BAB II DASAR TEORI 2.1 Penelitian-Penelitian Sebelumnya 2.pdf · Rate perpindahan panas antara...

22
3 BAB II DASAR TEORI 2.1 Penelitian-Penelitian Sebelumnya Nasim (2010), membahas tentang daya mesin CI (Compression ignition) mengunakan minyak nabati pada variabel temperatur masuk bahan bakar. Suhu masuk bahan bakar adalah satu-satunya parameter yang merubah performa mesin dikaitkan dengan perubahan temperatur. Hasil penelitian menunjukan bahwa temperatur minyak nabati meningkat menyebabkan viskositas minyak nabati menurun. Densitas minyak nabati menurun dengan peningkatan temperatur minyak nabati. Daya yang dihasilkan minyak nabati sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan bahan bakar diesel biasa. Ini jelas menunjukkan bahwa kinerja putaran mesin bahan bakar nabati bisa melebihi operasi bahan bakar diesel. Adanya peningkatan yang signifikan dalam emisi Nox (nitrogen oxides) menggunakan bahan bakar minyak nabati dibandingkan dengan bahan bakar diesel. Vinukumar (2012), meneliti tetang perbedaan viskositas mempengaruhi karakteristik semprot pada injektor. Hasil Penelitian menunjukan bahwa minyak tanah memiliki sudut semprot dari 51 °, 49 °, 45 °, 43 °, 40 ° dan 35 ° pada tekanan injeksi 3 bar, 2,5 bar, 2 bar, 1.5 bar, 1 bar dan 0,5 bar, dengan diameter yang sama. Peningkatan tekanan juga akan meningkatan laju aliran massa minyak tanah yaitu 0.0086 kg/s, 0.0076 kg/s, 0.0073 kg/s, 0.0063 kg/s, 0.005 kg/s, 0.004 kg/s. Gambar 2.1 menunjukan pembesaran diameter injektor dapat mempengaruhi ukuran sudut semprot. Gambar 2.1 Pengaruh Diameter Injektro Terhadap Sudut Semprot (Sumber : Vinukumar, 2012)

Transcript of BAB II DASAR TEORI 2.1 Penelitian-Penelitian Sebelumnya 2.pdf · Rate perpindahan panas antara...

3

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Penelitian-Penelitian Sebelumnya

Nasim (2010), membahas tentang daya mesin CI (Compression ignition)

mengunakan minyak nabati pada variabel temperatur masuk bahan bakar. Suhu

masuk bahan bakar adalah satu-satunya parameter yang merubah performa mesin

dikaitkan dengan perubahan temperatur. Hasil penelitian menunjukan bahwa

temperatur minyak nabati meningkat menyebabkan viskositas minyak nabati

menurun. Densitas minyak nabati menurun dengan peningkatan temperatur minyak

nabati. Daya yang dihasilkan minyak nabati sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan

bahan bakar diesel biasa. Ini jelas menunjukkan bahwa kinerja putaran mesin bahan

bakar nabati bisa melebihi operasi bahan bakar diesel. Adanya peningkatan yang

signifikan dalam emisi Nox (nitrogen oxides) menggunakan bahan bakar minyak

nabati dibandingkan dengan bahan bakar diesel.

Vinukumar (2012), meneliti tetang perbedaan viskositas mempengaruhi

karakteristik semprot pada injektor. Hasil Penelitian menunjukan bahwa minyak

tanah memiliki sudut semprot dari 51 °, 49 °, 45 °, 43 °, 40 ° dan 35 ° pada tekanan

injeksi 3 bar, 2,5 bar, 2 bar, 1.5 bar, 1 bar dan 0,5 bar, dengan diameter yang sama.

Peningkatan tekanan juga akan meningkatan laju aliran massa minyak tanah yaitu

0.0086 kg/s, 0.0076 kg/s, 0.0073 kg/s, 0.0063 kg/s, 0.005 kg/s, 0.004 kg/s. Gambar

2.1 menunjukan pembesaran diameter injektor dapat mempengaruhi ukuran sudut

semprot.

