BAB II

23
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Baku Pembuatan Pulp Bahan baku pembuatan pulp berasal dari tumbuh – tumbuhan yang mengandung serat. Serat adalah sel tumbuhan yang berbentuk seperti pipa (berongga), relatif panjang sekitar 1,1 – 2,5 mm dengan ujung meruncing. Pemilihan jenis tumbuh – tumbuhan sebagai bahan baku pulp didasarkan pada bentuk, jumlah, sifat dan seratnya. Jenis kayu yang biasa digunakan dalam pembuatan pulp and paper adalah: a. Soft Wood (kayu lunak), adalah kayu dari tumbuhan conifer, contohnya pohon Accacia Mangium, Accacia Crassicarpa, Eucalyptus sp, pinus, cemara, dan Aghatis sp. Kayu ini memiliki panjang dan kekasaran yang lebih besar dan biasanya dimanfaatkan untuk memberikan kekuatan pada kertas yang dihasilkan. b. Hard Wood (kayu keras), adalah kayu yang menggugurkan daunnya setiap tahun, contohnya Shorea sp (meranti), Rhizopur sp (bakau), Caliandra calathyrsus sp (kaliandra) dan kulim. Kayu ini memiliki serat pendek namun lebih halus. Kayu keras juga lebih mudah diputihkan karena memiliki lebih sedikit kandungan lignin. Kertas umumnya tersusun atas campuran kayu lunak dan kayu keras untuk memperoleh kekuatan dan permukaan

description

tinjauan pustaka

Transcript of BAB II

21

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 Bahan Baku Pembuatan PulpBahan baku pembuatan pulp berasal dari tumbuh tumbuhan yang mengandung serat. Serat adalah sel tumbuhan yang berbentuk seperti pipa (berongga), relatif panjang sekitar 1,1 2,5 mm dengan ujung meruncing. Pemilihan jenis tumbuh tumbuhan sebagai bahan baku pulp didasarkan pada bentuk, jumlah, sifat dan seratnya. Jenis kayu yang biasa digunakan dalam pembuatan pulp and paper adalah: a. Soft Wood (kayu lunak), adalah kayu dari tumbuhan conifer, contohnya pohon Accacia Mangium, Accacia Crassicarpa, Eucalyptus sp, pinus, cemara, dan Aghatis sp. Kayu ini memiliki panjang dan kekasaran yang lebih besar dan biasanya dimanfaatkan untuk memberikan kekuatan pada kertas yang dihasilkan.b. Hard Wood (kayu keras), adalah kayu yang menggugurkan daunnya setiap tahun, contohnya Shorea sp (meranti), Rhizopur sp (bakau), Caliandra calathyrsus sp (kaliandra) dan kulim. Kayu ini memiliki serat pendek namun lebih halus. Kayu keras juga lebih mudah diputihkan karena memiliki lebih sedikit kandungan lignin.Kertas umumnya tersusun atas campuran kayu lunak dan kayu keras untuk memperoleh kekuatan dan permukaan kayu yang halus dari kertas yang diinginkan pembeli. Karakteristik dari jenis kayu lunak dan kayu keras dapat dilihat pada Tabel 2.1 di bawah ini.Tabel 2.1 Karakteristik Serat Kayu dari Kayu Lunak dan Kayu KerasKarakteristikKayu LunakKayu Keras

