BAB II briket.docx
-
Upload
hajarul-massi -
Category
Documents
-
view
28 -
download
0
description
Transcript of BAB II briket.docx
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Briket
Arang adalah hasil pembakaran bahan yang mengandung karbon yang
berbentuk padat dan berpori. Sebagian besar porinya masih tertutup oleh hidrogen,
ter, dan senyawa organik lain yang komponennya terdiri dari abu, air,nitrogen, dan
sulfur. Proses pembuatan arang sangat menentukan kualitas arang yang dihasilkan
(Sudrajat & Soleh 1994).
Briket arang serbuk gergaji dapat digunakan sebagai sumber energy
alternatif pengganti minyak tanah dan kayu bakar yang harganya semakin naik,
sehingga dapat menghemat pengeluaran biaya bulanan. Penggunaan briket arang
serbuk gergaji dapat menekan penggunaan kayu bakar, sehingga dapat mencegah
kerusakan hutan secara fisik serta dapat mengurangi pelepasan CO2 ke atmosfir.
Pada tahun 2000 kebutuhan kayu bakar dunia mencapai 1,70 x 109 m3,
seandainya briket arang serbuk gergaji kayu digunakan sebagai pengganti kayu
bakar, maka sekitar 6,07 x 109 m3 ton penambahan CO2/ tahun ke atmosfir dapat
dicegah Moreira et al.(1997) dalam Gusmailina et al. (2003).
Proses Pengarangan
Menurut Djatmiko et al. (1985) secara garis besar proses karbonisasi kayu dibagi
dalam 4 tahap yaitu:
a. Pada permulaan panas (1000C-1200C), air dalam kayu menguap. Kemudian
dilanjutkan dengan penguraian selulosa sampai suhu 2600C. Destilat yang
terjadi sebagian besar mengandung asam-asam dan sedikit methanol. Asam
cuka dan asam-asam lainnya terutama dihasilkan pada suhu 2000C-2600C.
b. Pada suhu 2600C-3100C sebagian selulosa terurai intensif. Pada tingkat ini
banyak dihasilkan cairan piroglinat, gas, serta sedikit ter yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan pengawet. Cairan piroglinat berwarna
kecoklatan dan mengandung persenyawaan organik yang mempunyai titik
didih rendah seperti cuka, methanol, dan ter larut. Gas kayu yang dihasilkan
terdiri dari CO2 dan CO yang berjumlah kurang lebih 50 liter tiap kilogram
kayu kering tanur.
c. Pada suhu 3100C-5000C lignin terurai dan dihasilkan lebih banyak ter,
sedangkan cairan piroglinat dan gas menurun. Ter tersebut sebagian besar
berasal dari pemurnian lignin. Dengan meningkatkan suhu dan lamanya
waktu, maka gas CO2 semakin berkurang sedangkan gas CO, CH4 danH2
semakin bertambah.
d. Pada suhu 5000C-10000C diperoleh gas kayu yang tidak dapat diembunkan
terutama terdiri dari gas hidrogen. Tahap ini merupakan proses pemurnian
arang.
Pembuatan Briket Arang
Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan briket arang umumnya kayu
yang berukuran kecil yang diperoleh dari limbah penggergajian atau dari limbah
pertanian. Berbeda dengan pembuatan arang yang memerlukan kayu dengan
diameter sedikitnya 5 cm, briket arang dapat dibuat dari kayu atau limbah pertanian
(bahan-bahan yang mengandung lignoselulosa) dari berbagai bentuk dan ukuran
arang yaitu pembuatan serbuk arang, pencampuran serbuk arang dengan perekat,
pengempaan,dan pengeringan (Hartoyo 1983).
1. Pembuatan Serbuk Arang
Arang yang akan digunakan harus cukup halus untuk dapat
membentuk briket yang baik. Ukuran serbuk arang dapat berpengaruh
terhadap keteguhan tekan dan kecepatan pembakaran, selain itu ukuran
partikel arang yang terlalu besar akan sukar pada waktu dilakukan perekatan,
sehingga mengurangi keteguhan tekan briket arang yang dihasilkan.