Gambar 2.1 Pengaruh Diameter Injektro Terhadap Sudut Semprot

(Sumber : Vinukumar, 2012)

4

Kewas (2013), melakukan penelitian campuran minyak kelapa didalam bahan

bakar diesel dapat mempengarui sudut sebaran. Hasil penelitian menunjukan bahwa

semakin banyak kandungan minyak kelapa pada bahan bakar diesel mengakibatkan

sudut semprot semakin kecil. Hal ini tejadi akibat kenaikan nilai viskositas campuran

bahan bakar ini yang semakin tinggi. Gambar 2.2 menunjukan penigkatan persentase

campuran minyak kelapa pada bahan bakar diesel mempengaruhi sudut semprot.

Gambar 2.2 Sudut Semprot Pada Berbagai Persentase Volume Minyak Kelapa Pada bahan

bakar disel

( Sumber : Kewas, 2013)

Patra (2013), mengemukakan bahwa peningkatan temperatur minyak

meningkatkan sudut semprot. Hal Ini terjadi akibat penurunan viskositas minyak

dengan peningkatan temperatur.

2.2 Minyak Kelapa

Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang dibuat dari daging buah kelapa

yang diproses secara tradisonal dan fermentasi. Minyak kelapa dipakai masyarakat

sebagai minyak goreng dalam kebutuhan sehari-hari. Menurut Yurnaliza (2007)

Selain minyak kelapa berfungsi sebagai penghantar panas, minyak ini juga

dimanfaatkan dalam industri sebagai bahan dalam pembuatan sabun, mentega, dan

kosmetik .

5

Gambar 2.3 Minyak Kelapa

(Sumber: http://radaronline.co.id)

2.3 Pembuatan Minyak Kelapa

Menurut Sigi (2012) pembuatan minyak kelapa dapat dilakukan dengan cara

tradisional/secara basah dan fermentasi.

2.3.1 Pengolahan Minyak Kelapa Secara Tardisional /Secara Basah

1. Pengupasan dan Pencukilan

Kelapa yang digunakan untuk membuat minyak kelapa harus cukup tua. Kelapa

yang masih muda kadar lemaknya sedikit, sedangkan yang terlalu tua mutu

minyaknya rendah karena kadar asam lemak bebas tinggi. Kelapa dibuang

sabutnya, dipecah, dibuang airnya dan dicungkil. Kemudisn dicuci sampai

bersih.

2. Pemarutan

Kelapa yang telah dicungkil kemudian mengalami pemarutan. Pemarutan dapat

dilakukan dengan tangan atau dengan alat pemarut mekanis. Yang perlu

diperhatikan dalam proses pemarutan adalah sebisa mungkin hindarkan dari

logam-logam seperti besi, atau tembaga.

3. Ekstraksi/Pemerasan

Ekstraksi minyak adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak atau lemak dari

proses pemerasan. Pembuatan minyak kelapa secara basah dari bahan daging

buah kelapa segar dilakukan dengan menambahkan air ke dalam daging buah

kelapa segar yang telah diparut dengan alat pemarut, disertai dengan bantuan

tekanan atau pemerasan sampai diperoleh santannya. Jumlah air yang

ditambahkan berkisar antara 150 % sampai 250 % dari berat daging buah kelapa

segar yang diolah.

6

4. Pemisahan santan kelapa

Santan diendapkan beberapa saat, atau dipanaskan sampai hangat agar krim

santan memisah dari air santan Bagian atas disebut santan kepala dan di bagian

bawah disebut air santan Air santan dipisahkan dari santan kepala dengan cara

menghisap air santan tersebut dengan menggunakan selang plastik dan karet

penghisap. Selanjutnya krim dipisahkan dan dimasukkan dalam wadah terpisah

(biasanya wajan).

5. Pemanasan Krim Santan

Krim santan (kanil) dipanaskan dalam wadah terbuka selama 3 sampai 4 jam.

Selama pemanasan atau pemasakan, air akan menguap dan protein akan

menggumpal menjadi ampas minyak kelapa.

6. Pemisahan Ampas minyak kelapa

Minyak yang sudah berwarna kuning dapat dipisahkan dari ampas minyak

kelapa dengan menggunakan kain saring dan dipres secara manual (hand press).

Minyak yang diperoleh dipanaskan kembali pada suhu 100 sampai 105°C untuk

menguapkan sebagian air yang masih terdapat dalam minyak.

