Bab II Bangle

16
5/26/2018 BabIIBangle-slidepdf.com http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-bangle 1/16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Teori umum  Definisi Simplisia Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain. Simplisia merupakan bahan yang dikeringkan. Simplisia dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia pelikan atau mineral (1:45). Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman, atau ekssudat tanaman. ang dimaksud dengan eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau !at"!at nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya. Simplisia hewani ialah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau !at"!at berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa !at kimia murni. Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia yang berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah dengan cara sederhana dan belum berupa !at kimia murni (#:$%) &emilihan sumber tanaman obat sebagai sumber bahan baku simplisia nabati merupakan salah satu 'aktor yang sangat berpeng'aruh pada mutu simplisia, termasuk di dalamnya pemilihan bibit (untuk tumbuhan hasil budidaya) dan  pengolahan maupun jenis tanah tempat tumbuh tanaman obat. Sebagai sumber simplisia, tanaman obat dapat berupa tumbuhan liar atau tanaman budidaya. Metode Ekstraksi Baan Alam 1. Tu!uan Ekstraksi kstraksi adalah penyarian komponen kimia atau !at"!at akti' dari bagian tanaman obat, hewan dan beberapa jenis hewan termasuk biota laut. omponen kimia yang terdapat pada tanaman, hewan dan beberapa jenis ikan  pada umumnya mengandung senyawa"senyawa yang mudah larut dalam  pelarut organik. &elarut organik yang paling umum digunakan untuk mengekstraksikan komponen kimia dari sel tanaman adalah metanol, etanol,

Transcript of Bab II Bangle

BAB II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Teori umum

Definisi Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain. Simplisia merupakan bahan yang dikeringkan. Simplisia dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia pelikan atau mineral (1:45).Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman, atau ekssudat tanaman. Yang dimaksud dengan eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya. Simplisia hewani ialah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni. Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia yang berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni (2:30)

Pemilihan sumber tanaman obat sebagai sumber bahan baku simplisia nabati merupakan salah satu faktor yang sangat berpengfaruh pada mutu simplisia, termasuk di dalamnya pemilihan bibit (untuk tumbuhan hasil budidaya) dan pengolahan maupun jenis tanah tempat tumbuh tanaman obat. Sebagai sumber simplisia, tanaman obat dapat berupa tumbuhan liar atau tanaman budidaya.

Metode Ekstraksi Bahan Alam

Tujuan Ekstraksi

Ekstraksi adalah penyarian komponen kimia atau zat-zat aktif dari bagian tanaman obat, hewan dan beberapa jenis hewan termasuk biota laut. Komponen kimia yang terdapat pada tanaman, hewan dan beberapa jenis ikan pada umumnya mengandung senyawa-senyawa yang mudah larut dalam pelarut organik. Pelarut organik yang paling umum digunakan untuk mengekstraksikan komponen kimia dari sel tanaman adalah metanol, etanol, kloroform, heksan, eter, aseton, benzene dan etil asetat. (sediaan galenik : 10)

Proses pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman adalah pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik di luar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini akan berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan di luar sel. ( sediaan galenik : 5 )

Jadi tujuan dari ekstraksi adalah untuk menarik bahan atau zat-zat yang dapat larut dalam bahan yang tidak larut dengan menggunakan pelarut cair. ( sediaan galenik : 6 )

Jenis Ekstraksi

Ekstraksi Secara DinginProses ektraksi secara dingin pada prinsipnya tidak memerlukan pemanasan. Hal ini diperuntukkan untuk bahan alam yang mengandung komponen kimia yang tidak tahan pemanasan dan bahan alam yang mempunyai tekstur yang lunak. Yang termasuk ekstraksi secara dingin adalah: Metode Maserasi ( Sediaan galenik : 10 16 )

Metode maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya.

Metode ini digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah mengembang seperti benzoin, stiraks dan lilin. Penggunaan metode ini misalnya pada sampel yang berupa daun, contohnya pada penggunaan pelarut eter atau aseton untuk melarutkan lemak/lipid.

