BAB II

56
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Sejarah Pembentukan Batubara 2.1.1 Asal Mula Batubara dan Definisinya Secara sederhana batubara merupakan suatu endapan yang berasal dari tumbuhan yang mengalami proses penghancuran karena aktivitas bakteri, pengendapan, penumpukan serta pemadatan yang mengendap dan berubah bentuk akibat adanya suhu dan tekanan yang tinggi yang menyebabkan tumbuhan tersebut mengalami proses perubahan fisika dan kimiawi yang berlangsung selama jutaan tahun menjadi batubara. Oleh karena itu, batubara termasuk dalam kategori bahan bakar fosil. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Definisi Batubara Batubara merupakan batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Batubara yang terbentuk dari tumbuh-tumbuhan memiliki faktor-faktor yang mempengaruhi proses terbentuknya batubara tersebut. Faktor-faktor tersebut antara lain: a.Posisi geotektonik 3

Transcript of BAB II

Page 1: BAB II

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 Sejarah Pembentukan Batubara

2.1.1 Asal Mula Batubara dan Definisinya

Secara sederhana batubara merupakan suatu endapan yang berasal dari

tumbuhan yang mengalami proses penghancuran karena aktivitas bakteri,

pengendapan, penumpukan serta pemadatan yang mengendap dan berubah bentuk

akibat adanya suhu dan tekanan yang tinggi yang menyebabkan tumbuhan

tersebut mengalami proses perubahan fisika dan kimiawi yang berlangsung

selama jutaan tahun menjadi batubara. Oleh karena itu, batubara termasuk dalam

kategori bahan bakar fosil. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen

dan oksigen.

Definisi Batubara

Batubara merupakan batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari

endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui

proses pembatubaraan.

Batubara yang terbentuk dari tumbuh-tumbuhan memiliki faktor-faktor

yang mempengaruhi proses terbentuknya batubara tersebut. Faktor-faktor tersebut

antara lain:

a. Posisi geotektonik

Posisi geotektonik yang dapat mempengaruhi proses pembentukan suatu

lapisan batubara dari :

1) Tekanan yang dihasilkan oleh proses geotektonik dan menekan lapisan

batubara yang terbentuk.

2) Struktur dari lapisan batubara tersebut, yakni bentuk cekungan stabil,

lipatan, atau patahan.

3) Intrusi magma, yang akan mempengaruhi dan/atau merubah grade dari

lapisan batubara yang dihasilkan.

b. Lingkungan pengendapan

Lingkungan pengendapan merupakan lingkungan saat proses sedimentasi

3

Page 2: BAB II

4

dari material dasar menjadi material sedimen. Lingkungan pengendapan ini

sendiri dapat ditinjau dari beberapa aspek sebagai berikut:   

1) Struktur cekungan batubara, yakni posisi di mana material dasar

diendapkan. Strukturnya cekungan batubara ini sangat berpengaruh pada

kondisi dan posisi geotektonik.

2) Topografi dan morfologi, yakni bentuk dan kenampakan dari tempat

cekungan pengendapan material dasar. Topografi dan morfologi

cekungan pada saat pengendapan sangat penting karena menentukan

penyebaran rawa-rawa di mana batubara terbentuk. Topografi dan

morfologi dapat dipengaruhi oleh proses geotektonik.

3) Iklim, yang merupakan faktor yang sangat penting dalam proses

pembentukan batubara karena dapat mengontrol pertumbuhan flora atau

tumbuhan sebelum proses pengendapan. Iklim biasanya dipengaruhi oleh

kondisi topografi setempat.

Lingkungan pengendapan batubara ditinjau dari segi tempat terbentuknya

batubara, terdapat dua macam teori yang menjelaskan tempat terbentuknya

batubara:

a. Teori Insitu

Teori ini mengatakan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara,

terbentuk ditempat dimana tumbuh-tumbuhan asal itu berada. Dengan demikian,

setelah tumbuhan mati, belum mengalami proses transportasi segera tertutup oleh

lapisan sedimen dan mengalami proses coalification. Jenis batubara yang

terbentuk dengan cara ini mempunyai penyebaran luas dan merata, kualitasnya

lebih baik karena kadar abunya relative kecil. Batubara yang terbentuk seperti ini

di Indonesia didapatkan di lapangan batubara Muara Enim (Sumatera Selatan).

b. Teori Drift

Teori ini menyebutkan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara

terjadi ditempat yang berbeda dengan tempat tumbuhan semula hidup dan

berkembang. Dengan demikian tumbuhan yang telah mati diangkut oleh media air

dan berakumulasi di suatu tempat, tertutup oleh batuan sedimen dan mengalami

Page 3: BAB II

5

proses coalification. Jenis batubara yang terbentuk dengan cara ini mempunyai

penyebaran tidak luas, tetapi dijumpai di beberapa tempat, kualitas kurang baik

karena banyak mengandung material pengotor yang terangkut bersama selama

proses pengangkutan dari tempat asal tanaman ke tempat sedimentasi. Batubara

yang terbentuk seperti ini di Indonesia didapatkan di lapangan batubara delta

Mahakam purba, Kalimantan Timur.

c. Umur geologi

Umur geologi merupakan skala waktu (dalam jutaan tahun) yang

menyatakan berapa lama material dasar yang diendapkan mengalami transformasi.

Untuk material yang diendapkan dalam skala waktu geologi yang panjang, maka

proses dekomposisi yang terjadi adalah fase lanjut clan menghasilkan batubara

dengan kandungan karbon yang tinggi.

d. Evolusi Perkembangan Flora

Flora atau tumbuhan yang tumbuh beberapa juta tahun yang lalu, yang

kemudian terakumulasi pada suatu lingkungan dan zona fisiografi dengan iklim

clan topografi tertentu. Jenis dari flora sendiri amat sangat berpengaruh terhadap

tipe dari batubara yang terbentuk.

e. Dekomposisi

Dekomposisi merupakan proses transformasi biokimia dari material dasar

pembentuk batubara menjadi batubara. Dalam proses ini, sisa tumbuhan yang

terendapkan akan mengalami perubahan baik secara fisika maupun kimia.

Faktor tumbuhan purba yang jenisnya berbeda-beda sesuai dengan zaman

geologi dan lokasi tempat tumbuh dan berkembangnya, ditambah dengan lokasi

pengendapan (sedimentasi) tumbuhan, pengaruh tekanan batuan dan panas bumi

serta perubahan geologi yang berlangsung inilah yang telah menyebabkan

terbentuknya batubara yang jenisnya bermacam-macam. Oleh karena itu,

karakteristik batubara yang berbeda-beda sesuai dengan lapangan batubara (coal

field) dan lapisannya (coal seam) dipengaruhi oleh faktor-faktor pembentuk

batubara tersebut.

Page 4: BAB II

6

2.1.2 Proses Terbentuknya Batubara

Proses pembentukan batu bara sendiri sangatlah kompleks dan

membutuhkan waktu hingga berjuta-juta tahun lamanya. Batubara terbentuk dari

sisa-sisa tumbuhan purba yang kemudian mengendap selama berjuta-juta tahun

dan mengalami proses pembatubaraan (coalification) dibawah pengaruh fisika,

kimia, maupun geologi. Tahap pembatubaraan (coalification) merupakan

gabungan proses biologi, kimia, dan fisika yang terjadi karena pengaruh

pembebanan dari sedimen yang menutupinya, temperatur, tekanan, dan waktu

terhadap komponen organik dari gambut. Oleh karena itu, batubara termasuk

dalam kategori bahan bakar fosil.

Gambar 2.1 Skema Pembentukan Batubara(sumber : infotambang.com/clients/infotambang/ Pengantarganesabatubara.pdf )

Secara ringkas ada 2 tahap proses pembatubaraan  yang terjadi, yakni:

a. Tahap Diagenetik atau Biokimia (Penggambutan),

Tahap dimana sisa-sisa tumbuhan yang terakumulasi tersimpan dalam

kondisi bebas oksigen (anaerobik) di daerah rawa dengan sistem pengeringan

yang buruk dan selalu tergenang air pada kedalaman 0,5 – 10 meter. Material

tumbuhan yang busuk ini menjadi humus yang selanjutnya oleh bakteri anaerobik

dan fungi diubah menjadi gambut. dimulai pada saat dimana tumbuhan yang telah

mati mengalami pembusukan (terdeposisi) dan menjadi humus. Humus ini

kemudian diubah menjadi gambut oleh bakteri anaerobic dan fungi hingga lignit

Page 5: BAB II

7

(gambut) terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses perubahan ini adalah

kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang dapat menyebabkan proses

pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material organik serta membentuk

gambut. Pada proses ini H2O, CO2, CO, CH4 berkurang, sedangkan unsur C

bertambah.

