BAB II
-
Upload
eka-puji-lestari -
Category
Documents
-
view
6 -
download
0
description
Transcript of BAB II
![Page 1: BAB II](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081809/55cf91a6550346f57b8f470a/html5/thumbnails/1.jpg)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ENDOSKOPI
I. Definisi
Endoskopi ialah suatu tindakan yang memungkinan dokter untuk melihat kedalam
saluran atau bagian dalam tubuh, melakukan proses pemeriksaan terhadap struktur
internal dengan menggunakan suatu alat yang fleksibel. Secara harfiah endoskopi
memiliki makna melihat kedalam, dalam hal ini berarti melihat kedalam tubuh manusia
untuk suatu alasan medis. Endoskopi adalah suatu alat yang menggunakan sistem
fiberoptik dengan sistem pencahayaan yang memungkinkan visualisasi kedalam bagian
tubuh tertentu.
Endoskopi modern dimulai dengan dikembangkannya Endoskopi Fiberoptik dan
pada perkembangan selanjutnya dengan munculnya Video Chip Endoskopi3.
II. Prinsip Dasar
Prinsip dasar dari endoskopi fiberoptik ialah merupakan kumpulan serat fiber-
optik yang berdiameter 2-3 mm dan berisi sekitar 20.000 - 40.000 fiberglass yang halus
dengan diameter 10 meter. Sinar yang berasal dari sumber cahaya ditransmisikan
melalui refleksi internal secara sempurna sampai kebagian distal sampai ke obyek yang
akan dilihat. Masing-masing fiberoptik masih diliputi lapisan glass dengan optical density
yang lebih rendah sehingga dapat menghindari kerusakan akibat sinar yang melewati
bagian dalam fiber tapi lapisan ini tidak menghantarkan sinar disamping itu masih ada
ruang antar fiber yang memberikan bayangan gelap yang menyerupai jala kecil-kecil
yang biasa muncul pada gambar. Hal ini agak berbeda dengan bayangan dari lensa yang
rigid. Suatu keuntungan fiberoptik ini adalah sangat fleksible walaupun alat dalam
keadaan membelok maksimal tanpa mengurangi kualitas gambar. Pada instrumen modern
lensa bagian distal yang terfokus pada obyek betul-betul terfiksasi3.
Kedalaman fokus obyek yang dapat diamati ialah 3mm sampai dengan 10-15cm.
Bayangan gambar ini direkonstruksi pada ujung distal alat dan diteruskan kemata melalui
suatu lensa yang dapat diatur menyesuaikan individu masing-masing..
2
![Page 2: BAB II](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081809/55cf91a6550346f57b8f470a/html5/thumbnails/2.jpg)
Sedangkan prinsip dari video chip endoskopi menyerupai fiber-endoskopi tapi
disini menggunakan CCD (Charged Couple Device) Chip dan elektronik pembantu yang
diletakkan Diujung distal (tip). CCD Chip tersusun oleh 33.000-100.000 buah photo Cell
(pixel) sebagai penerima photon yang dipantulkan kembali dari permukaan mukosa. CCD
yang biasa hanya bisa memberikan respon tentang derajat gelap-terang belum bisa
memberikan respon terhadap warna, sedangkan CCD berwarna mempunyai extra piksel
yang bisa menyerap spektrum warna sehingga piksel hanya berespon terhadap sinar dari
warna tertentu. Sistem CCD ini dapat dibuat lebih kecil dengan kemampuan resolusi
yang tinggi sehingga memberikan gambar yang lebih baik3.
III. Perbandingan antara Video Chip Endoskopi dengan Fiber-Endoskopi
Kualitas gambar dari video chip Endoskopi dibanding dengan Fiber-Endoskopi
saat ini adalah sebanding baik dalam hal warna maupun resolusinya. Namun demikian
teknologi fiberoptik sudah mencapai titik maksimal karena diameter fiber yang lebih
kecil dari 6-8µm. Akan menyebabkan kehilangan transmisi sinar secara masif, tapi
dengan sistem piksel yang berukuran 10µm seperti pada CCD saat ini apabila diameter
bisa diturunkan lagi yang berarti jumlah piksel bisa ditingkatkan maka akan
meningkatkan resolusi3.
IV. Pemeliharaan Alat
Alat Endoskopi merupakan alat yang canggih dengan harga yang cukup mahal.
Perawatan Endoskopi beserta kelengkapannya merupakan salah satu faktor penting
didalam menunjang keberhasilan tindakan Endoskopi dan mempertahankan alat tetap
awet dan tidak mudah rusak.
Konsep pemeliharaan alat meliputi hal berikut :
1. Handling Alat
Alat harus diperlakukan dengan halus dan penuh kasih sayang. Tahapan yang harus
diperhatikan dengan sungguh-sungguh untuk mencegah kerusakan alat dimulai dari
cara mengambil alat dari lemari penyimpanannya, membawa alat ke tempat
pemeriksaan, meletakkan alat pada sandaran Endoskop atau meja pemeriksaan,
3
![Page 3: BAB II](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081809/55cf91a6550346f57b8f470a/html5/thumbnails/3.jpg)
memasang alat pada sumber cahaya, saat memulai tindakan, waktu manuver,
observasi dan waktu menarik alat dari pasien, melepas alat dari sumber cahaya,
membersihkan alat, mengeringkan serta mengembalikannya lagi ke lemari
penyimpanan.
