BAB II DASAR TEORI 2.1 Walkie Talkie
Transcript of BAB II DASAR TEORI 2.1 Walkie Talkie
Laporan Tugas Akhir BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto 6 D310020
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Walkie Talkie
Walkie talkie sendiri secara umum dikenal sebagai radio panggil atau
transceiver genggam. Berdasarkan definisinya walkie talkie merupakan sebuah alat
komunikasi genggam dua arah yang dapat mengkomunikasikan dua orang atau lebih
dengan menggunakan gelombang radio sebagai media transmisinya. Kebanyakan
walkie talkie dipergunakan untuk melakukan komunikasi suara dengan mendengar dan
berbicara secara bergantian sehingga dikenal juga dengan sebutan two way radio
ataupun radio dua arah. Walkie talkie dapat digunakan sampai jarak maksimal 2,5 km.
Walkie talkie berbeda dengan handie talkie (HT), walaupun keduanya
mengacu prinsip yang sama mengenai radio dua arah, tetapi keduanya memiliki
perbedaan. Handie talkie memiliki range frekuensi yang lebih besar dan bebas
dibandingkan dengan walkie talkie, sehingga dalam penggunaannya handie
talkie memerlukan izin. Dalam definisinya HT hampir sama dengan walkie talkie,
yaitu alat komunikasi dua arah yang tidak menggunakan kabel. Pada
awalnya jarak yang dapat ditempuh oleh alat ini hanya sejauh 2 mil, namun
belakangan ini handie talkie dapat mencakup hingga jarak 12 mil. Walkie talkie
merupakan alat komunikasi yang menggunakan teknologi duplek paruh (half duplex)
dalam interaksinya. Half duplex merupakan media komunikasi dua arah secara
bergantian antara pengirim dan penerimanya. Dalam penggunaannya, Walkie talkie
memakai frekuensi antara 30 MHz – 300 MHz yang tergolong ke dalam jenis
frekuensi sangat tinggi atau Very Hight Frequency (VHF).
2.2 Pengertian Dan Konfigurasi Minimal
Webster pernah mengartikan ‘telekomunikasi’ sebagai komunikasi jarak jauh
(communication at a distance) dan IEEE pernah mendefinisikannya sebagai transmisi
sinyal (signal) jarak jauh. Seperti telegraf, radio, walkie talkie atau televisi. Juga lazim
dimaknai sebagai komunikasi elektris (electrical communication) [1,2]. Komunikasi
dapat diartikan sebagai kegiatan penyaluran informasi dari satu titik ke titik (tempat)
7 Laporan Tugas Akhir BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310020
ke titik (tempat lain) [1,3]. Dengan pengertian seperti itu, konfigurasi minimal yang
diperlukan dalam sistem komunikasi setidaknya harus terdiri atas pengiriman dan
penerimaan. Sedangkan notasi yang lazim dipakai dalam komunikasi radio,
pengiriman dan penerima dinotasikan dengan Transmitter (TX) dan Receiver (RX),
yakni berturut-turut sebagai notasi atas TX dan RX. Konfigurasi minimal tersebut
diperlihatkan pada gambar 2.1. Pengiriman mengubah informasi yang dikirim (mT)
menjadi sinyal atau sinyal (ST). Sinyal inilah yang mengalir atau merambat melalui
media dan tiba di penerima sebagai sinyal terima (SR) untuk dipulihkan menjadi
informasi kembali (mR).
2.3 Ragam Arah Interaksi
Pada gambar 2.1 terlihat suatu bentuk konfigurasi minimal yang diperlukan
dalam sistem komunikasi radio. Konfigurasi tersebut hanya terdapat satu pengirim dan
satu penerima, sehingga interaksi hanya bersifat searah, yakni pihak satu hanya
bertindak sebagai sumber (source) dan pihak lain hanya bertindak sebagai tujuan
(destination). Ini disebut ragam searah atau simpleks (simplex). Komunikasi ragam
searah ini biasa digunakan pada komunikasi yang bersifat sederhana dan bisa bersifat
point-to-point ataupun poin-to-multipoint. Point-to-point yaitu komunikasi yang
disediakan oleh sebuah link dari satu stasiun ke stasiun lain [7]. Sedangkan point-to-
multipoint yaitu komunikasi yang disediakan oleh beberapa link dari satu stasiun ke
beberapa stasiun [7]. Dengan kata lain dikomunikasi ragam searah ini tidak terjadi
interaksi timbal-balik antar kedua belah pihak. Salah satu peralatan modern yang
menggunakan ragam searah (simplex) adalah pengeras suara (megaphone).
Megaphone merupakan salah satu alat komunikasi analog yang bersifat point-to-
multipoint.
Gambar 2.1 Konfigurasi Minimal Sistem Telekomunikasi
8 Laporan Tugas Akhir BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310020
Seiring dengan perkembangan teknologi, terciptalah ragam interaksi yang
dapat saling berinteraksi secara timbal-balik di antara keduanya. Agar komunikasi
dapat bersifat timbal-balik (dua arah), yakni masing-masing pihak dapat menjadi
sumber dan tujuan, maka masing-masing pihak juga harus memiliki pengirim (TX)
dan penerima (RX). Dalam persepsi indera manusia, interaksi timbal-balik seperti itu
dapat secara bergantian waktu, dalam hal ini seorang pengguna tidak dapat mendengar
dan berbicara secara bersamaan yang disebut dupleks-paruh (half-duplex) atau secara
serentak yang disebut dupleks-penuh (full-duplex). Dalam hal interaksinya timbal-
balik, fisik media penyalurannya dapat terpilah, dapat pula tak-terpilah. Jika fisik
medianya tak-terpilah, diperlukan piranti duplexer dan metode duplexing. Ragam/jenis
arah interaksi ini diilustrasikan pada gambar 2.2.
Gambar 2.2 Ilustrasi Arah Interaksi Komunikasi
Berdasarkan gambar 2.2 dapat disimpulkan dalam suatu komunikasi sekurang-
kurangnya terdapat terdapat dua pihak. Untuk pembahasan lebih lanjut, supaya bersifat
umum dan mudah dipahami masing-masing pihak diwakili dengan sebuah perangkat
9 Laporan Tugas Akhir BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310020
pengguna (user equipment, UE), sehingga ragam searah (simplex) dapat dimodelkan
menjadi gambar 2.3.
Gambar 2.3 Konfigurasi Umum Komunikasi Searah
2.4 Komunikasi Radio
Komunikasi radio secara luas diartikan sebagai komunikasi yang dalam
penyalurannya menggunakan gelombang radio, misalnya: sistem siaran (broadcasting)
radio, siaran televisi darat (teresterial), komunikasi melalui satelit, komunikasi
bergerak dan lainnya. Perlu diketahui, bahwa gelombang radio merupakan salah satu
jenis bagian gelombang elektromagnetis (GEM), sedangkan cahaya juga termasuk
gelombang elektromagnetis dengan frekuensi yang lebih tinggi daripada gelombang
radio.
