BAB II
-
Upload
yulaeka-johyuu-sanada -
Category
Documents
-
view
226 -
download
4
description
Transcript of BAB II
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anemia
1. Pengertian
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin dan
eritrosit lebih rendah dari normal. Nilai normal hemoglobin pada wanita
adalah 12 -16 gr/dl dengan eritrosit 3,5 – 4,5 jt/mm3. Fungsi hemoglobin
dalam darah adalah mengikat oksigen di paru-paru dan melepaskannya
diseluruh jaringan tubuh yang membutuhkan, kemudian mengikat CO2
dari jaringan tubuh dan melepaskannya di paru-paru (Poltekkes Depkes,
2010).
Menurut Soebroto (2010), anemia adalah penyakit kurang darah
yang ditandai dengan kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah
(eritorsit) lebih rendah dibandingkan normal. Kadar hemoglobin kurang
dari 14gr/dl dan eritrosit kurang dari 41% pada pria, maka pria tersebut
dikatakan anemia. Demikian pula wanita, wanita yang memiliki kadar
hemoglobin kurang dari 12gr/dl dan eritrosit kurang dari 37%, maka
wanita itu dikatakan anemia. Anemia adalah kondisi medis dimana
jumlah sel darah merah atau hemoglobin kurang dari normal. Hemoglobin
normal pada pria adalah 14-18gr%, sedangkan pada wanita adalah 12-
16gr% (Poltekkes Depkes, 2010).
10
11
2. Derajat Anemia
Menurut Proverawati (2012), untuk pria anemia biasanya
didefinisikan sebagai kadar hemogobin kurang dari 13,5 gr/dl dan pada
wanita hemoglobin kurang dari 12 mg/dl.
Menurut Elevesier Oncology (2006), bahwa anemia digolongkan
menjadi:
a) Hb 9,5 gr/dl – 12 gr/dldisebut anemia ringan.
b) Hb 8,0 gr/dl– 9,5 gr/dl disebut anemia sedang.
c) Hb ≤ 8,0 gr/dl disebut anemia berat.
3. Tanda dan Gejala Anemia
Gejala-gejala yang disebabkan oleh pasokan oksigen yang tidak
mencukupi kebutuhan ini bervariasi. Anemia bisa bervariasi. Anemia bisa
menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang tenaga, dan kepala terasa
melayang. Jika anemia bertambah berat, bisa menyebabkan stroke atau
serangan jantung (Soebroto, 2010). Gejala anemia yang sering kali
muncul pada penderita anemia diantaranya :
a. Lemah, letih, lesu, mudah lelah, dan lunglai.
b. Wajah tampak pucat
c. Mata berkunang-kunang
d. Nafsu makan berkurang
e. Sulit berkonsentrasi dan mudah lupa
f. Sering sakit
12
g. Jika anemia disebabkan oleh penghancuran sel darah merah
berlebihan dari sel darah merah, maka terdapat gejala lain seperti
jaundise, warna kuning pada bagian putih mata, pembesaran limfe dan
warna urin seperti teh (Soebroto, 2010).
Anemia dapat menimbulkan manifestasi klinis yang luas, bergantung pada
(Soebroto, 2010) :
a. Kecepatan timbulnya anemia
b. Usia individu
c. Mekanisme kompensasi
d. Tingkat aktivitasnya
e. Keadaan penyakit ynag mendasarinya
f. Beratnya anemia
Salah satu dari tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia
adalah pucat. Keadaan ini umumnya diakibatkan dari berkurangnya
volume darah, berkurangnnya hemoglobin, dan vasokonstriksi untuk
memaksimalkan pengiriman O2 ke organ-organ vital. Warna kulit bukan
merupakan indeks ynag dapat dipercaya untuk pucat karena dipengaruhi
pigmentasi kulit, suhu, dan keadaan serta distribusi bantalan kapiler.
Bantalan kuku, telapak tangan dan membrane mukosa mulut serta
konjungtiva merupakan indikator yang lebih baik untuk menilai pucat.
Pada anemia berat, gagal jantung kongestif dapat terjadi karena otot
jantung yang anoksik tidak dapat beradaptasi terhadap beban kerja jantug
yang meningkat. Pada anemia berta juga dapat timbul gejala-gejala saliran
13
cerna seperti anoreksia, mual, konstipasi atau diare, dan stomatitis (nyeri
pada lidah dan membrane mukosa mulut), gejala-gejala umumnya
disebabkan oleh keadaan defisiensi, seperti defisiensi zat besi (Price,
2005).
