Bab II

6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesetimbangan Fasa Materi terdiri dari tiga wujud, yaitu cair, padat, dan gas. Setiap wujud ini disebut fasa, yang merupakan bagian homogen suatu sistem yang bersentuhan dengan bagian sistem yang lain dengan batas yang jelas. Perubahan fasa yaitu peralihan dari satu fasa ke fasa lain, terjadi apabila energi ditambahkan atau dilepaskan. Perubahan fasa merupakan perubahan fisis yang ditandai dengan perubahan dalam keteraturan molekul. Molekul-molekul dalam wujud padat memiliki keteraturan tertinggi, dan molekul-molekul dalam fasa gas memiliki keacakan tertinggi (Rahmadi, 2012). Tekanan dan temperature menentukan keadaan suatu materi kesetimbangan fasa dari materi yang sama. Kesetimbangan fasa dari suatu system harus memenuhi syarat berikut : a. Sistem mempunyai lebih dari satu fasa meskipun materinya sama b. Terjadi perpindahan reversibel spesi kimia dari satu fasa ke fasa lain c. Seluruh bagian system mempunyai tekanan dan temperature sama (Widjajanti, 2008).

description

kcc kuc

Transcript of Bab II

Page 1: Bab II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kesetimbangan Fasa

Materi terdiri dari tiga wujud, yaitu cair, padat, dan gas. Setiap wujud ini disebut fasa, yang merupakan bagian homogen suatu sistem yang bersentuhan dengan bagian sistem yang lain dengan batas yang jelas. Perubahan fasa yaitu peralihan dari satu fasa ke fasa lain, terjadi apabila energi ditambahkan atau dilepaskan. Perubahan fasa merupakan perubahan fisis yang ditandai dengan perubahan dalam keteraturan molekul. Molekul-molekul dalam wujud padat memiliki keteraturan tertinggi, dan molekul-molekul dalam fasa gas memiliki keacakan tertinggi (Rahmadi, 2012).

Tekanan dan temperature menentukan keadaan suatu materi kesetimbangan fasa

dari materi yang sama. Kesetimbangan fasa dari suatu system harus memenuhi syarat

berikut :

a. Sistem mempunyai lebih dari satu fasa meskipun materinya sama

b. Terjadi perpindahan reversibel spesi kimia dari satu fasa ke fasa lain

c. Seluruh bagian system mempunyai tekanan dan temperature sama

(Widjajanti, 2008).

2.2 Distilasi

Kolom distilasi adalah sarana melaksanakan operasi pemisahan komponen-

komponen dari campuran fasa cair, khususnya yang mempunyai perbedaan titik didih

dan tekanan uap yang cukup besar. Perbedaan tekanan uap tersebut akan

menyebabkan fasa uap yang ada dalam kesetimbangan dengan fasa cairnya

mempunyai komposisi yang perbedaannya cukup signifikan. Fasa uap mengandung

lebih banyak komponen yang memiliki tekanan uap rendah, sedangkan fasa cair

lebih benyak menggandung komponen yang memiliki tekanan uap tinggi.

Kolom distilasi dapat berfungsi sebagai sarana pemisahan karena system

perangkat sebuah kolom distilasi memiliki bagaian-bagian proses yang memiliki

fungsi-fungsi:

Page 2: Bab II

1. Menguapkan campuran fasa cair (terjadi di reboiler)

2. Mempertemukan fasa cair dan fasa uap yang berbeda komposisinya (terjadi di

kolom distilasi)

3. Mengondensasikan fasa uap (terjadi di kondensor)

Konsep pemisahan dengan cara distilasi merupakan sintesa pengetahuan dan

peristiwa-peristiwa:

1. Kesetimbangan fasa

2. Perpindahan massa

3. Perpindahan panas

4. Perubahan fasa akibat pemanasan (penguapan)

5. Perpindahan momentum

Konsep pemisahan secara distilasi tersebut dan konsep konstruksi heat exchanger

serta konstruksi sistem pengontak fasa uap-cair disintesakan, menghasilkan system

pemroses distilasi yang tersusun menjadi integrasi bagian-bagian yang memiliki

fungsi berbeda-beda (Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II ITB,

2009).

2.3 Kesetimbangan Uap-Cair

Komposisi uap yang berada dalam kesetimbanagn dengan suatu cairan yang

terdiri dari komponen-komponen dengan komposisi tertentu ditentukan secara

eksperimen.

