BAB II
-
Upload
shafrina-agustia -
Category
Documents
-
view
5 -
download
0
description
Transcript of BAB II
BAB IILANDASAN TEORI
A. Konsep Harga diri Rendah
1. Definisi
Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan
tidak bertanggung jawab atas kehidupannya sendiri. Jika individu sering gagal maka
cenderung harga diri rendah. Harga diri rendah jika kehilangan kasih sayang dan
penghargaan orang lain. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain, aspek
utama adalah diterima dan menerima penghargaan dari orang lain (Stuart, 2007).
2. Etiologi
1. Predisposisi
a. penolakan orang tua
b. harapan orang tua yang tidak relistis
c. kegagalan yang berulang kali
d. kurang mempunyai tanggungjawab personal
e. ketergantungan pada orang lain
f. ideal diri yag tidak realistis
2. Presipitasi
a. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan
kejadian yang megancam.
b. Ketegangan peran beruhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan
dimana individu mengalami frustrasi. Ada tiga jenis transisi peran:
1) Transisi peran perkembangan adalah perubahan normatif yang berkaitan
dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap perkembangan dalam
kehidupan individu atau keluarga dan norma-norma budaya, nilai-nilai
tekanan untuk penyesuaian diri.
2) Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau berkurangnya anggota
keluarga melalui kelahiran atau kematian.
3) Transisi peran sehat sakit sebagai akibat pergeseran dari keadaan sehat ke
keadaan sakit. Transisi ini mungkin dicetuskan oleh kehilangan bagian
tubuh, perubahan ukuran, bentuk, penampilan dan fungsi tubuh, perubahan
fisik, serta prosedur medis dan keperawatan.
7
8
3. Tanda dan gejala
Menurut Keliat (2006) gejala klinis yang ditunjukkan oleh pasien harga diri
rendah kronis adalah sebagai berikut:
1. Perasaan malu pada diri
2. Rasa bersalah terhadap diri sendiri
3. Merendahkan martabat misalnya, saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya memang
bodoh dan tidak tahu apa-apa.
4. Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri, klien tak mau bertemu orang lain,
lebih suka menyendiri.
5. Percaya diri kurang, klien sukar mengambil keputusan yang suram mungkin
memilih alternatif tindakan.
6. Mencederai diri dan akibat HDR disertai dengan harapan yang suram mungin klien
ingin mengakhiri kehidupan.
4. Jenis-jenis harga diri rendah
Jenis-jenis harga diri rendah menurut Kelliat (2006) adalah sebagai berikut:
1. Situasional
yaitu terjadi trauma yang tiba tiba, misal harus operasi, kecelakaan, dicerai suami,
putus sekolah, putus hubungan kerja, dll.
2 Kronis
Perasaan negatif terhadap diri sudah berlangsung lama yaitu sebelum sakit atau
dirawat. Klien ini mempunyai cara berpikir yang negatif, kejadian sakit yang
dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya. Adapun akibat harga
diri rendah berkepanjangan (kronis) adalah sebagai berikut:
a. Klien akan mengisolasi diri dari lingkungan dan akan menghindar dengan orang
lain.
b. Jika berlangsung lama tanpa adanya intervensi yang terapeutik dapat
menyebabkan terjadinya kekacauan identitas dan akhirnya terjadi di
personalisasi. Kekacauan identitas adalah kegagalan individu
mengintegrogasikan aspek-aspek. Depersonalisasi adalah perasaan tidak realita
dan asing terhadap diri sendiri yang berhubungan dengan kecemasan,
kepanikan, serta tidak dapat meredakan dirinya dengan orang lain.
9
5. Retang respon
6. Pohon masalah
Menurut Keliat (2006) mengemukakan untuk memudahkan penyusunan diagnosa
keperawatan, maka disusun pohon masalah.
