Bab II Alhamdulillah
-
Upload
yuzan-fudhaili-tri-wibawa -
Category
Documents
-
view
21 -
download
0
description
Transcript of Bab II Alhamdulillah
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Geologi Regional
Kalimantan merupakan daerah dengan rawa dan fluvial yang cukup banyak dan
menyebar. Terdapat dataran tinggi dan pegunungan yang tersebar di sini, namun elevasinya
tidak terlalu tinggi seperti pada dataran tinggi di jawa dan sumatera. Umumnya gunung dan
dataran tinggi di kalimantan memiliki elevasi sekitar 150 – 2500 m dari permukaan laut.
Gambar 2.1 Peta fisiografi pulau Kalimantan (Duncan Witss, 2011)
Pada bagian utara Pulau Kalimantan merupakan zona pegunungan Kinibalu dan pada
bagian barat laut terdapat jajaran Pegunungan Muller dan Pegunungan Schwanner. Pada
Bagian selatan terdapat Pegunungan Meratus.
Van bemmelen (1949) membagi bagian barat Pulau Kalimantan menjadi 2 bagian, yaitu :
Pegunungan Kapuas Atas berada di antara Lembah Rejang di bagian utara,
cekungan KapuasAtas dan lembah Batang Lupar di bagian selatan
Madi Plateu berada di antara cekungan Kapuas Atas dan Sungai Melawi,
sedangkan timur Kalimantan, van Bemmelen (1949) juga membagi daerah
ini menjadi 2 bagian, yaitu :
o Rangkaian pegunungan di Kalimantan bagian utara, berakhir
di Semenanjung Teluk Darvel.
o Rangkaian pegunungan lainnya, berakhir di Semenanjung
Mangkalihat.
Cekungan barito terletak di KalimantanTenggara terdiri dari lapisan tebal dan tersingkap
baik suksesi sedimen kenozoikumnya. Formasi tanjung mewakili bagian tertua dari bagian
suksesinya, dan terendapkan di dataran yang luas lalu di ikuti oleh peristiwa transgresi
hingga ke lautan dangkal. Formasi ini tersingkap dengan sangat baik di sepanjang batas
cekungan sebelah timur, dan merupakan kesempatan yang langka untuk dipelajari dan umur
dari tahap awal pembentukan basin tersebut.
Kalimantan sendiri merupakan pulau dengan wilayah rawa yang sangat luas. Adanya
wilayah rawa tersebut memungkinkan Kalimantan memiliki sungai-sungai besar. Adapun
sungai sungai besar di kalimantan yaitu : Sungai Kapuas, Sungai Barito, Sungai Negara,
dan Sungai Kahayan.
Sungai barito sendiri berhulu di pegunungan Muller yang memiliki elevasi 200 – 2000
meter dari permukaan laut. Sungai barito ini lah yang menghasilkan cekungan barito yang
dibatasi oleh pegunungan meratus pada bagian timurnya.
2.1.1. Kerangka Tektonik Regional
Kerangka tektonik wilayah eksploitasi PT. Bangun Nusantara Jaya Makmur (BNJM)
termasuk dalam cekungan barito bagian utara, yang terbentuk pada umur eosen - oligosen.
Pada jaman itu terjadi penurunan daratan yang mengakibatkan genang laut. Sesuai dengan
peta geologi lembar Amuntai yang dipetakan oleh R. Heryanto dan P. Sanyoto pada tahun
1994. Dari pusat penelitian dan pengembangan geologi Bandung. Bahwa sedimen tersier
pada daerah tersebut dapat dikelempokkan menjadi satuan – satuan batuan dari tua kemuda
adalah sebagai berikut : Formasi Tanjung. Fromasi Berai, Formas Warukin, Formasi Dahor
dan endapan Aluvium. Morfologi daerah penyelidikan merupakan satuan morfologi
bergelombang dengan ketinggian antara 95 – 185 meter diatas pemukaan laut, ditempati
oleh batuan sedimen tersier akhir yang menyusun formasi warukin dan formasi Berai,
morfologi ini mencerminkan batuan yang menyusunnya tidak begitu kompak seperti halnya
batu lempung dan batupasir kurang kompak, maka kenampakannya berupa satuan
morfologi bergelombang dengan puncak relatif membulat. Batuan yang paling tua pada
geologi regional di daerah penyelidikan adalah batuan sedimen anggota formasi Tanjung,
yang berumur Eosen – Miosen. Diatasnya diendapkan batuan anggota dormasi Berau yang
menjemari dengan Formasi Montalat. Kemudian diatas formasi Berai diendapkan formasi
Warukin yang terendapkan secara selaras. Formasi Berai diperkirakan berumur Miosen.