4. Pembagian Anemia
Pembagian anemia menurut penyebabnya yaitu anemia mikrositik
hipokrom meliputi anemia defisiensi besi, anemia karena penyakit kronik,
anemia pernisiosa, anemia defisiensi asam folat, anemia karena
perdarahan dan anemia hemolitik.
a. Anemia Defisiensi Besi
Kebutuhan Fe dalam makanan sekitae 20 mg sehari, dari
jumlah ini hanya kira-kira 2 mg diserap. Jumlah total Fe dalam tubuh
berkisar 2 – 4 mg, kira-kira 50 mg/kg BB pada pria dan 35 mg/kg BB
pada wanita. Umumnya akan terjadi anemia dimorfik, karena selain
kekurangan Fe juga terdapat kekurangan asam folat.
Anemia defisiensi besi di Indonesia paling banyak disebabkan
oleh infeksi cacing tambang. Infeksi cacing tambang pada seseorang
dengan makanan yang baik tidak akan menimbulkan anemia.
Penyebab lain dari anemia defisiensi besi adalah diet yang
tidak mencukupi, absoprsi yang menurun, kebutuhan yang meningkat
pada kehamilan atau laktasi. Perdarahan pada saluran cerna,
menstruasi, donor darah, haemoglobinuria dan penyimpangan besi
14
ynag berkurang seperti hemosiderosis paru, selain gejala-gejala umum
anemia, defisiensi Fe ynag berat akan mengakibatkan perubahan kulit
dan didapatkan tanda-tanda mal nutrisi.
Remaja putri harus diperhatikan kebutuhan zat besinya, karena
kebutuhan zat besi akan terus meningkat dengan adanya pertumbuhan
dan datangnya menarche. Setiap harinya wanita akan kehilangan
sekitar 1-2 mg zat besi melalui ekskresi secara normal. Pada saat
menstruasi, kehilangan zat besi bisa bertambah hingga 1 mg.
b. Anemia Pada Penyakit Kronik
Anemia ini dikenal pula dengan nama sideropenic anemia with
reticuloendothelial siderosis. Anemia pada penyakit kronik
merupakan jenis anemia terbanyak kedua setelah anemia defisiensi Fe
yang dapat ditemukan pula pada ornag dewasa. Anemia ini banyak
dihubungkan dengan berbagai penyakit infeksi seperti infeksi penyakit
ginjal, paru, inflasi kronik dan neoplasma. Berat ringannya anemia ini
berbanding lurus dengan aktifitas penyakit. Hematokrit bisasanya
berkisar antara 25-30%. Apabila disertai dengan penurunan kadar besi
dalam serum atau saturasi transferin, anemia akan berbentukhipokram
mikroitik. Kadar feritinin dalam serum normal atau meningkat.
Leukosit dan hitung jenisnya normal. Pemeriksaan sumsum tulang
biasanya normal, kadang-kadang ditemukan hipoplasia eritropoeiesis
dan efek dalam hemoglobinisasi, yang sangat karakterisitk adalah
15
kekurangannya sideroblas dalam sumsum tulang, sedangkan deposit
besi dalam sistem retikuloendotelial normal atau bertambah.
c. Anemia Pernisiosa
Kekurangan vitamin B12 bisa disebabkan oelh faktor intrinsik
dan faktor ekstrinsik. Kekurangan vitamin B12 akibat faktor intrinsik
terjdai karena gangguan absorpsi vitamin yang merupakan penyakit
herediter autoimun, sehingga pada pasien mungkin dijumpai penyakit-
penyakit autoimun lainnha.
Kekurangan vitamin B12 karena faktor intrinsik ini tidak
dijumpai di Indonesia. Yang lebih sering dijumpai di Indonesia adalah
penyebab intrinsik karena kekurangan masukan vitamin B12 dengan
gejala-gejala yang tidak berat. Manifestasi klinis didapatkan adanya
gejala anoreksia, diare, dyspepsia, lidah yang licin, pucat, dan agak
ikterik. Terjadi gangguan neorologis biasanya dimulai dengan
parestesia, lalu gangguan keseimbangan, dan pada kasus yang berat
terjadi perubahan fungsi serebral, demensi dan perubahan
neoropsikiatrik lainnya.
d. Anemia Defisiensi Asam Folat
Asam folat terutama terdapat dalam daging, susu, dan daun-
daun yang hijau. Umumnya berhubungan dengan malnutrisi.
