BAB II
-
Upload
naufal-budi-wicaksono -
Category
Documents
-
view
215 -
download
0
description
Transcript of BAB II
BAB II
ENDAPAN EMAS EPITERMAL
2.1 Definisi Endapan Epitermal
Endapan epitermal merupakan salah satu penyumbang hasil emas terbanyak. Dari
kata epithermal, epi memiliki pengertian dangkal yang mana terbentuk pada lokasi
pengendapan yang relatif dangkal dan thermal memiliki arti panas. Panas yang dimaksud
adalah panas dari fluida. Hal ini didasarkan atas pengamatan secara mineralogi dari bijih dan
tipe tipe alterasi di batuan serta alterasi bawaanya (Lindgren, 1933)
Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa endapan epitermal terbentuk oleh aktivitas
hidrotermal pada kedalaman dangkal, yaitu berkisar pada 1 km – 2 km dengan temperatur
fluida < 1500C hingga ~ 3000C (White & Hedenquist, 1995) (umumnya terbentuk pada suhu
sekitar 3000C) (Guilbert & Park, 1986)
2.2 Genesa Endapan Epitermal
Proses terbentuknya endapan epitermal disebabkan karena adanya aktivitas fluida
hidrotermal berpadu dengan air meteorik. Pada saat memasuki fase kristalisasi, air yang
dikandung di dalam magma sebagian terkristalisasi menjadi biotit dan hornblenda dan
sebagian lagi dilepas dan mengalir ke batuan samping disekitar magma dan terus naik hingga
mendekati permukaan. Aktivitas inilah yang menyebabkan suatu proses alterasi hidrotermal
serta menciptakan sistem endapan epitermal.
Bentuk endapan epitermal berupa urat dengan ukuran kecil hingga besar, stockwork,
menyebar (diseminasi), penggantian (replacemet), tekstur bijih berupa drussy cavities, open
space filling, colloform bending, crustification, breksiasi, hingga comb texture. Elemen bijih
berupa Au (umum dominan), Ag,As-Sb,Hg, Te-Tl-Ba-U dan Zn-Cu dan alterasi berupa
silisifikasi (alterasi silisik), argilik lanjut, montmorilonit/ilit, adularia dan propilitik (Guilbert
& Park, 1986 ; dimodifikasi dari Lindgren, 1933 dan Berger & Eimon, 1982, dalam
Hedenquist, 1987)
Endapan epitermal terbentuk pada sistem yang berkaitan dengan aktivitas vulkanik,
subaerial dan intrusi subvolkanik yang berkaitan (White & Hedenquist, 1990) dengan magma
intermediet hingga felsik (Mitchel & Garson,1981 dalam White & Hedenquist, 1990) dan seri
magma Kalk Alkalin – Alkalin (Anderson & Eaton, 1990 dalam White & Hedenquist, 1990).
Setting seperti ini dapat dijumpai pada busur volkanik akibat subduksi antara kerak samudera
dan kerak benua ataupun antar lempeng samudera (Le Pichon et al., dalam White &
Hedenquist, 1990). Endapan emas pada sistem epitermal terbentuk pada Zaman Kenozoik,
meskipun ada endapan yang lebih tua (Robert et.al 2007)
Wilayah pembentukan epitermal meliputi kisaran dari beberapa kilometer hingga
beberapa puluh kilometer. Tubuh batuan terbentuk hampir secara bersamaan atau lebih tua
dari batuan vulkanik. Bentuk dari tubuh batuan dapat berubah ubah, dapat memanjang secara
lateral dengan jarak ratusan hingga ribuan meter dan secara vertikal terbentuk pada
kedalaman < 600 meter, contohnya pada mineralisasi di Pachuca-Beal del Monde district.
2.3 Klasifikasi Endapan Epitermal dan Mineral Endapan Epitermal
Semenjak akhir tahun 1970 terdapat beberapa klasfikasi yang disulkan megenai
endapan epitermal ini dengan mempertimbangkan beberapa aspek yaitu mineralogi dari
gangue dan kandungan kimia dari fluida (pH fluida dan bilangan oksidasi sulfidasi) yang
berasosiasi dengan alterasi hidrotermal. Asam-basa dan reduksi-oksidasi merupakan
parameter pembeda jenis acid-alkaline (Sillitoe, 1977). Acid-sulfate atau alunite-kaolinite
dari tipe adularia-sericite (Hayba et al., 1985 ; Heald et al., 1987 ; Berger dan Henley,
1989) ; dan jenis high-low sulfidation (Hedenquist, 1990)
Penggunaan istilah “sulfidation” pada awalnya untuk menggambarkan keadaan
oksidasi dari jenis sulfur cair dalam fluida pembentuk bijih (dalam Hedenquist dan
Lowenstern, 1994). Mengacu pada aspek mineralogi dan mineral gangue, yang merefleksikan
aspek kimia fluida serta perbandingan karakteristik mineralogi, alterasi dan bentuk endapan
pada lingkungan epitermal, endapan ini dibagi menjadi dua tipe yaitu epitermal low
sulfidation dan high sulfidation.
2.3.1 Endapan Epitermal Sulfidasi Rendah
Tipe endapan sulfidasi rendah ini beraosiasi dengan alterasi kuarsa-adularia, karbonat,
serisit pada lingkungan sufur rendah dan biasanya perbandingan perak dan emas relatif
tinggi. Mineral bijih dicirikan oleh terbentuknya elektrum, perak sulfida, garam sulfat dan
logam dasar sulfida. Batuan induk pada deposit logam mulia sulfidasi adalah andesit alkali
dasit, riodasit dan riolit. Endapan epitermal sulfidasi rendah dicirikan dengan larutan
hidrotermal yang bersifat netral dan mengisi celah celah batuan.
GAMBAR
2.3.2 Endapan Epitermal Sulfidasi Tinggi
Tipe ini terbentuk pada kedalaman 500-2000 meter dibawah permukaan dengan
temperatur sekitar 50-3000C. Endapan epitermal high sulfidation dicirikan dengan host rock
berupa batuan vulkanik bersifat asam hingga intermediet dengan kontrol struktur berupa
patahan secara regional atau intrusi sub vulkanik. Endapan tipe ini terbentuk oleh sistem dari
fluida hidrotermal yang berasal dari intrusi magmatik yang cukup dalam. Fluida ini bergerak
secara vertikal dan horizontal menembus rekahan rekahan pada batuan dengan suhu relatif
tinggi (200-3000C). Fluida didominasi oleh fluida magmatik dengan kandungan acidic yang
tinggi berupa HCl, SO2, dan H2S
Mineral epitermal umumnya memiliki ciri dengan hadirnya calsedonic quartz, kalsit
dan breksi hidrotermal. Selain itu, asosiasi elemen juga merupakan salah satu ciri dai endapan
epitermal, yaitu hadirnya elemen bijih seperti Au, Ag, Sb, Hg, Tl, Te, Pb, Zn dan Cu.
GAMBAR