BAB II
-
Upload
tohirun-van-hoffel -
Category
Documents
-
view
138 -
download
1
Transcript of BAB II
BAB IIPEMBAHASAN
2.1 Sejarah Pembentukan Batubara
2.1.1 Asal Mula Batubara dan Definisinya
Secara sederhana batubara merupakan suatu endapan yang berasal dari
tumbuhan yang mengalami proses penghancuran karena aktivitas bakteri,
pengendapan, penumpukan serta pemadatan yang mengendap dan berubah bentuk
akibat adanya suhu dan tekanan yang tinggi yang menyebabkan tumbuhan
tersebut mengalami proses perubahan fisika dan kimiawi yang berlangsung
selama jutaan tahun menjadi batubara. Oleh karena itu, batubara termasuk dalam
kategori bahan bakar fosil. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen
dan oksigen.
Definisi Batubara
Batubara merupakan batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari
endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui
proses pembatubaraan.
Batubara yang terbentuk dari tumbuh-tumbuhan memiliki faktor-faktor
yang mempengaruhi proses terbentuknya batubara tersebut. Faktor-faktor tersebut
antara lain:
a. Posisi geotektonik
Posisi geotektonik yang dapat mempengaruhi proses pembentukan suatu
lapisan batubara dari :
1) Tekanan yang dihasilkan oleh proses geotektonik dan menekan lapisan
batubara yang terbentuk.
2) Struktur dari lapisan batubara tersebut, yakni bentuk cekungan stabil,
lipatan, atau patahan.
3) Intrusi magma, yang akan mempengaruhi dan/atau merubah grade dari
lapisan batubara yang dihasilkan.
b. Lingkungan pengendapan
Lingkungan pengendapan merupakan lingkungan saat proses sedimentasi
3
4
dari material dasar menjadi material sedimen. Lingkungan pengendapan ini
sendiri dapat ditinjau dari beberapa aspek sebagai berikut:
1) Struktur cekungan batubara, yakni posisi di mana material dasar
diendapkan. Strukturnya cekungan batubara ini sangat berpengaruh pada
kondisi dan posisi geotektonik.
2) Topografi dan morfologi, yakni bentuk dan kenampakan dari tempat
cekungan pengendapan material dasar. Topografi dan morfologi
cekungan pada saat pengendapan sangat penting karena menentukan
penyebaran rawa-rawa di mana batubara terbentuk. Topografi dan
morfologi dapat dipengaruhi oleh proses geotektonik.
3) Iklim, yang merupakan faktor yang sangat penting dalam proses
pembentukan batubara karena dapat mengontrol pertumbuhan flora atau
tumbuhan sebelum proses pengendapan. Iklim biasanya dipengaruhi oleh
kondisi topografi setempat.
Lingkungan pengendapan batubara ditinjau dari segi tempat terbentuknya
batubara, terdapat dua macam teori yang menjelaskan tempat terbentuknya
batubara:
a. Teori Insitu
Teori ini mengatakan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara,
terbentuk ditempat dimana tumbuh-tumbuhan asal itu berada. Dengan demikian,
setelah tumbuhan mati, belum mengalami proses transportasi segera tertutup oleh
lapisan sedimen dan mengalami proses coalification. Jenis batubara yang
terbentuk dengan cara ini mempunyai penyebaran luas dan merata, kualitasnya
lebih baik karena kadar abunya relative kecil. Batubara yang terbentuk seperti ini
di Indonesia didapatkan di lapangan batubara Muara Enim (Sumatera Selatan).
b. Teori Drift
Teori ini menyebutkan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara
terjadi ditempat yang berbeda dengan tempat tumbuhan semula hidup dan
berkembang. Dengan demikian tumbuhan yang telah mati diangkut oleh media air
dan berakumulasi di suatu tempat, tertutup oleh batuan sedimen dan mengalami
5
proses coalification. Jenis batubara yang terbentuk dengan cara ini mempunyai
penyebaran tidak luas, tetapi dijumpai di beberapa tempat, kualitas kurang baik
karena banyak mengandung material pengotor yang terangkut bersama selama
proses pengangkutan dari tempat asal tanaman ke tempat sedimentasi. Batubara
yang terbentuk seperti ini di Indonesia didapatkan di lapangan batubara delta
Mahakam purba, Kalimantan Timur.
c. Umur geologi
Umur geologi merupakan skala waktu (dalam jutaan tahun) yang
menyatakan berapa lama material dasar yang diendapkan mengalami transformasi.
Untuk material yang diendapkan dalam skala waktu geologi yang panjang, maka
proses dekomposisi yang terjadi adalah fase lanjut clan menghasilkan batubara
dengan kandungan karbon yang tinggi.
d. Evolusi Perkembangan Flora
Flora atau tumbuhan yang tumbuh beberapa juta tahun yang lalu, yang
kemudian terakumulasi pada suatu lingkungan dan zona fisiografi dengan iklim
clan topografi tertentu. Jenis dari flora sendiri amat sangat berpengaruh terhadap
tipe dari batubara yang terbentuk.
e. Dekomposisi
Dekomposisi merupakan proses transformasi biokimia dari material dasar
pembentuk batubara menjadi batubara. Dalam proses ini, sisa tumbuhan yang
terendapkan akan mengalami perubahan baik secara fisika maupun kimia.
Faktor tumbuhan purba yang jenisnya berbeda-beda sesuai dengan zaman
geologi dan lokasi tempat tumbuh dan berkembangnya, ditambah dengan lokasi
pengendapan (sedimentasi) tumbuhan, pengaruh tekanan batuan dan panas bumi
serta perubahan geologi yang berlangsung inilah yang telah menyebabkan
terbentuknya batubara yang jenisnya bermacam-macam. Oleh karena itu,
karakteristik batubara yang berbeda-beda sesuai dengan lapangan batubara (coal
field) dan lapisannya (coal seam) dipengaruhi oleh faktor-faktor pembentuk
batubara tersebut.
6
2.1.2 Proses Terbentuknya Batubara
Proses pembentukan batu bara sendiri sangatlah kompleks dan
membutuhkan waktu hingga berjuta-juta tahun lamanya. Batubara terbentuk dari
sisa-sisa tumbuhan purba yang kemudian mengendap selama berjuta-juta tahun
dan mengalami proses pembatubaraan (coalification) dibawah pengaruh fisika,
kimia, maupun geologi. Tahap pembatubaraan (coalification) merupakan
gabungan proses biologi, kimia, dan fisika yang terjadi karena pengaruh
pembebanan dari sedimen yang menutupinya, temperatur, tekanan, dan waktu
terhadap komponen organik dari gambut. Oleh karena itu, batubara termasuk
dalam kategori bahan bakar fosil.
Gambar 2.1 Skema Pembentukan Batubara(sumber : infotambang.com/clients/infotambang/ Pengantarganesabatubara.pdf )
Secara ringkas ada 2 tahap proses pembatubaraan yang terjadi, yakni:
a. Tahap Diagenetik atau Biokimia (Penggambutan),
Tahap dimana sisa-sisa tumbuhan yang terakumulasi tersimpan dalam
kondisi bebas oksigen (anaerobik) di daerah rawa dengan sistem pengeringan
yang buruk dan selalu tergenang air pada kedalaman 0,5 – 10 meter. Material
tumbuhan yang busuk ini menjadi humus yang selanjutnya oleh bakteri anaerobik
dan fungi diubah menjadi gambut. dimulai pada saat dimana tumbuhan yang telah
mati mengalami pembusukan (terdeposisi) dan menjadi humus. Humus ini
kemudian diubah menjadi gambut oleh bakteri anaerobic dan fungi hingga lignit
7
(gambut) terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses perubahan ini adalah
kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang dapat menyebabkan proses
pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material organik serta membentuk
gambut. Pada proses ini H2O, CO2, CO, CH4 berkurang, sedangkan unsur C
bertambah.
Prosesnya:
Decay Process ( proses merapuh )
C6H10O5 6 CO2 + 5H2O
Humifikasi (pembusukan)
2C6H10O5 C8H10O5 + 2CO2 + 2CH4 + H2O
C meningkat
Peatifikasi (penggambutan) : menghasilkan gambut
Putrifaction (terjadi pada air yang tidak mengalir), untuk menghasilkan
gambut setebal 30 cm dibutuhkan 300-350 cm pemampatan (waktu
ratusan hingga ribuan tahun)
b. Tahap Malihan atau Geokimia,
Tahap ini meliputi proses perubahan dari lignit menjadi bituminus dan
akhirnya antrasit.
