BAB II

59
BAB II STATUS PASIEN IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. S Jenis kelamin : LK Umur : 38 tahun Alamat : Jl. Sukapura, Cilincing Status : menikah Agama : Islam Tanggal Masuk : 10 Oktober 2015 ANAMNESIS Keluhan utama : Batuk darah sejak ± 4 jam SMRS Keluhan Tambahan : Pusing, lemas, sesak Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke RS Islam Jakarta Sukapura dengan keluhan batuk darah sejak ± 4 jam SMRS. Batuk darah berupa percikan berwarna merah kehitaman bercampur dahak keputihan. Batuk darah baru dirasakan 1 hari ini saja. Sebelumnya pasien mempunyai keluhan batuk lama ± 2 bulan, namun dahaknya sulit keluar. Pasien mengeluh sesak dirasakan sudah dari ± 1 bulan yang lalu. Sesak bertambah berat, namun dapat menghilang kembali. Sesak dirasakan memberat pada malam

description

TB paru

Transcript of BAB II

BAB II

STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN

• Nama : Tn. S

• Jenis kelamin : LK

• Umur : 38 tahun

• Alamat : Jl. Sukapura, Cilincing

• Status : menikah

• Agama : Islam

• Tanggal Masuk : 10 Oktober 2015

ANAMNESIS

• Keluhan utama :

Batuk darah sejak ± 4 jam SMRS

• Keluhan Tambahan :

Pusing, lemas, sesak

• Riwayat Penyakit Sekarang :

• Pasien datang ke RS Islam Jakarta Sukapura dengan keluhan batuk darah sejak ± 4 jam

SMRS. Batuk darah berupa percikan berwarna merah kehitaman bercampur dahak

keputihan. Batuk darah baru dirasakan 1 hari ini saja. Sebelumnya pasien mempunyai

keluhan batuk lama ± 2 bulan, namun dahaknya sulit keluar. Pasien mengeluh sesak

dirasakan sudah dari ± 1 bulan yang lalu. Sesak bertambah berat, namun dapat

menghilang kembali. Sesak dirasakan memberat pada malam hari. Pasien merasa lemas

dan nafsu makan menurun sehingga pasien merasa badannya semakin kurus. 1 hari

sebelumnya pasien merasakan pusing berputar dan tidak bergairah untuk melakukan

aktivitas sehari – hari.

Keluhan tidak disertai nyeri dada, jantung tidak terasa berdebar-debar, tidak ada demam,

nyeri ulu hati, tidak ada mual dan muntah, BAB dan BAK tidak ada keluhan.

• Riwayat penyakit dahulu :

Riwayat asma, hipertensi, DM, dan TB disangkal.

• Riwayat penyakit keluarga :

Tidak terdapat riwayat penyakit seperti ini pada keluarga. Riwayat TB Hipertensi, DM, dan

Asma pada keluarga disangkal.

• Riwayat pengobatan

Pasien sebelumnya berobat ke puskesmas hanya diberi obat batuk dan amoxicillin namun

pasien tidak membaik.

• Riwayat Alergi

Riwayat alergi obat, debu, dan makanan disangkal.

• Riwayat psikososial

Pasien bekerja sebagai pedagang di pasar. Pasien sering kontak dengan orang atau pedagang

yang nafsu makan menurun.

PEMERIKSAAN FISIK  

• Keadaan umum : Tampak sakit sedang

• Kesadaran : Composmentis

• Status Gizi

• BB sebelum sakit: 45 kg

• BB setelah sakit : 41 kg

• TB : 165 cm

• Kesimpulan : 17,2 (underweight)

• Tanda Vital

• Nadi : 96 x/menit,

• Pernapasan : 22 x/menit, reguler

• Suhu : 36,8 0C

• TD : 120 / 80 mmHg

Status Generalis

Kepala : Normocephal

Mata : Konjungtiva Anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Hidung : sekret (-), Epistaksis (-), septum deviasi (-)

Telinga : Sekret (-), Normotia, Nyeri tekan (-).

Mulut : mukosa bibir kering, sianosis (-), bercak darah (+)

Leher : Pembesaran KGB (-), Pembesaran Kel. Tiroid (-)

Thoraks

• Paru-Paru

– Inspeksi : Simetris, retraksi dinding dada (-).

– Palpasi : vokal fremitus dalam batas normal

– Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

– Auskultasi : vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi kasar (+/+)

• Jantung

– Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

– Palpasi : Ictus cordis teraba

– Perkusi : Batas jantung atas : ICS II linea midclavicula sinistra

Batas jantung bawah : ICS IV linea parasternalis sinistra

ICS V linea midclavicula sinistra

– Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

• Inspeksi : Datar, Scar (-), distensi (-)

• Auskultasi : Bising usus dalam batas normal

• Perkusi : Timpani pada keempat kuadran abdomen

• Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-).

Ekstremitas

• Ekstremitas atas :

Akral hangat (+), CRT < 2 detik (+/+), Edema (-/-), turgor kulit baik

• Ekstremitas bawah :

Akral hangat (+), CRT < 2 detik (+/+), Edema (-/-), turgor kulit baik.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

10/10/2015

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL

HEMATOLOGI

Laju endap darah 8 mm/1jam L = 0-15; P = 0-20

Hemoglobin 13,3 g/dl L = 13,8 – 17,0; P= 11,3-

15,5

Leukosit 7.800 /µl L = 4,5 – 10,8; P = 4,3 –

10,4

Differential:

- Basofil

- Eosinofil

- Batang

- N. Segmen

- Limfosit

- Monosit

0

1

2

67

17

13

%

%

%

%

%

%

0 – 0,3 %

2 – 4

1 – 5

51 – 67

20 – 30

2 – 6

Eritrosit 4,5 Juta/ mm3 L = 4,7 – 6,1

P = 4,2 – 5,4

Hematokrit 38 % L = 40,0 – 54.0

P = 38,0 – 47,0

Trombosit 235.000 / µl L = 185.000 – 402.000

P = 132.000

MCV 85 fl L = 80 – 94 P = 81 - 99

MCH 23 Pg 27 – 32

MCHC 33 g/dl 31 – 34

14/10/2015

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL

HEMATOLOGI

Hemoglobin 13,9 g/dl L = 13,8 – 17,0; P= 11,3-

15,5

Leukosit 8.200 /µl L = 4,5 – 10,8; P = 4,3 –

10,4

Hematokrit 41 % L = 40,0 – 54.0

P = 38,0 – 47,0

Trombosit 266.000 / µl L = 185.000 – 402.000

P = 132.000

GDS 123 Mg/dl <200

Kreatinin 0,7 Mg/dl L= 0,9 – 1,3 P = 0,6 – 1,1

09.30 BTA +2

13.00 BTA +2

15.00 BTA +2

Cor, sinuses, dan diafragma normal

Aorta dan mediastinum superior tidak melebar

Skeletal dan jaringan lunak normal

Pulmo: Hili normal, corakan vascular normal

Tampak infiltrate di lapang atas paru kanan

Kesan : TB paru dextra

Tidak tampak pembesaran jantung

RESUME:

Pasien laki-laki, 38 tahun, datang ke UGD RSIJ Sukapura dengan keluhan batuk darah sejak

± 4 jam SMRS. Batuk darah berupa percikan berwarna merah kehitaman bercampur dahak

keputihan. Batuk darah baru dirasakan 1 hari ini saja. Sebelumnya pasien mempunyai

keluhan batuk lama ±2 bulan, namun dahaknya sulit keluar. Pasien mengeluh sesak dirasakan

sudah dari ± 1 bulan yang lalu. Sesak bertambah berat, namun dapat menghilang kembali.

Sesak dirasakan memberat pada malam hari. Pasien merasa lemas dan nafsu makan menurun

sehingga pasien merasa badannya semakin kurus. 1 hari sebelumnya pasien merasakan

pusing berputar dan tidak bergairah untuk melakukan aktivitas sehari – hari. Pasien bekerja

sebagai pedagang di pasar. Pasien sering kontak dengan orang atau pedagang yang nafsu

makan menurun. Pasien sebelumnya berobat ke puskesmas hanya diberi obat batuk dan

amoxicillin namun pasien tidak membaik.

Pemeriksaan fisik :

- BB sebelum sakit : 45 kg

- BB setelah sakit : 41 kg

- TB : 165 cm

- Kesimpulan : 17,2 (underweight)

Tanda Vital

- Nadi : 96 x/menit,

- Pernapasan : 22 x/menit, reguler

- Suhu : 36,8 0C

- TD : 120 / 80 mmHg

 Ronkhi kasar (+/+)

Pemeriksaan penunjang:

BTA 3x +2. Rontgen : TB paru dextra

DAFTAR MASALAH

• Hemoptisis

• dispneu

ASSESMENT

Hemoptisis

S : batuk darah sejak ± 4 jam SMRS. Batuk darah berupa percikan berwarna merah

kehitaman bercampur dahak keputihan. Batuk darah baru dirasakan 1 hari ini saja.

Sebelumnya pasien mempunyai keluhan batuk lama ±2 bulan, namun dahaknya sulit

keluar. Pasien mengeluh nafsu makan menurun sehingga pasien merasa badannya

semakin kurus.

O : BB sebelum sakit : 45 kg

- BB setelah sakit : 41 kg

- TB : 165 cm

- Kesimpulan : 17,2 (underweight)

Tanda Vital

- Nadi : 96 x/menit, Pernapasan : 22 x/menit, regular, Suhu : 36,8 0C, TD

:120/80 mmHg. Ronkhi kasar (+/+).

Pemeriksaan penunjang: BTA 3x +2. Rontgen : TB paru dextra

A : Hemoptisis e.c TB paru

P: - IVFD Rl 500 cc/ 8 jam

- Ambroxol 3 x 1/ hari

- OAT kategori I = 3 x RHZE

Dispneu

S : Pasien mengeluh sesak dirasakan sudah dari ± 1 bulan yang lalu. Sesak bertambah

berat, namun dapat menghilang kembali. Sesak dirasakan memberat pada malam hari.

Pasien merasa lemas dan nafsu makan menurun sehingga pasien merasa badannya

semakin kurus. O : BB sebelum sakit : 45 kg

- BB setelah sakit : 41 kg

- TB : 165 cm

- Kesimpulan : 17,2 (underweight)

Tanda Vital

- Nadi : 96 x/menit, Pernapasan : 22 x/menit, regular, Suhu : 36,8 0C, TD

:120/80 mmHg. Ronkhi kasar (+/+).

Pemeriksaan penunjang: BTA 3x +2. Rontgen : TB paru dextra

A : Dispneu e.c TB paru

P: - IVFD Rl 500 cc/ 8 jam

- Ambroxol 3 x 1/ hari

OAT kategori I = 3 x RHZE

FOLLOW UP

Tanggal 10 Oktober 2015 (hari ke 1)

S : batuk darah, sesak nafas, lemas, nafsu makan menurun hingga merasa kurus, pusing.

O : TD = 110/70 mmHg

Nadi = 80 x/ menit

RR = 20 x/ menit

S = 36,5 °C

Ronkhi (+/+)

A : TB paru

P : Terapi:

IVFD Rl 500 cc / 8 jam

Ambroxol 3 x 1

OAT kategori I 3 x RHZE

Vit C

Vit B-compleks

Vit K

Tanggal 11 Oktober 2015 (hari ke 2)

S : Batuk darah ± 10 x tadi malam, sempat makan dan minum di muntahkan, sesak sudah

berkurang, masih merasa lemas dan pusing.

O : TD = 110/70 mmHg

Nadi = 80 x/ menit

RR = 20 x/ menit

S = 36,5 °C

Ronkhi (+/+)

A : TB paru

P : Terapi:

IVFD Rl 500 cc / 8 jam

Ambroxol 3 x 1

OAT kategori I 3 x RHZE

Vit C

Vit B-compleks

Vit K

Tanggal 12 Oktober 2015 (hari ke 3)

S : batuk darah masih ada, sesak tidak ada, muntah 2x pagi hari, masih terasa lemas dan pusing.