Gambar 2.2 Kerangka Tektonik Kalimantan (Nuey, 1987)
2.1.1.1 Formasi Tanjung
Formasi Tanjung tersusun oleh batupasir kuarsa dan batulempung dengan sisipan
batubara, setempat bersisipan batugamping, pada bagian bawahnya merupakan perselingan
antara batupasir kuarsa yang mengandung sedikit mika, kuarsa, terpilah jelek, menyudut,
berbutir halis, kasar, kompak dan yang paling bawah berrupa konglomerat alas dengan
fragmen berupa kuarsa mempunyai ketebalan antara 1 – 5 m. Batubara yang terdapat pada
formasi Tanjung berwarna hitam mengkilat dan kompak, dijumpai sebagai sisipan dengan
ketebalan 50 – 100 cm. Batulempung berwarna abu-abu kecoklatan, menyerpih, setempat.
Dijumpai kongresi batulanau gampingan dan oksida besi, ketebalan lapisan ini berkisar
antara 20 – 50 m. Paling atas berupa batupasir berwarna putih keoklatan, berbutir halus
sampai kasar, kompak, berlapis baik dan terpilah dengan baik dengan bentuk menyudut
tanggung. Formasi tanjung tersisip batugamping yang mempunyai ketebalan kurang dari
150 cm, berwarna putih kecoklatan. Formasi ini menindih secara tidak selaran batuan pra
tersier, terendapkan di lingkungan paralik berumur eosen dengan ketebalan sekitar 750 m.
2.2 Eksplorasi Batubara
Eksplorasi batu bara umumnya dilaksanakan melalui empat tahap, survei tinjau,
prospeksi, eksplorasi pendahuluan dan eksplorasi rinci. Tujuan penyelidikan geologi ini
adalah untuk mengidentifikasi keterdapatan, keberadaan, ukuran, bentuk, sebaran,
kuantitas, serta kualitas suatu endapan batu bara sebagai dasar analisis/kajian kemungkinan
dilakukannya investasi. Tahap penyelidikan tersebut menentukan tingkat keyakinan geologi
dan kelas sumber daya batubara yang dihasilkan.
2.2.1. Survei Tinjau (Reconnaissance)
Survei tinjau merupakan tahap eksplorasi Batu bara yang paling awal dengan tujuan
mengidentifikasi daerah-daerah yang secara geologis mengandung endapan batubara yang
berpotensi untuk diselidiki lebih lanjut serta mengumpulkan informasi tentang kondisi
geografi, tata guna lahan, dan kesampaian daerah. Kegiatannya, antara lain, studi geologi
regional, penafsiran penginderaan jauh, metode tidak langsung lainnya, serta inspeksi
lapangan pendahuluan yang menggunakan peta dasar dengan skala sekurang-kurangnya 1 :
100.000.
Pada tahap survei awal, pertama dilakukan survei formasi cool-bearing yang
terbuka secara alami dan beberapa pengeboran untuk mengetahui kedalaman dari lapisan
batubara kearah kemiringan dengan maksud memastikan deposit batubara yang potensial.
Kemudian akan berlanjut kepada teknik eksplorasi yang lebih tinggi menggunakan mesin
dan peralatan yang spesifik. Dalam bab ini akan dijelaskan secar ringkas mengenai survei
geologi permukaan yang merupakan dasar dari semua survei geologi. Namun, lingkup
penyelidikan perlu dikembangkan, tidak hanya pada batubara itu sendiri, tetapi juga kepada
penelitian lain seperti penelitian sedimentologi batubara dan lingkungannya, penelitian
palaentologi fosil mikro dan mega, penelitian geokimia, penelitian struktur terhadap
fracture dan lain-lain.