Prosesnya :
5C6H10O5 C20H22O4 + 3CH4 + 8H2O + 6CO2 + CO
Cellulose Lignit Gas Metana
Dengan P ( Tekanan) dan T (Suhu)
6C6H10O5 C22H20O3 + 5CH4 + 10H20 + 8CO2 +CO
Cellulose Bituminus Gas Metana
Keterangan:
Cellulose (zat organic) yang merupakan zat pembentuk batubara. Unsure
C dalam lignit lebih sedikit disbanding bitumine. Semakin banyak unsure C lignit
semakin baik mutunya. Unsur H dalam lignit lebih banyak dibandingkan pada
bitumine. Semakin banyak unsure H lignit makin kurang baik mutunya. Senyawa
CH4 (gas metan) dalam lignit lebih sedikit dibanding bitumine.
Semakin banyak CH4 lignit semakin baik kualitasnya
8
Secara lebih rinci, proses pembentukan batu bara dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Pembusukan
Proses dimana tumbuhan mengalami tahap pembusukan (decay) akibat
adanya aktifitas dari bakteri anaerob. Bakteri ini bekerja dalam suasana tanpa
oksigen dan menghancurkan bagian yang lunak dari tumbuhan seperti selulosa,
protoplasma, dan pati.
2. Pengendapan
Proses dimana material halus hasil pembusukan terakumulasi dan
mengendap membentuk lapisan gambut. Proses ini biasanya terjadi pada
lingkungan berair, misalnya rawa-rawa.
3. Dekomposisi
Proses dimana lapisan gambut tersebut di atas akan mengalami perubahan
berdasarkan proses biokimia yang berakibat keluarnya air (H2O) dan sebagian
akan menghilang dalam bentuk karbondioksida (CO2), karbonmonoksida (CO),
clan metana (CH4).
4. Geotektonik
Proses dimana lapisan gambut yang ada akan terkompaksi oleh gaya
tektonik dan kemudian pada fase selanjutnya akan mengalami perlipatan dan
patahan. Selain itu gaya tektonik aktif dapat menimbulkan adanya
intrusi/terobosan magma, yang akan mengubah batubara low grade menjadi high
grade. Dengan adanya tektonik setting tertentu, maka zona batubara yang
terbentuk dapat berubah dari lingkungan berair ke lingkungan darat.
5. Erosi
Lapisan batubara yang telah mengalami gaya tektonik berupa
pengangkatan kemudian di erosi sehingga permukaan batubara yang ada menjadi
terkupas pada permukaannnya. Perlapisan batubara inilah yang dieksploitasi pada
saat ini.
Jadi, proses pembentukan batubara sendiri secara singkat dapat
didefinisikan sebagai suatu perubahan dari sisa-sisa tumbuhan yang ada, mulai
dari pembentukan peat (peatifikasi) kemudian lignit dan menjadi berbagai macam
9
tingkat batubara, disebut juga sebagai proses coalifikasi, yang kemudian berubah
menjadi antrasit. Pembentukan batubara ini sangat menentukan kualitas batubara,
dimana proses yang berlangsung selain melibatkan metamorfosis dari sisa
tumbuhan, juga tergantung pada keadaan pada waktu geologi tersebut dan kondisi
lokal seperti iklim dan tekanan.
Gambar 2.2 Proses Pembentukan Batubara Berdasarkan Rank(sumber : ptba.co.id/id/library/detail/2)
2.1.3 Materi Pembentuk Batubara
Hampir seluruh pembentuk batu bara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis
tumbuhan pembentuk batu bara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah
sebagai berikut:
Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal.
Sangat sedikit endapan batu bara dari perioda ini.
Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari
alga. Sedikit endapan batu bara dari perioda ini.
Pteridofita, umur Devon Atas hingga Karbon Atas. Materi utama
pembentuk batu bara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara.
Tetumbuhan tanpa bunga dan biji, berkembang biak dengan spora dan
tumbuh di iklim hangat.
Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur
Tengah. Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal
10
pinus, mengandung kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti
gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batu bara Permian
seperti di Australia, India dan Afrika.
Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan
modern, buah yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga,
kurang bergetah dibanding gimnospermae sehingga, secara umum, kurang
dapat terawetkan.
Konsep bahwa batubara berasal dari sisa tumbuhan diperkuat dengan
ditemukannya cetakan tumbuhan di dalam lapisan batubara. Dalam
penyusunannya batubara diperkaya dengan berbagai macam polimer organik yang
berasal dari antara lain karbohidrat, lignin, dll. Namun komposisi dari polimer-
polimer ini bervariasi tergantung pada spesies dari tumbuhan penyusunnya.
Lignin, merupakan suatu unsur yang memegang peranan penting dalam
merubah susunan sisa tumbuhan menjadi batubara. Sementara ini susunan
molekul umum dari lignin belum diketahui dengan pasti, namun
susunannya dapat diketahui dari lignin yang terdapat pada berbagai macam
jenis tanaman. Sebagai contoh lignin yang terdapat pada rumput
mempunyai susunan p-koumaril alkohol yang kompleks. Pada umumnya
lignin merupakan polimer dari satu atau beberapa jenis alkohol. Hingga
saat ini, sangat sedikit bukti kuat yang mendukung teori bahwa lignin
merupakan unsur organik utama yang menyusun batubara.
Karbohidrat, gula atau monosakarida merupakan alkohol polihirik yang
mengandung antara lima sampai delapan atom karbon. Pada umumnya
gula muncul sebagai kombinasi antara gugus karbonil dengan hidroksil
yang membentuk siklus hemiketal. Bentuk lainnya mucul sebagai
disakarida, trisakarida, ataupun polisakarida. Jenis polisakarida inilah yang
umumnya menyusun batubara, karena dalam tumbuhan jenis inilah yang
paling banyak mengandung polisakarida (khususnya selulosa) yang
kemudian terurai dan membentuk batubara.
11
Protein, merupakan bahan organik yang mengandung nitrogen yang selalu
hadir sebagai protoplasma dalam sel mahluk hidup. Struktur dari protein
pada umumnya adalah rantai asam amino yang dihubungkan oleh rantai
amida. Protein pada tumbuhan umunya muncul sebagai steroid, lilin.
Batubara merupakan senyawa hidrokarbon padat yang terdapat di alam
dengan komposisi yang cukup kompleks. Pada dasarnya terdapat dua jenis
material yang membentuk batubara, yaitu :
1) Combustible Material, yaitu bahan atau material yang dapat
dibakar/dioksidasi oleh oksigen. Material tersebut umumnya terdiri dari :
• karbon padat (fixed carbon)
• senyawa hidrokarbon
• senyawa sulfur
• senyawa nitrogen, dan beberapa senyawa lainnya dalam jumlah kecil.
2) Non Combustible Material, yaitu bahan atau material yang tidak dapat
dibakar/dioksidasi oleh oksigen. Material tersebut umumnya terediri dari
senyawa anorganik (Si02, A12O3, Fe2O3, TiO2, Mn3O4, CaO, MgO, Na2O,
K2O, dan senyawa logam lainnya dalam jumlah yang kecil) yang akan
membentuk abu/ash dalam batubara. Kandungan non combustible material
ini umumnya diingini karena akan mengurangi nilai bakarnya.
2.2 Klasifikasi Batubara dan Karakteristiknya
Berdasarkan rank pembentukan batubara dari rank tertinggi ke terendah
yang dikontrol oleh tekanan, panas dan waktu, batu bara umumnya dibagi dalam
lima kelas :
1. Antrasit, adalah kelas batu bara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan
(luster) metalik, mengandung antara 86%-98% unsur karbon (C) dengan
kadar air kurang dari 8%. Biasanya digunakan untuk proses sintering bijih
mineral, proses pembuatan elektroda listrik, pembakaran batu gamping,
dan untuk pembuatan briket tanpa asap. batubara yang terjadi pada umur
geologi yang paling tua. Struktur kompak, berat jenis tinggi, berwarna
12
hitam metalik, kandungan VCM rendah, kandungan abu dan air rendah,
mudah ditepung. Kalau dibakar, hampir seluruhnya habis terbakar tanpa
timbul nyala. Nilai kalor atas ³ 8300 kkal/kg.
