BAB II

9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengolahan Mineral Mineral Merupakan padatan homogen anorganik yang terbentuk di alam yang mempunyai komposisi kimia tertentu dan sifat fisik yang tetap. Ada beberapa jenis/ tipe mineral berdasarkan komposisi alamiahnya diantaranya: 1.Native, metal dalam bijih berbentuk unsur. 2.Sulfida, metal yang berikatan dengan sulfur (S) misalnya Chalcopyrite (CuFeS 2 ), Galena (PbS), Sphalerit (ZnS). 3.Oksida, metal yang berikatan dengan oksigen misalnya karbonat, silikat. 4.Kompleks, yaitu lebih dari sati mineral berharga misalnya bahan bakar (fuel), mineral industri (non metalik), azurite (2CuCO 3 .Cu(OH) 2 ), dan garnirit (H 2 (NiMg)SiO 2 ). Pengolahan mineral merupakan suatu proses pengolahan dengan memanfaatkan perbedaan - perbedaan sifat fisik bijih untuk memperoleh mineral berharga. Bijih (ore) adalah mineral dalam kelompok mineral yang terkonsentrasi cukup di alam yang dapat ditambang atau diolah dengan teknologi yang pada masa itu ada

Transcript of BAB II

Page 1: BAB II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengolahan Mineral

Mineral Merupakan padatan homogen anorganik yang terbentuk di alam

yang mempunyai komposisi kimia tertentu dan sifat fisik yang tetap. Ada

beberapa jenis/ tipe mineral berdasarkan komposisi alamiahnya diantaranya:

1. Native, metal dalam bijih berbentuk unsur.

2. Sulfida, metal yang berikatan dengan sulfur (S) misalnya Chalcopyrite

(CuFeS2), Galena (PbS), Sphalerit (ZnS).

3. Oksida, metal yang berikatan dengan oksigen misalnya karbonat, silikat.

4. Kompleks, yaitu lebih dari sati mineral berharga misalnya bahan bakar

(fuel), mineral industri (non metalik), azurite (2CuCO3.Cu(OH)2), dan

garnirit (H2(NiMg)SiO2).

Pengolahan mineral merupakan suatu proses pengolahan dengan

memanfaatkan perbedaan - perbedaan sifat fisik bijih untuk memperoleh mineral

berharga. Bijih (ore) adalah mineral dalam kelompok mineral yang terkonsentrasi

cukup di alam yang dapat ditambang atau diolah dengan teknologi yang pada

masa itu ada (eksisting) yang ketika dijual mendapat keuntungan. Faktor-faktor

yang menentukan suatu endapan mineral disebut bijih yaitu: [Sudarsono, 1994]

1. Pencapaian endapan (lokasi) : power, air, bahan baker, dan lain-lain

2. Bentuk dan konsentrasi metal dalam endapan

3. Permintaan dan harga metal

4. Sifat dan bentuk ”gangue mineral”

5. Agregasi dan dessiminasi mineral berharga

6. Sifat impurities

Pengolahan mineral di gunakan untuk mendapatkan hasil konsentrat yang

baik dan siap untuk diolah lebih lanjut terdapat beberapa tahap yang harus

dilaluinya, yaitu :

Page 2: BAB II

4

1. Kominusi yaitu operasi pengecilan ukuran mineral sesuai kebutuhan,

melibrasi ikatan antar mineral, mengekspos atau menyiapkan ukuran

sesuai keinginan, tahapannya crushing dan grinding.

2. Konsentrasi yaitu pemisahan mineral berharga dari tidak berharga, dengan

memanfaatkan sifat-sifat fisik (densitas, listrik, magnet, permukaan dan

suka tidaknya terhadap air), metodenya gravity separation, electro

separation, magnetic separation, dan flotation.