2. Peyimpanan
Tempat penyimpanan alat harus mempunyai suhu konstan di bawah 20ºC.
Kelembaban diusahakan stabil dengan memelihara silica gel yang harus selalu
diganti, bebas jamur dan bakteri. Lemari penyimpanan Endoscop didesain sesuai
kebutuhan, sandaran dibuat dengan kemiringan 60º dengan dilapisi peredam untuk
melindungi dari benturan sewaktu mengambil dan meletakkan Endoskop.
3. Pembersihan
Pembersihan alat endoskop melalui 3 tahapan yaitu: pembersihan, desinfektan dan
steril. Hati-hati terjadi kontaminasi infeksi yang sering terjadi pada paska
skleroterapi. Oleh karena itu perlu tindakan pembersihan yang baik. Kelalaian pada
proses ini dapat mengakibatkan terjadinya infeksi paska tindakan.
V. Teknik Endoskopi
Teknik Endoskopi dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu diagnostik dan
Terapeutik. Pemeriksaan saluran cerna bagian atas disebut Esofago-Gastro Duodenoskopi
(EGD) dan Saluran Cerna Bagian Bawah disebut kolonoskopi3.
Esofagogastroduodenoscopi (EGD)
a. Diagnostik:
Esofagogastroduodenoscopi (EGD) dan biopsi
b. Terapeutik:
Skleroterapi dan ligasi varises esofagus
Skleroterapi histoacryl varises esofagus
Pemasangan stent esofagus
Pemasangan flowcare
Pemasangan Percutaneus Endoscopic Gastrostomy(PEG)
4
![Page 4: BAB II](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081809/55cf91a6550346f57b8f470a/html5/thumbnails/4.jpg)
Dilatasi esophagus dengan busi Savary-Guillard
Polipektomi polip esofagus, gaster dan duodenum
Hemostatis endoskopi (perdarahan non varises : adrenalin +aethoxysclerol,
berryplast endoclip dll).
Endoscopic Mucosal Resection(EMR)
Terapi laser pada tumor, perdarahan dll.
VI. Indikasi dan Kontraindikasi Endoskopi
Indikasi
Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA)
Dispepsia
Disfagia
Odinofagia
Nyeri Epigastrium Kronis
Kecurigaan Obsruksi Outlet
Survey Endoskopi curiga keganasan
Nyeri dada tak khas
Kontraindikasi Absolut:
Tidak kooperatif
Psikopat
Alergi obat premedikasi
Syok
Infark miokard akut
Respiratori distress
Perdarahan masif
Kontraindikasi Relatif
Kelainan kolumna vertebralis
Gagal jantung
Sesak nafas
Gangguan kesadaran
Infeksi akut
5
![Page 5: BAB II](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081809/55cf91a6550346f57b8f470a/html5/thumbnails/5.jpg)
Aneurisma aorta torakalis
Tumor Mediastinum
Stenosis esofagus
Gastritis korosif akut
Gastritis flegmonosis
VII. Persiapan Pasien Endoskopi
Pendekatan dan motivasi pasien sekaligus “Informed Consent”, sambil
diterangkan mengenai kegunaan pemeriksaan,jenis pemeriksaan yang akan dikerjakan,
serta keadaan-keadaan yang mungkin dirasakan pada waktu diperiksa seperti kembung,
mual, sedikit rasa tak nyaman, dsb. Diterangkan kemungkinan terjadi komplikasi
meskipun jarang3.
Puasa tidak makan tetapi dapat minum obat yang diperlukan, paling tidak 6 jam
sebelum pemeriksaan.
Gigi palsu dan kacamata dilepas.
Dilakukan penyuntikan xylocain spray pada tenggorokan.
Bila perlu dilakukan penyuntikan obat.
Cara menelan dan bernafas panjang disampilkan pada waktu pemeriksaan.
Berbaring dengan posisi miring kekiri,tangan kiri dibawah bantal dan tangan
kanan diatas paha kanan.
Diperlukan juga ditanyakan riwayat pasien diantaranya;
Abnormalitas dari sistem organ mayor
Snoring, stridor, atau apnea ketika tidur
Alergi obat-obatan, pengobatan sebelumnya, dan potensial interaksi obat.
Reaksi kurang baik terutama berhubungan dengan efek anastesi
Waktu dan jenis terakhir kali asupan makanan
Riwayat merokok, alkohol, atau penggunaan subtansi lainnya.
Dan dilengkapi dengan pemeriksaan vital sign, menentukan tingkat
kesadaran, dan pemeriksaan jantung dan paru-paru, juga airway anatomi.
Penyulit Endoskopi
Perforasi
6
![Page 6: BAB II](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081809/55cf91a6550346f57b8f470a/html5/thumbnails/6.jpg)
Perdarahan
Gangguan kardio pulmoner
Reaksi obat-obatan
Penularan infeksi
Pneumonia aspirasi
Instrument Impaction
VIII. Perawatan Pasca Endoskopi
Perawatan pasca endoskopi meliputi:
Pasien boleh makan dan minum setelah 1-2jam pasca endoskopi untuk
menghindari aspirasi
Pasien diobservasi diruang pemulihan sampai sadar.
