkan sebuah

instrumen pengukuran dibuat untuk mengetahui persepsi Guru terhadap

kepemimpinan kepala sekolah kepada 10 responden dengan hasil sebagai

mana terlihat dalam tabel berikut :

Tabel nilai skor hasil dua kali pengukuran

Resp Skor pada Pengukuran Pertama

Skor pada pengukuran Kedua

A 20 20B 25 24C 21 21D 23 23E 22 21F 21 21G 24 24H 26 26I 21 20J 22 22

Skor pengukuran pertama kemudian dikorelasikan dengan skor pengukuran

kedua (cara perhitungan sama seperti dalam perhitungan Validitas), koefisien

korelasi yang diperoleh kemudian di bandingankan dengan nilai tabel, bila

lebih besar berarti instrumen tersebut reliabel. Hasil perhitungan data skor di

atas diperoleh nilai r = 0.970 (nilai tabel = 0.632 pada taraf signifikansi 5%),

dan nilai rho = 0.953 (nilai tabel = 0.648 pada taraf signifikansi 5%), ini

berarti bahwa instrumen pengukuran tersebut reliabel.

Dalam penggunaan cara ini seorang peneliti harus memperhatikan

selang waktu antara pengukuran yang pertama dan yang kedua, tidak ada

patokan yang pasti, yang penting harus dihindari kemungkinan terjadinya

bias akibat responden merasa diperlakukan tidak wajar jika terlalu

pendek,atau terjadi perubahan jika terlalu lama, namun Djamaludin Ancok

menyatakan bahwa selang waktu antara 15-30 hari pada umumnya

dianggap memenuhi persyaratan tersebut.

2.3.2.3. Metode paralel (Alternate Method)

stkip Kuningan / Lembaga Penelitian / Uhar / Penelitian Kuantitatif / 2002 60

cara ini dilakukan dengan memberikan dua bentuk pengukuran yang identik

(dalam arti sejajar) kepada responden yang sama secara serempak. Dua

pengukuran identik bermakna bahwa dua instrumen pengukuran tersebut

dimaksudkan untuk mengukur konstruk yang sama namun dengan item-item

pertanyaan/pernyataan yang berbeda. Sebagai contoh terdapat dua

instrumen pengukuran motivasi yaitu instrumen A dan instrumen B, kedua

instrumen tersebut dikenakan pada sepuluh responden dengan hasil sbb :

Tabel nilai skor hasil dua Instrumen Pengukuran

Resp Skor Instrumen A Skor Instrumen BA 20 20B 25 24C 21 21D 23 23E 22 21F 21 21G 24 24H 26 26I 21 20J 22 22

Skor pengukuran Instrumen A dikorelasikan dengan skor Instrumen B (cara

perhitungan sama seperti dalam perhitungan Validitas), koefisien korelasi

yang diperoleh kemudian di bandingankan dengan nilai tabel, bila lebih besar

berarti instrumen tersebut reliabel. Hasil perhitungan data skor di atas

diperoleh nilai r = 0.970 (nilai tabel = 0.632 pada taraf signifikansi 5%), dan

nilai rho = 0.953 (nilai tabel = 0.648 pada taraf signifikansi 5%), ini berarti

bahwa instrumen pengukuran tersebut reliabel.

2.3.2.4. Pendekatan Konsistensi internal

Pendekatan konsistensi internal merupakan satu cara untuk

mengurangi kesulitan yang diakibatkan oleh dua perlakuan atau dua bentuk

pengukuran seperti dalam metode test-retest dan metode paralel. Dengan

cara ini pengukuran hanya dilakukan satu kali (single-trial administration),

sehingga dapat lebih efisien. konsistensi internal bermakna keajegan dari tiap

item dengan item-item lainnya dalam suatu kerangka instrumen pengukuran.

stkip Kuningan / Lembaga Penelitian / Uhar / Penelitian Kuantitatif / 2002 61

Terdapat beberapa cara untuk melakukan perhitungan reliabilitas antara lain

Teknik belah dua (Split half method), Formula Rolon, KR20, KR21, dan

Koefisien Alpha. Berikut ini akan dikemukakan contoh perhitungan reliabilitas.

