BAB II BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM DAN...
Transcript of BAB II BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM DAN...
BAB II
BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
DAN KEBERAGAMAAN NARAPIDANA
Untuk memperjelas pembahasan bimbingan dan penyuluhan Islam dan
tingkah laku keagamaan bagi narapidana, maka penulis memandang perlu untuk
membahas dahulu tentang landasan teori yang dikemukakan oleh para ahli
bimbingan dan penyuluhan Islam.
A. Tinjauan Tentang Bimbingan dan Penyuluhan Islam
1. Pengertian Bimbingan dan Penyuluhan Islam.
a. Pengertian Bimbingan
Bimbingan secara etimologi berarti menunjukkan, memberi jalan
atau menuntun orang lain ke arah tujuan yang bermanfaat bagi
hidupnya masa kini dan masa mendatang. Dalam bahasa Inggris, istilah
bimbingan ditunjukkan dengan kata Guidance yang berasal dari kata
kerja to guide yang berarti menunjukkan.1 Pengertian Bimbingan tidak
sama dengan pengertian dakwah, dalam hubungannya dengan usaha
dakwah bimbingan merupakan teknik atau cara dalam berdakwah.2
Sedangkan bimbingan secara terminologi adalah seperti yang
dikemukakan beberapa tokoh di bawah ini, diantaranya :
1) Menurut Drs. H. Abu Ahmadi dan Drs. Ahmad Rohani HM,
Bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada individu
seseorang untuk mengatasi kesulitan-kesulitan dalam
1 H.M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, PT.
Golden Terayon Press, Jakarta, 1982, hlm. 1 2 Dalam hal ini dapat dibedakan antara bimbingan dengan dakwah sebagai berikut
:Bimbingan merupakan suatu usaha untuk membantu individu dalam mengadakan penyesuaian diri terhadap lingkungannya, baik keluarga, sekolah maupun masyarakat, Sedangkan dakwah adalah suatu proses penyampaian ajaran Islam kepada umat manusia baik muslim maupun yang belum muslim agar manusia tersebut mendapatkan kebahagiaan hidup didunia dan akhirat. lihat, Nurbini, Dakwah melalui Teknik Layanan Bimbingan dan Konseling Islami, Risalah Walisongo, edisi 73 januari-pebruari, 1998, hlm. 18-19.
16
17
kehidupannya, agar supaya individu itu dapat mencapai
kesejahteraan hidupnya (atau paling tidak seseorang tersebut dapat
memecahkan kesukaran-kesukaran yang dialaminya).3
2) Drs. Bimo Walgito
Bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada
individu atau sekumpulan individu-individu dalam menghindari
atau mengatasi kesulitan di dalam hidupnya agar individu atau
sekumpulan individu-individu itu dapat mencapai kesejahteraan
hidupnya.4
3) Menurut I. Djumhur dan Moh. Surya
Bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan yang terus
menerus dan sistematis kepada individu dalam memecahkan
masalah yang dihadapinya agar tercapai kemampuan untuk dapat
memahami dirinya (self understanding), kemampuan untuk
menerima dirinya (self acceptance), kemampuan untuk
mengarahkan dirinya (self direction) dan kemampuan
merealisasikan dirinya (self realization) sesuai dengan potensi atau
kemampuannya dalam mencapai penyesuaian diri dengan
lingkungan, baik keluarga, sekolah maupun masyarakat. dan
bantuan itu diberikan oleh orang-orang yang memiliki keahlian dan
pengalaman khusus dalam bidang tersebut.5
4) W.S. Winkel
Bimbingan berarti pemberian bantuan kepada seseorang atau
kepada kelompok orang dalam membuat pilihan-pilihan secara
3 Abu Ahmadi dan Ahmad Rohani HM., Bimbingan dan Konseling di Sekolah,
Rineka Cipta, Jakarta, 1991, hlm. 3 4 Bimo Walgito, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, Andi Offset, Yogyakarta,
1995, hlm. 5 5 I. Jumhur dan M. Surya, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, CV. Ilmu,
Bandung, 1975, hlm. 28.
18
bijaksana dan dalam penyesuaian diri terhadap tuntutan-tuntutan
hidup. Bantuan ini bersifat psikologi, dan tidak berupa pertolongan
finansial, medis dan lain sebagainya. Dengan adanya bantuan ini
seseorang akhirnya dapat mengatasi sendiri masalah yang
dihadapinya sekarang dan menjadi lebih mampu untuk mengatasi
masalah yang akan dihadapinya kelak kemudian - ini menjadi
tujuan bimbingan.6
5) Aunur Rahim Faqih (ed)
Bimbingan adalah proses pemberian bantuan terhadap individu
agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah,
sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.7
Dari definisi di atas, menunjukkan bahwa bimbingan merupakan
suatu proses yang berkesinambungan atau berkelanjutan dalam upaya
membantu seseorang atau individu atau sekelompok individu untuk
mengatasi permasalahan dalam hidupnya sehingga dapat mencapai
kesejahteraan hidupnya.
b. Pengertian Penyuluhan
Sebagaimana halnya dengan pengertian bimbingan ( Guidance )
maka dalam penyuluhan ( Counseling ) juga terdapat beberapa macam
pendapat antara lain :
a. I. Djumhur dan Drs. Muh. Surya
Konseling adalah suatu pertalian timbal balik antara dua orang
individu dimana yang seorang membantu yang lain supaya ia lebih
memahami dirinya dalam hubungannya dengan masalah-masalah
6 W.S. Winkel, Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah, PT. Grasindo,
Jakarta, 1991, hlm. 17. 7 Lembaga Pendidikan dan Pembinaan Agama Islam (LPPAI), Bimbingan dan
Konseling Islami, UUI Press, Yogyakarta, 2001, hlm. 4.
