Bab ii

18
KELAS KATA Diajukan untuk Tugas Akhir Semester Ganjil Dosen pengampu: Haerudin M,Pd Disusun oleh: Siti Soniyah 1584202077 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG TANGERANG 2015/2016

Transcript of Bab ii

KELAS KATA

Diajukan untuk Tugas Akhir Semester Ganjil

Dosen pengampu:

Haerudin M,Pd

Disusun oleh:

Siti Soniyah 1584202077

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG

TANGERANG

2015/2016

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Segala puji bagi Allah

yang telah memberikan penulis kemudahan sehingga dapat menyelesaikan

makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak akan sanggup

menyelesaikannya dengan baik. Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan

kepada baginda tercinta kita yakni Nabi Muhammad SAW.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang "Kelas

Kata", yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah

ini menjelaskan tentang pengertian kelas kata, pembagian kelas kata.

Dalam menyusun makalah ini penulis banyak memperoleh, bimbingan

serta masukan dari beberapa pihak terkait. Oleh karena itu penulis mengucapkan

terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan dan

penyelesaian makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karna

itu diharapkan adanya kritik dan saran yang membangun. Penulis juga

mengharapkan maklah ini berguna bagi siapa saja yang membacanya.

Tangerang,19 desember 2015

Penulis,

Siti Soniyah

DAFTAR ISI

HALAMAN

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAUHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kelas Kata

2.2 Pembagian Kelas Kata

2.2.1 Verba

2.2.2 Ajektiva

2.2.3 Nomina

2.2.4 Pronomina

2.2.5 Numerilia

2.2.6 Adverbia

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Pada dasarnya kata adalah satu kesatuan yang utuh yang mengandung arti dan

makna. Kata dapat digolongkan ke dalam kelas-kelas yang berbeda-beda yang

sering kita sebut dengan kelas kata. Kelas kata termaksuk salah satu permasalahan

atau problem yang selalu diperbincangkan dalam analisis bahasa, hal ini karena

adanya perbedaan dalam penggolongan atu pengelasan kata oleh para ahli.

Kelas kata atau sering juga disebut dengan jenis kata adalah pengelompokkan

atau penggolongan kata untuk menemukan suatu sistem dalam bahasa. Sebagai

mana kita ketahui kata merupakan bentuk yang sangat komplek yang tersusun atas

beberapa unsur, kata dalam bahasa Indonesia dapat terdiri atas satu suku kata atau

lebih.

Kata merupakan bentuk yang sangat komplek yang tersusun atas beberapa

unsur. Kata dalam bahasa Indonesia terdiri atas satu suku kata atau lebih. Kata

merupakan unsur atau bagian yang sangat penting dalam kehidupan berbahasa.

Bidang atau kajian mengenai kata telah banyak diselidiki oleh ahli bahasa.

Penyelidikan tersebut menghasilkan berbagai teori-teori antara yang satu dengan

yang ain berbeda-beda. Perbedaan ini terjadi karena adanya perbedaan sudut

pandaang antara ahli bahasa yang satu dengan yang lainnya. Adanya perbedaan

konsep antara ahli yang satu dengan yang lainnya tentu akan membingungkan

dalam kegiatan pembelajaran. Makalah ini akan membahas mengenai perbedaan

pendapat para ahli dalam pengelasan kata tersebut serta pembagian-

pembagiannya.

Makalah ini dibuat agar kita khususnya penulis dapat memahami dan mengerti

apa itu pengertian kelas kata, pembagian kelas kata. Agar dapat berbahasa yang

baik dan benar.

1.2 Rumusan masalah

1. Apa pengertian kelas kata?

2. Apa saja kelas kata?

1.3 Tujuan

2. Mengetahui pengertian kelas kata

3. Mengetahui apa saja kelas kata

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian kelas kata

Kelas kata atau sering juga disebut dengan jenis kata adalah

pengelompokkan atau penggolongan kata untuk menemukan suatu sistem dalam

bahasa. Sebagai mana kita ketahui kata merupakan bentuk yang sangat komplek

yang tersusun atas beberapa unsur, kata dalam bahasa Indonesia dapat terdiri atas

satu suku kata atau lebih.

