BAB II Arief.doc

39
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Endapan Mineral Dalam konteks endapan mineral, maka beberapa istilah dasar mengenai keterdapatan mineral, endapan mineral, dan endapan bijih harus dapat dipahami agar dapat mempunyai pengertian yang sama dalam penggunaan istilah ini. Keterdapatan mineral (minerals occurance) adalah suatu konsentrasi mineral (pada umumnya terdapat bersamaan dengan beberapa mineral lain) yang dapat terdeteksi keberadaannya pada suatu tempat atau mempunyai ciri/konsentrasi dimana secara teknis/ilmiah menarik. Endapan mineral (mineral resources/mineral deposit ) adalah suatu keterdapatan mineral dengan ukuran dan kadar yang cukup secara teknis (dalam berbagai kondisi) dan mempunyai nilai ekonomis yang potensial untuk dikembangkan lebih lanjut. Endapan bijih (“ore deposit”) adalah suatu endapan mineral yang mempunyai ukuran dan kadar dapat diuji dan diketahui, serta mempunyai kemungkinan untuk ditambang (dieksploitasi) secara menguntungkan. Pada konteks endapan bijih ini, kontrol ekonomi dan integrasi proses pengelolaan (penambangan – pengolahan – pemasaran) harus akurat dan terukur.

Transcript of BAB II Arief.doc

Laboratorium Endapan Mineral

Laboratorium Endapan Mineral

2014

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian Endapan Mineral

Dalam konteks endapan mineral, maka beberapa istilah dasar mengenai keterdapatan mineral, endapan mineral, dan endapan bijih harus dapat dipahami agar dapat mempunyai pengertian yang sama dalam penggunaan istilah ini. Keterdapatan mineral (minerals occurance) adalah suatu konsentrasi mineral (pada umumnya terdapat bersamaan dengan beberapa mineral lain) yang dapat terdeteksi keberadaannya pada suatu tempat atau mempunyai ciri/konsentrasi dimana secara teknis/ilmiah menarik.

Endapan mineral (mineral resources/mineral deposit) adalah suatu keterdapatan mineral dengan ukuran dan kadar yang cukup secara teknis (dalam berbagai kondisi) dan mempunyai nilai ekonomis yang potensial untuk dikembangkan lebih lanjut.

Endapan bijih (ore deposit) adalah suatu endapan mineral yang mempunyai ukuran dan kadar dapat diuji dan diketahui, serta mempunyai kemungkinan untuk ditambang (dieksploitasi) secara menguntungkan. Pada konteks endapan bijih ini, kontrol ekonomi dan integrasi proses pengelolaan (penambangan pengolahan pemasaran) harus akurat dan terukur.

Perlu diingat bahwa bahan tambang bukan hanya mineral atau bijih, tetapi juga bahan-bahan lain yang dapat diusahakan dan dipasarkan, misalnya batubara, permata/batu mulia, bahan galian industri, bahan bangunan atau bahkan tanah urug (bahan galian konstruksi)

Kebutuhan umat manusia akan mineral semakin lama semakin meningkat dan bertambah banyak baik dalam jumlah maupun macam atau jenisnya. Hal ini disebabkan oleh kemajuan teknologi dan penemuan-penemuan baru dalam berbagai industri yang banyak memerlukan bahan baku mineral.Ilmu yang mempelajari dan membahas mengenai mineral baik yang bersifat logam maupun non logam serta batuan dan asosiasinya didalam kulit bumi beserta cara terjadi dan penyebarannya disebut ilmu Geologi Ekonomi. Penyebaran mineral dan batuan tersebut menyangkut mengenai tempat terdapatnya, bentuk, ukuran, mutu, jumlah dan kontrol geologinya.

2.2. Mineral Bijih ( Ore )

Bijih merupakan sejenis batu yang mengandung mineral penting, baik itu logam maupun bukan logam. Bijih diekstraksi melalui penambangan, kemudian hasilnya dimurnikan lagi untuk mendapatkan unsur-unsur yang bernilai ekonomis.

Kandungan atau kadar mineral, atau logam, juga bentuk kewujudannya, secara langsung akan memengaruhi ongkos pertambangan bijih. Ongkos ekstraksi harus diberi pembobotan untuk dibandingkan dengan nilai ekonomis logam yang terkandung untuk menentukan bijih yang mana yang lebih menguntungkan dan bijih yang mana yang kurang atau tidak menguntungkan. Bijih logam secara umum merupakan persenyawaan oksida, sulfida, silikat, atau logam murni (misalnya tembaga murni yang biasanya tidak terkumpul di dalam kerak Bumi atau logam "mulia" (biasanya tidak berbentuk persenyawaan) seperti emas. Bijih harus diolah untuk mengekstraksi logam-logam dari batuan sampah dan dari mineral bijih. Tubuh bijih dibentuk oleh berbagai macam proses geologis. Di dalam bahasa Inggris, proses pembentukan bijih disebut sebagai ore genesm.

