BAB II

13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Obesitas 1. Pengertian Obesitas Sudoyo (2007) menyatakan bahwa obesitas didefinisikan sebagai suatu kondisi akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adiposa sehingga dapat menganggu kesehatan. Obesitas merupakan kelainan dari sistem pengaturan berat badan yang ditandai oleh akumulasi lemak tubuh yang berlebihan. Dalam masyarakat primitif, dimana kehidupan sehari-hari membutuhkan aktivitas fisik yang tinggi dan makanan hanya tersedia sesekali, kecenderungan genetik akan berperan dalam penyimpan kalori sebagai lemak karena makanan yang dikonsumsi tidak melebihi kebutuhan (Harvey, 2005). Obesitas dan kegemukan merupakan faktor resiko utama untuk sejumlah penyakit kronis seperti 5

description

TA

Transcript of BAB II

Page 1: BAB II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Obesitas

1. Pengertian Obesitas

Sudoyo (2007) menyatakan bahwa obesitas didefinisikan sebagai su-

atu kondisi akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan

adiposa sehingga dapat menganggu kesehatan.

Obesitas merupakan kelainan dari sistem pengaturan berat badan

yang ditandai oleh akumulasi lemak tubuh yang berlebihan. Dalam

masyarakat primitif, dimana kehidupan sehari-hari membutuhkan aktivitas

fisik yang tinggi dan makanan hanya tersedia sesekali, kecenderungan

genetik akan berperan dalam penyimpan kalori sebagai lemak karena

makanan yang dikonsumsi tidak melebihi kebutuhan (Harvey, 2005).

Obesitas dan kegemukan merupakan faktor resiko utama untuk se-

jumlah penyakit kronis seperti diabetes, penyakit jantung, dan kanker. O-be-

sitas dianggap merupakan masalah hanya di negara berpenghasilan tinggi,

tetapi sekarang jumlah pederita obesitas dan kegemukan semakin meningkat

di negara berpenghasilan rendah dan menengah khususnya di perkotaan

(WHO, 2010).

2. Faktor Penyebab Obesitas

Penambahan berat badan terjadi disebabkan oleh ketidakseimbangan

antara jumlah kalori yang dikonsumsi dengan kebutuhan tubuh. Jika makan-

5

Page 2: BAB II

6

an yang dimakan memberikan kalori lebih dari kebutuhan tubuh, maka

kalori tersebut akan ditukar atau disimpan sebagai lemak (Mohd Nur, 2011).

Terjadinya obesitas disebabkan oleh interaksi dari berbagai faktor di-

antaranya faktor genetik, pola makan, aktivitas fisik, tingkat sosial ekonomi,

dan faktor psikologis (Sjarif, 2002).

a. Faktor genetik

Faktor genetik yang diketahui mempunyai peran yang kuat dalam

menimbulkan obesitas adalah parental fatness.Artinya, anak yang obe-

sitas biasanya berasal dari orang tua yang obesitas. Damayanti meny-

atakan bahwa angka kejadian obesitas sekitar 80% terjadi pada anak

yang kedua orang tuanya mengalami obesitas. Angka kejadian ini

menurun menjadi 40% bila hanya salah satu orang tuanya yang obesi-

tas. Bila kedua orang tua tidak obesitas, angka kejadian obesitas pada

anak menjadi 14% (Sjarif, 2002).

b. Pola Makan

Pola makan adalah cara atau perilaku yang ditempuh seseorang

dalam memilih, menggunakan bahan makanan dalam konsumsi pangan

setiap hari yang meliputi jenis makanan, jumlah makanan, dan

frekuensi makan yang berdasarkan faktor-faktor sosial budaya dimana

mereka hidup (Rumida, 2010).

Manusia membutuhkan energi untuk mempertahankan hidup, me-

nunjang pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik. Energi diperoleh

dari karbohidrat, lemak dan protein yang ada dalam makanan. Faktor

Page 3: BAB II

7

etiologi primer dari obesitas adalah konsumsi yang berlebihan dari en-

ergi yang dibutuhkan (Wandansari, 2007).

Mengkonsumsi makanan berkalori tinggi seperti makanan cepat

saji, makanan yang dibakar dan kudapan memiliki andil dalam

meningkatkan berat badan. karena makanan jenis ini biasanya tinggi

lemak/kalori dan rendah serat. Minuman bersoda, kudapan, permen dan

makanan penutup dapat juga menyebabkan terjadinya peningkatan berat

badan karena makanan dan minuman seperti ini biasanya memiliki kan-

dungan kalori dan gula atau garam yang tinggi (Andreas, 2010).