Kandungan Selulosa (%)40 4440 45

Kandungan Lignin (%)30 3215 35

Kandungan Ektraktif (%)25 3218 25

Panjang Serat (%)2 60,6 1,5

7Sumber : Herbert.S, 2006Bahan baku yang digunakan oleh PT. IKPP ada dua jenis yaitu Accacia mangium (soft wood) dan MTHW (mixed tropical hard wood). Jenis kayu Accacia jarang dijumpai di Indonesia bagian barat, umumnya pohon ini banyak dijumpai di Indonesia bagian timur seperti Flores, NTT dan Irian Jaya. Pohon Accacia mempunyai banyak keistimewaan, antara lain: mempunyai serat panjang, kadar lignin sedikit, zat ekstraktif sedikit, dan dalam waktu enam tahun diameternya mencapai 25 30 mm.Setiap tahun produksi pulp and paper yang dihasilkan oleh industri pulp terus meningkat. Oleh karena itu, industri pulp membutuhkan persediaan bahan baku yang cukup sehingga dilakukan pengembangan pembibitan Accacia dan MTHW sebagai Hutan Tanaman Industri (HTI) di daerah Riau sekitarnya. Hutan tanaman industri ini dikelola oleh PT. Arara Abadi dan merupakan pensuplai bahan baku PT. IKPP Perawang. Syarat syarat bahan baku pulp and paper pada PT. Indah Kiat Pulp and Paper dapat dilihat pada Tabel 2.2 di bawah ini.Tabel 2.2 Syarat syarat Bahan Baku Pulp and Paper pada PT. IKPPJenis KayuKadar Selulosa (%)Kadar Hemiselulosa (%)Kadar Lignin (%)Kadar Ekstraktif (%)

Accacia42 227 228 33 2

MTHW45 230 520 45 3

Sumber : Smook, 19892.2 Kandungan Kimia penyusun KayuKayu sebagai bahan baku dasar dalam industri pulp dan kertas umumnya mengandung beberapa komponen kimia, antara lain selulosa, hemiselulosa, lignin, dan ekstraktif. Jenis kayu yang berbeda memiliki komponen selulosa, hemiselulosa dan lignin yang berbeda satu sama lain, maka reaktivasinya juga berbeda.2.2.1 SelulosaSelulosa adalah bagian utama dari dinding sel kayu yang berupa polimer karbohidrat glukosa dan memiliki komposisi yang sama seperti pati. Beberapa molekul selulosa membentuk suatu rantai selulosa. Selulosa juga termasuk polisakarida yang mengidentifikasikan bahwa didalamnya terdapat senyawa gula. Rumus kimia selulosa adalah (C6H10O5)n dimana n adalah jumlah pengulangan unit glukosa, dan juga disebut derajat polimerisasi. Selama pembuatan pulp di digester, derajat polimerisasi akan turun pada suatu derajat tertentu. Penurunan derajat polimerisasi tidak boleh terlalu banyak, sebab akan memendekkan rantai selulosa dan akan membuat pulp tidak kuat. Selulosa dalam kayu memiliki derajat polimerisasi sekitar 3500, sedangkan selulosa pada pulp memiliki derajat polimerisasi 600-1500. Aglomerisasi rantai selulosa yang berkumpul disebut mikrofil. Beberapa mikrofil yang membentuk struktur yang lebih besar disebut mikrofibril.Mikrofibril ini bersama hemiselulosa dan lignin membentuk serat kayu. Rantai selulosa dengan serat pendek memberikan hasil pulp yang lebih encer. Faktor-faktor yang memungkinkan selulosa digunakan untuk memproduksi pulp dan kertas adalah sebagai berikut.a. Jumlahnya yang banyak sehingga harganya murahb. Warnanya secara alamiah berwarna putihc. Zat ini umumnya berbentuk serat dan kekuatan tariknya sanga tinggid. Tidak dapat larut dalam air dan pelarut organike. Tahan terhadap sejumlah bahan kimiaHidrolisis total selulosa menghasilkan D-glukosa (sebuah monosakarida) akan tetapi hidrolisis parsial menghasilkan disakarida (selulosa) dan polisakarida yang memilki n berurutan dari 3 ke 10. Selulosa memiliki struktur kristal dan memiliki resistensi yang tinggi terhadap asam dan basa [Yokoyama, 2008]. Struktur monomer selulosa dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Struktur Monomer Selulosa

