BAB II CA Cerviks
-
Upload
riskawati12 -
Category
Documents
-
view
7 -
download
3
description
Transcript of BAB II CA Cerviks
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Kanker serviks adalah keganasan primer dari serviks uteri (kanalis
servikalis dan atau porsio). Jenis yang paling umum adalah jenis epitelias
squamous, adenoma, dan jenis campuran.2
EPIDEMIOLOGI
Kanker serviks masih merupakan kanker yang menduduki urutan pertama
dari kejadian kanker keseluruhan ataupun dari kejadian kanker pada wanita di
seluruh dunia dan diperkirakan terdapat 493,000 kasus baru dan 274,000 kematian
pertahun pada tahun 2002. Seluruh dunia rasio mortality to incidence adalah 55%.
Dari data berdasar pathological based registry cankers serviks uteri menempati
urutan pertama diantar kanker lainnya, diikuti kanker payudara di tempat kedua.
Jenis kanker lain yang cukup banyak pada wanita adalah kanker ovarium dan
kanker korpus uteri. Di Indonesia kanker serviks merupakan kanker terbanyak
pada wanita di RS dr. Ciptomangunkusumo, kanker serviks merupakan 76,2%
dari 1.717 kanker ginekologi dari tahun 1989-1992 dengan angka survival secara
keseluruhan pada 5 tahun berkisar anatara 56,7%-72%. Selain itu, selama kurun
waktu 5 tahun (1975-1979) di RSUP Sardjito terdapat 179 dari 263 kasus
(68,1%). Melihat data-data tersebut, maka penatalaksanaan yang komprehensif
termasuk pencegahan dan deteksi dini harus dilakukan dengan baik.3
Umur penderita antara 30-60 tahun, terbanyak adalah 45-50 tahun. Periode
latendari fase prainvasif untuk menjadi invasif sio yang memakan waktu sekitar
10 tahun. Hanya dari 9% dari wanita berusia < 35 tahun menunjukkan kanker
serbiks yang invasive pada saat didiagnosis, sedangkan 53% dari KIS terdapat
pada wanita dibawah usia 35 tahun. Mempertimbangkan keterbatasan yang ada,
telah disepakati secara nasional untuk melakukan program deteksi dini
(pelacakan) setiap wanita sekali saja setelah melewati usia 30 tahun dan
menyediakan sarana penanganannya, untuk berhenti setelah usia 60 tahun. Yang
penting dari deteksi dini adalah cakupannya. Bahkan direncanakan akan ada
2
pelatihan tenaga sukarelawati untuk mengenali bnetuk porsio yang mencurigakan
untuk dapat di pap smear oleh dokter/bidan di puskesmas atau puskesmas keliling
sebagaimana disarankan oleh WHO. Salah satu etiologinya adalah HPV (Human
Papilloma Virus), maka kanker serviks memiliki beberapa faktor resiko yang
umumnya terkait dengan suatu pola penyakita akibat hubungan seksual. Dengan
demikian dapat disimpulkan penyimpangan pola seksual merupakan faktor resiko
yang sangat berperan. Faktor lain yang dianggap merupakan faktor resiko anatara
lain faktor hubungan seksual pertama kali pada usia muda, faktor kebiasaan
merokok, dan pemakaian kontrasepsi secara hormonal.2
FAKTOR RESIKO KANKER SERVIKS
Faktor resiko kanker serviks dibagi menjadi 2 kategori yaitu :
1. Faktor Resiko Mayor
Infeksi HPV (Human Papilloma Virus), khususnya kelompok resiko tinggi
seperti HPV tipe 16, 18, 31, 33, 35,39,45, 51, 52, 56, 58, 59, 66, 68, dan
70. Hingga sat ini lebih dari 100 tipe HPV sudah dapat diisolasi. Infeksi
HPV ini berhubungan dengan lesi intraepithelial serviks, yaitu (1)
hubungan yang kuat seperti HPV tipe 16, 18, 31, 45 ; (2) Hubungan
sedang seperti HPV tipe 33, 35, 39, 51, 52, 56, 58, 59, 68, dan (3)
Hubungan lemah seperti HPV tipe 6, 11, 26, 42, 43, 44, 53, 54, 55, 56.