Pola makan praktis dan cepat saji terutama terlihat di kota-kota

besar di Indonesia, dan jika dikonsumsi secara tidak rasional akan

menyebabkan kelebihan masukan kalori yang akan menimbulkan obesi-

tas (Virgianto dan Purwaningsih, 2006).

c. Aktivitas fisik

Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan

sistem penunjangnya (Almatsier, 2004). Selama melakukan aktivitas

fisik tubuh memerlukan energi di luar metabolisme untuk dapat berg-

erak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi

untuk mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan juga

untuk mengeluarkan sisa dari tubuh. Fisik yang tidak aktif menjadi

penyebab utama obesitas diantara semua kelompok umur, terutama di

antara anak – anak dan remaja. Padahal sebagian besar penderita obesi-

tas dikalangan anak dan remaja makan dalam jumlah yang tidak lebih

Page 4: BAB II

8

banyak dibanding mereka yang beratnya normal. Akan tetapi, mereka

sangat tidak aktif meskipun memiliki nafsu makan yang sedang dan

mereka makan lebih banyak dari yang mereka butuhkan sehingga

terkumpul lemak yang berlebihan (Andreas, 2010).

Berbagai kemajuan dalam bidang teknologi dan transportasi

membuat perubahan kebiasaan hidup. Alat-alat transportasi yang mu-

dah, murah dan cepat serta teknologi yang semakin canggih menye-

babkan aktivitas fisik berkurang. Anak-anak dan remaja lebih sering

menghabiskan waktu didalam rumah dengan bermain games komputer

maupun menonton televisi yang menyuguhkan acara yang menarik

(Sjarif, 2002). Dengan kurangnya aktivitas fisik akibat melakukan

kegiatan tersebut disertai dengan konsumsi makanan yang tetap atau

meningkat, terjadilah ketidakseimbangan antara pemasukan dan pen-

geluaran energi. Energi yang masuk lebih besar daripada yang di-

keluarkan sehingga energi ini menumpuk dalam tubuh dan menimbul-

kan obesitas (Andreas, 2010).

d. Sosial-ekonomi

Sjarif dalam Obesity in Childhood : Pathogenesis and Manage-

ment (2002) mengatakan bahwa perubahan pengetahuan, sikap, perilaku

gaya hidup, dan pola makan serta faktor peningkatan pendapatan

mampu mempengaruhi perubahan dalam pemilihan jenis makanan dan

jumlah yang dikonsumsi. Sebagai contoh, meningkatnya jumlah ibu

rumah tangga yang sekaligus bekerja sebagai wanita karier berpengaruh

Page 5: BAB II

9

pada pola makan dan jenis makanan yang dikonsumsi keluarga.Mereka

lebih sering makan di luar akibat kesibukan yang dilakukan sepanjang

hari.Karena kesibukan itu juga, mayoritas orang memilih makanan jenis

fast food.

e. Faktor Psikologis

Menurut Dariyo (2004), keadaan psikologis yang dapat menye-

babkan kegemukan adalah ketidakstabilan emosional yang menye-

babkan individu cenderung untuk melakukan pelarian diri dengan cara

banyak makan makanan yang mengandung kalori atau kolesterol tinggi.

3. Epidemiologi Obesitas

Saat ini diperkirakan jumlah orang di seluruh dunia dengan IMT 30

kg/m2 melebihi 250 juta orang yaitu sekitar 7% dari populasi orang dewasa

di dunia (Sudoyo, 2007).

Penelitian epidemiologi yang dilakukan di daerah suburban di daerah

koja, Jakarta Utara, pada tahun 1982, mendapatkan prevalensi obesitas sebe-

sar 4,2%; di daerah Kayu Putih, Jakarta Pusat, sepuluh tahun kemudian

(1992), prevalensi obesitas sudah mencapai 17,1% dimana ditemukan

prevalensi obesitas pada laki-laki dan perempuan masing-masing 10,9% dan

24,1%. Pada populasi obesitas ini, dislipidemia terdapat pada 19% laki-laki

dan 10,8% perempuan, dan hipertrigliseridemia pada 16,6%laki-laki. Pada

penelitian epidemiologi di daerah Abadijaya, Depok pada tahun 2001 didap-

atkan 48,6%, pada tahun 2002 didapat 45% dan 2003 didapat 44% orang

dengan berat badan lebih atau obesitas (Sudoyo, 2007).