O : TD = 120/80 mmHg

Nadi = 76 x/ menit

RR = 20 x/ menit

S = 36,7 °C

ronkhi (+/+)

A : TB paru

P : Terapi:

IVFD Rl 500 cc / 8 jam

Ambroxol 3 x 1

OAT kategori I 3 x RHZE

Vit C

Vit B-compleks

Vit K

Tanggal 13 Oktober 2015 (hari ke 4)

S : batuk darah, lemas, pusing

O : TD = 110/80 mmHg

Nadi = 84 x/ menit

RR = 20 x/ menit

S = 36,7 °C

Ronkhi (+/+)

A : TB paru

P : rencana pemeriksaan : Rontgen Thoraks, HR (Hb, Ht, Trombosit, leukosit)

Terapi:

IVFD Rl 500 cc / 8 jam

Ambroxol 3 x 1

OAT kategori I 3 x RHZE

Vit C

Vit B-compleks

Vit K

Tanggal 14 Oktober 2015 (hari ke 5)

S : batuk darah berkurang, pusing, lemas

O : TD = 120/80 mmHg

Nadi = 86 x/ menit

RR = 18 x/ menit

S = 36,8 °C

Ronkhi (+/-)

A : TB paru

P : Terapi:

IVFD Rl 500 cc / 8 jam

Ambroxol 3 x 1

OAT kategori I 3 x RHZE

Vit C

Vit B-compleks

Vit K

Tanggal 15 Oktober 2015 (hari ke 5)

S : batuk berdahak , lemas

O : TD = 120/80 mmHg

Nadi = 86 x/ menit

RR = 18 x/ menit

S = 36,8 °C

A : A : TB paru

P : Terapi:

IVFD Rl 500 cc / 8 jam

Ambroxol 3 x 1

OAT kategori I 3 x RHZE

Vit C

Vit B-compleks

Vit K

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hemoptisis

Definisi  

Mendahakan darah yang berasal dari bronkus atau paru. Hemoptisis bisa banyak, atau

bisa pula sedikit sehingga hanya berupa garis merah cerah di dahak. Hemoptisis dinyatakan

sebagai jelas atau nyata (gross/frank) bila lebih dari sekedar garis di sputum namun kurang dari

kriteria masif. Mungkin ini merupakan manifestasi yang paling dini darituberkulosis aktif.

Hemoptisis harus dibedakan dengan hematemesis. Hematemesis disebabkan oleh lesi pada

saluran cerna, sedangkan hemoptisis disebabkan oleh lesi pada paru atau bronkus/bronkiolus.

Klasifikasi didasarkan pada perkiraan jumlah darah yang dibatukkan :

1. Bercak (Streaking) : <15-20 ml/24 jam yang sering terjadi darah bercampur dengan

sputum, umumnya terjadi pada bronkitis.

2. Hemoptisis: 20-600 ml/24 jam. Hal ini berarti perdarahan pada pembuluh darh yang

lebih besar. Biasanya terjadi pada kanker  paru, pneumonia, tuberkulosis, atau emboli

paru.

3. Hemoptisis massif : >600 ml/24 jam. Biasanya terjadi pada kanker paru, kavitas pada

TB, atau bronkiektasis.

4. Pseudohemoptisis merupakan batuk darah dari struktur saluran napas bagian atas (di atas

laring) atau darisaluran cerna atas atau hal ini dapat berupa perdarahan buatan

( factitious). Hemoptisis palsu ini dapat berasal dari rongga mulut, hidung, faring, lidah

atau bahkan hematemesis yang masuk ke tenggorokan dan memancing refleks batuk.

Hemoptisis palsu juga bisa berasal dari kelebihan dosis rifampisin dan juga keadaan

malingering atau pasien yang melukai diri sendiri sehingga tampak seperti batuk darah.

Pada kasus, pasien mendahakan darah dari mulai pagi SMRS hingga anamnesa

dilakukan sebanyak 10 x. Setiap mendahakan darah kurang lebih 5 cc (1 sendok

makan). Sehingga batuk darah pada kasus ini kurang lebih sekitar 50 cc.

Patogenesis

Arteri-arteri bronkialis adalah sumber darah utama bagi saluran nafas (dari bronkus

utama hingga bronkiolus terminalis), pleura, jaringan limfoid intrapulmonar, serta persarafan di

daerah hilus. Arteri pulmonalis pada dasarnya adalah membawa darah dari vena sistemik,

memperdarahi jaringan parenkim paru termasuk bronkiolus respiratorius. Anastomosis arteri dan

vena bronkopulmonar, yang merupakan hubungan antara kedua sumber perdarahan diatas, terjadi

didekat persambungan antara bronkiolus respiratorius dan terminalis. Anastomosis ini

memungkinkan kedua sumber darah untuk saling mengimbangi. Apabila aliran dari satu darah

meningkat maka pada sistem yang lain akan terjadi penurunan. Studi arteriografi menunjukan

bahwa 92% hemoptisis berasal dari arteri-arteri bronkialis.

Patogenesis hemoptisis bergantung dari tipe dan lokasi dari kelainan. Secara umum bila

perdarahan berasal dari lesi endobronkial, maka perdarahan adalah dari sirkulasi bronkialis,

sedangkan bila lesi di parenkim maka perdarahan adalah dari sirkulasi pulmoner. Pada

keadaan kronik dimana terjadi perdarahan berulang, maka perdarahan seringkali berhubungan

dengan peningkatan vaskularitas di lokasi yang terlibat.

Pada karsinoma bronkogenik, perdarahan berasal dari nekrosis tumor serta terjadinya

hipervaskularisasi pada tumor, atau juga bisa berhubungan dengan invasi tumor ke pembuluh

darah besar.

Pada adenoma bronkial, perdarahan sering terjadi dari ruptur pembuluh-pembuluh darah

permukaan yang menonjol. Pada bronkiektasis perdarahan sering terjadi akibat iritasi oleh

infeksi dari jaringan granulasi yang menggantikan dinding bronkus yang normal.

Mekanisme hemoptisis pada stenosis mitral dan gagal jantung diduga berasal dari

pecahnya varises dari vena bronkialis di submukosa bronkus besar akibat dari hipertensi vena

pulmonalis. Hal ini tampak dari pelebaran pembuluh-pembuluh darah yang beranastomosisantara

arteri bronkialis dan pulmonalis. Pada emboli paru, hemoptisis timbul akibat infark jaringan

paru. Bisa juga perdarahan akibat aliran darah berlebihan pada anastomosis

bronkopulmonar pada sebelah distal dari tempat sumbatan.