2.3.2 Pengolahan Minyak Kelapa dengan Cara Fermentasi

Adapun tahap pengolahan minyak kelapa dengan cara fermentasi adalah

sebagai berikut:

1. Pembuatan Santan Kelapa

Tahap pembuatan santan kelapa sama dengan tahap pembuatan santan kelapa

pada pengolahan minyak kelapa secara tradisional, yaitu pengupasan,

pemarutan, ekstraksi/pemanasa, dan pemisahan santan kelapa.

2. Peragian/Fermentasi

Setelah diperoleh santan kelap dilakukan pemanbahan ragi roti. Setiap kilogram

kelapa parut membutuhkan kurang lebih 0.1 gram ragi. Ragi dilarutkan ke dalam

kurang lebih 10 ml air hangat sambil dihancurkan. Ragi yang telah larut semua

dimasukkan ke dalam santan kepala dan diaduk sampai merata. Kemudian

santan kepala difermentasi selama 24 jam. Keesokan harinya dapat dilihat bahwa

santan kepala tersebut sudah terbagi menjadi 2 yaitu minyak dan ampas minyak

kelapa

7

3. Pemanasan

Untuk memudahkan pemisahan, minyak dan ampas minyak kelapa perlu

dipanaskan. Pemanasan dilakukan sampai ampas minyak kelapa menggumpal,

sehingga mudah disaring. Tiap kilogram kelapa hanya memerlukan waktu

pemanasan kurang lebih 10 – 15 menit. Jika pemisahan kurang sempurna

diperlukan waktu sampai 20 menit.

2.4 Minyak Kelapa Sebagai Bahan Bakar

Bahan bakar (fuel) merupakan senyawa kimia, terutama yang tersusun atas

karbon (C) dan Hidrogen (H). Bila senyawa tersebut bereaksi dengan oksigen pada

tekanan tertentu dan suhu tertentu akan menghasilkan produk berupa gas dan

sejumlah energi panas (Yeliana, 2004). Minyak kelapa memiliki sifat fisik yang

ditunjukan pada table 2.1. Komposisi asam lemak pada minyak kelapa dapat dilihat

pada table 2.2.

Tabel 2.1 Sifat Fisik Bahan Bakar Minyak kelapa

Sifat Satuan Minyak Kelapa

Viskositas @ 40°C mm²/s 30

Densitas @ 25°C Kg/m³ 0,915

Teganan permukaan* dyne/cm 33,4

Titik didih** °C 225

Flash Point °C 210

Calorific value MJ/kg 37

Carbon residue Mass % 0,40

Sulphur content mg/kg 20

Cetane Index 40

(Sumber : Raghavan, 2010; Aykas, 2012*; Darmoyuwono, 2006**)

8

Tabel 2.2 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa

(Sumber : Gervajio, 2005)

2.5 Kompor Bertekanan

Kompor bertekan merupakan kompor yang dapat merubah bahan bakar dari

fase cair menjadi fase gas atau uap dan membakarnya dengan oksigen sehingga

menyala serta menghasilkan energi panas (Yunita, 2008). Kompor bertekan memiliki

beberapa bagian antara lain:

a. Nosel

Nosel adalah alat untuk meningkatkan kecepatan fluida dan menurunkan tekanan

(Sudjito, 2014). Hal-hal penting yang berhubungan dengan persamaan energi untuk

nosel adalah sebagai berikut :

1. Q 0. Rate perpindahan panas antara fluida yang melalui nosel dan dengan

lingkungan pada umumnya sangat kecil, bahkan meskipun alat tersebut tidak

diisolasi. Hal tersebut disebabkan karena kecepatan fluida yang relatif cepat.

2. W = 0. Kerja untuk nosel tidak ada, karena bentuknya hanya berupa saluran

sehingga tidak melibatkan kerja poros ataupun kerja listrik.

3. ke 0. Kecepatan yang terjadi dalam nosel adalah sangat besar, sehingga

perubahan energi kinetik tidak bisa diabaikan.

4. pe 0. Pada umumnya perbedaan ketinggian ketika fluida mengalir

melalui nosel adalah kecil, sehingga perubahan energi potensial dapat

diabaikan.