Distribusi geografis tipe HPV berbeda untuk tiap Negara. HPV tipe 16 dan
18 yang paling sering ditemukan di dunia. Dimana HPV tipe 16 umumnya
ditemukan di Negara barat seperti eropa, USA, dan lain-lain. Sedangkan
untuk tipe 18 bnayak ditemukan di Asia. HPV merupakan penyakit yang
ditularkan melalui hubungan seksual dan merupakan faktor resiko mayor
dari kanker serviks.2
Faktor Resiko Minor
Menurut daianda (2007) resiko minor kanker serviks adalah :
- Menikah usia muda (<18 tahun)
- Mitra seksual multiple
- Terpapar IMS (Infeksi menular seksual)
- Merokok
3
- Defisiensi vit A/Vit C/Vit E
- Usia tua (> 35 tahun)
- Riwayat penyakit kelamin seperti kutilgenital
- Paritas atau jumlah kelahiran yang banyak
- Pengunaan alat kontrasepsi hormonal
ETIOLOGI
Sebab langsung dari kanker serviks sampai saat ini belum diketahui secara
pasti. Diduga penyebab paling utama adalah kanker serviks adalah anggota family
papovirida yaitu Human Papiloma Virus (HPV) yang merupakan inisiator dari
kanker serviks yang menyebabkan gangguan sel serviks. Oncoprotein E6 dan E7
yang berasal dari HPV merupakan penyebab terjadinya keganasan. Oncoprotein
E6 mengikat p53 akan kehilangan fungsinya. Kemudian oncoprotein E7 akan
mengikat TSG Rb, ikatan ini menyebabkan terlepasnya E2F, E2F merupakan
faktor transkripsi sehingga siklus sel berjalan tanpa kontrol. Ada bukti kuat
kejadian kanker serviks memiliki hubungan erat dengan sejumlah faktor
ekstrinsik, diantaranya yang penting jarang terjadi pada perawan, insidensi lebiih
tinggi pada mereka yang menikah daripada yang tidak menikah, terutama pada
gadis yang pertama koitus pertama dialami pada usia sangat muda < 18 tahun,
insidensi meningkat dengan tingginya paritas, apalagi bila jarak persalinan
terlampau dekat, mereka dari golongan ekonomi rendah dengan hygiene seksual
yang jelek, aktivitas seksual yang sering berganti-ganti pasangan, jarang ditemui
pada wanita yang suaminya disunat.3
ANATOMI, HISTOLOGI, dan FISIOLOGI SERVIKS UTERI
Sistem reproduksi wanita terdiri dari dua bagian utama : vagina dan uterus,
yang berfungsi sebagai penerima sperma pria, dan kedua ovarium yang
menghasilkan telur wanita. Semua bagian ini selalu berada di dalam tubuh ;
vagina berhungan dengan luar tubuh melalui vulva, dimana termasuk labia,
klitoris dan uretra. Vagian berhubungan dengan uterus melalui serviks, sementara
uterus berhubungan dengan kedua ovarium melalui tuba fallopi.1
4
Gambar 1. Alat reproduksi wanita
(http://gochijus.wordpress.com/2010/06/)
Anatomi Leher Rahim (Serviks Uteri)
Serviks dari bahasa latin adalah bagian bawah, yang sempit dari rahim
dimana dia bertemu dengan ujung proksimal vagina. Serviks berhubungan dengan
fundus uteri melalui itsmus uteri. Bentuknya yang silindris atau menyerupai
kerucut menjorok melaluidinding depan bagian atas vagina. Lebih kurang
setengah panjangnya dapat terlihat dengan menggunakan peralatan medis yang
sesuai, sisanya berada diatas vagina yang tidak terlihat.2
Ektoserviks
Bagian dari serviks yang menjorok ke dalam vagina disebut porsio
vaginalis atau ektoserviks. Panjang rata-rata ektoserviks adalah 3 cm dan lebar 2,5
cm, permukaannya konveks dan elips dan membagi menjadi bibir anterior dan
posterior.2
Ostium uteri ekstrenum
Bagian ektoserviks yang membuka keluar disebut ostium uteri eksternum.
Ukuran dan bentuk dari ostium uteri eksternum sangat bervariasi karena usia,
keadaan hormonal, dan riwayat persalinan. Pada wanita yang belum pernah
melahirkan ostium uteri eksternum tampak sebagai bukaan kecildan sirkuler. Pada
wanita yang pernah melahirkan, ektoserviks tampak lebih besar dan ostium uteri
eksternum terlihat lebih lebar, menyerupai celah yang sedikit menganga.2
Kanalis endoservikalis
Saluran yang menghubungkan ostium uteri eksternum dan kavum uteri
disebut kanalis endoserviks. Panjang dan lebar sangat bervariasi sesuai dengan
5
ukuran keseluruhan serviks. Bentuknya pipih dari anterior ke posterior dan
lebarnya dapat mencapai 7 sampai 8 mm pada usia reproduksi. Kanalis
endoserviks menunjukkan konfigurasi yang kompleks dari lipatan-lipatan mukosa
atau plika.3
Ostium uteri internum
Kanalis endoservikalis berujung pada ostium uteri internum yang
merupakan bukaan dari serviks ke kavum uteri. Ostium uteri internum merupakan
sambungan anatomic dan histologik antara uterus yang lebih muskuler dan serviks
yang lebih padat dan fibrous.2
Cervical cryps
Merupakan kantung-kantung yang melapisi serviks, berfungsi untuk
memproduksi lendir serviks.2
Asupan Darah
Asupan darah ke serviks berasal dari arteri iliaka interna, yang merupakan
asal dari arteri uterine. Cabang-cabang servikalis dan vaginalis dari arteri uterine
memberikan darah ke serviks dan sepertiga atas vagina. Dijumpai adanya variasi
dan anastomosis dengan arteri vaginalis dan arteri hemoroidalis mediana. Cabang