Gambar 2.3 Antrasit(sumber : en.wikipedia.org/wiki/Anthracite)
Antrasit (C94OH3O3) dengan ciri :
- Warna hitam mengkilap
- Material terkompaksi dengan kuat
- Mempunyai kandungan air rendah
- Mempunyai kandungan karbon padat tinggi
- Mempunyai kandungan karbon terbang rendah
- Relatif sulit teroksidasi
- Nilai panas yang dihasilkan tinggi
2. Bituminus mengandung 68-86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10%
dari beratnya. Kelas batu bara yang paling banyak ditambang di Australia.
Batubara ini masih dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. batubara ketel uap atau batubara termal atau yang disebut steam
coal, banyak digunakan untuk bahan bakar pembangkit listrik, pembakaran
umum seperti pada industri bata atau genteng, dan industri semen
b. batubara metalurgi (metallurgical coal atau coking coal) digunakan untuk
keperluan industri besi dan baja serta industri kimiaterbentuk pada periode
geologi “carboniferous” dari tumbuh-tumbuhan yang mengalami
karbonisasi. Nilai kalor 7000-8000 kkal/kg. Kandungan abu dan airnya
rendah (5-10%). Kalau kandungan abunya tinggi, biasanya dipakai pada
“steam power plant”. Batubara yang berwarna hitam tidak bersifat
higroskopis
13
Gambar 2.4 Bituminus
(sumber : en.wikipedia.org/wiki/Bituminus)
3. Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh
karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan
dengan bituminus.
Gambar 2.5 Sub-bituminus(sumber : en.wikipedia.org/wiki/Sub-Bituminous)
Subbituminous (C75OH5O20) – Bituminous (C80OH5O15) dengan ciri :
- Warna hitam
- Material sudah terkompaksi
- Mempunyai kandungan air sedang
- Mempunyai kandungan karbon padat sedang
- Mempunyai kandungan karbon terbang sedang
- Sifat oksidasi rnenengah
- Nilai panas yang dihasilkan sedang
4. Lignit atau batu bara coklat adalah batu bara yang sangat lunak yang
mengandung air 35-75% dari beratnya, terbentuk dari tumbuh-tumbuhan
14
yang mengalami karbonisasi atau perkayaan akan kandungan C di bawah
lapisan tanah dalam jangka waktu yang lama.
Gambar 2.6 Lignit(sumber : en.wikipedia.org/wiki/Lignite)
Lignit/ brown coal, (C70OH5O25 ) dengan ciri :
- Warna kecoklatan
- Material terkornpaksi namun sangat rapuh
- Mempunyai kandungan air yang tinggi ( bersifat higroskopis ) dan kadar
N, O, VCM, S tinggi
- Mempunyai kandungan karbon padat rendah
- Mempunyai kandungan karbon terbang tinggi
- Mudah teroksidasi
- Nilai panas yang dihasilkan rendah
- Nilai kalor bawah sekitar 1500-4500 kkal/kg.
5. Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori
yang paling rendah.
Peat/ gambut, (C60H6O34) dengan sifat :
- Warna coklat
- Material belum terkompaksi
- Mernpunyai kandungan air yang sangat tinggi
- Mempunvai kandungan karbon padat sangat rendah
- Mempunyal kandungan karbon terbang sangat tinggi
- Sangat mudah teroksidasi
- Nilai panas yang dihasilkan amat rendah
15
- Kandungan abunya tergantung pada lumpur rawa. Bahan bersifat
higroskopis.
- Kandungan airnya tergantung pada kondisi pengeringan, transportasi dan
penyimpanan.
- Nilai kalor bawahnya 1700-3000 kkal/kg.
Gambar 2.7 Gambut(sumber : en.wikipedia.org/wiki/peatcoal)
Tingkat perubahan yang dialami batu bara, dari gambut sampai menjadi
antrasit – disebut sebagai pengarangan – memiliki hubungan yang penting dan
hubungan tersebut disebut sebagai ‘tingkat mutu’ batu bara.
1. Batubara dengan mutu yang rendah, seperti batubara muda dan sub-bitumen
yang biasanya lebih lembut dengan materi yang rapuh dan berwarna suram
seperti tanah. Baru bara muda memilih tingkat kelembaban yang tinggi dan
kandungan karbon yang rendah, dan dengan demikian kandungan energinya
rendah.
2. Batubara dengan mutu yang lebih tinggi umumnya lebih keras dan kuat dan
seringkali berwarna hitam cemerlang seperti kaca. Contohnya adalah batubara
bitumen dan antrasit. Batubara dengan mutu yang lebih tinggi memiliki
kandungan karbon yang lebih banyak, tingkat kelembaban yang lebih rendah
dan menghasilkan energi yang lebih banyak. Antrasit adalah batubara dengan
mutu yang paling baik dan dengan demikian memiliki kandungan karbon dan
energi yang lebih tinggi serta tingkat kelembaban yang lebih rendah.
16
2.3 Penentuan Kualitas Batubara
Dalam kaitannya dengan kualitas batubara perlu diketahui bermacam
analisa dan pengujian yang dapat menunjukka parameter kualitas batubara pada
pemanfaatannya.
1. Analisa Proksimat.
Serangkaian pengujian ini dimaksud untuk menguji property secara fisik
dari batubara dan akan memberi gambaran dari kelakuan batubara didalam tugku.
Prosedurnya relatif sederhana dan parameter – parameter yang diukur adalah
presentase abu, kandungan air, zat terbang, dan karbon tetap.
a. Pengukuran kandungan Air
Kandungan Air mempengaruhi pembakaran dan kapasitas penanganan
batubara. Makin tinggi kandungan air makin mahal biaya penanganannya.
Kandungan air ini didefinisikan sebagai Kandungan udara kering dan dapat
dijelaskan sebagai kandungan air yang hilang dari pengeringan parsial batubara
untuk membawanya mendekati kesetimbangan dengan kandungan air diruang
laboratorium. Analisanya dapat dilakukan sebagai berikut:
1) Sample mula – mula dibiarkan setimbang dengan suasana laboratorium.
2) Berat sample 1 gram denganketelitian 0,1 mg ditempatkan dalam wadah
yang telah dikeringkan dalam suhu 105 - 110º C dan ditiup dengan
nitrogen untuk jangka waktu 1,5 – 3 jam.
3) Sampel dipindahkan dari oven dan didinginkan pada suhu ruang dan
ditimbang kembali dan kandungan air dihitung.
b. Zat Terbang (Volatile Matter)
Zat terbang adalah bagian dari batubara yang terbang dalam bentuk gas
bilamana batubara ditutup dengan wadah silica (crucible) dipanaskan sampai suhu
900º C selama 7 menit dalam tungku. Crusible yang digunakan untuk analisa
sebelumnya harus dikeringkan dan dibersihkan. Kemudian sample di pindahkan
dari tungku dan dikeringkan dan didinginkan dalam suatu desikator.
Volatile matter biasanya berasal dari gugus hidrokarbon dengan rantai
alifatik atau rantai lurus yang mudah putus dengan pemanasan tanpa udara
menjadi hidrokarbon yang lebih sederhana seperti methana atau ethana.
17
Kadar volatile matter dalam batubara ditentukan oleh peringkat batubara.
Semakin tinggi peringkat suatu batubara akan semakin rendah kadar volatile
matter yang ada.
c. Kandungan Abu
Abu adalah bahan yang tidak dapat terbakar bila batubara dibakar
seluruhnya. Abu adalah bahan tidak murni. Kandungan abu tinggi akan
menambah biaya penanganan serta mengurangi kapasitas pembakaran batubara
dan menambah perawatan dan pembuangan. Analisa abu dilakukan dengan
menimbang sample 1 g dengan ketelitian sampai 1 mg dalam wadah yang telah
dikeringkan dan dibersihkan, Kemudian sample dipanaskan. Prosesnya sampai
selesai 3 jam. Kemudian sample didinginkan pada suhu ruang pada desikator dan
ditimbang. % Abu = 100 x massa abu / massa sample.
d. Karbon Tetap
Karbon tetap adalah residu yang dapat dibakar dan tertinggal setelah zat
terbang dihilangkan. Presentase karbon tetap dihitung dengan mengurangi persen
kandungan air, abu dan zat terbang dari angka 100.