9

Gambar 2.5 Skematik Nosel

(Sumber: Sudjito, 2014)

Selama proses aliran steady, hal yang terpenting untuk dianalisa adalah mass

flow rate ( m ). Persamaan laju aliran massa untuk nosel dalam sebuah volume atur

(VA) adalah sebagai berikut :

21 mm (kg/s) ............................................................................................... (2.1)

atau

222111 AVAV .................................................................................................. (2.2)

atau

22

2

11

1

11AV

vAV

v ................................................................................................. (2.3)

Dimana:

= densitas (kg/m3)

v = volume spesifik (m3/kg)

V = kecepatan aliran (m/s)

A = luas penampang normal terhadap arah aliran (m2)

Selama proses aliran steady total energi dalam sebuah volume atur adalah

konstan (ECV = konstan). Sehingga perubahan total energi selama proses adalah nol

(ECV = 0). Sehingga jumlah energi yang memasuki sebuah volume atur dalam semua

bentuk (panas, kerja, transfer massa) harus sama dengan energiyang keluar untuk

sebuah proses aliran steady.

10

22

2

22

2

11

Vh

Vh

)(2

12

2

1

2

212 zzg

VVhhwq

pekehwq

(kW)22

1

2

1112

2

222 )zg

V(hmΣ)zg

V(hmΣWQ ............................ (2.4)

atau

)(

212

2

1

2

212 zzg

VVhhmWQ (kW) ............................................. (2.5)

jika persamaan 2.7 di bagi dengan ̇ maka :

.............................................................. (2.6)

..................................................................................... (2.7)

dimana :

m

Qq

(panas perunit massa, kJ/kg)

m

Ww

(kerja perunit massa, kJ/kg)

Dari persamaan 2.7 dimana Q 0, W = 0, dan pe 0 maka persamaan energi

untuk nosel menjadi:

......................................................................................... (2.8)

Dimana :

= Kalor (kJ)

= Kerja (kJ)

h = entalpi (kJ/kg)

V = kecepatan aliran (m/s)

z = ketinggian sistem (m)

= laju aliran massa (kg/s)

g = gravitasi bumi (9,8 m/s²)

Q

W

m

11

b. Pompa

Pompa adalah suatu peralatan mekanik yang digerakkan oleh suatu sumber

tenaga yang digunakkan untuk memindahkan cairan (fluida) dari suatu tempat ke

tempat lain, dimana cairan tersebut hanya mengalir apabila terdapat perbedaan

tekanan.

c. Saluran penyalur bahan bakar dari tangki menuju nosel.

Berfungsi sebagai penyalur bahan bakar dari tangki menuju nosel, dimana

selama proses penyaluran bahan bakar ikut dipanasi oleh proses pemanasan awal

(preheating).

2.6 Atomisasi (Pengabutan ) Cairan

Atomisasi adalah proses pembuatan tetesan cairan di dalam fase gas. Tujuan

atomisasi adalah meningkatkan luas permukaan cairan dengan cara memecahkan

tetesan cairan menjadi banyak tetesan kecil. Proses atomisasi dimulai dengan

mendorong cairan melalui sebuah nosel. Terdorongya cairan dengan bantuan

geometri nosel menyebabkan cairan diubah menjadi bongkahan-bongkahan kecil.

Bongkahan ini selanjutnya pecah menjadi pecahan yang sangat kecil yang biasanya

disebut dengan droplet/tetesan atau partikel cairan (Pardede, 2012). Menurut

Somerkallio (2011) terjadi tiga tahap proses atomisasi saat cairan keluar melalui

nozzle adalah lembaran tipis (sheet) akan membentuk ikata (ligament) dan kemudian

ligament pecah menjadi tetesan/butiran (droplet).

Gambar 2.6 Tiga Tahap Proses Atomisasi

(Sumber: Somerkallio, 2011)

Setiap semburan (spray) menghasilkan suatu rentang besar butir, rentang ini

dinyatakan sebagai distribusi besar butir (drop size distribution). Distribusi besar

butiran ini tergantung pada jenis nosel yang digunakan. Menurut Graco (1995), ada

berbagai faktor yang mempengaruhi ukuran dari tetesan (droplet). Diantara faktor-

faktor tersebut adalah sifat-sifat cairan, seperti tegangan permukaan, viskositas, dan

densitas.

