BAB II

11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Definisi Pterigium Asal kata pterigium adalah dari bahasa yunani, yaitu pteron yang artinya wing atau sayap. Pterigium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degenerative dan invasive. Tumbuhnya ini biasanya terletak pada celah kelopak bagian nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea. Pterigium berbentuk segi tiga dengan puncak di sentral atau daerah kornea. Pterigium mudah meradang dan bila terjadi, maka bagian pterigium akan berwarna merah. (mata hijau) Pterigium merupakan penyakit yang berpotensi menyebabkan kebutaan dan mengganggu kosmetik, pada stadium lanjut memerlukan tindakan operasi untuk perbaikan visus. 1.2 Epidemiologi Pterigium tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah iklim panas dan kering. Angka prevalensi pterigium sangat besar (0,7-31%) (joi). Faktor yang mempengaruhi adalah daerah dekat equator, yakni < 37˚ lintang utara dan selatan equator (usu dan joi). Prevalensi penderita pterigium sebesar 22,5 % dan akan terus menurun sampai 2% pada daerah 40˚ lintang utara dan lintang selatan. (joi). Pterigium jarang pada anak usia dibawah 12 tahun. Prevalensi untuk orang dewasa > 40

description

BAB 2

Transcript of BAB II

Page 1: BAB II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi Pterigium

Asal kata pterigium adalah dari bahasa yunani, yaitu pteron yang artinya wing

atau sayap. Pterigium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang

bersifat degenerative dan invasive. Tumbuhnya ini biasanya terletak pada celah

kelopak bagian nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea.

Pterigium berbentuk segi tiga dengan puncak di sentral atau daerah kornea. Pterigium

mudah meradang dan bila terjadi, maka bagian pterigium akan berwarna merah. (mata

hijau)

Pterigium merupakan penyakit yang berpotensi menyebabkan kebutaan dan

mengganggu kosmetik, pada stadium lanjut memerlukan tindakan operasi untuk

perbaikan visus.

1.2 Epidemiologi

Pterigium tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah iklim panas dan

kering. Angka prevalensi pterigium sangat besar (0,7-31%) (joi). Faktor yang

mempengaruhi adalah daerah dekat equator, yakni < 37˚ lintang utara dan selatan

equator (usu dan joi). Prevalensi penderita pterigium sebesar 22,5 % dan akan terus

menurun sampai 2% pada daerah 40˚ lintang utara dan lintang selatan. (joi). Pterigium

jarang pada anak usia dibawah 12 tahun. Prevalensi untuk orang dewasa > 40 tahun

adalah 16,8%; laki-laki 16,1% dan perempuan 17,6%.(joi). Prevalensi pterigium

tertinggi 16,8% pada orang yang tidak bersekolah. Petani, nelayan dan buruh

prevalensi pterigium sekitar 15,8% dari pekerjaan lainnya. (riset dasar)

1.3 Anatomi konjungtiva

Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus

permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior

(konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepian palpebra

(suatu sambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea di limbus. (vaught)

Konjungtiva dibagi dua:

a. Konjungtiva palpebralis

Page 2: BAB II

Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat

erat ke tarsal. Di tepian superior (pada forniks superior dan inferior) dan

membungkus jaringan episklera menjadi konjungtiva bulbaris. (vaught)

b. Konjungtiva bulbaris

Konjungtiva bulbaris melekat longgar dengan septum orbitale di fornices dan

melipat berkali-kali. Adanya lipatan-lipatan ini memungkinkan bola mata

bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik. (vaught)

1.4 Etiologi dan faktor resiko

Hingga saat ini etiologi pasti pterigium tidak diketahui dengan jelas dan diduga

merupakan suatu neoplasma, radang dan degenerasi. Seperti pada pinguekula,

pterigium dapat terbentuk akibat rangsangan asap rokok, lingkungan dan sinar UV,

kelembaban dan debu. (ijo ilyas)

Faktor Resiko:

1. Radiasi ultraviolet

2. Faktor genetic

3. Faktor lain

1.5 Gejala

Merasa kelilipan saat berkedip, dapat tidak memberi keluhan

Dapat memberikan keluhan mata iritatif, merah, dan mungkin menimbulkan

astigmatisme yang akan memberi keluhan gangguan penglihatan

Pterigium berbentuk segitiga dengan puncak di bagian sentral atau di daerah

kornea. Pterigium dapat disertai dengan keratitis pungtata dan dellen (penipisan

kornea akibat kering), dan garis besi (iron line dari stocker) yang terletak di ujung

pterigium.