19
hidup yang dihadapinya pada waktu sekarang dan waktu yang akan
datang .8
b. Prof. Dr. Hasan Longgulung
Konseling adalah proses yang bertujuan menolong seseorang yang
mengidap kegoncangan psikologis, atau kegoncangan akal, agar ia
dapat menghindari diri dari padanya. Oleh sebab itu dikatakan orang
bahwa konselor berusaha menyelesaikan masalah orang-orang
normal.9
c. Gustad
Konseling adalah suatu proses berorientasikan belajar yang
dilakukan dalam lingkungan sosial yang sederhana dari orang ke
seorang. Dimana seorang konselor yang berwenang secara
profesional dalam pengetahuan dan keahlian psikologis mencoba
membantu klien dengan metode yang sesuai dengan kebutuhan klien
dan dalam hubungan dan program personalia untuk mengetahui lebih
banyak mengenai diri klien untuk belajar sebagaimana menggunakan
pengertiannya dalam hubungannya dengan tujuan yang diterapkan
secara wajar dan dihati secara lebih jelas hingga akhrnya klien dapat
menjadi anggota masyarakat yang lebih produktif dan bahagia.10
d. Penyuluhan adalah merupakan aspek teknis pelayanan bimbingan
adalah kegiatan pokok untuk membantu individu untuk memecahkan
masalah. Dalam berbagai hal penyuluhan menjadi titik sentral dari
8 I. Djumhur dan Muh. Surya, op. cit., hlm. 29 9 Hasan Longgulung, Teori-Teori Kesehatan Mental, Pustaka Al-Husna, Jakarta, Cet.
2, 1992, hlm. 452 10 Sudirman, Psikolgi Konseling, Studying, Yogyakarta, 1980, hlm. 86
20
keseluruhan kegiatan bimbingan, bahkan dapat dikatakan “jantung
hatinya“ pelayanan bimbingan.11
e. Penyuluhan dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik antara
dua individu, dimana yang seorang ( Yaitu Penyuluh ) berusaha
membantu yang lain ( Yaitu Klien ) untuk mencapai pengertian
tentang dirinya sendiri dengan hubungannya dalam masalah-masalah
yang dihadapi pada saat ini dan mungkin pada waktu yang akan
datang.12
f. Konseling atau penyuluhan adalah bantuan yang diberikan kepada
individu dalam memecahkan masalah kehidupannya dengan
wawancara dengan cara yang sesuai dengan keadaan individu yang
dihadapi untuk mencapai kesejahteraan hidupnya.13
Dari beberapa pendapat diatas penulis dapat menarik kesimpulan
bahwa penyuluhan adalah Proses pemberian bantuan yang dilaksanakan
antara dua individu dimana seorang penyuluh berusaha membantu klien
untuk mencapai pengertian tentang dirinya sendiri dan dapat mengatasi
dan mendapatkan jawaban dalam hubungannya dengan masalah-
masalah hidup yang dihadapi pada saat ini dan pada waktu yang akan
datang.
c. Pengertian Islam (Agama)
Kata Islam berasal dari bahasa arab, Aslama-Yuslimu-Islaman
yang berarti : selamat dari kecacatan-kecacatan, memperoleh
11 Prayitno, Pelayanan Bimbingan Sekolah, Dasar-Dasar dan Kemungkinan
Pelaksanaannya Di Sekolah-Sekolah Indonesia, Ghalia Indonesia, 1976, hlm. 51 12 H.M. Arifin, op. cit, hlm. 25
13 Bimo Walgito, Bimbingan dan Penyuluhan Agama di Sekolah, Yogyakarta, Fakultas Psikologi UGM, 1983, hlm. 20
21
perdamaian dan keamanan.14 Islam juga diartikan sebagai Agama yang
diajarkan oleh Nabi Muhammad saw yang berpedoman pada kitab suci
Al-Qur’an yang diturunkan kedunia melalui wahyu Allah swt.15
Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bimbingan
dan penyuluhan Islam adalah suatu usaha bantuan yang diberikan
kepada individu untuk mengembangkan fitroh keberagamaannya, agar
memahami dan menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam yang
tampak dalam cara berfikir, kebiasaan sikap dan tingkah lakunya
.
2. Dasar dan Tujuan Bimbingan dan Penyuluhan Islam
Dalam melakukan suatu tindakan atau perbuatan hendaknya
didasarkan pada dasar-dasar yang berlaku, karena hal itu akan dijadikan
suatu pijakan untuk melangkah pada suatu tujuan, yakni agar orang
tersebut berjalan baik dan terarah. Begitu juga dalam melaksanakan
bimbingan dan penyuluhan Islam didasarkan pada petunjuk Al-Qur‘an dan
Hadits, baik yang mengenai ajaran memerintah atau memberi isyarat agar
memberi bimbingan, petunjuk, sebagaimana dalam Al-Qur‘an Surat
Yunus ayat 57 :
ياأيها الناس قد جاءتكم موعظة من ربكم وشفاء لما في الصدور
وهدى ورحمة للمؤمنينArtinya : Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran
dari Tuhan-mu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. (Q. S. Yunus: 57).16
14 H. Endang Saifuddin Anshari, Kuliah Al-Islam Pendidikan Agama Islam di
Perguruan Tinggi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1992, hlm. 68-69. 15 Departemen pendidikan dan kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai
Pustaka, Jakarta, 1995, hlm.388. 16 Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, PT. Tanjung Mas Inti, Semarang, 1992.,
hlm. 315.
22
Dari ayat tersebut dijelaskan bahwa tujuan Al-Qur’anul karim
dalam memperbaiki jiwa manusia itu ada empat perkara, yaitu : mau‘idzah,
syifa‘, hudan dan rohmat.
a. Mau‘idhah, yaitu pelajaran dari Tuhan yang nikmat-Nya telah
dilimpahkan kepada kita baik lahir maupun batin.
b. Syifa‘, yaitu penawar atau obat berbagai penyakit jiwa seperti sirik,
nifak (munafik), dendam, dengki, permusuhan, benci kepada keadilan
dan lain-lain yang menimbulkan kepicikan pikiran dan hati, serta
mematikan perasaan.
c. Hudan, yaitu petunjuk kepada kebajikan. Al-Qur’anlah yang
menerangkan mana yang (benar) dan mana yang batil. Menunjuki kita
kepada kebajikan dan mencegah kita dari perbuatan keji.
d. Rahmat, yaitu rahmat bagi semua mukmin. Hal ini adalah suatu natijah
(output)dari pengajaran, penawar dan petunjuk. Pengajaran yang baik
akan menimbulkan kepulihan jiwa dan menghasilkan petunjuk dan
taufik. Dari ketiganya maka timbullah rahmat, yaitu rasa belas kasihan
kepada manusia.karunia17
Sifat-sifat empat yang terkandung dalam ayat tersebut diciptakan
oleh Allah sesuai dengan fitrah kejadian manusia, artinya menurut akal
kejadian manusia itu mempunyai kecenderungan untuk menerima
petunjuk-petunjuk yang dapat dipedomani untuk kebahagiaan hidupnya
dan suka hidup damai, kasih mengasihi dan sayang menyayangi diantara
mereka.