2. Analisa Ultimate
Pengujian ini akan memberikan komposisi kimia batubara dengan tepat,
parameter yang diukur adalah :
a. Analisa Karbon, Hidrogen dan Nitrogen
Unsur–unsur ini bagian dari analisa ultimate dan dipakai dalam
perhitungan pembakara. Karbon dan Hidrogen dapat ditetapkan dalam batubara
dengan memanfaatkan metode pembakaran suhu tinggi. Pada metode ini sample
batubara dioksidasikan pada suhu 1350ºC. Oksida – oksida klorida dan sulfur
dibersihkan dengan perak. Hasil air karbondioksida yang dihasilkan oleh oksida
diserap oleh ascarite dan magnesium perchloride dan secara gravietris ditetapkan.
Nitogen dapat ditetapkan dengan metode Kjeldahl.Prosedur ini melibatkan
percernaan sample oleh pendidihan dengan menggunakan asam sulfat pekat,
dengan hadirnya katalis selenium. Zat – zat organik dihancurkan dan Nitrogen
dihancurkan menjadi ammonium sulfat. Amoniak kemudian dilepas oleh
18
penambahan sodium hidroksida yang berlebihan dan uap disulingkan kedalam
larutan asam boric, dan dititrasi dengan asam sulfat.
b. Kandungan Sulfur
Sulfur dalam batubara ditentukan oleh daerah terbentuknya. Kandungan
Sulfur yang tinggi dalam batubara menyebabkan korosi dalam bunker, cerobong.
Dapat menyebabkan oksidasi dalam penyimpanan, dapat menyebabkan
pembakaran spontan. Dapat menyebabkan pergerakan (slaging). Dan dapat
menyebabkan polusi udara. Metode untuk menetapkan sulfur dalam batubara
antara lain :
Metode Bomb Oksigen Kalorimeter :
1) 1 Gram sample dibakar dalam bomb oksigen, dicuci bersih dengan
aquadest.
2) Netralisir dengan larutan Na2CO3 0,0709 N. tambahkan 1 ml NH4OH
pekat, panaskan sampai mendidih, lalu disaring.
3) Cuci endapan dengan air panas, tambahkan sampai 250ml. Netralisir
dengan HCL pekat.
4) Saring dan cuci dengan air panas sampai bebas klorida. Panaskan kertas
saring dan endapkan pada suhu 925ºC sampai berat konstan.
3. Analisa Lainnya.
a. Analisa Nilai Kalor
Membeli batubara sama juga membeli satuan energi kalor. Nilai kalor
adalah panas yang dihasilkan oleh pembakaran sample dalam linngkungan yang
terkendali. Nilai kalor dapat dihitung dengan bomb calorimeter dimana sample
ditutup dan diberi tekanan oksigen antara 20 – 30 atm.bomb dikelilingi air dan
sample dibakar. Suhu diukur dan kenaikan suhu sebanding dengan kandungan
panas. Data yang didapat dihitung sebagai kalor melalui persamaan :
Persamaan Mendeleyev; berlaku untuk semua bahan bakar padat
19
QL = NHV = LHV = nilai kalor bawah (kkal/kg)
C, H, O, SV , W = kandungan karbon, hidrogen, oksigen, belerang,
air (% berat)
Persamaan Calderwood; berlaku khusus untuk bituminous coal
C, VCM, FC, S = % berat karbon
QH = nilai kalor atas (BTU/lb)
Persamaan Dulong; berlaku untuk semua batubara
QH = nilai kalor atas (BTU/lb)
C, H, O, S = fraksi berat karbon, hidrogen, oksigen dan belerang
= fraksi berat “net hydrogen” = Hnet
Hnet =
H = fraksi berat hidrogen, termasuk Hnet , H dalam air kelembaban, H
dalam air senyawa
Rasio bahan bakar (= fuel ratio) =
Dimana : Rasio bahan bakar untuk anthracite = 10-60
semi -anthracite = 6-10
semi-bituminous = 3-7
bituminous = 0.5-3
b. Suhu Leleh Abu
Suhu leleh abu mempengaruhi jenis dasar tungku yang dibutuhkan dan
menunjukkan tendensi untuk terjadinya klinker dan pergerakan. Pengujian fusi
20
abu diukur dengan memanaskan kerucut dari abu batubara dalam suatu tungku
yang secara umum diatur dengan suasana reduksi. Dapat pula diuji dengan
memakai Ash Fusion Determinator.
c. Pengujian densitas batubara
Densitas batubara perlu dilakukan pengujian untuk mengetahui cara
penanganan dan perlakuan batubara seperti pengangkutan batubara dan
penyimpanan batubara.
d. Hardgrove Grindability Index
HGI adalah bilangan yang menyatakan mudah tidaknya batubara
digerus.Dengan rumus : HGI = 13,6 + 6,93W, dengan W adalah berat batubara
lolos 200 mesh. Cara pengujiannya adalah sbb :
1) Keringkan sample lolos 4 mesh pada suhu 35ºC kurang dari 48 jam
sebanyak 1000 gram.
2) Ambil sample 200 gram.
3) Masukkan dalam BiiMill diputar sebanyak 60 putaran.
4) Kemudian diayak dengan lolos 200 mesh timbang yang lolos dan tertahan.
e. Grade Batubara
Grade batubara dipengaruhi kandungan bahan pengotor anorganik
(mineral matter), bahan organik, bahan anorganik dan intrusi mineral batubara.
Semakin tinggi zat pengotor, makin rendah grade batubara.
f. Jenis (type) batu bara
· Ditentukan dari komponen /komposisi batu bara yang terdiri dari maseral
(vitrinit, liptinit dan inertinit) dan mineral pembentuk seperti : lempung, sulfida,
silika dan karbonat. Dipengaruhi oleh jenis tumbuhan pembentuk dan lingkungan
pengendapan dimana batu bara tersebut berada.
g. Rank batubara
· Berhubungan erat dengan tingkat pematangan batu
bara (pembatubaraan /coalification). Dipengaruhi oleh salah satu atau gabungan
21
dari temperatur, tekanan dan waktu. selama perkembangannya, hanya terjadi
proses fisika berupa pemadatan.
Parameter yang umum digunakan untuk menentukan rank batubara
antara lain adalah kandungan bahan organik pembentuk batubara seperti karbon
total, nilai kalor, kandungan air, dan reflektansi vitrinit. Berikut tabel 2.1
Kandungan bahan organik pembentuk batubara
Tabel 2.1 Kandungan bahan organik pembentukan batubara
Keterangan : C ( Karbon), H ( Hidrogen ), O (Oksigen)
(sumber : infotambang.com/clients/infotambang/ Pengantarganesabatubara.pdf )
Dasar penentuan rank (peringkat)
Volatile Matter : VM << ; Rank >>
Kandungan karbon : FC >> ; Rank >>
Kandungan air : TM << ; Rank >>
Nilai Kalori : CV >> ; Rank >>
Posisi batubara mulai dari terendah hingga tertinggi:
Gambut
Lignit
Sub-bituminus
Bituminus
Antrasit
Rank suatu batubara dapat dilihat sesuai dengan tabel 2.2 yang terdapat
dibawah ini.
Bahan C % H % O %Kayu (wood)Gambut (peat)Lignit (Brown Coal)Bituminous (Hard Coal)Antrasit
5055-6060-7075-9090-96
65,5-6,55,0-6,04,5-5,52,0-4,5
4430-4020-305-152-5
22
Tabel 2.2 Klasifikasi batubara berdasarkan tingkatnya (ASTM, 1981, op cit Wood et al., 1983)
Class Group Fixed Carbon ,% , dmmf
Volatile Matter Limits, % , dmmf
Calorific Value Limits BTU per pound (mmmf)
Equal or Greater Than
Less Than
GreaterThan
Equal or Less Than
Equal or Greater Than
Less
Than
Agglomerating Character
I Anthracite* 1.Meta-anthracite 98 2 nonagglomerating
2.Anthracite 92 98 2 8 3.Semianthracite
C86 92 8 14
II Bituminous 1.Low volatile bituminous coal
78 86 14 22
2.Medium volatilebituminou
s coal
69 78 22 31
3.High volatile A bituminous coal
69 31 14000D commonly
4.High volatile B bituminous coal
13000D 14000
agglomerating**E
5.High volatile C bituminous coal
11500 13000
10500 11500
agglomerating
III Subbituminou
s
1.Subbituminous A coal
10500 11500
2.Subbituminous B coal
9500 10500
3.Subbituminous C coal
8300 9500 nonagglomerating
IV. Lignite 1.Lignite A 6300 8300 1.Lignite B 6300
(sumber : www.teknikpertambangan.wordpress.com)
2.4 Penambangan Batubara
Penambangan batubara terdiri atas pengambilan dari lapisan-lapisan
batubara dalam tanah, permuatan dan pengangkutan hingga ke permukaan tanah,
dicuci dan dihancurkan, kemudian diangkut ke daerah-daerah pemasaran.