Pembuluh yang terdapat pada konjungtiva akan memberikan mata lebih merah

(buku iktisar)

1.6 Tanda

Pertumbuhan abnormal berbentuk sayap pada jaringan fibrovaskular yang

berasal dari konjungtiva. Peradangan dan penglihatan kabur disebabkan oleh obstruksi

sumbu visual atau astigmatisma. (buku at a glance)

Page 3: BAB II

1.7 Patogenesis

Hingga saat ini etiologi pasti pterigium tidak diketahui dengan jelas dan

diduga merupakan suatu neoplasma, radang dan degenerasi. Seperti pada pinguekula,

pterigium dapat terbentuk akibat rangsangan asap rokok, lingkungan dan sinar UV,

kelembaban dan debu. (ijo ilyas)

Beberapa teori yang telah dikemukakan untuk menerangkan pathogenesis

terjadinya pterigium, tetapi etiologi pasti dan penyebabnya bersifat multifaktorial.

Maka perkembangan berbagai teori untuk menerangkan pathogenesis pterigium:

antara lain teori degenerative, inflamasi, topic ataupun teori yang menghubungkan

pterigium dengan sinar ultraviolet. Sebagai tambahan sebagian penderita

menunjukkan ekspresi abnormal gen suppressor p53, tanda-tanda neoplasia,

differensiasi sel dan apoptosis. (joi)

Teori tropic dikemukakan oleh barraquer yang mengatakan bahwa pterigium

adalah suatu manifestasi pembentukan jaringan parut pada daerah yang mengalami

iritasi menahun. Dengan terbentuknya penonjolan di limbus, ada daerah

diskontunuitas precorneal tear film, sehingga terjadi pengeringan kornea yang

kemudian menjadi ulkus. Penyembuhan ulkus tidak dapat dilakukan oleh regenerasi

epitel kornea dan memerlukan konjungtiva yang kaya pembuluh darah dimana akan

menyebabkan terbentuknya jaringan ikat. Akibatnya terjadi perlekatan antara

konjungtiva dengan jaringan sub konjungtiva akan menjadi lebih erat yang

menyebabkan pterigium. (joi)

Ultraviolet adalah mutagen untuk p53 tumor suppressor gene pada limbal

basal stem cell. Tanpa apoptosis, transforming growth factor-beta overproduksi dan

menimbulkan proses colloagenase meningkat, sel-sel bermigrasi dan angiogenesis.

Akibatnya terjadi perubahan degenerasi collagen dan terlihat jaringan subepithelial

fibrovaskular. Jaringan sub conjungtiva terjadi degenerasi elastoic dan proliferasi

jaringan granulasi vascular dibawah epithelium yang akhirnya menembus cornea.

Kerusakan cornea terdapat pada lapisan membran bowman oleh pertumbuhan

jaringan fibrovaskular, sering dengan inflamasi ringan. Epithel dapat normal, tebal,

atau tipis dan kadang terjadi dysplasia. (usu)

1.8 Diferential diagnosa (buku iktisar)

Page 4: BAB II

Secara klinis pterigium dapat dibedakan dengan keadaan yang sama yaitu

pinguecula dan pseudopterigium.

Pinguecula merupakan bentuk degenerasi serabut kolagen stroma konjungtiva

mata. Bentuk pinguekula seperti timbunan kuning keputihan pada konjungtiva dekat

limbus. Perbedaan dengan pterigium berupa tepi fibrosis berbentuk baji yang tumbuh

mengarah pada limbus. Pinguekula lebih sering di sebelah nasal kornea.

Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang

cacat. Sering pseudopterigium ini terjadi pada proses penyembuhan tukak kornea,

sehingga konjungtiva menutupi kornea. Letak pseudopterigium ini pada daerah

konjungtiva yang terdekat dengan proses kornea sebelumnya.

1.9 Gambaran klinis

Pterigium di bagi menjadi tiga bagian yaitu: “body, apek (head) dan cap”.

Bagian segitiga yang meninggi pada pterigium dengan dasarnya kearah kantus disebut

“body”, sedangkan bagian atasnya disebut “apex” dan kebelakang disebut “cap”. A

subepithelial cap atau halo timbul pada tengah apex dan membentuk batas pinggiran

pterigium. (jofa)

Pterigium berdasarkan perjalanan penyakit dibagi 2 type yaitu progresif dan

regresif pterigium: (usu)

Progresif pterigium: tebal dan vascular dengan beberapa infiltrasi di

cornea di depan kepala pterigium (disebut cap dari pterigium)

Regresif pterigium: tipis, atrofi, sedikit vascular. Akhirnya menjadi

membentuk membrane tetapi tidak pernah hilang.

Pterigium dapat dibagi kedalam beberapa type: (usu)

1. Type I: Meluas kurang 2 mm dari kornea. Stoker atau deposit besi dapat di

jumpai pada epitel kornea dan kepala pterigium. Lesi sering asimptomatis,

meskipun sering mengalami inflamasi ringan. Pasien yang memakai lensa

kontak dapat mengalami keluhan lebih cepat.

2. Type II: Menutupi kornea sampai 4 mm dapat primer atau rekuren setelah

operasi, berpengaruh dengan tear film dan menimbukan astigmatisma.

