BAB II

17
BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Harga diri Rendah 1. Definisi Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan tidak bertanggung jawab atas kehidupannya sendiri. Jika individu sering gagal maka cenderung harga diri rendah. Harga diri rendah jika kehilangan kasih sayang dan penghargaan orang lain. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain, aspek utama adalah diterima dan menerima penghargaan dari orang lain (Stuart, 2007). 2. Etiologi 1. Predisposisi a. penolakan orang tua b. harapan orang tua yang tidak relistis c. kegagalan yang berulang kali d. kurang mempunyai tanggungjawab personal e. ketergantungan pada orang lain f. ideal diri yag tidak realistis 2. Presipitasi a.Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan kejadian yang megancam. b.Ketegangan peran beruhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan dimana individu mengalami frustrasi. Ada tiga jenis transisi peran: 1) Transisi peran perkembangan adalah perubahan normatif yang berkaitan dengan pertumbuhan. 7

description

hdr

Transcript of BAB II

Page 1: BAB II

BAB IILANDASAN TEORI

A. Konsep Harga diri Rendah

1. Definisi

Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan

tidak bertanggung jawab atas kehidupannya sendiri. Jika individu sering gagal maka

cenderung harga diri rendah. Harga diri rendah jika kehilangan kasih sayang dan

penghargaan orang lain. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain, aspek

utama adalah diterima dan menerima penghargaan dari orang lain (Stuart, 2007).

2. Etiologi

1. Predisposisi

a. penolakan orang tua

b. harapan orang tua yang tidak relistis

c. kegagalan yang berulang kali

d. kurang mempunyai tanggungjawab personal

e. ketergantungan pada orang lain

f. ideal diri yag tidak realistis

2. Presipitasi

a. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan

kejadian yang megancam.

b. Ketegangan peran beruhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan

dimana individu mengalami frustrasi. Ada tiga jenis transisi peran:

1) Transisi peran perkembangan adalah perubahan normatif yang berkaitan

dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap perkembangan dalam

kehidupan individu atau keluarga dan norma-norma budaya, nilai-nilai

tekanan untuk penyesuaian diri.

2) Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau berkurangnya anggota

keluarga melalui kelahiran atau kematian.

3) Transisi peran sehat sakit sebagai akibat pergeseran dari keadaan sehat ke

keadaan sakit. Transisi ini mungkin dicetuskan oleh kehilangan bagian

tubuh, perubahan ukuran, bentuk, penampilan dan fungsi tubuh, perubahan

fisik, serta prosedur medis dan keperawatan.

7

Page 2: BAB II

8

3. Tanda dan gejala

Menurut Keliat (2006) gejala klinis yang ditunjukkan oleh pasien harga diri

rendah kronis adalah sebagai berikut:

1. Perasaan malu pada diri

2. Rasa bersalah terhadap diri sendiri

3. Merendahkan martabat misalnya, saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya memang

bodoh dan tidak tahu apa-apa.

4. Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri, klien tak mau bertemu orang lain,

lebih suka menyendiri.

5. Percaya diri kurang, klien sukar mengambil keputusan yang suram mungkin

memilih alternatif tindakan.

6. Mencederai diri dan akibat HDR disertai dengan harapan yang suram mungin klien

ingin mengakhiri kehidupan.

4. Jenis-jenis harga diri rendah

Jenis-jenis harga diri rendah menurut Kelliat (2006) adalah sebagai berikut:

1. Situasional

yaitu terjadi trauma yang tiba tiba, misal harus operasi, kecelakaan, dicerai suami,

putus sekolah, putus hubungan kerja, dll.

2 Kronis

Perasaan negatif terhadap diri sudah berlangsung lama yaitu sebelum sakit atau

dirawat. Klien ini mempunyai cara berpikir yang negatif, kejadian sakit yang

dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya. Adapun akibat harga

diri rendah berkepanjangan (kronis) adalah sebagai berikut:

a. Klien akan mengisolasi diri dari lingkungan dan akan menghindar dengan orang

lain.

b. Jika berlangsung lama tanpa adanya intervensi yang terapeutik dapat

menyebabkan terjadinya kekacauan identitas dan akhirnya terjadi di

personalisasi. Kekacauan identitas adalah kegagalan individu

mengintegrogasikan aspek-aspek. Depersonalisasi adalah perasaan tidak realita

dan asing terhadap diri sendiri yang berhubungan dengan kecemasan,

kepanikan, serta tidak dapat meredakan dirinya dengan orang lain.