1. Teknik Belah Dua (Split-half method)

Metode atau teknik belah dua menggunakan formula Spearman-

Brown, cara ini hanya dapat dikenakan pada instrumen pengukuran dengan

jumlah item genap (pengelompokan dilakukan pada item-item yang

valid),adapun langkah-langkahnya adalah sbb :

Kelompokan item-item menjadi dua kelompok didasarkan pada

kelompok ganjil (nomor item ganjil) dan kelompok genap (nomor

item genap), atau secara random.

Jumlahkan skor pada setiap kelompok sehingga diperoleh skor

total untuk tiap kelompok.

Korelasikan skor total antar kelompok dengan formula korelasi

Product moment atau tata jenjang.

Masukan nilai koefisien korelasi tersebut ke dalam rumus

Sperman-Brown untuk mencari koefisien reliabilitas

ri = koefisien reliabilitas; rb = koefisien korelasi antar kelompok

Contoh perhitungan :

Tabel nilai skor total kelompok ganjil dan genap

Resp Skor total kelompok ganjil Skor total kelompok genapA 20 20B 25 24C 21 21D 23 23E 22 21F 21 21G 24 24

stkip Kuningan / Lembaga Penelitian / Uhar / Penelitian Kuantitatif / 2002 62

ri = 2 . rb

1 + rb

H 26 26I 21 20J 22 22

Hasil perhitingan korelasi r = 0.970Koefisien/angka reliabilitasnya adalah :

ri = 2 x 0.970

1 + 0.970

ri = 1.940

1.970

ri = 0.985

2. Formula Rulon

Cara ini juga hanya berlaku pada pengelompokan seperti treknik belah dua,

namun estimasi reliabilitas tidak didasarkan pada perhitungan korelasi

melainkan pada varians perbedaan skor dengan varians total, adapun

rumusnya adalah sebagai berikut :

rxx’ = Koefisien reliabilitas ; SDb2

= Varians perbedaan skor belahan ; SDt2 = Varians skor Total

Contoh perhitungan : Tabel nilai skor total kelompok ganjil dan genap

Resp Skor total kelompok ganjil

Skor total kelompok genap

Skor b (selisih ganjil genap)

Skor total

A 20 20 0 40B 25 24 1 49C 21 21 0 42D 23 23 0 46E 22 21 1 43

stkip Kuningan / Lembaga Penelitian / Uhar / Penelitian Kuantitatif / 2002 63

SDb2 rxx’ = 1 --

SDt2

F 21 21 0 42G 24 24 0 48H 26 26 0 52I 21 20 1 41J 22 22 0 44

Hasil perhitungan varians menunjukan :

SDb2 = 0.233 SDt2 = 15.344

Koefisien reliabilitasnya adalah :

0.233 rxx’ = 1 -- 15.344

rxx’ = 1 -- 0.015 = 0.984

3. Formula Flanagan

Formula Flanagan merupakan estimasi nilai/angka reliabilitas yang tidak

mengacu pada perhitungan korelasi, melainkan sama seperti formula Rulon

yang mengacu pada veriansi tiap-tiap kelompok hasil belah dua, bedanya

dalam formula ini ada nilai konstanta 2 serta varians kelompok dijumlahkan

dan bukan varians beda, sementara pembaginya sama yaitu varians total.