Pasien rawat jalan tidak boleh membawa kendaraan sendiri.
Bila dilakukan biopsi,dianjurkan makan makanan cair atau bubur saring selama
beberapa waktu tergantung apa yang ditemukan dan berapa banyak biopsi
dilakukan.
B. ANESTESI
I. Definisi
Menurut definisi, Anestesi mengacu pada hilangnya perasaan (analgesik) atau kesadaran
(sedasi).Sedasi dipergunakan untuk menyatakan segala sesuatu yang dapat
menghilangkan kecemasan, dengan cara menimbulkan tidur yang hampir ilmiah, dengan
obat-obatan. Sedangkan Analgesik berfungsi untuk menghilangkan rasa nyeri 4.
II. Tahapan Sedasi
Tabel 1 Tahapan sedasi berdasarkan American Society of Anesthesiologist’s Task Force
on Sedation and Analgesia of Nonanesthesiologist’s 2002.
Sedation Level Characteristic
Minimal sedation/anxiolysis a drug-induced state during which patients respond normally to verbal
commands
cognitive function and coordination may be impared
7
![Page 7: BAB II](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081809/55cf91a6550346f57b8f470a/html5/thumbnails/7.jpg)
ventilantory and cardiovaskular functions are unaffected
Moderate sedation/analgesia a drug-induced depression of consciousness during which patients respond
purposefully* to verbal commans, either alone or accompanied by light tactile
simulation
No intervention are required to maintain a patent airway and spontaneous
ventilation is adequate
Cardiovascular function is ussually maintainded
Deep sedation/analgesia a drug-induced depression of consciousness during patients cannot be easily
aroused but respond purposefullly* following repeated or painful stimulation
Ability to independently maintain ventilantory function may be impaired
Patients may require assistance in maintaining a patent airway and
spontaneous ventilation may be in adequate
Cardiovascular function is ussually maintained
General anesthesia A drug-induced loss of consciousness during which patients are not
arousable, even by painful stimulation
Ability to independently maintain ventilantory function is often impaired
Patients often required assistance in maintaining a patent airway and positive
pressure ventilation may be required because of depressed spontaneous
ventilation or drug-induced depression of neuromuscular function
Cardiovaskular function may be impaired
*reflex withdrawal from a painful stimulus is not considered a purposeful response
Sehubungan dengan tahapan sedasi, harus sebanding dengan harapan pasien
terhadap level sedasi. Penentuan ASA sangat direkomendasikan karena berhubungan
dengan masukan cairan atau makanan keras untuk membuat lambung kosong, menurut
aturan ASA pasien diharuskan berpuasa selama minimum 2 jam setelah mengonsumsi
cairan jernih (air putih, teh, dsb) dan 6 jam setelah mengonsumsi makanan ringan
sebelum memasukkan obat sedasi. The American college of Emergency Physician2
mengatakan, “Masukan makanan sebelum dilakukan sedasi bukan merupakan
kontraindikasi obat sedasi, tapi sangat mempengaruhi waktu dan target sedasi.”
Fungsi dari kosongnya lambung diantaranya: (1) Level sedasi pada target,(2)
Prosedur yang harus ditunda, (3) airway harus dilindungi dari intubasi endotrakea.
8
![Page 8: BAB II](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081809/55cf91a6550346f57b8f470a/html5/thumbnails/8.jpg)
III. Obat Sedasi dan Analgesia yang Digunakan untuk Endoskopi
Level sedasi membutuhkan prosedur yang berhasil mulai dari batas minimal
sedasi hingga anestesi umum. Umur pasien, status kesehatan, pengobatan sebelumnya,
premedikasi mengatasi kecemasan, dan toleransi nyeri mempengaruhi efek sedasi dibutuhkan
untuk memperoleh hasil yang diinginkan.
Variabel prosedur termasuk tingkat invasif, level ketidaknyamanan yang
berhubungan dengan prosedur, durasi pemeriksaan. Secara tipikal, diagnosis dan terapetik
dan unkomplikasi endoskopi saluran cerna bagian atas dan kolonoskopi dapat berhasil
dengan level sedasi sedang. Level sedasi yang lebih dalam lagi untuk prosedur yang lebih
lama dan lebih kompleks. Untuk tambahan, sedasi dalam atau anestesi umum digunakan pada
pasien yang tidak dapat diatasi dengan level sedasi sedang dan mengatasi pada pasien yang
tidak responsif terhadap level sedasi sedang. Ini juga berlaku pada pasien yang telah lama
menggunakan narkotika, benzodiazepin, alkohol, atau obat neuropsikiatri. Pilihan efek
sedasi sebagian besar bergantung pada operator yang berdasarkan pada kenyamanan pasien
dan meminimalkan resiko. Pemilihan sedasi umum yang terdiri dari benzodiazepin biasanya
dikombinasikan dengan obat opiat. Golongan benzodiazepin yang banyak digunakan adalah
midazolam dan diazepam. Kemanjuran sedasi dari 2 golongan dapat dibandingkan.5
Kebanyakan operator endoskopi menggunakan midazolam karena onset aksinya
cepat, lama durasi yang cepat, dan amnesi properti yang tinggi.6 Opioid, seperti meperidin
dan fentanil diberikan secara intravena, menyediakan efek analgesia dan sedasi. Fentanil
memiliki onset aksi yang cepat dan memiliki insidensi rendah pada mual dibandingkan
dengan meperidin. Kombinasi benzodiazepin dan opioit agen sering digunakan untuk
keseimbangan. Profil farmakologi antara opioid dan benzodiazepin telah didiskusikan pada
artikel yang telah dipublikasi oleh ASGE6. Antagonis spesifik opiat (nalokson) dan
benzodiazepin (flumazenil) telah tersedia dan harus disediakan dan siap digunakan pada
setiap unit endoskopi. Tambahan kombinasi benzodiazepin/narkotik termasuk
diphenhydramin, promethazin, dan droperidol. Obat-obatan ini memiliki potensiasi aksi dari
benzodiazepin/narkotik regimen; sehingga menimbulkan level sedasi yang lebih dalam.