Dalam penglohhan terdapat suatu perhitungan yang di sebut dengan material

balance, perhitnguan ini digunakan sebagai parameter untuk mengetahui operasi

itu baik atau tidak:

1. Recovery

R =

KkFf ...................................................................................................... (2.1)

dimana Kk : massa mineral berharga di konsentrat

Ff : massa mineral berharga di umpan

2. Nisbah Konsentrasi

Banyaknya umpan (feed) yang diperlukan untuk memperoleh satu ton

konsentrat.

NK =

FK ................................................................................................... (2.2)

Material Balance total yang diolah adalah F = K + T

F=K+T ...................................................................................................

(2.3)

2.2 Kominusi

Kominusi adalah salah satu tahapan dalam pengolahan bahan galian. Pada

proses kominusi, bijih atau mineral dari tambang yang berukuran besar lebih dari

1 meter dapat dikecilkan menjadi berukuran kurang dari 100 mikron. Kominusi

adalah proses mereduksi ukuran butir atau proses meliberasi bijih. Yang dimaksud

dengan proses meliberasi bijih adalah proses melepaskan bijih tersebut dari

ikatannya yang merupakan gangue mineral dengan menggunakan alat crusher

Page 3: BAB II

5

atau grinding mill. Operasi pengecilan ukuran bijih umumnya dibagi dalam dua

tahapan yaitu operasi peremukan atau crushing dan operasi penggerusan atau

grinding.

Peremukan (crushing) merupakan proses reduksi ukuran dari bahan galian

langsung dari tambang (ROM = run of mine) dan berukuran besar (diameter

sekitar 100 cm) menjadi ukuran 20 – 25 cm bahkan bisa sampai ukuran 2.5 cm

atau lebih kecil. Proses crushing terbagi kedalam tiga tahapan yaitu :[Wawan,

2012]

1. Primary Crushing

Merupakan tahap penghancuran yang pertama, dimana umpan berupa

bongkah-bongkah besar yang berukuran ± 84 x 60 inchi dan produknya

berukuran 4 inchi. (http://kuliahd3fatek.blogspot.com/2009/05)

2. Secondary Crushing

Merupakan tahap penghancuran kelanjutan dari primary crushing, dimana

umpan berukuran lebih kecil dari 6 inchi produkta berukuran 0.5 inchi.

3. Fine Crushing (Grinding Mill)

Milling merupakan proses kelanjutan dari primary crushing dan secondary

crushing. Proses penghancuran dalam milling menggunakan shearing stress.

Operasi penggerusan merupakan tahap akhir dari operasi pengecilan ukuran

bijih atau kominusi. Pada tahap ini bijih dikecilkan ukuran dilakukan sampai pada

ukuran pemisahan. Penggerusan terjadi akibat adanya gaya luar yang bekerja atau

diterapkan pada bijih dan gaya tersebut harus lebih besar dari kekuatan bijih yang

akan diremuk. Mekanisme grinding terdiri dari :

1. Menggelincir ( Cascade)

Cascade terjadi pada putaran rendah dimana bola naik kemudian turun

menggelincir diatas media yang naik. Gaya yang digunakan adalah kikisan da

kompresi. Kikisan merupakan akibat adanya bola yang menggelinding dan

kompresi merupakan akibat gaya berat yang diterima dari media bola untuk

material yang dibawah. Dan hasil dari ini produknya halus.

2. Jatuh bebas ( cataract )

Page 4: BAB II

6

Cataract terjadi pada putaran tinggi dan penggerusan terjadi oleh gaya

impact dan kompresi impact terjadi karena akibat adanya bola yang jatuh

bebas. Dan hasilnya produknya kasar.