2.2 Pembagian kelas kata

2.2.1 Verba

Pengertian verba

Secara sintaktis sebuah satuan gramatikal dapat dikatakan berkategori

verba dari perilakunya dalam satuan yang lebih besar; jadi sebuah kata dapat

dikatakan berkategori verba hanya dari perilakunya dalam frase, yakmi dalam

hal kemungkinannya satuan itu didampingi partikel tidak dalam konstruksi

dan dalam hal tidak dapat didampinginya satuan itu dengan partikel di, ke,

dari, atau dengan partikel seperti sangat, lebih, atau agak.

Dari bentuknya dapat dibedakan:

(1) Verba dasar bebas,

Yaitu verba yang berupa morfem dasar.

Contoh: duduk, makan, mandi, minum, pergi, pulang, tidur.

(2) Verba turunan,

Yaitu verba yang telah mengalami afiksasi, reduplikasi, gabungan

proses atau berupa panduan leksem. Sebagai bentuk turunan dapat kita

jumpai:

a) Verba berafiks:

Contoh: ajari, bernyanyi, bertaburan, bersentuhan, ditulis, jahitkan,

menguliti, menjalani, kehilangan, berbuat, terpikirkan.

b) Verba bereduplikasi:

Contoh: bangun-bangun, ingat-ingat, makan-makan, marah-marah, pulang-

pulang, senyum-senyum.

c) Verba berproses gabung:

Contoh: bernyanyi-nyanyi, tersenyum-senyum, makan-makan.

d) Verba majemuk:

Contoh: cuci mata, campur tangan, unjuk gigi.

Subkategorisasi

A) Dilihat dari banyaknya nomina yang yang mendampinginya dapat

dibedakan menjadi:

1) Verba intransitive,

Yaitu verba yang menghindarkan obyek. Klausa yang memakai

verba ini hanya mempunyai satu nomina. Di antara verba intransitive

terdapat sekelompok verba yang berpadu dengan nomina, misalnya alih

bahsa, campur tangan, cuci mata, bersepeda, bersepatu. Di smaping itu,

juga terdapat sekelompok verba yang tidak bias bergabung dengan prefix

me-, ber- tanpa mengubah makna dasarnya. Dalam tata bahasa tradisional

verba semacam itu disebut kata kerja aus.

2) Verba transitif,

Yaitu verba yang bias mempunyai atau harus mendampingi obyek.

Berdasarkan banyaknya obyek, terdapat:

a) Verba monotransitif

Contoh: Saya menulis surat

Subjek obyek

b) Verba bitransitif ,

Yaitu verba yang mempunyai 2 obyek.

Contoh: Ibu memberi adik kue

Subyek obyek tak langsung obyek langsung

c) Verba ditransitif,

Yaitu verba transitif yang obyeknya tidak muncul.

B) Dilihat dari hubungan verba dan nomina, dapat dibedakan:

1. Verba aktif,

Yaitu verba yang subyeknya berperan sebagai pelaku. Verba

demikian biasanya berprfiks me-, ber-, atau tanpa perefiks.

Contoh: Ia mengapur dinding.

Apabila ia ditambahin oleh sufiks –kan, maka verba itu bermakna

benefaktf atau kausatif.

Contoh: Ia membuatkan saya baju

Apabila ditandai oleh sufiks –I, maka verba bermakna lokatif atau

repetif.

Contoh: Adik menyirami bunga.

2. Verba pasif,

Yaitu verba yang subyeknya berperan sebagai penderita, sasaran,

atau hasil. Verba demikian biasanya diawali denganprefiks di- atau ter-.

Apabila ditandai dengan prefix ter- yang berarti dapat di’atau’tidak dengan

sengaja’maka verba itu bermakna prefektif.

Contoh: Adik dipukul ayah

Pada umumnya verba pasif dapat diubah menjadi verba aktif, yaitu

dengan mengganti afiksnya.

Contoh: Adik disayangi ayah – Ayah menyayangi adik

3. Verba anti-aktif (ergatif)

Yaitu verba pasif yang tidak dapat diubah menjadi verba aktif, dan

subyeknya merupakan penanggap (yang merasakan, menderita,

mengalami).

Contoh: Ibu kecopetan di bis

4. Verba anti-pasif

Yaitu verba aktif yang tidak dapat diubah menjadi verba pasif.