Al-Qur’an surat Ali Imron ayat 104 :
17 Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur Jilid
II, PT. Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2000, hlm. 1824.
23
إلى الخير ويأمرون بالمعروف ولتكن منكم أمة يدعون
وينهون عن المنكر وأولئك هم المفلحونArtinya : “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, mereka lah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Ali Imron ayat 104).18
Al-Qur’an surat Al-Isra ayat 82 :
وننزل من القرءان ما هو شفاء ورحمة للمؤمنين ولا يزيد
ا خساراالظالمين إلArtinya : “Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an suatu yang menjadi
penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. “ (Q.S. Al-Isra’ : 82).19
Sabda Nabi Muhammad SAW :
وعن ابى مسعود عقبة بن عمر واألنصارى البدرى رضي من دل : قال رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم : اهللا عنه قال
20. على خير فله مثل اجر فاعله رواه مسلم
Artinya : Dari Ibnu mas’ud R.A., ia berkata bahwasannya Rasulullah SAW, telah bersabda : “Barangsiapa yang menunjukkan (memberi petunjuk-petunjuk) kepada kebajikan, ia memperoleh pahala sama dengan yang melakukan”. (H.R. Muslim).
Dari ayat-ayat dan sabda Nabi Muhammad SAW tersebut, dapat
diketahui bahwa manusia diwajibkan untuk menyeru dan mengajak orang
lain kepada kebajikan, dan itu dapat kita lakukan melalui bimbingan dan
18 Departemen Agama RI, op.cit., hlm. 116. 19 Ibid., hlm. 554. 20 Syaikh Islam Muhyiddin Bin Zakariya Yahya dan Syarif Nawawi, Riyadhus
Shalihin, Toha Putra, tth, hlm. 103-104.
24
penyuluhan Islam, karena Islam mengajak kita kepada kebahagiaan yang
hakiki, kebahagiaan yang sesuai dengan fitrah penciptaan manusia,
sebagaimana semangat yang disebarkan Islam sebagai Rahmatan lil
‘alamin (menyebar kasih sayang untuk seluruh alam/makhluk).
3. Tujuan dan Prinsip Bimbingan dan Penyuluhan Islam
a. Tujuan Bimbingan dan Penyuluhan Islam
Bimbingan dan penyuluhan Islam secara general mempunyai dua
tujuan, yakni tujuan umum dan tujuan khusus.
Tujuan umum bimbingan dan penyuluhan Islam adalah untuk
membantu individu dalam mewujudkan dirinya menjadi manusia
seutuhnya agar mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Sedangkan tujuan khusus dari bimbingan dan penyuluhan Islam
antara lain :
1) Membantu individu agar tidak menghadapi masalah
2) Membantu individu menghadapi masalah yang sedang dihadapi
3) Membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi yang
baik atau yang telah baik agar tetap baik atau menjadi lebih baik
sehingga tidak akan menjadi sumber masalah bagi dirinya maupun
orang lain.21
b. Prinsip-prinsip Bimbingan dan Penyuluhan Islam.
Prinsip berasal dari akar kata prinsipia, dapat diartikan “sebagai
permulaan yang dengan suatu cara tertentu melahirkan hal-hal lain,
yang keberadaannya tergantung dari pemula itu”. Prinsip ini merupakan
hasil paduan antara kajian teoritik dan telaah lapangan yang digunakan
sebagai pedoman pelaksanaan suatu yang dimaksudkan.22 Maksud dari
21 H.M. Arifin, op.cit., hlm. 7. 22 Hallen A, Bimbingan dan Konseling Dalam Islam, Ciputat Pers, Jakarta, 2002, hlm.
63.
25
prinsip ini ialah hal-hal yang dapat menjadi dasar pijakan dan pegangan
dalam proses bimbingan penyuluhan.
Adapun prinsip-prinsip bimbingan dan penyuluhan Islam adalah
sebagai berikut :
1) Bimbingan harus berpusat pada individu yang dibimbingnya.
2) Antara individu yang satu dengan yang lainnya terdapat perbedaan,
jadi pembimbing harus memahami masing-masing individu.
3) Bimbingan diarahkan kepada bantuan yang diberikan agar individu
yang bersangkutan mampu membantu dan mengarahkan dirinya
dalam menghadapi kesulitan-kesulitan dalam hidupnya.
4) Bimbingan dimulai dengan identifikasi kebudayaan yang dirasakan
oleh individu yang dibimbing.
5) Dalam pemberian layanan bimbingan, harus bisa fleksibel sesuai
dengan kebutuhan individu dan masyarakat.23
6) Bimbingan dan penyuluhan merupakan proses yang kontinue atau
terus menerus.
7) Aspek yang perlu dibimbing adalah meliputi seluruh bidang,
dengan demikian bimbingan dan penyuluhan Islam tidak hanya
mengkhususkan bidang agama saja tetapi juga bidang yang lain
seperti, kemampuan atau bakat minat yang dihadapi oleh clien.
8) Bimbingan dan penyuluhan hendaknya mampu mendorong clien
kearah memahami dan mengenal akan apa yang dialami dan
dimiliki oleh clien sendiri serta menyadarkan tentang
kemungkinan-kemungkinan mengembangkan dirinya lebih lanjut.24
Sedangkan menurut kajian LPPAI, prinsip-prinsip bimbingan dan
penyuluhan Islam adalah sebagai berikut :
1) Prinsip kebahagiaan dunia akherat.
