BAB II
-
Upload
berliany-l-ganie-fhatwa -
Category
Documents
-
view
18 -
download
0
Transcript of BAB II
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
2.1. Angka Kejadian BBLR
Angka kematian balita di negara-negara berkembang khususnya Indonesia
masih cukup tinggi. Salah satu penyebab yang menonjol diantaranya karena
keadaan gizi yang kurang baik atau bahkan buruk.
Status Gizi Masyarakat dapat dilihat dari beberapa indikator yaitu BBLR,
Status Gizi Balita. Proporsi BBLR Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2009
0,79% (rentang 0,19%-6.65%), prevalensi gizi buruk pada tahun 2009 0,03%
(rentang 0-0,27%). Pada Gambar di 1 terlihat bahwa proporsi bayi BBLR tertinggi
terjadi di kota prabumulih (6,65%) dan proporsi BBLR terendah terjadi di
Kabupaten Muara Enim (0,19%).
Cakupan BBLR ditangani pada tahun 2009 mencapai 90,94% dan pada
tahun 2008 mencapai 65%, mengalami peningkatan sebesar 25,9%. Selain itu
terdapat peningkatan penanganan di 4 Kabupaten yaitu Kabupaten Lahat, OKUS,
Empat Lawang, dan Kota Prabumulih, pada tahun 2008 tidak terdapat laporan
penanganan sedangkan pada tahun 2009 sudah dilaporkan. Distribusi cakupan
BBLR ditangani.
Gambar 1.Proporsi Bayi Berat Lahir Rendah(BBLR) Menurut Kabupaten / Kota Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009
Sumsel 0,41OKU 47OKI 137Muara Enim 29Lahat 17Musirawas 73Musi 179Banyuasin 55OKU Selatan 21OKU Timur 38Ogan Ilir 29Empat Lawang 6Palembang 154Prabumulih 41Pagar Alam 10Lubuk Linggau 14
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
Sumber : Bidang Yankes Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan 2009
1.2 Angka Kematian Bayi (AKB)
Menurunnya angka kematian bayi dan meningkatnya angka harapan
hidup mengindikasikan meningkatnya derajat kesehatan penduduk.
Berdasarkan Sensus Penduduk (SP) 1990, estimasi angka kematian bayi di
Sumatera Selatan diperkirakan 71 per 1000 kelahiran, sedangkan berdasarkan
SP 2000, angka kematian bayi di Sumatera Selatan turun drastis menjadi 53 per
1000 kelahiran, atau turun 25 persen selama 10 tahun atau rata-rata turun 2,5
persen per tahun. AKB Sumsel lebih tinggi dibandingkan Angka Nasional yaitu
42 per 1000 kelahiran hidup (SUSENAS 2007). Menurut target MDGs AKB
diharapkan turun menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup.
Kematian bayi di Sumatera Selatan tahun 2009 adalah 4 per 1000
kelahiran hidup. Persentase kematian bayi tertinggi terjadi di kabupaten Ogan
Komering Ilir (1.31%) dan Lahat (0.82%), persentase terendah di kabupaten
Muara Enim (0.14%) dan Empat Lawang (0.13%). Angka kematian bayi di
Provinsi Sumatera Selatan tahun 2009 adalah 0,8 (79 kematian bayi),
sedangkan pada tahun 2008 adalah 3,4 (537 kematian bayi). Jumlah kematian
bayi menurut Kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan.
Gambar 2. Angka Kematian Bayi (AKB) Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 1971- 2008
155SP 1980 102SP 1990 71SDKI 1994 59,6SUPAS 54SDKI 1997 53SP 2000 53SDKI 30SUPAS 302006 26,32007 25,62008 25
0 50 100 150 200
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan 2.2 Teori BBLR
I. Definisi
Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang dilahirkan
dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi. 2
Sumber lain mendefinisikan sebagai bayi dengan berat badan lahir dibawah
persentil 10 dari perkiraan berat menurut masa gestasi. 1,5
II. Epidemiologi
Angka prevalensi dari BBLR adalah sekitar 10 % dari semua kehamilan.
Jumlah ini bervariasi pada tiap populasi. Sejumlah 3-5 % dari kejadian BBLR
terjadi pada keadaan ibu yang sehat, dan lebih dari 25 % kejadian terjadi pada
keaddan ibu dengan kehamilan resiko tinggi.4
Belum didapatkan data akurat mengenai angka kejadian BBLR di
Indonesia. Dari sebuah laporan Departemen Kesehatan DI Yogyakarta
pada tahun 2005, kejadian BBLR berjumlah 10% dari seluruh kelahiran bayi
di daerah tersebut pada tahun yang sama.6
III. Etiologi
Etiologi BBLR ada yang berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta.