2.2.2. Prospeksi (Prospecting)
Tahap eksplorasi ini dimaksudkan untuk membatasi daerah sebaran endapan yang
akan menjadi sasaran eksplorasi selanjutnya. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini, di
antaranya, pemetaan geologi dengan skala minimal 1:50.000, pengukuran penampang
stratigrafi, pembuatan paritan, pembuatan sumuran, pemboran uji (scout drilling),
pencontohan dan analisis. Metode tidak langsung, seperti penyelidikan geofisika, dapat
dilaksanakan apabila dianggap perlu.
Logging geofisik berkembang dalam ekplorasi minyak bumi untuk analisa kondisi geologi
dan reservior minyak. Logging geofisik untuk eksplorasi batubara dirancang tidak hanya
untuk mendapatkan informasi geologi, tetapi untuk memperoleh berbagai data lain, seperti
kedalaman, ketebalan dan kualitas lapisn batubara, dan sifat geomekanik batuan yang
menyrtai penambahan batubara.
Dan juga mengkompensasi berbagai maslah yang tidak terhindar apabila hanya dilakukan
pengeboran, yaitu pengecekan kedalaman sesungguhnya dari lapisan penting, terutama
lapisan batubara atau sequence rinci dari lapisan batubara termasuk parting dan lain lain.
2.2.3. Eksplorasi Pendahuluan (Preliminary Exploration)
Tahap eksplorasi ini dimaksudkan untuk mengetahui kuantitas dan kualitas serta
gambaran awal bentuk tiga-dimensi endapan batu bara. Kegiatan yang dilakukan antara
lain, pemetaan geologi dengan skala minimal 1:10.000, pemetaan topografi, pemboran
dengan jarak yang sesuai dengan kondisi geologinya, penarnpangan (logging) geofisika,
pembuatan sumuran/paritan uji, dan pencontohan yang andal. Pengkajian awal geoteknik
dan geohidrologi mulai dapat dilakukan.
2.2.4. Eksplorasi Rinci (Detailed Exploration)
Tahap eksplorasi ini dimaksudkan untuk mengetahui kuantitas clan kualitas serta
bentuk tiga-dimensi endapan batu bara. Kegiatan yang harus dilakukan adalah pemetaan
geologi dan topografi dengan skala minimal 1:2.000, pemboran, dan pencontohan yang
dilakukan dengan jarak yang sesuai dengan kondisi geologinya, penampangan (logging)
geofisika, pengkajian geohidrologi, dan geoteknik. Pada tahap ini perlu dilakukan
pencontohan batuan, batubara dan lainnya yang dipandang perlu sebagai bahan pengkajian
lingkungan yang berkaitan denqan rencana kegiatan penambangan
2.3 Pemboran Eksplorasi Batubara
Pemboran merupakan metode eksplorasi dengan biaya mahal, oleh karena itu dalam
penentuan program pemboran harus direncanakan secara cermat. Lokasi pemboran (titik
bor) ditentukan berdasarkan peta geologi, penampang geologi, hasil interpretasi geofisika,
dan peta topografi serta sekaligus ditentukan target pemboran (kedalaman dan titik yang
direncanakan).
Kegiatan pemboran yang dilakukan di PT. Berjaya Sinergy Utama adalah pemboran
stratigrafi (drilling stratigrafi) yang tujuannya adalah untuk mengetahui urutan stratigrafi
secara lengkap di lokasi tersebut. Penentuan titik bor pada drilling stratigraphy adalah tegak
lurus dengan arah umum perlapisan di lokasi tersebut. Jarak datar antar lubang yang akan
dibor adalah 200 meter tegak lurus dengan strike dan 200 meter mengikuti arah strike.
Pada kegiatan drilling stratigraphy ini dilakukan open hole sampai kedalaman 100
meter disetiap lubang bor (drill hole), lubang ini akan dipakai sebagai pilot hole. Kemudian
akan dilakukan geophysical logging. Apabila ditemukan batubara maka akan dilakukan lagi
pemboran inti (coring) disampingnya untuk pengambilan sampel.
2.3.1. Peralatan pemboran
Alat-alat yang dipergunakan pada kegiatan pemboran, diantaranya dilihat pada
tabel.1
Tabel 2.1 Alat-alat untuk pengeboran batu bara (PT BERJAYA SINERGY UTAMA)
No
.