Merupakan komponen kimia utama sebagai penyusun dinding sel kayu. Selulosa adalah karbohidrat yang tersusun atas unsur karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O). Selulosa terdapat pada semua tanaman pohon tingkat tinggi hingga organism primitive seperti rumput laut, flagelata dan bakteri. Sellulosa bahkan dapat diperoleh dari dunia hewan, tunicin, zat kutikula tunicate [Fengel dan Wegener, 1985]. Selulosa merupakan polimer yang memiliki rantai lurus dan tidak bercabang.Ketersediaan selulosa dalam jumlah yang banyak pada pulp akan membentuk serat yang kuat, berwarna putih, tidak larut dalam air dan pelarut pelarut organik netral serta tahan terhadap bahan bahan kimia.2.2.2 HemiselulosaHemiselulosa juga merupakan polimer yang dibentuk dari gula sebagai komponen utamanya. Berbeda dengan selulosa yang hanya merupakan polimer dari lima jenis polimer yang berbeda yaitu glukosa, manosa, galaktosa, xylosa, dan arabinosa. Hemiselulosa adalah senyawa gula yang berbeda seperti hexoses (glukosa, manosa, dan galaktosa) dan pentoses (xylosa dan arabinosa).Ada beberapa jenis spesies kayu yang memilki hemiselulosa dengan komposisi yang berbeda. Hardwood lebih banyak memiliki xylan, sedangkan softwood lebih banyak mengandung glukosa. Rantai hemiselulosa lebih pendek daripada rantai selulosa. Hemiselulosa memiliki derajat polimerisasi 300 ke bawah. Hemiselulosa adalah polimer bercabang dan tidak linier. Selama pembuatan pulp hemiselulosa bereaksi lebih cepat dibandingkan selulosa. Selulosa cukup tahan dalam proses pembuatan pulp dan pemutihan pulp (bleaching) sedangkan hemiselulosa akan mengalami degradasi dan sebagian terbuang. Karena derajat polimerisasi n hemiselulosa adalah antara 50 sampai 200, yaitu lebih kecil dari selulosa, maka ia lebih mudah terurai dibandingkan selulosa [Yokoyama, 2008].

Gambar 2.2 Struktur Monomer Hemiselulosa2.2.3 LigninLignin adalah polimer yang sangat kompleks yang tersusun dari unit-unit phenil propane yang membentuk dinding sel pada kayu. Lignin merupakan komponen non-karbohidrat utama pada kayu dan juga merupakan perekat antar serat-serat kayu. Komponen ini harus dihilangkan pada proses pemutihan agar mutu pulp yang dihasilkan akan lebih baik, karena lignin dapat menyebabkan pulp berwarna coklat.Lignin dapat dihidrolisis dan diekstraksi dari kayu atau diubah menjadi turunan yang dapat larut. Turunan-turunan lignin yang dapat larut dibentuk dengan memperlakukan kayu pada suhu tinggi dengan memberikan larutan yang mengandung belerang dioksida dan ion-ion hidrogen sulfit. Lignin juga dapat larut sebagai alkali lignin pada kayu dengan suhu tinggi (17C) dengan menambahkan NaOH dan Na2S. Unit unit pembentuk lignin terdiri dari p-koumaril alkohol, konoferil alkohol, dan sinapil alkohol.

Gambar 2.3 Struktur Monomer LigninTabel 2.3 Perbedaan Sifat Kimia Fisika Komponen KayuSelulosaHemiselulosaLignin

Tidak larut dalam airLarut dalam airTidak larut dalam air.

Larut dan terhidrolisis dalam beberapa asam mineral pekat, seperti H2SO4, klorida, dan fosfat.Larut dan terhidrolisis dalam asam mineral encer.Tidak larut dalam asam mineral.

Tidak larut dalam asam organik.Larut dan terhidrolisis dalam asam organik pekat.Larut secara parsial dalam asam organik pekat.

Tidak larut dalam alkali hidroksida.Larut dalam alkali hidroksida encer.Larut dalam alkali hidroksida encer.