Contoh: Ia haus akan kasih saying

C) Dilihat dari interaksi antara nomina pendampingnya, dapat dibedakan:

I. Verba resiprokal,

Yaitu verba yang menyatakan perbuatan yang dilakukan oleh dua

pihak, dan perbuatan tersebut dlakukan dengan saling berbalasan. Kedua

belah pihak terlibat perbuatan.

Beberapa bentuk verba resiprokal:

a. Ber + calon verba yang mempunyai sifat resiprokal.

Contoh: berkelahi, berperang.

b. Ber + verba dasar + an

Contoh: bersentuhan, berpegangan, bertolongan

c. Ber + reduplikasi verba dasar + an

Contoh: bermaaf-maafan, bersalam-salaman.

d. Saling me + verba dasar + i

Contoh: saling membari, saling memaki, saling mengampuni

e. Baku + verba dasar

Contoh: baku hantam, baku tembak, baku piara

f. Verba dasar1 + me + verba dasar2

Contoh: tolong-menolong

g. Reduplikasi verba + an

Contoh: cubit-cubitan

h. Saling ter + verba dasar

Contoh: saling tertarik

i. Saling ke + verba dasar + an

Contoh: saling kehilangan

j. Me + verba + −𝑖

−𝑘𝑎𝑛 + satu sama lain

Contoh: mencintai satu sama lain, memaafkan satu sama lain

II. Verba non- resiprokal,

Yaitu verba yang tidak menyatakan perbuatan yang dilakukan oleh

dua pihak dan tidak saling berbalasan.

2.2.2 Ajektiva

Pengertian ajektiva

Ajektiva adalah kategori yang ditandai oleh kemungkinannya untuk,

(1) bergabung dengan partikel tidak, (2) mendampingi nomina, atau (3)

didampingi partikel seperti lebih, sangat, agak, (4) mempunyai ciri-ciri

morfologis, seperti –er (dalam honorer), -if (dalam sensitive), -I (dalam

alami), atau (5) dibentuk menjadi nomina dengan konfiks ke-an, seperti adil –

keadilan, halus – kehalusan, yakin – keyakinan (Ciri terakhir ini berlaku bagi

sebagian besar ajektiva dasar dan bias menandai verba intransitive, jadi ada

tumpang tindih di antaranya).

Subkategori

Ada du macam kategori ajektiva:

a. ajektiva predikatif, yaitu ajektiva yang dapat menempati posisi predikat

klausa, misalnya hangat, sulit, mahal.

b. ajektiva atributif, yaitu ajektiva yang mendampingi nomina dalam frase

nominal, misalnya nasional, niskala.

Pada umumnya ajektiva predikatif dapat berfungsi secara atributif, sedangkan

ajektiva atributif tidak dapat berfungsi secara predikatif.

a. ajektiva bertaraf, yakni yang dapat berdampingan dengan agak, sangat, dan

sebagainya, seperti nasional, intern.

b. ajektiva tak bertaraf, yakni yang tidak dapat berdampingan dengan agak,

sangat, dan sebagainya, seperti nasional inter

2.2.3 NOMINA

Pengertian nomina

Nomina adalah kategori yang secara sintaktis (1) tidak mempunyai

potensi untuk bergabung dengan partikel tidak, (2) mempunyai potensi untuk

didahului oleh partikel dari.

Nomina ditandai dengan tidak dapatnya bergabung dengan kata tidak,

tetapi dapat dinegatifkan dengan kata bukan: tidak kekasih seharusnya bukan

kekasih. Nomina dapat dibedakan menjadi:

1) berdasarkan bentuknya: (a) nomina dasar: rumah, orang, burung, dan

sebagainya.(b) nomina turunan:

ke- : kekasih, kehendak, ketua

per- : pertanda, persegi

pe- : petinju, petani, pelempar

peng- : pengaeas, pengekor, pengacara

-an : tulisan, bacaan, kiriman

Peng-an : pengawasan, penggrapan, penganiayaan

Per-an : persatuan, perdamaian, pertahan

Ke-an : kemerdekaan, kesatuan, kesehatan

2) berdasarkan subkategori: (a) nomina bernyawa (kerbau, sapi, manusia) dan

tidak bernyawa (bunga, rumah, sungai); (b) nomina terbilang :lima orang

mahasiswa, tiga ekor kuda, sekuntumbunga); dan tidak terbilang (air laut,

awan, langit).

