BAB II Dinamika konflik di Thailand Selataneprints.umm.ac.id/52929/38/BAB II.pdf · dipegang oleh...

38
30 BAB II Dinamika konflik di Thailand Selatan Pada BAB 2 ini penulis mencoba untuk menjelaskan dengan detail bagaimana sejarah konflik yang terjadi di Thailand Selatan dan respon dunia terhadap konflik ini. Bermula dari sejarah Thailand yang bersambung ke penguasaan terhadap Thailand Selatan. Munculah konflik-konflik yang melatarbelakangi pemberontakan di wilayah Thailand Selatan dan tindakan pemerintah Thailand dengan mengeluarkan kebijakan. Serta bagaimana dunia internasional melihat konflik yang terjadi di Thailand Selatan sebagai sebuah isu yang dapat mempengaruhi kestabilan negara sekitarnya. 2.1 Sejarah Thailand Negara Thailand secara tradisional mempunyai asal usul yang dikaitkan dengan sebuah kerajaan berumur pendek yang bernama kerajaan Sukothai. Sebuah kerajaan tertua di Thailand yang berdiri dari tahun 1238 sampai 1438 setelah sebelumnya dikuasai oleh kerajaan Khmer. Kerajaan Sukhothai ketika dipimpin oleh Pho Khun Rankhamhaeng cukup menikmati masa-masa keemasan sebagai puncak kejayaan dan kemakmurannya. Ramkhamhaeng dianggap sebagai pencipta alfabet Thai yang dibuat berdasarkan aksara orang Khmer boran (zaman purba) yang masih digunakan sampai saat ini 23 Puncak kejayaan kerajaan ini mempunyai wilayah yang terbentang meliputi Myanmar sampai Laos serta ke arah selatan semenajung Malaysia dengan penerapan kekuasaan di tiap wilayah yang berbeda- beda. Kejayaan kerajaan ini tidak begitu lama setelah Ramkhamhaeng digantikan oleh anaknya Loithai. Masa pemerintahan Loithai ini yang membuat Kerajaan 23 E.J Keyes & C.F. Keyes. 2008. “Thailand”. Encyclopedia Britannica, Chicago, AS. Hal 2

Transcript of BAB II Dinamika konflik di Thailand Selataneprints.umm.ac.id/52929/38/BAB II.pdf · dipegang oleh...

  • 30

    BAB II

    Dinamika konflik di Thailand Selatan

    Pada BAB 2 ini penulis mencoba untuk menjelaskan dengan detail

    bagaimana sejarah konflik yang terjadi di Thailand Selatan dan respon dunia

    terhadap konflik ini. Bermula dari sejarah Thailand yang bersambung ke

    penguasaan terhadap Thailand Selatan. Munculah konflik-konflik yang

    melatarbelakangi pemberontakan di wilayah Thailand Selatan dan tindakan

    pemerintah Thailand dengan mengeluarkan kebijakan. Serta bagaimana dunia

    internasional melihat konflik yang terjadi di Thailand Selatan sebagai sebuah isu

    yang dapat mempengaruhi kestabilan negara sekitarnya.

    2.1 Sejarah Thailand

    Negara Thailand secara tradisional mempunyai asal usul yang dikaitkan

    dengan sebuah kerajaan berumur pendek yang bernama kerajaan Sukothai. Sebuah

    kerajaan tertua di Thailand yang berdiri dari tahun 1238 sampai 1438 setelah

    sebelumnya dikuasai oleh kerajaan Khmer. Kerajaan Sukhothai ketika dipimpin

    oleh Pho Khun Rankhamhaeng cukup menikmati masa-masa keemasan sebagai

    puncak kejayaan dan kemakmurannya. Ramkhamhaeng dianggap sebagai pencipta

    alfabet Thai yang dibuat berdasarkan aksara orang Khmer boran (zaman purba)

    yang masih digunakan sampai saat ini23Puncak kejayaan kerajaan ini mempunyai

    wilayah yang terbentang meliputi Myanmar sampai Laos serta ke arah selatan

    semenajung Malaysia dengan penerapan kekuasaan di tiap wilayah yang berbeda-

    beda. Kejayaan kerajaan ini tidak begitu lama setelah Ramkhamhaeng digantikan

    oleh anaknya Loithai. Masa pemerintahan Loithai ini yang membuat Kerajaan

    23 E.J Keyes & C.F. Keyes. 2008. “Thailand”. Encyclopedia Britannica, Chicago, AS. Hal 2

  • 31

    Sukhothai melemah dan berakibat kepada wilayah yang telah dikuasai sebelumnya.

    Kerajaan-kerajaan kecil seperti Uttaradit di utara, kerajaan Lao di Luang Prabang

    (Laos), dan Wiengchan atau Vientiane melepaskan diri dari kekuasaan kerajaan

    Sukhothai. Sampai akhirnya Sukhothai menjadi bawahan kerajaan Ayutthaya

    karena wilayah pemerintah pusat telah direbut dan statusnya berubah hanya sekedar

    provinsi pada tahun 1438.24

    Kerajaan Sukhothai yang hanya mempunyai umur yang tidak terlalu

    panjang akhirnya digantikan kekuasaanya oleh kerajaan tetangga yang lokasinya

    masih di sekitar wilayah tersebut yaitu kerajaan Ayutthaya pada abad ke-14.

    Perubahan kekuasaan yang terjadi demi perebutan kekuasaan ini, menjadikan

    kerajaan Ayutthaya mempunyai kisaran wilayah yang cukup luas dibandingkan

    dengan kerajaan Sukhothai. Luasnya kekuasaan yang dimiliki oleh kerajaan ini

    menarik beberapa pendatang dengan latar belakang yang berbeda-beda termasuk

    mencari tempat perlindungan agar lebih tenang dari tempat mereka sebelumnya.

    Pada masa itu perebutan wilayah kerajaan terjadi dimana-mana dan menimbulkan

    ketidaknyamanan serta rasa takut pada penduduk yang tinggal di wilayah sekitar

    Siam.25

    Hal ini dimanfaatkan untuk mereka yang tinggal di sekitar wilayah kerajaan

    Ayutthaya untuk berpindah ke tempat yang lebih aman dan nyaman untuk mereka

    tinggal. Beberapa dari mereka yang ingin mengunjungi kerajaan Ayutthaya tidak

    hanya dari wilayah sekitar, akan tetapi juga dari negara-negara Eropa yang telah

    24 Ibid hal 28 25 Wat Si Chum, “ Sukhothai : Uttaadit, Phitsanulok, and Petchabun”.2010. Diakses

    [https://www.thailandtourismus.de/fileadmin/downloads/12/Sukhothai.pdf] pada 3 Mei 2018.

  • 32

    masuk dari abad ke-16.26 Seringnya melakukan perdagangan antar negara membuat

    kerajaan ini juga mendatangi beberapa wilayah seperti Tionkok, India, Jepang,

    Persia, dan juga beberapa negara eropa. Bahkan Raja Narai yang saat itu memimpin

    kekuasaan di Ayutthaya memperbolehkan pedagang Portugis, Spanyol, Belanda,

    dan Prancis untuk tinggal dan mendirikan pemukiman di luar tembok kota

    Ayutthaya. Pernah tercatat pada pertengahan abad ke-16, Raja Narai sering

    berkunjung dan mempunyai hubungan yang sangat baik dengan Raja Louis XIV

    dari Prancis.27

    Nasib yang begitu gemilang dari kerajaan Ayutthaya tidak dapat

    dihindarkan dari serangan kerajaan Burma yang pada saat itu telah menguasai

    Chiang Mai pada abad-16. Masuknya pasukan Burma sedikit demi sedikit di

    wilayah kota Ayutthaya membuat pelindung atau tembok yang pada saat itu

    melindungi kerajaan menjadi hancur karena blokade yang dilakukan mereka.

    Meskipun pasukan kerajaan Ayutthaya mencoba untuk melawan akan tetapi kondisi

    mereka yang melemah karena kelaparan dan pengepungan masal membuat

    kegagalan untuk menghentikan pasukan Burma. Pembantaian dan pembakaran

    besar-besaran dilakukan oleh Burma di seluruh kota bahkan penghancuran

    sejumlah patung Buddha agar lapisan emasnya dapat dirampas dan dimanfaatkan.28

    Kemenangan yang didapat oleh kerajaan Burma ini dipatahkan oleh China

    yang pada saat itu menyerang wilayah burma akibatnya gagal mempertahankan

    wilayah Ayutthaya. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh salah satu jendral Ayutthaya

    26 Ibid. 27 ibid. 28 K. A. Leitich & W. J. Topich. 2013. “ The History of Myanmar”. Greenwood. AS. Hal 33.

  • 33

    yang sempat kabur ke wilayah Siam Tenggara dan membuat sebuah kelompok baru

    untuk merebut kembali wilayahnya atas Burma. Jendral Taksin berhasil

    menakhlukkan satu persatu wilayah Ayutthaya bersama dengan pasukan baru yang

    dipimpinnya bahkan memperluas wilayahnya hingga Laos, Kamboja, dan

    Semenanjung Malaka bagian utara. Setelah masa kekuasaan Taksin berakhir karena

    terbunuh, kekuasaan selanjutnya dipegang oleh jendral bawahannya yaitu Chakkri

    yang kemudian di beri gelar “Rama I “. Berkuasanya Rama I maka dimulainya

    dinasti modern Siam yang turun temurun sampai saat ini mendiami tahta kerajaan.29

    Raja-raja selanjutnya yang memegang tahta kerajaan Siam sangat mempertahankan

    kemerdekaannya meskipun beberapa kali Burma menyerang. Kurang lebih sekitar

    700 tahun kerajaan Siam tidak pernah dijajah oleh kekuatan asing karena sistem

    kerjasama yang mereka jalin antar negara dengan regulasi yang cukup ketat.