2.2.4 Zat EkstraktifSubstansi lain yang ada pada kayu dalam jumlah kecil yaitu zat ekstraktif. Substansi ini dapat diekstraksi dari kayu, dengan pelarut air atau pelarut organik lain seperti alkohol atau eter. Ekstraktif terdiri dari asam lemak, asam resin, dan fenol. Jika ekstraktif yang diekstraksi berjumlah sangat sedikit maka hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya pitch dalam pembuatan pulp dan kertas. Pitch adalah sekumpulan ekstraktif yang tidak larut, yang dapat menyebabkan endapan menjadi lengket pada peralatan seperti pada penyaringan dan pada pembuatan lembaran pulp. Untuk melihat lebih jelas perbandingan komposisi kimia kayu antara serat pendek (hard wood) dan serat panjang (soft wood) dapat dilihat pada Tabel 2.4.Tabel 2.4 Komposisi Kimia KayuKomponen Hard WoodSoft Wood

Selulosa45%42%

Hemiselulosa30%28%

Lignin20%27%

Ekstraktif5%3%

Sumber: Training Manual, Wood Yard, 19952.2.5 Senyawa kimia organikKandungan anorganik dalam kayu sangat rendah yang biasanya diukur sebagai abu, yang jarang melebihi 1% dari berat kering kayu. Namun kandungan abu dalam daun dan kulit dapat jauh lebih tinggi. Abu ini berasal dari garam-garam yang diendapkan dalam dinding sel. Endapan yang khas adalah berbagai garam logam, seperti karbonat, silikat, oksalat, dan fosfat.2.2.6 HoloselulosaHoloselulosa adalah semua fraksi karbohidrat yang terdapat dalam kayu, merupakan serat yang bebas dari sari ekstraktif dan lignin. Holoselulosa terdiri dari campuran selulosa dan hemiselulosa. 2.3 Proses Pembuatan pulpPulp merupakan hasil pemisahan serat dari tanaman berserat yang melalui bermacam-macam proses dalam pembuatannya. Proses pembuatan pulp pada dasarnya adalah proses pemisahan serat dari bahan baku yang mengandung serat dengan cara mekanis, kimia, atau gabungan dari keduanya. Proses pembuatan pulp ada tiga metode, yaitu:2.3.1 Proses pembuatan pulp Secara MekanikPembuatan pulp secara mekanis, pada umunya menggunakan bahan baku yang mempunyai serat pendek. Prinsip pembuatan pulp secara mekanis adalah menguraikan atau memisahkan serat yang ada dalam kayu secara paksa dengan tenaga mekanis dan tidak menggunakan bahan kimia. Pembuatan pulp dengan cara ini jarang digunakan karena membutuhkan biaya yang besar, pulp yang dihasilkan sulit untuk diputihkan, dan umumnya digunakan untuk bahan baku kertas koran. Pada proses mekanis, lignin tidak dihilangkan atau hanya sedikit yang hilang. Sehingga rendemen bisa mencapai 90-95%. Kandungan seratnya pendek dan kotor, kekuatannya rendah dan tidak stabil. Jika dibuat kertas akan mengasilkan lembaran yang bersifat bulky dan mencapai kapasitas yang baik. sifat Bulky dapat memberikan efek bantalan dalam lembaran, sehingga mempunyai sifat mudah menyerap tinta dan sifat cetak yang baik. 2.3.2 Proses pembuatan pulp Secara Semi kimia ( kimia Mekanik)Pembuatan pulp secara semi kimia terdiri dari dua tahap. Tahap pertama menggunakan bahan kimia yaitu Natrium sulfit dan natrium karbonat, yang bertujuan untuk menghilangkan sebagian hemiselulosa dan lignin, kemudian tahap yang kedua dengan pelaksanaan mekanis untuk memisahkan seratnya. Hasil pulp sulit diputihkan dan umumnya digunakan untuk kantong semen. Rendemen dan sifat-sifat pulp semimekanis merupakan