servikalis dari arteri uterine berjalan paralel dengan arteri, dan mengosongkannya
ke pleksus vena hipogastrika.3
Drainase Limfatik
Drainase limfatik dari serviks cukup kompleks dan bervariasi termasuk
kelejar getah bening iliaka komunis, interna dan eksterna, kelenjar getah bening
obturator dan parametrium maupun sejumlah kelompok kelenjar getah bening
yang lain. Rute utama dari penyebaran kanker leher rahim adalah melalui aliran
limfatik pelvis. Histerektomi radikal untuk kanker serviks invasive termasuk
mengangkat sebanyak mungkin kelenjar limfatik pelvis.3
Jaringan Penyokong dan Persarafan
Struktur penyokong utama dari serviks adalah ligamentum-ligamentum
kardinale dan sakrouterina. Ligamentum-ligamentum ini berjalan dari sisi lateral
dan posterior dari serviks diatas vagina ke dinding tulang pelvis. Ligamentum
6
sakrouterina merupakan saluran dari persarafan utama yang mensuolai serviks,
berasal dari pleksus hipogastrika. Dijumpai serat-serat safar simpatis, parasimpatis
pada serviks. Penggunakan alat pada kanalis endoserviks (dilatasi dan kuretase)
dapat menyebabkan reaksi vasovagal dengan refleks bradikardia pada beberapa
pasien. Pada endoserviks dijumpai banyak ujung-ujung saraf sensoris, sedangkan
pada ektoserviks lebih sedikit. Hal ini memungkinkan dilakukannya tindakan –
tindakan seperti biopsi atau krioterapi tanpa anestesi.1
Histologi Serviks Uteri
Serviks uteri dari epithelium dan jaringan stroma dibawahnya. Epitel
ektoserviks adalah skuamos berlapis dan tidak berkeratin (nonkeratinizing
stratified squamous epithelium), yang terdiri dari beberapa lapisan yang dibagi
menjadi basal, parabasal, intermediate dan superficial. Lapisan basal terdiri dari
satu lapis sel dan berada diatas membran basalis yang tipis. Mitosis aktif terjadi
pada lapisan ini. lapisan parabasal dan intermediate bersama-sama menyusun
prickle cell layer. Lapisan superficial bervariasi dalam dan tebalnya, tergantung
pada derajat stimulasi esterogen. Stroma terdiri dari campuran otot polos dan
jaringan fibrous (fibromuskuler) yang terbuat dari jaringan ikat kolagen (otot
polos dan jaringan elastic) dan ground substance (mukopolisakarida). Melalui
stroma berjalan asupan pembuluh darah, limfatik dan saraf.2
Endoserviks ditutupi oleh epitel kolumner selapis yang mensekresi musin,
yang menutupi permukaan dan kelenjar-kelenjar dibawahnya. Kelenjar ini
bukanlah kelenjar sebenarnya tetapimerupakan lipatan-lipatan yang mengarah ke
dalam menyerupai celah dan dalam dengan sejumlah kolateral-kolateral
menyerupai terowongan. Sel-sel yang terlihat pada pap smear mencerminkan sel-
sel dari berbagai lapisan epitel ektoserviks dan endoserviks.2
Perbatasan antara epitel skuamous berlapis dari ektoserviks dan epitel
selapis kolumner endoserviks disebut dengan sambungan skuamokolumner (SSK)
atau squamocolumnar junction ( SCJ). Sambungan skuamokolumnar (SSK)
merupakan marka sitologik dan kolposkopi paling penting, karena dari sini
berasal > 90% neoplasia saluran genital bawah.2
Patofisiologi Leher Rahim
7
Epitel Skuamous
Epitel skuamous memiliki warna yang relative opak dan merah jambu
yang pucat dari epitelskuamous yang disebabkan histologinya yang multilayered
dan terdapatnya pembuluh darah dibawah membrane basalis. Maturasi dan
glikogenisasi dari epitel skuamous vagina dan serviks dipengaruhi oleh hormone-
hormon dari ovarium. Estradiol menyebabkan maturasi, glikogenisasi dan
deskuamasi. Progesterone menginhibisi maturasi superfisialis. Oleh karena itu,
ketika hormone-hormon ovarium berhenti sel epitel skuamous tampak atrofik.
Glikogenisasi epitel skuamous matur dari serviks dibwah pengaruh esterogen
menyebabkan penyerapan kuat terhadap larutan iodine lugol. Hal ini merupakan
dasar dari tes Schiller, yang digunakan untuk membedakan sel epitel normal
dengan abnormal. Epitel skuamous yang displasia atau terinfeksi HPV
memperlihatkan terhentinya maturasi dan tidak ditemui gikogenisasi dan akan
menolak pewarnaan iodine.4
Epitel Kolumner
Epitel kolumner dari serviks berada diatas dari sambungan
skuamokolumner. Dia menutupi sebagian ektoserviks dan seluruh kanalis
servikalis. Terdiri dari satu lapis yang mensekresi musin. Epitel ini tersusun ke
dalam lipatan-lipatan longitudinal dan invaginasi-invaginasi yang membentuk
kelenjar-kelenjar dan sebenarnya itu bukan kelenjar. Hal ini yang menyebabkan
skrining sitogik dan kolposkopi dari jaringan endoserviks lebih sulit dijangkau
dibandingkan dengan apusan dari ektoserviks.2
Sambungan Skuamokolumner
Sambungan skuamokolumner (SSK) didefinisikan sebagai sambungan
antara epitel skuamous dan epitel kolumner. SSK ini sering ditandai oleh selapis
metaplasia dan lokasinya bervariasi. Lokasinya dipengaruhi oleh usia dan
hormonal. Selama perimenarche, SSK berada pada atau sangat dekat dengan
ostium uteri eksternum. SSK umumnya berada pada ektoserviks pada jarak yang