    Akhirnya pada tahun 1948, kerajaan Siam resmi mengganti nama menjadi kerajaan

    Thailand dengan menerapkan sistem monarki konstitisional dan raja yang

    memimpin sampai saat ini yaitu Raja Vajiralongkorn atau Rama X dari dinasti

    Chakri. 30

    2.2 Konflik di Thailand Selatan

    Negara Thailand memang biasa disebut negara gajah putih yang cukup

    terkenal diantara negara-negara di Asia Tenggara yang tak pernah dijajah. Sejarah

    yang cukup panjang juga dimiliki oleh negara ini sendiri karena juga sempat

    berebut wilayah negara seperti Burma. Pada awal kekuasaan kerajaan Sukothai

    29 Ibid hal 35 30 Masa pemerintahan Raja Vairalongkorn di mulai dari tahun 2016 menggantikan ayahandanya yang telah meninggal sampai saat ini (2018). Di akses http://www.wisatathailand.com/sejarah/

  • 34

    provinsi Patani, Narawat, dan Yala mempunyai identitas sejarah kenegaraan,

    keagamaan dan kebudayaan di wilayah Thailand Selatan yang sangat berbeda dari

    wilayah Thailand lainnya. Tiga wilayah ini secara umum merupakan daerah

    kekuasaan politik yang berlatar belakang sejarah kedaulatan yang pada saat itu

    dipegang oleh Patani Darussalam. Sejarah menulis bahwa sebelum negeri Patani

    Darussalam menjadi kekuasaan pemerintahan Thailand pada tahun 1902, negeri ini

    memiliki sejarah yang cukup lama dibandingkan dengan sejarah negeri-negeri

    Melayu lainya.31

    Negeri ini hampir sama bentuk pemerintahannya seperti beberapa kerajaan

    yang ada di Nusantara pada saat itu yaitu diperintah oleh kesultanan Islam Melayu.

    Pernah juga dikenal sebagai pusat pelabuhan yang terletak di sekitar Laut Cina

    Selatan yang kemakmurannya menjadi incaran oleh musuh bangsa Melayu yaitu

    Siam atau saat ini Thailand. Apabila dilihat dari segi geografisnya, negeri Patani

    Darusssalam berperan penting dari segi pemikiran keagamaan, pendidikan Islam,

    ekonomi perdagangan serta kestabilan politik dan pemerinthannya ketika masih

    menjadi kerajaan. Oleh karena itu Sejarah Islam di Patani tidak pernah lepas dari

    konflik terutama ketika wilayah Patani telah dikuasai oleh penguasa Thailand.

    2.2.1 Konflik masa lalu dengan Pattani Darussalam

    Pada pertengahan tahun 1768 adalah awal mula dari konflik yang terjadi di

    kawasan Patani, Narathiwat, Yala, dan Songkhla. Pada saat itu Kerajaan Siam

    berhasil menakhlukkan kerajaan Patani dengan cara peperangan yang dilakukan

    31 Syukri,I. (2002) Sejarah Kerajaan Melayu Patani. Bangi, Universiti Kebangsaan Malaysia, hal

    81.

  • 35

    oleh kedua belah pihak. Taktik perang atau strategi perang yang digunakan oleh

    kerajaan Siam dalam keberhasilannya atas penguasaan terhadap kerajaan Patani

    adalah dengan cara “Pecah dan Perintah”.32 Cara ini digunakan oleh Siam agar

    dapat memecah belah persatuan dan melemahkan pimpinan-pimpinan Melayu

    supaya tidak bangkit dan berinisiatif untuk memulai pemberontakan. Pada saat itu

    negeri Patani telah di pecah menjadi tujuh bagian wilayah dan di setiap wilayah

    tersebut telah terpilih pemimpin yang dijadikan boneka dengan tujuan menguasai

    Melayu. Proses pemecahan ini sengaja dibuat agar Siam dapat menjadi pusat

    kekuatan di Melayu dan untuk menghadang para penjajah lain dari Eropa yang

    kebanyakan diantara mereka terlah mengincar wilayah Asia Tenggara dalam segi

    perdagangan.

    Proses desentralisasi atau pemusatan kekuasaan ini menjadi sangat penting

    sekali bagi Siam untuk proses menakhlukkan Patani dilihat dari letak yang strategis

    dapat dimanfaatkan bangsa Eropa khususnya untuk perdagangan di wilayah Asia

    Tenggara. Keadaan wilayah Timur Sungai Mekong pada saat itu dikuasai oleh

    Prancis serta masih berkuasa di wilayah Timur Laut Burma dan Laut Cina Selatan

    yaitu kerajaan Inggris yang juga menjadi ancaman yang cukup berat untuk Siam

    dalam mempertahankan wilayahya.33 Maka hal ini menjadi alasan Kerajaan Siam

    sangat gencar sekali dan memanfaatkan kesempatan ini untuk memperluas

    wilayahnya.

    32 ibid hal 83. 33 Ibid hal 85.

  • 36

    Oleh karena itu dibuatlah sebuah peraturan yang diperkenalkan oleh Raja

    Chulalongkorn pada tahun 1897 untuk mewujudkan dasar dari asas desentralisasi

    yang mereka buat.34 Pada masa pemerintahannya, Raja memerintah wilayah dengan

    menggunakan sistem Thesaphiban dimana pengguanaannya telah di seragamkan di

    seluruh wilayah yang akibatnya pada pudarnya otonomi dengan keragaman dan

    keunikan daerah masing-masing, termasuk wilayah Patani.35 Kebijakan yang di

    keluarkan ini membuat wilayah dibagi menjadi unit yang disebut Monthon. Tiap-

    tiap Monthon di perintah oleh seorang kepala daerah yang disebut dengan Khaluang

    Thesaphiban yang bertanggung jawab kepada mentri dalam negeri. Keseluruhan

    dari Khaluang Thesaphiban adalah pengawal kerajaan yang digaji dengan gaji

    pemerintah pusat yang juga seragam.36 Peniadaan unsur-unsur lokal dilakukan demi

    terwujudnya kebijakan yang dapat membuat timpang ekonomi, hilangnya keunikan

    daerah, hingga penguasa daerah yang asalnya dari pemimpin tradisional juga

    dihapuskan.

    Akan tetapi apabila kita lihat proses sejarah yang menjadikan penduduk

    selatan lebih memilih untuk memisahkan diri adalah karena kurangnya

    kesejahteraan yang didapatkan oleh mereka. Maka disini penulis mencoba

    memaparkan terdapat beberapa fase-fase konflik yang terbagi di Thailand Selatan.

    a. Konflik Fase I (1960 – 1997)

    Setelah muncul peraturan dari pemerintah Thailand yang

    memerintahkan kepada seluruh pesantren-pesantren di Thailand Selatan

    34 Ibid hal 86 35 Ibid hal 88. 36 Pitsuwan,S. (1982) Islam and Malay nationalism : A Case study of muslim of Southern

    Thailand. Ph.D, Tesis. Harvard University. Hal 20.

  • 37

    untuk mengadopsi kurikulum pendidikan yang bermuatan sekuler, seketika

    terjadi penolakan yang cukup besar. Penolakan ini di kemukakan oleh Ustad

    Haji Abdul Karim Hassan yang sangat tidak setuju terhadap keputusan

    pemerintah Thailand mengenai perubahan kurikulum pesantren. Alasan

    tersebut membuat kemudian beliau membentuk kelompok bersenjata yang

    bernama Barisan Revolusi Nasional (BRN) di tahun 1960.37

    a. Pembentukan BRN (Barisan Revolusi Nasional)

    Adalah gerakan Melayu Pattani yang aktif sekali di Thailand Selatan

    dan Malaysia Utara. Pergerakannya sangat memprioritaskan kemerdekaan

    bagi masyarakat Pattani dan sekitarnya. Beranggotakan warga selatan yang

    tidak setuju dengan pemerintah Thailand kelompok ini tidak hanya

    mengusung ideologi Islam, akan tetapi juga mencoba mempertahankan

    ideologi nasionalisme Melayu dan sayap kiri (sosialisme). BRN atau

    Barisan Revolusi Nasional ini terbentuk juga karena adanya pendukung dan

    terbangunnya sebuah relasi yang dekat dengan Partai Komunis Malaya.38

    Terbentuknya BRN ini dimanfaatkan untuk mengusik stabilitas di Thailand

    Selatan dengan berbagai aksi bersenjata yang tujuannya yaitu untuk menarik

    perhatian pemerintah Thailand agar permasalahan konflik ini terlihat

    dipermukaan.