Rumus :

S12 = Varians belahan pertama

S22 = Varians belahan kedua

St2 = Varians total

Contoh perhitungan :

Tabel nilai skor ganjil dan genap dan skor total

Resp Skor total kelompok ganjil

Skor total kelompok genap

Skor total

A 20 20 40B 25 24 49C 21 21 42

stkip Kuningan / Lembaga Penelitian / Uhar / Penelitian Kuantitatif / 2002 64

Rumus mencari Varians :

ΣX2 – ( Σ X ) 2

N N - 1

S12 + S2

2 rxx’ = 2 (1 -- )

St2

D 23 23 46E 22 21 43F 21 21 42G 24 24 48H 26 26 52I 21 20 41J 22 22 44

S12 = 3.833

S22 = 3.956

St2 = 15.344

Bila nilai-nilai tersebut dimasukan dalam rumus, akan nampak sebagai

berikut :

3.833 + 3.956 rxx’ = 2 (1 -- )

15.344

rxx’ = 2 (0.492) = 0.985

4. Formula K-R 21 (Kuder Richardson)

Formula K-R merupakan prosedur pencarian nilai reliabilitas dengan

tidak mensyaratkan pembelahan item ke dalam dua kelompok, sehingga bisa

diterapkan pada instrumen yang jumlah itemnya tidak genap.

Rumus :

M = Mean/rata-rata skor total

k = kelompok/banyaknya itemSDt2 = Varians totalContoh perhitungan :

Tabel skor tiap item dan Total

Resp Nomor Item Jml1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

stkip Kuningan / Lembaga Penelitian / Uhar / Penelitian Kuantitatif / 2002 65

k M (k – M) rxx’ = ( ) (1 -- )

k - 1 kSDt2

A 4 2 2 4 2 3 2 3 3 3 28B 2 2 2 3 2 2 2 3 2 2 22C 3 2 2 3 2 3 2 3 3 3 26D 3 4 3 3 3 3 3 4 3 3 32E 3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 38F 2 4 4 4 4 4 2 4 4 4 36G 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 21H 4 2 2 4 2 3 2 3 3 3 28I 3 2 2 3 2 3 2 3 2 2 24J 4 4 4 4 3 4 2 4 3 4 36

M = 2.91

SDt2 = 37.433

k = 10

masukan nilai-nilai di atas ke dalam rumus

10 2.91(10 – 2.91) rxx’ = ( ) (1 -- )

9 37.433

rxx’ = ( 1.11 ) (1 -- 20.631 )

37.433

rxx’ = 0.498

5. Rumus Alpha (Cronbach)

Formula Alpha juga merupakan prosedur pencarian nilai reliabilitas

dengan tidak mensyaratkan pembelahan item ke dalam dua kelompok (meski

bisa juga diterapkan pada teknik belah dua), sehingga bisa diterapkan pada

instrumen yang jumlah itemnya tidak genap. Namun hal yang perlu diingat

adalah bahwa pembelahan mesti dilakukan secara seimbang, sebab jika

dibelah tidak seimbang akan underestimasi terhadap nilai reliabilitas yang

sebenarnya (biasanya lebih rendah).

Rumus :

stkip Kuningan / Lembaga Penelitian / Uhar / Penelitian Kuantitatif / 2002 66 K ΣSDb2 = ( ) ( 1 -- )

K - 1 SDt2

SDb2 = Varians skor kelompok ; SDt2

= Varians skor Total; K = Kelompok/jumlah item

Sebagai contoh terdapat 10 item yang ingin dibelah menjadi lima

kelompok secara berurutan, untuk itu jumlah tiap-tiap kelompok harus

diketahui untuk dicari variansnya, sesudah itu baru dimasukan ke dalam

rumus Alpha.

Contoh perhitungan :Tabel skor tiap item, skor kelompok, skorTotal

Res No Item dan Jml tiap kelompok Tot.Jml1 2 jml 3 4 jml 5 6 jml 7 8 jml 9 10 jml

A 4 2 6 2 4 6 2 3 5 2 3 5 3 3 6 28B 2 2 4 2 3 5 2 2 4 2 3 5 2 2 4 22C 3 2 5 2 3 5 2 3 5 2 3 5 3 3 6 26D 3 4 7 3 3 6 3 3 6 3 4 7 3 3 6 32E 3 4 7 4 4 8 4 4 8 3 4 7 4 4 8 38F 2 4 6 4 4 8 4 4 8 2 4 6 4 4 8 36G 2 2 4 2 2 4 2 3 5 2 2 4 2 2 4 21H 4 2 6 2 4 6 2 3 5 2 3 5 3 3 6 28I 3 2 5 2 3 5 2 3 5 2 3 5 2 2 4 24J 4 4 8 4 4 8 3 4 7 2 4 6 3 4 7 36