Dalam dunia pertambangan dikenal juga istilah mineral gangue. Gangue merupakan bahan berharga komersial yang berada di sekeliling, tercampur, atau disebut sebagai mineral yang diinginkan, yang terdapat pada suatu endapan bijih. Untuk memisahkan suatu mineral gangue, maka diperlukan apa yang disebut dengan pengolahan mineral, yang merupakan aspek penting dalam pertambangan. Pengolahan ini dapat menjadi sesuatu yang rumit, tergantung pada sifat dari mineral yang terlibat. Keberhargaan suatu mineral dapat dilihat dari konsentrasi mineral yang diinginkannya.

Dalam suatu pengolahan bijih maupun mineral gangue juga membutuhkan informasi yang detail mengenai komposisi, tekstur dan kondisi mineral yang akan diolah dan dalam penyelidikan mengenaicara serta hasil pengolahan bijih tersebut.

Dengan mempelajari tekstur dan struktur dari suatu bijih, maka dapat diperoleh gambaran tentang pembentukan awal bijih, metamorfosa, lingkungan pengendapan, kemungkinan pengolahannya, deformasi dan pelapukan dari bijih.

Tekstur yang dihasilkan pada suatu endapan bijih dapat juga disebabkan oleh adanya pengisian atau inklusi fluida maupun dapat disebabkan karena adanya alterasi pada dinding batuan. Dengan mempelajari inklusi fluida maupun alterasi pada dinding batuan tersebut kita dapat mengetahui tentang asal atau sumber mineralisasinya dan prospek yang dapat dihasilkan jika dilakukan pertambangan pada endapan tersebut.

Dengan mempelajari tekstur dan struktur mineral bijih dan gangue, dapat diperkirakan apakah mineral terbentuk karena penggantian (replacement) dari mineral yang telah ada (replacement textures) atau oleh pengendapan (pengisian) fluida pada pekahan atau pori (open space filling textures).

2.2.1. Golongan Mineral Bijih dan Metallic Minerals

Pembagian Kelompok Mineral Bijih:

Bijih Silisius (Keiko) yang mengandung sulfiIda terutama Calcopyrite, terdesiminasi dalam batuan tersilisifikasi.

Bijih Kuning (Oko), terutama pirit dengan sedikit Calcopyrite dan Quartz.

Bijih hitam (Kuroko), percampuran kuat antara Sphalerite kaya besi berwarna gelap, Galena, Barite dan sejumlah kecil Pyrite dan Calcopyrite ; Wurzite, Enargite, Thetrahidrite, Markasit, serta sejumlah mineral lainnya yang ditemukan secara setempat dalam jumlah kecil.

Urat (vein) dan massa besar gypsum (sekkoko), yang saling berhubungan tetapi dalam tubuh yang terpisah- pisah.

Zona stringer, kaya Calcopyrite dalam pipa- pipa bawah bijih (ryukoko)Pembagian Kelompok Metallic Minerals:

Metallic Minerals yang dibedakan menjadi logam besi, logam dasar, logam radioaktif, logam mulia, dan logam ringan antara lain sebagai berikut.

1. Logam besi terdiri dari Chrom (Cr), Cobalt (Co), Besi (Fe), Mangan (Mn), Molibdenum (Mo), Nicel (Ni), dan Wolframe (W). Persebaran jenis logam ini antara lain besi anyak dijumpai di Aceh, Sumatra Barat, Lampung, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur. Nikel banyak dijumpai di Sulawesi Tenggara, mangan di P. Timor, Yogyakarta, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat.

2. Logam dasar terdiri dari Antinom (Sb), Bismute (B), Tembaga (Cu), Timbal (Pb), Seng (Zn), Air raksa (Hg), Timah putih (Sn). Persebaran jenis logam ini antara lain Timbal banyak ditemukan di Pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Air raksa banyak ditemukan di Sumatra Barat, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Jawa Barat. Tembaga banyak ditemukan di Aceh, Sumatra Barat, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Gorontalo, Sulawesi Selatan, Maluku, Papua, dan Nusa Tenggara Timur. Timah putih banyak ditemukan di P. Batam, PBintan, Kep. Lingga, P. Bangka, Riau, dan Jambi.

3. Logam radioaktif hanya terdapat di Papua.

4. Logam mulia dibedakan menjadi Emas (Au), Perak (Ag), dan Platina (Pt). Emas banyak ditemukan di P. Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Perak banyak ditemukan di Aceh, Sumatra Barat, Kalimantan Barat, Jawa Barat, Sulawesi Utara, dan Papua. Platina hanya dapat ditemukan di Riau.