Maserasi umumnya dilakukan dengan cara: memasukkan simplisia yang sudah diserbukkan dengan derajat halus tertentu sebanyak 10 bagian dalam bejana maserasi yang dilengkapi pengaduk mekanik, kemudian ditambahkan 75 bagian cairan penyari ditutup dan dibiarkan selama 5 hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya sambil berulang-ulang diaduk. Setelah 5 hari, cairan penyari disaring ke dalam wadah penampung, kemudian ampasnya diperas dan ditambah cairan penyari lagi secukupnya dan diaduk kemudian disaring lagi sehingga diperoleh sari 100 bagian. Sari yang diperoleh ditutup dan disimpan pada tempat yang terlindung dari cahaya selama 2 hari, endapan yang terbentuk dipisahkan dan filtratnya dipekatkan.

Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Selain itu, kerusakan pada komponen kimia sangat minimal. Adapun kerugian cara maserasi ini adalah pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna.

Maserasi dapat dilakukan modifikasi misalnya :

1. DIGESTI

Digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah, yaitu pada suhu 40 - 50 C. Cara maserasi ini hanya dapat dilakukan untuk simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan.

Dengan pemanasan akan diperoleh keuntungan antara lain :

Kekentalan pelarut berkurang, yang dapat mengakibatkan berkurangnya lapisan lapisan batas.

Daya melarutkan cairan penyari akan meningkat, sehingga pemanasan tersebut mempunyai pengaruh yang sama dengan pengadukan.

Koefisien distribusi berbanding lurus dengan suhu absolut dan berbanding terbalik dengan kekentalan, hingga kenaikan suhu akan berpengaruh pada kecepatan difusi. Umumnya kelarutan zat aktif akan meningkat bila suhu dinaikkan.Jika cairan penyari mudah menguap pada suhu yang digunakan, maka perlu dilengkapi dengan pendingin balik, sehingga cairan penyari yang menguap akan kembali ke dalam bejana.MASERASI DENGAN MESIN PENGADUK

Penggunaan mesin pengaduk yang berputar terus menerus, waktu proses maserasi dapat dipersingkat menjadi 6 sampai 24 jam.REMASERASI

Cairan penyari dibagi dua. Seluruh serbuk simplisia dimaserasi dengan cairan penyari pertama, sesudah dienap tuangkan dan diperas, ampas dimaserasi lagi dengan cairan penyari yang kedua.MASERASI MELINGKAR

Maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan agar cairan penyari selalu bergerak dan menyebar. Dengan cara ini penyari selalu mengalir kembali secara berkesinambungan melalui serbuk simplisia dan melarutkan zat aktifnya.

Keuntungan cara ini :Aliran cairan penyari mengurangi lapisan batas.

Cairan penyari akan didistribusikan secara seragam, sehingga akan memperkecil kepekatan setempat.

Waktu yang diperlukan lebih pendek

MASERASI MELINGKAR BERTINGKAT

Pada maserasi melingkar penyarian tidak dapat dilaksanakan secara sempurna, karena pemindahan massa akan berhenti bila keseimbangan telah terjadi. Masalah ini dapat diatasi dengan maserasi melingkar bertingkat (M.M.B.).Pada proses ini tiap batch serbuk simplisia disari beberapa kali dengan sejumlah cairan penyari. Pada proses ini diperoleh beberapa kesimpulan yaitu :Serbuk simplisia mengalami proses penyarian beberapa kali, sesuai dengan jumlah bejana penampung.

Serbuk simplisia sebelum dikeluarkan dari bejana penyari, dilakukan penyarian dengan cairan penyari baru. Dengan ini diharapkan agar memberikan hasil penyarian yang maksimal.

Hasil penyarian sebelum diuapkan digunakan dulu untuk menyari serbuk simplisia yang baru, hingga memberikan sari dengan kepekatan yang maksimal.