2.2.4 PRONOMINA

Pronomina adalah kata yang dipakai untuk mengacu kenomina lain,

berfungsiuntuk menggantikan nomina. Ada tiga macam pronominal yaitu:

1) Pronomina persona adalah pronominal yang mengacu kepada orang.

Persona pertama tuggal saya, aku, daku,, -ku, dan persona jamak kami:

persona kedua tunggal engkau, kamu, anda, dikau, kau-, -mu. Dan

persona jamak kalian, kamu sekalian, anda sekalian: persona ketiga

tunggal ia, dia, beliau, -nya.

2) Pronominal petunjuk: (a) pronominal penunjuk umum ialah, ini, tu,

dan anu; pronominal penunjuk tempat sini, situ, sana.

3) Pronominal penanya adalah pronominal yang digunakan sebagai

pemarkah (penanda) pertanyaan. Dari segi makna, ada tiga jenis, yaitu:

(a) orang siapa, (b) barang apa menghasilkan turunan di mana, ke

mana, dari mana, bagaimana, dan bilamana.

2.2.5 Numeralia

Pengertian numeralia

Numeralia adalah kata yang dipakai untuk menghitung banyaknya

maujud (orang, binatang, atau barang) dan konsep. Numeralia adalah

kategori yang dapat (1) mendampingi nomina dalam konstruksi sintaksis,

(2) mempunyai potensi untuk mendamping numeralia lain, dan (3) tidak

dapat bergabung dengan tidak atau dengan sangat. Numeralia mewakili

bilangan yang terdapat dalam alam diluar bahasa.

1) Numeralia pokok tentu, mengacu pada bilangan pokok, yakni 0(nol),

1(satu), 2(dua), sampai 9 (Sembilan).Ada pula numeralia yang

merupakan gugus yaitu diantara sepuluh dan dua puluh dipakai gugus

yang berkomponen belas. Bilangan di atas bilangan sembilan belas

dinyatakan dengan menganggap seolah olah bilangan itu terdiri atas

beberapa gugus dan bilangan. Contoh : 7.859 =Tujuh ribu delapan

ratus lima puluh Sembilan. Dalam bahasa Indonesia baku, numeralia

pokok ditempatkan di muka nomina dan dapat diselingi oleh kata

penggolong seperti orang, ekor, dan buah. Contoh: majalah kami

memerlukan tiga orang penyunting, pak hasan mempunyai dua ekor

burung merak.

2) Numeralia pokok kolektif, dibentuk dengan prefiks ke- yang

ditempatkan dimuka nomina yang diperankan. Contoh: ketiga pemain,

kedua gedung, kesepuluh anggota. Jika tidak diikuti oleh nomina,

biasanya bentuk itu diulang dan dilengkapi dengan -nya. Contoh:

kedua-duanya, ketiga-tiganya.

Numeralia kolektif dibentuk dengan cara:

a. Penambahan prefiks ber- atau se- pada nomina tertentu setelah

numeralia. Contoh: tiga bersaudara, empat beranak, tiga sekawan,

tiga serangkai, dua sejoli.

b. Penambahan prefiks ber- pada numeralia pokok dan hasilnya

diletakkan sesudah pronominal persona. Contoh: (kamu) berlima,

(kami) berenam.

c. Pemakain numeralia yang berprefiks ber- dan yang diulang.

Contoh: beribu- ribu, berjuta-juta.

d. Pemakaian gugus numeralia yang bersufiks –an. Contoh: puluhan,

ratusan.

3) Numeralia pokok distributif, dapat dibentuk dengan cara mengulang

kata bilangan. Artinya ialah ‗demi‘ dan ‗masing-masing‘. Contoh:

satu-satu, dua-dua.

4) Numeralia pokok tak tentu, mengacu pada jumlah yang tidak pasti dan

sebagian besar numeralia ini tidak dapat menjadi jawaban atas

peranyaan yang memakai kata tanya berapa, ditempatkan di muka

nomina yang diterangkannya. Contoh: banyak orang, berbagai

masalah, pelbagai budaya, sedikit air, semua jawaban, seluruh rakyat,

segala penjuru, segenap anggota.

5) Numeralia pokok klitika, yaitu numeralia lain yang dipungut dari

bahasa Jawa Kuna, diletakkan di muka nomina yang bersangkutan.

Contoh: triwulan, caturwulan, pancasila, saptamarga, dasalomba.