2) Prinsip fitrah
23 M. Umar dan Sartono, Bimbingan dan Penyuluhan, CV Pustaka Setia, Bandung,
1998, hlm. 91. 24 H.M. Arifin, op. cit., hlm. 12 – 13.
26
3) Prinsip “lillahi ta’ala’’
4) Prinsip bimbingan seumur hidup
5) Prinsip kesatuan jasmaniyah
6) Prinsip keseimbangan rohaniah
7) Prinsip kemajuan individu
8) Prinsip sosialitas manusia
9) Prinsip kekhalifahan manusia
10) Prinsip keselarasan dan keadilan
11) Prinsip pembinaan akhlakul karimah
12) Prinsip kasih sayang
13) Prinsip saling menghargai dan menghormati
14) Prinsip musyawarah
15) Prinsip Keahlian. 25
4. Macam-macam Bimbingan dan Penyuluhan Islam.
Setelah mengkaji dari berbagai pendapat para ahli, maka untuk
mengetahui berbagai macam bimbingan, dapat ditinjau dari berbagai segi,
yaitu segi bentuk, sifat, fungsi dan jenisnya.
a. Dari segi bentuknya, bimbingan dan penyuluhan dapat dilaksanakan
secara:
1) Individual, terutama berhubungan dengan masalah-masalah
perorangan.
2) Kelompok, dilaksanakan jika masalah yang dihadapi mempunyai
kesamaan atau mempunyai hubungan, dan ada kesediaan untuk
dilayani atau melayani secara kelompok.26
b. Dari segi sifat atau fungsinya, dapat dibedakan menjadi :
25 LPPAI, op. cit., hlm. 21-35.
26 26 Eddy Hendarno, dkk, Bimbingan dan Konseling Sekolah, Fakultas Ilmu Pendidikan
IKIP, Semarang, 1983, hlm. 79.
27
1) Preventif atau pencegahan, yakni mencegah timbulnya masalah
pada seseorang.
2) Kuratif atau korektif, yakni memecahkan atau menanggulangi
masalah yang sedang dihadapi seseorang.
3) Preventif dan developmental, yakni memelihara agar keadaan yang
telah baik tidak menjadi tidak baik kembali, dan mengembangkan
keadaan yang sudah baik itu menjadi lebih baik.27
c. Dari segi jenis atau bidangnya, dibedakan menjadi : 1) Bimbingan Pendidikan (Educational Guidance), berkaitan dengan
persoalan-persoalan sekitar prose pendidikan.
2) Bimbingan Jabatan (Vocational Guidance), proses bantuan yang
diberikan kepada individu untuk mengenal bermacam-macam
jabatan untuk mempersiapkan diri dalam suatu jabatan yang cocok
atau sesuia dengan keinginan dan kemampuannya, meningkatkan
karier dan sebagainya sehingga memperoleh sukses yang lebih
tinggi di dalam suatu jabatan.
3) Bimbingan Penggunaan Waktu Luang (Leisure time Guidance),
erat kaitannya dengan (atau bahkan tidak bisa terlepas dari)
bimbingan pendidikan.
4) Bimbingan Pribadi (Personal Guidance), untuk membantu individu
di dalam mengatasi konflik-konflik pribadinya.
5) Bimbingan Keluarga (Family Guidance), untuk memberikan
bantuan yang berupa tuntunan bagi individu dalam memecahkan
atau menyelesaikan problema yang berhubungan dengan masalah
keluarga.
6) Bimbingan Sosial (Sosial Guidance), adalah merupakan jenis
bimbingan yang bertujuan untuk membantu dalam memecahkan
27 LPPAI, op. cit., hlm. 3.
28
dan mengatasi kesulitan-kesulitan dalam masalah sosial. Sebagai
upaya penyesuaian lingkungan masyarakat.28
5. Materi Bimbingan dan Penyuluhan Islam
Materi bimbingan dan penyuluhan Islam adalah sama dengan
materi dakwah, yang meliputi tiga hal yaitu :
a. Masalah keimanan (Aqidah)
b. Masalah ke-Islaman (Syari‘ah)
c. Masalah budi pekerti (Akhlakul karimah)29
Untuk lebih jelasnya akan diuraikan satu persatu sebagai berikut :
1). Masalah Keimanan (aqidah)
Aqidah adalah merupakan sesuatu yang diyakini secara bulat tidak
diliputi keragu-raguan sedikitpun. Dapat menimbulkan sifat jiwa yang
tercermin dalam perkataan dan perbuatan. Hal ini tertumpu dalam
kepercayaan dan keyakinan yang sungguh-sungguh akan ke-Esaan
Allah.
Keimanan itu ditanamkan sejak dini kepada anak-anak supaya
menjadi dasar untuk melaksanakan agama. Iman pada hakekatnya
adalah kombinasi antara Aqidah, fikiran dan irodah yang
mengarahkan hati untuk mengerjakan kebaikan yang memberikan
kemaslahatan bagi individu.
2). Masalah Keislaman (Syari’ah)
Keislaman adalah berhubungan dengan amalan lahir dalam rangka
menta’ati semua peraturan dan hukum Tuhan guna mengatur hidup
dan kehidupan antara hubungan manusia dengan Tuhan. Masalah
28 M. As’ad Djalali, Teknik-teknik Bimbingan dan Penyuluhan, PT. Bina Ilmu,
Surabaya, tth., hlm. 3-7. 29 Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah, Al-Ikhlas, Surabaya, 1983, hlm. 60-
62.
29
syari’ah mencakup aspek ibadah dan muamalah yang dilaksanakan
seperti, sholat, puasa, zakat dan sebagainya.
3). Masalah Budi Pekerti (Akhlak)
Akhlak adalah suatu sikap atau sifat atau keadaan yang mendorong
untuk melakukan sesuatu perbuatan baik atau buruk yang dilakukan
dengan mudah. Perbuatan ini dilihat dari pangkalnya yaitu motif atau
niat. Akhlak menurut Islam sangat dijunjung tinggi demi kebahagiaan
manusia. Yang termasuk akhlak disini adalah seperti perbuatan
berbakti kepada orang tua, saling hormat menghormati, tolong-
menolong dan sebagainya.