Prosesnya:

Decay Process ( proses merapuh )

C6H10O5 6 CO2 + 5H2O

Humifikasi (pembusukan)

2C6H10O5 C8H10O5 + 2CO2 + 2CH4 + H2O

C meningkat

Peatifikasi (penggambutan) : menghasilkan gambut

Putrifaction (terjadi pada air yang tidak mengalir), untuk menghasilkan

gambut setebal 30 cm dibutuhkan 300-350 cm pemampatan (waktu

ratusan hingga ribuan tahun)

b. Tahap Malihan atau Geokimia,

Tahap ini meliputi proses perubahan dari lignit menjadi bituminus dan

akhirnya antrasit.

Prosesnya :

5C6H10O5 C20H22O4 + 3CH4 + 8H2O + 6CO2 + CO

Cellulose Lignit Gas Metana

Dengan P ( Tekanan) dan T (Suhu)

6C6H10O5 C22H20O3 + 5CH4 + 10H20 + 8CO2 +CO

Cellulose Bituminus Gas Metana

Keterangan:

Cellulose (zat organic) yang merupakan zat pembentuk batubara. Unsure

C dalam lignit lebih sedikit disbanding bitumine. Semakin banyak unsure C lignit

semakin baik mutunya. Unsur H dalam lignit lebih banyak dibandingkan pada

bitumine. Semakin banyak unsure H lignit makin kurang baik mutunya. Senyawa

CH4 (gas metan) dalam lignit lebih sedikit dibanding bitumine.

Semakin banyak CH4 lignit semakin baik kualitasnya

Page 6: BAB II

8

Secara lebih rinci, proses pembentukan batu bara dapat dijelaskan

sebagai berikut:

1. Pembusukan

Proses dimana tumbuhan mengalami tahap pembusukan (decay) akibat

adanya aktifitas dari bakteri anaerob. Bakteri ini bekerja dalam suasana tanpa

oksigen dan menghancurkan bagian yang lunak dari tumbuhan seperti selulosa,

protoplasma, dan pati.

2. Pengendapan

Proses dimana material halus hasil pembusukan terakumulasi dan

mengendap membentuk lapisan gambut. Proses ini biasanya terjadi pada

lingkungan berair, misalnya rawa-rawa.

3. Dekomposisi

Proses dimana lapisan gambut tersebut di atas akan mengalami perubahan

berdasarkan proses biokimia yang berakibat keluarnya air (H2O) dan sebagian

akan menghilang dalam bentuk karbondioksida (CO2), karbonmonoksida (CO),

clan metana (CH4).

4. Geotektonik

Proses dimana lapisan gambut yang ada akan terkompaksi oleh gaya

tektonik dan kemudian pada fase selanjutnya akan mengalami perlipatan dan

patahan. Selain itu gaya tektonik aktif dapat menimbulkan adanya

intrusi/terobosan magma, yang akan mengubah batubara low grade menjadi high

grade. Dengan adanya tektonik setting tertentu, maka zona batubara yang

terbentuk dapat berubah dari lingkungan berair ke lingkungan darat.

5. Erosi

Lapisan batubara yang telah mengalami gaya tektonik berupa

pengangkatan kemudian di erosi sehingga permukaan batubara yang ada menjadi

terkupas pada permukaannnya. Perlapisan batubara inilah yang dieksploitasi pada

saat ini.

Jadi, proses pembentukan batubara sendiri secara singkat dapat

didefinisikan sebagai suatu perubahan dari sisa-sisa tumbuhan yang ada, mulai

dari pembentukan peat (peatifikasi) kemudian lignit dan menjadi berbagai macam

Page 7: BAB II

9

tingkat batubara, disebut juga sebagai proses coalifikasi, yang kemudian berubah

menjadi antrasit. Pembentukan batubara ini sangat menentukan kualitas batubara,

dimana proses yang berlangsung selain melibatkan metamorfosis dari sisa

tumbuhan, juga tergantung pada keadaan pada waktu geologi tersebut dan kondisi

lokal seperti iklim dan tekanan.

Gambar 2.2 Proses Pembentukan Batubara Berdasarkan Rank(sumber : ptba.co.id/id/library/detail/2)

2.1.3 Materi Pembentuk Batubara

Hampir seluruh pembentuk batu bara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis

tumbuhan pembentuk batu bara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah

sebagai berikut:

Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal.

Sangat sedikit endapan batu bara dari perioda ini.

Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari

alga. Sedikit endapan batu bara dari perioda ini.

Pteridofita, umur Devon Atas hingga Karbon Atas. Materi utama

pembentuk batu bara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara.

Tetumbuhan tanpa bunga dan biji, berkembang biak dengan spora dan

tumbuh di iklim hangat.

Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur

Tengah. Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal

Page 8: BAB II

10

pinus, mengandung kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti

gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batu bara Permian

seperti di Australia, India dan Afrika.

Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan

modern, buah yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga,

kurang bergetah dibanding gimnospermae sehingga, secara umum, kurang

dapat terawetkan.

Konsep bahwa batubara berasal dari sisa tumbuhan diperkuat dengan

ditemukannya cetakan tumbuhan di dalam lapisan batubara. Dalam

penyusunannya batubara diperkaya dengan berbagai macam polimer organik yang

berasal dari antara lain karbohidrat, lignin, dll. Namun komposisi dari polimer-

polimer ini bervariasi tergantung pada spesies dari tumbuhan penyusunnya.

Lignin, merupakan suatu unsur yang memegang peranan penting dalam

merubah susunan sisa tumbuhan menjadi batubara. Sementara ini susunan

molekul umum dari lignin belum diketahui dengan pasti, namun

susunannya dapat diketahui dari lignin yang terdapat pada berbagai macam

jenis tanaman. Sebagai contoh lignin yang terdapat pada rumput

mempunyai susunan p-koumaril alkohol yang kompleks. Pada umumnya

lignin merupakan polimer dari satu atau beberapa jenis alkohol. Hingga

saat ini, sangat sedikit bukti kuat yang mendukung teori bahwa lignin

merupakan unsur organik utama yang menyusun batubara.

Karbohidrat, gula atau monosakarida merupakan alkohol polihirik yang

mengandung antara lima sampai delapan atom karbon. Pada umumnya

gula muncul sebagai kombinasi antara gugus karbonil dengan hidroksil

yang membentuk siklus hemiketal. Bentuk lainnya mucul sebagai

disakarida, trisakarida, ataupun polisakarida. Jenis polisakarida inilah yang

umumnya menyusun batubara, karena dalam tumbuhan jenis inilah yang

paling banyak mengandung polisakarida (khususnya selulosa) yang

kemudian terurai dan membentuk batubara.

Page 9: BAB II

11

Protein, merupakan bahan organik yang mengandung nitrogen yang selalu

hadir sebagai protoplasma dalam sel mahluk hidup. Struktur dari protein

pada umumnya adalah rantai asam amino yang dihubungkan oleh rantai

amida. Protein pada tumbuhan umunya muncul sebagai steroid, lilin.

Batubara merupakan senyawa hidrokarbon padat yang terdapat di alam

dengan komposisi yang cukup kompleks. Pada dasarnya terdapat dua jenis

material yang membentuk batubara, yaitu :

1) Combustible Material, yaitu bahan atau material yang dapat

dibakar/dioksidasi oleh oksigen. Material tersebut umumnya terdiri dari :

• karbon padat (fixed carbon)

• senyawa hidrokarbon

• senyawa sulfur

• senyawa nitrogen, dan beberapa senyawa lainnya dalam jumlah kecil.

2) Non Combustible Material, yaitu bahan atau material yang tidak dapat

dibakar/dioksidasi oleh oksigen. Material tersebut umumnya terediri dari

senyawa anorganik (Si02, A12O3, Fe2O3, TiO2, Mn3O4, CaO, MgO, Na2O,

K2O, dan senyawa logam lainnya dalam jumlah yang kecil) yang akan

membentuk abu/ash dalam batubara. Kandungan non combustible material

ini umumnya diingini karena akan mengurangi nilai bakarnya.