Data komposisi uap ditampilkan pada diagram komposisi versus temperatur

seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2.3

Page 3: Bab II

Gambar 2.1 Diagram Komposisi Temperatur

(Syahidin, 2008)

Tampilan data kesetimbangan uap-cair yang normal diperlihatkan oleh Gambar

2.3a, kurva ABC menunjukkan suatu cairan dengan berbagai komposisi yang

mendidih pada berbagai temperatur, dan kurva ADC menunjukkan komposisi uapnya

pada berbagai temperatur yang bersangkutan. Contoh, suatu cairan dengan komposisi

x1 akan mendidih pada temperatur T1, dan komposisi uap yang berada dalam

kesetimbangan dengan cairan tersebut adalah y1 (ditunjukkan oleh titik D).

Berdasarkan kurva-kurva dalam Gambar 2.3a, b dan c dapat disimpulkan bahwa

untuk sembarang cairan dengan komposisi x1 akan menghasilkan uap dengan

komposisi tertinggi dimiliki oleh komponen (zat) yang lebih mudah menguap

(volatile). Di sini simbol-simbol x dan y menunjukkan fraksi mol komponen yang

lebih volatile di dalam cairan dan di dalam uap.

Pada Gambar 2.3b dan c terdapat suatu komposisi kritis (critical composition)

xg. Pada titik ini uap memiliki komposisi yang sama dengan cairan, dengan demikian

tidak ada perubahan yang terjadi pada proses pendidihan. Campuran kritis itu disebut

azeotrope. Diagram-diagaram yang disajikan di atas berlaku untuk kondisi tekanan

konstan (Syahidin, 2008).

2.4 Karakteristik Bahan

2.4.1 Asam Asetat (CH3COOH)

Asam asetat merupakan asam lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian

menjadi ion H+ dan CH3COO-. Senyawa ini bersifat korosif. Asam asetat

diproduksi secara sintetis maupun secara alami melaui fermentasi bakteri.

Adapun cara yang paling popular dalam pembuatan asam asetat melalui

karbonilasi methanol. Dalam proses ini methanol dan karbon monoksida bereaksi

membentuk asam asetat (Pratiwi, 2011).

2.4.2 Aquadest (H2O)

Air adalah zat kimia yang istimewa, terdiri dari dua atom hidrogen dan

satu atom oksigen. Air mempunyai titik didih yang tinggi. Air mempunyai massa

jenis yang lebih kecil dalam keadaan beku bila dibandingkan dengan keadaan

Page 4: Bab II

cair. Air mempunyai tegangan permukaan yang sangat tinggi. Tegangan

permukan tersebut berguna untuk gaya kapilaritas air. Air adalah pelarut yang

baik karena kepolarannya, konstanta dielektrik yang tinggi dan ukurannya yang

kecil, terutama untuk senyawa ionik dan garam yang polar (Fitriani, dkk., 2013).

2.4.3 Phenolphthalein (C20H14O4)

Phenolpthelein dikenal sebagai indikator asam-basa. Dapat disintesis oleh reaksi

kondensasi dari fenol dan anhidra phtalic. Dalam larutan air dengan nilai pH di

bawah 8,3, zat ini tidak berwarna. Pada pH = 10 berwarna seperti ungu-

raspberry. Pada pH di bawah 8,3, zat ini sepenuhnya sebagai fenol lakton.

Namun, dalam media basa yang sangat kuat (pH≥14) warnanya berubah lagi, ini

merupakan transformasi menjadi karbinol. Dalam kondisi pH<13 tidak mungkin

terjadi pembentukan karbinol. Penggunaan phenolpthalein sebagai indikator

memiliki aturan terbatas pada larutan basa dengan konsentrasi ≤ 0,1 mol/L

(Petrusevski dan Risteska, 2007).

2.4.4 Natrium Hidroksida (NaOH)

Natrium hidroksida murni berbentuk putih padat dan tersedia dalam

bentuk pelet, serpihan, butiran, dan larutan jenuh 50%. NaOH bersifat lembab

cair dan secara spontan menyerap karbon dioksida dari udara bebas. NaOH juga

sangat larut dalam air dan akan melepaskan kalor ketika dilarutkan dalam air.

Larutan NaOH meninggalkan noda kuning pada kain dan kertas (Prasetya dkk.,

2013).