Metode penambangan batubara dibagi menjadi 4 bagian, yaitu :
Tambang terbuka (surface mining),
Tambang ini merupakan metode penambangan kegiatan aktifitas
penambangannya dilakukan di atas atau relatif dekat dengan permukaan bumi dan
tempat kerjanya berhubungan langsung dengan udara luar
23
Kelebihan tambang terbuka dibandingkan dengan tambang dalam adalah
relatif lebih aman, relatif lebih sederhana, dan mudah pengawasannya
Pada saat ini sebagian besar penambangan batubara dilakukan dengan
metode tambang terbuka, lebih-lebih setelah digunakannya alat-alat besar yang
mempunyai kapasitas muat dan angkut yang besar untuk membuang lapisan
tanah penutup batubara. Dengan demikian pekerjaan pembuangan lapisan tanah
penutup batubara menjadi lebih murah dan menekan biaya ekstraksi batubara.
Selain itu prosentase batubara yang diambil jauh lebih besar dibanding dengan
batubara yang dapat diekstraksi dengan cara tambang dalam. Penambangan
batubara dengan metode tambang terbuka saat ini diperoleh 85% dari total
mineable reserve, sedang dengan metode tambang dalam paling besar hanya 50%
saja. Walaupun demikian penambangan secara tambang terbuka mempunyai
keterbatasan yaitu dengan peralatan yang ada pada saat sekarang ini keterbatasan
kedalaman lapisan batubara yang dapat ditambang dan pertimbangan ekonomis
antara biaya pembuangan batuan penutup dengan biaya pengambilan batubara
Prosesnya dilakukan dengan cara :
Open Pit/ Open Cut / Open Mine mining
Stripping mining
Quarrying mining
Alluvial Mining
Tambang dalam atau bawah (underground mining),
metode penambangan yang segala kegiatannya dilakukan dibawah
permukaan bumi dan tempat kerjanya tidak berhubungan langsung dengan udara
luar. Dilakukan pertama-tama dengan jalan membuat lubang persiapan baik
berupa lubang sumuran ataupun berupa lubang mendatar atau menurun menuju
ke lapisan batubara yang akan ditambang. Selanjutnya dibuat lubang bukaan
pada lapisan batubaranya sendiri. Cara penambangannya sendiri dapat dilakukan
secara manual, yaitu menggunakan banyak alat yang memakai kekuatan tenaga
manusia maupun secara mekanis, yaitu mempergunakan alat sederhana sampai
menggunakan system elektronis dengan pengendalian jarak jauh.
Metode penggunaan :
24
Metode tanpa penyangaan
Metode dengan penyanggaan dan metode ambrukan
Tambang bawah air (underwater mining)
Metode penambangan yang kegiatan penggaliannya dibawah permukaan
air atau endapan mineral berharga yang terletak dibawah permukaan air.
Caranya:
Menggunakan kapal keruk laut dalam ( >50 m)
Menggunakan kapal keruk hidrolik
Menggunakan kapal keruk dengan jaring tarik
Menggunakan kapal isap laut dalam
Tambang di tempat (insitu miring),
Metode penambangan yang dilakukan terhadap endapan mineral dan
batuan yang terbentuk secara khusus yang penambangannya langsung di tempat
tersebut dengan cara khusus.
2.5 Dampak Penambangan Batubara
Seperti yang diketahui, pertambangan batubara juga telah menimbulkan
dampak kerusakan lingkungan hidup yang cukup parah, baik itu air, tanah, udara,
dan hutan.
Air
Penambangan batubara secara langsung menyebabkan pencemaran air,
yaitu dari limbah pencucian batubara tersebut dalam hal memisahkan
batubara dengan sulfur. Limbah pencucian tersebut mencemari air sungai
sehingga warna air sungai menjadi keruh, asam, dan menyebabkan
pendangkalan sungai akibat endapan pencucian batubara tersebut. Limbah
pencucian batubara setelah diteliti mengandung zat-zat yang sangat
berbahaya bagi kesehatan manusia jika airnya dikonsumsi. Limbah
tersebut mengandung belerang (b), merkuri (Hg), asam slarida (HCn),
mangan (Mn), asam sulfat (H2SO4), dan timbal (Pb). Hg dan Pb
merupakan logam berat yang dapat menyebabkan penyakit kulit pada
manusia seperti kanker kulit.
25
Tanah
Tidak hanya air yang tercemar, tanah juga mengalami pencemaran akibat
pertambangan batubara ini, yaitu terdapatnya lubang-lubang besar yang
tidak mungkin ditutup kembali yang menyebabkan terjadinya kubangan air
dengan kandungan asam yang sangat tinggi. Air kubangan tersebut
mengadung zat kimia seperti Fe, Mn, SO4, Hg dan Pb. Fe dan Mn dalam
jumlah banyak bersifat racun bagi tanaman yang mengakibatkan tanaman
tidak dapat berkembang dengan baik. SO4 berpengaruh pada tingkat
kesuburan tanah dan PH tanah, akibat pencemaran tanah tersebut maka
tumbuhan yang ada diatasnya akan mati.
Udara
Penambangan batubara menyebabkan polusi udara, hal ini diakibatkan dari
pembakaran batubara. Menghasilkan gas nitrogen oksida yang terlihat
cokelat dan juga sebagai polusi yang membentuk acid rain (hujan asam)
dan ground level ozone, yaitu tipe lain dari polusi yang dapat membuat
kotor udara. Selain itu debu-debu hasil pengangkatan batubara juga sangat
berbahaya bagi kesehatan, yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit
infeksi saluran pernafasan (ISPA), dan dalam jangka panjang jika udara
tersebut terus dihirup akan menyebabkan kanker, dan kemungkinan bayi
lahir cacat.
Hutan
Penambangan batubara dapat menghancurkan sumber-sumber kehidupan
rakyat karena lahan pertanian yaitu hutan dan lahan-lahan sudah
dibebaskan oleh perusahaan. Hal ini disebabkan adanya perluasan tambang
sehingga mempersempit lahan usaha masyarakat, akibat perluasan ini juga
bisa menyebabkan terjadinya banjir karena hutan di wilayah hulu yang
semestinya menjadi daerah resapan aitr telah dibabat habis. Hal ini
diperparah oleh buruknya tata drainase dan rusaknya kawan hilir seperti
hutan rawa.
Laut
Pencemaran air laut akibat penambangan batubara terjadi pada saat
26
aktivitas bongkar muat dan tongkang angkut batubara. Selain itu,
pencemaran juga dapat mengganggu kehidupan hutan mangrove dan biota
yang ada di sekitar laut tersebut.
2.6 Usaha Mengurangi Dampak Penambangan
Usaha yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak pertambangan
batubara adalah pengembangan Teknologi Batubara Bersih (TBB).
Teknologi batu bara bersih adalah sekumpulan teknologi yang
dikembangkan untuk mitigasi dampak lingkungan dari penggunaan batu bara.
Ketika batu bara digunakan sebagai bahan bakar, emisi gas buang yang dihasilkan
mencakup sulfur dioksida, nitrogen dioksida, karbon dioksida, dan senyawa kimia
lainnya tergantung pada jenis batu bara yang digunakan. Berbagai cara digunakan
untuk meminimalisasi dampak tersebut, di antaranya pencucian batu bara secara
kimiawi untuk mengurangi kadar mineral dan bahan pengotor pada batu bara,
gasifikasi, perlakuan gas buang dengan uap untuk mengeliminasi sulfur dioksida,
teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon, dan pengeringan batu bara
untuk meningkatkan nilai kalori batu bara.