Page 3: BAB II

9

5. Retang respon

6. Pohon masalah

Menurut Keliat (2006) mengemukakan untuk memudahkan penyusunan diagnosa

keperawatan, maka disusun pohon masalah.

7. Masalah keperawatan dan data yang perlu di kaji

1. Menarik diri (isolasi sosial)

2. Harga diri rendah

3. Defisit perawatan diri

8. Diagnosa keperawatan

1. Kerusakan nteraksi sosial : menarik diri (isolasi sosial)

2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah

3. Defisit perawatan diri

Respon adaptif Respon maladaptif

Konsep Diripositif

AktualisasiDiri

Harga diriRendah kronis

Keracunan Identitas

Depersonalisasi

Resiko perilaku kekerasan

Perubahan persepsi sensori Halusinasi

Kerusakan interaksi sosialMenarik diri (isolasi sosial)

Gangguan Konsep diri: harga diri rendah

Defisit Perawatan Diri

Koping individu tidak efektif

Page 4: BAB II

10

9. Rencana tindakan keperawatan

Tujuan Umum:

Klien tidak terjadi gangguan konsep diri: harga diri rendah/klien akan meningkatkan

harga diri nya.

Tujuan Khusus:

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya

Tindakan:

1. Bina hubungan saling percaya: salam terpeutik perkenalan diri, jelaskan tujuan

interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas

(waktu,tempat dan topik pembicaraan)

2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya

3. Sediakan waktu untuk mendengar klien.

4. Katakan pada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga dan

bertanggung jawab serta mamu menolong dirinya sendiri.

2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.

Tindakan:

1. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat didiskusikan kemampuan dan

aspek positif ysng dimiliki.

2. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien, klien utamakan

member pujian yang realistik

3. Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.

3. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.

Tindakan :

1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki

2. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang kerumah.

4. Klien dapat menetapkan/merencanakan kegiatan yang sesuai dengan kemampuan

yang dimiliki.

Tindakan:

1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai

kemampuan.

2. Tingkatkan kegiatan sesuai denga toleransi kondisi klien

3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.

5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai sesuai kondisi dan kemampuan.

Page 5: BAB II

11

Tindakan:

1. Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan

2. Beri pujian atas keberhasilan kita.

3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah

B . Konsep Terapi Penghentian Pikiran (thought stopping)

1. Definisi

Terapi penghentian pikiran (thought stopping) merupakan salah satu jenis

psikoterapi yang menekankan dan meningkatkan kemampuan berfikir. Terapi ini

merupakan bagian dari terapi perilaku behavior yang dapat digunakan untuk

membantu klien mengubah proses berpikir (Videbeck, 2008). Laraia (2009)

menjelaskan bahwa terapi penghentian pikiran yang sebagai suatu proses

menghentikan pikiran mengganggu. Terapi penghentian pikiran merupakan teknik

yang digunakan untuk meminimalkan distress akibat pikiran yang tidak diinginkan

(O’Neill & Whittal, 2002). Terapi penghentian pikiran pikiran merupakan suatu cara

yang dapat dilatih untuk menghentikan pikiran yang mengganggu atau tidak

diinginkan (Pasaribu, 2012)

2. Tujuan

Terapi penghentian pikiran (thought stopping) bertujuan untuk mengeliminasi

pikiran yang tidak diharapkan serta tidak realistic, tidak produktif serta menghasilkan

ansietas (O’Neill & Whittal, 2002).

3. Prinsip

Prinsip pelaksanaan terapi ini adalah kontrol pikiran negatif yang mengganggu.