bervariasi dari ostium pada wanita masa rreproduksi, saat serviks terutama kanalis
servikalis memanjang dibawah pengaruh hormone esterogen. Kadang-kadang
SSK juga ditemukan di sebagian atau seluruh forniks vagina. Pada sebagian kasus
keseluruhan posio serviks akan ditutupi dengan epitel kolumner. Pada saat
8
perimenopause atau paparan yang lama oleh progestin yang kuat yang
menyebabkan atrofi, SSK mundur keatas ke kanalis endoserviks.3
Zona Transformasi
Zona transformasi serviks adalah sangat penting untuk mengidentifikasi
dan penanganan neoplasia intraepitel serviks. Zona transformasi berada diantara
SSK original dan SSK baru. SSK adalah batas yang dapat dilihat anatara epitel
skuamous dan epitel kolumner dari serviks yang mewakili SSK baru. Batas antara
epitel metaplastik yang terbentuk selama masa reproduksi dan epitel skuamous
original disebut SSK asli. Zona transformasi adalah area epitel metaplasia antara
SSK asli dengan SSK baru. Epitel metaplastik yang berdekatan dengan SSK baru
adalah epitel skuamous yang paling baru dan paling rendah maturitasnya.2
Perubahan yang Terkait Usia pada Zona Transformasi
Pada 18-20 minggu pertama kehidupan embrio, sel-sel kolumner tinggi
asli yang menghubungkan vagina dan serviks secara bertahap digantikan oleh sel-
sel skuamous yang datar. Pada masa kanak-kanak sampai masa puber, sel-sel
skuamous bertemu dengan sisa sel-sel kolumner di squamocolumnarjuncntion
(SCJ), sebuah garis pertemuan tipis yang ada pada permukaan serviks. Dengan
datangnya masa puber, yang ditandai dengan meningkatnya hormone eanita
(esterogen dan progesterone), dan terus berlanjut sampai tahun-tahun masa subur,
sel-sel kolumner di dalam SCJ secara bertahap digantikan oleh sel-sel skuamous
yang baru berkembang, proses ini disebut skuamous metaplasia terjadi di zona
transformasi. T zone dapat berupa area yang luas atau sempit pada permukaan
serviks, tergantung pada beberapa faktor seperti usia, paritas, infeksi sebelumnya
dan paparan terhadap hormone wanita. Perubahan serviks yang abnormal seperti
displasia dan kanker hamper selalu muncul di bagian ini. terakhir pada saat
menopause, sel-sel skuamous dewasa telah menutupi hampir seluruh permukaan
serviks, termasuk seluruh T-zone dan SCJ.2
Pentingnya Perubahan tersebut dalam Mencegah Kanker serviks
Pada tahun-tahun awal masa pubertas, sebagian besar sel-sel di dalam T-
zone adalah sel-sel kolumner. Pergantian sel-sel tersebut dengan sel-sel skuamous
yang baru terbentuk adalah tahap permulaan. Pada masa inilah sel-sel di dalam T-
9
zone, dan khususnya sel-sel di SCJ adalah masa yang paling rentan terhadap
perubahan yang berkaitan dengan kanker yang didorong oleh beberapa tipe
tertentu dari HPV dan faktor penunjang lain.2
GEJALA DAN TANDA
Perlu dimasyarakatkan upaya pengenalan kasus kanker serviks secara dini
melalui program skrining. Tingkat keberhasilan pengobatan sangat baik pada
stadium dini dan hampir tidak terobati bila kanker telah menyebar sampai dinding
panggul ataua organ disekitarnya seperti rectum dan kandung kemih. Pemeriksaan
pap’s smear bertujuan untuk mengenali adanya perubahan awal sel epitel serviks,
sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan terjadinya kanker invasive, pap’s
smear ini menjadikan kanker serviks sebagai suatu penyakit yang dapat dicegah.5
Sebagaimana lazimnya pencegahan terhadap suatu jenis penyakit, perlu
diwaspasai adanya faktor resiko dan ketersediaan sarana diagnostik serta
piñatalaksanaan kasus sedini mungkin. Lesi kanker yang sangat dini dikenal
sebagai servikal intraepithelial neoplasia (CIN = cervical intraepithelial neoplasia)
yang ditandai dengan adanya perubahan displastik epitel serviks.3
Walaupun telah terjadi invasi sel tumor ke dalam stroma, kanker serviks
masih mungkin tidak menimbulkan gejala. Tanda dini kanker serviks tidak
spesifik seperti adanya secret vagina yang agak banyak dan agak berbau, kadang-
kadang ada bercak perdarahan. Pada umumnya tanda yang sangat minimal
diabaikan penderita. Pada permulaan kanker serviks kemungkinan penderita
belum memiliki keluhan dan diagnosis biasanya dibuat secara kebetulan (skrining
kesehatan penduduk). Menurut Andrijono (2005) Pada fase lebih lanjut sebagai
akibat nekrosis dan perubahan-perubahan proliferatif jaringan serviks timbul
keluhan-keluhan6 :
- Perdarahan vaginal yang abnormal
- Keputihan vaginal yang abnormal
- Perdarahan kontak setelah coitus
- Gangguan miksi
- Gangguan defekasi
- Nyeri perut bawah atau menyebar
10
- Limfadema
Pada stadium lanjut ketika tumor telah menyebar keluar serviks dan
melibatkan jaringan di rongga pelvis dapat dijumpai tanda-tanda lain seperti nyeri
menjalar ke pinggul atau kaki. Hal yang menandakan keterlibatan ureter, dinding
panggul atau nervus skiatik. Beberapa penderita mengeluh nyeri saat berkemih,
hematuria, perdarahan rectum sampai sulit berkemih dan buang air besar.