Pembangkit listrik "batubara bersih" pertama kali beroperasi di dunia pada
bulan September 2008 di Spremberg, Jerman. Pembangkit ini dimiliki oleh
perusahaan Swedia Vattenfall dan telah dibangun oleh perusahaan Siemens
Jerman. Pembangkit ini disebut Pembangkit Listrik Schwarze Pumpe. Fasilitas ini
menangkap CO2 dan hujan asam, menghasilkan sulfida, memisahkan mereka, dan
mengkompres CO2 menjadi cairan. CO2 ini diinjeksi ke ladang gas alam yang
telah habis atau formasi geologi lainnya. Teknologi ini memang dianggap
bukanlah solusi akhir untuk pengurangan CO2 di atmosfer, tetapi memberikan
solusi dalam waktu dekat, sementara solusi alternatif yang lebih baik bagi
pembangkit listrik dapat dibuat secara praktikal dan ekonomis.
Teknologi Batubara bersih antara lain:
Desulfurisasi
Sulfur dalam gasifikator terdiri dari abio-sulfur dan sulfur organik, dimana
hidrogen sulfurisasi (H2S) merupakan bagian yang dominan. Desulfurisasi gas
27
batubara adalah untuk menghilangkan hidrogen sulfurisasi yang merupakan gas
beracun. Gas batubara mengandung gas caustic seperti H2S, CO2 yang cenderung
mengikis dan merusak peralatan bersama-sama dengan air (H2O) dan
menyebabkan kebocoran gas batubara, menimbulkan pencemaran di atmosfir atau
bahkan menimbulkan ledakan yang merusak lingkungan dan melukai pekerja.
Karena itu, desulfurisasi sangat penting artinya.
Gas batubara mengandung H2S masuk ke menara desulfurisasi melalui
dasar dan di dalam lapisan paking bereaksi dengan cairan tandus desulfurisasi
yang disemprotkan dari puncak menara, yang menyerap H2S. Gas hasil pemurnian
dilepaskan dari puncak menara dan membuang air melalui alat penangkap tetesan,
dan kemudian dikirim ke perbengkelan untuk digunakan. Cairan yang
disemprotkan dari puncak yang menyerap hidrogen sulfurisasi mengalir ke dalam
saluran air yang kaya cairan melalui pompa regeneratif untuk memisahkan sulfur
dan dikirim ke saluran air semburan dan reneneratif untuk bereaksi dengan udara.
Setelah cairan teroksidasi dan mengalami regenerasi, cairan mengalir ke dalam
saluran air dengan cairan gundul melalui alat pengatur posisi cairan dan
digerakkan ke menara desulfurisasi melalui pompa desulfurisasi, yang
melanjutkan proses desulfurisasi. Dalam waktu yang bersamaan, busa sulfur yang
dihasilkan pada saluran air semburan dan regenatif disaring dan cream sulfur
dihasilkan.
Bahan gas berkontak dengan counter cairan desulfurisasi, H2S bereaksi dengan
cairan Na2CO3 dan terserap.
H2S + Na2CO3 NaHS + NaHCO3
Dalam saluran air reaksi, HS teroksidasi menjadi substansi sulfur sederhana oleh
ion logam berharga tinggi.
NaHS + NaHCO3 + 2 NaVO3 S + Na2V2O3 + H2O
Dalam saat itu, ion logam berharga rendah yang dihasilkan segera
dioksidasi substansi quinone menjadi ion logam berharga tinggi.
Na2V2O3 + Q Na2CO3 + H2O 2NaVO3 + HQ
28
Pada saluran air pancar dan regeneratif, substansi phenol teroksidasi menjadi
substansi oleh udara.
2HQ + I/ 2O2 2Q + H2O
Proses reaksi terus berlangsung, dan karenanya gas terdesulfurisasi dan
termurnikan.
Membuang NOx dari batu bara
Nitrogen secara umum adalah bagian yang besar dari pada udara yang
dihirup, pada kenyataannya 80% dari udara adalah nitrogen, secara normal atom-
atom nitrogen mengambang terikat satu sama lainnya seperti pasangan kimia,
tetapi ketika udara dipanaskan seperti pada nyala api boiler (3000 F=1648 C),
atom nitrogen ini terpecah dan terikat dengan oksigen, bentuk ini sebagai nitrogen
oksida atau kadang kala itu disebut sebagai NOx. NOx juga dapat dibentuk dari
atom nitrogen yang terjebak didalam batu bara.
Di udara, NOx adalah polutan yang dapat menyebabkan kabut coklat yang
kabur yang kadang kala terlihat di seputar kota besar, juga sebagai polusi yang
membentuk “acid rain” (hujan asam), dan dapat membantu terbentuknya sesuatu
yang disebut “ground level ozone”, tipe lain dari pada polusi yang dapat membuat
kotornya udara. Salah satu cara terbaik untuk mengurangi NOx adalah
menghindari dari bentukan asalnya, beberapa cara telah ditemukan untuk
membakar barubara di pemabakar dimana ada lebih banyak bahan bakar dari pada
udara di ruang pembakaran yang terpanas.
Di bawah kondisi ini kebanyakan oksigen terkombinasikan dengan bahan
bakar daripada dengan nitrogen. Campuran pembakaran kemudian dikirim ke
ruang pembakaran yang kedua dimana terdapat proses yang mirip berulang-ulang
sampai semua bahan bakar habis terbakar. Konsep ini disebut "staged
combustion" karena batu bara dibakar secara bertahap. Kadang disebut juga
sebagai "low-NOx burners" dan telah dikembangkan sehingga dapat mengurangi
kangdungan Nox yang terlepas di uadara lebih dari separuh. Ada juga teknologi
29
baru yang bekerja seperti "scubbers" yang membersihkan NOX dari flue gases
(asap) dari boiler batu bara. Beberapa dari alat ini menggunakan bahan kimia
khusus yang disebut katalis yang mengurai bagian NOx menjadi gas yang tidak
berpolusi, walaupun alat ini lebih mahal dari "low-NOx burners," namun dapat
menekan lebih dari 90% polusi Nox.
Pencucian Batubara
Batubara hasil penambangan ada beberapa kemungkinan penanganan
yang berkaitan dengan pencucian sebelum dipasarkan :
1. Hasil penambangan langsung dipasarkan
2. Hasil Penambangan - crushing - screening – washing – dipasarkan
3. Hasil penambangan – crushing – screening – dipasarkan
Alat – alat yang dipakai dalam pencucian batubara antara lain : ayakan,
meja goyang, baum jig, flotasi. Sedangkan proses pencucian batubara secara fisik
yaitu :
Jigging : Pulsasi air menyebabkan batubara membentuk stratigrafi ( batubara
bersih akan berada diatas).Ukuran 3,4mm – 7,6mm.
Meja Goyang : Partikel yang ringan akan jatuh kebawah, sedangkan yang
berat dialirkan kesamping. Ukuran partikel 0,15mm – 6,4mm.
Sink & Float : Pemisahan karena Bj media berat mendekati Bj pemisah.
Batubara yang mempunyai Bj kecil akan mengapung dan dipisahkan. Ukuran
partikel 0,6mm – 200mm.
Hidrosiklon : Pemisahan pada alat yang berbentuk kerucut. Material
dipengaruhi aliran air keatas dan gaya sentrifugal. Ukuran partikel 0,6mm
kebawah.
Humphrey Spiral : Alatnya berbentuk spiral. Ukuran partikel 3mm kebawah.
Washer : Batubara kotor dialirkan dalam suatu aliran air dalam lounder,
partikel berat (pengotor) akan mengendap sedang batubara akan mengapung
dan terbawa aliran air. 7,5mm.
30
Flotasi : Dengan bantuan Collector, frother, Modifier dengan adanya
gelembung udara batubara dapat dipisahkan dari pengotornya. Dapat
mengurangi jumlah pirit dan batubara halus dapat juga terambil
Adapun prosedur pengolahan memperlihatkan tahapan proses pengolahan
batubara mulai dari penimbunan raw coal di lokasi pabrik pengolahan sampai
produk akhir pada gambar 2.8 dibawah ini
Gambar 2.8 Diagram Alir Pengolahan Batubara
(sumber : www.teknikpertambangan.wordpress.com)
31
2.7 Teknologi Pemanfaatan Batubara
Energi batubara diperoleh secara langsung maupun tidak langsung. Secara
langsung berupa energi bahan bakar padat. Proses gasifikasi dan Likuifaksi
merupakan sumber energi batubara yang diperoleh secara tidak langsung melalui
proses konversi energi
2.7.1 Batubara Bahan Bakar Padat
Batubara merupakan sumber energi berbentuk bahan bakar padat. .