2.2 Klasifikasi Batubara dan Karakteristiknya

Berdasarkan rank pembentukan batubara dari rank tertinggi ke terendah

yang dikontrol oleh tekanan, panas dan waktu, batu bara umumnya dibagi dalam

lima kelas :

1. Antrasit, adalah kelas batu bara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan

(luster) metalik, mengandung antara 86%-98% unsur karbon (C) dengan

kadar air kurang dari 8%. Biasanya digunakan untuk proses sintering bijih

mineral, proses pembuatan elektroda listrik, pembakaran batu gamping,

dan untuk pembuatan briket tanpa asap. batubara yang terjadi pada umur

geologi yang paling tua. Struktur kompak, berat jenis tinggi, berwarna

Page 10: BAB II

12

hitam metalik, kandungan VCM rendah, kandungan abu dan air rendah,

mudah ditepung. Kalau dibakar, hampir seluruhnya habis terbakar tanpa

timbul nyala. Nilai kalor atas ³ 8300 kkal/kg.

Gambar 2.3 Antrasit(sumber : en.wikipedia.org/wiki/Anthracite)

Antrasit (C94OH3O3) dengan ciri :

-          Warna hitam mengkilap

-          Material terkompaksi dengan kuat

-          Mempunyai kandungan air rendah

-          Mempunyai kandungan karbon padat tinggi

-          Mempunyai kandungan karbon terbang rendah

-          Relatif sulit teroksidasi

-          Nilai panas yang dihasilkan tinggi

2. Bituminus mengandung 68-86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10%

dari beratnya. Kelas batu bara yang paling banyak ditambang di Australia.

Batubara ini masih dibedakan menjadi dua, yaitu :

a.  batubara ketel uap atau batubara termal atau yang disebut steam

coal, banyak digunakan untuk bahan bakar pembangkit listrik, pembakaran

umum seperti pada industri bata atau genteng, dan industri semen

b.  batubara metalurgi (metallurgical coal atau coking coal) digunakan untuk

keperluan industri besi dan baja serta industri kimiaterbentuk pada periode

geologi “carboniferous” dari tumbuh-tumbuhan yang mengalami

karbonisasi. Nilai kalor 7000-8000 kkal/kg. Kandungan abu dan airnya

rendah (5-10%). Kalau kandungan abunya tinggi, biasanya dipakai pada

“steam power plant”. Batubara yang berwarna hitam tidak bersifat

higroskopis

Page 11: BAB II

13

Gambar 2.4 Bituminus

(sumber : en.wikipedia.org/wiki/Bituminus)

3. Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh

karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan

dengan bituminus.

Gambar 2.5 Sub-bituminus(sumber : en.wikipedia.org/wiki/Sub-Bituminous)

Subbituminous (C75OH5O20) – Bituminous (C80OH5O15) dengan ciri :

-           Warna hitam

-          Material sudah terkompaksi

-          Mempunyai kandungan air sedang

-          Mempunyai kandungan karbon padat sedang

-          Mempunyai kandungan karbon terbang sedang

-          Sifat oksidasi rnenengah

- Nilai panas yang dihasilkan sedang

4. Lignit atau batu bara coklat adalah batu bara yang sangat lunak yang

mengandung air 35-75% dari beratnya, terbentuk dari tumbuh-tumbuhan

Page 12: BAB II

14

yang mengalami karbonisasi atau perkayaan akan kandungan C di bawah

lapisan tanah dalam jangka waktu yang lama.

Gambar 2.6 Lignit(sumber : en.wikipedia.org/wiki/Lignite)

Lignit/ brown coal, (C70OH5O25 ) dengan ciri :

-          Warna kecoklatan

-          Material terkornpaksi namun sangat rapuh

-          Mempunyai kandungan air yang tinggi ( bersifat higroskopis ) dan kadar

N, O, VCM, S tinggi

-          Mempunyai kandungan karbon padat rendah

-          Mempunyai kandungan karbon terbang tinggi

-          Mudah teroksidasi

-          Nilai panas yang dihasilkan rendah

- Nilai kalor bawah sekitar 1500-4500 kkal/kg.

5. Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori

yang paling rendah.

Peat/ gambut, (C60H6O34) dengan sifat :

-          Warna coklat

-          Material belum terkompaksi

-          Mernpunyai kandungan air yang sangat tinggi

-          Mempunvai kandungan karbon padat sangat rendah

-          Mempunyal kandungan karbon terbang sangat tinggi

-          Sangat mudah teroksidasi

-          Nilai panas yang dihasilkan amat rendah

Page 13: BAB II

15

- Kandungan abunya tergantung pada lumpur rawa. Bahan bersifat

higroskopis.

- Kandungan airnya tergantung pada kondisi pengeringan, transportasi dan

penyimpanan.

- Nilai kalor bawahnya 1700-3000 kkal/kg.

Gambar 2.7 Gambut(sumber : en.wikipedia.org/wiki/peatcoal)

Tingkat perubahan yang dialami batu bara, dari gambut sampai menjadi

antrasit – disebut sebagai pengarangan – memiliki hubungan yang penting dan

hubungan tersebut disebut sebagai ‘tingkat mutu’ batu bara.

1. Batubara dengan mutu yang rendah, seperti batubara muda dan sub-bitumen

yang biasanya lebih lembut dengan materi yang rapuh dan berwarna suram

seperti tanah. Baru bara muda memilih tingkat kelembaban yang tinggi dan

kandungan karbon yang rendah, dan dengan demikian kandungan energinya

rendah.

2. Batubara dengan mutu yang lebih tinggi umumnya lebih keras dan kuat dan

seringkali berwarna hitam cemerlang seperti kaca. Contohnya adalah batubara

bitumen dan antrasit. Batubara dengan mutu yang lebih tinggi memiliki

kandungan karbon yang lebih banyak, tingkat kelembaban yang lebih rendah

dan menghasilkan energi yang lebih banyak. Antrasit adalah batubara dengan

mutu yang paling baik dan dengan demikian memiliki kandungan karbon dan

energi yang lebih tinggi serta tingkat kelembaban yang lebih rendah.

Page 14: BAB II

16

2.3 Penentuan Kualitas Batubara

Dalam kaitannya dengan kualitas batubara perlu diketahui bermacam

analisa dan pengujian yang dapat menunjukka parameter kualitas batubara pada

pemanfaatannya.

1. Analisa Proksimat.

Serangkaian pengujian ini dimaksud untuk menguji property secara fisik

dari batubara dan akan memberi gambaran dari kelakuan batubara didalam tugku.

Prosedurnya relatif sederhana dan parameter – parameter yang diukur adalah

presentase abu, kandungan air, zat terbang, dan karbon tetap.

a. Pengukuran kandungan Air

Kandungan Air mempengaruhi pembakaran dan kapasitas penanganan

batubara. Makin tinggi kandungan air makin mahal biaya penanganannya.

Kandungan air ini didefinisikan sebagai Kandungan udara kering dan dapat

dijelaskan sebagai kandungan air yang hilang dari pengeringan parsial batubara

untuk membawanya mendekati kesetimbangan dengan kandungan air diruang

laboratorium. Analisanya dapat dilakukan sebagai berikut:

1) Sample mula – mula dibiarkan setimbang dengan suasana laboratorium.

2) Berat sample 1 gram denganketelitian 0,1 mg ditempatkan dalam wadah

yang telah dikeringkan dalam suhu 105 - 110º C dan ditiup dengan

nitrogen untuk jangka waktu 1,5 – 3 jam.

3) Sampel dipindahkan dari oven dan didinginkan pada suhu ruang dan

ditimbang kembali dan kandungan air dihitung.

b. Zat Terbang (Volatile Matter)

Zat terbang adalah bagian dari batubara yang terbang dalam bentuk gas

bilamana batubara ditutup dengan wadah silica (crucible) dipanaskan sampai suhu

900º C selama 7 menit dalam tungku. Crusible yang digunakan untuk analisa

sebelumnya harus dikeringkan dan dibersihkan. Kemudian sample di pindahkan

dari tungku dan dikeringkan dan didinginkan dalam suatu desikator.

Volatile matter biasanya berasal dari gugus hidrokarbon dengan rantai

alifatik atau rantai lurus yang mudah putus dengan pemanasan tanpa udara

menjadi hidrokarbon yang lebih sederhana seperti methana atau ethana.

Page 15: BAB II

17

Kadar volatile matter dalam batubara ditentukan oleh peringkat batubara.

Semakin tinggi peringkat suatu batubara akan semakin rendah kadar volatile

matter yang ada.

c. Kandungan Abu

Abu adalah bahan yang tidak dapat terbakar bila batubara dibakar

seluruhnya. Abu adalah bahan tidak murni. Kandungan abu tinggi akan

menambah biaya penanganan serta mengurangi kapasitas pembakaran batubara

dan menambah perawatan dan pembuangan. Analisa abu dilakukan dengan

menimbang sample 1 g dengan ketelitian sampai 1 mg dalam wadah yang telah

dikeringkan dan dibersihkan, Kemudian sample dipanaskan. Prosesnya sampai

selesai 3 jam. Kemudian sample didinginkan pada suhu ruang pada desikator dan

ditimbang. % Abu = 100 x massa abu / massa sample.

d. Karbon Tetap

Karbon tetap adalah residu yang dapat dibakar dan tertinggal setelah zat

terbang dihilangkan. Presentase karbon tetap dihitung dengan mengurangi persen

kandungan air, abu dan zat terbang dari angka 100.