2.4.1 Gelombang Elektromagnetis
2.4.1.1 Sifat-Sifat Umum [1]
Dalam komunikasi/telekomunikasi, sinyal yang dialirkan dapat berupa
sinyal elektris (arus listrik) maupun gelombang elektromagnetis. Berikut
beberapa rincian mengenai gelombang elektromagnetis (GEM). GEM
merupakan perambatan serentak secara transversal getaran medan elektris (E)
dan medan magnetis (H). Karena bergetar, maka memiliki frekuensi (f = 1/T =
ω/(2π) Hz). Karena merambat, maka memiliki cepat rambat (v = m/s) dan
panjang gelombang (λ ‘dalam meter’).
Bagi GEM, isolator merupakan medium rambatan yang baik,
sedangkan konduktor tidak. Seperti diilustrasikan pada gambar 2.8 jika
merambat pada isolator sempurna, GEM terpantul seluruhnya. Jika merambat
pada isolator sempurna, GEM tidak mengalami susutan. Jika merambat melalui
media yang agak konduktif, GEM mengalami susutan dan semakin tersusut
jika: (1) Frekuensi, permeabilitas dan atau konduktifitas makin tinggi (2)
10 Laporan Tugas Akhir BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310020
permitivitas makin rendah. Cepat rambat semakin tinggi jika: (1) frekuensi
dan/atau permitivitas makin tinggi. (2) permeabilitas dan/atau konduktifitas
makin rendah. GEM tentu saja dapat mengalami fenomena pemantulan
(refection), pembiasan (refraction) dan lenturan (diffraction), seperti
diilustrasikan pada gambar 2.4.
Gambar 2.4 Pembiasan dan Lenturan
2.4.1.2 Frekuensi Dan Watak Propagasi [1]
Terdapat beberapa cara penamaan terkait frekuensi, diantaranya seperti
tabel 2.1. Perlu diingat lagi bahwa semakin tinggi frekuensi, pancaran maupun
tangkapannya memang ‘semakin’ mudah diarahkan, namun rugi (loss) daya
persatuan panjang jarak tempuh juga semakin tinggi. Oleh karena itu,
pemilihan frekuensi terkait dengan jenis pemakaiannya perlu
mempertimbangkan kelayakan implementasinya.
ELF dapat dimanfaatkan untuk komunikasi yang perlu menembus air,
misalnya komunikasi dengan kapal selam. Namun karena rendahnya frekuensi,
pesat informasinya jhuga sangat rendah. VLF dan LF (LW) dengan polarisasi
vertikal dapat dimanfaatkan untuk komunikasi di permukaan daratan jarak
relatif dekat, sehingga popular untuk siaran (broadcasting) AM
Tabel 2.1 Tata Penamaan Gelombang Radio Berdasarkan Frekuensi [1]
11 Laporan Tugas Akhir BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310020
Frekuensi Nama
30 – 300 Hz ELF (Extremely Low Frequency)
300 Hz – 3 KHz -
3 – 30 KHz VLF (Very Low Frequency)
30 – 300 KHz LF (Low Frequency) atau LW (Longe Wave)
300 KHz – 3 MHz MF (Medium Frequency) atau MW (Medium Wave)
3 – 30 MHz HF (Hight Frequency) atau SW (Short Wave)
30 – 300 MHz VHF (Very Hight Frequency)
300 MHz – 3 GHz UHF (Ultra Hight Frequency)
3 – 30 GHz EHF (Extra Hight Frequency)
30 – 300 GHz SHF (Super Hight Frequency)
Ilustrasi perambatan medan elektris pada gelombang MW diberikan
pada gambar 2.5 karena rambatannya menelusuri permukaan tanah, gelombang
ini disebut juga gelombang permukaan (surface wave).
Gambar 2.5 Perambatan Medan Elektris Pada MF (MW)
HF (SW) pernah sangat populer untuk siaran radio jarak yang sangat
jauh. Salah satu sifat sangat menariknya adalah bahwa gelombang dapat
dipantulkan oleh lapisan ionosfer. Gelombang pantul dari ionosfer tersebut
dapat dipantulkan lagi oleh bumi. Dengan adanya pancar sangat besar dan
antena yang poancarannnya agak mendongak, lintasan terpantul-pantul antara
ionosfer dan bumi ini memberikan keuntungan, yakni jangkauannya dapat
mencapai belahan lain bumi ini. Ilustrasi rambatan HF diperlihatkan pada
gambar 2.6 sesuai rambatannya, gelombang ini disebut juga gelombang langit
(sky wave) atau gelombang terpantulnya ionosfer (ionospheric reflected wave).
Dan seperti yang diketahui, lapisan udara di sekitar bumi mempunyai sifat-sifat
12 Laporan Tugas Akhir BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310020
yang berlainan. Lapisan yang terdekat dengan bumi mempunyai sifat renggang
dan yang terjauh dari bumi ialah terpadat [6].
Secara miring, gelombang akan tembus jika frekuensinya melebihi
Maximum Usable Frequency (MUF) yang memiliki nilai MUF = fcr sec Ɵ.
Pada malam hari, lapisan ionosfer lebih tenang dan teratur daripada siang hari,
sehingga kualitas penerima SW pada malam hari juga lebih baik.
Gambar 2.6 Rambatan Gelombang HF (SW) [1]
Frekuensi di atas HF diterapkan pada ragam yang tidak menelusuri
permukaan, tidak pula memanfaatkan pantulan ionosfer. Pada mulanya,
digunakan untuk transmisi garis pandang (Line_Of_Sight, LOS), misalnya pada
transmisi darat (terestrial) seperti pada gambar 2.7.
Gambar 2.7 Transmisi Darat [1]
Dari gambar 2.7 dapat dipahami bahwa jika jarak pengiriman penerima
makin jauh, antena juga harus makin tinggi. Jika jarak tersebut terlalu jauh dan
tetap dipaksakan hanya memakai sepasang antena pengirim dan penerima,
maka tinggi antena yang dibutuhkan dapat menjadi tidak masuk akal. Dalam
hal seperti ini, transmisi lazimnya dilakukan secara berantai, yakni dengan
menyisipkan stasiun-stasiun pelantas (relay) di antara pengirim dan penerima.
13 Laporan Tugas Akhir BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310020
Menjadi persoalan apabila penyelipan pelantas (relay) teersebut tidak
memungkinkan, misalnya jika pengirim dan penerima dipisahkan oleh lautan
dan tidak cukup layak memasang pelantas di tengah laut. Untuk mengatasi hal
ini, pernah diterapkan transmisi hamburan drop (Tropospheric Scattered Wave,
Tropo-Scatter). Antena pemancar dipasang agak menengadah. Pancaran
menabrak troposfer, sehingga dihamburkan oleh partikel-partikel disana. Di
antara gelombang terhambur, tentu sebagian ada tiba disisi penerima. Dengan
antena penerima yang juga agak menengadah, gelombang dapat tertangkap.