Pada tuberkulosis paru, penyebab bisa sangat beragam. Pada lesi parenkim akut,

perdarahan bisa akibat nekrosis percabangan arteri / vena. Pada lesi kronik, lesi fibroulseratif

parenkim paru dengan kavitas bisa memiliki tonjolan aneurisma arteri ke rongga cavitas yang

mudah berdarah. Pada tuberkulosis endobronkial, perdarahan bisa terjadi akibat ulserasi

granulasi dari mukosa bronkus. Pada trakeostomi perdarahan bisa akibat fistula trakeoarteri

terutama arteri inominata. Perdarahan difus intra pulmonar yang berasal dari pecahnya

kapilerbisa terjadi pada berbagai penyakit autoimun.

Pada kasus, tidak dirasakan muntah maupun mual, pasien juga mengeluh nyeri dada dan

darah yang keluar adalah merah segar. Hal ini mengarah ke dalam keadaan hemoptisis.

Pada kasus, pasien mengalami penurunan berat badan. Sehingga diagnosis yang mungkin

pada kasus ini adalah tuberkulosis dan keganasan.

Penyebab dari batuk darah (hemoptoe) dapat dibagi atas :

1. Infeksi :terutama tuberkulosis, abses paru, pneumonia, bronkiektasis, jamur dan

sebagainya.

2. Kardiovaskuler :ruptur arteri pulmonalis, ruptur arteri bronkial, fistula arteriovena

pulmonalis, gagal jantung kongestif, perdarahan intrapulmonar difus

3. Neoplasma, terutama karsinoma bronkogenik dan poliposis bronkus.

4. Kelainan hematologi : leukemia

5. Benda asing di saluran pernapasan.

6. Lain-lain : idiopatik dan iatrogenik (biopsi jarum paru, bronkoskopi, kateterisasi jantung,

malposisi WSD)

Penyebab terpenting dari hemoptisis masif adalah :

1. Tumor :karsinoma, adenoma, metastasis endobronkial dari massa tumor ekstratorakal.

2. Infeksi: aspergilloma, bronkhiektasis (terutama pada lobus atas), tuberkulosis paru.

3. Infark Paru

4. Udem paru, terutama disebabkan oleh mitral stenosis

5. Sistemic Lupus Eritematosus, Goodpasture’s syndrome, Idiopthic pulmonary

haemosiderosis, Bechet’s syndrome

6. Cedera pada dada/trauma: kontusio pulmonal, Transbronkial biopsi, Transtorakal biopsi

memakai jarum.

7. Kelainan pembuluh darah :malformasi arteriovena, hereditary haemorrhagic

teleangiectasis

8. Bleeding diathesis.

Mekanisme terjadinya batuk darah adalah sebagai berikut :

Radang mukosa : pada trakeobronkitis akut atau kronis, mukosa yang kaya pembuluh

darah menjadirapuh, sehingga trauma yang ringan sekalipun sudah cukup

untuk menimbulkan batuk darah.

Infark paru, biasanya disebabkan oleh emboli paru atau invasi mikroorganisme pada

pembuluhdarah, seperti infeksi coccus, virus, dan infeksi oleh jamur.

Pecahnya pembuluh darah vena atau kapiler, distensi pembuluh darah akibat kenaikan

tekanan darah intraluminar seperti pada dekompensasi cordis kiri akut dan mitral stenosis

Kelainan membran alveolokapiler Akibat adanya reaksi antibodi terhadap membran,

seperti padaGoodpasture’s syndrome

Perdarahan kavitas tuberkulosa : pecahnya pembuluh darah dinding cavitas tuberkulosis

yang dikenal dengan aneurisma Rasmussen : pemekaran pembuluh darah ini berasal dari

cabang pembuluh darah bronkial.

Invasi tumor ganas

Cedera dada akibat benturan dinding dada, maka jaringan paru akan mengalami

transudasi kedalamalveoli dan keadaan ini akan memacu terjadinya batuk darah.

Berdasarkan jumlah darah yang dikeluarkan maka hemoptisis dapat dibagi atas :

1. Hemoptisis masif Bila darah yang dikeluarkan adalah 100-160 cc dalam 24 jam.

2. Kriteria masif yang digunakan di rumah sakit Persahabatan Jakarta :

Bila perdarahan lebih dari 600 cc / 24 jam

Bila perdarahan kurang dari 600 cc dan lebih dari 250 cc / 24 jam, akantetapi Hb

kurang dari 10 g%.

Bila perdarahan lebih dari 600 cc / 24 jam dan Hb kurang dari 10 g%, tetapidalam

pengamatan 48 jam ternyata darah tidak berhenti.

Kesulitan dalam menegakkan diagnosis ini adalah karena pada hemoptoe selain terjadi

vasokonstriksi perifer, juga terjadi mobilisasi dari depot darah,sehingga kadar Hb tidak selalu

memberikan gambaran besarnya perdarahan yang terjadi. Dalam kasus ini, kadar Hb pasien

masih dalam batas normal.

Kriteria dari jumlah darah yang dikeluarkan selama hemoptoe juga mempunyai kelemahan oleh

karena :

Jumlah darah yang dikeluarkan bercampur dengan sputum dan kadang-kadang

dengan cairan lambung, sehinga sukar untuk menentukan jumlah darah yang hilang

sesungguhnya.

Sebagian dari darah tertelan dan dikeluarkan bersama-sama dengantinja, sehingga

tidak ikut terhitung

Sebagian dari darah masuk ke paru-paru akibat aspirasi.

Oleh karena itu suatu nilai kegawatan dari hemoptisis ditentukan oleh :

Apakah terjadi tanda hipotensi yang mengarah pada renjatan hipovolemik (hypovolemik

shock).

Apakah terjadi obstruksi total maupun parsial dari bronkus yang dapat dinilai

denganadanya iskemik miokardium, baik berupa gangguan aritmia, gangguan mekanik

pada jantung, maupun aliran darah serebral.