2. Analisa Ultimate

Pengujian ini akan memberikan komposisi kimia batubara dengan tepat,

parameter yang diukur adalah :

a. Analisa Karbon, Hidrogen dan Nitrogen

Unsur–unsur ini bagian dari analisa ultimate dan dipakai dalam

perhitungan pembakara. Karbon dan Hidrogen dapat ditetapkan dalam batubara

dengan memanfaatkan metode pembakaran suhu tinggi. Pada metode ini sample

batubara dioksidasikan pada suhu 1350ºC. Oksida – oksida klorida dan sulfur

dibersihkan dengan perak. Hasil air karbondioksida yang dihasilkan oleh oksida

diserap oleh ascarite dan magnesium perchloride dan secara gravietris ditetapkan.

Nitogen dapat ditetapkan dengan metode Kjeldahl.Prosedur ini melibatkan

percernaan sample oleh pendidihan dengan menggunakan asam sulfat pekat,

dengan hadirnya katalis selenium. Zat – zat organik dihancurkan dan Nitrogen

dihancurkan menjadi ammonium sulfat. Amoniak kemudian dilepas oleh

Page 16: BAB II

18

penambahan sodium hidroksida yang berlebihan dan uap disulingkan kedalam

larutan asam boric, dan dititrasi dengan asam sulfat.

b. Kandungan Sulfur

Sulfur dalam batubara ditentukan oleh daerah terbentuknya. Kandungan

Sulfur yang tinggi dalam batubara menyebabkan korosi dalam bunker, cerobong.

Dapat menyebabkan oksidasi dalam penyimpanan, dapat menyebabkan

pembakaran spontan. Dapat menyebabkan pergerakan (slaging). Dan dapat

menyebabkan polusi udara. Metode untuk menetapkan sulfur dalam batubara

antara lain :

Metode Bomb Oksigen Kalorimeter :

1) 1 Gram sample dibakar dalam bomb oksigen, dicuci bersih dengan

aquadest.

2) Netralisir dengan larutan Na2CO3 0,0709 N. tambahkan 1 ml NH4OH

pekat, panaskan sampai mendidih, lalu disaring.

3) Cuci endapan dengan air panas, tambahkan sampai 250ml. Netralisir

dengan HCL pekat.

4) Saring dan cuci dengan air panas sampai bebas klorida. Panaskan kertas

saring dan endapkan pada suhu 925ºC sampai berat konstan.

3. Analisa Lainnya.

a. Analisa Nilai Kalor

Membeli batubara sama juga membeli satuan energi kalor. Nilai kalor

adalah panas yang dihasilkan oleh pembakaran sample dalam linngkungan yang

terkendali. Nilai kalor dapat dihitung dengan bomb calorimeter dimana sample

ditutup dan diberi tekanan oksigen antara 20 – 30 atm.bomb dikelilingi air dan

sample dibakar. Suhu diukur dan kenaikan suhu sebanding dengan kandungan

panas. Data yang didapat dihitung sebagai kalor melalui persamaan :

Persamaan Mendeleyev; berlaku untuk semua bahan bakar padat

Page 17: BAB II

19

QL = NHV = LHV = nilai kalor bawah (kkal/kg)

C, H, O, SV , W = kandungan karbon, hidrogen, oksigen, belerang,

air (% berat)

Persamaan Calderwood; berlaku khusus untuk bituminous coal

C, VCM, FC, S = % berat karbon

QH = nilai kalor atas (BTU/lb)

Persamaan Dulong; berlaku untuk semua batubara

QH = nilai kalor atas (BTU/lb)

C, H, O, S = fraksi berat karbon, hidrogen, oksigen dan belerang

= fraksi berat “net hydrogen” = Hnet

Hnet =

H = fraksi berat hidrogen, termasuk Hnet , H dalam air kelembaban, H

dalam air senyawa

Rasio bahan bakar (= fuel ratio) =

Dimana : Rasio bahan bakar untuk anthracite = 10-60

semi -anthracite = 6-10

semi-bituminous = 3-7

bituminous = 0.5-3

b. Suhu Leleh Abu

Suhu leleh abu mempengaruhi jenis dasar tungku yang dibutuhkan dan

menunjukkan tendensi untuk terjadinya klinker dan pergerakan. Pengujian fusi

Page 18: BAB II

20

abu diukur dengan memanaskan kerucut dari abu batubara dalam suatu tungku

yang secara umum diatur dengan suasana reduksi. Dapat pula diuji dengan

memakai Ash Fusion Determinator.

c. Pengujian densitas batubara

Densitas batubara perlu dilakukan pengujian untuk mengetahui cara

penanganan dan perlakuan batubara seperti pengangkutan batubara dan

penyimpanan batubara.

d. Hardgrove Grindability Index

HGI adalah bilangan yang menyatakan mudah tidaknya batubara

digerus.Dengan rumus : HGI = 13,6 + 6,93W, dengan W adalah berat batubara

lolos 200 mesh. Cara pengujiannya adalah sbb :

1) Keringkan sample lolos 4 mesh pada suhu 35ºC kurang dari 48 jam

sebanyak 1000 gram.

2) Ambil sample 200 gram.

3) Masukkan dalam BiiMill diputar sebanyak 60 putaran.

4) Kemudian diayak dengan lolos 200 mesh timbang yang lolos dan tertahan.

e. Grade Batubara

Grade batubara dipengaruhi kandungan bahan pengotor anorganik

(mineral matter), bahan organik, bahan anorganik dan intrusi mineral batubara.

Semakin tinggi zat pengotor, makin rendah grade batubara.

f. Jenis (type) batu bara

·        Ditentukan dari komponen /komposisi batu bara yang terdiri dari maseral

(vitrinit, liptinit dan inertinit) dan mineral pembentuk seperti : lempung, sulfida,

silika dan karbonat. Dipengaruhi oleh jenis tumbuhan pembentuk dan lingkungan

pengendapan dimana batu bara tersebut berada.

g. Rank batubara

·         Berhubungan erat dengan tingkat pematangan batu

bara  (pembatubaraan /coalification). Dipengaruhi oleh salah satu atau gabungan

Page 19: BAB II

21

dari temperatur, tekanan dan waktu. selama perkembangannya,  hanya terjadi

proses fisika berupa pemadatan.

Parameter yang umum digunakan untuk menentukan  rank  batubara

antara lain adalah kandungan bahan organik pembentuk batubara seperti karbon

total, nilai kalor, kandungan air, dan reflektansi vitrinit. Berikut tabel 2.1

Kandungan bahan organik pembentuk batubara

Tabel 2.1 Kandungan bahan organik pembentukan batubara

Keterangan : C ( Karbon), H ( Hidrogen ), O (Oksigen)

(sumber : infotambang.com/clients/infotambang/ Pengantarganesabatubara.pdf )

Dasar penentuan rank (peringkat)

Volatile Matter : VM << ; Rank >>

Kandungan karbon : FC >> ; Rank >>

Kandungan air : TM << ; Rank >>

Nilai Kalori : CV >> ; Rank >>

Posisi batubara mulai dari terendah hingga tertinggi:

Gambut

Lignit

Sub-bituminus

Bituminus

Antrasit

Rank suatu batubara dapat dilihat sesuai dengan tabel 2.2 yang terdapat

dibawah ini.