5. Logam ringan dibedakan menjadi Alumunium (Al) yang banyak ditemukan hanya di Kalimantan Tengah dan Magnesium (Mg) yang banyak ditemukan hanya di Lampung.

6. Ferruginous (lapisan tetsusekiei), yang berada pada lapisan paling bawah.

2.2.2.Kegunaan Mineral Bijih

Lebih dari 2000 mineral bijih telah diketahui sampai sekarang ini, dan usaha-usaha untuk mendapatkan mineral-mineral baru terus dilakukan. Dari jumlah tersebut hanya beberapa yang umum atau sering dijumpai. Mineral-mineral yang dominan sebagai pembentuk batuan penyusun kerak bumi disebut mineral pembentuk batuan (Rock Forming Minerals). Selain itu hanya sekitar 8 unsur yang dominan menyusun mineral-mineral tersebut. Dua unsur yang paling dominan adalah oksigen dan silikon yang bergabung untuk menyusun kelompok mineral yang sangat umum yaitu mineral silikat. Setiap mineral silikat disusun oleh oksigen dan silikon, kecuali kuarsa, ditambah dengan satu atau lebih unsur lainnya untuk membentuk sifat kelistrikan yang netral. Mineral yang umum sebagai pembentuk batuan adalah gipsum dan halit. Beberapa mineral bijih pembentuk batuan merupakan mineral-mineral yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Mineral-mineral tersebut biasanya merupakan mineral bijih dari logam seperti hematite (besi), Sphalerite (seng) dan galena (timbal). Cobaltite ( Cobalt ). Selain itu group mineral hanya disusun oleh satu unsur saja yang disebut native mineral seperti emas, platina dan karbon (intan). Perlu juga dicatat, mineral pembentuk batuan lainnya juga banyak mempunyai nilai ekonomis tinggi, seperti mineral kuarsa dapat digunakan untuk industri kaca, mineral kalsit sebagai mineral utama dalam industri semen. Kelimpahan dari unsur-unsur dalam Mineral bijih antara lain : Oxygen(O) 46,6%, Silicon(Si) 27,7%, Aluminium(Al) 8,1%, Iron(Fe) 5,0%, Calcium(Ca) 3,6%, Sodium(Na) 2,8 %, Potassium (K) 2,6 %, Magnesium (Mg) 2,1%, dan Lainnya 1,5 %.

2.3. Mineral Alterasi

Alterasi hidrothermal merupakan proses yang terjadi akibat adanya reaksi antara batuan asal dengan fluida panasbumi. Batuan hasil alterasi hidrotermal tergantung pada beberapa faktor, tetapi yang utama adalah temperatur, tekanan, jenis batuan asal, komposisi fuida (hususnya pH) dan lamanya reaksi (Browne, 1984). Proses alterasi hidrotermal yang tejadi akibat adanya reaksi antara batuan dengan air jenis klorida yang berasal dari reservoir panasbumi yang terdapat jauh dibawah permukaan (deep chloride water) dapat menyebabkan teriadinya pengendapan (misalnya Quartz) dan pertukaran elemen-elemen batuan dengan fluida, menghasilkan mineral-mineral seperti chlorite, adularia, epidote. Air yang bersifat asam, yang terdapat pada kedalaman yang relatif dangkal dan elevasi yang relatif tinggi mengubah batuan asal menjadi mineral clay dan mineral-mineral lainnya terlepas.

Gambar 2.1. Contoh Mineral Alterasi

Mineral hidroternal yang dihasilkan di zona permukaan biasanya adalah kaolin, alutlite, sulphur, residue silika dan gypsum.

Proses ubahan : proses replacement, leaching (pelarutan) dan pengendapan mineral (pengisisan).

Dampak pada batuan : perubahan kimia, fisika dan mineral

1. Perubahan Kimia :

Perubahan kimiawi dari fluida sehingga secara kimia terjadi penambaha unsur atau pengurangan unsur oleh proses replacement, leaching (pelarutan) dan pengendapan mineral

2. Perubahan fisik

a. Densitas

Densitas meningkat ( silisifikasi

Densitas menurun ( leaching

b. Porositas dan permeabilitas

Leaching ( porositas / permeabilitas

Porositas ( ( densitas )

c. Magnetic Properties

Batu gunungapi umumnya mengandung sedikit magnetik dan atau titano magnetite, yang dapat menimbulkan kemagnetan.

Beberapa lapisan pabum mengandung less-magnetic mineral seperti hematite, pyrite, leucoxene, titanite. Hal ini menyebabkan batuan reservoar menjadi de-magnetised

d. Resistivity

Konduktivitas batuan reservoar dipengaruhi oleh :

Konsentrasi elektrolit air panas yang dikembangkannya.