7. Masalah keperawatan dan data yang perlu di kaji
1. Menarik diri (isolasi sosial)
2. Harga diri rendah
3. Defisit perawatan diri
8. Diagnosa keperawatan
1. Kerusakan nteraksi sosial : menarik diri (isolasi sosial)
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
3. Defisit perawatan diri
Respon adaptif Respon maladaptif
Konsep Diripositif
AktualisasiDiri
Harga diriRendah kronis
Keracunan Identitas
Depersonalisasi
Resiko perilaku kekerasan
Perubahan persepsi sensori Halusinasi
Kerusakan interaksi sosialMenarik diri (isolasi sosial)
Gangguan Konsep diri: harga diri rendah
Defisit Perawatan Diri
Koping individu tidak efektif
10
9. Rencana tindakan keperawatan
Tujuan Umum:
Klien tidak terjadi gangguan konsep diri: harga diri rendah/klien akan meningkatkan
harga diri nya.
Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
1. Bina hubungan saling percaya: salam terpeutik perkenalan diri, jelaskan tujuan
interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas
(waktu,tempat dan topik pembicaraan)
2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
3. Sediakan waktu untuk mendengar klien.
4. Katakan pada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga dan
bertanggung jawab serta mamu menolong dirinya sendiri.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Tindakan:
1. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat didiskusikan kemampuan dan
aspek positif ysng dimiliki.
2. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien, klien utamakan
member pujian yang realistik
3. Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
3. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
Tindakan :
1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang kerumah.
4. Klien dapat menetapkan/merencanakan kegiatan yang sesuai dengan kemampuan
yang dimiliki.
Tindakan:
1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai
kemampuan.
2. Tingkatkan kegiatan sesuai denga toleransi kondisi klien
3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai sesuai kondisi dan kemampuan.
11
Tindakan:
1. Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
2. Beri pujian atas keberhasilan kita.
3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
B . Konsep Terapi Penghentian Pikiran (thought stopping)
1. Definisi
Terapi penghentian pikiran (thought stopping) merupakan salah satu jenis
psikoterapi yang menekankan dan meningkatkan kemampuan berfikir. Terapi ini
merupakan bagian dari terapi perilaku behavior yang dapat digunakan untuk
membantu klien mengubah proses berpikir (Videbeck, 2008). Laraia (2009)
menjelaskan bahwa terapi penghentian pikiran yang sebagai suatu proses
menghentikan pikiran mengganggu. Terapi penghentian pikiran merupakan teknik
yang digunakan untuk meminimalkan distress akibat pikiran yang tidak diinginkan
(O’Neill & Whittal, 2002). Terapi penghentian pikiran pikiran merupakan suatu cara
yang dapat dilatih untuk menghentikan pikiran yang mengganggu atau tidak
diinginkan (Pasaribu, 2012)
2. Tujuan
Terapi penghentian pikiran (thought stopping) bertujuan untuk mengeliminasi
pikiran yang tidak diharapkan serta tidak realistic, tidak produktif serta menghasilkan
ansietas (O’Neill & Whittal, 2002).
3. Prinsip
Prinsip pelaksanaan terapi ini adalah kontrol pikiran negatif yang mengganggu.
Keberhasilan terapi ini bergantung sejauh mana klien mampu mengendalikan pikiran
sehingga berhasil mengusir pikiran negatif. Terapi penghentian pikiran dapat
dilakukan sebagai variasi menghentikan pikiran yang tidak menyenangkan atau
memutuskan pikiran atau obsesi yang mengancam. Kontrol pikiran dilakukan dengan
cara memutuskan pikiran negatif yang mengganggu dengan caradistraksi (Townsend,
2009). Distraksi akan memutuskan atau menghambat pikiran otomatis dan menggiring
klien untuk berpikir alternative yang lebih adaptif. Klien diajarkan berteriak “STOP”
dengan keras saat pikiran negatif muncul kembali. Teriakan “STOP” merupakn
distraksi untuk memutus pikiran negatif. Teknik sitraksi lain dapat berupa menarik
karet gelang pada pergelangan, memercik wajah dengan air dngin, dan lain-lain.