Karena mengandalkan fenomena hamburan, efisiensi daya sangat rendah. Oleh
karena itu, transmisi troposfer pada saat ini mungkin sudah tidak dijumpai,
seiiring dengan semakin dapat diandalkannya transmisi lewat satelit dan kabel
laut.
Salah satu perkembangan telekomunikasi yang luar biasa pesat adalah
komunikasi bergerak, yaitu bahwa terminal pengguna dapat bergerak atau
berpindah. Dalam hal seperti itu, ukuran fisik (dimensi) perangkat terminal
pengguna haruslah cukup kecil. Salah satu upaya untuk memperoleh ukuran
kecil tersebut adalah dengan beroperasi pada frekuensi tinggi. Transmisi yang
terjadi tentu lebih banyak tak garis pandang (Non Line Of Sight, NLOS),
melainkan lebih sering memanfaatkan banyak lintasan gelombang pantul
(pantulan gedung-gedung dan penghalang lainnya) yang tentu saja sangat tidak
efisien dalam hal daya membutuhkan penanganan sangat rumit, khususnya di
sisi penerima. Gelombang dengan rambatan yang mampu “menembus” ruang
seperti frekuensi di atas HF ini disebut juga gelombang ruang (space wave).
Gambar 2.8 Gelombang Radio Dengan Lintasan Jarak [1]
Untuk komunikasi darat menggunakan gelombang di atas HF, misalnya
pada transmisi gelombang micro dan system komunikasi bergerak seluler,
14 Laporan Tugas Akhir BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310020
gelombang dari suatu pemancar tiba di penerima lazimnya melalui banyaknya
lintasan dari pemancar tiba di penerima lazimnya melalui banyak lintasan,
seperti diperlihatkan pada gambar 2.8 fenomena ini disebut lintasan-jamak
(multipath).
2.5 Panjang Gelombang
Gelombang adalah aliran suara yang bergerak melalui media (radio).
Gelombang dapat dihitung panjangnya bila frekuensi pancarannya diketahui dan untuk
menghitung panjang gelombangnya digunakan persamaan 2.1 [1].
λ = ............................................................................................................. (2.1)
Dengan: λ = Panjang Gelombang dalam meter.
f = Frekuensi pemancar dalam siklus perdetik (s).
V = Velositas (kecepatan rambat) gelombang (3.108 meter/detik).
Untuk pancaran gelombang radio, pembagian panjang gelombang terlihat pada tabel
2.2.
Tabel 2.2 Besaran Frekuensi Berdasarkan Panjang Gelombangnya [1]
Jenis Gelombang Panjang Gelombang (meter) Frekuensi (KC)
Panjang 300 - < 3000 >10 - 100
Menengah 200 - < 300 >100 – 1500
Setengah Pendek 50 - < 200 >1500 – 6000
Pendek 10 - < 50 >6000 – 30000
Ultra Pendek 5 - < 10 >30000 - 60000
2.6 Frekuensi Radio
Frekuensi radio atau Radio Frequency (RF) merupakan istilah umum untuk
frekuensi-frekuensi yang digunakan untuk komuniaksi yang memanfaatkan
gelombang eletromagnet, melewati zat perantara yang disebut aether.[1] Karena sifat
daya RF inilah maka kita dapat mengirimkan atau menerima siaran-siaran ke atau dari
tempat dengan jarak yang cukup jauh. Frekuensi radio sendiri memiliki daya pancaran
15 Laporan Tugas Akhir BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310020
elektromagnet antara 10 KHz sampai 10.000 MHz, daya jangkauan tersebut dapat
dilakukan pelacakan dan kuatnya arus listrik dengan frekuensi itu sama dengan
frekuensi gelombangnya. Pembagian daerah frekuensi radio, terlihat pada tabel 2.3.
Tabel 2.3 Panjang Gelombang Frekuensi Radio Dan Penggunaannya [1]
Daerah
Gelombang
Frekuensi Panjang
Gelombang
Penggunaan
FM 88 MHz – 100 MHz 2,7 m – 3,4 m PRSSNI / RRI
SW 3 18,7 MHz – 30 MHz 12 m – 16 m RRI / Komunikasi
SW 2 7,3 MHz – 18,7 MHz 12 m – 41 m RRI / Komunikasi
SW 1 2,4 MHz – 7,3 MHz 21 m – 120 m RRI / Komunikasi
MW 540 KHz – 1600 KHz 187 m – 550 m RRI / Komunikasi
2.7 Modulasi
Modulasi adalah suatu proses di mana isi informasi dari sinyal audio atau
video atau data diubah menjadi pembawa RF sebelum pemancarannya [17]. Sinyal
pembawa atau sinyal yang ditumpangi itulah yang disebut sebagai sinyal pembawa
(carrier signal).
Tabel 2.4 Jenis-jenis Modulasi
Jenis A f Φ
Modulasi Amplitude
(Amplitude Modulation, AM)
Berubah:
A = A(m(t))
Tetap:
F = fc
Tetap:
Φ = Φc
Modulasi Frekuensi
(Frequency Modulation, FM)
Tetap:
A = Ac
Berubah:
f = fc + km(t)
Tetap:
Φ = Φc
Modulasi Fase
(Phase Modulation, PM/PhM)
Tetap:
A = Ac
Tetap:
F = fc
Berubah:
Φ = Φ(m(t))
Dalam prakteknya sinyal pembawa tersebut harus berbentuk sinusoidal.
Sedangkan sinyal penumpang atau sinyal asli yang menumpang ke sinyal pembawa
disebut sebagai sinyal pemodulasi (modulation signal). Kemudian sinyal
carrier/pembawa yang sudah ditumpangi oleh sinyal pemodulasi disebut sebagai
16 Laporan Tugas Akhir BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310020
sinyal termodulasi (modulated signal). Demodulasi merupakan sebuah kebalikan dari
proses modulasi, yaitu menggali (extract) sinyal pemodulasi asalnya dari sinyal
termodulasi atau memisahkan kembali sinyal asal/pemodulasi dari sinyal
termodulasi.
2.7.1 Jenis Modulasi
Modulasi terbagi menjadi tiga jenis modulasi yaitu modulasi amplitudo,
modulasi frekuensi dan modulasi fase.
2.7.1.1 Modulasi Amplitudo [8]
Modulasi amplitudo atau AM adalah sebuah teknik atau proses
yang menumpangkan sinyal analog atau informasi ke sebuah gelombang
pembawa (carrier). Sinyal carrier mempunyai parameter yang berubah-
ubah sesuai dengan perubahan parameter sinyal informasi. Sinyal
informasi adalah sinyal yang terdiri dari banyak frekuensi dan berubah-
ubah besarnya amplitudo dan phase.