Dalam hal kedua ini dilakukan pemantauanterhadap gas darah, disamping menentukan fungsi-

fungsi vital. Oleh karena itu suatu tingkat kegawatan hemoptoe dapat terjadi dalam dua bentuk,

yaitu bentuk akut berupa asfiksia dan renjatan hipovolemik.Bila terjadi hemoptisis, maka harus

dilakukan penilaian terhadap:

Warna darah untuk membedakannya dengan hematemesis.

Lamanya perdarahan.

Terjadinya mengi (wheezing) untuk menilai besarnya obstruksi.

Keadaan umum pasien, tekanan darah, nadi, respirasi dan tingkat kesadaran.

Klasifikasi menurut Pussel :

Positif satu dan dua dikatakan masih ringan

Positif tiga hemoptisis sedang

Positif empat termasuk di dalam kriteria hemoptisis masif.

Diagnosis

Diagnosis utama yang penting adalah memastikan apakah darah memang bukan dari

muntahan dan tidak berlangsung saat perdarahan hidung.

Untuk menegakkan diagnosis, seperti halnya pada penyakit lain perlu dilakukan urutan-

urutan dari anamnesis yang teliti hingga pemeriksaan fisik maupun 

penunjang sehingga penanganannya dapat disesuaikan :

Anamnesis :jumlah dan warna darah, lamanya perdarahan, batuknya produktif atau

tidak, batuk terjadi sebelum atau sesudah perdarahan, sakit dada, substernal atau

pleuritik, hubungannya perdarahan dengan : istirahat, gerakan fisik, posisi badan dan

batuk, wheezing, riwayat penyakit paru atau jantung terdahulu, riwayat penggunaan

antikoagulan. Pada kasus ini warna darah merah segar, jumlah darah sekitar 50

cc, batuknya tidak produktif, batuk terjadi sesudah perdarahan, sakit dada.

Pemeriksaan fisik: dicari gejala/tanda lain diluar paru yang dapat mendasari

terjadinya batuk darah, antara lain : jari tabuh, bising sistolik dan opening snap,

pembesaran kelenjar limfe, ulserasi septum nasalis, teleangiektasi. Pada kasus tidak

ditemukan pembesaran kelenjar limfe dan kelainan yang lain.

Pada kasus ini pasien mengalami granulositosis, limfopenia, Ht menurun,

Gambaran anemia mikrositik hipokrom. Dengan sedikit peningkatan kreatinin.

Hal ini menunjukan telah terjadi perdarahan dan infeksi yang bersifat akut

Pemeriksaan penunjang foto toraks dalam posisi AP dan lateral hendaklah dibuat

pada setiap penderita hemoptisis masif. Gambaran opasitas dapat menunjukkan

tempat perdarahannya.Pada kasus terdapat gambaran opasitas pada apek pulmo

dekstra.

Pemeriksaan bronkoskopi : indikasi bronkoskopi pada batuk darah adalah : bila

radiologik tidak didapatkan kelainan, batuk darah yang berulang-ulang, batuk darah

masif

Tata laksana

Kecepatan perdarahan dan efek terhadap pertukaran gas menentukan penatalaksanaan

hemoptisis. Bila perdarahan hanya sedikit atau hanya berupa bercak didahak dan umumnya

pertukaran gas tidak terganggu maka penegakan diagnosis merupakan prioritas pada pasien

Pada umumnya hemoptoe ringan tidak diperlukan perawatan khusus dan biasanya berhe

nti sendiri. Pada hemoptisis yang masif perlu mendapatkan perhatian dalam upaya

mempertahankan jalan nafas dan pertukaran gas agar tidak terjadi asfiksisa. Tujuan pokok

terapi ialah :

Mencegah tersumbatnya saluran napas.

Mencegah kemungkinan penyebaran infeksi

Menghentikan perdarahan

Pada prinsipnya, terapi yang dapat dilakukan adalah : 

a. Terapi konservatif 

Pasien harus dalam keadaan posisi istirahat, yakni posisi miring

 (lateral decubitus). Kepala lebih rendah dan miring ke sisi yang sakit untuk

mencegah aspirasi darah ke paru yang sehat. Pada kasus pasien disarankan tidur

tanpa bantal dan posisi miring ke arah yang sakit yaitu miring ke kanan.

Melakukan suction dengan kateter setiap terjadi perdarahan.

Lavase bronkus dengan larutan salin normal dingin dapat dipertimbangkan pada kasus

tidak masif

Pemberian obat – obat penghenti perdarahan (obat – obat hemostasis), misalnya

vit.K, ion kalsium, trombin dan karbazokrom.Pada kasus ini diberikan Kalnex yang

berisi asam traksenamat untuk mengatasi perdarahan.

Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder.

Pemberian cairan atau darah sesuai dengan banyaknya perdarahan.

Pemberian oksigen bila ada tanda gangguan pertukaran gas

Tindakan selanjutnya bila mungkin

Menentukan asal perdarahan dengan bronkoskopi

Menentukan penyebab dan mengobatinya, misal aspirasi darah dengan bronkoskopidan

pemberian adrenalin pada sumber perdarahan.

Terapi lain

Reseksi bedah segera pada tempat perdarahan merupakan pilihan.

Terapi foto laser sulit digunakan bila hemoptisis sangat masif

Terapi emboli

Di Indonesia karena terapi emboli dan terapi laser tidak tersedia, maka jika perdarahan 250

ml/hari perlu dipertimbangkan terapi bedah. Namun pada sentra dengan kemampuan terapi laser

dan emboli, tindakan bedah hanya dibatasi pada perdarahan 1 liter/hari atau lebih

B. Tuberkulosis Paru

Definisi

Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan olehbakter

i Micobakterium tuberculosis. Bakteri tersebut biasanya masuk kedalam tubuh manusia

melalui udara pernapasan kedalam paru. Kemudian bakteri tersebut menyebar dari paru ke

bagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, melalui salurannapas

(bronchus) atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. TB dapat terjadi pada

semua kelompok umur, baik di paru maupun di luar paru.