Berikut akan dikelompokkan etiologi BBLR berdasarkan 3 faktor di atas.1
Faktor Ibu :
Toxemia
Hipertensi dan/atau penyakit ginjal
Hipoksemia (misalnya: menderita penyakit jantung atau paru)
Malnutrisi (mikro dan makro)
Menderita penyakit kronis
Anemia sel sabit
Konsumsi obat-obatan,alkohol, rokok.
dsb.
Faktor Janin :
Kelainan kromosom (autosomal trisomi)
Infeksi pada janin (cytomegalic inclusion disease, rubella
kongenital, sifilis)
Anomali kongenital
Radiasi
Kehamilan ganda
Hipoplasi pankreas
Defisiensi insulin
Defisiensi insulin-like growth factor type 1.
dsb.
Faktor plasenta :
Penurunan berat plasenta dan/atau selularitas plasenta
Penurunan luas permukaan plasenta
Villous plaentitis (disebabkan bakteri, virus, parasit)
Infark plasenta
Tumor ( mola hidatidosa, chorioangioma)
Plasenta terpisah
dsb.
IV. Patofisiologi
Dari berbagai etiologi di atas, secara garis besar terjadinya BBLR adalah
sebagai berikut2 :
Plasenta
Berat lahir memiliki hubungan yang berarti dengan berat plasenta
dan luas permukaan villus plasenta. Aliran darah uterus, juga
transfer oksigan juga transfer oksifen dan nutrisi plasenta dapat
berubah pada berbagai penyakit vaskular yang diderita ibu.
Disfungsi plasenta yang terjadi sering berakibat gangguan
pertumbuhan janin. Dua puluh lima sampai tiga puluh persen kasus
gangguan pertumbuhan janin dianggap sebagai hasil penurunan
aliran darah uteroplasenta pada kehamilan dengan komplikasi
penyakit vaskular ibu. Keadaan klinis yang meliputi aliran darah
plasenta yang buruk meliputi kehamilan ganda, penyalah-gunaan
obat, penyakit vaskular (hipertensi dalam kehamilan atau kronik),
penyakit ginjal, penyakit infeksi (TORCH), insersi plasenta
umbilikus yang abnormal, dan tumor vaskular.
Malnutrisi
Ada dua variabel bebas yang diketahui mempengaruhi pertumbuhan
janin, yaitu berat ibu sebelum hamil dan pertambahan berat ibu
selama hamil. Ibu dengan berat badan kurang seringkali melahirkan
bayi yang berukuran lebih kecil daripada yang dilahirkan ibu dengan
berat normal atau berlebihan. Selama embriogenesis status nutrisi
ibu memiliki efek kecil terhadap pertumbuhan janin. Hal ini karena
kebanyakan wanita memiliki cukup simpanan nutrisi untuk embrio
yang tumbuh lambat. Meskipun demikian, pada fase pertunbuhan
trimester ketiga saat hipertrofi seluler janin dimulai, kebutuhan
nutrisi janin dapat melebihi persediaan ibu jika masukan nutrisi ibu
rendah. Data upaya menekan kelahiran BBLR dengan pemberian
tambahan makanan kepada populasi berisiko tinggi (riwayat nutrisi
buruk) menunjukkan bahwa kaloi tambahan lebih berpengaruh
terhadap peningkatan berat janin dibanding pernmbahan protein.
Infeksi
Infeksi virus tertentu berhubungan dengan gangguan pertumbuhan
janin. Wanita-wanita dengan status sosioekonomi rendah diketahui
melahirkan bayi dengan gangguan pertumbuhan maupun bayi kecil
di samping memiliki insidensi infeksi perinatal yang lebih tinggi.
Bayi-bayi yang menderita infeksi rubella kongenital dan
sitomegalovirus (CMV) umumnya terjadi gangguan pertumbuhan
janin, tidak tergantung pada umur kehamilan saat mereka dilahirkan.
Faktor genetik
Diperkirakan 40% dari seluruh variasi berat lahir berkaitan dengan
kontribusi genetik ibu dan janin. Wanita normal tertentu memiliki
kecendrungan untuk berulang kali melahirkan bayi dengan berat
lahir rendah atau keil untuk masa kahamilan (tingkat pengulangan
25%-50%), dan kebanyakan anita tersebut dilahirkan dalam keadaan
yang sama. Hubungan antara berat lahir ibu dan janin berlaku pada
semua ras.