Penyarian yang dilakukan berulang-ulang akan mendapatkan hasil yang lebih baik daripada yang dilakukan sekali dengan jumlah pelarut yang sama.

b. Metode Soxhletasi ( Sediaan galenik : 26 ) Soxhletasi merupakan penyarian simplisia secara berkesinambungan, cairan penyari dipanaskan sehingga menguap, uap cairan penyari terkondensasi menjadi molekul-molekul air oleh pendingin balik dan turun menyari simplisia dalam klongsong dan selanjutnya masuk kembali ke dalam labu alas bulat setelah melewati pipa sifon. Proses ini berlangsung hingga penyarian zat aktif sempurna yang ditandai dengan beningnya cairan penyari yang melalui pipa sifon atau jika diidentifikasi dengan kromatografi lapis tipis tidak memberikan noda lagi. Metode soxhletasi bila dilihat secara keseluruhan termasuk cara panas, karena pelarut atau cairan penyarinya dipanaskan agar dapat menguap melalui pipa samping dan masuk ke dalam kondensor, walaupun pemanasan yang dilakukan tidak langsung tapi hanya menggunakan suatu alat yang bersifat konduktor sebagai penghantar panas. Namun, proses ekstraksinya secara dingin karena pelarut yang masuk ke dalam kondensor didinginkan terlebih dahulu sebelum turun ke dalam tabung yang berisi simplisia yang akan dibasahi atau di sari. Hal tersebutlah yang mendasari sehingga metode soxhlet digolongkan dalam cara dingin. Pendinginan pelarut atau cairan penyari sebelum turun ke dalam tabung yang berisi simplisia dilakukan karena simplisia yang disari tidak tahan terhadap pemanasan. Sampel atau bahan yang akan diekstraksi terlebih dahulu diserbukkan dan ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam klongsong yang telah dilapisi dengan kertas saring sedemikian rupa (tinggi sampel dalam klongsong tidak boleh melebihi pipa sifon), karena dapat mempengaruhi kesetimbangan pergerakan eluen yang telah terelusi keluar dari pipa sifon, dimana jika tinggi sampel melebihi kertas saring (pipa sifon), maka eluen hasil elusi akan keluar melalui pipa aliran uap yang berada diatas sampel, bukan keluar melalui pipa sifon . Selanjutnya labu alas bulat diisi dengan cairan penyari yang sesuai kemudian ditempatkan di atas waterbath atau heating mantel dan diklem dengan kuat kemudian klongsong yang telah diisi sampel dipasang pada labu alas bulat yang dikuatkan dengan klem dan cairan penyari ditambahkan untuk membasahkan sampel yang ada dalam klongsong. Setelah itu kondensor dipasang tegak lurus dan diklem pada statif dengan kuat. Aliran air dan pemanas dijalankan hingga terjadi proses ekstraksi dimana pada saat pelarut telah mendidih, maka uapnya akan melalui pipa samping lalu naik ke kondensor. Di sini uap akan didinginkan sehingga uap mengembun dan menjadi tetesan tetesan cairan yang akan menetes turun ke klongsong dan membasahi simplisia. Tetesan tetesan uap air cairan penyari ini akan ditampung di dalam klongsong hingga suatu ketika ekstrak mencapai ketinggian ujung sifon sehingga pelarut ini akan turun kembali ke dalam wadah pelarut secara cepat. Proses ini berulang hingga penyarian yang dilakukan sempurna dalam hal ini, cairan penyari yang pada awalnya berwarna, di dalam pipa sifon sudah tidak berwarna lagi atau jika cairan penyari pada awalnya memang tidak berwarna maka biasanya dilakukan 20-25 kali sirkulasi. Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan dengan rotavapor. Adapun keuntungan dari proses soxhletasi ini adalah cara ini lebih menguntungkan karena uap panas tidak melalui serbuk simplisia, tetapi melalui pipa samping. Kerugiannya adalah jumlah ekstrak yang diperoleh lebih sedikit dibandingkan dengan metode maserasi.

c. Metode Perkolasi ( Sediaan galenik : 16 25 ) Perkolasi adalah cara penyarian dengan mengalirkan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Prinsip ekstraksi dengan perkolasi adalah serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi sekat berpori, cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif dalam sel-sel simplisia yang dilalui sampel dalam keadaan jenuh. Gerakan ke bawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan tekanan penyari dari cairan di atasnya, dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk menahan gerakan ke bawah.Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut perkolator, cairan yang digunakan untuk menyari disebut cairan penyari atau menstrum, larutan zat aktif yang keluar dari perkolator disebut sari atau perkolat, sedangkan sisa setelah dilakukannya penyarian disebut ampas atau sisa perkolasi. Ekstraksi Secara Panas A. Metode Refluks ( Sediaan galenik : 25 )