12

2.6.1 Tegangan Permukaan

Menurut Muliawati (2006) tegangan permukaan cairan adalah kerja yang

dilakukan untuk memperluas permukaan cairan dalam satuan luas Gaya tarik–

menarik molekul–molekul dalam cairan sama ke segala arah, tetapi molekul-

molekul pada permukaan cairan lebih tertarik ke dalam cairan. Hal ini disebabkan

karena jumlah molekul dalam fase uap lebih kecil daripada fase cair. Akibatnya zat

cair selalu berusaha mendapatkan luas permukaan terkecil. Oleh karena itu, tetesan–

tetesan cairan dan gelembung gelembung gas berbentuk bulat dan mempunyai luas

permukaan terkecil.

Tabel 2.3 Tegangan Permukaan Minyak

SurfaceTension (dyne/cm)

Coconut Oil 33,4

sunflower oil 33,5

Cotton seed Oil 35,4

olive oil 33.0

Kerosene* 27,7

(Sumber : Aykas , 2012; Shoba, 2011*)

Tegangan permukaan cenderung untuk menstabilkan cairan, mencegah cairan

menjadi droplet yang lebih kecil. Cairan dengan ketegangan permukaan yang lebih

tinggi cenderung memiliki ukuran rata-rata droplet yang lebih besar pada atomisasi.

Dapat dilihat pada tabel 2.3 menunjukan perbedaan tegangan permukaan beberapa

minyak nabati dapat mempengaruhi ukuran droplet.

2.6.2 Viskositas

Viskositas cairan adalah suatu angka yang menyatakan besarnya perlawanan/

hambatan/ ketahanan suatu bahan bakar minyak untuk mengalir atau ukuran

besarnya tahanan geser dari bahan bakar minyak. Viskositas cairan menurun dengan

peningkatan temperatur. Viskositas suatu cairan diukur dengan viscometer. Dalam

sistem cgs, satuan viskositas adalah poise atau centipoise = 0,001 poise dimana 1

poise = 1 gr/s.cm. Macam-macam viskositas berserta satuanya adalah sebagai berikut

1. Vicosity Relative

Vicosity Relative adalah perbandingan dari viscosity suatu cairan terhadap air

pada temperatur 68°F (diamana viscosity dari air 68°F adalah 1.002 centipoise).

2. Vicosity Kinematik ( )

13

Vicosity Kinematik adalah viscosity (centipoise) dibagi specific gravity

yang diukur pada suhu yang sama. Satuannya dalam stokes atau centistokes

(1 stokes = 1cm²/sec). Specific gravity adalah density bahan bakar dibagi

dengan density air pada temperatur yang sama atau dapat didifinisikan

sebagai perbandingan berat dari bahan bakar minyak pada temperatur tertentu

terhadap air pada volume dan temperatur yang sama.

3. Saybolt Universal Viscosity

Saybolt Universal Viscosity (SUS atau SSU) adalah viscosity dari suatu cairan

yang diukur dalam satuan waktu dengan mengunakan tabung 60 cc yang

dibawahnya diberi orifice yang dilaksanakan pada suhu tetap.

4. Saybolt Furol Viscosity

Saybolt Furol Viscosity adalah viscosity yang diukur dengan prosedur

yang sama dengan Universal Viscosity, tetapi mengunakan orifice dengan

diameter yang lebih besar. Viscosity dari minyak bakar (heavy oil) diukur

dengan Furol Viscosity pada suhu 122 atau 210 °F.

5. Red Wood Viscosity dan Engler Viscosity

Red Wood Viscosity merupakan ukuran viscosity yang digunakan di Inggris,

demikian juga Engler Viscosity merupakan ukuran viscosity yang digunakan

di jerman.

6. Viscosity Index

Viscosity Index adalah suatu sistem empiris untuk menunjukan kecepatan

perubahan viscosity dari minyak terhadap perubahan suhu. Viscosity Index

merupakan index kepekaan viscosity terhadap perubahan suhu. Pengukuran

nya didasarkan pada perbandingan dari viscosity minyak bumi yang dipilih

dengan harga batas maksimum 100, sedangkan harga batas minimum adalah

60. Minyak dengan index di atas 100 dapat dibuat dari berbagai macam

campuran minyak bumi dan penambahan additive.