Kehadiran mineral clay & zeolite di dalam matrik

Hadir Clay Minerals seperi : kaolin (kaolinite, haloisite, metahaolisite, dickite) Ca monmorila ( smectite), illite (K-mica), Chlorite. (Mineral clay merupakan mineral hidrasi, dimana tergantung pada temperatur dan komposisi fluida (pH).

3. Perubahan Mineral

1) Pengendapan langsung

Mineral ubahan / sekunder yang diendapkan secara langsung dari larutan hidrotermal pada kekar, sesar, bidang ketidakselarasan, pori-pori, vuggy.

Quartz, Calsite dan anhydrite dapat diendapkan pada urat, vuggy.

Calsite, aragonite & silika dapat diendapkan pada pipa bor sebagai scaling.

2) Replacement

Mineral primer dapat direplace menjadi mineral baru.

Tabel 2.1. Perubahan mineral primer akibat replecement

Mineral primer

Hasil replacement

Volcanic Glassy

Zeolite (mordenite, laumontite) Cristobalite, Quartz, calsite, Ip (monmorilonite).

Magnetic / illmenic / titano magnetic

Pyrite, leucoxene, titanite, pirotite, hematite

Pyroxen /Amphibole / olivine / biotite

Chlorite, illite, Quartz, Pyrite, Calcium Anhidrite

Plagioclase - Ca

Calcite, albite, adularia, wairacite, Quartz, Anhidrite, Chlorite, illite, kaolin, manmorilonite, epidote

Anorthoclase / sanidine/ Orthoclase

Adularia

Mineral alterasi

Carbonate: Calsite, aragonite, siderite

Sulfat: anhydrite, alunite, natroalunite, barite

Sulphide:.pyrite, pyrotrite, marcasite, sphalerite, ..galena,Calcopyrite

Oxides: hematite, magnetic, leucoxen, diaspore

Phospat: apatite

Halite: fluorite

Silicates Ortho - & Ring: titanite, garnet, epidote.

Silicate sheet:.illite, biotite, pyrofilite, Chlorite, group kaolin, ..montmorilonite, prehnite.

Silicate framework:.adularia, albite, Quartz, Cristobalite, laumontite, ..wairacite.

4) Intensitas alterasi

Intensitas alterasi : Persentase mineral ubahan terhadap batuan, dibedakan atas Batuan tak terubah, Batuan terubah lemah, Batuan terubah sedang, Batuan terubah kuat, Batuan terubah sangat kuat

5) Tingkat/range alterasi

Tingkat/range alterasi : identifikasi mineral ubahan yang didasarkan pada kondisi bawah permukaan, menunjukan kondisi tertentu, misal tingkat alterasi petunjuk temperatur tinggi atau permeabilitas tinggi.

Gambar 2.2. Alterasi mineral pada berbagai temperatur

Alterasi merupakan perubahan komposisi mineralogi batuan (dalam keadaan padat) karena adanya pengaruh Suhu dan Tekanan yang tinggi dan tidak dalam kondisi isokimia menghasilkan mineral lempung, kuarsa, oksida atau sulfida logam. Proses alterasi merupakan peristiwa sekunder, berbeda dengan metamorfisme yang merupakan peristiwa primer. Alterasi terjadi pada intrusi batuan beku yang mengalami pemanasan dan pada struktur tertentu yang memungkinkan masuknya air meteorik (meteoric water) untuk dapat mengubah komposisi mineralogi batuan.

Hidrothermal adalah larutan sisa magma yang bersifat "aqueous" sebagai hasil differensiasi magma. Hidrothermal ini kaya akan logam-logam yang relatif ringan, dan merupakan sumber terbesar (90%) dari proses pembentukan endapan. Berdasarkan cara pembentukan endapan, dikenal dua macam endapan hidrothermal, yaitu :

Cavity filling, mengisi lubang-lubang (opening-opening) yang sudah ada di dalam batuan.

Metasomatism, mengganti unsur-unsur yang telah ada dalam batuan dengan unsur-unsur baru dari larutan hidrothermal.

Sistem hidrotermal didefinisikan sebagai sirkulasi fluida panas (50 - >500C), secara lateral dan vertikal pada temperatur dan tekanan yang bervariasi di bawah permukaan bumi. Sistem ini mengandung dua komponen utama, yaitu sumber panas dan fase fluida. Sirkulasi fluida hidrotermal menyebabkan himpunan mineral pada batuan dinding menjadi tidak stabil dan cenderung menyesuaikan kesetimbangan baru dengan membentuk himpunan mineral yang sesuai dengan kondisi yang baru, yang dikenal sebagai alterasi (ubahan) hidrotermal. Endapan mineral hidrotermal dapat terbentuk karena sirkulasi fluida hidrotermal yang melindi (leaching), mentranspor, dan mengendapkan mineral-mineral baru sebagai respon terhadap perubahan fisik maupun kimiawi.