    Walaupun BRN terbentuk dengan berbagai aksinya, kelompok ini

    tidak dapat berkembang lebih jauh dan menjadi ancaman regional yang

    37 Dadan Wildan, Yang Dai Yang Politikus: Hayat Perjuangan Lima Tokoh Persis (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1999), Hal 3. 38 ibid

  • 38

    serius karena minimnya dukungan dari masyarakat Thailand Selatan

    khususnya dari kalangan Muslim Konservatif. Pengaruh ini disebabkan

    karena kebanyakan masyarakat Muslim Konservatif tidak begitu tertarik

    dengan ideologi sayap kiri yang telah diusung oleh BRN. Maka pada tahun

    1968, terdapat beberapa masyarakat Thailand Selatan yang merasa bahwa

    aksi-aksi perlawanan yang dilakukan semakin minim mulai disusunlah

    sebuah kelompok untuk membentuk pemberontakan baru. Kelompok

    pemberontak baru ini bernama PULO atau Patani United Liberation

    Organisation (Organisasi Pembebasan Bersatu Patani).39

    b. Pembentukan PULO

    Organisasi ini dibentuk pada tanggal 22 Januari 1968 oleh Tengku

    Bira Kotanila bersama dengan rekannya Harun Muleng.40 Organisasi ini

    memiliki sistem pengkoordinasian yang lebih aktif, pendukungnya lebih

    luas dan telah tersebar di kota maupun desa. Landasan ideologi yang

    dimiliki oleh PULO mempunyai kelebihan untuk merangkul mayoritas

    golongan dan lapisan masyarakat Melayu-Muslim di Thailand Selatan.

    Jaringan yang digunakan oleh PULO tidak terbatas pada negara Thailand

    saja, akan tetapi lebih luas lagi dari Arab sampai dengan Libya.41 Organisasi

    ini dipimpin oleh para kaum intelektual muda yang lebih terorganisir dan

    sistematis bahkan militan dalam menjalankan tugasnya.

    39 Chalk, Petter (2008). The Malay-Muslim Insurgency in Southern Thailand Understanding the Conflict’s Evolving Dynamic. National Defence Research Institute. Rand Cooperation. Diakses

    dari [http://www.rand.org/content/dam/rand/pubs/occasionalpaper/2008/rand_op189] pada

    20/5/2018 hal 5 40 Zamberi, Muhammad. Umat Islam Pattani : Sejarah dan Politik. Shah Alam. 1993. Hal 12 41 ibid hal 13

  • 39

    Perkembangan PULO sangat pesat dan berhasil menarik minat

    masyarakat lokal Thailand Selatan khususnya dari kalangan muslim

    konservatif. Perlawanan senjata dan berbagai kegiatan sosial untuk

    meningkatkan mutu serta taraf pendidikan juga kesejahteraan para

    penduduk lokal menjadi daya tarik tersendiri yang membuat kelompok ini

    diterima. Gerakan-gerakan yang mengundang simpati para masyarakat

    membuat PULO menjadi kelompok yang cukup besar di antara kelompok

    lainya. Akan tetapi keanggotaan yang dimiliki oleh PULO dapat dikatakan

    terbatas karena tidak pernah menembus angka 400 orang sampai terkadang

    mengalami kesulitan untuk pemberontakan yang bersekala besar.42

    Aktifitas yang dilakukan oleh PULO biasanya menargetkan sasaran

    seperti sekolah, kantor pemerintah, dan kuil budha serta elemen-elemen

    masyarakat yang terlibat di dalamnya. Masalah yang dihadapi oleh

    organisasi ini tidak hanya pada keanggotaan yang minim, akan tetapi juga

    konflik internal pada PULO sendiri. Pada tahun 1993-1995 adalah puncak

    konflik internal yang terjadi ketika sebagian besar dari keanggotaan PULO

    mencoba untuk keluar dan membentuk kelompok baru. Anggota yang

    membelot untuk membuat kelompok baru ini sering dikenal dengan julukan

    NEW PULO.43

    c. Pembentukan NEW PULO

    42 ibid hal 14 43 ibid hal 7

  • 40

    Apabila dibandingkan dengan PULO yang lama, NEW PULO lebih

    mempunyai karakter yang agresif dan pragmatif dikarenakan mereka hanya

    berfokus pada perjuangan bersenjata saja. Kegiatan yang dilakukan NEW

    PULO biasanya juga melibatkan orang selain kelompok bahkan membayar

    penjahat-penjahat dengan tujuan agar aksi-aksi penyerangan yang

    direncanakan dapat berjalan dengan lancar. Berjalannya waktu yang

    membuat semakin banyaknya kelompok pemberontak aktif dalam konflik,

    ternyata masih tidak serta merta meredakan konflik yang terjadi di Thailand

    Selatan. Konflik yang terjadi pada fase ini hanya terbatas pada skala kecil

    karena setiap kelompok pemberontak bekerja secara individualis dan saling

    bersaing satu sama lain. Akan tetapi situasi berubah setelah memasuki tahun

    1997, dimana kelompok-kelompok pemberontak yang tampak ataupun

    tidak tampak di permukaan sepakat untuk membentuk kelompok

    pemberontakan bersama yang dinamakan Bersatu.

    d. Pembentukan Bersatu

    Pembentukan Bersatu ini didasari oleh tujuan utamanya yaitu ingin

    melakukan operasi militer bersama dengan sebuah kode sandi yang

    dinamakan “Operasi Daun Gugur”.44 Operasi militer dilakukan oleh para

    personil Bersatu dengan aksi-aksi penembakan, pemboman dan

    pembakaran terkoordinir yang mengakibatkan 9 orang tewas dengan

    kerugian yang cukup besar. Melihat semakin meningkatnya intensitas

    konflik semenjak Bersatu telah terbentuk, pemerintah Thailand mencoba

    44 ibid hal 9

  • 41

    untuk melakukan perubahan rencana dalam menenangkan konflik ini.

    Pemerintah Thailand mencoba mengajak kerjasama negara tetangga yang

    letaknya sangat bersebelahan yaitu Malaysia. Ketakutan pemerintah

    Thailand terhadap para pemberontak yang kabur ke perbatasan untuk

    bersembunyi di Malaysia harus ditanggapi dengan serius. Kerjasama ini

    membuahkan hasil dengan penangkapan para pemberontak yang ternyata

    sebagian juga terdapat di wilayah negara Malaysia.45 Penangkapan ini

    sangat berpengaruh terhadap penurunan aktifitas dari kelompok

    pemberontak Bersatu dan membuat keadaan damai untuk sementara waktu.

    b. Konflik Fase II (2001 – 2004)

    Masa-masa kedamaian di Thailand Selatan yang masih berlangsung

    di tahun 2001 sangat di nikmati oleh penduduk setempat.46 Hal ini sangat

    dimanfaatkan oleh pemerintah Thailand pusat untuk memberikan sebuah

    otonomi khusus dan pemberian subsidi lebih kepada masyarakat Thailand

    Selatan. Pemberian subsidi ini menjadi sangat penting sekali melihat kadaan

    konflik yang membuat kebanyakan masyarakat Thailand Selatan yang tidak

    dapat memenuhi kebutuhan hariannya. Tujuan dari pembarian subsidi ini

    juga dimaksudkan agar nantinya masyarakat Thailand Selatan tidak

    melakukan pemberontakan lebih jauh ketika keadaan telah cukup damai.

    Akan tetapi meski awalnya penawaran yang dijanjikan cukup menarik,

    45 Arisandy, Dessy. (2012). Diplomasi Thailand-Malaysia dalam mengatasi gerakan separatis di

    Thailand selatan periode 2000-2009. Sebuah skripsi yang diakses dari

    [http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24110/1/DESY.pdf] pada 29/9/2018 46 ibid

  • 42

    kebijakan dari pemerintah Thailand tersebut dalam paraktiknya tidak

    memberikan keuntungan kepada masyarakat Thailand Selatan.

    Peningkatan kualitas insfrastrutur yang kurang memadai, pemakaian

    orang Melayu yang jarang, dan pengangguran masih yang masih terhitung

    banyak merupakan langkah pemerintah Thailand yang kurang maksimal.