Metode refluks adalah termasuk metode berkesinambungan dimana cairan penyari secara kontinyu menyari komponen kimia dalam simplisia cairan penyari dipanaskan sehingga menguap dan uap tersebut dikondensasikan oleh pendingin balik, sehingga mengalami kondensasi menjadi molekul-molekul cairan dan jatuh kembali ke labu alas bulat sambil menyari simplisia. Proses ini berlangsung secara berkesinambungan dan biasanya dilakukan 3 kali dalam waktu 4 jam.Simplisia yang biasa diekstraksi adalah simplisia yang mempunyai komponen kimia yang tahan terhadap pemanasan dan mempunyai tekstur yang keras seperti akar, batang, buah, biji dan herba.

Serbuk simplisia atau bahan yang akan diekstraksi secara refluks ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam labu alas bulat dan ditambahkan pelarut organik misalnya methanol sampai serbuk simplisia terendam kurang lebih 2 cm di atas permukaaan simplisia atau 2/3 dari volume labu, kemudian labu alas bulat dipasang kuat pada statif pada waterbath atau heating mantel, lalu kondendor dipasang pada labu alas bulat yang dikuatkan dengan klem dan statif. Aliran air dan pemanas (water bath) dijalankan sesuai dengan suhu pelarut yang digunakan. Setelah 4 jam dilakukan penyarian. Filtratnya ditampung pada wadah penampung dan ampasnya ditambah lagi pelarut dan dikerjakan seperti semula, ekstraksi dilakukan selama 3-4 jam. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan dengan rotavapor, kemudian dilakukan pengujian selanjutnya.Keuntungan dari metode ini adalah :Dapat mencegah kehilangan pelarut oleh penguapan selama proses pemanasan jika digunakan pelarut yang mudah menguap atau dilakukan ekstraksi jangka panjang.

Dapat digunakan untuk ekstraksi sampel yang tidak mudah rusak dengan adanya pemanasan.

Adapun kerugian dari metode ini adalah prosesnya sangat lama dan diperlukan alat alat yang tahan terhadap pemanasan.B. Metode Destilasi Uap Air ( Sediaan galenik : 28 )Metode destilasi uap air diperuntukkan untuk menyari simplisia yang mengandung minyak menguap atau mengandung komponen kimia yang mempunyai titik didih tinggi pada tekanan udara normal, misalnya pada penyarian minyak atsiri yang terkandung dalam tanaman Sereh (Cymbopogon nardus). Pada metode ini uap air digunakan untuk menyari simplisia dengan adanya pemanasan kecil uap air tersebut menguap kembali bersama minyak menguap dan dikondensasikan oleh kondensor sehingga terbentuk molekul-molekul air yang menetes ke dalam corong pisah penampung yang telah diisi air. Penyulingan dilakukan hingga sempurna.Sampel yang akan diekstraksi direndam dalam gelas kimia selama 2 jam setelah itu dimasukkan ke dalam bejana B, bejana A diisi air dan pipa-pipa penyambung serta kondensor dan penampung corong pisah dipasang dengan kuat. Api Bunsen bejana A dinyalakan sehingga airnya mendidih dan diperoleh uap air yang selanjutnya masuk ke dalam bejana B melalui pipa penghubung untuk menyari sampel dengan adanya bantuan api kecil pada bejana B, minyak menguap yang telah tersari selanjutnya menguap menuju kondensor, karena adanya pendinginan balik uap dari minyak menguap ini, maka uap air yang terbentuk menetes ke dalam corong pisah penampung yang telah berisi air.Prinsip fisik destilasi uap yaitu jika dua cairan tidak bercampur digabungkan, tiap cairan bertindak seolah olah pelarut itu hanya sendiri, dan menggunakan tekanan uap. Tekanan uap total dari campuran yang mendidih sama dengan jumlah tekanan uap parsial, yaitu tekanan yang digunakan oleh komponen tunggal, karena pendidihan yang dimaksud yaitu tekanan uap total sama dengan tekanan atmosfer, titik didih dicapai pada temperatur yang lebih rendah daripada jika tiap tiap cairan berada dalam keadaan murni.Keuntungan dari destilasi uap ini adalah titik didih dicapai pada temperatur yang lebih rendah daripada jika tiap tiap cairan berada dalam keadaan murni. Selain itu, kerusakan zat aktif pada destilasi langsung dapat diatasi pada destilasi uap ini. Kerugiannya adalah diperlukannya alat yang lebih kompleks dan pengetahuan yang lebih banyak sebelum melakukan destilasi uap ini.