Alat Spesifikasi
1 Drilling Rig, Shallow Jacro 175, 70 m, H Size, 20 Hp, Skit & Mast
Type, Conventional system, manual.
2 Mud, Bore pump Centrifugal, high pressure, 5.5 Hp, 10 ltr/sec
3 Transfer pump Centrifugal, 5 Hp, 20 ltr/sec Piston, high
pressure, 10 Hp
4 Transfer hose Sunny/fire hose/ fibre, Φ 1.5”
5 Accessories
a. Core barrel
b. Split tube
c. Reamer shell
Triple tube, HMLC, 2.05 m
HQ size, 1.6 m
Diamond surface set, HQ size
Tungstein surface set, HQ size
d. Core bit
e. Open hole bit
f. Drill rod for shallow
Diamond surface step set, HQ size
Tungstein surface step set, HQ size
Tungstein 3 wing bit, HQ size
AW/BQ, 1.5 m, standard
6 Generator set Portable, 2 KVA
7 Tools, complete For drill rig, pump, genset
8 Wrench, complete For drill rig, pump, genset
1. Drilling rig, shallow, Yaitu menara bor. Spesifikasi: Jacro 175, 70 m, Size, 20 Hp, ,
conventional system, manual.
Gambar 2. Menara bore 175. (Foto penulis 2012)
2. Mud, bore pump, yaitu mesin pompa yang berfungsi untuk menyedot air dari kolam
penampung dan kemudian di masukan ke dalam lubang bor agar cutting dapat terdorong ke
luar.
Spesifikasi: Centrifugal, high pressure, 5.5 Hp, 10 ltr/sec.
Gambar 3. Mud, bore pump. (Foto penulis 2012)
3. Transfer pump, yaitu mesin pompa yang berfungsi untuk menyedot air dari dari sungai
yang kemudian di alirkan ke kolam penampung.
Spesifikasi: Centrifugal, 5 Hp, 20 ltr/sec
Piston, high pressure, 10 Hp
Gambar 4. Transfer pump. (Foto penulis 2012)
4. Transfer hose, yaitu selang fiber yang di gunakan untuk menylurkan air dari Tranfer pump
ke kolam penampung.
Spesifikasi: Sunny/fire hose/ fibre, Φ 1.5”
Gambar 5. Transfer hose. (Foto penulis 2012)
5. Accessories
a. Core barrel, Yaitu alat yang di gunakan untuk melakukan coring atau pengambilan sampel
batubara.
Spesifikasi: Triple tube, HQ, 2.05 m
Gambar 6. Core barrel. (Foto penulis 2012)
b. Split tube, yaitu alat casing yang terdapat dalam core barrel yang berfungsi untuk menjepit
batubara hasil coring.
Spesifikasi: H size, 1.6 m
Gambar 7. Split tube. (Foto penulis 2012)
c. Split Reamer shell, yaitu alat yang berfunsi untuk penyangga split tube dalam Core barrel.
Gambar 8. Split Reamer shell. (Foto penulis 2012)
d. Core bit, jenis diamond yaitu mata bor yang di gunakan untuk melakukan coring, sistim
kerja mata bor ini adalah menggerus. Kelebihan dari mata bor ini mampu menggerus jenis
batuan keras dan kompak.
Spesifikasi: Diamond surface step set, HQ size
Gambar 9. Core bit Diamond surface. (Foto penulis 2012)
e. Core bit, jenis tungstein bit yaitu mata bor yang di gunakan untuk coring, sistim kerja mata
bor ini yaitu memotong dan hasil yang di dapat tidak begitu sempurna. Kelemaha mata bor
ini tidak mampu memotong batuan keras dan kompak.
Spesifikasi: Core bit, PCD typeTungstein surface step set, HQ size
Gambar 10. Core bit PCD typeTungstein. (Foto penulis 2012)
f. Open hole bit, yaitu mata bor yang di gunakan untuk membuat lubang bukaan pada
pemboran.