Droperidol merupakan agen neuroleptik yang satu kelas dengan haloperidol dalam hal efek
sedasi. Trial randomisasi mendemonstrasikan efikasi dari droperidol pada pasien dengan
endoskopi terapetis, dalam hal ini pasien tersebut susah untuk disedasi7-10. The Food and
9
![Page 9: BAB II](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081809/55cf91a6550346f57b8f470a/html5/thumbnails/9.jpg)
Drug Administration (FDA) memberikan peringatan terhadap status droperidol yang
menyatakan obat digunakan hanya ketika agen sedasi pertama gagal menyediakan efek
sedasi yang diinginkan.11
Penggunaan droperidol menjadi kontraindikasi pada pasien dengan perpajangan
interval QT (ditentukan > 440 millisekon pada pria dan > 450 milisekon pada wanita),
sehingga droperidol dihindari pada pasien dengan peningkatan resiko dan perkembangan
perpanjangan interval QT. Resiko ini termasuk riwayat CHF, bradikardi, penggunaan obat
diuresis, hipertrofi jantung, hipokalemia, hipomagnesium, dan penggunaan obat yang dapat
memperpanjang interval QT. Faktor resiko lain meliputi usia lebih dari 65 tahun, penggunaan
alkohol, dan penggunaan agen seperti benzodiazepines, anestesi volatil, dan opiate
intravena12. Droperidol harus diinisiasi pada dosis yang rendah dan dosis yang semakin
meningkat dengan memperhatikan dengan mencapai dosis yang ingin dicapai12. Guideline
Penggunaan droperidol dipublikasi pada isu konsensus oleh ASGE (Tabel 2)13. Sedasi selama
kehamilan dan laktasi meningkatkan isu spesifik telah didiskusikan pada dokumen ASGE
sebelumnya14. Guidelines untuk sedasi dan anestesi pada populasi anak-anak juga telah
dipublikasikan pada dokumen ASGE sebelumnya 15.
Table 2. Guideline for The Use of droperidol for endoscopic procedure
Use only in select patients with:
Inability to achieve an acceptable response or intolerance to standard sedatives
Anticipated long procedure
Obtain 12-lead ECG before procedure. Droperidol is contraindicated if the QTc is prolonged (>440
milliseconds in males, >450 milliseconds in females).
Patients should remain on a cardiac monitor during the procedure and for 2-3 hours afterward.
Use with caution in patients at high risk for development of prolonged QT syndrome such as congestive
heart failure, bradycardia, cardiac hypertrophy, hypokalemia/magnesemia, or other drugs known to
prolong the QTc interval.
Dosage: In adults, the initial dose should not exceed 2.5 mg. Additional doses should be in 1.25 mg
aliquots to achieve the desired patient sedation.
10
![Page 10: BAB II](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081809/55cf91a6550346f57b8f470a/html5/thumbnails/10.jpg)
a) Propofol
Propofol (2,6-diisopropilfenol) diklasifikasi sebagai agen yang memiliki aksi
hipnosis yang sangat cepat yang menyediakan efek sedasi, amnesty, dan efek hipnosi dengan
tanpa efek analgesi. Propofol secara cepat melewati barier darah pada otak dan menyebabkan
depresi pada kesadaran dan berhubungan dengan potensiasi reseptor A asam g-aminobutyric
pada otak16. Propofol sangat lipofilik. Dua persiapan harus diketahui. Pertama adalah
mempersiapkan emulsi minyak atau air yang terdiri dari 1% propofol, 10% minyak kacang
kedelai, 2.25% gliserol, and 1.2% lesitin telur. Bagaimanapun juga, propofol kontraindikasi
pada pasien dengan alergi propofol atau hipersentivitas telur atau kacang kedelai17. Persiapan
lain adalah bisulfit; bagaimanapun juga, reaksi alergi pada bisulfit harus diperhitungkan juga.