Sumber energi langsung, yaitu dengan cara langsung membakarnya dan
mengambil energi panasnya (seperti di PLTU, dan Industri semen)
1. Pembangkit Listrik Tenaga Uap
Pembakaran batubara merupakan pemanfaatan batubara secara langsung
untuk memperoleh energi panas dan menghasilkan gas buang (flue gas) dan abu.
Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) merupakan salah satu contoh pemanfaatan
batubara secara langsung. Dalam pemanfaatn tersebut, batubara uap dibakar
dipembangkit uap (bolier) untuk menghasilkan panas yang akan digunakan untuk
mengubah air menjadi uap air, yang selanjutnya digunakan untuk menggerakkan
turbin uap dan memutar generator guna menghasilkan energi listrik.
Mula-mula ukuran butiran batubara tersebut dikecilkan hingga berukuran
halus untuk menambah luas permukaannya agar lebih mudah terbakar. Batubara
tersebut kemudian disemburkan ke tungku pembakaran bertemperatur tinggi. Gas
dan energi panas yang dihasilkan mengubah air pada tabung di sekeliling tungku
tersebut menjadi uap. Uap bertekanan tunggi memutar turbin dengan kecepatan
tinggi guna menggerakkan generator. Saat ini, penggunaan batubara sebagai
sumber energi pembangkit listrik tercatat lebih kurang 39% kebutuhan listrik
dunia (Panduan bisnis PTBA, 2008)
2. Industri besi dan baja
Peran batubara penting dalam kegiatan industri besi dan baja. Sekitar 64%
produksi baja dunia berasal dari besi. Sebagai gambaran produksi baja dunia yang
mencapai 965 juta ton pada tahun 2003 memanfaatkan batubara sebesar 543 juta
ton. Proses peleburan besi dan baja tersebut menggunakan kokas dan batubara.
32
Proses peleburan biji besi dilakukan dengan menggunakan tungku peleburan tanur
tinggi (blast furnace) dengan menggunakan kokas sebagai reduktor.
Reaksi reduksi terjadi sebagai berikut :
C + O2 ——> 2CO2
CO2 + C ——> 2CO
Fe2O3 + 3CO ——> 2Fe + 3CO2
3. Industri Semen
Batubara digunakan sebagai sumber energi panas pada industri semen.
Pada proses pembakaran dalam tungku (klin), batubara dibakar dalam ukuran
halus (bentuk bubuk) dengan setiap 450 gram (g) batubara akan menghasilkan
semen sekitar 900 g. Pada masa mendatang peran batubara masih cukup besar
dalam industri semen.
2.7.2 Gasifikasi Batubara
Gasifikasi adalah suatu teknologi proses yang mengubah batubara dari
bahan bakar padat menjadi bahan bakar gas menghasilkan Synthesis Natural Gas,
(SNG). Pada proses tersebut terjadi pemecahan rantai karbon batubara ke bentuk
unsur atau senyawa kimia lain. Batubara dipanaskan dan diberi oksigen di dalam
reaktor sehingga menghasilkan gas batubara berupa campuran gas-gas hidrogen,
karbon monoksida, nitrogen, serta unsur gas lainnya. Gasifikasi batubara
merupakan teknologi terbaik serta paling bersih dalam mengonversi batubara
menjadi gas-gas yang dapat dimanfaatkan sebagai energi listrik.
Gasifikasi umumnya terdiri dari empat proses, yaitu pengeringan,
pirolisis, oksidasi, dan reduksi. Pada proses gasifikasi, ada suatu proses yang tidak
kalah penting yaitu proses desulfurisasi yang mana sebagai penghilang hidrogen
sulfur (gas beracun).
Proses gasifikasi memerlukan seperangkat alat reaktor yang dinamakan
gasifier. Pada gasifier tipe Gasifikasi Unggun Tetap (Fixed Bed Gasification),
kontak yang terjadi saat pencampuran antara gas dan padatan sangat kuat sehingga
perbedaan zona pengeringan, pirolisis, oksidasi, dan reduksi tidak dapat
33
dibedakan. Salah satu cara untuk mengetahui proses yang berlangsung pada
gasifier jenis ini adalah dengan mengetahui rentang temperatur masing-masing
proses, yaitu
· Pengeringan : T > 150 °C
· Pirolisis/ Devolatilisasi : 150 < T < 550 °C
· Oksidasi : 70 < T < 550 °C
· Reduksi : 50 < T < 120 °C
Proses pengeringan, pirolisis, dan reduksi bersifat menyerap panas
(endotermik), sedangkan proses oksidasi bersifat melepas panas (eksotermik).
Pada pengeringan, kandungan air pada bahan bakar padat diuapkan oleh panas
yang diserap dari proses oksidasi. Pada pirolisis, pemisahan volatile matters (uap
air, cairan organik, dan gas yang tidak terkondensasi) dari arang atau padatan
karbon bahan bakar juga menggunakan panas yang diserap dari proses oksidasi.
Pembakaran mengoksidasi kandungan karbon dan hidrogen yang terdapat pada
bahan bakar dengan reaksi eksotermik, sedangkan gasifikasi mereduksi hasil
pembakaran menjadi gas bakar dengan reaksi endotermik.
Dalam kaitannya dengan gasifikasi batubara, ada teknologi yang sekarang
dikembangkan, yaitu IGCC (Integrated Gasification Combined Cycle). Dalam
penerapan teknologi ini, gas hasil gasifikasi batubara mengalami proses
pembersihan sulfur dan nitrogen. Gas yang sudah bersih ini dibakar di ruang
bakar kemudian gas hasil pembakaran disalurkan ke dalam turbin gas untuk
menggerakkan generator. Gas buang dari turbin gas dimanfaatkan dengan
menggunakan HRSG (Heat Recovery Steam Generator) untuk membangkitkan
uap. Uap dari HRSG digunakan untuk menggerakkan turbin uap yang akan
menggerakkan generator.
Kelebihan teknologi IGCC ini adalah emisi SO2, NOX, CO2 serta debu
dapat dikurangi dengan mudah, limbah cair serta luas tanah yang dibutuhkan tidak
terlalu banyak, produk sampingan yang dihasilkan merupakan komoditi yang
mempunyai nilai jual, seperti sulfur dan tar.
34
Efisiensi pembangkit listrik dengan menggunakan teknologi IGCC ini
lebih tinggi 5 - 10 % dibandingkan PLTU batubara konvensional. Di samping itu,
Coal gasifier tidak mengeluarkan polutan sehingga ramah lingkungan.
Gambar 2.9 Proses Gasifikasi Batubara
(sumber : //id.shvoong.com/exact-sciences/chemistry/2233758-proses-pengolahan-batu-
bara/#ixzz2xU3WjEcB)
2.7.3 Likuifaksi Batubara
Likuifaksi Batubara adalah suatu teknologi proses yang mengubah
batubara menjadi bahan bakar cair sintetis. Batubara yang berupa padatan diubah
menjadi bentuk cair dengan cara mereaksikannya dengan hidrogen pada
temperatur dan tekanan tinggi.
Proses likuifaksi batubara secara umum diklasifikasikan menjadi Indirect
Liquefaction Process dan Direct Liquefaction Process.
a) Indirect Liquefaction Process/ Indirect Coal Liquefaction (ICL)
Prinsipnya secara sederhana yaitu mengubah batubara ke dalam bentuk gas
terlebih dahulu untuk kemudian membentuk Syngas (campuran gas CO dan H2).
Syngas kemudian dikondensasikan oleh katalis (proses Fischer-Tropsch) untuk
menghasilkan produk ultra bersih yang memiliki kualitas tinggi.
b) Direct Liquefaction Process/ direct coal liquefaction (DCL)
Proses ini dilakukan dengan cara menghaluskan ukuran butir batubara,
kemudian mencampur batubara ini dengan pelarut, campuran ini dinamakan
slurry. Slurry dimasukkan ke dalam reaktor bertekanan tinggi bersama hidrogen
35
dengan menggunakan pompa. Kemudian, slurry diberi tekanan 100-300 atm di
dalam sebuah reaktor dan dipanaskan hingga suhu mencapai 400-480° C.