gabungan pulp kimia dan mekanis dengan rendemen 55-95%. Beberapa proses semikimia yang lain adalah:a. Menggunakan larutan Natrium Sulfit dan Natrium Karbonat sebagai Buffer, reaksi yang terjadi adalah Sulfonasi Lignin dan Hidrolisa Hemiselulosa.b. Proses alkali ligninMerupakan proses perendemen bahan baku dalam larutan NaOH pada suhu kamar dan tekanan atmosfer kemudian dilanjutkan dengan proses secara mekanik. Pada proses ini, lignin terlarut sedikit sehingga brightness kertas masih rendah.2.3.3 Proses pembuatan pulp Secara KimiaPembuatan pulp secara kimia adalah proses pembuatan pulp dengan menggunakan bahan kimia sebagai bahan utama untuk melarutkan bagian bagian kayu yang tidak diinginkan, sehingga pulp yang dihasilkan berkadar selulosa tinggi. Hasil pulp mudah diputihkan dan pada umumnya menghasilkan kertas misalnya kertas tissu, kertas cetak dan lain lain. Ada tiga macam proses pembuatan pulp secara kimia, yaitu sebagai berikut:2.3.3.1 Proses SodaProses soda ini dengan menggunakan NaOH yang merupakan bahan kimia pemasak utama pada temperatur 160-170 oC. Proses ini cocok digunakan untuk kandungan lignin yang sedikit (non kayu). Kualitas pulp kayu yang dihasilkan dari proses soda kurang bagus, pulpnya gelap sehingga proses pemutihan lebih banyak menggunakan bahan kimia yang menyebabkan limbah proses pemutihan tinggi. Rendemen yang dihasilkan juga rendah sedangkan prosesnya tergolong mahal karena harga NaOH yang mahal. Reaksi yang terjadi adalah:RC = CH + H2O RCH2OH + RCOOHLignin Alkohol AsamKeuntungan dari proses soda ini adalah:a. Mudah dalam recovery atau mendapatkan kembali bahan kimia dalam pemasakan (recovery NaOH dan back liquor).b. Bahan baku yang dipakai dapat bermacam macam.c. Perbandingan bahan kimia terhadap bahan baku yang dipengaruhi densitas bahan baku karena yang memiliki densitas tinggi biasanya kandungan ligninnya tinggi sehingga bahan kimia yang dipakai lebih besar daripada kebutuhan bahan kimia ber densitas rendah.d. Konsentrasi cooking liquor (cairan pemasak) sebaiknya konsentrasi pemasak dimulai pada konsentrasi rendah dan diadakan penambahan alkali selama tenggang waktu tertentu selama pemasakan.2.3.3.2 Proses asam (Sulfit)Proses sulfit ini menggunakan bahan pemasak yang berupa campuran dari H2SO3 dengan ion bisulfit (HSO3) dimana lignin diubah menjadi garam dan asam lignosulfonik. Sebagian ion positifnya dapat menggunakn kalsium, magnesium, sodium, dan ammonium. Dilakukan dalam kondisi asam, dimana asam sulfit dibuat berlebih (pH 1-2), sementara bisulfitnya pada kondisi asam (pH 3-5). Hasil dari proses ini memiliki rendemen rendah tapi seratnya utuh dan stabil, mudah di refinery saat pembuatan kertas. Rendemen yang dihasilkan antara 45-60 %. Kekuatan pulp sulfit lebih kuat dibandingkan dengan pulp proses soda.Proses sulfit memiliki berbagai kekurangan dibandingkan proses sulfat, yaitu:1. Menghasilkan gas buang SO2 yang bersifat korosif2. Tidak bisa dipakai untuk softwood yang banyak mengandunga resin karena senyawa-senyawa resin didalam kayu tidak larut dalam asam3. Tidak bisa dipakai untuk hardwood yang banyak mengandung tannin.Sedangkan kelebihan dari proses ini adalah pulp yang dihasilkan memerlukan energy refining yang rendah pada derajat giling yang