Keberhasilan terapi ini bergantung sejauh mana klien mampu mengendalikan pikiran

sehingga berhasil mengusir pikiran negatif. Terapi penghentian pikiran dapat

dilakukan sebagai variasi menghentikan pikiran yang tidak menyenangkan atau

memutuskan pikiran atau obsesi yang mengancam. Kontrol pikiran dilakukan dengan

cara memutuskan pikiran negatif yang mengganggu dengan caradistraksi (Townsend,

2009). Distraksi akan memutuskan atau menghambat pikiran otomatis dan menggiring

klien untuk berpikir alternative yang lebih adaptif. Klien diajarkan berteriak “STOP”

dengan keras saat pikiran negatif muncul kembali. Teriakan “STOP” merupakn

distraksi untuk memutus pikiran negatif. Teknik sitraksi lain dapat berupa menarik

karet gelang pada pergelangan, memercik wajah dengan air dngin, dan lain-lain.

Page 6: BAB II

12

Teknik distraksi akan membuat klien berhenti memikirkan pikran negatif sehingga

terjadi blocking pada pemikirannya sehingga pikiran negatif dapat diputus.

4. Aktifitas

Aktivitas yang digunakan dalam okupasiterapi sangat dipengaruhi sangat

dipengaruhi oleh konteks terapi secara keseluruhan, lingkungan, sumber yang

tersedia, dan juga oleh kemampuan si terapis sendiri (pengetahuan, keterampilan,

minat dan kreativitasnya).

1.   Jenis

Jenis aktivitas dalam okupasiterapi adalah :

a. Latihan gerak badan

b. Olahraga

c. Permainan

d. Kerajinan tangan

e. Kesehatan, kebersihan, dan kerapihan pribadi

f. Pekerjaan sehari-hari (aktivitas kehidupan sehari-hari)

g. Praktik pre-vokasional

h. Seni (tari, musik, lukis, drama, dan lain-lain)

i. Rekreasi (tamasya, nonton bioskop/drama, pesta ulang tahun dan lain-lain)

j. Diskusi dengan topik tertentu (berita surat kabar, majalah, televise, radio atau

keadaan lingkungan).

2.   Karakteristik aktivitas

Aktivitas dalam okupasiterapi adalah segala macam aktivitas yang dapat

menyibukan seseorang secara produktif yaitu sebagai suatu media untuk belajar dan

berkembang, sekaligus sebagai sumber kepuasaan emosional maupun fisik.

Oleh karena itu setiap aktivitas yang digunakan dalam okupasiterapi harus

mempunyai karakteristi sebagai berikut :

a. Setiap gerakan harus mempunyai alasan dan tujuan terapi yang jelas. Jadi

bukan hanya sekedar menyibukan pasien

b. Mempunyai arti tertentu bagi pasien, artinya dikenal oleh atau ada

hubungannya dengan pasien.

Page 7: BAB II

13

c. Pasien harus mengerti tujuan mengerjakan kegiatan tersebut, dan apa

kegunaannya terhadap upaya penyembuhan penyakitnya.

d. Harus dapat melibatkan pasien secara aktif walaupun minimal.

e. Dapat mencegah lebih beratnya kecacatan atau kondisi pasien, bahkan harus

dapat meningkatkan atau setidak-tidaknya memelihara koondisinya.

f. Harus dapat member dorongan agar si pasien mau berlatih lebih giat sehingga

dapat mandiri.

g. Harus sesuai dengan minat, atau setidaknya tidak dibenci olehnya.

h. Harus dapat dimodifikasi untuk tujuan peningkatan atau penyesuaian dengan

dengan kemampauan pasien.

Faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih aktivitas:

a. Apakah bahan yang digunakan merupakan yang mudah dikontrol, ulet, kasar,

kotor, halus dan sebagainya.

b. Apakah aktivitas rumit atau tidak

c. Apakah perlu dipersiapkan sebelum dilaksanakan

d. Cara pemberian instruksi bagaimana

e. Bagaimana kira-kira setelah hasil selesai

f. Apakah perlu pasien membuat keputusan

g. Apakah perlu konsentrasi

h. Interaksi yang mungkin terjadi apakah menguntungkan

i. Apakah diperlukan kemampuan berkomunikasi

j. Berapa lama dapat diselesaikan

k. Apakah dapat dimodifikasi sedemikian rupa sehingga dapat disesuaikan

dengan kemampuan dan keterampilan pasien, dan sebagainya.