Ekstraksi Cair-cair ( Tobo, Fachruddin, (2001) : 54 )Ekstraksi cair-cair biasa juga disebut sebagai metode corong pisah. Jika suatu cairan ditambahkan ke dalam ekstrak yang telah dilarutkan dalam cairan lain yang tidak dapat bercampur dengan yang pertama, akan terbentuk dua lapisan. Satu komponen dari campuran akan memiliki kelarutan dalam kedua lapisan tersebut (biasanya disebut fase) dan setelah beberapa waktu dicapai kesetimbangan konsentrasi dalam kedua lapisan. Waktu yang diperlukan untuk tercapainya kesetimbangan biasanya dipersingkat oleh pencampuran keduanya dalam corong pisah.Pelarut yang mudah menguap tidak dicampur dengan fase air yang panas (atau bahkan hangat). Hal ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan uap sangat besar yang dihasilkan sehingga tutup corong pisah terbang dan isinya tersemprot keluar. Hal ini dapat juga terjadi dengan cairan dingin jika terjadi reaksi eksotermis yaitu reaksi yang menghasilkan panas atau energi misal pencampuran asam dan basa, pengenceran asam-asam kuat. Kromatografi Lapis TipisKromatografi Lapis Tipis atau Thin Layer Chromatography adalah teknik analisis sederhana untuk memisahkan komponen secara cepat berdasarkan prinsip partisi dan adsorpsi. Kromatografi lapis tipis terbuat dari lempeng gelas atau logam yang tahan karat atau lempengan tipis yang cocok sebagai penyangga ( Stahl, Egon, (1985) : 37 ).Kromatografi lapis tipis adalah kromatografi cair-cair dimana sebagai fase diam adalah lapisan tipis air yang diserap dari lembab udara oleh lempeng gelas atau aluminium yang dilapisi dengan lapisan tipis aluminika, silica gel atau bahan serbuk lainnya ( Hostettmann (1986) : 62 ).Prinsip KLT adalah pemisahan secara fisikokimia. Lapisan yang memisahkan yang terdiri dari bahan yang berbutir-butir (fase diam), ditempatkan dalam penyangga berupa plat gelas, logam atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah berupa larutan yang ditotolkan berupa bercak atau pita (awal). Setelah plat atau lapisan ditaruh di dalam bejana yang ditutup rapat berisi fase gerak, pemisahan terjadi selama pengembangan. Senyawa berwarna terdeteksi ( Tjitrosoepomo, Gembong, (1989) : 73).

Penyerap umum yang digunakan adalah silica gel,aluminium oksida, kieselguhr, selulosa dan turunannya, poliamida, dan lain-lain. Silica gel adalah penyerap yang banyak digunakan karena mempunyai pemisahan yang baik. Zat penyerap dilapiskan secara merata pada penyangga dengan ketebalan lapisan antara 0,1-0,3 mm. Pemisahan suatu senyawa yang dipisahkan dengan kromatografi lapis tipis tergantung pada jenis pelarut, zat penyerap, dan sifat daya serap masing-masing komponen. Komponen yang terlarut akan terbawa fase diam (penyerap) dengan kecepatan bergeraknya komponen terlarut dalam fase gerak (pelarut) adalah dasar untuk mengidentifikasi komponen yang dipisahkan, perbandingan kecepatan ini dinyatakan dengan Rf (Rate of flow) dengan persamaan ( Tjitrosoepomo, Gembong, (1995) : 1 - 4) :

Jarak yang ditempuh senyawa terlarut

Nilai Rf =

Jarak yang ditempuh pelarut Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai Rf dari KLT : (Hostettmann (1986): 12Strukur kimia dari senyawa yang akan dipisahkan.

Sifat dari penjerap dan derajat aktivitasnya.

Tebal dan kerataan lapisan penjerap.