Penurunan absorpsi asam folat jarang ditemukan keran absorpsi
terjadi diseluruh saluran cerna. Juga berhubungan dengan sirosis
hepatik, karena terdapat penurunan cadangan asam folat. Gejala dan
16
tanda pada anemia defisiensi asam folat sama dengan anemia
defisiensi vitamin B12 yaitu anemia megaloblastik dan perubahan
pada mukosa, mungkin dapat ditemukan gejala-gejala neorologis,
seperti gangguan karena perdarahan.
e. Anemia Karena Perdarahan
Anemia karena perdarahan terbagi atas perdarahan akut dan
kronik. Perdarahan akut terjadi apabila seseorang mengeluarkan darah
yang cukup banyak, sedangkan penurunan kadar Hb baru terdai
beberapa hari kemudian.
Perdarahan kronik terjadi apabila seseorang mengeluarkan
darah sedikit-sedikit sehingga tidak diketahui pasien. Penyebab yang
sering antara lain ulkus peptikum, menometroragi, perdarahan saluran
cerna karena pemakaian analgesik dan epitaksis.
f. Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik terjadi apabila sel darah merah dihancurkan
lebih cepat dari normal. Penyebabnya kemungkinan karena keturunan
atau karena salh satu dari beberapa penyakit, termasuk leukimia dan
kanker lainnya, fungsi limpa yang tidak normal, gangguan kekebalan,
dan hipertensi yang berat (Soebroto, 2010).
g. Anemia Sel Sabit
Yaitu suatu penyakit keturunan yang ditandai dengan sel darah
merah yang berbentuk sabit, kaku, dan anemia hemolitik kronik
(Soebroto, 2010). Anemia sel sabit merupakan penyakit genetik yang
17
resesif, artinya seseorang harus mewarisi dua gen pembawa penyakit
ini dari kedua orang tuanya. Gejala utama penderita anemia sel sabit
adalah
1) Kurang enak energi dan sesak nafas,
2) Mengalami penyakit kuning (kulit dan mata berwarna kuning),
3) Serangan sakit akut pada tulang dada atau daerah perut akibat
tersumbatnya pembuluh darah kapiler.
h. Anemia Aplastik
Terjadi apabila sumsum tulang terganggu, dimana sumsum tulang
merupakan tempat pembuatan sel darah merah (eritrosit), sel darah
merah (leukosit), maupun trombosit (Soebroto, 2010).
5. Faktor – faktor Penyebab Anemia Pada Remaja
Menurut Kuswanti (2009), penyebab anemia pada remaja putri
beraneka ragam secara garis besar dikelompokkan dalam sebab langsung
dan tidak langsung yang diuraikan sebagai berikut:
a. Sebab langsung
1) Ketidakcukupan makanan
Kurangnya zat besi didalam tubuh dapat disebabkan oleh:
a) Kurang makan sumber makanan yang mengandung zat besi.
b) Makan cukup zat besi namun yang dimakan besinya rendah
sehingga jumlah zat besi yang diserap kurang.
18
c) Makanan yang dimakan mengandung zat penghambat
penyerapan zat besi, seperti tanin, kafei dan kalsium.
2) Status Gizi
Pengkajian status gizi selama masa remaja perlu dilakukan.
Selama periode ini, kecenderungan resiko terjadinya gangguan
gizi sangat tinggi, contohnya obesitas, anemia, dan anoreksia
nervosa.
Kebutuhan akan kecukupan gizi pada remaja didapatkan
dari kesesuaian antara jumlah dan jenis makanan yang
dikonsumsi, dengan kebutuhan fungsi tubuh sehingga bermanfaat
bagi terpeliharanya fungsi tubuh secara optimal. Kekurangan
dalam mengkonsumsi makanan yang baik jumlah maupun
mutunya dapat menyebabkan kurang gizi seperti anemia.