Viskositas cairan memiliki pengaruh pada ukuran droplet. Viskositas

menyebabkan fluida cenderung untuk mencegah pemecahan cairan dan mengarah ke

ukuran droplet yang rata-rata lebih besar yang ditunjukan pada gambar 2.7. Tabel 2.4

menunjukan viskositas akan menurun dengan peningkatan temperatur.

14

Gambar 2.7 Pengaruh Viskositas Terhadapa Ukuran Droplet

(Sumber : Graco, 1995)

Tabel. 2.4 Viskositas Minyak

Temperature

(°C)

Kinematic Viscosity

centistoke (cSt)

Kerosene Oil Coconut Oil Soybean Oil

35 5.82 16.36 15.77

40 5.21 15.64 15.17

45 4.97 12.65 11.67

50 4.74 11.87 11.25

55 4.51 11.16 10.93

60 4.42 10.69 10.13

65 4.29 10.12 7.73

70 4.13 9.78 7.23

75 3.93 8.45 6.87

80 3.79 7.72 6.35

85 3.61 7.03 5.92

90 3,49 5,98 5.64

95 3.28 5.34 5.43

100 3.11 5.08 5.23

(Sumber : Angaitkar, 2013)

15

2.6.3 Densitas/Massa Jenis

Densitas adalah pengukuran massa setiap satuan volume benda. Semakin

tinggi densitas suatu benda, maka semakin besar pula massa setiap volumenya.

Densitas rata-rata setiap benda merupakan total massa dibagi dengan total

volumenya.

V

m ......................................................................................................... (2.9)

Dimana:

ρ adalah massa jenis (kg/m3)

m adalah massa (kg)

V adalah volume (m3)

Densitas menyebabkan cairan mempertahankan akselerasi. Densitas serupa

dengan sifat-sifat baik tegangan permukaan dan viskositas. Densitas yang tinggi

cenderung menghasilkan ukuran tetesan yang rata-rata lebih besar. Tabel 2.5

menunjukan perbedaan densitas minyak.

Tabel 2.5 Densitas Minyak

Density (ρ)

(Kg/m3)

Kerosene Oil 820.1

Coconut Oil 924

Soybean Oil 926

(Sumber : Angaitkar, 2013)

Menurut Olson (1999) tekanan juga mempengaruhi ukuran droplet. Gambar

2.8 menunjukan peningkatan tekanan akan memperkecil ukuran droplet sedangkan

penurunan tekanan akan memperbesar ukuran droplet seperti yang. Jika tekanan

meningkat dari 100-300 Psi, diameter droplet berkurang sekitar 28% dan

meningkatannya tekanan 100-150 Psi mengurangi diameter droplet sekitar 11%.

16

Gambar 2.8 Pengaruh Tekanan Terhadap Ukuran Droplet

(Sumber : Olson,1999)

2.7 Spray Characteristics

Menurut (Zakaria, 2011) spray characteristics meliputi spray tip penetration,

Spray angle and spray pattern.

2.7.1 Spray Tip Penetration

Menurut Majhool (2012) Spray tip penetration adalah jarak aksial antara lubang

injektor ke lokasi terjauh dapat ditempuh dengan spray droplets. Gambar 2.9

menunjukan Spray tip penetration pada injektor.

Gambar 2.9 Spray Tip Penetration

(Sumber : Majhool, 2012)

Tekanan 100 Psi Tekanan 300 Psi

Tekanan 3 Psi Tekanan 10 Psi

17

2.7.2 Spray Angle

Sudut semprot (spray angle) adalah sudut yang terbentuk dari semburan pada

nosel. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi sudut semprot (spray angle adalah

Tekanan, diameter lubang nosel, viskositas. Gambar 2.10 menunjukan bahwa

tekanan dan diameter lubang nosel dapat mempengarui sudut semprot (Vinukumar,

2012). Peningkatan tekanan dan pembesaran diameter lubang nosel pada injektor

akan meningkatakan sudut semprot.

Gambar 2.10 Pengaruh Tekanan dan Diameter Lubang Nosel Terhadap Spray Angle

(Sumber : Vinukumar, 2012)

Menurut Kewas (2013) bahan bakar diesel memiliki sudut semprot 13,6°

sedangkan 7,4 pada minyak kelapa. Perbedaan sudut semprot bahan bakar diesel

dengan minyak kelapa disebebkan viskositas minyak yang berbeda-beda. Menurut

Olson (1999) temperatur dapat mempengaruhi viskositas bahan bakar minyak.