Sebaiknya serbuk arang yang akan digunakan digiling dan disaring untuk
memperoleh ukuran 20-40 mesh. Pencampuran serbuk arang yang lebih halus
dari 40 mesh dapat dilakukan asal proporsinya tidak lebih dari 30 persen
volume. Perbedaan serbuk arang berpengaruh terhadap keteguhan tekan dan
kerapatan briket arang. Dalam hal penggunaan ukuran serbuk arang diperoleh
kecenderungan bahwa makin tinggi ukuran serbuk makin tinggi pula
kerapatan dan keteguhan tekan briket arang (Nurhayati 1983)
2. Pencampuran Serbuk Arang dengan Perekat
Pencampuran serbuk arang dengan perekat mempunyai tujuan untuk
memberikan lapisan tipis dari perekat pada permukaan partikel arang.
Tahapan ini merupakan tahapan penting untuk menentukan mutu briket yang
dihasilkan. Campuran yang dibuat tergantung pada ukuran serbuk arang,
macam perekat, jumlah perekat, dan tekanan pengempaan yang dilakukan
(Karch & Boutette 1983, diacu dalam Suryani 1986).
Ada beberapa bahan yang dapat digunakan sebagai perekat yaitu pati,
“Clay”, molase, resin tumbuhan, pupuk hewan, dan ter. Perekat yang
digunakan sebaiknya yang mempunyai bau yang baik bila dibakar,
kemampuan merekat yang baik, harganya murah, dan mudah didapat (Karch
& Boutette 1983, diacu dalam Suryani 1986).
Menurut Hartoyo dan Roliadi (1978) ditinjau dari macam perekat
yang digunakan maka produk yang dihasilkan dapat dibedakan antara briket
arang yang tidak berasap atau kurang berasap dan yang berasap. Pemakaian
ter, pitch, dan molase sebagai bahan perekat menghasilkan briket yang tinggi
kekuatannya, tetapi memberikan banyak asap jika dibakar. Bahan perekat
pati , dekstrin dan tepung beras akan menghasilkan briket arang yang tidak
berasap dan tahan lama, tetapi nilai kalornya tidak setinggi nilai arang kayu.
3. Pengempaan
Menurut Suryani (1986) pengempaan dalam pembuatan briket dapat
dilakukan dengan alat pengepres type compression atau extrussion. Tekanan
yang diberikan untuk pembentukan briket arang dibedakan menjadi dua cara
yaitu melampau batas elastisitas bahan baku sehingga struktur sel akan
runtuh dan belum melampau batas elastisitas bahan baku.
Menurut Pari et al. (1990) pada umumnya, semakin tinggi tekanan
yang diberikan akan memberikan kecenderungan menghasilkan briket arang
dengan kerapatan dan keteguhan tekan yang semakin tinggi pula.
4. Pengeringan
Menurut Suryani (1986) briket yang dihasilkan setelah pengempaan
masih mengandung air yang cukup tinggi (sekitar 50%) oleh karena itu perlu
dilakukan pengeringan yang dapat dilakukan dengan berbagai macam alat
pengeringan seperti Kiln, oven, atau dengan penjemuran secara alami (sinar
matahari). Suhu pengeringan yang umum dilakukan adalah sebesar 600C
selama 24 jam dengan menggunakan oven. Tujuan dari pengeringan adalah
agar mendapatkan arang yang kering dengan kadar air yang dapat
disesuaikan dengan briket yang berlaku.
Kegunaan Arang dan Briket Arang
Arang merupakan salah satu komoditi ekspor non migas yang cukup
potensial bagi beberapa daerah di Indonesia. Dalam kehidupan sehari-hari arang
banyak dipergunakan sebagai bahan bakar baik dalam keperluan rumah tangga dan
sektor industri.