Obat ini merupakan obat kehamilan kategori B dan harus digunakan dengan hati-hati selama
laktasi. Propofol mengandung 98% ikatan plasma-protein, dan dimetabolisme secara primer
di hati dengan dikonjugasikan menjadi glukoronid dan sulfat untuk memproduksi komposisi
yang dapat larut pada air yang diekskresikan oleh ginjal. Secara tipikal, waktu dari injeksi
hingga onset sedasi dari 30 sampai 60 detik. Durasi efeknya 4 sampai 8 menit. Mekanisme
Farmakokinetik tidak berubah signifikan pada pasien dengan gagal ginjal atau penyakit hati
kronis sedang hingga berat. Mengurangi dosis dibutuhkan pada pasien dengan disfungsi
jantung dan pada orang tua sebagai hasil dari menurunnya efek dari obat tersebut18. Propofol
memiliki potensiasi pada efek SSP dari analgetik narkotik dan sedatif seperti benzodiazepin,
barbiturat, dan droperidol; bagaimanapun juga, kebutuhan dosis agen ini mungkin dikurangi.
Nyeri pada saat injeksi sangat sering terjadi, muncul hingga 30% pasien yang menerima
injeksi bolus propofol19. Efek kardiovaskular dari propofol termasuk menurunnya kardiak
output, resisten sistem vaskular, dan tekanan arteri 20. inotropi jantung negatif dan depresi
respiratori dapat dilihat dengan penggunaan propofol. Efek ini dapat berbalik secara cepat
dengan mengurangi dosis atau interupsi dari infusi obat21 dan sangat jarang membutuhkan
ventilatori temporer pendukung. Tidak ada agen yang antagonis terhadap propofol 22,23.
Pelatihan spesifik pada tenaga kesehatan dalam menggunakan propofol, keahlian pada
kegawatan manajemen airway harus ada sebelum mulai memakai agenini, dan parameter
fisiologi pasien harus selalu dimonitor (tabel 3). Detail dari assesment pra-prosedur,
memonitor intraprosedural dan dokumentasi, juga perbaikan setelah prosedur pada saat
digunkan propofol untuk efek sedasi telah didiskusikan pada publikasi ASGE pelatihan
11
![Page 11: BAB II](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081809/55cf91a6550346f57b8f470a/html5/thumbnails/11.jpg)
guideline24. Sebelumnya,propofol (fospropofol sodium) yang dapat larut dalam air telah
dikembangkan 25, bagaimanapun juga belum disetujui FDA (badan pengawasan obat dan
makanan). Obat pendukung telah disetujui menjadi propofol setelah dihilangkannya setelah
kelarutan dalam air oleh endothelial alkaline phosphatase. Studi preliminary mensugesti
bahwa propofol relatif aman ddan afektif untuk digunakan sebagai efek sedasi selama
kolonoskopi26. agen anestesi lain telah digunakan untuk prosedur endoskopi diantaranya
ketamin, dexmedetomidine, dan agen-agen inhalasi.
Penggunaan propofol untuk sedasi endoskopi meningkat tajam dalam jangka
waktu 10 tahun. 25 % responden di Amerika mengindikasikan bahwa propofol digunakan
secara rutin untuk prosedur endoskopi27.
Bagaimanapun juga pengadilan Amerika dan yurisdiksi memiliki perbedaan
standar dalam menangani kasus individual. Pada saat ini, data dan opini editorial ahli
mengakui penunjang menggunakan GDP, termasuk pengesahan oleh guideline spesialis
gastroenterologi. Jendela terapetik dari propofol mencirikan dari hipnosis konvensional
sedatif yang digunakan untuk endoskopi juga meningkatan resiko komplikasi
kardiopulmoner jika tidak diatur penggunaannya secara sewajarnya. Spesifik training dalam
penggunaan propofol dan memonitor pasien selama penggunaan agen ini sangat dibutuhkan.
Personel dan peralatan yang sesuai untuk penggunaan propofol ada di tabel 3.
Kriteria ASA merekomendasikan pasien yang menerima propofol harus menerima
perawatan yang konsisten dengan sedasi dalam dan personel yang menanganinya harus
mampu menyelamatkan pasien dari anestesi umum5. Ada banyak bukti yang mengayakan
propofol dapat digunakan secara aman oleh nonanesthesiologis. Dikarenakan ada data yang
menyokong keamanan dari GD-P dan kemampuan penggunaan propofol pada tingkat yang
adequate untuk sampai pada sedasi sedang ketika GDP di lakukan, pelarangan penggunaan
hanya untuk anesthesiologist harusnya dipertanyakan11.
ASGE, the American Gastroenterological Association, dan the American College
of Gastroenterology mendukung untuk menggunakan GD-P.
Tabel 3. Recommendations for propofol use during endoscopy
A sedation team with appropriate education and training. At least 1 person who is qualified in advanced life
support skills (ie, airway management, defibrillation and the use of resuscitative medications).
Trained personnel dedicated to the uninterrupted monitoring of the patient’s clinical and physiologic parameters
12
![Page 12: BAB II](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081809/55cf91a6550346f57b8f470a/html5/thumbnails/12.jpg)
throughout the procedure
Physiologic monitoring must include pulse oximetry, electrocardiography, and intermittent blood pressure
measurement. Monitoring oxygenation by pulse oximetry is not a substitute for monitoring ventilator function.