Defisiensi besi berpengaruh negatif terhadap fungsi otak, terutama
terhadap fungsi sistem neurotransmitter (penghantar syaraf).
Akibatnya, kepekaan reseptor syaraf dopamin berkurang yang
dapat berakhir dengan hilangnya reseptor tersebut. Daya
konsentrasi, daya ingat, dan kemampuan belajar terganggu,
ambang batas rasa sakit meningkat, fungsi kelenjar tiroid dan
kemampuan mengatur suhu tubuh juga menurun (Almatsier,
2004).
Kemudian rasa cepat lelah terjadi karena pada seseorang
yang status besinya kurang, pengolahan (metabolisme) energi oleh
19
otot tidak berjalan sempurna karena otot kekurangan oksigen,
dimana oksigen yang dibutuhkan oleh sel-sel otot ini diangkut
oleh zat besi dalam darah (hemoglobin). Untuk menyesuaikan
dengan berkurangnya jatah oksigen, maka otot membatasi
produksi energi. Akibatnya, mereka yang menderita anemia akan
cepat lelah bila bekerja karena cepat kehabisan energi. Remaja
yang mengalami masalah gizi maka dapat menghambat
pertumbuhan, rentan terhadap penyakit dan rendahnya tingkat
kecerdasan (Proverawati, 2012).
Menurut Supariasa (2012), status gizi adalah ekspresi dari
keadaan keseimbangan dalam bentuk variable tertentu atau
perwujudan dari nutrisi dalam bentuk variabel tertentu. Penilaian
status gizi dapat dilakukan penilaian secara langsung yaitu dengan
menggunakan antropometri. Antropometri artinya ukuran tubuh
manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi
berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh
dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.
Penggunaan Antropometri secara umum digunakan untuk melihat
ketidak seimbangan asupan protein dan energi.
Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan
proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam
tubuh. Antropometri sebagai indikator status gizi dapat di lakukan
mengukur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggul
20
dari tubuh manusia, parameter yang digunakan dalam hal ini
adalah berat badan dan tinggi badan. Alat yang sederhana dan
digunakan untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya
yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan
adalah IMT (Indeks Massa Tubuh), maka mempertahankan berat
badan normal memungkinan seseorang dapat mencapai usia
harapan hidup lebih panjang.
Pengukuran antropometri dengan Indeks Massa Tubuh
(IMT)
Pengukuran IMT meliputi :
a) Tinggi Badan
Tinggi badan merupakan indikator umum ukuran tubuh dan
panjang tulang.
b) Berat badan
Berat badan merupakan ukuran antropometri yang paling
banyak digunakan.
IMT =BB(kg)TB2(m)
Keterangan :
IMT : Indeks Massa Tubuh
BB : Berat Badan (kg)
TB : Tinggi Badan (m2)
21
Tabel 2.1 Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia
Kategori IMT
Kurus
Kekurangan berat badan tingkat berat
< 17,0
Kekurangan berat badan tingkat ringan
17,0 – 18,5
Normal >18,5 – 25,0
Gemuk
Kelebihan berat badan tingkat ringan
>25,0 – 27,0
Kelebihan berat badan tingkat berat
>27,0
Sumber: Supariasa, (2012)
Berat badan normal adalah idaman bagi setiap orang agar
mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Keuntungan apabila
berat badan normal adalah penampilannya baik, lincah dan resiko
sakit rendah. Berat badan yang kurang dan berlebihan akan
menimbulkan resiko terhadap berbagai macam penyakit
(Supariasa, 2012).
Status gizi remaja menyatakan suatu keadaan yang
seimbang antara konsumsi dan penyerapan zat gizi di dalam
tubuh. Peningkatan kebutuhan remaja putri terhadap zat gizi
mikro, terutama zat besi, digunakan untuk penggantian zat besi
yang hilang. Status gizi yang baik selama masa remaja merupakan
dasar untuk kehidupan remaja putri menjadi calon ibu yang paling
baik. Remaja dengan status gizi yang rendah memungkinkan
22
untuk terjadinya anemia, karena gizi merupakan suatu proses
organisme yang di konsumsi secara normal melalui proses digesti,
absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme (Fillah, 2014).