3. Pelaksanaan Terapi Okupasi Kerajinan Tangan

a. Proses terapi

Setelah pasien berada diunit okupasi terapi maka terapis akan bertindak sebagai

berikut:

1) Koleksi data

Data biasa didapatkan dari kartu rujukan atau status pasien, dengan

mengadakan interview dengan pasien atau keluarganya. Data ini diperlukan

Page 8: BAB II

14

untuk menyusun rencana terapi bagi pasien. Proses ini dapat berlangsung

beberapa hari sesuai dengan kebutuhan.

2) Analisa data dan identifikasi masalah

Dari data yang terkumpul dapat ditarik suatu kesimpulan sementara tentang

masalah dan atau kesulitan pasien. Dalam hal ini ditemukan masalah

keperawatan harga diri rendah.

3) Penentuan tujuan

Dari masalah dan latar belakang pasien maka dapat disusun daftar tujuan

terapi sesuai dengan prioritas baik jangka pendek maupun jangka panjangnya.

4) Penentuan aktivitas

Setelah tujuan terapi ditetapkan maka dipilihlah aktivitas yang dapat mencapai

tujuan terapi tersebut. Dalam proses ini pasien dapat diikut sertakan dalam

menentukan jenis kegiatan yang kan dilaksanakan sehingga pasien merasa ikut

bertanggung jawab atas kelancaran pelaksanaannya. Dalam hal ini harus diingat

bahwa aktivitas itu sendiri tidak akan menyembuhkan penyakit, tetapi hanya

sebagai media untuk dapat mengerti masalahnya dan mencoba mengatasinya

dengan bimbingan terapis. Pasien itu sendiri harus diberitahu alasan-alasan

mengenai dia harus mengerjakan aktivitas tersebut sehingga dia sadar dan

diharapkan akan mengerjakannya dengan aktif.

5) Evaluasi

Evaluasi harus dilaksanakan secara teratur dan terencana sesuai dengan

tujuan terapi. Hal ini perlu agar dapat menyesuaikan program terapi selanjutnya

sesuai dengan perkembangan pasien yang ada. Dari hasil evaluasi dapat

direncanakan kemudian mengenai penyesuaizn jenis aktivitas yanga kan

diberikan. Namun dalam hal tertentu penyesuain aktivitas dapat dilakukan

setelah bebrapa waktu setelah melihat bahwa tidak ada kemajuan atau kurang

efektif terhadap pasien.

Hal-hal yang perlu di evalausi antara lain adalah sebagi berikut:

1) Kemampuan membuat keputusan

2) Tingkah laku selama bekerja

3) Kesadaran adanya orang lain yang bekerja bersama dia dan yang mempunyai

kebutuhan sendiri

4) Cara memperlihatkan emosi (spontan, wajar, jelas, dan lain-lain)

Page 9: BAB II

15

5) Inisiatif dan tanggung jawab

6) Kemampuan untuk diajak atau mengajak berunding

7) Menyatakan perasaan tanpa agresi

8) Kompetisi tanpa permusuhan

b. Pelaksanaan

1) Metode Okupasi terapi dapat dilakukan secara individu

2) Waktu

Terapi okupasi mulai dilaksanakan pada hari Senin tanggal 2 Juni 2014,

dilakukan selama 60 menit setiap pertemuan, terdiri dari 3x pertemuan dalam

seminggu yaitu hari Senin, Rabu, dan Jumat. Pelaksanaan terapi okupasi

dilakukan dengan hari yang berselang-seling agar tidak membuat pasien jenuh.

Pelaksanaan dibagi menjadi dua bagian yaitu 50 menit untuk menyelesaikan

kegiatan-kegiatan dan 10 menit untuk diskusi. Dalam diskusi ini dibicarakan

mengenai pelaksanaan kegiatan tersebut, antara lain alat bahan yang digunakan,

cara pembuatan, kesulitan yang dihadapi, kesan mengarahkan diskusi tersebut

kearah yang sesuai dengan tujuan terapi.

Sesi 1 : Pengkajian

- Mengungkapkan pengalaman HDR serta pikiran otomatis negative

tentng diri sendiri.

- Perasaan perilaku negatif yang dialami pasien

- Kemampuan positif yang dapat dilatih

Sesi 2 : Terapi okupasi

- Menjelaskan cara pembuatan kemoceng, alat dan bahan yang

digunakan

- Memotong tali raffia pendek sekitar 20 cm dan tali raffia panjang

2-3 meter.