Epidemiologi

Indonesia merupakan negara dengan prevalensi TB tertinggi ke-3 didunia setelah Cina

dan India. TB menempati peringkat ke-3 penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Prevalensi

nasional terakhir TB paru diperkirakan 0,24%.

Etiologi

Etiologi tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang

lurus, tidak berspora, dan tidak berkapsul, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam

pada pewarnaan (Basil Tahan Asam). Sebagian besar dinding bakteri terdiri atas asam lemak

(lipid), kemudian peptidoglikan, dan arabinomannan. Lipid inilah yang menyebabkan kuman

lebih tahan terhadap asam (asam alkohol).Bakteri berbentuk batang dengan ukuran panjang

1-4/um dan tebal 0,6/um. Mycobakterium memiliki sifan aerob, sehingga menunjukan bahwa

kuman ini menyenangi jaringan dengan tinggi kandungan oksigennya. Bakteri TB cepat mati

dengan sinar matahari langsung tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap

dan lembab. Dalam jaringan tubuh, bakteriini dapat menjadi dorman selama beberapa tahun.

Didalam jaringan kuman, kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma

makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenangi karena banyak

mengadung lipid.Bakteri dapat disebarkan dari penderita TB BTA positif kepada orangyang

berada disekitarnya, terutama yang kontak erat.

Gambar paru : apeks lobus superior dan apeks lobus inferior

Klasifikasi

a. Tuberkulosis Primer

b. Tuberkulosis Pasca Primer

Patofisiologi

M. tuberculosis dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernapasan,

saluran pencernaandan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi melalui

udara (airborne), yaitu melalui inhalasi droplet nuclei yang mengandung kuman-kuman basil

tuberkel, kuman ini tidak menghasilkan toksin yang di kenal. Dalam droplet yang terhirup dan

mencapai alveoli.Resistensi dan hipersensitivitas host sangat mempengaruhi perkembangan

penyakit.Penyakit ini dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel, sel efektornya

adalah makrofag, sedangkan limfosit biasanya sel T adalah sel imunoresponsinya. Tipe

imunitasseperti ini biasanya lokal, melibatkan makrofag yang di aktifkan ditempat infeksi

oleh limfositdan limfokinnya.Respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas atau reaksi

lambat.Pembentukan dan perkembangan lesi serta penyembuhannya atau progresifnya terutama

ditentukan oleh :

Jumlah kuman yang masuk

Virulensi kuman.

Hipersensivitas dari host.

Daya tahan host

Saat masuk ke tubuh manusia kuman Mycobacterium tuberculosis akan membentuk duatipe lesi

utama:

Tipe eksudatif  : terdiri dari reaksi peradangan akut, lekosit polimorfonuklir dan

kemudian, monosit sekitar basil tuberkel. Tipe ini terlihat pada jaringan paru-paru,dimana

lesi ini mirip dengan pnemonia bakterie, tipe ini dapat sembuh dengan

resolusisehingga seluruh eksudat di absorpsi sehingga mengakibatkan nekrosis massif

dari jaringan atau dapat berkembang menjadi tipe produktif, selama fase ini tes

tuberculin positif.

Tipe produktif : terjadi bila berkembang maksimal lesi ini akan menjadi suatu

granulomamenahun yang terdiri dari 3 daerah:

- Daerah sentral yang luas, yang mempunyai sel sel inti banyak yangmengandung

basil tuberkel.

- Daerah tengah terdiri dari sel-sel epiteloid pucat.

- Daerah perifer yang terdiri dari fibroblas, limfosit dan monosit kemudian

terbentuk jaringan fibrosa perifer dan daerah sentral mengalami nekrosis dan

membentuk kaverna

Lesi ini selanjutnya sembuh dengan fibrosis atau kalsifikasi.Basil juga menyebar melalui getah

bening menuju kelenjar getah bening regional, basildapat menyebar lebih lanjut dan mencapai

aliran darah yang selanjutnya menyebar ke seluruhorgan, tetapi kuman ini mutlak hidup ditempat

yang memiliki kandungan oksigen yang tinggioleh karena itu lokasi utama penyakit ini adalah di

paru.Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan

bersatu sehinggamembentuk sel tuberkel epiteloid yang di kelilingi oleh limfosit, reaksi ini

membutuhkan waktu10 sampai 20 hari. Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang

relatif padat danseperti keju, lesi seperti ini disebut dengannekrosis kaseosa.

Lesi primer paru–paru dinamakan fokus Ghon dan gabungan terserangnya

kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks Ghon. Sarang primer ini

dapat terjadi disetiap bagian jaringan paru.

Skema perkembangan sarang tuberkulosis post primer dan perjalanan penyembuhannya

Penularan kuman Mycobacterium tuberculosis

Kuman dibatukkan atau dibersinkan oleh penderita TB menjadi droplet nuclei(partikel

kecil yang merupakan gabungan antara sel tubuh dan sel yang sudah terinfeksi).Setiap

kali penderita TB batuk akan dikeluarkan 3000 droplet yang infektif

(memilikikemampuan menginfeksi), partikel infeksi ini dapat hidup pada udara bebas

selama 1-2 jam, tergantung ada tidaknya sinar ultra violet, ventilasi yang baik dan

kelembaban. Dalamsuasana lembab kuman dapat hidup berhari-hari.

Kuman yang terhirup dapat menghindari pertahanan mekanik saluran napas bagianatas

dan akan menuju alveoli dimana infeksi awal terjadi, kuman ini akan membentuk sarang

primer dan diikuti pembesaran kelenjar getah bening yang disebut komplek primer.