    Pada akhir tahun 2001, pemerintah pusat Thailand membubarkan badan

    otonomi khusus yang menjadi kontrol atas Thailand selatan.47 Kurang

    maksimalnya pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang pemerintah Thailand

    selama masa perdamaian berlangsung membuat aktifitas pemberontakan

    muncul kembali. Akhir Tahun 2001 juga terdapat kurang lebih 5 aksi

    penyerangan terkoordinir berasal dari kelompok bersenjata yang

    identitasnya tidak diketahui menyerang ke berbagai penjuru Thailand

    selatan. Akibatnya 5 anggota polisi dan 1 relawan keamanan desa tewas

    dalam aksi pemberontakan tersebut. Lebih lanjut aksi-aksi pemberontakan

    tahun demi tahun semakin mengalami peningkatan yang cukup tajam.

    Terdapat sekitar 75 kasus di tahun 2002 menjadi 119 kasus di tahun 2003.48

    Peningkatan selanjutnya terjadi di tahun 2004 di mana para

    pemberontak mulai berani untuk menyerang pos-pos tentara sebagai target

    mereka. Tepat di bulan januari 2004, kurang lebih 100 orang bersenjata

    menyerang pangkalan militer di Thailand Selatan dan merampas persediaan

    senjata yang tersimpan di dalamnya. Selanjutnya terjadi lagi di bulan Maret

    47 Gunaratna, Rohan, dan Acharya, Arabinda. (2013). The Terrorist Threat from Thailand : Jihad or Quest for Justice. Potomac Books. Hal 96. 48 ibid hal 102

  • 43

    dan April 2004 di mana dalam aksi pemberontakan itu para pelaku berhasil

    mengamankan aneka persenjataan canggih seperti senapan mesin, senapan

    serbu, peluncur granat berporong roket (RPG), bahkan aneka bahan peledak

    juga mereka dapatkan. Bulan April 2004 juga menjadi sebuah momentum

    bersejarah yang tidak akan pernah dilupakan oleh masyarakat Thailand

    Selatan dan termasuk paling kontrofersial pada saaat itu. Pada tanggal 28

    April terdapat kurang lebih 100 orang anggota milisi menyerang 10 pos

    militer di Thailand Selatan.49

    Pada pemberontakan ini terjadi baku tembak yang cukup sengit

    dengan para pemberontak yang kemudian sempat dipatahkan oleh para

    tentara. Sebagain milisi yang terpojokkan kemudian lari untuk mencari

    perlindungan dan persembunyian sementara di masjid Krue Se. Masjid ini

    sangat dihormati bahkan disakralkan oleh penduduk muslim setempat. Para

    tentara yang sedang mengejar milisi tersebut memasuki wilyah masjid untuk

    menembaki dan menewaskan para milisi yang bersembunyi didalamnya.

    Kejadian ini ternyata memancing amarah dan kekecewaan dari masyarakat

    muslim di wilayah tersebut karena penghormatan mereka. Sehingga sejak

    saat itu konflik di Thailand selatan yang awalnya hanya berputar pada

    permasalahan politik semakin merambah menjadi sebuah sentimen

    agama.50

    49 ibid hal 105 50 Nattine Rodrasska, “School under attack in southern Thailand”, 2005. Diakses pada [https://www.unicef.org/infobycountry/Thailand_28007.html] 3 Feb 2018.

  • 44

    Peristiwa-peristiwa kontroversial belum sampai situ saja, pada bulan

    Oktober 2004 belokasi di kota Tak Bai, Narathiwat, terjadi demonstrasi

    yang dilakukan oleh para penduduk lokal.51 Mereka menuntut

    dibebaskannya enam rekan mereka yang sebelumnya ditangkap oleh aparat

    setempat karena dicurigai sebagai penyedia persenjataan dengan tujuan

    pemberontakan. Tanggapan dari aparat Thailand untuk meredam para

    demonstran tersebut terlalu berlebihan dan lebih bersifat kasar bahkan

    sampai membabibuta. Aparat Thailand yang telah menangkap para

    penduduk lokal memaksa untuk menanggalkan pakaiannya dalam keadaan

    terikat, lalu dimasukkan kedalam truk dalam kondisi sesak untuk

    selanjutnya dibawa ke pos milite di Patani.

    Masalah baru muncul lagi ketika puluhan demonstarn dari penduduk

    lokal yang ada di dalam truk tersebut ditemukan tewas akibat dehidrasi dan

    kekurangan oksigen. Muncul sebuah kecaman yang sangat keras atas

    prilaku tentara Thailand yang bukan hanya berasal dari kalangan muslim

    tapi juga dari golongan non-muslim Thailand. Demi mengadili para tentara

    yang bertanggung jawab atas peristiwa tersebut sidang pun dilakukan,

    namun hasil didapatkan dari pengadilan hanya vonis yang ringan. Terlepas

    dari masih banyak misteri yang tersimpan di balik insiden yang telah terjadi,

    pada akhirnya muncul pemicu baru untuk konflik yang bersekala jauh lebih

    besar di Thailand Selatan.52

    51 ibid 52 Ibid.

  • 45

    c. Konflik Fase III (2005 – 2006)

    Pada fase ini terdapat konflik yang ditandai dengan menjamurnya

    kelompok-kelompok pemberontak berideologi Islam baru terbentuk setelah

    konflik-konflik sebelumnya. Konflik pada fase ini memunculkan nama-

    nama gerakan baru seperti Gerakan Mujahidin Islam Patani (GMIP) dan

    Barisan Islam Pembebasan Patani (BIPP) yang juga hampir sama seperti

    sebelumnya. Akan tetapi selain kelompok-kelompok baru yang telah lahir,

    kelompok lama seperti PULO dan BRN juga terpancing dan menemukan

    kebangkitannya lagi di periode ini. Fase ini juga membuat sebuah

    peningakatan yang cukup tajam terhadap jumlah anggota pemberontak

    dibandingakn dengan sebelumnya yang hanya melibatkan ratusan orang.

    Jumlah anggota pemberontak menjadi naik menjadi kurang lebih 5.000

    sampai dengan 30.000 orang yang terlibat dalam aksi-aksi penyerangan dan

    vandalisme seperti yang biasanya mereka lakukan.53

    Pada bulan Februari 2005, peningkatan aksi vandalisme semakin

    meningkat dengan sebuah bom rakitan seberat 50kg meledak di perbatasan

    Thailand dan Malaysia. Beberapa saat selanjutnya sebuah bom juga

    meledak di bandara, supermarket, dan hotel-hotel di provinsi Songkhla.54

    Aktifitas para pemberontak juga semakin sadis bukan lagi dengan

    pengeboman, akan tetapi juga penembakan brutal dan pemotongan kepala

    kepada orang-orang yang tidak sejalan dengan mereka. Lebih lanjut, aksi

    53 Adam burke, “ The contested coner of Asia : Substational conflict and internasional development assistance, 2013, By The Asia Fondation. Hal 25-27. 54 ibid

  • 46

    pemberontakan itu juga dilakukan dengan pembunuhan dan pemenggalan

    kepala termasuk kepada para pemuka agama yang bertentangan dengan

    jalan mereka.

    Maka yang dilakukan pemerintah selanjutnya adalah bertindak tegas

    untuk meredam permasalahan juga sebagai pengaman negara agar tetap

    seimbang. Perdana menteri Thailand Thaksin Shinawatra, akhirnya

    mengerahkan pasukan yang diambil dari berbagai elemen militer dan non

    militer untuk meredam masalah tersebut. Jumlah dari pasukan yang dikirim

    sekitar 24.000 tentara dan kurang lebih 70.000 anggota milisi pro-

    pemerintah yang telah membantu keamanan negara sejak tahun 2004 juga

    dikerahkan. Penerjunan anggota kemiliteran ini juga tidak pernah luput dari

    kekurangan ketika menghadapi konflik yang terjadi di Thailand Selatan.55

    Sangat minimnya keterampilan kelompok tentara Thailand dalam

    menghadapi konflik anti-teror ditambah dengan buruknya rasa pengertian

    terhadap pada penduduk lokal membuat peredaman konflik tidak berjalan

    dengan lancar malah memperburuk konflik. Lebih lanjut, pihak tentara

    Thailand juga sering mengalami konflik dengan kebanyakan polisi setempat

    karena terdapat beberapa anggota polisi lokal yang juga terlibat dalam

    sindikat kasus narkoba di Thailand Selatan.56

    Ketika telah mamasuki tahun 2006, kudeta militer terjadi untuk

    menjatuhkan rezim Thaksin. Masa pemerintahan Thaksin pada saat itu

    55 Ahmad Omar Capakiya, Politik dan Perjuangan Masyarakat Islam di Selatan Thailand 1992-

    2002, (Kuala Lumpur: UKM,2002) Hal 26. 56 Ibid hal 29

  • 47

    sangat bertentangan dengan ideologi komunis yang pada saat itu

    kebanyakan dianut oleh para petani di Thailand. Pihak junta militer yang

    baru berkuasa awalnya berjanji akan lebih giat lagi untuk bisa berunding

    lagi dengan para para pemberontak agar konflik dapat teratasi. Namun, pada

    kenyataanya aksi-aksi vandalisme serta penyerangan di medan konflik

    masih berlangsung dan belum mengalami pengurangan sedikitpun.