6. Metode Bimbingan dan Penyuluhan Islam
Metode adalah jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu
tujuan, karena itu metode berasal dari meta yang berarti melalui dan hodos
berarti jalan. Namun secara definitif, metode adalah segala sarana yang
dapat digunakan untuk alat peraga, alat administrasi, dan pergedungan di
mana proses kegiatan bimbingan berlangsung.
Sejalan dengan tujuan yang akan dicapai, seorang pembimbing dan
penyuluh akan memerlukan beberapa metode yang dapat menghantarkan
menuju sasaran tugasnya, antara lain sebagai berikut :
a. Metode wawancara (Interview)
Adalah salah satu cara memperoleh fakta-fakta kejiwaan yang
dapat dijadikan pemetaan clien pada saat tertentu yang memerlukan
bantuan.
b. Metode Kelompok (group guidance)
Dengan menggunakan kelompok, pembimbing atau penyuluh akan
dapat mengembangkan sikap sosial, sikap memahami peranan anak
bimbing dalam lingkungannya menurut penglihatan orang lain dalam
kelompok itu, karena ingin mendapatkan pandangan baru tentang
dirinya dari orang lain. Dengan metode ini dapat timbul kemungkinan
30
diberinya group therapy yang fokusnya berbeda dengan individu
counselling.
c. Metode yang dipusatkan pada keadaan clien (Clien-contered method)
Metode ini sering disebut nondirective (tidak mengarahkan), dalam
metode ini terdapat dasar pandangan bahwa Clien sebagai makhluk
yang bulat yang memiliki kemampuan berkembang sendiri. Metode ini
lebih cocok dipergunakan oleh konselor agama karena akan lebih
memahami keadaan Clien yang biasanya bersumber dari perasaan dosa
yang banyak menimbulkan perasaan cemas, konflik kejiwaan, dan
gangguan jiwa lainnya.
d. Directive conseling
Merupakan bentuk psikoterapi yang paling sederhana, karena
konselor secara langsung memberikan jawaban-jawaban terhadap
problem yang oleh Clien disadari sebagai sumber kecemasannya.
Metode ini tidak hanya digunakan oleh para konselor saja, melainkan
juga oleh para guru, dokter, social wolker, ahli hukum, dan sebagainya,
dalam rangka usaha mencari informasi tentang keadaan diri Clien.
e. Metode educative
Metode ini hampir sama dengan metode Clien contered, hanya
perbedaannya terletak pada lebih menekankan pada usaha mengorek
sumber perasaan yang dirasa menjadi beban tekanan batin Clien serta
mengaktifkan kekuatan atau tenaga kejiwaan Clien (potensi dinamis)
dengan melalui pengertian tentang realitas situasi yang dialami olehnya.
f. Metode Psikoanalistis
Metode ini terkenal mula-mula diciptakan oleh Sigmund Freud.
Metode ini berpangkal pada pandangan bahwa semua manusia itu
bilamana fikiran dan perasaannya tertekan oleh kesadaran dan perasaan
atau motive-motive tertekan tersebut tetap masih aktif mempengaruhi
31
segala tingkah lakunya meskipun mengendap didalam alam
ketidaksadaran.30
Sedangkan metode yang ditawarkan oleh Islam diantaranya :
a. Dzikir, yaitu mengingat kepada Allah. Dengan dzikir ini hati
seseorang akan tentram, sebagaimana dikatakan dalam Al-Qur‘an
surat Ar-Ro‘du ayat 28 :
الذين ءامنوا وتطمئن قلوبهم بذآر الله ألا بذآر الله تطمئن
القلوب
Artinya : (Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram.(Q.S. Ar-Ro‘du: 28).31
b. Tadarus Al-Qur‘an, yaitu membaca dan mendalami Al-Qur‘an,
karena orang yang tidak mau membaca Al-Qur‘an dan
mendalaminya hatinya akan terkunci sebagaimana dituliskan dalam
Al-Qur‘an surat Muhammad ayat 24:
أفلا يتدبرون القرءان أم على قلوب أقفالها Artinya : „Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur‘an
ataukah hati mereka terkunci ?“ (Q.S. Muhammad: 24).32
c. Berlaku Sabar. Orang yang berlaku sabar dalam menghadapi
masalah atau cobaan akan mendapatkan petunjuk dan rahmat dari
30 H.M. Arifin, op. cit, hlm. 44-50. 31 Departemen Agama RI, op.cit., hlm. 373 32 Ibid., hlm. 833.
32
Allah. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur‘an surat Al-
Baqoroh ayat : 155 – 157 :
من الخوف والجوع ونقص من الأموال ولنبلونكم بشيء
الذين إذا أصابتهم )155(والأنفس والثمرات وبشر الصابرين
أولئك عليهم )156(مصيبة قالوا إنا لله وإنا إليه راجعون
رحمة وأولئك هم المهتدونصلوات من ربهم وArtinya : “Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu
dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita kepada orang-orang yang sabar yaitu orang-orang yang jika ditimpa musibah mengucapkan innalillahi wainna ilaihi roji‘un (sesungguhnya kita ini milik Allah dan kepada-Nya lah kita akan kembali). Mereka itulah yang mendapat berkat yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk“. (Q.S. Al-Baqoroh ayat : 155 – 157).33
d. Sholat, adalah upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Sholat akan mencegah perbuatan keji dan munkar. Hal ini sesuai
dengan Firman Allah SWT dalam Al-Qur‘an surat Al-Ankabut ayat
45 :
اتل ما أوحي إليك من الكتاب وأقم الصلاة إن الصلاة تنهى عن
)45(الفحشاء والمنكر ولذآر الله أآبر والله يعلم ما تصنعون Artinya : “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-
Kitab (Al-Qur‘an) dan dirikanlah sholat. Sesungguhnya sholat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (sholat)
33 Ibid., hlm. 39.
33
adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.“ (Q.S. Al-Ankabut ayat 45).34
7. Asas-Asas Bimbingan dan Penyuluhan Islam
a. Asas Fitrah, artinya manusia pada dasarnya telah membawa fitrah
(naluri beragama Islam yang mengesakan Allah) sehingga bimbingan
dan penyuluhan Islam harus senantiasa mengajak kembali manusia
memahami dan menghayatinya.