3) Konsumsi teh
Kebutuhan akan zat besi akan menurun seiring dengan
melambatnya pertumbuhan setelah pubertas. Penyerapan zat besi
dapat ditingkatkan oleh vitamin C, sebaliknya dihambat oleh kopi,
teh, makanan tinggi serat, suplemen kalsium, dan produk susu.
(Soebroto, 2010).
4) Infeksi Penyakit
Beberapa infeksi penyakit memperbesar resiko menderita anemia.
Infeksi itu adalah cacingan, malaria, leukimia atau kanker lainnya.
5) Pola Haid (Normal/Tidak Normal)
a) Banyaknya darah menstruasi
Jumlah darah yang keluar rata-rata 35 sampai 50 cc, dengan
jumlah pembalut tiap hari adalah 2 kali dengan 1 pembalut
terisi darah penuh. Orang yang lebih tua biasanya keluar darah
lebih banyak. Anemia banyak dialami oleh perempuan yang
mengalami menstruasi. Perempuan yang mengalami
menstruasi akan lebih rentan terkena anemia jika mengalami
gangguan haid. Misalnya saja perempuan dengan gangguan
gejala haid hipermenorrea atau volume darah yang dikeluarkan
23
lebih banyak dari haid normal. Jumlah darah yang lebih dari
80 cc dianggap sebagai patologik (Kuswanti, 2009).
b) Lama Menstruasi
Pada siklus remaja menstruasi rata-rata terjadi sekitar 28 hari,
walaupun hal ini berlaku umum tidak semua wanita memiliki
siklus menstruasi yang sama, terkadang siklus terjadi setiap 21
hari hingga 30 hari. Remaja yang mengalami menstruasi
normal, lama menstruasi berlangsung 3-7 hari (Prawirohardjo,
2005). Siklus haid pada remaja sangat mudah dipengaruhi oleh
suasana kehidupannya, misalnya kelelahan karena padatnya
aktivitas di usia remaja/ usia sekolah dan pengaruh stres yang
tinggi. Hal ini dengan mudah akan mengganggu siklus haid.
Siklus haid harus diperhatikan, karena perdarahan hebat bisa
menyebabkan remaja kekurangan zat besi. Menstruasi yang
lama akan menyebabkan remaja kehilangan zat besi setiap
harinya. Setiap harinya remaja akan kehilangan sekitar 1-2 mg
zat besi melalui ekresi normal, dan pada saat menstruasi
kehilangan zat besi bertambah hingga 1 mg lagi.
b. Sebab Tidak Langsung
1) Pengetahuan Yang Kurang
Anemia lebih terjadi pada kelompok penduduk yang
berpengetahuan kurang. Kelompok ini pada umumnya:
a) Kurang memahami kaitan anemia denga faktor lainnya.
24
b) Kurang mempunyai akses mengenai informasi anemia dan
penanggulangannya.
c) Kurang dapat memilih bahan makanan yang bergizi,
khususnya yang mengandung zat besi relatif tinggi.
d) Kurang dapat menggunakan pelayanan kesehatan yang
tersedia.
2) Ekonomi Yang Rendah
Anemia juga lebih sering terjadi pada golongan ekonomi yang
rendah, karena beberapa hal berikut :
a) Kelompok penduduk ekonomi rendah kurang mampu membeli
makanan sumber zat besi karena harganya relatif mahal.
b) Kurang mempunyai akses terhadap pelayanan kesehatan yang
tersedia.
3) Status Sosial Wanita Yang Masih Rendah di Masyarakat
Status wanita yang masih rendah dimasyarakat mempunyai akibat
mempermudah timbulnya anemia gizi. Beberapa contoh dari
masih rendahnya status wanita dibandingkan laki-laki adalah
sebagai berikut:
a) Rata-rata pendidikan wanita lebih rendah dari laki-laki. Hal ini
terjadi antara lain karena anggapan bahwa anak perempuan
tida perlu sekolah yang tinggi.
b) Upah tenaga kerja wanita umumnya lebih rendah dari laki-laki.
Pada hampir seluruh lapangan kerja.
25
c) Adanya kepercayaan yang merugikan, seperti pantangan
makanan tertentu, mengurangi makan setelah trimester III agar
bayinya kecil sehingga mudah melahirkan.