12
Teknik distraksi akan membuat klien berhenti memikirkan pikran negatif sehingga
terjadi blocking pada pemikirannya sehingga pikiran negatif dapat diputus.
4. Aktifitas
Aktivitas yang digunakan dalam okupasiterapi sangat dipengaruhi sangat
dipengaruhi oleh konteks terapi secara keseluruhan, lingkungan, sumber yang
tersedia, dan juga oleh kemampuan si terapis sendiri (pengetahuan, keterampilan,
minat dan kreativitasnya).
1. Jenis
Jenis aktivitas dalam okupasiterapi adalah :
a. Latihan gerak badan
b. Olahraga
c. Permainan
d. Kerajinan tangan
e. Kesehatan, kebersihan, dan kerapihan pribadi
f. Pekerjaan sehari-hari (aktivitas kehidupan sehari-hari)
g. Praktik pre-vokasional
h. Seni (tari, musik, lukis, drama, dan lain-lain)
i. Rekreasi (tamasya, nonton bioskop/drama, pesta ulang tahun dan lain-lain)
j. Diskusi dengan topik tertentu (berita surat kabar, majalah, televise, radio atau
keadaan lingkungan).
2. Karakteristik aktivitas
Aktivitas dalam okupasiterapi adalah segala macam aktivitas yang dapat
menyibukan seseorang secara produktif yaitu sebagai suatu media untuk belajar dan
berkembang, sekaligus sebagai sumber kepuasaan emosional maupun fisik.
Oleh karena itu setiap aktivitas yang digunakan dalam okupasiterapi harus
mempunyai karakteristi sebagai berikut :
a. Setiap gerakan harus mempunyai alasan dan tujuan terapi yang jelas. Jadi
bukan hanya sekedar menyibukan pasien
b. Mempunyai arti tertentu bagi pasien, artinya dikenal oleh atau ada
hubungannya dengan pasien.
13
c. Pasien harus mengerti tujuan mengerjakan kegiatan tersebut, dan apa
kegunaannya terhadap upaya penyembuhan penyakitnya.
d. Harus dapat melibatkan pasien secara aktif walaupun minimal.
e. Dapat mencegah lebih beratnya kecacatan atau kondisi pasien, bahkan harus
dapat meningkatkan atau setidak-tidaknya memelihara koondisinya.
f. Harus dapat member dorongan agar si pasien mau berlatih lebih giat sehingga
dapat mandiri.
g. Harus sesuai dengan minat, atau setidaknya tidak dibenci olehnya.
h. Harus dapat dimodifikasi untuk tujuan peningkatan atau penyesuaian dengan
dengan kemampauan pasien.
Faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih aktivitas:
a. Apakah bahan yang digunakan merupakan yang mudah dikontrol, ulet, kasar,
kotor, halus dan sebagainya.
b. Apakah aktivitas rumit atau tidak
c. Apakah perlu dipersiapkan sebelum dilaksanakan
d. Cara pemberian instruksi bagaimana
e. Bagaimana kira-kira setelah hasil selesai
f. Apakah perlu pasien membuat keputusan
g. Apakah perlu konsentrasi
h. Interaksi yang mungkin terjadi apakah menguntungkan
i. Apakah diperlukan kemampuan berkomunikasi
j. Berapa lama dapat diselesaikan
k. Apakah dapat dimodifikasi sedemikian rupa sehingga dapat disesuaikan
dengan kemampuan dan keterampilan pasien, dan sebagainya.
3. Pelaksanaan Terapi Okupasi Kerajinan Tangan
a. Proses terapi
Setelah pasien berada diunit okupasi terapi maka terapis akan bertindak sebagai
berikut:
1) Koleksi data
Data biasa didapatkan dari kartu rujukan atau status pasien, dengan
mengadakan interview dengan pasien atau keluarganya. Data ini diperlukan
14
untuk menyusun rencana terapi bagi pasien. Proses ini dapat berlangsung
beberapa hari sesuai dengan kebutuhan.