b. Asas kebahagiaan dunia dan akhirat, bimbingan dan penyuluhan
Islam membentuk individu memahami dan menghayati tujuan hidup
manusia yaitu mengabdi kepada Allah dalam rangka mencapai tujuan
akhir sebagai manusia yaitu mencapai kebahagian dunia dan akhirat.
c. Asas Amal saleh dan akhlaqul karimah, kebahagiaan hidup didunia
dan akhirat sebagai tujuan hidup akan tercapai manakala manusia
beramal ‘saleh‘ dan berakhlak mulia, karena perilaku semacam itulah
fitrah manusia terwujud dalam realita kehidupan.
d. Asas mau‘idhatul hasanah, bimbingan dan penyuluhan Islam
dilakukan dengan cara sebaik-baiknya dengan mempergunakan segala
macam sumber pendukung secara efektif dan efisien, karena hanya
dengan cara penyampaian hikmah yang baik sajalah, maka hikmah itu
akan tertanam pada indifidu yang dibimbing.
e. Asas mujadalatul ahsan, bimbingan dan penyuluhan Islam
dilakukandengan cara dialog antara pembimbing dengan yang
dibimbing, dengan baik dan manusiawi dalam membuka pikiran dan
hati yang dibimbing terhadap ayat-ayat Allah sehingga muncul
pemahaman, penghayatan, keyakinan, akan kebenaran dan kebaikan
syari’at Islam dan mau melaksanakannya. 35
34 Ibid., hlm. 635. 35 LPPAI, op. cit., hlm. 63-64.
34
B. Tinjauan Tentang Keberagamaan
1. Pengertian Keberagamaan
Menurut Jalaluddin Rakhmat keberagamaan yaitu perilaku yang
bersember langsung atau tidak langsung kepada Nash.36
Dari kedua definisi keberagamaan tersebut, maksudnya adalah pola
sikap seseorang yang berusaha menuju kepada pola kehidupan yang sesuai
dengan tuntunan ajaran Islam.
2. Dimensi-dimensi Keberagamaan
Agama dapat dikatakan sebagai perangkat peraturan yang mengatur
hubungan manusia dengan yang Maha Kuasa, yaitu Allah SWT, dan yang
mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya, yang mencakup pada
aspek pergaulan serta cara beribadah juga mengatur hubungan manusia
dengan makhluk - makhluk lainnya.
Seseorang yang mempunyai keImanan yang kuat senasntiasa akan
selalu melaksanakan perintah-perintah Allah tanpa merasa bawa perintah
tersebut merupakan suatu beban yang memberatkan, akan tetapi
pelaksanaan perintah Allah tersebut berdasarkan kesadaran yang timbul
dalam diri sendiri tanpa paksaan.
Dengan demikian maka seseorang yang beragama tidaklah cukup
hanya dikatakan dalam lesan atau percaya semata, namun harus disertai
dengan perbuatan yang disebut dengan pengabdian kepada Tuhan.
R. Stark dan C. Y. Glock mengatakan keberagamaan muncul dalam
lima dimensi. Dimensi-dimensi itu adalah : keyakinan, praktek agama,
pengalaman, pengetahuan agama dan konsekunsi-konsekuensi.37 Untuk
lebuh memperjelas berikut penulis paparkan kelima dimensi tersebut :
a. Dimensi keyakinan ( Akidah )
36 Taufik Abdullah dan Rusli Karim, ed, Metodologi Penelitian Agama Sebuah
Pengantar, Yogyakarta, PT. Tiara Wacana, 1989, hlm. 93 37 Roland Robertson, ed, Agama Dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis, Rajawali
Pers, Jakarta, 1988, hlm. 295
35
Dimensi ini berisikan pengharapan-pengharapan dimana orang
yang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu,
mengakui kebenaran doktrin-doktrin tersebut dan mentaatinya. Walaupun
demikian, isi dan ruang lingkup keyakinan itu berfariasi tidak hanya
diantara agama-agama, tetapi sering kali juga diantara tradisi-tradisi
dalam agama yang sama.38
Akidah merupakan dimensi agama dari aspek keyakinan yang
menjadi unsur pokok dalam beragama. Sedangkan akidah Islam menurut
DR. H. Abuddin Nata, MA, akidah Islam bukan sekedar keyakinan
dalam hati melainkan pada tahap selanjutnya harus menjadi acuan dan
dasar dalam bertingkah laku, serta berbuat yang pada akhirnya
menimbulkan amal saleh.39
Dengan adanya akidah yang kuat akan dapat membentuk suatu
kepribadian yang kuat, artinya salah satu dari pembentukan pribadi yang
baik itu harus didasari dari keyakinan yang kuat, dengan demikian
akidah dapat menjadi modal dasar seseorang dalam melaksanakan
hukum-hukum Allah dan mengikuti petunjuk Rasulullah SAW.
b. Dimensi praktek Agama
Dimensi ini mencakup perilaku pemujaan , ketaatan dan hal-hal
yang dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama
yang dianutnya. Pada dimnensi ini sebagai manifestasi dari kepercayaan
atau keyakinan pada Allah yang diwujudkan dalam bentuk ibadah dan
mengabdikan diri secara utuh, lahir dan batin kepada Allah SWT.
Ibadah merupakan aspek keberagamaan manusia yang paling dapat
diamati dan diukur, dan merupakan aspek beragama yang paling mudah
diamati perbedaannya antara satu agama dengan agama lainnya.40
38 Ibid 39 H. Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001,
hlm.85 40 H. Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2000, Cet.
Kedua, hlm. 99
36
Sehingga dengan demikian pada dimensi ini dalam agama Islam dapat
berbentuk sebagai berikut: Salat, zakat, puasa, serta menunaikan ibadah
haji bagi yang mampu ditambah dengan ibadah yang berhubungan
dengan masalah sosial.
c. Dimensi Pengalaman
Didalam beragama seseorang pada setiap saat akan selalu
mengadakan suatu kontak dengan perantara supra natural artinya
pengalaman beragama itu adakalanya diperoleh dari suatu pengalaman
yang tidak dapat dijangkau oleh akal, didalam istilah agama disebut
orang yang mendapat hidayah atau petunjuk tentang kebenaran, namun
pengalaman beragama ini tidak hanya diperoleh dari hidayah saja, akan
tetapi juga dari pergaulan sosial.