6. Dampak Anemia
Anemia pada remaja putri dapat menimbulkan dampak antara lain
menurunnya konsentrasi belajar dan menurunnya stamina dan
produktivitas kerja. Anemia yang diderita oleh remaja putri dapat
menyebabkan menurunnya prestasi belajar, menurunnya daya tahan tubuh
sehingga mudah terkena penyakit infeksi . Selain itu pada remaja putri
yang terkena anemia tingkat kebugarannya pun akan turun yang
berdampak pada rendahnya produktifitas kerja ataupun kemampuan
akademis di sekolah, karena adanya gairah belajar dan konsentrasi belajar
(Depkes RI, 2010). Tingginya anemia pada remaja ini akan menyebabkan
daya konsentrasi menurun sehngga akan mengakibatkan menurunnya
prestasi belajar (Ahcmad Djaeni (2004) dalam Wijayanti, (2005).
7. Metode Penentuan Anemia
Kadar hemoglobin dalam darah ditentukan dengan bermacam-macam cara
antara lain :
a. Cara Fotoelektrik : Cyanmethomoglobin
Hemoglobin darah diubah menjadi sianmethemoglobin
(hemoglobinsianida) dalam larutan yang berisi kaliumsianida.
26
Absorbansi larutan diukur pada gelombang 540 nm atau filter hijau.
Larutan Drakbin yang dipakai pada cara ini mengubah hemoglobin,
oksihemoglobin, methemoglobin, dan karboksihemoglobin menjadi
sianmethemoglobin. Sulfhemoglobin tidak berubah dan karena itu
tidak ikut diukur dengan cara :
1) Ke dalam tabung kolorimeter dimasukkan 5,0 ,l larutan Drakbin.
2) Dengan pipet hemoglobin diambil 20 µ daraj (kapiler, EDTA atau
oxalat) sebelah luar ujung pipet dibersihkan, lalu darah itu
dimasukkan ke dalam tabung koloriometer dengan membilasnya
beberapa kali.
3) Campurlah isi tabung dengan membalikkannya beberapa kali.
Tindakan ini juga akan menyelenggarakan perubahan hemoglobin
menjadi sianmethemoglobin.
4) Bacalah spektrofotometer pada gelombang 54o nm, sebagai
blanko digunakan larutan Drakbin.
5) Kadar hemoglobin ditentukan dari perbandingan absorpsinya
dengan absorbansi standard sianmethemoglobin atau dibaca dari
kurve tera.
Cara ini sangat efektif dilakukan di laboratorium secara rutin
karena penerapan kadar hemoglobin dengan cara ini lebih teliti
menurut standard cyanmethemoglobin yang bersifat stabil dan
dapat dibeli. Kesalahan cara ini minimal ± 2%.
27
Larutan yang digunakan adalah larutan Drakbin: natrium
bikarbonat 1gr; kaliumsianida 50 mg; kaliumferrisianida 200 mg;
aquadest 1000 ml dapat juga ditambah dengan sedikit detergent
supaya perubahan menjadi sianmethemoglobin berlangsung lebih
sempurna dalam waktu singkat.
Laporan hasil pemeriksaan kadar hemoglobin dengan memakai
cara cyanmethemoglobin dan spektrofotometer hanya boleh
menyebut satu angka (digit) di belakang tanda desimal;
melaporkan dua digit sesudah angka desimal melampaui ketelitian
dan ketepatan yang dapat dicapai dengan metode ini (R,
Gandasoebrata, 2001).
b. Cara Hemometer Sahli
Pada cara ini hemoglobin diubah menjadi hematin asam, kemudian
warna yang terjadi dibandingkan secara visual dengan standard dalam
alat dengan cara :
1) Masukkan kira-kira 5 tetes HCL 0,1 N kedalam tabung pengencer
hemometer.
2) Isaplah darah (kapiler, EDTA atau oxalat) dengan hemoglobin
sampai garis tanda 20 µ.
3) Hapuslah darah yang melekat pada sebelah luar ujung pipet.
4) Catatlah waktunya dan segeralah alirkan daraj dari pipet ke dalam
dasar tabung pengencer yang berisi HCL itu. Hati-hati jangan
sampai terjadi gelembung udara.
28
5) Angkatlah pipet itu sedikit, lalu isap asam HCL yang jernih
kedalam pipet 2 atau 3 kaliuntuk membersihkan darah yang masih
tinggal dalam pipet.