Bahan C % H % O %Kayu (wood)Gambut (peat)Lignit (Brown Coal)Bituminous (Hard Coal)Antrasit

5055-6060-7075-9090-96

65,5-6,55,0-6,04,5-5,52,0-4,5

4430-4020-305-152-5

Page 20: BAB II

22

Tabel 2.2 Klasifikasi batubara berdasarkan tingkatnya (ASTM, 1981, op cit Wood et al., 1983)

Class Group Fixed Carbon ,% , dmmf

Volatile Matter Limits, % , dmmf

Calorific Value Limits BTU per pound (mmmf)

Equal or Greater Than

Less Than

GreaterThan

Equal or Less Than

Equal or Greater Than

Less

Than

Agglomerating Character

I Anthracite* 1.Meta-anthracite 98     2     nonagglomerating

2.Anthracite 92 98 2 8      3.Semianthracite

C86 92 8 14      

II Bituminous 1.Low volatile bituminous coal

78 86 14 22      

2.Medium volatilebituminou

s coal

69 78 22 31      

3.High volatile A bituminous coal

  69 31   14000D   commonly

4.High volatile B bituminous coal

        13000D 14000

agglomerating**E

5.High volatile C bituminous coal

        11500 13000

 

          10500 11500

agglomerating

III Subbituminou

s

1.Subbituminous A coal

        10500 11500

 

2.Subbituminous B coal

        9500 10500

 

3.Subbituminous C coal

        8300 9500 nonagglomerating

IV. Lignite 1.Lignite A         6300 8300  1.Lignite B           6300  

(sumber : www.teknikpertambangan.wordpress.com)

2.4 Penambangan Batubara

Penambangan batubara terdiri atas pengambilan dari lapisan-lapisan

batubara dalam tanah, permuatan dan pengangkutan hingga ke permukaan tanah,

dicuci dan dihancurkan, kemudian diangkut ke daerah-daerah pemasaran.

Metode penambangan batubara dibagi menjadi 4 bagian, yaitu :

Tambang terbuka (surface mining),

Tambang ini merupakan metode penambangan kegiatan aktifitas

penambangannya dilakukan di atas atau relatif dekat dengan permukaan bumi dan

tempat kerjanya berhubungan langsung dengan udara luar

Page 21: BAB II

23

Kelebihan tambang terbuka dibandingkan dengan tambang dalam adalah

relatif lebih aman, relatif lebih sederhana, dan mudah pengawasannya

Pada saat ini sebagian besar penambangan batubara dilakukan dengan

metode  tambang terbuka, lebih-lebih setelah digunakannya alat-alat besar yang 

mempunyai kapasitas muat dan angkut yang besar untuk membuang lapisan 

tanah penutup batubara. Dengan demikian pekerjaan pembuangan lapisan  tanah

penutup batubara menjadi lebih murah dan menekan biaya ekstraksi  batubara.

Selain itu prosentase batubara yang diambil jauh lebih besar  dibanding dengan

batubara yang dapat diekstraksi dengan cara tambang  dalam. Penambangan

batubara dengan metode tambang terbuka saat ini  diperoleh 85% dari total

mineable reserve, sedang dengan metode tambang  dalam paling besar hanya 50%

saja. Walaupun demikian penambangan secara  tambang terbuka mempunyai

keterbatasan yaitu dengan peralatan yang ada pada saat sekarang ini keterbatasan

kedalaman lapisan batubara yang dapat ditambang dan pertimbangan ekonomis

antara biaya pembuangan batuan penutup dengan biaya pengambilan batubara

Prosesnya dilakukan dengan cara :

Open Pit/ Open Cut / Open Mine mining

Stripping mining

Quarrying mining

Alluvial Mining

Tambang dalam atau bawah (underground mining),

metode penambangan yang segala kegiatannya dilakukan dibawah

permukaan bumi dan tempat kerjanya tidak berhubungan langsung dengan udara

luar. Dilakukan pertama-tama dengan jalan membuat lubang persiapan baik

berupa lubang  sumuran ataupun berupa lubang mendatar atau menurun menuju

ke lapisan  batubara yang akan ditambang. Selanjutnya dibuat lubang bukaan

pada  lapisan batubaranya sendiri. Cara penambangannya sendiri dapat dilakukan

secara manual, yaitu menggunakan banyak alat yang memakai kekuatan tenaga

manusia maupun secara mekanis, yaitu mempergunakan alat sederhana sampai

menggunakan system elektronis dengan pengendalian jarak jauh.

Metode penggunaan :

Page 22: BAB II

24

Metode tanpa penyangaan

Metode dengan penyanggaan dan metode ambrukan

Tambang bawah air (underwater mining)

Metode penambangan yang kegiatan penggaliannya dibawah permukaan

air atau endapan mineral berharga yang terletak dibawah permukaan air.

Caranya:

Menggunakan kapal keruk laut dalam ( >50 m)

Menggunakan kapal keruk hidrolik

Menggunakan kapal keruk dengan jaring tarik

Menggunakan kapal isap laut dalam

Tambang di tempat (insitu miring),

Metode penambangan yang dilakukan terhadap endapan mineral dan

batuan yang terbentuk secara khusus yang penambangannya langsung di tempat

tersebut dengan cara khusus.

2.5 Dampak Penambangan Batubara

Seperti yang diketahui, pertambangan batubara juga telah menimbulkan

dampak kerusakan lingkungan hidup yang cukup parah, baik itu air, tanah, udara,

dan hutan.

Air

Penambangan batubara secara langsung menyebabkan pencemaran air,

yaitu dari limbah pencucian batubara tersebut dalam hal memisahkan

batubara dengan sulfur. Limbah pencucian tersebut mencemari air sungai

sehingga warna air sungai menjadi keruh, asam, dan menyebabkan

pendangkalan sungai akibat endapan pencucian batubara tersebut. Limbah

pencucian batubara setelah diteliti mengandung zat-zat yang sangat

berbahaya bagi kesehatan manusia jika airnya dikonsumsi. Limbah

tersebut mengandung belerang (b), merkuri (Hg), asam slarida (HCn),

mangan (Mn), asam sulfat (H2SO4), dan timbal (Pb). Hg dan Pb

merupakan logam berat yang dapat menyebabkan penyakit kulit pada

manusia seperti kanker kulit.

Page 23: BAB II

25

Tanah

Tidak hanya air yang tercemar, tanah juga mengalami pencemaran akibat

pertambangan batubara ini, yaitu terdapatnya lubang-lubang besar yang

tidak mungkin ditutup kembali yang menyebabkan terjadinya kubangan air

dengan kandungan asam yang sangat tinggi. Air kubangan tersebut

mengadung zat kimia seperti Fe, Mn, SO4, Hg dan Pb. Fe dan Mn dalam

jumlah banyak bersifat racun bagi tanaman yang mengakibatkan tanaman

tidak dapat berkembang dengan baik. SO4 berpengaruh pada tingkat

kesuburan tanah dan PH tanah, akibat pencemaran tanah tersebut maka

tumbuhan yang ada diatasnya akan mati.

Udara

Penambangan batubara menyebabkan polusi udara, hal ini diakibatkan dari

pembakaran batubara. Menghasilkan gas nitrogen oksida yang terlihat

cokelat dan juga sebagai polusi yang membentuk acid rain (hujan asam)

dan ground level ozone, yaitu tipe lain dari polusi yang dapat membuat

kotor udara. Selain itu debu-debu hasil pengangkatan batubara juga sangat

berbahaya bagi kesehatan, yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit

infeksi saluran pernafasan (ISPA), dan dalam jangka panjang jika udara

tersebut terus dihirup akan menyebabkan kanker, dan kemungkinan bayi

lahir cacat.

Hutan

Penambangan batubara dapat menghancurkan sumber-sumber kehidupan

rakyat karena lahan pertanian yaitu hutan dan lahan-lahan sudah

dibebaskan oleh perusahaan. Hal ini disebabkan adanya perluasan tambang

sehingga mempersempit lahan usaha masyarakat, akibat perluasan ini juga

bisa menyebabkan terjadinya banjir karena hutan di wilayah hulu yang

semestinya menjadi daerah resapan aitr telah dibabat habis. Hal ini

diperparah oleh buruknya tata drainase dan rusaknya kawan hilir seperti

hutan rawa.

Laut

Pencemaran air laut akibat penambangan batubara terjadi pada saat

Page 24: BAB II

26

aktivitas bongkar muat dan tongkang angkut batubara. Selain itu,

pencemaran juga dapat mengganggu kehidupan hutan mangrove dan biota

yang ada di sekitar laut tersebut.

2.6 Usaha Mengurangi Dampak Penambangan

Usaha yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak pertambangan

batubara adalah pengembangan Teknologi Batubara Bersih (TBB).

Teknologi batu bara bersih adalah sekumpulan teknologi yang

dikembangkan untuk mitigasi dampak lingkungan dari penggunaan batu bara.

Ketika batu bara digunakan sebagai bahan bakar, emisi gas buang yang dihasilkan

mencakup sulfur dioksida, nitrogen dioksida, karbon dioksida, dan senyawa kimia

lainnya tergantung pada jenis batu bara yang digunakan. Berbagai cara digunakan

untuk meminimalisasi dampak tersebut, di antaranya pencucian batu bara secara

kimiawi untuk mengurangi kadar mineral dan bahan pengotor pada batu bara,

gasifikasi, perlakuan gas buang dengan uap untuk mengeliminasi sulfur dioksida,

teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon, dan pengeringan batu bara

untuk meningkatkan nilai kalori batu bara.