Gambar 2.11 menunjukan peningkatan temperatur dapat menurunkan viskositas

minyak.

Gambar 2.11 Pengaruh Temperatur Terhadap Viskositas

(sumber : Olson, 1999)

18

2.7.3 Spray Pattern

Spray pattern adalah pola yang dihasilkan dari semburan (spray). Menurut

olson (1999) macam-macam spray pattern pada pembakaran minyak antara lain:

a. Hollow Cone

Hollow Cone adalah semprot dimana konsentrasi tetesan berada di tepi luar

semprot dengan sedikit atau tidak ada bahan bakar di tengah semprot yang.

Gambar 2.12 menunjukan penyebaran droplet tidak seragam di penampang

semprot dan penyebaran droplet terjadi di tepi luar semprotan.

Gambar 2.12 Hollow Cone

(Sumber : Olson ,1999)

b. Solid cone

Solid cone adalah semprot dimana distribusi tetesan cukup seragam di

penampang semprot. Gambar 2.13 menunjukan penyebaran droplet seragam di

penampang semprotan.

Gambar 2.13 Solid Cone

(Sumber : Olson ,1999)

19

2.8 Perpindahan Panas

Perpindahan panas (heat transfer) merupakan perpindahan energi panas

sebagai akibat adanya perbedaan temperatur diantara benda dengan benda atau benda

dengan fluida. Energi panas tersebut akan berpindah dari medium temperatur tinggi

ke medium temperatur rendah. Proses perpindahan panas dapat terjadi melalui

beberapa mekanisme seperti perpindahan panas secara konduksi, konveksi dan

radiasi (Incropera, 1996).

2.8.1 Perpindahan Panas Konduksi

Perpindahan panas secara konduksi adalah perpindahan panas yang terjadi

tanpa disertai partikel perantaranya yang ditunjukan pada gambar 2.14. Dimana pada

hantarannya yang mengalir hanya kalornya tanpa melibatkan perantaranya.

Perpindahan panas secara konduksi bisa terjadi pada cairan dan gas, hanya saja

konduktivitas terbesar ada pada padat (Buchori, 2004).

Gambar 2.14 Perpindahan Panas Konduksi

(Sumber : Buchori, 2004)

Menurut Incropera (1996) laju perpindahan panas secara konduksi dapat

dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Xq" = - k. dx

dt……......................……………………………………............. ( 2.10 )

Dimana:

Xq" = laju perpindahan panas per satuan luas (W/m²)

k = kondutivitas thermal ( W/m.K)

dx

dt = gradient temperatur (K/m)

20

2.8.2 Perpindahan Panas Konveksi

Perpindahan panas secara konveksi perpindahan panas antara suatu

permukaan dengan fluida yang bergerak melintasi permukaan tersebut bila ada

perbedaan tetemperatur yang ditunjukan pada gambar 2.15. Perpindahan panas ini

memerlukan media penghantar berupa fluida (cairan atau gas) (Buchori, 2004).

Menurut Buchori (2004) Perpindahan panas secara konveksi terjadi melalui 2

cara yaitu :

1. Konveksi bebas/konveksi alamiah (free convection/natural convection)

Konveksi bebas adalah perpindahan panas yang disebabkan poleh beda

suhu dan beda rapat saja dan tidak ada tenaga dari luar yang

mendorongnya.

2. Konveksi paksaan (forced convection)

Konveksi paksaan adalah perpindahan panas yang aliran gas atau

cairannya disebabkan adanya tenaga dari luar.