Gambar 2.9 Modulasi Amplitudo
Amplitudo sinyal AM merupakan kombinasi dari amplitudo sinyal
carrier dengan amplitudo sinyal informasi. Banyaknya perubahan
amplitudo sinyal carrier tergantung pada banyaknya amplitudo dari sinyal
informasi.
17 Laporan Tugas Akhir BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310020
2.7.1.2 Modulasi Frekuensi
Modulasi frekuensi atau FM adalah sebuah teknik atau proses yang
menumpangkan sinyal analog atau informasi ke sebuah gelombang
pembawa (carrier). FM (Frequency Modulation) mempunyai amplitudo
tetap dengan besar frekuensi yang berubah-ubah atau mengasilkan banyak
frekuensi.
Gambar 2.10 Modulasi Frekuensi
Bentuk gelombang termodulasi frekuensi akan mempunyai spektrum
frekuensi dengan frekuensi yang cukup banyak atau mempunyai sinyal
sideband hanya satu atau lebih dari satu. Banyaknya frekuensi dari hasil
proses modulasi FM ini menentukan besarnya bandwidth dari suatu
pemancar (transmitter) FM yang menyatakan lebar tempat kedudukan
dari suatu transmitter. Sehingga semakin banyak sinyal sideband yang
dihasilkan oleh pemancar FM, maka semakin besar juga range frekuensi
yang digunakan oleh pemancar FM tersebut. FM (Frequency
Modulation) memiliki range frekuensi antara 88 Mhz sampai 108 Mhz
yang tergolong jenis VHF (Very High Frequency).
2.7.1.3 Modulasi Fase
18 Laporan Tugas Akhir BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310020
Modulasi fase merupakan proses penumpangan sinyal informasi ke
sinyal pembawa (carrier), dengan amplitudo tetap, besaran frekuensi tetap
namun dengan fase atau waktu yang berubah-ubah. Modulasi ini kurang
populer dalam komunikasi analog, namun sangat populer penggunaannya
dalam komunikasi digital. Perbedaan modulasi ini dengan jenis modulasi
lainnya dapat dilihat pada gambar 2.11.
Gambar 2.11 Perbedaan Dari Ketiga Proses Modulasi
2.8 Komponen
Dalam hal pembuatan rangkaian elektronika terdapat komponen yang
jenisnya sangatlah banyak. Berikut beberapa macam jenis komponen elektronika :
2.8.1 Microphone Kondensor
Microphone kondensor adalah suatu perangkat eletronika yang
mengubah bentuk suara menjadi bentuk elektris dimana kepekaannya
tergantung jaraknya dengan sumber suara. Proses ini dicapai melalui suatu
bahan yang kecil dan ringan yang dinamakan diaphragm. Ketika getaran
suara yang melalui udara sampai pada diaphragm, menyebabkan
19 Laporan Tugas Akhir BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310020
diaphragm bergetar. Getaran ini menyebabkan keluaran arus elektris dari
microphone [10].
Gambar 2.12 Bentuk Fisik Microphone Kondensor
2.8.2 Resistor
Resisitor atau tahanan juga disebut ‘Weerstand’ dalam bahasa
Belanda atau ‘R’ saja adalah salah satu komponen elektronika yang
berfungsi untuk mengatur serta menghambat arus listrik [1]. Sesuai dengan
namanya resisitor bersifat resistif dan umumnya terbuat dari bahan karbon.
Satuan resistansi dari suatu resistor disebut Ohm atau dilambangkan dengan
simbol [8]. Jika besar nilai resistornya makin kecil arusnya, sebaliknya
jika kecil nilai R maka besar arusnya yang ditahan dalam R [11]. Terdapat
dua macam resistor, yaitu resistor tetap dan resistor tidak tetap.
2.8.2.1 Resistor Tetap (Fixed Resistor)
Resistor tetap adalah komponen yang memiliki nilai
tahanan yang tetap dan tidak dapat diubah-ubah [1]. Tipe resistor
yang umum berbentuk tabung dengan dua kaki tembaga di kiri dan
kanan. Pada badannya terdapat lingkaran membentuk gelang kode
warna untuk memudahkan pemakai mengenali besar resistansi
tanpa mengukur besarnya dengan Ohm meter.
Gambar 2.13 Bentuk Fisik Dan Lambang Resistor
Kode warna tersebut adalah standar yang dikeluarkan oleh
EIA (Electronic Industries Associatin) seperti yang ditunjukkan
pada gambar 2.14.
20 Laporan Tugas Akhir BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310020
Gambar 2.14 Arti Kode Warna Resistor
Resistansi dibaca dari cincin atau gelang warna pertama yang
paling dekat dengan kawat atau kaki resistor. Biasanya warna
gelang toleransi ini berada pada badan resistor yang paling pojok
atau juga dengan lebar yang lebih menonjol dan terpisah dengan
tiga gelang sebelumnya. Gelang pertama dan seterusnya berturut-
turut menunjukkan besar nilai satuan, dan gelang terakhir adalah
faktor pengalinya [8].
2.8.2.2 Resistor Tidak Tetap Manual (Adjustable Manual Resistor)
Resistor jenis ini adalah resistor yang nilai tahanannya dapat
diubah dengan simbolnya VR . Resistor ini dikenal dengan dua
macam yaitu potensiometer dan VR (Variable Resistor).
Potensiometer, fungsi alat ini banyak sekali, bisa dipakai sebagai
pengatur daya kepekaan jika kita pakai bersama dengan komponen
21 Laporan Tugas Akhir BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310020
LDR, juga untuk mengatur besar kecilnya suara/volume dalam
radio penerima [11]. VR (Variabel Resistor) atau disebut juga
trimpot (Trimer Potensio).
Gambar 2.15 Bentuk Fisik Dan Simbol Resistor Tidak Tetap
Manual.
Pada rangkaian elektronika terdapat susunan resisitor baik
seri maupun pararel, berikut rumus perhitungannya beserta susunan
rangkaiannya [13]:
- Rangkaian resistor secara seri
RTotal =R1 + R2+ R3 +.........+Rn ............................................ (2.2)
Gambar 2.16 Rangkaian Resistor Secara Seri
- Rangkaian resistor secara pararel
nRRRRRp
1...........
1111
321
................................. (2.3)
Gambar 2.17 Rangkaian Resisitor Secara Pararel
2.8.3 Transistor
22 Laporan Tugas Akhir BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310020
Transistor adalah salah satu komponen elektronika yang susunanya
lebih sederhana bila dibandingkan dengan Integrated Circuit. Transistor
biasanya lebih banyak dibuat dari bahan Silikon yang berjenis P dan N. Tiga
kaki yang berlainan membentuk transistor bipolar adalah emitor, basis dan
kolektor. Basis selalu ada ditengah, di antara emitor dan kolektor.