V. Diagnosis
Kriteria diagnostik pada BBLR adalah sabagai berikut 3 :
1. Menentukan usia kehamilan berdasarkan hari pertama haid terakhir
(HPHT), ukuran uterus dan USG.
2. Penilaian janin :
Klinis
Pengukuran berat dengan tinggi fundus. Taksiran berat
janin diukur dengan rumus Johnson’s yaitu :
(tinggi fundus – 12) x 135 = .... gr
Kadar hormon ibu
Kadar estriol dan human placental lactogen rendah.
USG
Diameter biparietal < optimal
Berkurangnya ukuran lingkaran abdomen
menunjukkan bayi kecil masa kehamilan yang
asimetris
Rasio lingkar kepala dan perut > 1 menunjukkan
adanya bayi kecil masa kehamilan yang asimetris
Panjang femur yang rendah menunjukkan adanya
bayi kecil masa kehamilan yang simetris
3. Penilaian bayi baru lahir :
Ukuran berat badan lahir lebih rendah dari masa kehamilan
(sesuai dengan batasan).
Penentuan masa kehamilan berdasarkan HPHT dan atau
berdasarkan pemeriksaan fisik dan neurologis.
Berikutnya dilanjutkan dengan pemeriksaan penunjang (untuk mengetahui
ada tidaknya infeksi, kelainan kromosom, dan penggunaan obat-obatan
oleh ibu) jika tidak ada riwayat ibu menderita penyakit atau kelainan yang
dapat mengakibatkan bayi lahir dengan berat lahir rendah.
VII. Komplikasi 2
Masalah yang sering dijumpai pada BBLR kurang bulan antara lain
adalah sebagai berikut :
1. Ketidakstabilan suhu
2. Kesulitan pernapasan
3. Kelainan gastrointestinal dan nutrisi
4. Imaturitas hati
5. Imaturitas ginjal
6. Imaturitas imunologis
7. Kelainan neurologis
8. Kelainan kardiovaskuler
9. Kelainan hematologis
10. Metabolisme
VIII. Penatalaksanaan 6
Penatalaksanaan pada BBLR adalah sebagai berikut :
1. Rawat dalam inkubator untuk mencegah hipotermia
2. Early feeding jika memungkinkan
3. Mengatasi komplikasi
4. Memberikan terapi pada yang diduga infeksi
5. Memantau adanya kelainan fisik atau kelainan fungsi intelektual
IX. Prognosis 5
Angka kematian pada BBLR berkisar antara 0,2 % - 1 %. Pada
kebanyakan kasus, bayi dengan berat lahir rendah dengan cepat
mengejar ketertinggalan pertumbuhannya dalam tiga bulan pertama,
dan mencapai kurva pertumbuhan normal pada usia satu tahun.
X. Pencegahan
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan dalam mencegah bayi
lahir dengan berat badan rendah, diantaranya memperbaiki asupan
nutrisi pada ibu hamil dan dengan kontrol antenatal secara teratur.
Upaya mengatasi kurang gizi :
• Fokus pada keluarga miskin
• Meningkatkan upaya kesehatan ibu untuk mengurangi bayi dengan berat
lahir rendah
• Meningkatkan program perbaikan zat gizi mikro
• Meningktaktan program gizi berbasis masyarakat
• Memperbaiki sektor lain yang treakit erat dengan gizi (pertanian, air dan
sanitasi, perlindungan, pemberdayaan masyarakat dan isu gender)
• Memperkuat upaya jangka pendek dengan tetap melakukan upaya jangka
panjang
Strategi Utama Program Perbaikan Gizi Masyarakat
1. Pemberdayaan masyarakat menuju KADARZI
2. Meningkatkan akses pelayanan gizi dan kesehatan yang berkualitas
3. Meningkatkan sistim surveilan, monitoring dan informasi gizi
4. Meningkatkan pembiayaan kesehatan untuk program gizi
XI. Program Perbaikan Gizi Masyarakat Menurut Life Cycle
1. IBU HAMILTujuan : perbaikan gizi ibu hamil agar bayi lahir tidak BBLR
2. Ibu Menyusui dan Gizi bayi 0-6 bln Tujuan : perbaikan gizi ibu menyusui dan pemenuhan gizi neonatus
Peningkatan Pendidikan Gizi Masyarakat
• Konseling gizi ibu menyusui melalui PNC tentang makan makanan bergizi 1 piring lebih banyak dari biasanya à + 500 kkal
• Konseling menyusui • Pendampingan keluarga busui dan neonatus
menuju KADARZI • Pemantauan pertumbuhan balita di posyandu
Penanggulangan dan perbaikan gizi Masyarakat
• Stimulasi dini melalui “skin to skin contact” dan “immediate breastfeeding”/IMD.