2.3 Milling

Milling merupakan proses kelanjutan dari primary crushing dan secondary

crushing. Reduksi ukuran dengan proses crushing mempunyai keterbatasan dalam

hal ukuran akhir partikel. Untuk reduksi ukuran lebih lanjut, harus dilakukan

proses milling. Milling atau bisa disebut juga grinding merupakan proses

powdering atau pulverizing dengan menggunakan gaya mekanika batuan seperti

impak, kompresi, penggesekan, dan penggerusan. [Prijono, A., 1997]

Proses penghancuran dalam milling menggunakan shearing stress. Milling

diklasifikasikan menjadi beberapa macam berdasarkan bentuk cell dan grinding

media. Berdasarkan bentuk milling shell, milling dibedakan menjadi tiga bentuk

yaitu :

1. Cylinder

Tube mill merupakan salah satu contoh mill yang memiliki shell berbentuk

silinder. Pada tube mill ini produk yang dihasilkan sedikit kasar dan dalam

proses penghancurannya diperlukan penambahan air sehingga terjadi

pencampuran dengan material menjadi pulp.

2. Conical

Hardinge conical mill merupakan salah satu contoh mill yang memiliki

shell berbentuk conical. Produk yang dihasilkan halus, lebih halus dari pada

produk yang dihasilkan cylinder mill.

3. Cylindro Conical

Mill jenis ini menghasilkan produk bevariasi yaitu halus dan kasar,

bentuk shell merupakan penggabungan antara bentuk cylinder dan conical.

Berdasarkan grinding media yang digunakan pada proses penggerusan,

milling dibedakan menjadi empat jenis yaitu :

1. Ball mill

Ball mill menggunakan media gerus berbentuk bola yang terbuat dari baja.

2. Peable Mill

Page 5: BAB II

7

Peable mill menggunakan media gerus berupa batuan yang sangat keras.

3. Autogeneous Mill

Autogeneous mill menggunakan media gerus berupa bijih itu sendiri.

4. Rod Mill

Grinding media pada rod mill adalah batang – batang baja.

Milling memiliki sel yang kecepatan putarnya di kategorikan sebagai berikut:

1. Kecepatan Kritis

Yaitu kecepatan putar cell pada operasi milling dimana pada saat itu

grinding media menempel pada dinding cell sehingga tidak terjadi proses

abrasi maupun impact.

2. Cataracting

Adalah kecepatan putar dari cell mill dimana grinding media akan

menimbukan impact yang lebih besar dibandingkan abrasi.

3. Cascading

Yaitu kecepatan putar pada cell mill pada operasi milling yang

mengakibatkan grinding media lebih dominan bekerja secara abrasi maupun

impact.

2.4 Rod Mill

Grinding media pada rod mill adalah batang – batang baja. Umpan yang

digunakan berukuran kecil, karena bila materialnya terlalu besar maka akan

menimbulkan cataracting akibatnya batangan baja akan patah. Dengan adanya

rod maka tidak akan mengalami over grinding, hal ini karena rod tersebut saling

sejajar sehingga umpan yang telah halus tidak akan mengalami penghancuran lagi.

Dimensi Panjang (L) jauh lebih besar daripada diameter (L > D), pada umumnya

panjang mill 1.5 sampai 2.5 kali diameternya. Rod mill dapat diklasifikasikan

berdasarkan cara mengeluarkan produknya, yaitu:

1. Overflow mill

Umpan masuk dari salah satu ujung mill, dan keluar dari ujung lainnya

secara overflow. Jenis overflow mill ini banyak digunakan pada penggerusan

cara basah.

Page 6: BAB II

8

2. Centre peripheral discharge mill

Umpan masuk pada kedua ujung mill, dan produk keluar dari bagian

tengan shell. Pengeluaran produk dengan jenis ini dapat dilakukan dengan

cara basah maupun cara kering. Mill dengan jenis ini menghasilkan produk

yang relatif kasar.

3. End peripheral discharge mill

Umpan masuk pada salah satu ujung mill, dan produk keluar dari ujung

yang lainnya melalui shell. Jenis mill ini biasanya digunakan untuk

penggerusan dengan cara kering. Pada cara basah air berfungsi sebagai alat

transportasi untuk membawa bijih yang sudah berukuran halus ke tempat

yang sesuai dengan ukurannya. Bijih yang sudah halus akan terdorong air ke

arah pengeluaran. Rod mill umumnya beroperasi dengan 30% – 35% solid.