2) Analisa data dan identifikasi masalah
Dari data yang terkumpul dapat ditarik suatu kesimpulan sementara tentang
masalah dan atau kesulitan pasien. Dalam hal ini ditemukan masalah
keperawatan harga diri rendah.
3) Penentuan tujuan
Dari masalah dan latar belakang pasien maka dapat disusun daftar tujuan
terapi sesuai dengan prioritas baik jangka pendek maupun jangka panjangnya.
4) Penentuan aktivitas
Setelah tujuan terapi ditetapkan maka dipilihlah aktivitas yang dapat mencapai
tujuan terapi tersebut. Dalam proses ini pasien dapat diikut sertakan dalam
menentukan jenis kegiatan yang kan dilaksanakan sehingga pasien merasa ikut
bertanggung jawab atas kelancaran pelaksanaannya. Dalam hal ini harus diingat
bahwa aktivitas itu sendiri tidak akan menyembuhkan penyakit, tetapi hanya
sebagai media untuk dapat mengerti masalahnya dan mencoba mengatasinya
dengan bimbingan terapis. Pasien itu sendiri harus diberitahu alasan-alasan
mengenai dia harus mengerjakan aktivitas tersebut sehingga dia sadar dan
diharapkan akan mengerjakannya dengan aktif.
5) Evaluasi
Evaluasi harus dilaksanakan secara teratur dan terencana sesuai dengan
tujuan terapi. Hal ini perlu agar dapat menyesuaikan program terapi selanjutnya
sesuai dengan perkembangan pasien yang ada. Dari hasil evaluasi dapat
direncanakan kemudian mengenai penyesuaizn jenis aktivitas yanga kan
diberikan. Namun dalam hal tertentu penyesuain aktivitas dapat dilakukan
setelah bebrapa waktu setelah melihat bahwa tidak ada kemajuan atau kurang
efektif terhadap pasien.
Hal-hal yang perlu di evalausi antara lain adalah sebagi berikut:
1) Kemampuan membuat keputusan
2) Tingkah laku selama bekerja
3) Kesadaran adanya orang lain yang bekerja bersama dia dan yang mempunyai
kebutuhan sendiri
4) Cara memperlihatkan emosi (spontan, wajar, jelas, dan lain-lain)
15
5) Inisiatif dan tanggung jawab
6) Kemampuan untuk diajak atau mengajak berunding
7) Menyatakan perasaan tanpa agresi
8) Kompetisi tanpa permusuhan
b. Pelaksanaan
1) Metode Okupasi terapi dapat dilakukan secara individu
2) Waktu
Terapi okupasi mulai dilaksanakan pada hari Senin tanggal 2 Juni 2014,
dilakukan selama 60 menit setiap pertemuan, terdiri dari 3x pertemuan dalam
seminggu yaitu hari Senin, Rabu, dan Jumat. Pelaksanaan terapi okupasi
dilakukan dengan hari yang berselang-seling agar tidak membuat pasien jenuh.
Pelaksanaan dibagi menjadi dua bagian yaitu 50 menit untuk menyelesaikan
kegiatan-kegiatan dan 10 menit untuk diskusi. Dalam diskusi ini dibicarakan
mengenai pelaksanaan kegiatan tersebut, antara lain alat bahan yang digunakan,
cara pembuatan, kesulitan yang dihadapi, kesan mengarahkan diskusi tersebut
kearah yang sesuai dengan tujuan terapi.
Sesi 1 : Pengkajian
- Mengungkapkan pengalaman HDR serta pikiran otomatis negative
tentng diri sendiri.
- Perasaan perilaku negatif yang dialami pasien
- Kemampuan positif yang dapat dilatih
Sesi 2 : Terapi okupasi
- Menjelaskan cara pembuatan kemoceng, alat dan bahan yang
digunakan
- Memotong tali raffia pendek sekitar 20 cm dan tali raffia panjang
2-3 meter.