SDt2 = 37.433 ; k = 10 ; SDb21 = 1.733 ; SDb2

2 = 2.1 ; SDb23 = 1.956 ;

SDb24 = 0.944 ; SDb2

5 = 2.322

5 1.733 + 2.1 + 1.956 + 0.944 + 2.322 = ( ) (1 -- )

4 37.433

9.055 = ( 1.25 ) (1 -- )

37.433

= ( 1.25 ) (0.758) = 0.948

2.3.2.5. Standar Reliabilitas

stkip Kuningan / Lembaga Penelitian / Uhar / Penelitian Kuantitatif / 2002 67

Besarnya nilai reliabilitas yang bisa diterima sebagai estimasi yang

signifikan terhadap reliabilitas yang sebenarnya merupakan masalah yang

banyak dibicarakan oleh para pakar, pada dasarnya semakin besar koefisien

reliabilitas, semakin baik, namun permasalahannya terletak pada berapa

besarnya nilai yang memadai. Dalam hubungan ini banyak pengarang yang

memberikan patokan umum tentang standar minimum tingkat nilai koefisien

reliabilitas. Nunnally dalam bukunya Psychometric Theory

sebagaimana dikutif oleh Elazar J. Pedhazur menyatakan bahwa koefisien

yang relatif rendah dapat ditoleransi dalam tingkatan penelitian awal,

reliabilitas yang lebih tinggi diperlukan jika pengukuran dipakai untuk

menentukan perbedaan antar kelompok, dan reliabilitas yang sangat tinggi

menjadi esensil jika skor-skor dipakai untuk membuat keputusan penting

tentang seseorang (misalnya keputusan dalam seleksi dan penempatan).

Lebih jauh Nunnally menyatakan bahwa untuk penelitian awal koefisien

reliabilitas 0.60 atau 0.50 sudah cukup, sementara itu Caplan, Naidu dan

Tripathi dalam tulisannya pada Journal of health and social behaviour (1984)

menyatakan bahwa koefisien alpha 0.50 atau lebih dianggap cukup untuk

suatu tujuan penelitian. Disamping pendapat tersebut ada juga akhli yang

menggunakan harga kritik nilai tabel korelasi Product Moment (seperti Chabib

Thaha dalam bukunya Teknik Evaluasi Pendidikan), sehingga nilai reliabilitas

yang diperoleh dibandingkan dengan r tabel, bila lebih besar berarti

instrumen pengukuran tersebut reliabel, sedang bila lebih kecil dari r tabel

berarti instrumen pengukuran tersebut tidak reliabel.

stkip Kuningan / Lembaga Penelitian / Uhar / Penelitian Kuantitatif / 2002 68

UNTUK DIDISKUSIKANSkor item-item suatu skala sikap

Res Nomor item1 2 3 4 5 6 7 8

A 5 4 3 3 2 3 4 3B 4 3 4 5 1 4 5 3C 3 3 3 2 3 4 3 4D 4 2 2 4 2 3 3 5E 2 5 5 3 4 2 5 4F 3 4 1 2 4 2 2 2G 4 4 3 4 3 4 4 3H 3 4 4 3 4 4 3 4I 3 3 3 3 3 3 3 3J 2 2 2 2 2 2 2 2K 5 2 5 5 5 2 5 5L 4 3 1 4 1 4 4 1

Dari data tersebut :

1. hitung validitas Item2. hitung reliabilitas dengan teknik belah dua menggunakan

seluruh formula3. hitung reliabilitas dengan teknik membagi empat dengan

menggunakan formula formula yang sesuai