Capnography should be considered because it may decrease the risks during deep sedation. Continuous
monitoring will allow recognition of patients who have progressed to a deeper level of sedation.
Personnel should have the ability to rescue a patient who becomes unresponsive or unable to protect his or her
airway or who loses spontaneous respiratory or cardiovascular function.
Age-appropriate equipment for airway management and resuscitation must be immediately available.
A physician should be present throughout propofol sedation and remain immediately available until the patient
meets discharge criteria.
b) GD-P
GD-P termasuk propofol yang tercatat langsung oleh gastroenterologist,
didaftarkan oleh perawat tercatat dibawah pengarahan gastroenterologist (NAPS), dan pasien
yang dikontrol system (Patient-controlled systems—PCS). NAPS terdaftar melibatkan
propofol dan memonitor pasien oleh perawat yang terdaftar dan terlatih yang tidak
mempunyai kewajiban perawatan pasien11. Protokol dosis NAPS sangat bervariasi28-30. Inisial
dosis bolus dari propofol 10 hingga 60 mg sangat tipikal didaftarkan; pilihan lain dosis bolus
yang terdaftar adalah setelah interval minimum 20 hingga 30 detik diantara dosis yang lain 11.
Jumlah dosis dan kedalaman efek sedasi dititrasi untuk mencapai keberhasilan prosedur.
Sangat penting untuk menggarisbawahi bahwa propofol tidak memiliki efek analgesic, jadi
jika digunakan sebagai agen dasar, sedasi dalam sangat membutuhkan membuat pasien tetap
nyaman11.
Propofol sangat mungkin digunakan sebagai agen dasar atau sebagai kombinasi
dengan obat hypnosis-sedatif lainnya (multidrug propofol sedation). Ketika menggunakan
protocol multidrugs dengan propofol, klinisi harus dapat mengetahui aksi terapetik setiap
agen individu sementar mengurangi kemungkinan komplikasi yang berhubungan dengan
dosis sedasi. Seperti yang telah disampaikan, ketika propofol digunakan sendiri sebagai obat
sedasi, dosis yang lebih tinggi secara tipikal dibutuhkan untuk mencapai efek sedasi yang
adequate, yang dapat menghasilkan level sedasi yang dalam. Beberapa efek yang
berhubungan dengan dosis propofol adalah termasuk hipotensi, depresi pernafasan, atau
bradikardi sering muncul31. Efek ini dapat minimalkan dengan menggunakan kombinasi
propofol karena analgesi dan amnesia dapat capai dengan menggunakan agen lain dan
13
![Page 13: BAB II](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081809/55cf91a6550346f57b8f470a/html5/thumbnails/13.jpg)
menyebabkan dosis propofol menjadi lebih rendah. Sehingga, sedasi tingkat sedang dapat
dicapai32,33. Titrasi yang tepat dari propofol dapat dimungkinkan ketika dosis bolus lebih
rendah digunakan, kemampuan membalikkan secara bersamaan penggunaan pengobatan
opioid dan benzodiazepin dapat dipelihara dengan naloxon dan flumazenil berturut-turut 11,21,34.
Meskipun kombinasi propofol secara teori menurunkan kecepatan perbaikan jika
digunakan sendiri, namun belum memnuktikan praktik klinis33. Pada RCT dari propofol yang
dititrasi untuk sedasi dalam dengan 3 regimen berbeda yang menyeimbangkan sedasi titrasi
propofol hingga sedasi tingkat moderate pada subyek yan.g memilih melakukan kolonoskopi,
regimen penyeimbang sangat berhubungan dengan memendekkan waktu pemulihan secara
signifikan dibandingkan dengan propofol sendiri.
Target kontrol sedasi termasuk farmakokinetik yang berdasarkan pada moden
dengan sistem infus yang mungkin tidak dapat dikontrol menggunakan komputer. Kemudian
system melakukan penyesuaian dalam pengobatan untuk mencapai konsentrasi plasma atau
parameter fisiologis yang diinginkan. Sistem open loop untuk mencapai target konsentrasi
obat, sedang sistem closed loop menggunakan feedback pengukuran saat itu juga dari efek
obat dan ketika mencapai level sedasi. Hal ini juga mungkin termasuk pasien lain atau
kontrol dokter yang terdaftar dalam penggunaan obat. PCS menggunakan propofol telah
dilaporkan dalam beberapa RCT. Kulling et al35 150 pasien hingga 3 sedasi tangan. PCS
dengan propofol/alfentanil (grup I), infus propofol/alfentanil yang dilanjutkan (grup II), dan
perawat terdaftar midazolam/meperidin (grup III). Grup I menunjukkan kepuasan pasien
yang tinggi dan lebih baik perbaikannya dalam waktu 45 menit dibandingkan dengan sedasi
dan analgesi konvensional. Pada studi yang mirip, Ng et al36 88 pasien secara RCT
melakukan kolonoskopi hingga PCS dengan propofol sendiri atau midazolam sendiri. Pasien
menerima PCS propofol menunjukkan rata-rata perbaikan yang signifikan (43 menit vs 61
menit) dan meningkatkan kenyamanan. PCS untuk ERCP, bagaimanapun juga tidak berhasil.