Kombinasi dari emitor, basis dan kolektor dapat menjadi jenis NPN dan
PNP. Sedangkan yang menemukan transistor bipolar pertama kalinya
adalah William Schockley pada tahun 1951 [14].
Gambar 2.18 Simbol Transistor Jenis NPN dan PNP
Gambar 2.19 Bentuk Fisik Transistor
Pada rangkaian elektronik, sinyal input adalah 1 atau 0. Sinyal ini
selalu dipakai pada basis transistor, yang mana kolektor dan emitor sebagai
penghubung untuk pemutus (short) atau sebagai pembuka rangkaian. Aturan
atau prosedur transistor adalah sebagai berikut: Pada transistor NPN,
memberikan tegangan positif dari basis ke emitor, menyebabkan hubungan
kolektor ke emitor terhubung singkat, yang menyebabkan transistor aktif
(on). Memberikan tegangan negatif atau 0 V dari basis ke 3 emitor akan
23 Laporan Tugas Akhir BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310020
menyebabkan hubungan kolektor dan emitor terbuka, yang menyebabkan
transistor mati (off). Sedangkan pada transistor PNP, memberikan tegangan
negatif dari basis ke emitor akan menyalakan transistor (on). Dan
memberikan tegangan positif atau 0 Volt dari basis ke emitor akan
mematikan transistor (off).
Gambar 2.20 Arah Arus Listrik Pada Transistor NPN
Arah arus listrik yang ditunjukan pada Gambar menerangkan CI
adalah arus kolektor, EI adalah arus emitor, sedangkan BI adalah arus basis.
Emitor merupakan sumber elektron sehingga arus emitor merupakan arus
terbesar. Oleh karena itu arus emitor bergerak menuju kolektor, maka
besarnya arus kolektor hampir sama dengan arus emitor. Hanya sekitar 1%
dari arus emitor yang bergerak menuju basis [8].
Hukum Kirchoff tentang arus menyatakan bahwa jumlah seluruh
arus yang masuk ke dalam suatu titik sama dengan jumlah semua arus
keluar dari titik tersebut. Jika diterapkan pada transistor, hukum Kirchoff
tentang arus dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut [14]:
BCE III ......................................................................... (2.4)
Jadi arus emitor sama dengan jumlah arus kolektor dan arus basis.
Karena arus basis sangat kecil dibandingkan dengan arus kolektor maka
arus kolektor dapat dianggap sama besar dengan arus emitor, seperti
dinyatakan sebagai berikut :
EC II ............................................................................. (2.5)
24 Laporan Tugas Akhir BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310020
Pada analisis sederhana arus searah yang mengalir melalui elektroda-
elektroda transistor, terdapat istilah seperti dc (perbandingan antara arus
kolektor terhadap arus emitor) dan dc (perbandingan antara arus kolektor
terhadap arus basis).
E
C
dcI
I ........................................................................... (2.6)
E
C
dcI
I ........................................................................... (2.7)
Nilai dc transistor umumnya mendekati 1 (arus kolektor hampir
sama dengan arus emitor). Pada transistor daya rendah (yang mengolah daya
sampai 1 watt) besaran dc sekitar 0,95 sampai 0,99.
Nilai dc disebut juga sebagai nilai perolehan arus. Perolehan arus
ini adalah salah satu sifat penting transistor terutama dalam fungsinya
sebagai penguat. Pada transistor daya rendah, nilai dc sekitar antara 100-
300, sedangkan pada transistor daya besar (di atas 1W) nilai dc sekitar
antara 20-100 [8].
Terdapat beberapa macam rangkaian pembiasan transistor dan
didapatkan rumus sebagai berikut [10]:
a. Rangkaian Bias Pembagi Tegangan
Rangkaian bias pembagi tegangan merupakan salah satu bias yang
yang paling sering digunakan. Pada rangkaian ini, basis memperoleh
tegangan maju yang berasal dari resistor pembagi tegangan 1R dan 2R .
Arus yang mengalir ke basis sangat kecil, sebenarnya arus dari 1R
terbagi ke 2R dan ke basis. Sehingga tidak ada arus menuju basis, maka
1RI = 2RI dengan demikian tegangan pada 2R adalah :
BBCCR VVRR
RV
21
2
2 ……………………………….. (2.8)
25 Laporan Tugas Akhir BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310020
Gambar 2.21 Rangkaian Bias Pembagi Tegangan
Besarnya nilai BR atau resistor basis adalah sebesar nilai pengganti
rangkaian resistor pararel 21 // RR .
21
21
RR
RRRB
……………………………….. (2.9)
Gambar 2.22 Penyederhanaan Dari Gambar 2.18
Sedangkan untuk mengitung arus kolektor pada titik kerja ( QCI ) dan
tegangan kolektor-emitor pada titik kerja ( CEQV ) adalah sebagai berikut :
)/( DCBE
BEBB
QCBRR
VVI
.................................................. (2.10)
)( ECCCCCE RRIVV ……………………………… (2.11)
26 Laporan Tugas Akhir BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310020
b. Rangkaian Bias Umpan Balik Biasa
Rangkaian bias umpan balik emitor merupakan salah satu upaya
untuk menstabilkan titik kerja Q terhadap variasi nilai dc . Rangkaian ini
berguna untuk mengurangi besarnya arus kolektor dengan mengecilkan
arus basis. Meskipun terjadi penstabilan, variasi posisi titik kerja masih
tetap besar.
Gambar 2.23 Rangkaian Bias Umpan Balik Biasa
Pada kondisi saturasi (jenuh), tegangan kolektor-emitor ( CEV ) turun
menjadi nol sehingga dapat dihitung arus kolektor saat saturasi )(satCI
adalah sebagai berikut :
BC
cc
satCRR
VI
)( ………………………………….. (2.12)
Tegangan kolektor-emitor saat kondisi cutoff atau mati adalah tegangan
yang terjadi pada saat kolektor-emitor dianggap putus sehingga seluruh
tegangan sumber ada pada kolektor yaitu :
CCcutoffCE VV )( ……………………………….. (2.13)
Sedangkan untuk mengitung arus kolektor pada titik kerja ( QCI ) dan
tegangan kolektor-emitor pada titik kerja ( CEQV ) adalah sebagai berikut :
B
BECC
CQR
VVI
.......................................…… (2.14)
27 Laporan Tugas Akhir BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310020
CCCCCEQ RIVV . ……………………………… (2.15)
c. Rangkaian Bias Umpan Balik Emitor
Rangkaian bias umpan balik emitor merupakan salah satu upaya
untuk menstabilkan titik kerja Q terhadap variasi nilai dc . Rangkaian ini
berguna untuk mengurangi besarnya arus kolektor dengan mengecilkan
arus basis. Meskipun terjadi penstabilan, variasi posisi titik kerja masih
tetap besar.