Pembangkit listrik "batubara bersih" pertama kali beroperasi di dunia pada

bulan September 2008 di Spremberg, Jerman. Pembangkit ini dimiliki oleh

perusahaan Swedia Vattenfall dan telah dibangun oleh perusahaan Siemens

Jerman. Pembangkit ini disebut Pembangkit Listrik Schwarze Pumpe. Fasilitas ini

menangkap CO2 dan hujan asam, menghasilkan sulfida, memisahkan mereka, dan

mengkompres CO2 menjadi cairan. CO2 ini diinjeksi ke ladang gas alam yang

telah habis atau formasi geologi lainnya. Teknologi ini memang dianggap

bukanlah solusi akhir untuk pengurangan CO2 di atmosfer, tetapi memberikan

solusi dalam waktu dekat, sementara solusi alternatif yang lebih baik bagi

pembangkit listrik dapat dibuat secara praktikal dan ekonomis.

Teknologi Batubara bersih antara lain:

Desulfurisasi

Sulfur dalam gasifikator terdiri dari abio-sulfur dan sulfur organik, dimana

hidrogen sulfurisasi (H2S) merupakan bagian yang dominan. Desulfurisasi gas

Page 25: BAB II

27

batubara adalah untuk menghilangkan hidrogen sulfurisasi yang merupakan gas

beracun. Gas batubara mengandung gas caustic seperti H2S, CO2 yang cenderung

mengikis dan merusak peralatan bersama-sama dengan air (H2O) dan

menyebabkan kebocoran gas batubara, menimbulkan pencemaran di atmosfir atau

bahkan menimbulkan ledakan yang merusak lingkungan dan melukai pekerja.

Karena itu, desulfurisasi sangat penting artinya.

Gas batubara mengandung H2S masuk ke menara desulfurisasi melalui

dasar dan di dalam lapisan paking bereaksi dengan cairan tandus desulfurisasi

yang disemprotkan dari puncak menara, yang menyerap H2S. Gas hasil pemurnian

dilepaskan dari puncak menara dan membuang air melalui alat penangkap tetesan,

dan kemudian dikirim ke perbengkelan untuk digunakan. Cairan yang

disemprotkan dari puncak yang menyerap hidrogen sulfurisasi mengalir ke dalam

saluran air yang kaya cairan melalui pompa regeneratif untuk memisahkan sulfur

dan dikirim ke saluran air semburan dan reneneratif untuk bereaksi dengan udara.

Setelah cairan teroksidasi dan mengalami regenerasi, cairan mengalir ke dalam

saluran air dengan cairan gundul melalui alat pengatur posisi cairan dan

digerakkan ke menara desulfurisasi melalui pompa desulfurisasi, yang

melanjutkan proses desulfurisasi. Dalam waktu yang bersamaan, busa sulfur yang

dihasilkan pada saluran air semburan dan regenatif disaring dan cream sulfur

dihasilkan.

Bahan gas berkontak dengan counter cairan desulfurisasi, H2S bereaksi dengan

cairan Na2CO3 dan terserap.

H2S + Na2CO3 NaHS + NaHCO3

Dalam saluran air reaksi, HS teroksidasi menjadi substansi sulfur sederhana oleh

ion logam berharga tinggi.

NaHS + NaHCO3 + 2 NaVO3 S + Na2V2O3 + H2O

Dalam saat itu, ion logam berharga rendah yang dihasilkan segera

dioksidasi substansi quinone menjadi ion logam berharga tinggi.

Na2V2O3 + Q Na2CO3 + H2O 2NaVO3 + HQ

Page 26: BAB II

28

Pada saluran air pancar dan regeneratif, substansi phenol teroksidasi menjadi

substansi oleh udara.

2HQ + I/ 2O2 2Q + H2O

Proses reaksi terus berlangsung, dan karenanya gas terdesulfurisasi dan

termurnikan.

Membuang NOx dari batu bara

Nitrogen secara umum adalah bagian yang besar dari pada udara yang

dihirup, pada kenyataannya 80% dari udara adalah nitrogen, secara normal atom-

atom nitrogen mengambang terikat satu sama lainnya seperti pasangan kimia,

tetapi ketika udara dipanaskan seperti pada nyala api boiler (3000 F=1648 C),

atom nitrogen ini terpecah dan terikat dengan oksigen, bentuk ini sebagai nitrogen

oksida atau kadang kala itu disebut sebagai NOx. NOx juga dapat dibentuk dari

atom nitrogen yang terjebak didalam batu bara.

Di udara, NOx adalah polutan yang dapat menyebabkan kabut coklat yang

kabur yang kadang kala terlihat di seputar kota besar, juga sebagai polusi yang

membentuk “acid rain” (hujan asam), dan dapat membantu terbentuknya sesuatu

yang disebut “ground level ozone”, tipe lain dari pada polusi yang dapat membuat

kotornya udara. Salah satu cara terbaik untuk mengurangi NOx adalah

menghindari dari bentukan asalnya, beberapa cara telah ditemukan untuk

membakar barubara di pemabakar dimana ada lebih banyak bahan bakar dari pada

udara di ruang pembakaran yang terpanas.

Di bawah kondisi ini kebanyakan oksigen terkombinasikan dengan bahan

bakar daripada dengan nitrogen. Campuran pembakaran kemudian dikirim ke

ruang pembakaran yang kedua dimana terdapat proses yang mirip berulang-ulang

sampai semua bahan bakar habis terbakar. Konsep ini disebut "staged

combustion" karena batu bara dibakar secara bertahap. Kadang disebut juga

sebagai "low-NOx burners" dan telah dikembangkan sehingga dapat mengurangi

kangdungan Nox yang terlepas di uadara lebih dari separuh. Ada juga teknologi

Page 27: BAB II

29

baru yang bekerja seperti "scubbers" yang membersihkan NOX dari flue gases

(asap) dari boiler batu bara. Beberapa dari alat ini menggunakan bahan kimia

khusus yang disebut katalis yang mengurai bagian NOx menjadi gas yang tidak

berpolusi, walaupun alat ini lebih mahal dari "low-NOx burners," namun dapat

menekan lebih dari 90% polusi Nox.

Pencucian Batubara

Batubara hasil penambangan ada beberapa kemungkinan penanganan

yang berkaitan dengan pencucian sebelum dipasarkan :

1. Hasil penambangan langsung dipasarkan

2. Hasil Penambangan - crushing - screening – washing – dipasarkan

3. Hasil penambangan – crushing – screening – dipasarkan

Alat – alat yang dipakai dalam pencucian batubara antara lain : ayakan,

meja goyang, baum jig, flotasi. Sedangkan proses pencucian batubara secara fisik

yaitu :

Jigging : Pulsasi air menyebabkan batubara membentuk stratigrafi ( batubara

bersih akan berada diatas).Ukuran 3,4mm – 7,6mm.

Meja Goyang : Partikel yang ringan akan jatuh kebawah, sedangkan yang

berat dialirkan kesamping. Ukuran partikel 0,15mm – 6,4mm.

Sink & Float : Pemisahan karena Bj media berat mendekati Bj pemisah.

Batubara yang mempunyai Bj kecil akan mengapung dan dipisahkan. Ukuran

partikel 0,6mm – 200mm.

Hidrosiklon : Pemisahan pada alat yang berbentuk kerucut. Material

dipengaruhi aliran air keatas dan gaya sentrifugal. Ukuran partikel 0,6mm

kebawah.

Humphrey Spiral : Alatnya berbentuk spiral. Ukuran partikel 3mm kebawah.

Washer : Batubara kotor dialirkan dalam suatu aliran air dalam lounder,

partikel berat (pengotor) akan mengendap sedang batubara akan mengapung

dan terbawa aliran air. 7,5mm.

Page 28: BAB II

30

Flotasi : Dengan bantuan Collector, frother, Modifier dengan adanya

gelembung udara batubara dapat dipisahkan dari pengotornya. Dapat

mengurangi jumlah pirit dan batubara halus dapat juga terambil

Adapun prosedur pengolahan  memperlihatkan tahapan proses pengolahan

batubara mulai dari penimbunan raw coal di lokasi pabrik pengolahan sampai

produk akhir pada gambar 2.8 dibawah ini

Gambar 2.8 Diagram Alir Pengolahan Batubara

(sumber : www.teknikpertambangan.wordpress.com)

Page 29: BAB II

31

2.7 Teknologi Pemanfaatan Batubara

Energi batubara diperoleh secara langsung maupun tidak langsung. Secara

langsung berupa energi bahan bakar padat. Proses gasifikasi dan Likuifaksi

merupakan sumber energi batubara yang diperoleh secara tidak langsung melalui

proses konversi energi

2.7.1 Batubara Bahan Bakar Padat

Batubara merupakan sumber energi berbentuk bahan bakar padat. .