• Pemberian ASI eksklusif • Pemberian vitamin A bagi ibu nifas
Penanganan Masalah Gizi Kurang dan Gizi Buruk pada Ibu Hamil dan Menyusui dan Bayi, Anak Balita
• Rujukan BBLR• Rujukan bayi 0-6 bln tidak naik BB (T)
Peningkatan Pendidikan Gizi Masyarakat
• Konseling gizi ibu hamil melalui ANC tentang makan makanan bergizi 1 piring lebih banyak dari biasanya à + 400 kkal
• PMT Penyuluhan bumil melalui posyandu
• Pendampingan keluarga bumil menuju KADARZI
Penanggulangan dan perbaikan gizi Masyarakat
• Pemberian 90 tablet Fe melalui ANC
Penanganan Masalah Gizi Kurang dan Gizi Buruk pada Ibu Hamil dan Menyusui dan Bayi, Anak Balita
• Skrining Bumil KEK dengan LiLA pada waktu ANC
• PMT pemulihan pada bumil KEK
• Pemberian tablet Fe 3 x 1 pada bumil dengan anemia
• Rujukan bumil KEK dan anemia setelah 1 bulan intervensi tidak ada perbaikan
Peningkatan Pendidikan Gizi Masyarakat
• Pemantauan pertumbuhan balita di posyandu • Rujukan kader balita 2T dan BGM• Penyuluhan/Konseling pemberian makan pada anak• PMT penyuluhan di posyandu termasuk MP-ASI lokal
Penanggulangan dan perbaikan gizi Masyarakat
• Pemberian ASI diteruskan sampai umur 24 bulan • Pemberian MP-ASI anak umur 6-24 bulan • Pemberian kapsul vitamin A • Pemberian makan sesuai kebutuhan gizi anak
Penanganan Masalah Gizi Kurang dan Gizi Buruk pada Ibu Hamil dan Menyusui dan Bayi, Anak Balita
• PMT pemulihan pada balita 1 X TDK NAIK BB , 2 X TDK NAIK BB dan pasca rawat.
• Penanganan balita 2T dan BGM (termasuk pengobatan penyakit penyerta)
• Penemuan aktif kasus gizi buruk • Tatalaksana gizi buruk (termasuk pengobatan penyakit penyerta)
dan rujukannya • Pendampingan balita gizi buruk di tingkat masyarakat
3. Balita 6-59 bulan Tujuan : perbaikan gizi balita 6-59 bulan, pencegahan gagal tumbuh dan penanganan gizi buruk
4. Anak usia sekolah 6-18 tahun Tujuan : perbaikan gizi anak usia sekolah
Peningkatan Pendidikan Gizi Masyarakat
• Penyuluhan aneka ragam makanan gizi seimbang melalui sekolah
• Pembinaan kantin sekolah
Penanggulangan dan perbaikan gizi Masyarakat
• Pengukuran Tinggi Badan-Anak Baru masuk Sekolah (BB,TB)
• PMT-AS mandiri • Pemberian TTD mandiri • Penerapan 13 pesan gizi seimbang
Penanganan Masalah Gizi Kurang dan Gizi Buruk pada Ibu Hamil dan Menyusui dan Bayi, Anak Balita
• Skrining dan rujukan remaja putri KEK dan anemia
5. Kelompok sasaran lainnya
Tujuan : perbaikan gizi masyarakat
Peningkatan Pendidikan Gizi Masyarakat
• Penyuluhan gizi seimbang dan beraktivitas fisik
Penanggulangan dan perbaikan gizi Masyarakat
• Penggunaan garam beryodium di tingkat rumah tangga • Penerapan 13 pesan gizi seimbang • Perbaikan gizi Haji, atlet, sekolah, LAPAS, Nakerwan • Pelayanan konseling gizi di Puskesmas dan RS (termasuk
ruang laktasi)
Penanggulangan Masalah Gizi Kurang dan Gizi Buruk pada Ibu Hamil dan Menyusui dan Bayi, Anak Balita
• Pemberian diet khusus pada penderita HIV AIDS, TBC, DM, Hipertensi dan Jantung terintegrasi dalam tatalaksana kasus