    Peristiwa pun terjadi di bulan Agustus 2006, ketika para pemberontak

    menghancurkan 22 bank di kota Yala yang memakan banyak korban jiwa.

    Pihak militer Thailand juga mengakui bahwa sedikit mengalami kesulitan

    dalam melakukan perundingan dengan para pemnberontak. Banyaknya para

    pemberontak yang tersebar di seluruh wilayah Thailand Selatan membuat

    pihak militer kebingungan dalam bernegosiasi dan tidak dapat menentukan

    siapa yang dapat diajak untuk berunding.57

    2.2.2 Pemaksaan asimilasi dari segi linguistik, kebudayaan dan agama

    Siam pada sangat berencana sekali untuk membuat sistem pemisahan

    wilayah karena selain dapat membuat terpecahnya persatuan dari sisa-sisa kerajaan

    Malay, di sisi lain juga dapat menguasai area perdagangan khususnya di wilayah di

    Asia Tenggara. Hal tersebut membuat Siam nantinya menjadi negara yang dapat

    memperluas wilayah kekuasaannya dengan mudah terhadap negara-negara yang

    ada di sekitarnya. Hal ini sangat ditentang oleh kebanyakan masyarakat Patani yang

    pada saat itu masih dikuasai wilayahnya oleh Siam. Alasan selain karena mereka

    harus mengikuti perintah yang bertentangan dengan budaya mereka, mereka juga

    57 ibid hal 37-39

  • 48

    harus mengikuti kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh raja-raja Siam. Selain itu

    raja-raja melayu menjadi sangat terancam karena menurut mereka kebijakan Siam

    sangat mengintimidasi kekuasaan daerah bahkan dapat menurunkan jabatan mereka

    secara perlahan. Turunnya mereka dari jabatan daerah menjadi kesempatan besar

    untuk Siam yang dapat secara bebas memutuskan siapa saja yang nantinya

    memimpin meski asalnya bukan dari Patani ataupun bangsa Melayu lainya.

    Sistem pemerintahan Thailand yang terkesan memaksa dengan halus

    mengharuskan mereka untuk menggunakan bahasa dan tulisan khas budaya Thai.

    Tidak banyak yang menolak keputusan pemerintah Thailand ini dan juga tidak

    sedikit pula yang dapat menerima dengan senang hati. Warga Thailand Selatan

    yang mayoritas melayu akhirnya sedikit demi sedikit kehilangan identitas mereka

    karena akibat asimilasi budaya. Kebanyakan dari sarana dan prasarana yang ada di

    Thailand Selatan menggunakan aksara Thai seperti sekolah, rumah sakit, taman,

    dan lain sebegainya. Bahasa sehari-hari pun juga mengalami percampuraan karena

    terdapat beberapa orang yang masih ingin sekali menjaga warisan leluhur mereka

    yaitu bangsa Melayu. Selain bahasa dan tulisan juga terdapat kebiasaan

    mengenakan jilbab bagi perempuan yang juga membuat mereka cukup dikucilkan

    dari wilayah Thailand pusat dan imbas dari hal ini adalah pengangguran semakin

    bertambah.

  • 49

    Para pejuang-pejuang pendidikan dan sosial di wilayah Thailand Selatan58

    2.2.3 Perbedaan pendapatan ekonomi

    Thailand Selatan merupakan wilayah yang sangat berbeda dengan wilayah

    lainnya karena penduduk yang mendiaminya mayoritas merupakan etnis Melayu

    yang beragama Islam.Wilayah ini sering sekali dilanda konflik karena salah satunya

    penyebabnya adalah kemiskinan secara terus menerus.59 Pemerintah Thailand

    berupaya untuk menyeimbangkan antara wilayah selatan yang minoritas

    masyarakat Muslim-Malay dengan penduduk Thailand pusat agar tidak

    memunculkan gerakan separatisme.

    58 Diambil dari [http://www.nasriatimuthalib.com/2017/07/catatan-perjuangan-di-selatan-thailand.html] pada 3/10/2018. 59 ibid

  • 50

    Upaya yang dilakukan oleh pemerintah Thailand memang sempat

    memberikan pengaruh besar pada perekonomian yang ada di Thailand Selatan.

    Meskipun Thailand pernah mengalami pertumbuhan yang cukup pesat di tahun

    1960-1997, akan tetapi hal ini tidak diikuti dengan pemerataan ekonomi.

    Pemerataan ini tidak didapatkan olah wilayah Pattani, Yala, dan Narathiwat bahkan

    tergolong menjadi daerah yang paling miskin diantara wilayah Thaialnd Selatan

    lainya.60 Apabila dilihat dari pendapatan rata-rata pada tahun 1962 dari wilayah

    selatan adalah 120.7 persen dari daerah kerajaan. Sedangkan di tahun 2000

    pendapatan rata-rata dari Selatan sebesar 91, 8 pesen dibandingkan pada tahun

    2001.61

    60 Coissant, Aurel. (2005). Unrest in South Thailand : Contours, Causes, and Consequences since 2001. Contemporary South East Asia, 27. Diakses dari [https://www.jstor.org/stable/25798718]

    Pada 12 Sept 2018. 61 Jonas, Dalinger.(2012). ‘Pengembangan kelapa sawit di Thailand: Pertimbangan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Diakses dari

    [http://www.forestpeoples.org/sites/fpp/files/publication/2012/10/1-pengembangan-kelapa-sawit-

    di-thailand-pertimbangan-ekonomi-sosial-dan-lingkungan.pdf] pada 23/9/2018.

  • 51

    Sumber : UNDP, Thailand Human Development report 2003 (Bangkok,UNDP 2003)62

    Padat tabel diatas dijelaskan bahawa Terjadi penurunan produk domestik regional

    antara wilayah kerajaan dan selatan yang menurun sebanyak 68.7 persen di tahun

    1999. Sedangkan pada tahun 2000 an terjadi peningkatan kemiskinana yang

    membuat wilayah selatan menjadi tertinggal dari pusat.63 Hal ini di manfaatkan

    oleh para kelompok separatis dengan mengumpulkan kelompok-kelompok yang

    anti pemerintah untuk memisahkan diri dari negara Thailand.

    2.3 Kebijakan pemerintah Thailand dan respon dunia internasional

    terhadap konflik

    2.3.1 Kebijakan pemerintah Thailand

    Pertentangan dari masyarakat Patani masih terus terjadi mengingat kerajaan

    Siam yang terus memojokkan dari segala sisi. Pada saat itu kerajaan Inggris yang

    masih berhubungan baik dengan Melayu dikabarkan akan memberikan bantuan

    kepada warga Patani. Ternyata yang terjadi selanjutnya adalah sebuah perundingan

    62 Ibid 63 Ibid hal 29

  • 52

    kerjasama antara Siam dan Inggris berupa perjanjian yang dinamakan Perjanjian

    Bangkok atau Anglo Siamse-Treaty pada tahun 1909.64 Pembuatan perjanjian ini

    ternyata juga sangat merugikan masyarakat Patani dengan peraturan-peraturan yang

    lebih ke arah penindasan secara menyeluruh juga dari beberapa aspek. Pembahasan

    dari perjanjian ini yaitu kerajaan Siam yang telah berkuasa atas kerajaan Melayu

    dapat melakukan apapun yang mereka inginkan termasuk yang berbentuk

    penjajahan.

    Terlebih lagi ketika kerajaan Inggris sangat mendukung dan

    memperbolehkan Siam untuk melakukan apa saja terhadap wilayah Patani. Salah

    satu alasan yang membuat perjanjian ini berjalan dengan baik adalah ketika

    kerajaan Inggris yang setuju untuk menerapkan sistem bagi hasil terhadap

    penjajahan yang dilakukan oleh kerajaan Siam.65 Kebebasan Siam yang terlampau

    berlebihan ini berpengaruh pada kestabilan ekonomi, politik dan pendidikan yang

    ada di Patani. Lebih jauh lagi, penjajahan yang dilakukan oleh Siam terhadap

    masyarakat Patani telah masuk ke ranah yang paling sensitif yaitu budaya dan

    agama. Hal ini yang akirnya membuat konflik dan pertentangan antara kerajaan

    Siam dan juga mayoritas masyarakat Patani.

    Kesengsaraan demi kesengsaraan meraka hadapi karena pemeriantahan

    kerajaan Siam yang terlampau melebihi batas dalam mengatur jalannya kehidupan

    dari masyarakat Patani pada saat itu. Terlebih lagi ditambah dengan diterapkannya

    asas baru yang cukup membuat mereka harus patuh dan tunduk pada Siam yang

    64 ibid hal 25. 65 Mahmud Syukri, Pathani, ( Jeddah: Dar Al-Saudiah Li an-Nasrani, 1974), Hal 25

  • 53

    dinamakan asas Rathaniyom pada tahun 1938.66 Thai Rathaniyom yang berarti

    negeri Thai untuk ras Thai ini, membuat kebijakan yang dikeluarkan oleh perdana

    mentri Phibun Songkhram ini menjadi sebuah politik yang bersifat ultra nasionalis.