Sumber energi langsung, yaitu dengan cara langsung membakarnya dan

mengambil energi panasnya (seperti di PLTU, dan Industri semen)

1. Pembangkit Listrik Tenaga Uap

Pembakaran batubara merupakan pemanfaatan batubara secara langsung

untuk memperoleh energi panas dan menghasilkan gas buang (flue gas) dan abu.

Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) merupakan salah satu contoh pemanfaatan

batubara secara langsung. Dalam pemanfaatn tersebut, batubara uap dibakar

dipembangkit uap (bolier) untuk menghasilkan panas yang akan digunakan untuk

mengubah air menjadi uap air, yang selanjutnya digunakan untuk menggerakkan

turbin uap dan memutar generator guna menghasilkan energi listrik.

Mula-mula ukuran butiran batubara tersebut dikecilkan hingga berukuran

halus untuk menambah luas permukaannya agar lebih mudah terbakar. Batubara

tersebut kemudian disemburkan ke tungku pembakaran bertemperatur tinggi. Gas

dan energi panas yang dihasilkan mengubah air pada tabung di sekeliling tungku

tersebut menjadi uap. Uap bertekanan tunggi memutar turbin dengan kecepatan

tinggi guna menggerakkan generator. Saat ini, penggunaan batubara sebagai

sumber energi pembangkit listrik tercatat lebih kurang 39% kebutuhan listrik

dunia (Panduan bisnis PTBA, 2008)

2. Industri besi dan baja

Peran batubara penting dalam kegiatan industri besi dan baja. Sekitar 64%

produksi baja dunia berasal dari besi. Sebagai gambaran produksi baja dunia yang

mencapai 965 juta ton pada tahun 2003 memanfaatkan batubara sebesar 543 juta

ton. Proses peleburan besi dan baja tersebut menggunakan kokas dan batubara.

Page 30: BAB II

32

Proses peleburan biji besi dilakukan dengan menggunakan tungku peleburan tanur

tinggi (blast furnace) dengan menggunakan kokas sebagai reduktor.

Reaksi reduksi terjadi sebagai berikut :

C    + O2           ——>                   2CO2

CO2 + C             ——>                    2CO

Fe2O3 + 3CO     ——>                    2Fe  +  3CO2

3. Industri Semen

Batubara digunakan sebagai sumber energi panas pada industri semen.

Pada proses pembakaran dalam tungku (klin), batubara dibakar dalam ukuran

halus (bentuk bubuk) dengan setiap 450 gram (g) batubara akan menghasilkan

semen sekitar 900 g. Pada masa mendatang peran batubara masih cukup besar

dalam industri semen.

2.7.2 Gasifikasi Batubara

Gasifikasi adalah suatu teknologi proses yang mengubah batubara dari

bahan bakar padat menjadi bahan bakar gas menghasilkan Synthesis Natural Gas,

(SNG). Pada proses tersebut terjadi pemecahan rantai karbon batubara ke bentuk

unsur atau senyawa kimia lain. Batubara dipanaskan dan diberi oksigen di dalam

reaktor sehingga menghasilkan gas batubara berupa campuran gas-gas hidrogen,

karbon monoksida, nitrogen, serta unsur gas lainnya. Gasifikasi batubara

merupakan teknologi terbaik serta paling bersih dalam mengonversi batubara

menjadi gas-gas yang dapat dimanfaatkan sebagai energi listrik.

Gasifikasi umumnya terdiri dari empat proses, yaitu pengeringan,

pirolisis, oksidasi, dan reduksi. Pada proses gasifikasi, ada suatu proses yang tidak

kalah penting yaitu proses desulfurisasi yang mana sebagai penghilang hidrogen

sulfur (gas beracun).

Proses gasifikasi memerlukan seperangkat alat reaktor yang dinamakan

gasifier. Pada gasifier tipe Gasifikasi Unggun Tetap (Fixed Bed Gasification),

kontak yang terjadi saat pencampuran antara gas dan padatan sangat kuat sehingga

perbedaan zona pengeringan, pirolisis, oksidasi, dan reduksi tidak dapat

Page 31: BAB II

33

dibedakan. Salah satu cara untuk mengetahui proses yang berlangsung pada

gasifier jenis ini adalah dengan mengetahui rentang temperatur masing-masing

proses, yaitu

·         Pengeringan                          : T > 150 °C

·         Pirolisis/ Devolatilisasi          : 150 < T < 550 °C

·         Oksidasi                                : 70 < T < 550 °C

·         Reduksi                                 : 50 < T < 120 °C

Proses pengeringan, pirolisis, dan reduksi bersifat menyerap panas

(endotermik), sedangkan proses oksidasi bersifat melepas panas (eksotermik).

Pada pengeringan, kandungan air pada bahan bakar padat diuapkan oleh panas

yang diserap dari proses oksidasi. Pada pirolisis, pemisahan volatile matters (uap

air, cairan organik, dan gas yang tidak terkondensasi) dari arang atau padatan

karbon bahan bakar juga menggunakan panas yang diserap dari proses oksidasi.

Pembakaran mengoksidasi kandungan karbon dan hidrogen yang terdapat pada

bahan bakar dengan reaksi eksotermik, sedangkan gasifikasi mereduksi hasil

pembakaran menjadi gas bakar dengan reaksi endotermik.

Dalam kaitannya dengan gasifikasi batubara, ada teknologi yang sekarang

dikembangkan, yaitu IGCC (Integrated Gasification Combined Cycle). Dalam

penerapan teknologi ini, gas hasil gasifikasi batubara mengalami proses

pembersihan sulfur dan nitrogen. Gas yang sudah bersih ini dibakar di ruang

bakar kemudian gas hasil pembakaran disalurkan ke dalam turbin gas untuk

menggerakkan generator. Gas buang dari turbin gas dimanfaatkan dengan

menggunakan HRSG (Heat Recovery Steam Generator) untuk membangkitkan

uap. Uap dari HRSG digunakan untuk menggerakkan turbin uap yang akan

menggerakkan generator.

Kelebihan teknologi IGCC ini adalah emisi SO2, NOX, CO2 serta debu

dapat dikurangi dengan mudah, limbah cair serta luas tanah yang dibutuhkan tidak

terlalu banyak, produk sampingan yang dihasilkan merupakan komoditi yang

mempunyai nilai jual, seperti sulfur dan tar.

Page 32: BAB II

34

Efisiensi pembangkit listrik dengan menggunakan teknologi IGCC ini

lebih tinggi 5 - 10 % dibandingkan PLTU batubara konvensional. Di samping itu,

Coal gasifier tidak mengeluarkan polutan sehingga ramah lingkungan.

Gambar 2.9 Proses Gasifikasi Batubara

(sumber : //id.shvoong.com/exact-sciences/chemistry/2233758-proses-pengolahan-batu-

bara/#ixzz2xU3WjEcB)

2.7.3 Likuifaksi Batubara

Likuifaksi Batubara adalah suatu teknologi proses yang mengubah

batubara menjadi bahan bakar cair sintetis. Batubara yang berupa padatan diubah

menjadi bentuk cair dengan cara mereaksikannya dengan hidrogen pada

temperatur dan tekanan tinggi.

Proses likuifaksi batubara secara umum diklasifikasikan menjadi Indirect

Liquefaction Process dan Direct Liquefaction Process.

a) Indirect Liquefaction Process/ Indirect Coal Liquefaction (ICL)

Prinsipnya secara sederhana yaitu mengubah batubara ke dalam bentuk gas

terlebih dahulu untuk kemudian membentuk Syngas (campuran gas CO dan H2).

Syngas kemudian dikondensasikan oleh katalis (proses Fischer-Tropsch) untuk

menghasilkan produk ultra bersih yang memiliki kualitas tinggi.

b) Direct Liquefaction Process/ direct coal liquefaction (DCL)

Proses ini dilakukan dengan cara menghaluskan ukuran butir batubara,

kemudian  mencampur batubara ini dengan pelarut, campuran ini dinamakan

slurry. Slurry dimasukkan ke dalam reaktor bertekanan tinggi bersama hidrogen

Page 33: BAB II

35

dengan menggunakan pompa. Kemudian, slurry diberi tekanan 100-300 atm di

dalam sebuah reaktor dan dipanaskan hingga suhu mencapai 400-480° C.