Komplek primer selanjutnya mengalami perkembangan penyakit tergantung virulensi,

jumlah kuman, dan ketahanan tubuh penderita. Kompleks primer dapat sembuh tanpa

cacat, sembuh dengan meninggalkan sedikit jaringan paru atau berkomplikasi dan

menyebar baik secarahematogen atau limfatogen

Semua orang yang menghirup kuman TBC tidak akan tertular penyakit tersebut. Pada

orang yang sehat, biasanya kuman tersebut menjadi tidak aktif dan orang itu tetap sehat. Kuman-

kuman akan mulai aktif dan berkembang-biak sehingga menimbulkan penyakit TBC, bila :

Kekurangan gizi

Kondisi fisik yang lemah

Terkena penyakit tertentu sepeti HIVdan Diabetes melitus

Narkotika

Menggunakan hormon steroid

Perokok berat

Manifestasi Klinis

Penderita TB paru akan mengalami berbagai gangguan kesehatan, seperti batuk  berdah

ak kronis, demam subfebril, berkeringat tanpa sebab di malam hari, sesak napas, nyeridada, dan

penurunan nafsu makan. Semuanya itu dapat menurunkan produktivitas penderita bahkan

kematian.Gejala klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan:

Gejala Respiratorik 

Batuk lebih dari 3 minggu

Dahak (sputum)

Batuk darah

Sesak nafas

Nyeri dada

Wheezing

Gejala Sistemik 

Demam dan menggigil

Penurunan berat badan

Rasa lelah dan lemah (malaise)

Berkeringat banyak terutama di malam hari

Nafsu makan menurun

Klasifikasi Tuberkulosis Paru

Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberkulosis meliputi empat hal, yaitu

1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit : paru atau ekstra paru

2. Bakteriologi : hasil pemeriksaan mikroskopis : BTA positif dan BTA negatif 

3. Tingkat keparahan penyakit : ringan atau berat

4. Riwayat pengobatan TB sebelumnya : baru atau sudah pernah diobati

Beberapa istilah dalam definisi kasus:

Kasus TB : Pasien TB yang telah dibuktikan secara mikroskopis atau didiagnosis oleh

dokter.

Kasus TB pasti (definitif) : pasien dengan biakan positif untuk Mycobacterium

Tuberculosisatau tidak ada fasilitas biakan, sekurang kurangnya 2 dari 3 spesimendahak

SPS hasilnya BTA positif.

a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:

Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang

jaringan(parenkim) paru. Tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.

Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain

paru,misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe,

tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

b.Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan BTA sputum, menurut WHO tahun 1991

memberikan kriteria pasien tuberkulosis paru :

Tuberkulosis paru BTA ( + ) adalah :

Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif 

Hasil pemeriksaan satu specimen dahak menunjukkan hasil BTA positif dan

kelainan radiologi menunjukkan ganbaran tuberculosis aktif 

Hasil pemeriksaan satu specimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif 

Tuberkulosis paru BTA (-) adalah :

Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaranklinis dan

radiologis menunjukkan tuberkulosis aktif 

Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakanMyccobacterium

tuberculosispositif 

Pada kasus ini sudah dilakukan BTA sputum SPS. Namun hasilnya belum ada.

c. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya

Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa

tipe pasien, yaitu :

Kasus baru : pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan

OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

Kasus kambuh ( relaps) : pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat

pengobatantuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap

didiagnosiskembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).

Kasus setelah putus berobat (default) : pasien yang telah menjalani pengobatan minimal 1

bulan dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA (+) atau BTA (-) Kasus setelah

gagal (failure) : pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau

kembalimenjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

Kasus Pindahan (transfer In) : pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register

TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.

Kasus lain: semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini

termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah

selesai pengobatan ulangan.

Pasien merupakan kasus baru dimana sebelumnya belum pernah diobati.

Sedangkan WHO 1991 membagi penderita TB atas 4 kategori, yaitu :

Kategori I 

Kasus baru dengan dahak (+) dan penderita dengan keadaan berat seperti,meningitis, TB 

milier, perikarditis, peritonitis, spondilitis dengan gangguan neurologik dan lain-lain.

 Kategori II

Kasus kambuh atau gagal dengan dahak yang tetap (+).

Kategori III

Kasus dengan dahak (-), tetapi kelainan paru tidak luas dan kasus TBdiluar paru selain

kategori I.

Kategori IV

Tuberkulosis kronik.

Diagnosis

Diagnosis penyakit tuberculosis didasarkan pada:

1.Anamnesis dan pemeriksaan fisik 

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda:

Infiltrat (redup, bronchial, ronkhi basah).

Penarikan paru, diafragma, dan mediastinum.

Secret di saluran nafas dan ronkhi.

Suara nafas amforik karena adanya kavitas yang berhubungan langsung dengan bronchus.

2.Laboratorium

Pemeriksaan sputum : satu hari sebelum pemeriksaan sputum dianjurkan minum air putih

yang banyak ± 2 liter dan diajarkan refleks batuk. Dapat juga diberikan tambahan obat-

obat mukolitik ekspektoran atau dengan inhalasi larutan garam hipertonik selama 20-30

menit. Pada kasus, pasien diberikan OBH sebagai mukolitik ekspektoran agar

dahak dapat dikeluarkan.Pengambilan sampel dilakukan 3 kali yaitu, sewaktu

kunjungan pertama, pagi, sewaktu mengantarkan dahak pagi atau bisa dilakukan setiap

pagi 3 hari berturut-turut. Kriteria BTA positif apabila ditemukan 3 batang kuman BTA

pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5000 kuman dalam 1 ml sputum. 

Mantoux Test/Tuberkulin Test : dipakai untuk membantu menegakan diagnosis

tuberculosis terutama pada anak-anak (balita). Uji tuberkulin menggunakan 0,1 cc

tuberkulin P.P.D intrakutan berkekuatan 5 T.U. Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah

individu sedang atau pernah mengalami infeksi M. Tuberculosae, M. Bovis, vaksinasi

BCG, dan mycobakterium patogen lainnya. Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikan,

akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni

reaksi persenyawaan antara antibodi selular dan antigen tuberkulin.

Biakan positif Mycobakterium Tubercolosae (Gold Standar menurut American Thoracic

Society dan WHO)

3.Radiologis

Foto Thoraks PA dan lateral. Gambaran foto toraks yang menunjang diagnosis TByaitu:

Bayangan lesi terletak di lapangan atas paru atau segmen apical lobus bawah.

Bayangan berawan (patchy) atau berbercak (nodular).

Adanya kavitas, tunggal, atau ganda.

Kelainan bilateral, terutama di lapangan atas paru.

Adanya kalsifikasi.

Bayangan milier.