    Politik ini tujuannya adalah sebuah maksud agar kebudayaan Thai menjadi satu-

    satunya yang berlaku dan dikembangkan oleh seluruh wilayah di Thailand. Akan

    tetapi masyarakat yang tergolong minoritas diharuskan untuk patuh terhadap segala

    bentuk budaya orang-orang Thai.

    Kebijakan Phibun Songkhram yang sangat rasialis akhirnya membuat

    timbulnya kemarahan yang luar biasa dari masyarakat Patani. Praktek politik

    asimilasi yang terlalu berlebihan ini membuat bangsa Melayu Patani mulai

    mengambil keputusan untuk menolak tunduk di bawah Siam karena penerapan

    politik ultra nasionalis. Pada tahap perang dunia kedua, gerakan nasionalisme

    Malaya juga sedang bangkit di sebrang perbatasan yang sempat memicu timbulnya

    gerakan untuk membela sesama rakyat Melayu di Patani atau di negeri-negeri

    melayu yang terjajah. Rasa ketidakpuasan dan kebencian terhadap kebijakan Thai

    Rathaniyom mendorong diantara kelompok muda untuk membangkitkan karakter

    bangsa Melayu dan meningkatkan kesadaran persatuan Islam. Peranan yang sangat

    mempengaruhi untuk memberikan semangat pada perjuangan para pemuda Melayu

    dan kebangkitan Islam pada saat itu adalah Institusi Pondok.67

    Seiring dengan perkembangan kebangsaan yang diterapkan melalui

    kebijakan ultra nasionalis, sedikit demi sedikit mulai dihilangkan dan diganti

    66 Judith, Butler. “Loss : The politics of Mourning”. 2003.University of California Press. Barkeley, Los Angeles. Diakses dari http://politicalscience.jhu.edu/2008/03/30/judith-butler-and-political-

    theory-troubling-politics/ pada 3/6/2018 pukul 4pm. Hal 23 67 Ibid hal 26

  • 54

    dengan kebijakan baru yang berfokus pada pembangunan. Kebijakan ini menjadi

    sebuah pengembangan dari ideologi pembangunan dimana pemerintah mencoba

    untuk memasuki seluruh lembaga sosial dan kebudayaan dari komunitas-komunitas

    yang ada termasuk pemeluk agama Islam. Usaha pembangunan sosial-ekonomi ini

    mempunyai tujuan untuk mengganti persoalan konflik dari sebuah konflik

    kekuasaan menjadi ideologi dimana pemerintah bebas melakukan intervensi kepada

    lembaga-lembaga keagamaan. Hal ini menjadi kesempatan bagi pemerintah untuk

    melancarkan program perbaikan pendidikan pondok pada tahun 1961 dengan tujuan

    mengubah lembaga tersebut menjadi sebuah institusi pelopor perubahan dan

    moderenisasi.68

    Tujuan dari program ini dimaksudkan agar transformasi pondok dari

    sekolah swasta menjadi sekolah-sekolah yang tunduk pada peraturan pemerintah

    dapat tercapai. Perubahan tentang sudut pandang podok yang dasasrnya adalah

    sebuah lembaga keagamaan pidah haluan menjadi lembaga pendidikan dan secara

    tidak langsung sangat mengurangi peranan agama dalam kehidupan sosial

    kemasyarakatan. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh kebijakan sekulerisasi ini

    sangat besar pengaruhnya terutama pada pelestarian identitas dan kebudayaan

    bangsa Melayu Patani. Cendekiawan-cendekiawan yang selama ini dihasilkan oleh

    pondok tidak lagi dapat memberikan pelayanan agama terhadap masyarakat

    khususnya pedesaan. Penerapan kebijakan ini menimbulkan asumsi bahwa dengan

    pengembangan bahasa Thai dan norma-norma Thai yang diberikan akan

    68 Lathiful Khuluq, Khairon Nahdiyyin, Labibah Zain, Islam dan Budaya, (Yogyakarta: penerbit

    Belukar, 2009), Hal 48.

  • 55

    menciptakan sebuah rasa kebersamaan dan kesadaran untuk memiliki Thailand

    secara utuh. Akan tetapi yang terjadi di tahun 70-an menjadi berbanding terbalik

    terhadap asumsi diatas dan menumbuhkan benih-benih gerakan separatis yang lebih

    berkobar dari sebelumnya.69

    Apabila kita lihat dalam sejarah di Thailand Selatan yang cukup rumit dan

    membuat sebuah dampak serta pengaruh yang berkepajangan maka penulis

    mencoba untuk membagi menjadi tiga pengelompkan fase konflik. Fase-fase ini

    yang nantinya akan menjelaskan bagaimana konflik ini bermula di tahun 1960

    sampai dengan 2008 dimana dinamika konflik masih di dominasi oleh sikap

    pemerintah Thailand terhadap wilayah Thailand Selatan.70 Maka penulis mencoba

    meihat pada kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan oleh Thailand dalam

    perjalanannya sangat tidak mengalami perubahan yang tertuju pada peningkatan

    pembangunan dan menurunkan konisi kemiskinan di wilayah selatan. Hal

    sebaliknya terjadi setelah dikeluarkannya kebijakan dari pemerintah Thailand dan

    semakin banyak perlawanan sikap anti Siam yang semakin merajalela khususnya di

    Patani. Permasalahan anti Siam dan perlawanan dari penduduk Patani menurut

    penulis disebabkan karena adanya perbedaan yang sangat mencolok reformasi

    politik yang dilakukan oleh pemerintahan Thailand dengan norma-norma atau

    identitas politik bangsa Melayu Patani.

    Dua hal yang menjadikan kontradiksi ini menjadi rumit yaitu Pertama,

    kontradiksi yang menyentuh pada bagian kelembagaan, peleburan badan usaha elit

    69 Nik Anuar Nik Mahmud. 1999. Situation and Problems of the Three Southermost Provinces. Journal Asian

    review Vol I : 67. 70 Helbardt, Sasscha. (2015). Deciphering Southern Thailand’s : Organization and Insurgent Practices of BRN-C. ISEAS Publishing. Hal 28

  • 56

    politik Muslim dalam praktek politik perwakilan, dan perubahan administrasi

    nasional besar-besaran termasuk keterlibatan Muslim dalam proses pengambilan

    kebijakan. Kedua, kontradiksi yang meliputi pembuatan komunitas politik berbasis

    kerajaan dan praktek-praktek politik terhadap permasalahan kerajaan yang masih

    belum selesai lalu selanjutnya membuat konsep negara bangsa sebagai

    pelindungnya. Integrasi yang berbentuk kebijakan ini baik bersifat sosial atau

    politik dalam konteks pembangunan pertisipasi masyarakat dalam prakteknya telah

    bergeser ke arah kebijakan yang bersifat militer. Kebijakan yang bersifat

    militeristik ini diduga memberikan sebuah tanda bahwa terdapat sebuah kelompok

    elit politik di Bangkok dan Patani yang tidak menginginkan konflik ini selesai.

    Usaha-usaha ini dilakukan untuk menutupi kepentingan dan bisnis ilegal yang telah

    berlangsung cukup lama di perbatasn selatan.71

    2.3.2 Respon dari dunia internasional terhadap konflik di Thailand Selatan

    2.3.2.1 Respon Organisasi Internasional

    Konflik yang ada di Thailand Selatan cukup menyita perhatian bagi

    sebagian negara bahkan beberapa organisasi internasional. Kebanyakan dari

    mereka yang menyadari bahwa konflik ini tidak dapat dibiarkan saja dan mencoba

    untuk membantu meredakan. Beberapa organisasi yang ikut andil dalam proses

    penyelesaian konflik adalah ASEAN dan OKI. Kedua organisasi ini memutuskan

    untuk membantu dalam konflik di Thailand Selatan karena kesamaan wilayah dan

    mayoritas agama yang dianut.

    71 Sebuah kerjasaama yang terjalin antara Thailand dan Malaysia untuk membasmi perdagangan

    gelap yang dilakukan di perbatasan Thai-Malay juga mencegah pemberontak untuk kabur dengan

    membangun tembok pemisah, diakses dari [http://apdf-magazine.com/id/kerjasama-thailand-dan-

    malaysia-meningkat-dalam-memerangi-kejahatan-transnasional/] pada 4 Mei 2018.