sama dengan kraft dan dimungkinkannya peningkatan system recovery serta dengan sendirinya dapat memperbaiki pengendalian polusi. Pulp sulfit sangat cocok untuk pembuatan kertas tissue, glassine dan kertas cetak bermutu tinggi.2.3.3.3 Proses Pemasakan KraftProses kraft merupakan proses pembuatan pulp secara kimia dan berkembang sangat cepat dan telah mendominasi sekitar 70% dari total produksi pulp. Pada proses kraft digunakan NaOH dan Na2S sebagai bahan pemasak dan temperatur 165-170 OC. Tujuan pemasakan kraft adalah pemisahan serat dari serpih kayu secara kimia dan melarutkan lignin semaksimal mungkin yang terdapat pada dinding serat. Pemisahan serat dicapai dengan pelarutan lignin yang mengikat serat satu sama lain. Proses kraft disebut juga proses sulfat karena pemakaian Na2SO4 sebagai make up pada proses perolehan kembali bahan kimia pemasak yang menggantikan Na2CO3 pada proses soda.NaOHNa+ +OH-Na2S2Na+ + S-2S-2 + H2SSH- + OH-Permasalahan yang timbul pada proses kraft adalah bau tidak sedap yang ditimbulkan dari senyawa sulfur yang terbentuk pada proses pada pemasakan sistem chemical recovery sehingga perlu penanganan yang lebih baik sebelum dilepas ke udara. Selain waktu pemasakannya yang singkat, pulp yang dihasilkan pada proses ini mempunyai berbagai kelebihan dibandingkan proses kimia lainnya yaitu masalah pitch yang dapat ditekan, kekuatan pulp yang tinggi. Variabel-variabel yang berpengaruh terhadap pemasakan adalah : kualitas serpih, sifat-sifat white liquor, dan variabel pengendali pemasakan. Variabel pengendali yang utama adalah :1. Waktu dan suhu yang dinyatakan sebagai H faktor2. Penambahan alkali3. Rasio cairan pemasak terhadap serpih4. SulfiditasParameter kondisi pemasakan proses kraft adalah:a. Alkali aktifAlkali aktif menyatakan jumlah dari larutan NaOH dan Na2S yang ditambahkan sebagai larutan pemasak (white liquor) dan dinyatakan dalam persen beratnya terhadap berat kering bahan kimia pemasak.Aktif alkali = NaOH + Na2Sb. SulfiditasUntuk mengetahui perbandingan antara NaOH dan Na2S yang ditambahkan atau dengan kata lain perbandingan dengan Na2S terhadap alkali aktif.Sulfiditas = (Na2S / alkali aktif ) * 100 %c. RasioMerupakan perbandingan antara berat total cairan pemasak terhadap berat bahan baku kering. Ratio penting untuk penyebaran white liquor yang merata keseluruh digester untuk pencampuran terhadap chip dan untuk sirkulasi white liquor.d. TemperaturTemperatur maksumim yang diinginkan untuk pemasakan, yaitu 165-170 OC, maka pulp akan rusak jika suhu dibawah 165 OC, maka pulp tidak akan matang.e. Waktu tuju dan waktu padaWaktu tuju adalah lamanya waktu yang diperlukan untuk mencapai suhu maksimal pemasakan. waktu pada adalah lamanya waktu yang diperlukan untuk mempertahankan suhu maksimal.Untuk mengetahui tingkat kematangan pulp dapat dilakukan penetapan bilangan kappa yang menunjukkan lignin yang masih tersisa dalam pulp setelah pemasakan. Reaksi penghilangan lignin saat pemasakan pulp dapat dikelompokkan atas 3 tahap, yaitu :1. Initial delignifikasi, yaitu reaksi awal lignin dengan bahan kimia terutama fase impregnasi ( masuknnya bahan kimia kedalam chip), terjadi pada temperatur < 140 OC dan menghasilkan lignin terlarut 20-25 %.2. Bulk delignifikasi, yaitu