- Mengikat tali raffia pendek ke tali raffia panjang
- Memvalidasi perasaan pasien
- Memberikan reinforcement positif
- Membuat kontrak selanjutnya
Sesi 2: Terapi okupasi
16
- Memvalidasi perasaan pasein
- Menyisir tali raffia menjadi halus
- Memberikan reinforcement positif
- Memvalidasi perasaan pasien
- Membuat kontrak selanjutnya
Sesi 3 : Terapi okupasi
- Melanjutkan Menyisir tali raffia menjadi halus
- Mengikat ke tangkai bamboo
- Memberikan reinforcement positif
- Memvalidasi perasaan pasien
-
Sesi 4 : Evaluasi
- Evaluasi terapi okupasi: kegiatan kerajian tangan membuat
kemoceng
- Mengevaluasi kemajuan dan perkembangan terapi
- Memfokuskan terapi
- Mengevaluasi perasaan positif dan negative klien terhadap terapi
c. Terminasi
Keikutsertaan seseorang pasien dalam kegiatan okupasiterapi dapat diakhiri
dengan dasar bahwa pasien
1) Mampu mengatasi persolannya
2) Mengikuti progracm lainnya sebelum okupasi terapi
4. Prosedur Membuat Kemoceng
a. Bahan-Bahan yang Diperlukan:
1) Tali Rafia secukupnya
2) Batang kayu sepanjang 30-40 Cm
b. Alat-Alat yang Digunakan:
1) Gunting;
2) Cutter/Pemotong;
3) Sisir paku (terbuat dari kayu dan ditancapi paku runcing)
4) Jarum/Peniti
c. Cara Membuatnya:
17
1) Potong tali Rafia dengan ukuran 20-30 Cm untuk membuat helai rambut (tali
pendek);
2) Rentangkan tali Rafia sepanjang 2-3 m (tali panjang) sebagai tali pengikat
utama;
3) Ikatan sebanyak mungkin tali Rafia yang sudah dipotong (pendek) dengan
bentuk terbagi dua sama panjang pada rentangan tali pengikat utama;
4) Jika ikatan pada tali pengikat utamanya sudah banyak dan memanjang hingga 2-
3 m, sisir menggunakan sisir paku hingga berbentuk serabut atau helai rambut
tipis, kecil, dan halus. Jika belum mempunyai sisir paku, bisa menggunakan
jarum atau peniti untuk menyayat dan membentuk rafia menjadi serabut halus;
5) Jika sudah halus, potong bagian rambut yang belum rapi menggunakan gunting
agar sama panjang;
6) Setelah rapi, ikatkan dengan kencang melingkar (spiral) pada batang kayu
dimulai dari atas hingga ke bawah (sekitar 3/4 ukuran batang kayu);
7) Sisihkan tempat (1/4 ukuran batang kayu) sebagai pegangan dan hias serta buat
tempat gantungan menggunakan sisa tali Rafia.
III. Alat Ukur
Dalam penerapan evidence based ini, kelompok menggunakan alat ukur “Self Esteem
Scale” yang diadobsi dari Rosenberg (1965) yang telah diterjemahkan kedalam bahasa
Indonesia oleh kelompok dan lembar observasi yang acuannya diperoleh dari tanda dan
gejala harga diri rendah. Untuk kuesioner dengan jumlah 10 pernyataan, dimana 6
pernyataan negatif, dan 4 pernyataan positif. Untuk penilaian skor pernyataan positif
sangat setuju diberi nilai 3, setuju diberi nilai 2, tidak setuju diberi nilai 1 dan sangat
tidak setuju diberi nilai 0. Sedangkan untuk pernyataan negatif kebalikan dari pernyataan
positif. Jadi jumlah total semuanya adalah 36. Pasien dikatakan mengalami Harga diri
rendah (HDR) jika jumlah skor kurang dari 15. Alat ukur lembar observasi yang
digunakan berdasarkan tanda dan gejala yang diadopsi dari tanda dan gejala menurut
Fitriana (2009) dalam Direja (2010). Kelompok menggolongkannya kedalam 10 tanda
dan gejala harga diri rendah kronis.