Spesifikasi: Tungstein 3 wing bit, HQ size
Gambar 11. Tungstein 3 wing bit, HQ. (Foto penulis 2012)
g. Drill rod for shallow, yaitu pipa yang panjang 1,5 meter yang di gunakan untuk melakukan
pemboran open hole dan coring.
Spesifikasi: HQ size, 1.5 m
Gambar 12. rod for shallow. (Foto penulis 2012)
h. Tools
Gambar 13. Perlengkapan alat-alat kerja. (Foto penulis 2012)
i. Wrench (kunci inggris), Yaitu alat yang di gunakan untuk menyambung dan membuka
sambungan pipa.
Gambar 14. Wrench (kunci inggris). (Foto penulis 2012)
2.4 Sumber Daya Batubara
Sumber daya batubara (Coal Resources) adalah bagian dari endapan batubara yang
diharapkan dapat dimanfaatkan. Sumber daya batu bara ini dibagi dalam kelas-kelas
sumber daya berdasarkan tingkat keyakinan geologi yang ditentukan secara kualitatif oleh
kondisi geologi/tingkat kompleksitas dan secara kuantitatif oleh jarak titik informasi.
Sumberdaya ini dapat meningkat menjadi cadangan apabila setelah dilakukan kajian
kelayakan dinyatakan layak.
Tabel 2.2. Aspek tektonik dan sedimentasi sebagai parameter dalam pengelompokkan
kondisi geologi (SNI Batubara 1999)
Berdasarkan data tabel aspek tektonik dan sedimentasi sebagai parameter dalam
pengelompokkan kondisi geologi, maka penulis menyimpulkan bahwa kondisi geologi
yang dimiliki di daerah telitian memiliki variasi ketebalan batubara bervariasi, dengan
kemenerusan hingga ribuan meter dan hampir tidak adanya percabangan. Sedangkan aspek
tektoniknya berupa struktur sesar, jarang ditemukan. Dan hampir tidak terlipat. Juga tidak
ditemukannya intrusi. Lalu memiliki kemiringan yang sedang dengan kualitas batubara
yang bervariasi.
Cadangan batubara (Coal Reserves) adalah bagian dari sumber daya batubara yang telah
diketahui dimensi, sebaran kuantitas, dan kualitasnya, yang pada saat pengkajian kelayakan
dinyatakan layak untuk ditambang.
Agar dapat menghitung berapa jumlah sumberdaya batubara, maka kita harus
mengerti istilah istilah sumberdaya batubara yang terdapat pada SNI batubara. Berikut
istilah-istilah sumberdaya batubara yang terkandung di SNI tahun 1999 :
2.4.1 Sumberdaya batubara hipotetik(Hypothetical Coal Resource)
Sumber daya batu bara hipotetik adalah batu bara di daerah penyelidikan atau
bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-
syarat yang ditetapkan untuk tahap penyelidikan survei tinjau.
2.4.2 Sumberdaya batubara tereka(inferred Coal Resource)
Sumber daya batu bara tereka adalah jumlah batu bara di daerah penyelidikan atau
bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-
syarat yang ditetapkan untuk tahap penyelidikan prospeksi.
2.4.3 Sumberdaya batubara Tertunjuk (Indicated Coal Resource)
Sumber daya batu bara tertunjuk adalah jumlah batu bara di daerah penyelidikan
atau bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi
syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap eksplorasi pendahuluan.
2.4.4 Sumberdaya batubara Terukur (Measured Coal Resourced)
Sumber daya batu bara terukur adalah jumlah batu bara di daerah peyelidikan atau
bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat–
syarat yang ditetapkan untuk tahap eksplorasi rinci.
2.4.5 Sumberdaya batubara Terkira (Probable Coal Reserve)
Cadangan batu bara terkira adalah sumber daya batu bara tertunjuk dan sebagian sumber
daya batu bara terukur, tetapi berdasarkan kajian kelayakan semua faktor yang terkait telah
terpenuhi sehingga hasil kajiannya dinyatakan layak.
2.4.6 Sumberdaya batubara Terbukti(Proved Coal Reserve)
Cadangan batu baraterbukti adalah sumber daya batu baraterukur yang berdasarkan kajian
kelayakan semua faktor yang terkait telah terpenuhi sehingga hasil kajiannya dinyatakan
layak.