6) Numeralia ukuran. Contoh: lusin, kodi, meter, liter, atau gram.

7) Numeralia Tinggat Numeralia pokok dapat diubah menjadi numeralia

tingkat. Cara mengubahnya adalah dengan menambahkan ke- di muka

bilangan yang bersangkutan. Contoh: kesatu atau pertama, kesepuluh,

pemain ketiga, jawaban kedua itu, suara pertama.

8) Numeralia Pecahan Tiap bilangan pokok dapat dipecah menjadi

bagian yang lebih kecil yang dinamakan numeralia pecahan. Cara

membentuknya dengan memakai kata per- diantara bilangan pembagi

dan penyebut. Bilangan pecahan dapat mengikuti bilangan pokok.

Bilangan campuran dapat ditulis desimal. Contoh: 1/2 = seperdua,

setengah, separuh; 1/10 = sepersepuluh; 3/5 = tiga perlima; 9,75 =

sembilan tigaperempat atau sembilan koma tujuh lima.

9) Frase Numeralia Umumnya dibentuk dengan menambahkan kata

penggolong. Contoh: dua ekor (kerbau), lima orang (penjahat), tiga

buah (rumah).

2.2.6 ADVERBIA

Pengertian Adverbia

Adverbia adalah kategori yang dapat mendampin adjektiva, numeralia,

atau proposisi dalam konstruksi sintaksis. Sekalipun banyak adverbial dapat

mendampingi verba dalam konstruksi sintaksis, namun adanya verba itu bukan

menjadi ciri adverbia. Adverbia tidak boleh dikacaukan dengan keterangan,

karena adverbia merupakan konsep kategori; sedangkan keterangan

merupakan konsep fungsi. Adverbia dapat ditemui dalam bentuk dasar dan

bentuk turunan. Bentuk turunan itu terwujud melalui afiksasi, reduplikasi,

gabungan proses, gabungan morfem.

Dalam tataran klausa, adverbia mewatasi atau menjelaskan fungsi-

fungsi sintaksis. Umumnya kata atau bagian kalimat yang dijelaskan adverbia

itu berfungsi sebagai predikat. Contoh:

ia sangat mencintai istrinya.

Guru saja tidak dapat menjawab pertanyaan itu.

Melihat penampilannya, ia pasti seorang guru.

Hanya petani yang menanam jagung.

Tampaknya dia tidak menyetujui usul itu.

Adverbia Dari Segi Perilaku Sintaksisnya Dapat dilihat berdasarkan

posisinya terhadap kata atau bagian kalimat yang dijelaskan oleh adverbial

yang bersangkutan.

a. Adverbia yang mendahului kata yang diterangkan:

Ia lebih tinggi dari pada adiknya.

Telaga itu sangat indah.

Pendiriannya terlalu kukuh untuk digoyangkan.

Kami hanya menulis apa yang dikatakannya.

b. Adverbia yang mengikuti kata yang diterangkan:

Tampan nian kekasih barumu.

Kami duduk-duduk saja menunggu pangilan.

Jelek benar kelakuannya.

c. Adverbia yang mendahului atau mengikuti kata yang diterangkan:

Mahal amat harga barang-barang itu.

Paginya ia segera pergi meninggalkan kami.

d. Adverbia yang mendahului dan mengikuti kata yang diterangkan:

Saya yakin bukan dia saja yang pandai.

Bagiku, senyumnya sangat manis sekali.

1. Adverbia Tunggal

a) Adverbia yang berupa kata dasar, hanya terdiri atas satu kata dasar.

Contoh: baru, hanya, lebih, hamper, saja, sangat.

b) Adverbia yang berupa kata berafiks, diperoleh dengan menambahkan

gabungan afiks se—nya atau afiks –nya pada kata dasar. Contoh:

sebaiknya, sesungguhnya, agaknya, rupanya, rasanya.

c) Adverbia yang berupa pengulangan kata dasar. Contoh: diam-diam, lekas-

lekas,c. Adverbial yang berupa kata ulang pela-pelan, tinggi-tinggi,

lagi-lagi.

d) Adverbia yang berupa pengulangan kata dasar dengan penambahan prefiks

se-. Contoh: setinggi-tinggi, sepandai-pandai, sebesar-besar, sesabar-

sabar, segalak - galak.

e) Adverbia yang berupa pengulangan kata dasar dengan penambahah sufiks

-an. Contoh: hais-habisan, mati-matian, kecil-kecilan, gila-gilaan, gelap-

gelapan.

f) Adverbia yang berupa pengulangan kata dasar dengan penambahan

gabungan afiks se—nya. Contoh: setinggi-tingginya, sedalam-dalamnya,

seikhlas-ikhlasnya, sekuat-kuatnya, selembut-lembutnya.