Pelarut dan derajat kemurniannya.

Derajat kemurnian dari uap dalam mana bejana pengembangan yang digunakan.

Jumlah cuplikan yang digunakan

Adanya zat asing atau pencemar

Kelembaban udara

Suhu.

Kesetimbangan

Ukuran partikel pada adsorben

Derajat keaktifan dari penjerap

Perbandingan eluen yang digunakan

Kejenuhan Chamber

Viskositas eluen

Volume penotolan

Diameter penotol

Pemurnian sampel

Penampang noda yang digunakan

Pemisahan

Kromatografi lapis tipis mempunyai beberapa keuntungan yaitu (Hostettmann (1986) : 12):

- Pemisahannya sering lebih bagus.

- Prosesnya relatif cepat. Umumnya pemisahan memerlukan waktu kurang dari 1 jam dan kadang selesai dalam waktu 10-15 menit.

- Alat sederhana

- Sampel yang digunakan sedikit.

Kerugian dari kromatografi ini adalah bahwa kromatografi ini tidak memuaskan untuk senyawa atsiri, fase diam yang dapat dipilih terbatas, daya pisah terbatas, serta sistem pengumpul yang mungkin tercemari (Hostettmann (1986) :12).

Untuk melihat senyawa yang tidak berwarna pada lempeng dapat dilihat dengan cara ( Tobo, Fachruddin, (2001) : 53 ):

1. Menyemprotkannya denga suatu zat misalnya:

Asam sulfat 50 %.

Kalium dikromat 5 % dalam asam sulfat 40 %.

Anisaldehid 0,5 % dalam asam sulfat : asam asetat glasial : metanol 5 : 10 : 85.

Antimon triklorida 10 % dalam kloroform.

Ninhidrin 0,5 % dalam aseton.

NaOH atau KOH etanolik 5 %.

Asam difenilborat 2-amino etil ester 1 % dalam metanol, diikuti polietilen glikol 4000 5 % dalam etanol 96 %.

Larutan besi ( III ) klorida 5 %.

Larutan Natrium karbonat 20 % diikuti pereaksi Folin-Ciocalteu.

Pereaksi Dragendorf.

Larutan garam Fast Blue B 0,5 % diikuti NaOH 0,1 M.

Serium ( IV ) sulfat 1 % dalam asam sulfat 10 %.

Besi ( III ) klorida 5 % dalam 335 asam perklorat.

Noda dapat juga dilihat melalui UV 254 maupun UV 366.

Bentuk kromatografi yang paling berguna untuk analisa kualitatif dari ekstrak kasar atau senyawa isolat adalah kromatografi lapis tipis (KLT). Teknik ini digunakan secara luas untuk mengidentifikasi bahan bahan terisolasi atau senyawa yang ada dalam ekstrak dengan membandingkan dengan bahan bahan referensi dan atau data dalam literatur (Tobo, Fachruddin, (2001) : 81).

Parameter yang berguna adalah mengukur faktor retardasinya atau nilai Rf zonanya pada KLT. Rasio ini adalah jarak dari garis dasar (titik penotolan) ke pusat zona dibagi dengan jarak dari garis dasar ke daerah pelarut (Tobo, Fachruddin, (2001) : 81).

Dalam KLT identifikasi adanya senyawa dalam ekstrak menggunakan senyawa referensi hanya valid jika dijumpai kriteria berikut (Tobo, Fachruddin, (2001) :81) :

Bahan dan senyawa referensi menunjukkan nilai Rf yang identik dalam setiap pengujian sistem KLT.

Beberapa perbedaan metode pendeteksi digunakan dan bahan memberikan reaksi identik pada bahan referensi dengan seluruh metode deteksi yang digunakan.

Paling sedikit lima fase bergerak yang berbeda digunakan untuk menentukan range nilai Rf.