Penyebaran pada kelenjar getah bening tungkai bawah menimbulkan adema
tungkai bawah, atau terjadi uremia bila telah menjadi penyumbatan kedua ureter.2
Seperti layaknya kanker, jenis kanker ini juga dapat mengalami penyebaran
(metastasis). Menurut Diananda (2007) penyebaran kanker serviks ada tiga
macam, yaitu7 :
1 Melalui pembuluh limfe (limfogen) menuju ke kelenjar getah bening lainnya.
2 Melalui pembuluh darah (hematogen)
3Penyebaran langsung ke parametrium, korpus uterus, vagina, kandung
kencing dan rectum.
Penyebaran jauh melalui pembuluh darah dan pembuluh limfe terutama ke paru-
paru, kelenjar getah bening mediastinum dan supraklavikuler, tulang dan hati.
Penyebaran ke paru-paru menimbulkan gejala batuk, batuk darah, dan kadang-
kadang nyeri dada. Kadang disertai pembesaran kelenjar getah bening
supraklavikula terutama sebelah kiri.
PEMERIKSAAN
Standar pemeriksaan yang dianjurkan oleh FIGO adalah pemeriksaan
klinis yang merupakan dasar dalam menentuka stadium penyakit. Pemeriksaan
tersebut terdiri dari inspeksi, palpasi, inspeculo dan pemeriksaan dalam.
Dilanjutkan dengan biopsi, kolposkopi, kuretase, foto thorax, BNO/IVP,
sistoskopi, rectoskopi. Bila ada kecurigaan penyebaran ke vesica urinaria atau
rectum maka dikonfirmasi dengan pemeriksaan histopatologik. Pemeriksaan
11
opsional meliputi limfangiografi, arteriografi, venografi, laparoskopi, USG, CT
Scan dan MRI.8.
Pada berbagai macam metode pemeriksaan ginekologik, pemeriksaan
inspekulo dan bimanual membutuhkan pengalaman yang banyak dan bahkan pada
yang cukup berpengalaman, adanya adipositas yang berlebihan atau tegangan
yang kuat dari otot-otot perut dapat menyebabkan kesalahan dalam staging.
Kandung kencing yang kosong, tangan pemeriksa yang hangat dan sapaan yang
menenangkan penderita merupakan syarat-syarat penting pada pemeriksaan ini.
penting juga teknik vaginorektal. Ini memberikan kemungkinan yang terbaik
untuk meraba parametrium dan cavum douglasi dan membedakan tumor-tumor
dalam daerah ini dengan skibala.2
Menurut aziz (2006) pemeriksaan penunjang pada pasien kanker serviks yaitu8 :
a. Pap smear
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi sel kanker lebih awal pada
pasien yang tidak memberikan keluhan. Sel kanker dapat diketahui pada sekret
yang diambil dari porsi serviks. Pemeriksaan ini harus mulai dilakukan pada
wanita usia 18 tahun atau ketika telah melakukanaktivitas seksual sebelum itu.
Setelah tiga kali hasil pemeriksaan pap smear setiap tiga tahun sekali sampai usia
65 tahun.
Gambar 2. Tehnik pemeriksaan pap smear
(http://www.suaradokter.com/2009/07/kanker-serviks/)
b. Biopsi
12
Biopsi ini dilakukan untuk melengkapi hasil pap smear. Teknik yang biasa
dilakukan adalah biopsy yang tidak memerlukan anestesi dan teknik cone biopsy
yang menggunakan anestesi. Biopsi dilakukan untuk mengetahui kelainan yang
ada pada serviks. Jaringan yang diambil dari daerah bawah kanal servikal. Hasil
biopsi akan memperjelas apakah yang terjadi itu kanker invasif atau hanya tumor
saja.
c. Kolposkopi
Kolposkopi dilakukan untuk melihat daerah yang terkena proses
metaplasia. Pemeriksaan ini kurang efisien dibandingkan dengan papsmear,
karena kolposkopi memerlukan keterampilan dan kemampuan kolposkopis dalam
mengetes darah yang abnormal.
d. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui aktivitas pryvalekinase.
Pada pasien konservatif dapat diketahui peningkatan aktivitas enzim ini terutama
pada daerah epitelium serviks.
e. Radiologi
1) Pelvik limphangiografi, yang dapat menunjukkan adanya gangguan
pada saluran pelvik atau peroartik limfe.
2) Pemeriksaan intravena urografi, yang dila kukan pada kanker serviks
tahap lanjut, yang dapat menunjukkan adanya obstruksi pada ureter terminal.
Pemeriksaan radiologi direkomendasikan untuk mengevaluasi kandung kemih dan
rektum yang meliputi sitoskopi, pielogram intravena (IVP), enema barium, dan
sigmoidoskopi. Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau scan CT abdomen /
pelvis digunakan untuk menilai penyebaran lokal dari tumor dan / atau terkenanya
nodus limpa regional.
f. Tes schiller
Tes ini menggunakan iodine solution yang diusapkan pada permukaan
serviks. Pada serviks normal akan membentuk bayangan yang terjadi pada sel
epitel serviks karena adanya glikogen. Sedangkan pada sel epitel serviks yang
mengandung kanker akan menunjukkan warna yang tidak berubah karena tidak
ada glikogen.