Gambar 2.24 Rangkaian Bias Umpan Balik Emitor
Pada kondisi saturasi (jenuh), tegangan kolektor-emitor ( CEV ) turun
menjadi nol sehingga dapat dihitung arus kolektor saat saturasi )(satCI
adalah sebagai berikut :
EC
cc
satCRR
VI
)( ………………………………….. (2.16)
Tegangan kolektor-emitor saat kondisi cutoff atau mati adalah
tegangan yang terjadi pada saat kolektor-emitor dianggap putus sehingga
seluruh tegangan sumber ada pada kolektor yaitu :
CCcutoffCE VV )( ………………………………….. (2.17)
Sedangkan untuk mengitung arus kolektor pada titik kerja ( QCI ) dan
tegangan kolektor-emitor pada titik kerja ( CEQV ) adalah sebagai berikut :
28 Laporan Tugas Akhir BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310020
)/( DCBE
BECC
ECQRR
VVII
……………………………… (2.18)
)( ECCCCCEQ RRIVV ……………………………… (2.19)
d. Rangkaian Bias Umpan Balik Kolektor
Rangkaian bias umpan balik kolektor adalah cara lain untuk memberi
bias pada transistor dengan mengupayakan penstabilan titik kerja (Q).
Rangkaian ini dasarnya adalah mengumpanbalikkan tegangan ke basis
sebagai upaya untuk menetralisir perubahan arus kolektor. Misalkan
temperatur sekeliling meningkat sehingga menyebabkan dc juga
meningkat. Keadaan tersebut mengakibatkan arus kolektor cenderung
membesar.
Gambar 2.25 Rangkaian Bias Umpan Balik Kolektor
Pada saat arus kolektor mengalami saturasi ( )(satCI ) atau saat CEV = 0
dapat dihitung besarnya adalah :
.............................................. (2.20)
C
cc
satCR
VI )( ……………………………… (2.21)
Sedangkan pada kondisi cutoff, besarnya tegangan kolektor-emitor
sama dengan tegangan sumbernya.
CCcutoffCE VV )( ……………………………… (2.22)
341 )//( RRRRC
29 Laporan Tugas Akhir BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310020
Sedangkan untuk mengitung arus kolektor pada titik kerja ( QCI ) dan
tegangan kolektor-emitor pada titik kerja ( CEQV ) adalah sebagai berikut :
)/( DCBC
BECC
ECQRR
VVII
……………………………… (2.23)
CCCCCEQ RIVV ……………………………… (2.24)
e. Rangkaian Bias Umpan Balik Kolektor-Emitor
Rangkaian bias umpan balik kolektor-emitor merupakan gabungan
dua tipe umpan balik, yakni umpan balik emitor dan umpan balik
kolektor dengan maksud menetralkan pengaruh perubahan arus ( dc ).
Gambar 2.26 Rangkaian Bias Umpan Balik Kolektor-Emitor
Pada saat arus kolektor mengalami saturasi ( )(satCI ) atau saat CEV = 0
dapat dihitung besarnya adalah :
C
cc
satCR
VI )( ……………………………… (2.25)
Sedangkan pada kondisi cutoff, besarnya tegangan kolektor-emitor
sama dengan tegangan sumbernya.
CCcutoffCE VV )( ……………………………… (2.26)
30 Laporan Tugas Akhir BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310020
Sedangkan untuk mengitung arus kolektor pada titik kerja ( QCI ) dan
tegangan kolektor-emitor pada titik kerja ( CEQV ) adalah sebagai berikut :
)/( DCBEC
BECC
ECQRRR
VVII
...........…………………….. (2.27)
)( ECCCCCEQ RRIVV …………………………..... (2.28)
Selain transistor memiliki perubahan arus ( dc ), arus kolektor
( QCI ), tegangan kolektor-emitor ( CEQV ) juga memilik daya dispasi
( DP ).Daya disipasi berarti bahwa daya transistor sama dengan tegangan
kolektor-emitor dikalikan arus kolektor. Daya disipasi ini menyebabkan
suhu sambungan dioda kolektor naik. Semakin tinggi daya, maka
semakin tinggi suhu hubungan. Berikut rumus perhitungan mencari
dispasi daya ( DP ) :
CCED IVP . ............................................................ (2.29)
Susunan transistor dengan komponen elektronika lainnya dapat
membentuk rangkaian penguat daya berdasarkan kelas operasinya
dibedakan sebagai berikut :
i. Rangkaian Penguat daya kelas A, karena kaki emiter dipasang ke
ground, maka rangkaian ini sangat mirip dengan rangkaian penguat
sinyal lemah pada komunikasi analog. Dalam penggunaan penguat
daya, resistansi beban biasanya cukup rendah untuk dapat
mengabaikan resistansi cabang dan reaktansi alat. Karena transistor
berada pada daerah aktif maka rangkaian ini setara sumber arus
sehingga rangkaian tala paralel atau filter setara tidak penting dalam
penguat kelas A. Namun, karena tidak ada alat yang sempurna linier,
maka suatu rangkaian tala atau filter sering dimasukkan untuk
mencegah arus harmonik mencapai beban [17]. Penguat Kelas A
menguatkan seluruh daur masukan sehingga keluarannya merupakan
31 Laporan Tugas Akhir BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310020
salinan asli yang diperbesar amplitudonya, seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 2.27.
Penguat
Kelas A
Gambar 2.27 Perubahan Sinyal Pada Penguat Kelas A
Penguat kelas ini umumnya digunakan sebagai penguat sinyal kecil.
Penguat jenis ini tidak terlalu efisien, dengan efisiensi maksimum
50%. Bila digunakan untuk sinyal-sinyal kecil, rugi-rugi daya yang
terjadi juga kecil sehingga dapat diterima. Dalam penguat Kelas A,
unsur penguatnya diberi prategangan sedemikian sehingga rangkaian
itu selalu menghantar dan dioperasikan pada bagian yang linear pada
lengkungan karakteristik penguat. Karena peralatan itu selalu
menghantar meskipun tidak ada masukan, terdapat daya yang
terbuang, dan hal itulah yang menyebabkan efisiensinya rendah.
Gambar 2.28 Rangkaian Penguat Kelas A
Pencinta audio (audiophile) percaya bahwa penguat audio Kelas A
memberikan mutu suara yang tinggi karena bekerja pada kawasan
linier dan lebih menyukai menggunakan tabung elektron ketimbang
transistor.
32 Laporan Tugas Akhir BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310020
ii. Penguat kelas B, memiliki efisien lebih baik dibandingkan dengan
kelas A untuk penguatan RF linier, sehingga kelas B sering
digunakan pada PA linier daya sedang dan daya tinggi. Konfigurasi
yang paling umum adalah rangkaian tekan tarik gandeng trafo
gambar 2.29. Efisiensi penguat kelas B kira-kira sebesar 75%.