3. Type III: Mengenai kornea lebih dari 4 mm dan mengganggu aksis visual.

Lesi yang luas khususnya pada kasus rekuren, dapat berhubungan dengan

Page 5: BAB II

fibrosis subkonjungtiva yang meluas ke fornik dan biasanya menyebabkan

gangguan pergerakan bola mata.

Pterigium juga dapat dibagi dalam 4 derajat yaitu: (usu)

1. Derajat 1: Jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea

2. Derajat 2: Jika pterigium sudah melewati limbus cornea tetapi tidak lebih

dari 2 mm melewati kornea

3. Derajat 3: Jika pterigium sudah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi

pinggiran pupil mata, dalam keadaan cahaya normal (pupil dalam keadaan

normal sekitar 3-4 mm)

4. Derajat 4: jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga

mengganggu penglihatan.

Pterigium dibagi berdasarkan terlihatnya pembuluh darah episclera di pterigium dan

harus di periksa dengan slitlamp: (usu)

1. T1 (atrofi): Pembuluh darah episclera jelas terlihat

2. T2 (intermediate): Pembuluh darah episclera sebagian terlihat

3. T3 (fleshy, opaque): Pembuluh darah tidak jelas

1.10 Penatalaksanaan

1. Tindakan operatif

Penatalaksanaan pterigium dilakukan dengan teknik menggunakan

pembedahan. Permasalahan pada penatalaksanaan pterigium ini yaitu terjadi tumbuh

ulangnya jaringan fibrovaskular. Faktor- faktor yang berperan terjadi tumbuh ulang

antara lain jenis pterigium dengan jaringan fibrovaskular yang tebal (fleshy) dan

terjadi inflamasi yang lebih lama pascabedah pterigium. Pemakaian dengan teknik

tandur konjungtiva bulbi otograf merupakan baku emas atau gold standard

penatalaksanaan pterigium dan memiliki angka tumbuh ulang yang rendah. Teknik

penempelan tandur konjungtiva bulbi yang sering dipergunakan yaitu dengan jahitan,

namun teknik ini mempunyai beberapa kekurangan antara lain waktu pembedahan

yang cukup lama, reaksi inflamasi akibat jahitan yang dapat memperlambat proses

penyembuhan luka, kemungkinan timbul komplikasi akibat jahitan, dan rasa tidak

nyaman pada penderita. (padjajaran)

Page 6: BAB II

Jenis operasi pada pterygium antara lain:

1. Bare sclera: Tidak ada jahitan atau benang absorbable digunakan untuk

melekatkan konjungtiva ke superficial sclera didepan insersi rectus.

Meninggalkan suatu daerah sclera terbuka (tehnik ini, bagaimanapun

tingkat rekuren 40-50%)

2. Simple closure: Pinggir dari conjungtiva yang bebas di jahit bersama

(efektif jika hanya defek sangat kecil)

3. Slidding flap: Suatu eksisi berbentuk L dibuat sekitar luka untuk

membentuk flap conjungtiva, untuk menutup luka.

4. Rotational flap: Insisi bentuk U dibuat sekitar luka untuk membentuk lidah

dari conjungtiva yang diputar untuk menutup luka

5. Conjungtiva graft: Suatu free graft biasanya dari konjungtiva superior,

dieksisi sesuai dengan besar luka dan kemudian dipindahkan dan dijahit.

6. Amnion membrane transplantasi: Mengurangi frekwensi rekuren

pterigium, mengurangi fibrosis atau scar pada permukaan bola mata dan

penelitian terbaru mengungkapkan menekan TGF-β pada konjungtiva dan

fibroblast pterigium. Pemberian mytomicin C dan beta irradiation dapat

diberikan untuk mengurangi rekuren tetapi jarang digunakan.

7. Lamellar keratoplasty, excimer laser phototherapeutic keratectomy dan

terbaru dengan menggunakan gabungan angiostatic.

1.11 Komplikasi (usu)

Komplikasi pterigium termasuk:

- Distorsi dan penglihatan sentral berkurang

- Mata merah

- Iritasi

- Scar (parut)

- Diplopia

1.12 Prognosis

Penglihatan dan kosmetik pasien setelah dieksisi adalah baik, rasa tidak

nyaman pada hari pertama postoperasi dapat ditoleransi, kebanyakan pasien setelah

Page 7: BAB II

48 jam postoperasi dapat beraktivitas kembali. Pasien dengan rekuren pterigium dapat

dilakukan eksisi ulang dan graft dengan conjungtiva autograft atau transplantasi

membrane amnion.

Pasien dengan resiko tinggi timbulnya pterigium seperti riwayat keluarga atau

karena sinar matahari yang lama dianjurkan memakai kacamata sunblok dan

mengurangi terpapar sinar matahari. (usu)

Page 8: BAB II