Page 6: BAB II

10

Di Indonesia, Direktorat Bina Gizi Masyarakat Departemen Indone-

sia mencatat dari perkiraan 200 juta penduduk Indonesia pada tahun 2000,

jumlah penduduk yang overweight diperkirakan 76,7 juta (17,5%) dan pen-

derita obesitas berjumlah lebih dari 9,8 juta (4,7%). Berdasarkan penelitian

yang dilakukan pada tahun 2000 di Jakarta, tingkatan prevalensi o-besitas

pada masa remaja 12-18 tahun ditemukan 6,2% dan pada umur 17-18 tahun

sebanyak 11,4%. Dari hasil survey ditemukan bahwa pada tahun 2007 dite-

mukan peningkatan obesitas sebesar 19,1%.Dari data diatas dapat disim-

pulkan bahwa lebih dari 15% untuk umur 12-19 tahun mengalami obesitas

(Indika, 2010).

B. Pengukuran Antropometri sebagai Skreening Obesitas

Obesitas dapat dinilai dengan berbagai cara, metode yang lazim digu-

nakan saat ini antara lain pengukuran IMT (Indeks Massa Tubuh), lingkar

pinggang, serta perbandingan lingkar pinggang dan lingkar panggul. Berikut

ini penjelasan masing-masing metode pengukuran antropometri tubuh.

1. Indeks Massa Tubuh (IMT)

IMT merupakan indikator yang paling sering digunakan dan praktis

untuk mengukur tingkat populasi berat badan lebih dan obesitas pada orang

dewasa. Untuk penelitian epidemiologi digunakan IMT atau indeks

Quetelet, yaitu berat badan dalam kilogram (kg) dibagi tinggi dalam meter

kuadrat (m2). Saat ini IMT merupakan indikator yang paling bermanfaat un-

tuk menentukan berat badan berlebih atau obesitas. Orang yang lebih besar-

Page 7: BAB II

11

tinggi dan gemuk, akan lebih berat dari orang yang lebih kecil (Sudoyo,

2007).

Body Mass Index=berat badan (kg)tinggibadan(m2)

Kegemukan pada remaja didefinisikan secara berbeda dari orang

dewasa. Hal ini mengingat remaja masih terus bertumbuh. Setelah IMT

dihitung untuk remaja, nilai IMT yang diperoleh diinterpretasikan di grafik

pertumbuhan untuk mendapatkan tingkat persentil (CDC, 2000).

Kategori IMT untuk usia dan persentil yang bersangkutan, dita-

mpilkan dalam tabel berikut (CDC, 2000).

Tabel II.1. Kategori Berat Badan menurut persentil IMT untuk usia 2-20 tahun

Kategori Berat Badan Rentang Presentil

Berat badan Kurang Kurang dari persentil ke-5

Berat badan sehatPersentil ke-5 sampai kurang dari persentil

ke-85

Berat badan berlebihPersentil ke-85 sampai kurang dari persentil

ke-95

Obesitas persentil ke-95 atau lebih tinggi

Gambar 1. Grafik Pertumbuhan berdasarkan persentil IMT untuk usia : laki-laki usia

Sumber : www.cdc.gov

Page 8: BAB II

12

2. Lingkar Pinggang, Lingkar Pinggul, dan Rasio Lingkar Pinggang dan

Lingkar Pinggul (Waist and Hip Circumference and Waist-Hip Ratio)

WHO menganjurkan agar lingkar pinggang sebaiknya diukur pada

pertengahan antara batas bawah dari costa yang teraba dan batas atas krista

iliaca. Subyek diminta untuk tidak menahan perutnya dan diukur memakai

pita dengan tegangan yang konstan (Sudoyo, 2007). Lingkar pinggul se-

baiknya diukur pada diameter terbesar dari tubuh di bawah pinggang

(WHO, 2000).

Ukuran lingkar pinggang ini berkorelasi baik dengan rasio lingkar

pinggang dan pinggul baik pada laki-laki maupun perempuan serta dapat

memperkirakan luasnya obesitas abdominal yang tampaknya sudah

mendekati deposisi lemak abdominal bagian visceral. Asia Pasifik memakai

ukuran lingkar pinggang laki-laki 90 cm dan perempuan 80 cm sebagai

batasan (Sudoyo, 2007).

Rasio Lingkar Pinggang dan Lingkar Pinggul adalah lingkar ping-

gang (cm) dibagi dengan lingkar pinggul (cm). Selama lebih dari 10 tahun,

telah diterima bahwa WHR (WHR >1,0 pada laki-laki dan >0,85 pada

perempuan) mengindikasikan akumulasi lemak abdominal. Akan tetapi,

bukti-bukti yang terbaru menyarankan bahwa pengukuran lingkar pinggang

saja dapat lebih menghubungkan distribusi lemak abdominal dengan gang-

guan kesehatan (WHO, 2000).

Gambar 2.2. Kurva IMT untuk usia : kategori perempuan 2-20 tahun

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan berdasarkan persentil IMT untuk usia : perempuan 2-20 tahun

Gambar 1. Grafik Pertumbuhan berdasarkan persentil IMT untuk usia : laki-laki usia