Namun bukan berarti masalah sudah selesai, sebab transistor
memiliki ketidak idealan. Pada kenyataanya ada tegangan jepit Vbe
kira-kira sebesar 0.7 volt yang menyebabkan transistor masih dalam
keadaan OFF walaupun arus Ib telah lebih besar beberapa mA dari 0.
Ini yang menyebabkan masalah cross-over pada saat transisi dari
transistor Q1 menjadi transistor Q2 yang bergantian menjadi aktif.
Gambar 2.30 menunjukkan masalah cross-over ini yang
penyebabnya adalah adanya dead zone transistor Q1 dan Q2 pada
saat transisi. Pada penguat akhir, salah satu cara mengatasi masalah
cross-over adalah dengan menambah filter cross-over (filter pasif L
dan C).
Gambar 2.29 Rangkaian Penguat Kelas B
Untuk bekerja dengan baik umumnya penguat kelas B menggunakan
dua buah transistor. Karena penguat Kelas B menggunakan setengah
daur gelombang masukan, maka akan menimbulkan cacat yang
sangat besar namun mempunyai efisiensi yang lebih tinggi daripada
33 Laporan Tugas Akhir BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310020
penguat Kelas A. Perlu dikatuhui bahwa penguat Kelas B
mempunyai efisiensi maksimum sekitar 75%, karena pada setengah
daur berikutnya penguat ini tidak bekerja sehingga tidak
membutuhkan daya sedikitpun. Penguat Kelas B tunggal jarang
dipergunakan dalam praktiknya, penguat ini dapat dimanfaatkan
sebagai penguat daya frekuensi radio (RF) tanpa memperhatikan
cacat yang timbul.
Penguat
Kelas B
Gambar 2.30 Perubahan Sinyal Pada Penguat Kelas B
iii. Penguat kelas C menghantar kurang dari 50% sinyal masukan dan
cacat keluarannya tinggi, tetapi efisiensinya dapat mencapai 90%.
Beberapa pemakaian dapat memaafkan cacat tersebut, misalnya pada
megafon (megaphone – penguat corong yang dipegang tangan).[17]
Penggunaan umum untuk penguat Kelas C ini adalah dalam
pemancar RF di bagian ini cacat yang terjadi dapat dikurangi dengan
menggunakan beban yang ditala pada frekuensi tertentu. Sinyal
masukan itu nantinya digunakan untuk mengalihkan penguat tersebut
dari keadaan hidup ke mati dan sebaliknya, yang menimbulkan pulsa
arus yang mengalir melalui rangkaian tertala tersebut.
Penguat
Kelas C
Gambar 2.31 Perubahan Sinyal Pada Penguat Kelas C
Rangkaian tertala itu hanya beresonansi pada frekuensi tertentu
sehingga frekuensi-frekuensi yang tidak diinginkan dapat diredam
dan sinyal frekuensi yang diinginkan (berbentuk sinusoidal)
sehingga dapat diterima oleh beban yang ditala untuk frekuensi itu.
34 Laporan Tugas Akhir BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310020
Namun kekurangan rangkaian ini yaitu pemancar tidak dapat
memancar dengan bidang frekuensi yang luas, susunan semacam itu
bekerja dengan baik dan harmonisa-harmonisa yang lain dapat
dihilangkan dengan menggunakan penyaring.
Gambar 2.32 Rangkaian Dasar Penguat Kelas C
2.8.4 Kapasitor
Kapasitor adalah komponen elektronika yang mempunyai fungsi
untuk membatasi atau merintangi arus DC yang mengalir pada kapasitor
tersebut, dan dapat menyimpan energi dalam bentuk medan listrik.
Kapasitor memiliki satuan yang disebut farad. Ditemukan oleh Michael
Faraday (1791-1867). Terdapat beberapa macam kapasistor yaitu [12] :
2.8.4.1 Kapasitor Tetap
Kapasitor tetap adalah kapasitor yang nilai kapasitansinya
sudah ditetapkan oleh pabrik pembuatnya maka sifatnya sudah
tetap. Yang termasuk kapasitor tetap adalah kapasitor keramik,
kapasitor milar, kapasitor elco dan lainnya.
Gambar 2.33 Bentuk Fisik Kapasitor Keramik
35 Laporan Tugas Akhir BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310020
Pembacaan angka yang terdapat pada kapasitor keramik dapat
diketahui dengan acuan sebagai berikut :
1. Dua angka pertama 15, 22, 33, .....merupakan bilangan dasar
dari nilai kapasitas satuan pikofarad.
2. Angka kedua untuk 2 buah nol
3. Angka ketiga untuk 3 buah nol
4. Angka keempat untuk 4 buah nol
5. Misal pada badannya tertulis = 303, nilai kapasitasnya adalah
30.000 pF = 30 KpF = 0,03 µF. Dan jika pada badannya
tertulis = 202, nilai kapasitasnya = 2.000 pF = 2 KpF = 0,002
µF.
Sedangkan kapasitor elco memiliki polaritas dengan dua
kaki dan dua kutub yaitu positif (anoda) dan negatif (katoda),
kapasitor ini biasanya berbentuk tabung.
Gambar 2.34 Bentuk fisik kapasitor elco
Berikut cara mengetahui penurunan nilai kapasitor :
a. 1 mF (milifarad) = 1x103 F (farad)
b. 1F (microfarad) = 1x106 F (farad)
c. 1F (nanofarad) = 1x109 F (farad)
d. 1pF (pikofarad) = 1x1012
F (farad)
36 Laporan Tugas Akhir BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310020
2.8.4.2 Kapasitor Tidak Tetap [8]
Kapasitor tidak tetap atau disebut juga VARCO (Variabel
Condensator) adalah kapasitor yang nilai kapasitansinya dapat
diubah atau diatur sesuai dengan kebutuhan, umumnya memiliki
nilai kapasitansi antara 5 pF sampai 15 pF.
Gambar 2.35 Bentuk Fisik Kapasitor VARCO
2.8.5 Integrated Circuit (IC)
IC adalah suatu komponen elektronika yang dibuat dari material
semikonduktor dikemas menjadi suatu kemasan kecil. Pada rangkaian
Power Supply, IC berfungsi sebagai regulator tegangan.
Gambar 2.36 Bentuk fisik IC
2.8.6 Lilitan atau Induktor
Lilitan adalah suatu komponen elektronika yang terbentuk dari
kawat yang dibentuk melingkar atau melilit. Pada lilitan mempunyai sifat
dapat menyimpan energi bentuk medan magnet. Berikut beberapa
karakteristik lilitan [15]:
37 Laporan Tugas Akhir BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310020
a. Kumparan mempunyai suatu sifat listrik yang disebut induktansi,
simbolnya adalah L dan satuannya dalam pengukuran adalah Henry
(H).
b. Lilitan merintangi arus bolak-balik, reaksi tersebut disebut reaktansi
induktif. Reaktansi induktif berbanding langsung dengan induktansi L
dan frekuensi f.