Pada studi pilot dari sistem software yang mengirimkan sebuah “ceiling’’ untuk konsentrasi
propofol plasma, hanya 80% pasien menerimanya dengan aman dan mendapatkan sedasi
yang efektif37.
14
![Page 14: BAB II](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081809/55cf91a6550346f57b8f470a/html5/thumbnails/14.jpg)
Tabel 4. Advantages and disadvantages of propofol for sedation
Advantages
Rapid onset
Favorable pharmacodynamics
Mild antiemetic properties
Potentially more effective
Rapid termination of effect
Expedited recovery
Disadvantages
Potency
Potential to induce general anesthesia
Potential to cause hemodynamic and respiratory depression
No pharmacologic antagonist
c) Keuntungan dan Keamanan Propofol untuk Endoskopi
Beberapa literatur telah mendemonstrasikan dari keuntungan penggunaan
propofol untuk sedasi pada endoskopi dibandingkan sedasi dengan menggunakan kombinasi
opioid/benzodiazepin dalam hal hasil yan penting, namun ada beberapa kerugian dalam
penggunaan propofol11. (Table 4). Data mendukung yang menyatakan bahwa penggunaan
propofol lebih baik dibandingkan dengan agen lain dalam hal waktu penyembuhan dan
kepuasan dokter11,38. Sebagai tambahan pasien yang diberikan obat sedasi propofol memiliki
skor yang lebih baik dalam hal penilaian psikomotor, refleksi atau pembelajaran, memori,
dan kecepatan mental32. Propofol yang sama menghasilkan hasil yang sama39,40 juga juga
menghasilkan kepuasan pasien lebih tinggi41-45. Penelitian menunjukkan tingginya keamanan
pada monoterapi propofol dan terapi kombinasi yang dibandingkan dengan agen sedasi
konvensional. Namun, belum ada penelitian yang memiliki kekuatan yang adekuat
menunjukkan keamanan yang superior pada penggunaan propofol dibandingkan dengan
regimen sedasi tradisional. Meta-analisis dari 12 RCT dengan jumlah pasien 1162
membandingkan keamanan relative antara GD-P dan kombinasi sedasi
benzodiazepin/opioid46.
15
![Page 15: BAB II](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081809/55cf91a6550346f57b8f470a/html5/thumbnails/15.jpg)
Resiko dan komplikasi sedasi dengan study end points dari hipoksemia dan
hipotensi sangat mirip pada semua prosedur kecuali kolonoskopi, dimana resikonya lebih
rendah jika menggunakan propofol.
Ketika ASA 2002 mempraktikkan Guidelines for Sedation and Analgesia by Non-
Anesthesiologists dipublikasikan, tidak jelas propofol yang memiliki efek sedasi moderate
hingga dalam berhubungan dengan hasil yang kurang baik ketika level sedasi yang sama
dengan agen lain yang diterima47. Sejak publikasi itu, lebih dari 500 ribu orang menggunakan
propofol untuk sedasi endoskopi 32,41,43-46,48-51 . Dari data ini, penggunaan propofol pada pasien
yang sesuai dengan personel terlatih berhubungan dengan profil keamanan yang sangat baik.
Transient hipoksia muncul 3% s.d 7% dari semua kasus sedangkan hipotensi transient 4%
sampai 7%. Waktu perbaikan diantara 14 sampai 18 menit.
Pada review retrospective dari NAPS pada beberapa pusat penelitian menyertakan
36 ribu endoskopi, tingkat kejadian yang kurang baik dibagi menjadi apnea atau airway
terkompromis yang membuntukan ventilasi (sungkup muka), diantara 0,1% sampai 0,2%31.
Tidak ada pasien yang membutuhkan intubasi endotrakea dan tidak ada yang mengalami luka
permanen atau meninggal. Ada beberapa penelitian yang menggambarkan hasil yang
sama11,29,49,52. Pada abstrak sebelumnya oleh Deenadayalu et al51,52, review world wide
multicenter safety lebih dari 521 ribu pasien telah terkonduksi. Sungkup ventilasi rata-rata
0,4:1000 pasien pada endoskopi saluran cerna atas dan 0,1:1000 pasien. Intubasi Endotrakea,
luka neurologis, dan kematia muncul pada 4, 1, dan 3 pasien secara berturut-turut. 3 kematian
muncul pada pasien yang penyakit komorbid yang signifikan seperti keganasan metastastis
yang meluas dan penyalagunaan polysubstance.
Propofol digunakan untuk kompleks prosedur gastrointestinal. Propofol mungkin
memiliki keuntungan klinis yang siginifikan dibandingkan agen konvensional sedative-
hipnosis lainnya ketika digunakan untuk memangjangkan atau untuk prosedur terapetik yang
kompleks ketika sedasi dalam menjadi tujuan dari sedasi. 2 RCT dengan 80 dan 198 pasien
secara berturut-turut, membandingkan propofol sendiri dengan midazolam pada ERCP50,51.