Gambar 2.15 Perpindahan Panas Konveksi

(Sumber : Buchori, 2004)

Menurut Incropera (1996) laju perpindahan panas secara konveksi dapat

dihitung melalui rumus sebagai berikut :

konvq" = h(Ts - T∞) jika Ts > T∞ ……………………...................................... (2.11)

konvq" = h(T∞ - Ts ) jika T∞ > Ts ……………………........................................ (2.12)

Dimana :

konvq" = Laju perpindaha panas per satuan luas ( W/m² )

h = Koefisien perpindahan panas konveksi ( W/m². K)

Ts = Temperatur permukaan material ( K )

T∞ = Temperatur fluida yang mengalir (K)

21

2.8.3 Perpindahan Panas Radiasi

Perpindahan panas secara radiasi adalah perpindahan panas yang terjadi

karena pancaran/sinar/radiasi gelombang elektromagnetik yang. Gambar 2.16

menunjukan perpindahan panas yang terjadi tanpa melalui suatu medium perantara

(Buchori, 2004).

Gambar 2.16 Perpindahan Panas Radiasi

(Sumber : Buchori, 2004)

Menurut Incropera (1996) laju perpindahan panas secara radiasi dapat

dihitung melalui rumus sebagai berikut:

Radq" = . . 4

sT …………………………………….............................…….. ( 2.13 )

Dimana :

Radq"

= Laju perpindahan panas per satuan luas (W/m²)

= emisivitas permukaan benda

= konstanta Stefan-Boltsman (5,67.10-8 W/m2

. K4

)

sT

= Temperatur permukaan benda (K)

2.8.4 Proses Perpindahan Panas Pada Sudut Semburan Nosel

Gambar 2. 17 Skema Perpindahan Panas dari Heater ke Pipe Line

Terjadi perpindahan panas secara konduksi dari heater ke dinding luar pipe line

dan terjadi perpindahan panas secara konveksi pada dinding dalam pipe line dengan

aliran fluida yang bergerak serta tejadi perpindahan panas secara radiasi dari dinding

luar pipe line ke lingkungan.

Pipe Line

Heater Konduksi

Konveksi

Radiasi

22

Terjadi perpindahan panas dari heater ke pipe line dengan perpindahan panas

pada 321 TTT . Karena perpindahan panas yang sama terjadi pada 1T , 2T dan 3T

maka yang di carai tahanan termal (thermal resistance) pada 1T dengan

mengabaikan perpindahan panas secara radiasi adalah sebagai berikut :

Gambar 2.18 skema tahanan termal dari heater ke pipe line

Tahanan termal konduksi pada 1T dapat dihitung melalui rumus sebagai berikut :

....(2.14)................................................................................2,1,

,kA

L

q

TTR

x

ss

condt

Perpindahan panas secara konveksi pada diding dalam dengan aliran fluida maka

tahanan termal konveksi pada 1T dapat dihitung melalui rumus sebagai berikut :

)15.2(...................................................................................12,2,

,hAq

TTR

s

convt

Terjadi perpindahan panas secara konveksi dari aliran fluida ke dinding dalam

pipe line atau dinding dalam nosel yang ditunjukan pada gambar 2.19. Terjadi

perpindahan panas secara kondukis dari dinding dalam nosel atau pipe line ke

dinding luar nosel atau pipe line serta tejadi perpindahan panas secara radiasi dari

dinding luar nosel atau pipe line ke lingkungan.

Heater

Dinding dalam

pipe line

Dinding luar

pipe line

23

Gambar 2. 19 Skema Perpindahan Panas Pipe Line dan Nosel

2.9 Pengukuran Sudut Semburan Nosel

Autodeks Inventor adalah salah satu software yang digunakan untuk merancang

part permesinan atau susunan part permesinan dengan tampilan 3D atau tampilan 2D

(drawing ). Langkah- langkah mengukur gambar semburan menggunakan Autodeks

Inventor antara lain :

1. Jalankan program Autodeks Inventor lalu pilih new kemudian pilih

Standard.ipt yang ditunjukan pada gamabar 2.20.

Gambar 2. 20 Membuka layer Baru Untuk Memulai Sketch

2. Pilih ikon Image dan Insert gambar spray yang diukur sudutnya yang

ditunjukan pada gambar 2.21.

Nosel

Pipe Line Konveksi

Konduksi

Radiasi

24

Gambar 2. 21 Insert Gambar Spray dengan Ikon Image

3. Pilih menu line membuat batas spray lalu pilih dimension untuk mengukur

sudut semburan yang ditunjukan pada gambar 2.22.

Gambar 2. 22 Cara Pengukuran Sudut Semburan

4. Pilih Finish Sketch kemudian pilih Export ke Gambar (Image).