reaksi utama lignin dengan bahan kimia dimana kecepatan reaksi delignifikasi akan meningkat dengan kenaikan temperatur ( diatas 140 OC), menghasilkan lignin terlarut 70-80 %.3. Residual delignifikasi, yaitu reaksi sisa lignin dengan bahan kimia. Reaksi ini berlangsung lambat dan pada tahap ini lignin sudah terlarut 90-95% 2.4 Parameter Kualitas Brownstock Pulp2.4.1 Rendemen (yield)Rendemen adalah jumlah pulp kering yang dihasilkan per berat kering bahan baku yang dinyatakan dalam persen. Rendemen merupakan salah satu parameter produksi pulp yang dijadikan sebagai persyaratan pada proses produksi pulp. Semakin besar rendemen pemasakan, maka semakin menguntungkan. Rendemen pemasakan merupakan salah satu pemicu perkembangan teknologi proses produksi pulp. Proses kraft yang berkembang saat ini telah mengalami modifikasi proses untuk menaikkan mutu dan rendemen pemasakan. Pemasakan proses kraft (sulfat) lebih banyak digunakan di Indonesia karena proses sulfat lebih baik dari proses soda, dimana proses sulfat ini mempunyai beberapa keunggulan, yaitu serat yang dihasilkan lebih fleksibel, waktu pemasakan lebih singkat, pulp dapat diputihkan sampai derajat putih yang tinggi, kekuatan fisik pulp lebih tinggi dan penggunaan kembali bahan kimia sisa pemasak lebih mudah untuk di daur ulang.2.4.2 Bilangan KappaDehartin. B.(1996) menjelaskan bahwa, bilangan kappa didefinisikan sebagai jumlah mililiter dari 0,1 N larutan kalium permanganat yang di konsumsi oleh 1 gram pulp kering. Hasilnya dikoreksi terhadap 50 % pemakaian permanganat. Pengujian bilangan kappa untuk menentukan kandungan lignin dalam pulp, ini digunakan di dalam kontrol pabrik untuk dua maksud : pertama, untuk mengindikasi derajat delignifikasi yang dicapai selama pemasakan, contohnya bilangan kappa yang digunakan untuk mengontrol pemasakan. Kedua, untuk mengindikasikan keperluan bahan kimia untuk pemutih. Di dalam pengujian bilangan kappa yang diketahui yaitu seberapa banyak jumlah permanganat yang di tambahkan ke suatu contoh pulp, setelah beberapa waktu tertentu jumlah permanganat yang telah bereaksi dengan pulp yang ditentukan dengan titrasi terhadap contoh. Untuk kraft pulp berhubungan antara bilangan kappa dan kandungan lignin dirumuskan seperti berikut:Lignin (%) = 0,147 x Kappa NumberTujuan dari proses pulping adalah low kappa number, dengan kappa number yang lebih rendah akan memungkinkan kita dalam mencapai target brightness dengan kebutuhan pemutih yang sedikit. 2.4.3 Viskositas pulp (viscosity)Viskositas adalah suatu ukuran sifat fluida untuk melawan gaya yang menyebabkannya mengalir dinyatakan dalam mili paskal detik (mPa.s) diukur pada suhu tertentu. Viskositas pulp dalam cuprammonium adalah viskositas larutan pulp 1 % dalam cuprammonium yang mengandung tembaga (Cu) dengan konsentrasi 14,8 15,2 g/L dan amoniak (NH3) dengan konsentrasi 190-210 g/L ditentukan dengan cara mengukur waktu alirannya melalui pipa kapiler, diukur pada suhu 20 C. Viskositas pulp dalam kuprietildiamin adalah viskositas larutan pulp 0,5 % dalam kuprietildiamin 0,5 ml yang ditentukan dengan cara mengukur waktu alirnya melalui pipa kapiler, diukur pada suhu 25 C. Derajat polimerisasi (DP) pulp yaitu banyaknya unit glukosa dalam rantai selulosa.