  • 57

    a. OKI (Organisasi Kerjasama Islam)

    Salah satu organisasi yang membantu dalam resolusi konflik di

    Thailand Selatan adalah OKI atau Organisasi Kerjasama Islam. Prinsip

    yang dibawa oleh OKI merupakan sebuah pendekatan yang lebih tertuju

    pada agama Islam. Pergerakannya merupakan sebuah penghormatan

    terhadap Piagam PBB dan juga penghormatan terhadap hak asasi

    manusia secara universal. Dasar pembentukan dari organisasi ini yang

    telah tercantum dalam piagam OKI adalah untuk melindungi hak-hak

    muslim minoritas dan masyarakat negara non-anggota. Piagam ini

    menyatakan bahwa OKI menjaga kelompok minoritas dan komunitas

    muslim di negara non-anggota dan melakukan intervensi atas nama

    perlindungan hak asasi manusia yang berkonsentrasi pada agama

    sebagai elemen penting yang mengikat muslim secara bersama.72 Pada

    akhirnya kemunculan OKI dapat diibaratkan sebagai organisasi yang

    mendukung dan membantu dalam konflik yang terjadi di Thailand

    Selatan.

    Sedangakan konflik yang berkonsentrasi pada empat provinsi di

    Thailand Selatan yaitu : Pattani, Yala, dan Narathiwat dimana terjadinya

    diskriminasi muslim Melayu oleh pemerintah Thailand. Melihat di

    tahun 2004 terjadi baku tembak antara tentara dan kelompok

    pemberontak. OKI dalam hal ini turut membantu untuk menengahi

    72 Kementrian Luar Negeri, “Organisasi Kerjasama Islam (OKI)”. Diaksess dari

    [http://www.kemlu.go.id] pada 9/8/2018

  • 58

    konflik pada tahun 2005 setelah mendapatkan undangan resmi dari

    pemerintah Thailand.73 Cara yang dilakukan oleh OKI untuk

    mendapatkan informasi ketika berlangsunnya konflik adalah dengan

    mengirimkan tim pencari info ke Thailand. Fokus utama turunnya OKI

    dalam masalah ini adalah untuk menjadi mediasi dan mengembalikan

    hak-hak muslim yang ada di Thailand Selatan. Resolusi yang dibawa

    oleh OKI adalah dengan membantu Thailand Selatan dalam mencari

    model pemerintah yang sesuai dengan masyarakatnya, menekankan

    pada masalah pengakuan bahasa dan budaya melayu. Hal ini juga

    membantu mendorong pembangunan ekonomi yang adil di Thailand

    Selatan secara merata.

    b. ASEAN (Association of South East Asia Nations)

    Organisasi yang aktif dan juga mempunyai pengaruh cukup kuat di

    wilayah Asia Tenggara adalah ASEAN. Pergerakan ASEAN meliputi

    berbagai aspek termasuk politik, ekonomi, sosial dan budaya. Anggota

    yang dimiliki ASEAN juga tidak mencakup semua negara yang ada di

    Asia Tenggara. Terdapat Indonesia, Thailand, Vietnam, Singapura,

    Malaysia, Filipina, Myanmar, Kamboja, Laos dan Brunei Darussalam

    yang sampai saat ini menjadi anggota tetap di ASEAN.74

    Organisasi ini mempunyai tujuan yaitu mempercepat pertumbuhan

    ekonomi, kemajuan sosial, serta pengembangan kebudayaan di wilayah

    73 Pattani Post, “ OIC ingin supaya pihak terlibat mengadakan perbincangan”, Pattanipost.com

    .Diakses pada [ http://patanipost.net/2010/05/24/oic-ingin-supaya-pihak-terlibat-mengadakan-

    perbincangan/0965 pada 6/8/2018. 74 Establishment ASEAN. Diakses dari [ https://asean.org/asean/about-asean/] pada 24/8/2018.

  • 59

    Asia Tenggara. Konflik yang berkepanjangan di Thailand Selatan

    menjadi sebuah masalah nasional bagi pemerintah Thailand dan

    dampaknya juga berpengaruh pada keamanan regional di Asia

    Tenggara. Usaha penyelesaian konflik di tingkat nasional sering

    menemui jalan buntu bahkan pemerintah kadang memperburuk suasana

    konflik dengan kebijakannya. Sementara ASEAN juga memberikan

    bantuan konflik selama masih tidak keluar dari prinsip non-intervensi.

    Akibat dari keputusan ASEAN atas isu konflik yang terjadi di Thailand

    Selatan membuat hal ini tidak pernah menjadi isu sentral yang sering di

    bahas.

    2.3.2.2 Respon Negara regional di wilayah Asia Tenggara

    Konflik yang terjadi di Thailand Selatan mempunyai daya tarik tersendiri

    bagi dunia internasional khususnya negara-negara yang ada di Asia Tenggara.

    Munculnya konflik ini juga merupakan suatu pembahasan yang juga selalu

    diungkapkan oleh berbagai negara untuk dijadikan bahan dalam berbagai

    pertemuan regional bahkan internasional setiap tahunnya. Thailand mempunyai

    peran yang sangat signifikan terhadap keberlangsungan resolusi konflik yang ada

    di wilayah Thailand Selatan. Oleh karena itu pemerintahan Thailand juga mencoba

    membuat kerjasama antar negara khususnya di wilayah Asia Tenggara. Negara-

    negara seperti Malaysia dan Indonesia mempunyai peran yang sangat berpengaruh

    dalam kelancaran resolusi konflik yang ada di Thailand Selatan. Melihat dari

  • 60

    kesamaan ras dan agama dari kedua negara ini, akhirnya Thailand menjalin

    kerjasama dengan tujuan agar kedamaian terwujud dalam konflik tersebut.

    A. Respon Malaysia terhadap konflik Thailand Selatan

    Tepat di tahun 2004 muncul dua kejadian yang terjadi di Thailand

    Selatan yaitu serangan di Masjid Krue Se dan sebuah insiden kekerasan di Tak Bai

    di Narathiwat. Penyerangan yang terjadi di Masjid Krue Se terjadi pada tanggal 28

    April 2004 pada saat para militer Thailand mencoba menangkap mereka yang

    diduga pemberontak dan tengah bersembunyi di dalamnya.75 Sementara itu, insiden

    kekerasan di Tak Bai dilakukan oleh sekelompok orang yang selanjutnya

    dipenjarakan oleh polisi Thailand terkait serangan tersebut. Akibat dari dua

    kejadian di atas memicu demonstrasi besar-besaran oleh masyarakat Thailand

    Selatan di luar kantor polisi distrik. Hal-hal sensitif yang menimbulkan protes keras

    ini telah masuk ke ranah agama dan mengusik ideologi dari masyarakat Thailand

    Selatan. Sedangkan Polisi Thailand menanggapi protes ini bukan dengan cara yang

    damai akan tetapi lebih kepada kekerasan dan pemaksaan. Tahun 2005 adalah

    puncak dimana pemerintah Thailand menerapkan status darurat militer di wilayah

    Thailand Selatan. Status ini membuat seluruh masyarakat Thailand Selatan

    merasakan ketakutan juga kekhawatiran yang akhirnya mereka melakukan tindakan

    lebih lanjut. Pada 30 Agustus 2005 sebanyak 131 masyarakat muslim Thailand

    75 Dulyakasem, U (1984) Muslim-Malay separatism in Southern Thailand : Factors underlying The political revolt. In Joo-Jock, Lim & Vani S (eds.) Armed separatism in Southeast Asia.

    Singapore:ISEAS.

  • 61

    Selatan menyebrangi perbatasan untuk masuk kewilayah Kelantan Malaysia demi

    menghindari konflik di Thailand.76

    Penelusuran jejak para pemberontak di perbatasan Malaysia dan Thailand.77

    Peristiwa diatas membuat Dr. Tun Mahatir Muhammad menginisiasi untuk

    berdialog dengan kelompok separatis pada akhir 2005 yang bertempat di pulau

    Langkawi. Tujuan dari dialog ini diadakan adalah untuk mencari jalan keluar demi

    perdamaian di Thailand Selatan. Pandangan dan nasehat yang diberikan oleh Dr.

    Tun Mahatir Muhammad tersebut dimaksudkan agar para imigran dari Thailand

    Selatan ini bisa mendapatkan pemahaman dan penyelesaian konflik yang telah

    terjadi. Selanjutnya pada Oktober 2005, mantan perdana mentri Thailand Anand

    Panrayachun bertemu Tun Mahatir Muhammad di Putrajaya guna mendapatkan

    gambaran, ide, dan gagasan mengenai prespekif Malaysia dalam menangani konflik

    76 Ant, TMG. “Raja Thailand : Pelunak pendekatan di Selatan”. Gatra Magazine, 2004.

    [http://arsip.gatra.com/2004-11- 10/artikel.php?id=48691] Diakses pada 6 Mei 2018.

    77 ibid

  • 62

    di Thailand Selatan. Raja Thailand Bhumibol Adulyadej juga telah memberikan

    restu kepada Mahatir sebagai penengah dan juga tokoh yang mewakili Islam

    moderat agar nantinya memperoleh sebuah kesepakatan kedamaian. Dialog demi

    dialog dilakukan oleh pihak Thailand dan pihak pemberontak demi mencapai

    kesepakatan bersama dan perdamaian bagi kedua pihak.