13
DIAGNOSIS
Diagnosis kanker serviks diperoleh melalui pemeriksaan histopatologi
jaringan biopsi. Pada dasarnya apabila ditemui lesi seperti kanker secara kasat
mata harus dilakukan biopsi walaupun hasil pemeriksaan pap smear masih dalam
batas normal. Sementara itu biopsi lesi yang tidak kasat mata dilakukan dengan
kolposkopi. Kecurigaan adanya lesi yang tidak kasat mata didasarkan hasil
pemeriksaan sitologi serviks (pap smear). Diagnosis kanker serviks hanya
berdasarkan pada hasil histopatologi jaringan biopsi. Hasil pemeriksaan sitologi
tidak boleh digunakan sebagai dasar penetapan diagnosis.2
Biopsi dapat dilakukan secara langsung tanpa bantuan anestesi dan dapat
dilakukan secara rawat jalan. Perdarahan yang terjadi dapat diatasi dengan
penekanan atau peninggalan tampon vagina. Lokasi biopsi sebaiknya dapat
diambil dari jaringan yang masih sehat dan hindari biopsi jaringan nekrosis pada
lesi besar. Bila hasil biopsi dicurigai adanya mikroinvasi, dilanjutkan dengan
konisasi, konisasi dapat dilakukan dengan pisau (cold knife) atau dengan
elektrokauter.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan sebagai berikut :8
1. Pemeriksaan pap smear
Pap smear dapat mendeteksi sampai 90% kasus kanker leher rahim secara akurat
dan dengan biaya yang tidak mahal, akibatnya angka kematian akibat kanker leher
rahim pun menurun sampai lebih dari 50%. Setiap wanita yang telah aktif secara
seksual sebaiknya menjalani pap smear secara teratur yaitu 1 kali setiap tahun.
Apabila selama 3 kali berturut-turut menunjukkan hasil pemeriksaan yang normal,
maka pemeriksaan pap smear bisa dilakukan setiap 2 atau 3 tahun sekali. Hasil
pemeriksaan pap smear adalah sebagai berikut:
a. Normal.
b. Displasia ringan (perubahan dini yang belum bersifat ganas).
c. Displasia berat (perubahan lanjut yang belum bersifat ganas).
14
d. Karsinoma in situ (kanker terbatas pada lapisan serviks paling luar).
e. Kanker invasif (kanker telah menyebar ke lapisan serviks yang lebih
dalam atau ke organ tubuh lainnya).
2. Biopsi
Biopsi dilakukan jika pada pemeriksaan panggul tampak suatu pertumbuhan atau
luka pada serviks, atau jika hasil pemeriksaan pap smear menunjukkan suatu
abnormalitas atau kanker.
3. Kolposkopi (pemeriksaan serviks dengan lensa pembesar)
4. Tes Schiller
Serviks diolesi dengan larutan yodium, sel yang sehat warnanya akan berubah
menjadi coklat, sedangkan sel yang abnormal warnanya menjadi putih atau
kuning.
STADIUM
Serviks atau leher rahim merupakan bagian ujung bawah rahim yang
menonjol ke vagina. Kanker serviks berkembang secara bertahap, tetapi sangat
progresif. Proses terjadinya kanker serviks dimulai dari sel yang mengalami
mutasi, kemudian berkembang menjadi sel yang displastik sehingga disebut juga
kelainan epitel displasia. Displasia ini dimulai dari displasia ringan, sedang, berat
dan akhirnya menjadi karsinoma insitu, kemudian menjadi karsinoma invasive
meliputi mikroinvasif dan makroinvasif. Tingka Displasia dikenal sebagai lesi pre
kanker. Dari displasia menjadi karsinoma in-situ diperlukan waktu 1-7 tahun,
sedangkan karsinoma in-situ menjadi karsinoma invasive sekitar 3-20 tahun.8
Sel-sel serviks abnormal yang bukan merupakan sel kanker namun dapat
berkembang menjadi kanker disebut dengan cervical intrepitel neoplasia (CIN).
Tidak semua wanita yang memiliki CIN akan menderita kanker. Selain CIN sel-
sel abnormal serviks lain bisa dalam bentuk displasia. Perkembangan kanker
serviks meliputi displasia berat, displasia sedang dan displasia ringan sampai
menjadi stadium 0. Tahapan prakanker ini 92% tidak menimbulkan gejala, dan
selanjutnya masuk tahap invasive berupa kanker stadium I sampai stadium IV.
Tingkat keganasan klinik kanker serviks menurut kalsifikasi Federation of
Gynecologists and Obstetricians (FIGO) tahun 2000, perkembangan stadium
kanker serviks dibagi menjadi 4 stadium berdasarkan ukuran tumor, kedalaman
15
penetrasi pada serviks, dan penyebaran kanker di dalam maupun luar serviks,
adapun pembagian stadium tersebut adalah sebagai berikut :
Tingkat Kriteria
0 Karsinoma insitu (preinvasive carcinoma)
1 Karsinoma terbatas pada serviks
1A Karsinoma hanya bisa di diagnosis secara mikroskopis
1A1 Invasi stroma dalamnya 3 mm dan lebarnya < 7 mm
1A2 Invasi stroma dalamnya 3-5 mm dan lebarnya > 7 mm
1B Secara klinis tumor dapat diidentifikasi pada serviks atau massa
tumor lebih besar dari 1A2
1B1 Secara klinis lesi ukuran < 4 cm
1B2 Secara klinis lesi ukuran > 4 cm
II Tumor telah menginvasi uterus tapi tidak mencapai 1/3 distal
vagina atau dinding panggul
IIA Tanpa invasi ke parametrium
IIB Dengan invasi ke parametrium
III Tumor menginvasi sampai dinding pelvis dan atau
menginfiltrasi sampai 1/3 distal vagina, dan atau menyebabkan
hidronefrosis atau gagal ginjal
IIIA Tumor hanya menginfiltrasi 1/3 distal vagina
IIIB Tumor sudah menginfiltrasi dinding panggul
IVA Tumor menginvasi mukosa kandung kemih atau rectum dan
atau menginvasi keluar dari true pelvis
IVB Metastasis jauh
16
Gambar 3. Stadium kanker serviks
(http://indoroyal.com/info-penyakit/penyakit-kanker-leher-rahim.html)
Klasifikasi pertumbuhan sel kanker serviks :
Secara makroskopis :
1. Stadium preklinis
Tidak dapat dibedakan dengan servisitis kronis
2. Stadium permulaan
Sering tampak lesi di sekitar ostium eksternum
3. Stadium setengah lanjut
Telah mengenai sebagian besar atau seluruh bibir posio
4. Stadium lanjut
Terjadi pengerusakan dari jaringan serviks, sehingga tampaknya seperti
ulkus dengan jaringan yang rapuh dan mudah berdarah (neovaskularisasi)
Secara Mikroskopis :
1. Displasia : displasia ringan dapat terjadi pada sepertiga bagian basal
epidermis. Displasia berat terjadi pada 2/3 epidermi hamper tidak dapat
dibedakan dengan karsinoma insitu.