Alterasi Hidrotermal merupakan interaksi antara fluida hidrotermal dengan batuan yang dilewatinya (batuan dinding), akan menyebabkan terubahnya mineral-mineral primer menjadi mineral ubahan (mineral alterasi), maupun fluida itu sendiri (Pirajno, 1992, dalam Sutarto, 2004).

Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang sangat kompleks yang melibatkan perubahan mineralogi, kimiawi, dan tekstur yang disebabkan oleh interaksi fluida panas dengan batuan yang dilaluinya, di bawah kondisi evolusi fisika-kimia. Proses alterasi merupakan suatu bentuk metasomatism, yaitu pertukaran komponen kimiawi antara cairan-cairan dengan batuan dinding (Pirajno, 1992).

Alterasi hidrotermal akan bergantung pada :

1. Karakter batuan dinding.

2. Karakter fluida (Eh, pH).

3. Kondisi tekanan dan temperatur pada saat reaksi berlangsung (Guilbert dan Park, 1986, dalam Sutarto, 2004).

4. Konsentrasi.

5. Lama aktivitas hidrotermal (Browne, 1991, dalam Sutarto, 2004).

Walaupun faktor-faktor di atas saling terkait, tetapi temperatur dan kimia fluida kemungkinan merupakan faktor yang paling berpengaruh pada proses alterasi hidrotermal . Henley dan Ellis (1983, dalam Sutarto, 2004), mempercayai bahwa alterasi hidrotermal pada sistem epitermal tidak banyak bergantung pada komposisi batuan dinding, akan tetapi lebih dikontrol oleh kelulusan batuan, tempertatur, dan komposisi fluida.

Batuan dinding (wall rock/country rock) adalah batuan di sekitar intrusi yang melingkupi urat, umumnya mengalami alterasi hidrotermal. Derajat dan lamanya proses alterasi akan menyebabkan perbedaan intensitas alterasi dan derajat alterasi (terkait dengan stabilitas pembentukan). Stabilitas mineral primer yang mengalami alterasi sering membentuk pola alterasi (style of alteration) pada batuan. Pada kesetimbangan tertentu, proses hidrotermal akan menghasilkan kumpulan mineral tertentu yang dikenal sebagai himpunan mineral (mineral assemblage).

Setiap himpunan mineral akan mencerminkan tipe alterasi (type of alteration). Satu mineral dengan mineral tertentu seringkali dijumpai bersama (asosiasi mineral), walaupun mempunyai tingkat stabilitas pembentukan yang berbeda, sebagai contoh klorit sering berasosiasi dengan piroksen atau biotit. Area yang memperlihatkan penyebaran kesamaan himpunan mineral yang hadir dapat disatukan sebagai satu zona alterasi. Host rock adalah batuan yang mengandung endapan bijih atau suatu batuan yang dapat dilewati larutan, di mana suatu endapan bijih terbentuk. Intrusi maupun batuan dinding dapat bertindak sebagai host rock.

50C

100C

200C

230C

250C

Thermal Alteration starts

Thermal Alteration prominent

Smectite Zeolites Dominant

Smectite Zeolites disappear

S - Ch Mixed layered clay

Chlorite

Chlorite

Epidote Dominant

Alteration mineralogy at different temperatures

Gambar 2.3. Chlorite

2.3.1. Pembagian Zona Alterasi

Zona altersi adalah sekumpulan mineral yang terbentuk pada suatu zona alterasi yang sama.

Zona alterasi ada enam, yaitu :

1. Zona Potassic

Gambar 2.4. Zona Potassic

2. Zona Scarn

Gambar 2.5. Zona Scarn

3. Zona Prophyritic

Gambar 2.6. Zona Prophyritic

4. Zona Sericitic

Gambar 2.7. Zona Sericitic

5. Zona Argillic

Gambar 2.8. Zona Argillic

6. Zona Advance Argillic

Gambar 2.9. Zona Advance Argillic

2.3.2.Mineral Penciri Zona altersi

Mineral- mineral penciri zona alterasi adalah sebagai berikut:

1. Zona Potassic : Actinolite dan Biotite

Gambar 2.10. Actinolite

Gambar 2.11. Biotite

2. Zona Scarn : Tremolite, Vesuvianite dan Wollastonite.

Gambar 2.12. Tremolite

Gambar 2.13. Vesuvianite

Gambar 2.14. Wollastonite.