Kayu atau limbah pertanian sebagai bahan bakar kurang menguntungkan
dilihat dari nilai pembakarannya, karena mempunyai kadar air yang tinggi, kotor,
berasap, kurang efisien, dan tidak praktis. Oleh karena itu masyarakat perkotaan dan
industri enggan untuk mempergunakan. Agar praktis sebagai bahan bakar, kayu atau
limbah pertanian diubah dalam bentuk arang dan briket arang.
Sampai saat ini arang masih digunakan sebagai bahan bakar dan bahan
reduktor pada pengolahan biji logam dan tanur. Berdasarkan kegunaannya arang
dikelompokan menjadi:
1. Keperluan rumah tangga dan bahan bakar khusus
Dalam hal ini arang banyak digunakan dalam pengawetan daging, ikan dan
tembakau. Selain itu juga digunakan dalam peleburan timah, timbal,
“inceneration” dan binatu.
2. Keperluan metalurgi
Digunakan dalam industri alumunium, pelat baja, “case hardening”, coblat,
tembaga, nikel, serbuk besi, baja, campuran logam khusus, foundry mold dan
pertambangan.
3. Keperluan industri pertanian
Digunakan dalam industri arang aktif, karbon monoksida, elektroda, gelas,
campuran resin, obat-obatan, makanan ternak, karet serbuk hitam, karbon
disulfida, katalisator, pupuk, perekat, magnesium, plastik, dan lain lain
(Suryani 1986).
Arang dapat dibedakan dalam tiga jenis yaitu arang hitam yang dibuat pada
suhu karbonisasi 400oC-7000C, arang putih pada suhu karbonisasi diatas 7000C dan
serbuk arang. Arang hitam digunakan dalam pengolahan bijih besi, silikon, titanium,
magnesium, karbon aktif, serbuk hitam, dan karbon disulfida. Arang putih digunakan
dalam pembuatan karbon bisulfida, natrium sulfida dan natrium cyanida. Serbuk
arang digunakan dalam pembuatan briket, karbon aktif dan bahan bakar (Djatmiko et
al. 1985).
Kualitas Briket Arang
Kualitas briket arang pada umumnya ditentukan berdasarkan sifat fisik dan
kimianya antara lain ditentukan oleh kadar air, kadar abu, kadar zat menguap, kadar
karbon terikat, kerapatan, keteguhan, tekan, dan niali kalor. Sedangkan standar
kualitas secara baku untuk briket arang Indonesia mengacu pada Standar Nasional
Indonesia (SNI) dan juga mengacu pada sifat briket arang buatan Jepang, Inggris,
dan USA seperti pada Tabel 2 berikut:
Wardi (1969) dalam Djatmiko et al. (1976) menyatakan bahwa arang yang
bermutu baik harus mempunyai persyaratan sebagai berikut:
1. Warna hitam dengan nyala kebiruan
2. Mengkilat pada pecahannya
3. Bersih tidak berdebu, kalau dipegang tidak memberi noda hitam
4. Mengeluarkan sedikit asap dan tidak berbau
5. Menyala terus tanpa dikipas dan tidak memercikan bara api
6. Abu sisa pembakaran sekecil mungkin
7. Tidak terlalu cepat terbakar
8. Berdenting seperti logam
9. Menghasilkan kalor panas tinggi dan konstan
Briket arang yang bersih dan memiliki kadar abu yang rendah tentunya dapat
mempengaruhi kebersihan lingkungan sekitarnya pada saat briket tersebut
digunakan. Briket arang juga harus mempunyai kekerasan yang merata sehingga
disamping untuk memudahkan pada saat briket arang akan dibakar, juga dapat
memberikan nyala api yang baik.
Briket arang ditinjau dari nilai kalornya (6000-8000 kal/kg) mempunyai nilai
kalor yang cukup baik dibandingkan dengan bahan bakar lainnya. Nilai kalor unit
dari berbagai jenis bahan bakar dapat dilihat pada Tabel 3.