- Mengikat tali raffia pendek ke tali raffia panjang

- Memvalidasi perasaan pasien

- Memberikan reinforcement positif

- Membuat kontrak selanjutnya

Sesi 2: Terapi okupasi

Page 10: BAB II

16

- Memvalidasi perasaan pasein

- Menyisir tali raffia menjadi halus

- Memberikan reinforcement positif

- Memvalidasi perasaan pasien

- Membuat kontrak selanjutnya

Sesi 3 : Terapi okupasi

- Melanjutkan Menyisir tali raffia menjadi halus

- Mengikat ke tangkai bamboo

- Memberikan reinforcement positif

- Memvalidasi perasaan pasien

-

Sesi 4 : Evaluasi

- Evaluasi terapi okupasi: kegiatan kerajian tangan membuat

kemoceng

- Mengevaluasi kemajuan dan perkembangan terapi

- Memfokuskan terapi

- Mengevaluasi perasaan positif dan negative klien terhadap terapi

c. Terminasi

Keikutsertaan seseorang pasien dalam kegiatan okupasiterapi dapat diakhiri

dengan dasar bahwa pasien

1) Mampu mengatasi persolannya

2) Mengikuti progracm lainnya sebelum okupasi terapi

4. Prosedur Membuat Kemoceng

a. Bahan-Bahan yang Diperlukan:

1) Tali Rafia secukupnya

2) Batang kayu sepanjang 30-40 Cm

b. Alat-Alat yang Digunakan:

1) Gunting;

2) Cutter/Pemotong;

3) Sisir paku (terbuat dari kayu dan ditancapi paku runcing)

4) Jarum/Peniti

c. Cara Membuatnya:

Page 11: BAB II

17

1) Potong tali Rafia dengan ukuran 20-30 Cm untuk membuat helai rambut (tali

pendek);

2) Rentangkan tali Rafia sepanjang 2-3 m (tali panjang) sebagai tali pengikat

utama;

3) Ikatan sebanyak mungkin tali Rafia yang sudah dipotong (pendek) dengan

bentuk terbagi dua sama panjang pada rentangan tali pengikat utama;

4) Jika ikatan pada tali pengikat utamanya sudah banyak dan memanjang hingga 2-

3 m, sisir menggunakan sisir paku hingga berbentuk serabut atau helai rambut

tipis, kecil, dan halus. Jika belum mempunyai sisir paku, bisa menggunakan

jarum atau peniti untuk menyayat dan membentuk rafia menjadi serabut halus;

5) Jika sudah halus, potong bagian rambut yang belum rapi menggunakan gunting

agar sama panjang;

6) Setelah rapi, ikatkan dengan kencang melingkar (spiral) pada batang kayu

dimulai dari atas hingga ke bawah (sekitar 3/4 ukuran batang kayu);

7) Sisihkan tempat (1/4 ukuran batang kayu) sebagai pegangan dan hias serta buat

tempat gantungan menggunakan sisa tali Rafia.

III. Alat Ukur

Dalam penerapan evidence based ini, kelompok menggunakan alat ukur “Self Esteem

Scale” yang diadobsi dari Rosenberg (1965) yang telah diterjemahkan kedalam bahasa

Indonesia oleh kelompok dan lembar observasi yang acuannya diperoleh dari tanda dan

gejala harga diri rendah. Untuk kuesioner dengan jumlah 10 pernyataan, dimana 6

pernyataan negatif, dan 4 pernyataan positif. Untuk penilaian skor pernyataan positif

sangat setuju diberi nilai 3, setuju diberi nilai 2, tidak setuju diberi nilai 1 dan sangat

tidak setuju diberi nilai 0. Sedangkan untuk pernyataan negatif kebalikan dari pernyataan

positif. Jadi jumlah total semuanya adalah 36. Pasien dikatakan mengalami Harga diri

rendah (HDR) jika jumlah skor kurang dari 15. Alat ukur lembar observasi yang

digunakan berdasarkan tanda dan gejala yang diadopsi dari tanda dan gejala menurut

Fitriana (2009) dalam Direja (2010). Kelompok menggolongkannya kedalam 10 tanda

dan gejala harga diri rendah kronis.