3. Zona Prophyritic : Actinolite dan Epidote.

Gambar 2.15. Epidote

4. Zona Sericitit : Sericite

Gambar 2.16. Sericite

5. Zona Argillic : Quartz dan Siderite

Gambar 2.17. Siderite

6. Zona Advance Argillic : Alunite, Ophaline Silica dan Tridimite.

Gambar 2.18. Alunite

Gambar 2.19. Ophaline Silica

Gambar 2.20. Pembagian Zona Alterasi dan Keterangannya

2.3.3. Jenis Alterasi Pada Beberapa Jenis Fluida

1) Alterasi Fluida Klorida

Alterasi yang umum ditemukan adalah Argillic-propylitic. Mineral yang sering ditemukan antara lain: silica, albite-adularia, illite, chlorite, epidote, zeolite, calcite, pyrite, pyrhotite dan base metal sulphide.

2) Alterasi sulfat

Alterasi yang biasa ditemukan adalah advance argillic, dengan kaolinite, halloysite, cristobalite dan alunite sebagai diagnostik mineral. Silica residu umum ditemukan sebagai hasil dari acid fluid activity (leach) dan ini beda dengan silika sinter yang dihasilkan sebagai proses pengendapan bukan sebagai proses alterasi.

3) Alterasi Bikarbonat

Alterasi umumnya argillic (kaoline, montmorillonite) dan mordinite, minor calcite dan silisifikasi. Endapan mineral yang sering ditemukan adalah travertine

2.3.4. Tipe-Tipe Alterasi

Adapun tipe-tipe alterasi adalah sebagai berikut:

1. Propylitic: (Chlorite, Epidote, Actinolite)

Alterasi Propylitik mengubah batuan menjadi hijau, karena mineral baru terbentuk berwarna hijau. Mineral tersebut adalah chlorite, actinolite and epidote. Mineral tersebut terbentuk dari dekomposisi Fe-Mg seperti biotite, amphibole or pyroxene, walaupun bisa tergantikan oleh feldspar. Alterasi Propylitic relatif terjadi pada low temperatures.

2. Sericitic: (Sericite)

Alterasi Sericitic mengubah batuan menjadi mineral sericite, merupakan mica putih yang sangat halus. Alterasi ini terbentuk oleh dekomposisi feldspars, sehingga menggantikan feldspar. Di lapangan, kehadirannya pada batuan dapat dideteksi oleh kelembutan batu, seperti yang mudah digores. Terasa berminyak ketika mineral ini banyak, dan warna putih, kekuningan, coklat keemasan atau kehijauan. Alterasi Sericitic menunjukkan kondisi low pH (acidic). Perubahan terdiri dari Quartz + sericite disebut phyllic alterasi. Alterasi ini terkait deposit phophyry tembaga yang mungkin berisi cukup halus, pyrite yang disebarkan secara langsung terkait dengan peristiwa perubahan.

3. Potassic: (Biotite, K-feldspar, Adularia)

Alterasi Potassic relatif terjadi pada high temperature yang merupakan hasil pengayaan Potassium. Bentuk alterasi ini bisa terbentuk sebelum kristalisasi magma selesai, biasanya berbentuk kusutan dan agak terputus-putus oleh pola vein. Alterasi Potassic bisa terjadi lingkungan plutonic dalam, dimana orthoclase akan terbentuk, atau daerah dangkal, lingkungan vulkanik dimana adularia terbentuk.

4. Albitic: (Albit)

Perubahan Albitic membentuk albite atau sodic plagioclase. Hal ini mengindikasikan keberadaan pengayaan Na. Tipe alterasi ini juga terjadi pada high temperature. Kadang-kadang white mica paragonite (Na-rich) bisa terbentuk juga.

5. Silicification (Silikifikasi): (Quartz)

Silicification merupakan proses penambahan silica (SiO2) sekunder. Silicification salah satu tipe alterasi yang paling umum terjadi dan dijumpai dalam bentuk yang berbeda-beda. Salah satu bentuk yang paling sering dijumpai adalah silica flooding, merupakan hasil pergantian batuan dengan microcrystalline quartz (chalcedony). Porositas besar dari batuan akan memfasilitasi proses ini. Selain itu bentuk dari silicfication adalah pembentukan rekahan dekat spasi dalam jaringan atau stockworks yang berisi quartz. Silica flooding dan atau stockworks kadang-kadang hadir dalam wallrock sepanjang batas quartz vein (urat kuarsa). Silicification dapat terjadi melalui berbagai temperature.