Secara kimiawi, proses ini akan mengubah bentuk hidrokarbon batubara
dari kompleks menjadi rantai panjang seperti pada minyak. Atau dengan kata lain,
batubara terkonversi menjadi liquid melalui pemutusan ikatan C-C dan C-
heteroatom secara termolitik atau hidrolitik (thermolytic and hydrolytic cleavage),
sehingga melepaskan molekul-molekul CO2, H2S, NH3, dan H2O. Untuk itu rantai
atau cincin aromatik hidrokarbonnya harus dipotong dengan cara dekomposisi
panas pada temperatur tinggi (thermal decomposition). Setelah dipotong, masing-
masing potongan pada rantai hidrokarbon tadi akan menjadi bebas dan sangat
aktif (free-radical). Supaya radikal bebas itu tidak bergabung dengan radikal bebas
lainnya (terjadi reaksi repolimerisasi) membentuk material dengan berat molekul
tinggi dan insoluble, perlu adanya pengikat atau stabilisator, biasanya berupa gas
hidrogen. Hidrogen bisa didapat melalui tiga cara, yaitu transfer hidrogen dari
pelarut, reaksi dengan fresh hidrogen (penyusunan kembali terhadap hidrogen
yang ada di dalam batubara), dan menggunakan katalis yang dapat menjembatani
reaksi antara gas hidrogen dan slurry.
Gambar 2.10 Diagram Alir Proses Likuifaksi Batubara
(sumber : //ardra.biz/sain-teknologi/mineral/pengolahan-mineral/pengolahan-batubara/)
Likuifaksi batubara memiliki sejumlah manfaat :
Mengurangi ketergantungan pada impor minyak serta meningkatkan
keamanan energi
Batubara cair dapat digunakan untuk transportasi, memasak, pembangkit
listrik stasioner, dan di industri kimia
36
Batubara yang diturunkan adalah bahan bakar bebas sulfur, rendah
partikulat, dan rendah oksida nitrogen
Bahan bakar cair dari batubara merupakan bahan bakar olahan yang ultra
bersih, dapat mengurangi risiko kesehatan dari polusi udara dalam
ruangan.
2.7.4 Briket Batubara
Briket batubara adalah teknologi pembentukan bahan bakar berwujud
padat yang menyenangkan yakni mudah dinyalakan dan tidak berasap. Caranya
adalah batubara/ arangnya dibubukkan kemudian dicampurkan dengan bahan
pengikat dan bahan penyulut lalu dicetak sesuai dengan bentuk yang diinginkan.
Teknologi ini pernah mendapat perhatian khusus dari pemerintah tahun 1993,
yakni dengan dikeluarkannya keputusan presiden tentang program penggantian
bahan bakar rumah tangga dari minyak tanah ke briket batubara untuk pulau Jawa.
Secara umum proses pembriketan dapat diklasifikasikan menjadi 2
kelompok besar yaitu:
(a) Pembriketan tidak terkarbonisasi
Bahan bakunya adalah batubara 90% ditambah tanah liat 10%. Selanjutnya
bahan baku utama tersebut ditambah perekat sebesar 5% “tepung tapioka”. Semua
bahan tersebut dicampur hingga homogen dan dicetak dengan tekanan tertentu
dan dikeringkan.
(b) Pembriketan terkarbonisasi
Batubara yang digunakan terlebih dahulu dikarbonisasi melalui proses
pembakaran parsial menjadi semikokas. Proses selanjutnya sama dengan
pemberiketan tidak terkarbonisasi. Bahan baku batubara semikokas 90% dicampur
tanah liat 10% dan ditambahkan tapioka 5%, diaduk hingga homogen selanjutnya
sama dengan pembriketan tidak terkarbonisasi. Bahan baku batubara semikokas
90% dicampur tanah liat 10% dan ditambahkan tapioka 5%, diaduk hingga
homogen dan selanjutnya dicetak dengan tekanan tertentu dan dikeringkan.
Pembriketan 1 ton batubaraa muda akan menghasilkan ± 0,4 ton briket batubara
dengan kandungan H2O < 5% dan kandungan VM < 20-24% (PTBA, 2005).
37
2.7.5 Pembentukan Suspensi Batu bara-air (Teknologi coal-water fuel).
Teknologi coal-water fuel adalah Teknologi pembuatan campuran homogen
serbuk batubara-air dengan cara mengaduk campuran pada kecepatan tinggi (6000
rpm) sampai terbentuk suatu suspensi yang stabil. Campuran terdiri dari 60
sampai dengan 78 % serbuk batubara dan sisanya air dengan ukuran serbuk
minimal 75 mikron. Bahan bakar jenis ini dapat menggantikan fungsi minyak
tanah sebagai bahan bakar cair untuk keperluan rumah tangga.
Teknologi ini sudah mulai dikembangkan di dalam negeri dan diharapkan
teknologi ini dapat berperan menggantikan minyak berat (heavy fuel oil) yang
digunakan sebagai bahan bakar boiler.
Teknologi CWF cukup sederhana, yaitu dengan mencampurkan batubara
dengan air dan adiktif dalam perbandingan tertentu hingga berwujud cairan kental
(suspensi). Pembakaran CWF dapat meenggunakan burner yang sama dengan
yang dipakai untuk bahan bakar minyak. Slurry yang disemprotkan ke dalam
aliran udara turbulen panas, yang langsung mengering dan membentuk nyala api
(flame). CWF dapat dibuat dengan mencampurkan batubara dengan air kemudian
diaduk hingga rata.
Pengadukan dilakukan dalam 2 tahap, yaitu:
a) Tahap pertama pengadukan dengan cara manual yaitu batubara, air dan
adiktif dicampur dan diaduk hingga tercampur merata.
b) Tahap kedua homogenasi dilakukan pengadukan dengan homogenizer
(blender) pada kecepatan 10.000-13.000 rpm. Hasil penelitian
menunjukkan salah satu zat adiktif yang potensial digunakan adalah
Carboxyl Methil Cellulose (CMC) dengan jumlah berat 0,5% berat
batubara dan kandungan batubara dalam slurry ± 55% (Ismail, 2003).
2.7.6 Teknologi Upgrading Brown Coal (UBC)
38
Pada prinsipnya UBC adalah teknologi untuk meningkatkan kualitas
batubara, dalam hal ini batubara peringkat rendah dikarbonisasi agar kadar air dan
zat terbangnya berkurang. Dengan demikian akan terdapat kandungan karbon
yang lebih banyak per satuan berat batubara. Pada kondisi yang demikian, nilai
kalori batubara akan meningkat. Untuk mencegah uap air di udara kembali masuk
dan mempengaruhi uap air di udara kembali masuk dan mempengaruhi kadar air
batubara yang telah di-upgrade, maka produk UBC dilapisi aspal yang memiliki
sifat keruh kadar air batubara yang telah di-upgrade, maka produk UBC dilapisi
aspal yang memiliki sifat kedap air (Tjetjep, 2005).
Penurunan kadar air dalam batubara, dapat dilakukan dengan cara mekanik
atau perlakuan panas. Pengeringan cara mekanik efektif untuk mengurangi kadar
air bebas dalam batubara basah, sedangkan penurunan kadar air lembab harus
dilakukan dengan cara pemanasan atau penguapan.
Proses UBC merupakan salah satu cara penghilangan kadar air dalam
batubara melalui proses penguapan (evaporasi). Dibandingkan dengan teknologi
upgrading lainnya, seperti hot water drying (HWD) atau steam drying (SD) yang
dilakukan pada temperatur diatas 275oC dan tekanan yang cukup tinggi 5.500 kpa
(Baker,dkk.,1986), proses UBC sangat sederhana karena temperature dan tekanan
yang digunakan lebih rendah, yaitu 150 – 160oC dengan tekanan 350 Kpa. Dengan
rendahnya temperatur dan tekanan, pengeluaran tar dari batu bara belum
sempurna, karenya perlu ditambahkan zat aditif sebagai penutup permukaan
batubara seperti kanji, tetes tebu (mollase), slope pekat (fuse oil), minyak residu,
dan lain-lain. Untuk proses UBC sebagai aditif digunakan low sulfur wax
residue (LSWR) yang merupakan senyawa organik yang beberapa sifat kimianya
mempunyai kesamaan dengan batubara. Denagn kesamaan sifat kimia tersebut,
residu yang masuk kedalam pori-pori batubara akan kering kemudian bersatu
denagan batubara. Lapisan minyak ini cukup kuat dan dapat menempel pada
waktu yang cukup lama sehingga batubara dapat disimpan di tempat terbuka
untuk jangka waktu yang cukup lama (Couch, 1990)