Pengalaman dan perasaan religius seseorang akan muncul ketika ia
berdo’a atau melaksanakan ibadah ditempat tertentu akibat spiritual yang
ditimbulkan oleh praktek ibadah yang dilakukan penganut agama akan
melahirkan berbagai pengalaman keagamaan yang sangat menarik; misal,
berbagai pengalaman penganut Islam ketika menunaikan ibadah haji
ditanah suci. Pengalaman seorang muslim ketika sembahyang tahajud
pada dini hari, ketika ia memanjatkan do’a kepada Allah secara khusuk
pada saat mendapatkan kesulitan dan pengalaman dari proses perubahan
spiritual seorang pemaluk agama setelah melaksanakan berbagai
tindakan keagamaan tertentu.41
d. Dimensi Pengetahuan ( Intelektual ) Agama
Islam demikian kuat mendorong manusia agar memiliki ilmu
pengetahuan dengan cara menggunakan akalnya untuk berpikir,
merenung dan sebagainya. Demikian pentingnya ilmu ini hingga Islam
41 Ibid, hlm. 108
37
memandang bahwa orang menuntut ilmu sama nilainya dengan jihad di
jalan Allah.42 Untuk mengetahui dan memahami tentang ajaran agama itu
maka pembuktian dari hukum dan kaidah-kaidah dibuktikan dengan
pemikiran-pemikiran yang dapat menganalisa dan dapat berfikir secara
rasional.
Dengan menggunakan argumen rasional dapat digunakan alasan-
alasan yang lebih kuat untuk memegang suatu kepercayaan. Dengan
demikian pada dimensi pengetahuan agama adalah mengacu pada
harapan bahwa orang yang beragama harus memiliki pengetahuan
tentang dasar-dasar keyakinannya terhadap agama.
e. Dimensi konsekuensi-konsekuensi
Konsekuensi komitmen agama berlainan dari keempat dimensi
yang sudah dibicarakan , dimensi ini mengacu kepada identifikasi akibat-
akibat keyakinan keagamaan, praktek agama, pengalaman, dan
pengetahuan agama seseorang dari hari kehari.43
Dari pengertian tersebut diatas maka dapat penulis paparkan bahwa
dalam dimensi konsekuensi merupakan yang menjadi identifikasi dari
dimensi (keyakinan, praktek agama, pengalaman dan pengetahuan
agama), artinya setelah keempat dimensi tersebut dilaksanakan, maka
terjadi efek yang berkaitan dengan ajaran agama Islam baik terhadap diri
sendiri secara individu maupun terhadap dirinya yang berhubungan
dengan orang lain / masyarakat.
3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Terbentuknya Sikap Dalam
Keberagamaan.
42 H. Abuddin Nata, op.cit, hlm. 87 43 Roland Robertson, ed, op.cit, hlm. 297
38
Sebagaimana telah penulis paparkan bahwa keberagamaan adalah
pola sikap seseorang yang berusaha menuju kepada pola kehidupan yang
sesuai dengan tuntunan ajaran Islam.
Manusia memiliki pola sikap terhadap bermacam-macam hal,
sedangkan pola sikap yang termasuk dalam keberagamaan misalnya :
Untuk orang muslim yang benar-benar taat ia akan mengatakan daging
babi adalah haram, tidak disukai dan kotor. Mungkin sekali seseorang
yang betul-betul bersikap demikian apabila dikatakan bahwa ia sedang
makan daging babi maka ia akan memuntahkan keluar apa yang sedang ia
makan, inilah contoh mengenai sikap terhadap makanan daging babi.
Mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya sikap
dalam keberagamaan adalah sebagai berikut :
1) Faktor Internal
Yang dimaksud dengan faktor internal adalah faktor yang terdapat
dalam diri pribadi manusia itu yakni aktifitasnya sendiri, daya pilihnya
sendiri, atau minat perhatiannya untuk menerima atau mengolah
pengaruh-pengaruh yang datang dari luar dirinya itu.44
2) Faktor Eksternal
Yang dimaksud dengan faktor eksternal adalah faktor yang datang
dari luar individu. Dimana faktor ini biasa timbul melalui interaksi
sosial maupun non sosial.45
a. Interaksi sosial Interaksi sosial adalah hasil kebudayaan manusia yang
sampai melalui keluarga, masyarakat, dan lingkungan. Menurut
Robert H. Thouless bahwa “Tidak ada seorangpun yang dapat
mengembangkan sikap-sikap keagamaan kita dalam keadaan
terisolasi dalam masyarakat. Sejak masa kanak-kanak hingga masa
44 W. A. Gerungan, Psikologi Sosial, PT. Eresco, Bandung, 1991, hlm. 156 45 Ibid, hlm. 156
39
tua kita menerima perilaku dari apa yang mereka katakan pengaruh
terhadap sikap-sikap keagamaan kita”.46
Sedemikian penting faktor lingkungan sosial dalam
pembentukan sikap, maka selektifitas pergaulan sangat penting
untuk diperhatikan, karena kesalahan dalam pemilihan lingkungan
sosial akan dapat berakibat negatif bagi pembentukan sikap
seseorang.
b. Interaksi Non Sosial
Interaksi non sosial adalah hasil kebudayaan manusia yang
sampai kepadanya melalui alat-alat komunikasi seperti surat
kabar,radio, televisi, buku, risalah dan lain-lain.47
Dengan demikian interaksi sosial dan non sosial
mempunyai peranan dalam rangka pembentukan sikap dalam
keberagamaan.