6) Campurkan isi tabung itu supaya darah dan asam bersenyawa;
warna campuran menajdi coklat.
7) Tambahkan air setetes demi setetes, tiap kali daduk dengan batang
pengaduk yang tersedia. Persamaan warna dan campuran dan
batang standard harus dicapai dalam waktu 3 – 5 menit setelah
saat darah HCL dicampur. Pada usaha mempersamakan warna
hendaknya tabung diputar demikian sehingga garis bagi tidak
terlihat.
8) Bacalah kadar hemoglobin dengan gram/100 ml darah.
Kelemahan cara ini adalah kolorimetri visual tidak teliti, dan
bahwa alat tidak dapat distandarkan. Cara ini juga kurang baik
karena tidak semua macam hemoglobin diubah menjadi hematin
asam, seperti karboxyhemoglobin, methemoglobin, dan
sulfemoglobin (R. Gandasoebrata, 2001).
c. Cara Talquist
Mempunyai kesalahan yang paling besar dibandingkan cara
pemeriksaan yang lain, paling mudah dilakukan. Cara pemeriksaan :
1) Ambil darah ujung jari
2) Teteskan pada kertas talquist
29
3) Cocok dan baca pada standard yang ada (Setiawan & Saryono,
2010)
d. Cara Hemoque
Metode hemoque adalah metode yang sangat mudah dilakukan,
pemeriksaan ini sering kali dipakai oleh tenaga kesehatan untuk
kesalahan yang biasanya dicapai ± 10% kadar hemoglobin yang
ditentukan dengan cara hemoque. Metode hemoque sebanding dengan
standar sianmethemoglobin baik validitas maupun reliabilitasnya.
1) Alat dan Bahan
a) β – Hemoglobin hemoque
b) Microcuvetts
c) Lancet
d) Accu-check
e) Kapas dan alkohol
2) Prosedur Kerja
a) Nyalakan β – Hemoglobin hemoque dengan menekan tombol
ON, sebelum digunakan kalibrasi dahulu β – Hemoglobin
hemoque pada angka 12,1-12,2.
b) Bersihkan ujung jari yang akan diambil darahnya dengan
larutan kapas berakohol.
c) Masukkan lancet pada accu-check, letakan ujung lancet pada
jari yang akan ditusuk, kemudian tekan tombol pada ujung
accu-check sehingga darah keluar, bersihkan darah.
30
d) Ambil microcuvet, tempelkan pada jari yang ditusuk, tekan
jari agar darh keluar kembali dan minimal darah memenuhi
daerah lingkungan putih pada microcuvet.
e) Masukkan microcuvet ke tempatnya pada β-Hemoglobin
hemoque.
f) Tunggu 1-2 menit, setelah itu akan keluar hasil pemeriksaan
(kadar Hb) pada monitor (R. Gandasoebrata).
31
B. Kerangka Teori
Penyebab langsung
Ketidakcukupan makanan
Status gizi
Konsumsi teh
Infeksi penyakit
Pola haid
Penyebab tidak langsung
Pengetahuan yang kurang
Ekonomi yang rendah
Status sosial wanita masih rendah
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Sumber : Adaptasi penulis dari Kuswanti (2009), Wijayanti (2005), Depkes RI (2010), Soebroto (2009), Supariasa (2012), Proverawati (2012).
Kejadiananemia
Dampak anemia
Menurunnya konsentrasi belajar
Menurunkan produktivitas kerja
Menurunnya stamina
Menurunkan daya tahan tubuh
32
C. Kerangka Konsep
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia.
D. Hipotesis
Hipotesa dalam suatu penelitian berarti jawaban sementara penelitian,
patokan duga atau dalil sementara, yang keberadaannya akan dibuktikan
dalam penelitian tersebut. Setelah melalui pembuktian dari hasil penelitian,
maka hipotesa ini benar atau salah, dapat diterima atau ditolak (Hidayat,
2007). Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1. Ada hubungan status gizi dengan anemia pada siswi di SMK Perintis 29
Ungaran Kabupaten Semarang Tahun 2015.
2. Ada hubungan lama menstruasi dengan anemia pada siswi di SMK
Perintis 29 Ungaran Kabupaten Semarang Tahun 2015.
Status Gizi
Riwayat Penyakit
Kejadian Anemia