Viskositas merupakan tingkat degradasi selulosa dan indikasi dari kekuatan serat. Viskositas dijadikan sebagai indicator karena baik penurunan maupun kenaikannya akan mempengaruhi kekuatan pulp (Kocurek, M.J, 1989). Semakin rendah viskositas, maka makin banyak molekul selulosa terdegradasi yang berarti rantai selulosa makin pendek. Panjang rantai selulosa penting memberikan kekuatan pada lembaran kertas. Nilai dari viskositas sering dinyatakan dalam cm3/g atau Cp (mPa.s).Dengan melarutkan suatu contoh pulp di dalam suatu larutan selulosa dan kemudian mengukur viskositas larutan, satu hal yang bisa diperoleh dari perhitungan yang baik terhadap derajat polimerisasi dari selulosa, suatu nilai viskositas yang lebih rendah berarti lebih banyak selulosa yang terdegradasi, dan terdiri dari rantai selulosa yang lebih pendek, ketika nilai viskositas jatuh ke bawah pada level tertentu, maka kekuatan pulp mulai berkurang, viskositas sering digunakan untuk mengukur degradasi selulosa selama proses pemutihan (Dehartin.B (1996).Pengujian viskositas jauh lebih mudah dibanding pengujian kekuatan fisik dan bisa berguna didalam perhitungan dari bahan kimia yang merusak pulp, viskositas dari larutan adalah suatu ukuran panjang rantai selulosa atau derajat polimerisasi, kondisi pengujian harus dengan hati-hati dikontrol seperti: suhu, konsentrasi dari pulp terlarut, kecepatan gradien selama pengujian dan di dalam beberapa kasus, pembukaan dari larutan terhadap oksigen, ada variasi signifikan di dalam metode, perlengkapan yang digunakan untuk mengukur viskositas biasanya sebuah pipa viscometer, konsentrasi dari pulp atau pelarut yang digunakan bisa berubah-ubah (Dehartin.B (1996) 2.4.4 Derajat Putih (brightness)Derajat putih adalah perbandingan antara intensitas cahaya biru dengan panjang gelombang 457 nm yang dipantulkan oleh permukaan lapisan magnesium oksidasi pada kondisi sudut datang cahaya 45 dan sudut pantul 0 dinyatakan dalam persen (% GE). Derajat putih (d/0) adalah faktor pantul intrinsik yang diukur pada panjang gelombang 457 nm dengan pencahayaan baur dan sudut pengamatan 0 dinyatakan dalam (% ISO). Pengujian derajat putih sangat spesifik dari faktor refleksi (pemantulan) sinar yang berasal dari lembaran kertas / pulp, sinar yang menyangkut pada lembaran kertas yang salah satunya bisa diabsorbsi, dipancarkan melalui lembaran atau yang di pantulkan. Derajat putih merupakan salah satu pengujian yang paling signifikan dan dengan frekuensi yang digunakan pada pemutihan. Pengujian inilah yang digunakan dalam pengendalian yang rutin spesifikasi komersial untuk diagnosis didalam masalah-masalah proses dan sebagai parameter kunci di dalam perkembangan proses (Kocurek,M.J, 1989). 2.4.5 Faktor - HFaktor H merupakan suatu variabel yang menyatakan fungsi suhu dan waktu pemasak. Faktor-H digunakan sebagai penyesuaian waktu pada berbagai suhu pemasakan dan juga untuk memperkirakan kondisi pemasak bila terjadi penyimpangan dari standar operasi (Dehartin.B (1996). 2.4.6 Soda LossSoda loss yang terkandung dalam pulp akan mempengaruhi kualitas pulp yang akan diputihkan. Soda loss adalah banyaknya zat sodium yang terbawa keluar sistem dalam bubur pulp yang tersisa dalam proses pemasakan (cooking) (Putra,I, 2008). Disamping mempengaruhi proses pemutihan pulp, soda loss akan mempengaruhi proses pencucian. Soda loss yang tinggi akan mengakibatkan kebutuhan air pencucian yang banyak atau bahan kimia pencuci lebih banyak. Hal ini juga akan berakibat pulp semakin sulit diputihkan karena kandungan bahan kimia yang tersisa hasil pemasakan tersebut. Sehingga dibutuhkan nilai soda yang rendah.