17
2. Stadium karsinoma insitu : pada karsinoma insitu terjadi perubahan sel
epitel pada seluruh lapisan epidermis menjadi sel squamosa.
3. Stadium karsinoma mikroinvasif : pada karsinoma mikroinvasif, selain
terjadi perubahan derajat pertumbuhan yang semakin meningkat sel tumor
juga menembus membran basalis dan terdapat invasi tumor < 5mm dai
membran basalis, biasanya tumor ini masih asimptomatik, sering
ditemukan tidak sengaja pada skrining kanker.
4. Stadium karsinoma invasive : derajat pertumbuhan sel menonjol besar dan
bentuk sel menjadi bervariasi. Pertumbuhan-pertumbuhan invasive muncul
di area bibir posterior, anterior serviks, dan meluas ketiga area yaitu
forniks posterior atau anterior, parametrium dan korpus uteri.
TERAPI
Setelah diagnosis kanker serviks ditegakkan, harus ditentukan terapi apa
yang tepat untuk setiap kasus. Secara umum jenis terapi yang diberika tergantung
usia dan keadaaan pasien, luasnya penyebaran dan komplikasi yang menyertai.
Untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan yang seksama. Selain itu juga diperlukan
kerjasama yang baik antara ginekologi onkologi, radioteapi dan patologi anatomi.
Pada stadium dini (Stadium I sampai IIA), operasi masih merupakan
pilihan. Tetapi, sayangnya sedikit penderita kanker serviks datang berobat setelah
stadium lanjut, dimana terapi elektif menjadi persoalan.2
Pada dasarnya stadium lanjut (IIB, III, dan IV) diobati dengan kombinasi
radiasi eksterna dan intrakaviter (brakhiterapi).kombinasi radiasi ini untuk
mendapatkan dosis yang cukup pada titik A. Kombinasi cisplatin mingguan
bersamaan dengan radiasi memberikan respon yang cukup baik. Akan tetapi, bila
mana terjadi kekambuhan lagi baik lokal maupun jauh setelah terapi kemoradiasi
ini biasanya usaha pengobatan lain sering gagal.9
Akhir-akhir ini ada kecenderungan pembedahan kanker ginekologi
menjadi kurang agresif dengan tujuan mengurangi kecacatan dan
mempertahankan fungsi organ genital. Kanker serviks stadium 1A1 cukup
dilakukan konisasi. Terapi radikal trakhelektomi diindikasikan untuk stadium IA2
18
dan IB1, IIA dengan lesi kurang dari 2 cm dan tidak ada anak sebar pada kelenjar
getah bening pelvis.3
Menurut Setyarini (2009) penatalaksanaan yang dilakukan pada klien
kanker serviks, tergantung pada stadiumnya. penatalaksanaan medis terbagi
menjadi tiga cara yaitu: histerektomi, radiasi dan kemoterapi.
a. Histerektomi
Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk
mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya (subtotal). Biasanya
dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO). Umur pasien
sebaiknya sebelum menopause, atau bila keadaan umum baik, dapat juga pada
pasien yang berumur kurang dari 65 tahun. Pasien juga
harus bebas dari penyakit umum (resiko tinggi) seperti: penyakit jantung, ginjal
danhepar.
b. Radiasi
Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta
mematikan parametrial dan nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks stadium II B,
III, IV diobati dengan radiasi. Metoda radioterapi disesuaikan dengan tujuannya
yaitu tujuan pengobatan kuratif atau paliatif. Pengobatan kuratif ialah mematikan
sel kanker serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya dan atau bermetastasis ke
kelenjar getah bening panggul, dengan tetap mempertahankan sebanyak mungkin
kebutuhan jaringan sehat di sekitar seperti rektum, vesika urinaria, usus halus,
ureter. Radioterapi dengan dosis kuratif hanya akan diberikan pada stadium I
sampai III B. Bila sel kanker sudah keluar rongga panggul, maka radioterapi
hanya bersifat paliatif yang diberikan secara selektif pada stadium IV A.
c. Kemoterapi
Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat
melalui infus, tablet, atau intramuskuler. Obat kemoterapi digunakan utamanya
untuk membunuh sel kanker dan menghambat perkembangannya. Tujuan
pengobatan kemoterapi tergantung pada jenis kanker dan fasenya saat didiagnosis.