    B. Respon negara Indonesia terhadap konflik di Thailand Selatan

    Indonesia adalah salah satu negara anggota yang juga aktif dalam

    setiap perundingan dan pemecahan masalah dalam forum ASEAN. Negara-negara

    anggota ASEAN juga sering berkunjung ke Indonesia karena keramahan dan juga

    demi menjalin kerjasama yang baik antar wilayah negara. Thailand adalah salah

    satu diantara negara anggota ASEAN yang juga sempat mendatangi Indonesia dan

    menjalin kerjasama ekonomi di tahun 1950.78 Selain menjalin kerjasama, Thailand

    juga sempat memita bantuan dalam konflik berkepanjangan yang ada di Thailand

    Selatan. Hal ini menjadi peluang positif untuk memainkan peran regionalnya di

    Asia Tenggara dengan memanfaatkan modalnya sebagai salah satu negara dengan

    mayoritas penduduk muslim terbesar dunia. Inisiatif untuk melakukan mediasi

    terhadap konflik di Thailand Selatan telah digagas oleh wapres Jusuf Kalla pada

    tahun 2008 lalu. Pertemuan itu dilakukan dalam rangka peran Indonesia sebagai

    fasilitator pertemuan antara pemerintah Thailand dengan beberapa tokoh Thailand

    Selatan.

    78 Thanet Aphornsuwan ,Origins of Malay Muslim “Separatism” in Southern Thailand, Asia Research Institute, Singapore, October 2004.

  • 63

    Penerimaan gelar doktor honoris causa kepada Jusuf Kalla karena idenya untuk Thailand.79

    Presiden dan wakil presiden berbagi pengalaman dan pelajaran dari

    penanganan konflik di daerah Aceh dan menekankan seberapapun konflik yang

    terjadi pasti ada solusinya. Sebagai salah satu tetangga terdekat dan sesama anggota

    ASEAN, Indonesia selalu ingin membuat situasi yang damai dan tentram

    khususnya di wilayah Asia Tenggara. Terdapat beberapa prinsip yang dipegang

    oleh Indonesia mengenai keamanan nasional ternyata juga berpengaruh kepada

    keamanan regional, karena itu Indonesia sangat percaya diri dan proaktif dalam

    melakukan inisiasi terhadap masalah di Asia Tenggara.80

    Konflik yang terjadi di Thailand Selatan membuat Indonesia dapat

    memainkan peranan yang lebih kostruktif dengan menjalankan perannya sebgai

    mediator. Sebuah kajian teoritik dari pandangan kaum realis menyebutkan bahwa

    keterlibatan pihak ketiga dalam sebuah konflik internal semata-mata dipengaruhi

    79 ‘Putri Thailand Serahkan gelar Honoris Causa ke wapres JK’ . Diakses dari [https://news.detik.com/foto-news/d-3454257/putri-thailand-serahkan-gelar-doktor-honoris-causa-

    ke-wapres-jk] pada 3/10/2018. 80 Ninin Damayanti,Indonesia tangani konflik di Thailand Selatan, Tempo magazine,2008. Jakarta [https://nasional.tempo.co/read/136582/indonesia-tengahi-konflik-thailand-selatan] Diakses pada

    10 Mei 2018.

  • 64

    oleh adanya kepentingan nasional terhadap negara target. Akan tetapi muncul

    sebuah pandangan lain dari neo-liberal yang menyebutkan bahwa pertimbangan-

    pertimbangan etik dan moral masih harus dipikirkan ketika harus melibatkan diri

    dalam konflik etnis internal. Pelibatan diri sebuah institusi asing, baik itu aktor

    negara maupun non-negara, tidak perlu harus dipandang dengan sikap negatif.

    Sebaliknya jika kepentingan negara dan pemberontak tidak dapat dipertemukan

    maka dibutuhkan pihak ketiga untuk menengahi. Keterlibatan ini pun harus selalu

    dipandang sebagai sebuah intervensi yang sifatnya positif. Oleh karena itu bantuan

    dan keterlibatan pihak luar bisa berdampak konstruktif yang melahirkan win-win

    solution.

    Setiap kali Indonesia melakukan perannya demi perdamaian, sangatlah

    dibutuhkan masukan dari berbagai pihak dari dalam negeri seperti ilmuan,

    agamawan, NGO, dan lain sebagainya agar lebih maksimal. Perihal konflik di

    Thailand Selatan sangat penting untuk melibatkan peran ulama dalam penentuan

    dan kebijakan selanjutnya. Peran ormas-ormas besar seperti NU dan

    Muhammadiyah yang mendukung upaya perdamaian telah menjadi faktor

    pendukung dalam kesuksesan diplomasi Indonesia. Upaya diplomasi Indonesia

    yang lebih melibatkan unsur warga masyarakat dan sekitarnya merupakan salah

    satu ciri diplomasi baru dimana cara untuk mencari masukan dari berbagai pihak

    sangatlah efektif dalam memahami konflik di Thailand Selatan. Bukti bahwa

    Indonesia juga pernah berhasil menjadi mediator adalah ketika dalam konflik

    pemerintah Filipina dengan bangsa Moro yang merupakan pengalaman Indonesia

    agar nantinya dapat dibagi dalam diskusi masalah konflik.

  • 65

    2.3 Kebijakan pemerintah Thailand dan respon dunia internasional

    terhadap konflik

    2.3.1 Kebijakan pemerintah Thailand

    Pertentangan dari masyarakat Patani masih terus terjadi mengingat kerajaan

    Siam yang terus memojokkan dari segala sisi. Pada saat itu kerajaan Inggris yang

    masih berhubungan baik dengan Melayu dikabarkan akan memberikan bantuan

    kepada warga Patani. Ternyata yang terjadi selanjutnya adalah sebuah perundingan

    kerjasama antara Siam dan Inggris berupa perjanjian yang dinamakan Perjanjian

    Bangkok atau Anglo Siamse-Treaty pada tahun 1909. Pembuatan perjanjian ini

    ternyata juga sangat merugikan masyarakat Patani dengan peraturan-peraturan yang

    lebih ke arah penindasan secara menyeluruh juga dari beberapa aspek. Pembahasan

    dari perjanjian ini yaitu kerajaan Siam yang telah berkuasa atas kerajaan Melayu

    dapat melakukan apapun yang mereka inginkan termasuk yang berbentuk

    penjajahan.

    Terlebih lagi ketika kerajaan Inggris sangat mendukung dan

    memperbolehkan Siam untuk melakukan apa saja terhadap wilayah Patani. Salah

    satu alasan yang membuat perjanjian ini berjalan dengan baik adalah ketika

    kerajaan Inggris yang setuju untuk menerapkan sistem bagi hasil terhadap

    penjajahan yang dilakukan oleh kerajaan Siam. Kebebasan Siam yang terlampau

    berlebihan ini berpengaruh pada kestabilan ekonomi, politik dan pendidikan yang

    ada di Patani.

  • 66

    a. Keikutsertaan Organisasi Keagamaan Muhammadiyah di

    Indonesia

    Indonesia adalah negara kepulauan yang mempunyai

    beragam suku dan budaya dengan penduduk yang mayoritas

    memeluk agama islam terbesar di dunia. Hal ini membuat Indonesia

    mempunyai berbagai macam ormas dan LSM yang bergerak

    dibidang keagamaan termasuk dalam agama islam. Terdapat dua

    organisasi masyarakat yang cukup luas cakupannya serta pengaruh

    besar bagi masyarakat muslim yang ada di Indonesia yaitu

    Nahdhatul Ulama dan Muhammadiyah. Meskipun kedua organisasi

    ini mempunyai tujuan dan maksud yang berbeda akan tetapi dakwah

    mereka tetap berpegang teguh pada pegangan islam yaitu Al-qur’an

    dan Hadist.81

    Muhamadiyah merupakan organisasi masyarakat yang juga

    mempunyai cakupan dakwah sampai ke luar negeri demi

    menyampaikan syiar islam. Muhammadiyah melihat konflik yang

    terjadi di Thailand Selatan sebagai suatu keharusan untuk membantu

    karena sesuai dengan ajaran agama islam yang menyebutkan bahwa

    harus selalu membantu sesama muslim. Keikutsertaan

    Muhammadiyah dalam konflik ini selain dapat membuka jalan

    perdamaian menuju kesejahteraan bagi masyarakat disana juga

    81 ‘Cara Aqidah Menyapa kebudayaaan’. Diakses dari [http://www.suaramuhammadiyah.id/2016/03/13/cara-akidah-menyapa-kebudayaan/] pada 2/10/2018.

  • 67

    mempunyai manfaat dakwah islam yang lebih luas. Beberapa topik

    yang di angkat oleh Muhammadiyah dapat mencakupi aspek

    pendidikan, sosial, budaya, ekonomi dan politik. Oleh karena itu

    keputusan Muhammadiyah ikut membantu penyelesaian konflik di

    Thailand merupakan sebuah kajian yang ingin penulis bahas di bab

    selanjutnya.