2. Adverbia Gabungan

Adverbia gabungan terdiri atas dua adverbia yang berupa kata dasar.

a) Adverbia yang berdampingan. Contoh: lagi pula, hanya saja, hampir

selalu, acapkali.

b) Adverbia yang tidak berdampingan. Contoh: hanya … saja, belum … lagi,

hamper … kembali, hanya … kembali, tidak … saja.

3. Adverbia Semantisnya

a. Adverbia Kualitatif Menggabarkan maknayang berhubungan dengan

tingkat, derajat, atau mutu. Contoh: paling, sangat, lebih, dan kurang.

b. Adverbia Kuantitatif Menggambarka makna yang berhubungan dengan

jumlah. Contoh: banyak, sedikit, kira-kira, dan cukup.

c. Adverbia Limitatif Menggambaran makna yang berhubungan dengan

pembatasan. Contoh: hanya, saja, dan sekedar.

d. Adverbia Frekuentatif Menggambarkan makna yang berhubungan dengan

tingkat kekerapan terjadinya sesuatu yang diterangkan adverbial itu.

Contoh: selalu, sering, jaang, dan kadang-kadang. Adverbia Kewaktuan

Menggambarkan makna yang berhubungan dengan saat terjadinya

peristiwa yang diterangkan oleh adverbial itu. Contoh: baru dan segera.

e. Adverbia Kecaraan Menggambarkan makna yang berhubungan dengan

bagaimaa peristiwa yang dierangkan oleh adverbial itu berlangsubg atau

terjadi. Contoh: diam-diam, secepatnya, pelan-pelan.

f. Adverbia Kontrastif Menggambarkan perentangan dengan makna kata

atau hal yang dinyataka sebelumnya. Contoh: bahkan, malahan, dan justru.

g. Adverbia Keniscayaan Menggambarkan makna yang berhubungan dengan

kepastian tentang keberlangsungan atau terjadinya hal atau peristiwa yang

dijelaskan adverbial itu. Contoh: niscaya, pasti, dan tentu.

4. Adverbia Konjungtif

Adverbia konjungtif adalah adverbia yang menghubungkan satu klausa

atau kalimat dengan klausa atau kalimat yang lain. Contoh: (akan) teapi,

bahkan, bahwasanya, dengan demikian, kecuali itu.

5. Adverbia Pembuka Wacana

Adverbia pembuka wacana pada umumnya mengawali suatu wacana.

Hubungannya pada paragraf sebelumnya didasarkan pada makna yang

terkandung pada paragraf sebelumnya itu. Contoh: adapun, akan hal,

alkisah, arkian, dalam pada itu.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan urayan di atas dapat di simpulkan bahwa kata dapat

dikategorikan/diklasifikasikan berdasarkan makna, tujuan dan penempatan dengan

berfariasinya macam kata imbuhan dan kata sambung yang bisa kolaborasikan

secara tekstual dan pelafalan, dan kelas kata atau ketegori kata dapat kita di

bedakan sebagai berikut:

a. Kelas Verba

b. Kelas Adjektiva

c. Kelas Nomina

d. Kelas Pronomina

e. Kelas adverbia

Sejauh ini Kelas Kata/kategori Kata diketahui sebagai mana yang telah terurai,

namun sesuai perkembangan kata bisa jadi akan berubah sesuai dengan tiori yang

di sepakati oleh ahli bahasa Indonesia.

3.2 Saran

Jika tidak ada kelayakan dalam penulisan yang dapat di manfaatkan

mohon di maklumi

Apabila dalam uraian ada yang kurang, alangkah baiknya penulisan ini

dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan.

DAFTAR PUSTAKA

HARIMURTI KRIDALAKSANA (Kelas Kata Dalam Bahasa Indonesia)

Paulus T (SMA kelas 2 )

Widjono HS

Sumber lain:

http://bemwidyadarma.blogspot.co.id/2012/08/makalah-kelas-kata-bahasa-

indonesia.html