6. Silication: (Silicate Minerals +/- Quartz)

Silication terminoligi umum untuk penambahan silica dengan bentuk berbagai mineral silica. Hal ini berasosiasi dengan Quartz. Seperti pembentukan biotite atau garnet atau tourmaline. Silication bisa terjadi pada daerah berbagai temperature. Contoh klasik pergantian limestone (calcium carbonate) dengan mineral silicate berbentuk sebuah scarn, yang biasanya terjadi pada kontak intrusi batuan beku. Sebuah subset khusus dari silication dikenal greisenization. Bentuk dari tipe batuan ini disebut greisenization yang mana batuan terdiri dari parallel veins dari quartz + muscovite + mineral lain (seringnya tourmaline). Parallel veins merupakan bentuk pada zona atap dari sebuah plutonik. Dengan veining yang intensif (banyak), beberapa wallrocks bisa tergantikan sepenuhnya oleh mineral baru yang sama dengan pada sebuah vein.

7. Carbonatization (Karbonatisasi): (Carbonate Minerals)

Carbonitization terminologi umum untuk penambahan beberapa mineral karbonat. Umumnya calcite, ancerite, dan dolomite. Carbonatization biasanya juga berasosiasi dengan penambahan mineral lain seperti talc, chlorite, sericite dan albite. Alterasi Carbonat bisa berbentuk pola zonal sekeliling deposit ore dengan kaya besi.

8. Aluniti: (Alunite)

Alterasi Aluniti terkait erat dengan lingkungan sumber mata air panas. Alunite merupakan sebuah mineral potassium aluminum sulfat yang cederung membentuk ledges di beberapa daerah. Kehadiran alunite mendukung berisi gas SO4 yang banyak, hal ini terjadi karena oksidasi mineral sulfida.

9. Argillic: (Clay Minerals)

Gambar 2.21. Clay Minerals

Alterasi Argillic memperkenalkan beberapa variasi dari mineral lempung seperti kaolinite, smectite and illite. Alterasi Argillic umumnya pada low temperature dan sebagian mungkin terajadi pada kondisi atmospheric. Tanda-tanda awal alterasi argillic adalah bleaching out (pemutihan) feldspar. Subcategory spesial dari alterasi argillic adalah advanced argillic. Kategori ini terdiri dari kaolinite + quartz + hematite + limonite. feldspars tercuci and teralterasi menjadi sericite. Keberadaan alterasi ini menunjukkan kondisi low pH (highly acidic). Pada higher temperatures, mineral pyrophyllite (white mica) terbentuk pada dalam kaolinite.

10. Zeolit: (Zeolite Minerals)

Gambar 2.22. Zeolite Minerals

Alterasi Zeolitic sering berasosiasi dengan lingkungan vulkanik tetapi bisa terjadi pada jarak yang jauh dari lingkungan ini. Pada lingkunagan vulkanik, mineral zeolite menggantikan matriks glass (kaca). Mineral Zeolite merupakan mineral low temperature, jadi mineral ini terbentuk selama tahap redanya aktifitas vulkanik pada daerah dekat permukaan.

11. Serpentinization and Talc Alteration: (Serpentine, Talc)

Gambar 2.23. Serpentine

Gambar 2.24. Talc

Serpentinization membentuk serpentine, yang softness, waxy, kehijauan, dan massive. Tipe alterasi ini hanya ditemukan ketika batuan asal adalah batuan mafic atau ultramafic. Tipe batuan ini relatif memiliki kandungan besi dan magnesium yang banyak. Serpentine merupakan mineral low temperature. Talc hampir sama dengan mineral serpentin, tetapi penampakanya berbeda sedikit (pale to white). Alteration Talc mengindikasi sebuah magnesium konsentrasi magnesium yang tinggi selama proses crystallization terjadi.

12. Oxidation: (Oxide Minerals)

Oxidation merupakan pembentukan semua mineral oksida. Yang paling umum dijumpai adalah hematit dan limonit (oksida besi), tetapi banyak jenis bisa terbentuk, tergantung kandungan metal di dalamnya. Sulfida mineral sering terlapukkan dengan mudah karena rentan dengan oksidasi dan digantikan oleh oksida besi. Oksida terbentuk dengan mudah pada permukaan atau dekat permukaan diman oksigen pada atmosfer lebih mudah tersedia. Temperatur oksidasi bervarisi. Ini bisa terjadi pada permukaan atau kondisi atmosferik atau bisa terjadi pada low to moderate temperature dari fluidanya.

2.3.5. Klasifikasi Endapan Mineral

Klasifikasi pembentukan endapan mineral dibuat dengan tujuan untuk mengenal dan mempermudah cara eksplorasi dari endapan mineral yang ditemukan. Dasar pengklasifikasian endapan mineral adalah :

1. Jenis dan asosiasi kandungan mineral

2. Bentuk dan ukuran

3. Cara terbentuknya

4. Proses Kejadian / genesanya

Sejak beberapa abad yang lalu, telah dilakukan usaha-usaha pembuatan klasifikasi tersebut. Usaha-usaha tersebut disesuaikan dengan keadaan dan kemajuan industri, peradaban dan ilmu pengetahuan pada saat itu. Semakin lama klasifikasi yang dibuat semakin lengkap dan kompleks, hal ini disebabkan karena banyak ditemukan jenis-jenis endapan baru. Walaupun demikian pembuatan klasifikasi selalu diusahakan supaya sistematis, mudah dipelajari dan bisa diterapkan pada kenyataan dilapangan.