Secara kimiawi, proses ini akan mengubah bentuk hidrokarbon batubara

dari kompleks menjadi rantai panjang seperti pada minyak. Atau dengan kata lain,

batubara terkonversi menjadi liquid melalui pemutusan ikatan C-C dan C-

heteroatom secara termolitik atau hidrolitik (thermolytic and hydrolytic cleavage),

sehingga melepaskan molekul-molekul CO2, H2S, NH3, dan H2O. Untuk itu rantai

atau cincin aromatik hidrokarbonnya harus dipotong dengan cara dekomposisi

panas pada temperatur tinggi (thermal decomposition). Setelah dipotong, masing-

masing potongan pada rantai hidrokarbon tadi akan menjadi bebas dan sangat

aktif (free-radical). Supaya radikal bebas itu tidak bergabung dengan radikal bebas

lainnya (terjadi reaksi repolimerisasi) membentuk material dengan berat molekul

tinggi dan insoluble, perlu adanya pengikat atau stabilisator, biasanya berupa gas

hidrogen. Hidrogen bisa didapat melalui tiga cara, yaitu transfer hidrogen dari

pelarut, reaksi dengan fresh hidrogen (penyusunan kembali terhadap hidrogen

yang ada di dalam batubara), dan menggunakan katalis yang dapat menjembatani

reaksi antara gas hidrogen dan slurry.

Gambar 2.10 Diagram Alir Proses Likuifaksi Batubara

(sumber : //ardra.biz/sain-teknologi/mineral/pengolahan-mineral/pengolahan-batubara/)

Likuifaksi batubara memiliki sejumlah manfaat :

Mengurangi ketergantungan pada impor minyak serta meningkatkan

keamanan energi

Batubara cair dapat digunakan untuk transportasi, memasak, pembangkit

listrik stasioner, dan di industri kimia

Page 34: BAB II

36

Batubara yang diturunkan adalah bahan bakar bebas sulfur, rendah

partikulat, dan rendah oksida nitrogen

Bahan bakar cair dari batubara merupakan bahan bakar olahan yang ultra

bersih, dapat mengurangi risiko kesehatan dari polusi udara dalam

ruangan.

2.7.4 Briket Batubara

Briket batubara adalah teknologi pembentukan bahan bakar berwujud

padat yang menyenangkan yakni mudah dinyalakan dan tidak berasap. Caranya

adalah batubara/ arangnya dibubukkan kemudian dicampurkan dengan bahan

pengikat dan bahan penyulut lalu dicetak sesuai dengan bentuk yang diinginkan.

Teknologi ini pernah mendapat perhatian khusus dari pemerintah tahun 1993,

yakni dengan dikeluarkannya keputusan presiden tentang program penggantian

bahan bakar rumah tangga dari minyak tanah ke briket batubara untuk pulau Jawa.

Secara umum proses pembriketan dapat diklasifikasikan menjadi 2

kelompok besar yaitu:

(a) Pembriketan tidak terkarbonisasi

Bahan bakunya adalah batubara 90% ditambah tanah liat 10%. Selanjutnya

bahan baku utama tersebut ditambah perekat sebesar 5% “tepung tapioka”. Semua

bahan tersebut dicampur hingga homogen dan dicetak dengan tekanan tertentu

dan dikeringkan.

(b) Pembriketan terkarbonisasi

Batubara yang digunakan terlebih dahulu dikarbonisasi melalui proses

pembakaran parsial menjadi semikokas. Proses selanjutnya sama dengan

pemberiketan tidak terkarbonisasi. Bahan baku batubara semikokas 90% dicampur

tanah liat 10% dan ditambahkan tapioka 5%, diaduk hingga homogen selanjutnya

sama dengan pembriketan tidak terkarbonisasi. Bahan baku batubara semikokas

90% dicampur tanah liat 10% dan ditambahkan tapioka 5%, diaduk hingga

homogen dan selanjutnya dicetak dengan tekanan tertentu dan dikeringkan.

Pembriketan 1 ton batubaraa muda akan menghasilkan ± 0,4 ton briket batubara

dengan kandungan H2O < 5% dan kandungan VM < 20-24% (PTBA, 2005).

Page 35: BAB II

37

2.7.5 Pembentukan Suspensi Batu bara-air (Teknologi coal-water fuel).

Teknologi coal-water fuel adalah Teknologi pembuatan campuran homogen

serbuk batubara-air dengan cara mengaduk campuran pada kecepatan tinggi (6000

rpm) sampai terbentuk suatu suspensi yang stabil. Campuran terdiri dari 60

sampai dengan 78 % serbuk batubara dan sisanya air dengan ukuran serbuk

minimal 75 mikron. Bahan bakar jenis ini dapat menggantikan fungsi minyak

tanah sebagai bahan bakar cair untuk keperluan rumah tangga.

Teknologi ini sudah mulai dikembangkan di dalam negeri dan diharapkan

teknologi ini dapat berperan menggantikan minyak berat (heavy fuel oil) yang

digunakan sebagai bahan bakar boiler.

Teknologi CWF cukup sederhana, yaitu dengan mencampurkan batubara

dengan air dan adiktif dalam perbandingan tertentu hingga berwujud cairan kental

(suspensi). Pembakaran CWF dapat meenggunakan burner yang sama dengan

yang dipakai untuk bahan bakar minyak. Slurry yang disemprotkan ke dalam

aliran udara turbulen panas, yang langsung mengering dan membentuk nyala api

(flame). CWF dapat dibuat dengan mencampurkan batubara dengan air kemudian

diaduk hingga rata.

Pengadukan dilakukan dalam 2 tahap, yaitu:

a) Tahap pertama pengadukan dengan cara manual yaitu batubara, air dan

adiktif dicampur dan diaduk hingga tercampur merata.

b) Tahap kedua homogenasi dilakukan pengadukan dengan homogenizer

(blender) pada kecepatan 10.000-13.000 rpm. Hasil penelitian

menunjukkan salah satu zat adiktif yang potensial digunakan adalah

Carboxyl Methil Cellulose (CMC) dengan jumlah berat 0,5% berat

batubara dan kandungan batubara dalam slurry ± 55% (Ismail, 2003).

2.7.6 Teknologi Upgrading Brown Coal (UBC)

Page 36: BAB II

38

Pada prinsipnya UBC adalah teknologi untuk meningkatkan kualitas

batubara, dalam hal ini batubara peringkat rendah dikarbonisasi agar kadar air dan

zat terbangnya berkurang. Dengan demikian akan terdapat kandungan karbon

yang lebih banyak per satuan berat batubara. Pada kondisi yang demikian, nilai

kalori batubara akan meningkat. Untuk mencegah uap air di udara kembali masuk

dan mempengaruhi uap air di udara kembali masuk dan mempengaruhi kadar air

batubara yang telah di-upgrade, maka produk UBC dilapisi aspal yang memiliki

sifat keruh kadar air batubara yang telah di-upgrade, maka produk UBC dilapisi

aspal yang memiliki sifat kedap air (Tjetjep, 2005).

Penurunan kadar air dalam batubara, dapat dilakukan dengan cara mekanik

atau perlakuan panas. Pengeringan cara mekanik efektif untuk mengurangi kadar

air bebas dalam batubara basah, sedangkan penurunan kadar air lembab harus

dilakukan dengan cara pemanasan atau penguapan.

Proses UBC merupakan salah satu cara penghilangan kadar air dalam

batubara melalui proses penguapan (evaporasi). Dibandingkan dengan teknologi

upgrading lainnya, seperti hot water drying (HWD) atau steam drying (SD) yang

dilakukan pada temperatur diatas 275oC dan tekanan yang cukup tinggi 5.500 kpa

(Baker,dkk.,1986), proses UBC sangat sederhana karena temperature dan tekanan

yang digunakan lebih rendah, yaitu 150 – 160oC dengan tekanan 350 Kpa. Dengan

rendahnya temperatur dan tekanan, pengeluaran tar dari batu bara belum

sempurna, karenya perlu ditambahkan zat aditif sebagai penutup permukaan

batubara seperti kanji, tetes tebu (mollase), slope pekat (fuse oil), minyak residu,

dan lain-lain. Untuk proses UBC sebagai aditif digunakan low sulfur wax

residue (LSWR) yang merupakan senyawa organik yang beberapa sifat kimianya

mempunyai kesamaan dengan batubara. Denagn kesamaan sifat kimia tersebut,

residu yang masuk kedalam pori-pori batubara akan kering kemudian bersatu

denagan batubara. Lapisan minyak ini cukup kuat dan dapat menempel pada

waktu yang cukup lama sehingga batubara dapat disimpan di tempat terbuka

untuk jangka waktu yang cukup lama (Couch, 1990)