Ketika membandingkan nilai Rf dari komponen dengan mengutip dari literatur, atau mencatat dari pengujian sebelumnya, penting untuk diingat bahwa variasi dapat muncul akibat perubahan kecil pada temperatur, komposisi fase stasioner atau fase bergerak dan keadaan jenuh dari chamber KLT. Untuk mencegah penyimpangan, baik dilakukan untuk mengalirkan senyawa pembanding, lebih disukai dengan nilai Rf sekitar 0,5 di sisi sampel, dan menunjukkan nilai Rf relatif terhadap bahan yang dinilai terhadap pembanding. Jika zona berada pada nilai Rf yang sama dengan pembanding, akan memiliki nilai Rf relatif adalah 1, sedangkan yang berada di atas memiliki nilai Rf relatif lebih besar daripada 1, dan yang di bawah memiliki nilai Rf relatif kurang dari 1. Nilai Rf relatif adalah lebih dapat dipercaya daripada gambaran absolut untuk kromatogram pembanding (Tobo, Fachruddin, (2001) :82).

Kromatogarfi Lapis Tipis Dua Dimensi ( Tjitrosoepomo, Gembong, (1989) : 23 )

Kromatografi lapis tipis tipis 2 dimensi pada prinsipnya sama dengan kromatogarfi Lapis Tipis biasa, dengan prinsip adsorbsi dan partisi. Kromatografi ini digunakan untuk menentukan apakah komponen kimia yang telah diisolasi sebelumnya merupakan zat aktif tunggal atau tidak. Kromatografi ini menggunakan lempeng persegi berukuran 10 x 10 cm atau 20 x 20 cm, dimana noda ditotol pada 2 sisi lempeng. Artinya lempeng setelah dielusi pertama kali dan menampakkan noda, selanjutnya diputar pada arah 900 sehingga noda yang terbentuk dari hasil elusi dengan eluen pertama terelusi lagi oleh eluen kedua. Jika noda yang terbentuk pada hasil elusi kedua tetap tunggal maka dapat disimpulkan fraksi tersebut merupakan zat tunggal, yang selanjutnya dapat dimurnikan. Pemilihan eluen kedua ditentukan oleh Rf noda yang terbentuk oleh elusi menggunakan eluen pertama, dimana bila Rf terlalu tinggi (noda berada terlalu diatas), digunakan eluen dengan tingkat kepolaran lebih kecil dibandingkan dengan eluen pertama, sedangkan jika nilai Rf sangat kecil (noda terlalu di bawah) digunakan eluen yang lebih polar dibandingkan eluen pertama.

II.2. Uraian tumbuhan

II.2.1. Klasifikasi tumbuhan

Bangle

nama simplisia:Divisi

: Sub-divisi

: Kelas

: Ordo

:

Famili

:Genus

:Species

: II.2.2. Morfologi tumbuhan

II.2.3. Kandungan kimia

II.2.4. Kegunaan tanaman

II.2. Metode ekstraksi

II.2.1. Metode MaserasiMetode maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya.

Metode ini digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah mengembang seperti benzoin, stiraks dan lilin. Penggunaan metode ini misalnya pada sampel yang berupa daun, contohnya pada penggunaan pelarut eter atau aseton untuk melarutkan lemak/lipid.

Maserasi umumnya dilakukan dengan cara: memasukkan simplisia yang sudah diserbukkan dengan derajat halus tertentu sebanyak 10 bagian dalam bejana maserasi yang dilengkapi pengaduk mekanik, kemudian ditambahkan 75 bagian cairan penyari ditutup dan dibiarkan selama 5 hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya sambil berulang-ulang diaduk. Setelah 5 hari, cairan penyari disaring ke dalam wadah penampung, kemudian ampasnya diperas dan ditambah cairan penyari lagi secukupnya dan diaduk kemudian disaring lagi sehingga diperoleh sari 100 bagian. Sari yang diperoleh ditutup dan disimpan pada tempat yang terlindung dari cahaya selama 2 hari, endapan yang terbentuk dipisahkan dan filtratnya dipekatkan.

II.2.2. Ekstraksi Cair-cair

Ekstraksi cair-cair (corong pisah) merupakan disperse komponen kimia di antara 2 fase cair yang tidak saling bercampur di mana sebagian komponen larut pada fase pertama dan sebagian larut pada fase kedua, di mana fase kedua setelah dikocok bersama fase pertama yang mengandung zat terdispersi, didiamkan sampai terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan fase cair oleh karena perbedaan bobot jenis (BJ) sehingga zat akan terpisah ke dalam kedua fase tersebut sesuai dengan tingkat kepolarannya.