Dari beberapa klasifikasi tersebut satu dengan yang lain agak berbeda pengklasifikasiannya, hal ini disebabkan karena perbedaan penekanan tertentu didalam tinjauannya. Oleh karena itu setiap klasifikasi dapat dipakai dengan mengetahui dasar-dasar yang digunakan oleh penulis yang bersangkutan.

Berikut beberapa pengklasifikasian endapan mineral :

1. Beck, 1904

I.Primary

A.Syngenetic / bersamaan dengan pembentukan batuan induk

a. Magmatic Segregations

b. Sedimentary ores

B.Epigenetic

a. Veins

b. Epigenetic deposits not veins

II.Secondary

A. Residual

B. Placers

2. Bergeat & Stelzner, 1904

I.Protogene

A.Syngenetic / bersamaan dengan pembentukan batuan induk

a. With eruptive rocks

b. With sedimentary rocks

B. Epigenetic

a. Cavity fillings

b. Replacements

II.Secondary

A.Residual

B.Placers

3. Modifikasi dari klasifikasi Irving, 1908

I.Bedrock Deposits

A.Syngenetic deposits / bersamaan dengan pembentukan batuan induk

a. Igneous

b. Sedimentary

B.Epigenetic deposits

a.Cavity fillings : (a) fissure veins, (b) shear zones, (c) ladder veins, (d) stockworks, (e) saddle-reefs, (f) tension-crack fillings, (g) solution cavity fillings (caves, channels, gash veins), (h) breccia fillings, (i) pore-space fillings, (j) vesicular fillings

b.Replacements deposits : (a) massive, (b) lode, (c) disseminated

II.Disintegration deposits

A.Mechanical

B.Residual

C.Chemical

4. Lindgren, 1911

I. Deposits by Mechanical Process

II.Deposits by Chemical Process

A. In surface waters

a. By reactions : T = 0-70o C; P = medium to high

b. Evaporation

B.In bodies of rocks

a. Concentration of subtances

Contained within rocks :

By weathering : T = 0-100oC; P = medium

By ground water : T = 0-100oC; P = medium

By metamorphism : T = 10-400oC, P = high

b. By introduced substances

Without igneous activity : T = 0-100oC; P = medium

Related to igneous activity

By ascending waters

o Epithermal deposits : T = 50-200oC; P = medium

o Mesothermal deposits : T = 200-300oC; P =high

o Hypothermal deposits : T = 300-500oC; P = High+

By direct igneous emanations

o Pyrometasomatics deposits : T = 500-800oC; P = high+

o Sublimates : T = 100-600oC; P =low to medium

c.In magmas by differentiation

Magmatic deposits : T = 700-1500oC; P = high+

Pegmatites

III. Disintegration deposits

A.Mechanical

B.Residual

C.Chemical

5. Lindgren, 1922

I.Hydrothermal deposits

A. Epithermal : T = 50-200oC

B. Mesothermal : T = 200-360oC

C. Hypothermal : T = 360 -500oC

II. Emanation deposits

A. Sublimates

B. Exudation veins, surface type

C. Pyrometasomatic deposits

D. Exudation veins, deep-scated type

III.Magmatic deposits

A.Orthotectic

a.Differentiation insitu

b.Injeccted

B.Pneumotectic

a.Differentiation insitu

b.Injected

6. Schneiderhohn, 1932

I.Magmatic rocks and ore deposits

A.Intrusive magmatic

I. Intrusive rocks and liquid magmatic deposits

I II . Liquid magmatic-pneumatolyric

II.Pneumatolytic

1. Pegmatite veins

2. Pneumatolitic veins and impregnations

3. Contact pneumatolytic

II III. Pneumatolytic-hydrothermal

III. Hydrothermal

A. Extrusive magmatic

a. Extrusive-hydrothermal

b. Exhalation

II.Sedimentary deposits

A. Weathered zone (oxidation and enrichment)

B.Placers

C.Residual

D. Biochemical-inorganic

E. Salts

F. Fuels

G.Desending ground water deposits

III.Metamorphic deposits

A.Thermal contact metamorphism

B.Metamorphic rocks

C.Methamorphosed ore deposits

D.Rarely formed metamorphic deposits

Arif Purnanda

II - 28

12.307.001