C. Tinjauan Tentang Narapidana.
1. Pengertian Narapidana
Narapidana adalah orang hukuman.48 Drs. Yusfar Lubis dkk memberi
pengertian narapidana adalah seorang terhukum yang dikenakan pidana
dengan menghilangkan kemerdekaannya ditengah-tengah masyarakat yang
telah mendapat keputusan pengadilan (Hakim).49 Lebih luas lagi,
narapidana adalah orang yang dijatuhi putusan pidana penjara oleh
pengadilan karena melanggar hukum yang telah ditetapkan dan
ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan atau rumah tahanan.
46 Robert H. Thouless, Pengantar Psikologi Agama, Terjemah Mahnun Husein,
Rajawali Pers, Jakarta, 1992, hlm.37 47 W. A. Gerungan, op.cit, hlm. 155 48 Soedarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, 1992, hlm, 293. 49 Yusfar Lubis dkk, Metodologi Dakwah Terhadap Narapidana, Proyek Penerangan
Departemen Agama, Jakarta, 1978, hlm. 13.
40
Dari segi definisinya, maka dapat diketahui bahwa ciri-ciri
narapidana adalah :
a. Ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) atau Rumah Tahanan
(Rutan) negara.
b. Dibatasi kemerdekaannya dalam hal-hal tertentu. Misalnya kebebasan
bergaul dengan masyarakat, kebebasan bergerak atau melakukan
aktifitas di masyarakat.
Selain hal tersebut, seseorang yang dijatuhi pidana penjara dapat
juga dibebani dengan pencabutan hak-hak tertentu sebagaimana diatur
dalam pasal 35 (1) KUHP yaitu :
a. Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu.
b. Hak memasuki angkatan bersenjata.
c. Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan
aturan-aturan umum.
d. Hak menjadi penasehat atau pengurus menurut hukum, hak menjadi
wali, wali pengawas pengampu, atau pengampu pengawas atas orang
yang bukan anak sendiri.
e. Hak menjalankan kekuasaan Bapak, menjalankan perwalian atau
pengampuan atas anak sendiri.
f. Hak menjalankan pencahariaan tertentu.50
2. Kondisi Psychologis Narapidana
Ada beberapa kondisi pesikologis yang berhubungan dengan
penderitaan yang dialami narapidana tersebut, Yusfar Lubis dkk.
menyebutkannya ada lima macam, yaitu:
1. Hilang Kemerdekaan Hidup
2. Kehilangan Kewajaran Hubungan Sex dengan lain jenis
3. Kehilangan Rasa Aman
4. Kehilangan hak milik dan pelayanan sebagai seorang manusia
5. Kehilangan Kemauan Untuk bertindak sendiri 51
50 Roeslan Saleh, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Aksara Baru, Jakarta, 1987,
hlm. 64-65.
41
Narapidana yang bertempat tinggal dalam penjara tentunya merasa
menderita, yang sama sekali tidak pernah dialaminya sebelum dia menjadi
narapidana. Kehidupan yang bebas, bergaul dengan masyarakat luas,
pergaulan rumah tangga, rasa aman dalam menjalankan kehidupan,
memiliki nilai-nilai dan memiliki harta benda dan bertindak atas
kemauannya sendiri, semuanya menjadi lenyap ketika memasuki alam
lembaga pemasyarakatan sebagai narapidana.
Sebagai orang yang mengambil jalan yang berseberangan dengan
ketentuan hukum, narapidana mengalami problem antara lain dirongrong
oleh perasaan bersalah, merasa dirinya buruk dan jahat karena telah
diasingkan dari lingkungan, resah dan takut apabila setelah keluar tidak
diterima masyarakat dan sebagainya. Maka dari itu perlu mendapatkan
bimbingan keagamaan agar merasa dekat dengan Allah dan mendapatkan
ketenangan serta menumbuhkan rasa percaya diri dan tidak mengulangi
perbuatannya lagi apabila telah keluar nantinya.
3. Upaya Pembinaan Terhadap Narapidana di Rumah Tahanan
Pidana penjara adalah salah satu pidana pokok yang membatasi
kebebasan bergerak narapidana. Dengan memasukkan narapidana ke
penjara, terkandung maksud agar orang lain tidak terpengaruh sifat jahat
dari narapidana, agar petugas Rumah Tahanan mudah melakukan
pembinaan terhadap narapidana itu sendiri, serta agar narapidana jangan
mengulangi perbuatannya setelah keluar dari penjara dan juga agar jangan
melarikan diri.
Rumah Tahanan hendaknya memberikan jaminan bahwa narapidana
itu betul-betul dipersiapkan menjadi manusia yang mandiri dan mampu
menghadapi masa depan. Dengan demikian Rumah Tahanan merupakan
wadah bagi narapidana untuk menjalani masa pidananya, serta
memperoleh berbagai pembinaan dan ketrampilan. Berbagai kegiatan yang
51 Yusfar Lubis dkk, op. cit, hlm. 15-17.
42
dilakukan oleh petugas hendaknya mempercepat proses rasionalisasi
narapidana tersebut. Sasaran utama pembinaan narapidana itu ialah
mempersiapkan agar narapidana tersebut mampu menghadapi masa depan
dan mampu menyesuaikan diri dengan berbagai kondisi lingkungan dan
masyarakat.
Oleh karena itu pembinaan yang dilakukan di Rumah Tahanan antara
lain :
a. Pendidikan Umum, Pemberantasan tiga buta ( buta aksara, buta angka,
dan buta bahasa )
b. Pembinaan ketrampilan antara lain : menjahit, pertukangan dll
c. Pembinaan mental spiritual, pendidikan agama, dan budi pekerti.
d. Sosial budaya, kunjungan, belajar seni lukis, seni karawitan, seni
musik dll.
e. Kegiatan rekreasi, diarahkan pada pemupukan kesegaran jasmani dan
rohani melalui : olah raga, hiburan segar, membaca buku / majalah /
surat kabar.52
Dengan pembinaan tersebut, maka tujuan dari pidana penjara yaitu
disamping menimbulkan rasa derita pada terpidana karena dihilangkannya
kemerdekaan bergerak, juga membimbing terpidana agar bertaubat,
mendidik supaya ia menjadi seorang anggota masyarakat sosialis
Indonesia yang berguna.
52 Departemen Kehakiman RI, Pola Pembinaan Narapidana / Tahanan, Cetakan I,
1990, hlm. 41.
43