XL (reaktansi induktif) = 2 f x L () .............................. (2.30)
Arus yang mengalir pada induktor akan menghasilkan fluktuasi
magnet ( ) yang membentuk loop yang melingkupi kumparan kumparan.
Jika induktor dipasang arus konstan DC (Direct Current), maka tegangan
sama dengan nol.
Gambar 2.37 Contoh Induktor Inti Udara
Sehingga induktor bertindak sebagai rangkaian hubungan singkat
(short circuit). Induktansi kumparan satu lapis tanpa inti (inti udara) dapat
dihitung dengan rumus yang telah disederhanakan yaitu :
L = (μH) ld
nd
4018
.22
................................................... (2.31)
dimana: L = induktansi dalam mikrohenry
d = diameter induktor dalam inchi
l = panjang induktor dalam inchi
n = banyaknya lilitan
Osilator dengan frekuensi yang bisa dirubah disebut VFO (Variable
Frequency Oscillator). Dengan adanya nilai VCO pada transmitter FM
dapat dicari frekuensi resonansi dengan rumus berikut [4]:
38 Laporan Tugas Akhir BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310020
Fres = LC2
1 ............................................................ (2.32)
2.8.7 Antena [8]
Antena adalah suatu susunan seperangkat logam atau metal
(berbentuk batang atau kawat) yang berfungsi untuk memancarkan serta
menerima energi elektromagnetik atau gelombang radio. Fungsi antena
antara lain adalah sebagai interface, antarmuka atau peralihan radio sumber
sinyal (Equipment) dengan freespace. Karena itulah antena memerlukan
optimasi direction atau pemilihan area tertentu agar energi dalam arah
tertentu maksimal dan arah yang lain minimal.
Untuk daerah frekuensi >30Mhz, antena yang sering digunakan
dalam komunikasi gelombang radio adalah VHF (Very High Frequency)
dan UHF (Ultra High Frequency). Antena VHF (Very High Frequency) atau
UHF (Ultra High Frequency) ini dapat digolongkan menjadi 2 jenis yaitu
antena pacaran ke segala arah (Omnidirectional) dan antena yang
mempunyai pemancar atau penerima ke satu arah. Antena yang
dipergunakan dalam penerimaan sinyal dari pemancar RF (Radio
Frequency) adalah antena pacaran ke segala arah (Omnidirectional) yang
dapat memancarkan gelombang kesegala arah. Yang termasuk antena
pancaran ke segala arah adalah model yagi. Antena adalah bagian yang
paling penting dari sistem pemancar. Antena berfungsi sebagai alat yang
dapat meradiasikan gelombang radio. Sebagai bagian dari sistem penerima,
antena berfungsi sebagai bagian yang dapat menangkap radiasi gelombang
radio. Antena yang ideal akan meradiasikan gelombang radio kesegala arah.
Antena yang ideal disebut sebagai antena isotropis.
Jauh pancaran sinyal pemancar RF sangat dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu tinggi antena, cepat rambat gelombang pada udara, besar
frekuensi termodulasi. Dengan adanya beberapa faktor tersebut maka
didapatkan perhitungan sebagai berikut [18]:
39 Laporan Tugas Akhir BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310020
f
C ................................................................................. (2.33)
4
anth ................................................................................. (2.34)
dengan : λ = Panjang gelombang (m)
C = Cepat rambat gelombang pada udara ( 8103 m/s)
f = Frekuensi termodulasi (Hz)
anth = Tinggi antena (m)
2.8.8 Speaker
Pengeras suara atau loudspeaker atau speaker merupakan perangkat
yang berfungsi mengubah input frekuensi listrik menjadi output frekuensi
suara. Speaker sendiri memiliki beberapa jenis berdasarkan frekuensi
kerjanya. Speaker merupakan komponen output yang berfungsi
menghasilkan suara. Suara dapat dihasilkan karena adanya diafragma yang
bergetar dan menghasilkan frekuensi yang dapat didengar oleh telinga
manusia. Namun tidak semata-mata speaker dapat bekerja karena adanya
diafragma, namun karena ditopang oleh bagian lain yang saling
berhubungan seperti kerangka, karet membran, koil dan lainnya.
2.8.8.1 Bentuk Fisik Speaker [16]
Komponen yang mempengaruhi respon output speaker
adalah:
Gambar 2.38 Bentuk Fisik Speaker.
Kaki input (Tags)
Lead wires
Kerangka (Frame)
Lilitan (Voice Coil) Dust Cap
Karet Membran
(Surround)
Corong (Cone)
Kertas Membran
(Diafragma)
Magnet
40 Laporan Tugas Akhir BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310020
Tabel 2.5 Penjelasan Komponen Pada Speaker
Bagian Fungsi
Lilitan (Voice Coil) = Kumparan yang bergetar saat
diberikan sinyal listrik
Diafragma/Membran = Selaput yang ikut bergetar saat voice
coil bergetar
Dust Cap = Sebagai balance saat voice coil
bergetar
Magnet = Sebagai penstabil agar drivers
bergerak konstan
Corong (Cone) = Memfokuskan output getaran suara
secara maksimal
Karet Membran = Sebagai suspension (meredam
kejutan getaran) suara
Lead wires = Penghantar input sinyal listrik
Kaki Input (Tags) = Sebagai terminal input
Kerangka (Frame) = Sebagai kerangka perangkat speaker
2.8.8.2 Prinsip Kerja Speaker
Pengeras suara atau speaker bekerja ketika diberikan
inputan sinyal listrik, lalu komponen voice coil merespon
frekuensi sinyal listrik dan menggetarkan membran. Ketika
membran bergetar, nantinya akan menghasilkan pola gelombang
suara atau frekuensi suara sesuai dengan besara frekuensi listrik
yang masuk.
2.8.8.3 Jenis Speaker
Perlu diketahui, pada dasarnya speaker tidak mampu
menggetarkan secara sempurna untuk menghasilkan suara pada
semua tingkat frekuensi frekuensi. Maka dari itu, diciptakan
berbagai macam jenis speaker dengan karakteristik dan frekuensi
respon yang berbeda-beda agar mampu mentransmisikan suara
dengan jelas pada berbagai macam tingkat frekuensi.
41 Laporan Tugas Akhir BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310020
Tabel 2.6 Kemampuan Frekuensi Respon Berdasarkan Jenis
Speaker
Jenis
Speaker Frekuensi Respon
Speaker Bass Merespon suara rendah, frekuensi 0 Hz
Hingga 100 Hz
Speaker
Middle
Merespon suara sedang, frekuensi 100 Hz
Hingga 10KHz
Speaker
Treeble
Merespon suara tinggi, frekuensi 10 KHz
Hingga 30 KHz
Speaker
Tweeter
Merespon suara sangat tinggi, frekuensi 3
KHz Hingga 50 KHz