Telah meningkatkan kooperasi pasien dan memiliki onset yang lebih pendek signifikan dari
sedasi yang efektif dan reduksi prosedur dan waktu di ruang perbaikan yang juga dilihat pada
grup propofol. Tidak ada perbedaan pada assesment pasien dari kualitas pasien yang bisa
dilihat. 2 pasien pada propofol grup memiliki apnea yang panjang yang menjadikannya
16
![Page 16: BAB II](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081809/55cf91a6550346f57b8f470a/html5/thumbnails/16.jpg)
menghentikan prosedur dan dukungan ventilatori kadang-kadang. Vargo et al40 RCT
membandingkan GD-P dengan meperidine/midazolam pada eleksi ERCP dan EUS pada 75
pasien. Pada studi ini gastroenterologist mendedikasikan administrasi dan melakukan
monitoring propofol ketik menggunakan kapnografi untuk mendeteksi apnea atau
hiperkapnea. Pasien terandomisasi memperlihatkan waktu induksi yang lebih cepat dan
waktu perbaikan yang lebih pendek (19 vs 71 menit). Studi terdahulu mendemostrasikan
keamanan penggunaan propofol ketika terdaftar sebagai resiko tinggi pada pasien usia lanjut
ERCP. 150 resiko tinggi (ASA kelas III) oktogenarian telah dirandomisasi untuk menerima
propofol atau kombinasi midazolam dan meperidine53.Grup propofol lebih kooperatif, namun
prosedur torebalitas hampir sama. Waktu perbaikan rata-rata lebih pendek dengan lebih
sedikit episode hipoksia pada grup propofol. Pada studi ini, efek tidak menguntungkan
seperti hipotensi dan hipoksemia muncul dengan kesamaan. Bagaimanapun juga, untuk
prosedur yang kompleks propofol dapat dibandingkan dalam hal kemanjuran dan keamaan
dibandingkan sedasi konvensional.
d) Monitoring Intraprosedural
Monitoring dapat mendeteksi perubahan nadi, tekanan darah, status ventilasi,
aktivitas elektrik jantung, dan status neurologis dan klinis sebelum kejadian klinis yang
signifikan terjadi. Untuk sedasi moderate dan dalam, tingkat kesadaran secara periodic dapat
diases dan didokumentasi nadi, tekanan darah, pernafasan, dan saturasi oksgen. Parameter
fisiologis harus dilakukan teratur tergantung jumlah obat yang dipakai, lamanya prosedur,
dan keadaan umum pasien. Pada keadaan minimum, monitoring harus dilakukan:
Sebelum prosedur dimulai
Setelah pemberian agen sedasi analgesik
Setiap interval teratur selama prosedur
Selama perbaikan inisial
Sesaat sebelum keluar
Jika perekaman dilakukan secara otomatis, pengaturan alarm peringatan harus
diatur sehingga tim media dapat mengetahui perubahan status kritis pasien47. Peralatan dan
pengobatan untuk resusitasi darurat harus selalu tersedia ketika memasukan obat sedasi dan
analgesik.
17
![Page 17: BAB II](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081809/55cf91a6550346f57b8f470a/html5/thumbnails/17.jpg)
e) Asisten Anestesiolog Ketika Melakukan Prosedur Endoskopi
Sedasi berhubungan dengan faktor resiko, kedalaman sedasi, dan kepentingan dan
tipe prosedur memiliki peranan penting untuk menentukan asisten untuk anestesiolog. Faktor
resiko pasien termasuk kondisi medis seperti usia ekstrim; penyakit paru-paru berat, jantung,
ginjal, atau penyakit hari; kehamilan; penyalahgunaan obat atau alcohol; pasien yang tidak
kooperatif; potensial kesulitan melakukan airway untuk tekanan ventilasi positif; seseorang
dengan anatomi yang berhubungan dengan sulitnya untuk melakukan intubasi. The ASA Task
Force states mengatakan bahwa manajemen airway mungkin sulit pada pasien dengan
kondisi seperti ini:
(1) Permasalahan sebelumnya dengan anestesi atau sedasi
(2) Riwayat stridor, snoring atau sleep apnea
(3) Kelainan bentuk muka, seperti pada Pierre-Robin
syndrome atau trisomi 21
(4) Abnormalitas oral, seperti bukaan mulut kecil (<3 cm in an adult), edentulous,
gigi seri yang menonjol, tanpa gigi, arkus palates tinggi, macroglossia, hipertrofi
tonsillar, atau uvula yang tidak terlihat
(5) Abnormalitas leher, seperti kegemukan yang menyebabkan perubahan leher
dan struktur wajah, leher yang pendek, ekstensi leher yang terbatas, menurunnya
jarak mental hyoid (<3 cm in an adult), adanya massa pada leher, penyakit atau
trauma pada tulang servikal, deviasi trakea, atau arthritis rematik lanjut, dan
(6) Abnormalitas rahang seperti micrognathia, retrognathia, trismus.11
Secara umum guideline yang diperlukan sebagai asisten anestesiolog pada
prosedur endoskopik menurut tabel 5.
Tabel 5. Guideline for anesthesiology assistance during GI endoscopy
Anesthesiologist assistance may be considered in the following situations:
Prolonged or therapeutic endoscopic procedures requiring deep sedation
Anticipated intolerance to standard sedatives
Increased risk for complication because of severe comorbidity (ASA greater than class III)
Increased risk for airway obstruction because of anatomic variant
18