Beberapa kanker mempunyai penyembuhan yang dapat diperkirakan atau dapat
19
sembuh dengan pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan mungkin
hanya diberikan untuk mencegah kanker yang kambuh, ini disebut pengobatan
adjuvant. Dalam beberapa kasus, kemoterapi diberikan untuk mengontrol penyakit
dalam periode waktu yang lama walaupun tidak mungkin sembuh. Jika kanker
menyebar luas dan dalam fase akhir, kemoterapi digunakan sebagai paliatif untuk
memberikan kualitas hidup yang lebih baik. Kemoterapi kombinasi telah
digunakan untuk penyakit metastase karena terapi dengan agen-agen dosis tunggal
belum memberikan keuntungan yang memuaskan. Contoh obat yang digunakan
pada kasus kanker serviks antara lain CAP (Cyclophopamide Adrem ycin
Platamin), PVB (Platamin Veble Bleomycin) dan lain –lain.10
DETEKSI DINI KARSINOMA SERVIKS
Dalam perkembangannya, banyak ahli dalam the American Cancer Society, the
American College of Obstetricians and Gynecologists, the American Society for
Colposcopy and Cervical Pathology, dan the US Preventive Services Task Force
menetapkan protokol skrining bersama-sama, sebagai berikut :
1. Skrining awal, Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah melakukan
hubungan seksual (vaginal intercourse) selama kurang lebih tiga tahun
dan umurnya tidak kurang dari 21 tahun saat pemeriksaan. Hal ini
didasarkan pada karsinoma serviks berasal lebih banyak dari lesi
prekursornya yang berhubungan dengan infeksi HPV onkogenik dari
hubungan seksual yang akan berkembang lesinya setelah 3-5 tahun setelah
paparan pertama dan biasanya sangat jarang pada wanita di bawah usia 19
tahun.
2. Pemeriksaan DNA HPV juga dimasukkan pada skrining bersama-sama
dengan Pap’s smear untuk wanita dengan usia di atas 30 tahun. Penelitian
dalam skala besar mendapatkan bahwa Pap’s smear negatif disertai DNA
HPV yang negatif mengindikasikan tidak akan ada CIN 3 sebanyak
hampir 100%. Kombinasi pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan
umur diatas 30 tahun karena prevalensi infeksi HPV menurun sejalan
dengan waktu. Infeksi HPV pada usia 29 tahun atau lebih dengan ASCUS
hanya 31,2% sementara infeksi ini meningkat sampai 65% pada usia 28
tahun atau lebih muda. Walaupun infeksi ini sangat sering pada wanita
20
muda yang aktif secara seksual tetapi nantinya akan mereda seiring dengan
waktu. Sehingga, deteksi DNA HPV yang positif yang ditemukan
kemudian lebih dianggap sebagai HPV yang persisten. Apabila ini dialami
pada wanita dengan usia yang lebih tua maka akan terjadi peningkatan
risiko kanker serviks.
3. Skrining untuk wanita di bawah 30 tahun berisiko dianjurkan
menggunakan Thinprep atau sitologi serviks dengan liquid-base method
setiap 1-3 tahun.
4. Skrining untuk wanita di atas 30 tahun menggunakan Pap’s smear dan
pemeriksaan DNA HPV. Bila keduanya negatif maka pemeriksaan diulang
3 tahun kemudian.
5. Skrining dihentikan bila usia mencapai 70 tahun atau telah dilakukan 3
kali pemeriksaan berturut-turut dengan hasil negatif.
PROGNOSIS
Prognosis kanker serviks tergantung dari stadium penyakit. Umumnya, 5-years
survival rate untuk stadium I lebih dari 90%, untuk stadium II 60-80%, stadium
III kira - kira 50%, dan untuk stadium IV kurang dari 30%
1. Stadium 0
100 % penderita dalam stadium ini akan sembuh.
2. Stadium 1
Kanker serviks stadium I sering dibagi menjadi 2, IA dan IB. dari semua wanita
yang terdiagnosis pada stadium IA memiliki 5-years survival rate sebesar 95%.
Untuk stadium IB 5-years survival rate sebesar 70 sampai 90%. Ini tidak
termasuk wanita dengan kanker pada limfonodi mereka.
3. Stadium 2
Kanker serviks stadium 2 dibagi menjadi 2, 2A dan 2B. dari semua wanita yang
terdiagnosis pada stadium 2A memiliki 5-years survival rate sebesar 70 - 90%..
Untuk stadium 2B 5-years survival rate sebesar 60 sampai 65%.
4. Stadium 3
Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 30-50%
5. Stadium 4
21
Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 20-30%
PENCEGAHAN
Menurut Dalimartha (2004) pencegahan karsinoma serviks adalah sebagai
berikut:5
1. Menunda aktifitas seksual sampai usia 20 tahun dan berhubungan secara
monogamy akan mengurangi resiko kanker serviks secara signifikan.
2. Vaksinasi HPV yang diberikan kepada pasien dapat mengurangi infeksi HPV,
karena memiliki kemampuan proteksi > 90 %.
3. Pemakaian kontrasepsi metodew barier (kondom, diafragma, dan spermisida)
yang memiliki proteksi terhadap agen virus.
4. Melakukan deteksi dini merupakan pencegahan sekunder, yaitu dengan
melakukan pemeriksaan pap smear.
22