Gambar uji mantoux test

Hasil test Mantoux berdasarkan diameter indurasi dibagi menjadi :

Indurasi 0-5 mm : mantoux negatif (golongan no sensitivity), disini peran antibodi

humoral paling berperan

Indurasi 6-9 mm : hasil meragukan (golongan low grade sensitivity), disini peran antibodi

humoral masih menonjol

Indurasi 10-15 mm : mantoux positif (golongan normal sensitivity), disini peran kedua

antibodi seimbang

Indurasi > 15 mm : mantoux positif kuat (golongan hypersensitivity), disini peran

antibodi selular paling menonjol.

Hal yang menyebabkan reaksi tuberkulin berkurang (negatif palsu) yakni :

Pasien yang baru 2-10 minggu terpajan tuberkulosis

Anergi, penyakit sistemik berat (sarkoidosis, SLE)

Penyakit eksantematous dengan panas yang akut : morbili, cacar air, poliomielitis

Reaksi hipersensitivitas menurun pada penyakit limforetikular (Hodgin)

Pemberian kortikosteroid lama, pemberian obat imunosupresi lainnya

Usia tua, malnutrisi, uremia, penyakit keganasan

Untuk pasien HIV positif, test mantoux ± 5 mm dinilai positif

Diagnosis tuberkulosis paru sebaiknya dicantumkan status klinis, status bakteriologis, status

radiologis, dan status kemoterapi. Pada pasien dengan gejala klinis minimal berupa demam

(dianggap sebagai fever of uknown origin) dan hasil laboratorium/sputum menunjukan negatif,

diberikan percobaan terapi dengan OAT seperti INH dan Etambutol selama 2 minggu. Bila

keluhan membaik terapi dengan obat anti tuberkulosis dilanjutkan sebagaimana mestinya. Bila

tidak ada perbaikan maka pemberian obat anti tuberkulosis dihentikan.

Gambar : Alur diagnosis

Tata Laksana

a. Tujuan Pengobatan

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,

mencegahkekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman

terhadapOAT.

Prinsip pengobatan

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:

OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlahcukup

dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan.

Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung

dengan metode DOTS =Directly Observed Treatment Shortcourse  oleh seorang

Pengawas Menelan Obat(PMO).

Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

Tahap awal (intensif)

Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi

secaralangsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.

Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien

menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.

Besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.

Tahap Lanjutan

Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangkawaktu

yang lebih lama.

Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister  sehingga mencegahterjadinya

kekambuhan

Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis diIndonesia:

Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.

Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.

Kategori 3 : 2HRZ/2HR

Kategori 4 : tidak dapat diaplikasikan (mempertimbangkan penggunaan obat-obatan

barisan kedua), tipe MDR diberikan H saja seumur hidup atau sesuai rekomendasi WHO.

Jenis dan dosis OAT

Paket Kombipak

Paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid danEtambutol yang

dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan programuntuk digunakan dalam

pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.Paduan Obat Anti Tuberkulosis

(OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan

menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampaiselesai. Satu (1) paket untuk satu (1)

pasien dalam satu (1) masa pengobatan.KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam

pengobatan TB:

Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obatdan

mengurangi efek samping.

Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya resistensiobat

ganda dan mengurangi kesalahan penulisan.

Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obatmenjadi sederhana

dan meningkatkan kepatuhan pasien

Panduan OAT

a. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:

Pasien baru TB paru BTA positif.

Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif 

Pasien TB ekstra paru

b. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobatisebelumnya:

Pasien kambuh

Pasien gagal

Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default) 

c. OAT Sisipan (HRZE)

Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1

yangdiberikan selama sebulan (28 hari).

Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya kanamisin)

dangolongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien, baru tanpa indikasi yang jelas

karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lapis pertama. Disamping itudapat

juga meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada OAT lapis kedua.

Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan dengan pemer

iksaan ulang dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih baik

dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis dalam memantau kemajuan pengobatan.Laju

Endap Darah (LED) tidak digunakan untuk memantau kemajuan pengobatan karena

tidak spesifik untuk TB.Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan

spesimen sebanyak duakali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2

spesimen tersebutnegatif. Bila salah satu spesimen positif atau keduanya positif, hasil

pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif.

Evaluasi Pengobatan

a. Klinis

Biasanya dikontrol dalam 1 minggu pertama, selanjutnya setiap 2 minggu selama tahap

intensif dan seterusnya sekali sebulan sampai akhir pengobatan.

b. Bakteriologis

Biasanya setelah 2-3 minggu pengobatan sputum BTA mulai menjadi negatif.

Pemeriksaan kontrol sputum BTA dilakukan sekali sebulan. WHO menganjurkan pemeriksaan

dilakukan pada bulan ke-2, 4, dan 6.

c. Radiologis

Dilakukan untuk melihat kemajuan terapi, evaluasi foto thoraks dilakukan tiap 3 bulan

sekali.

Kriteria Pasien Setelah pengobatan

Hasil Pengobatan Pasien TB BTA positif Sembuh

Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan pemeriksaan ulang dahak 

(follow-up) hasilnya negatif pada AP dan pada satu pemeriksaan follow-up sebelumnya

Pengobatan Lengkap

Adalah pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tetapi tidak

memenuhi persyaratan sembuh atau gagal.

Meninggal

Pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab apapun.

Pindah

Adalah pasien yang pindah berobat ke unit dengan register TB 03 yang lain dan hasil pen

gobatannya tidak diketahui.

Default (Putus berobat)

Pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut turut atau lebih sebelum masa pengobatann

ya selesai.

Gagal

Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada

bulankelima atau lebih selama pengobatan.

Pengobatan TB Pada Keadaan Khusus

a. Kehamilan

Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk kehamilan, kecualistreptomisin. Strept

omisin tidak dapat dipakai pada kehamilan karena bersifatpermanent ototoxicdan dapat

menembus barier placenta. Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinyagangguan pendengaran

dan keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan dilahirkan.

b. Ibu menyusui dan bayinya

Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui. Seorang ibu menyusui

yangmenderita TB harus mendapat paduan OAT secara adekuat. Pemberian OAT yang tepat

merupakan cara terbaik untuk mencegah penularan kuman TB kepada bayinya. Ibu dan bayitidak

perlu dipisahkan dan bayi tersebut dapat terus disusui. Pengobatan pencegahan dengan INH

diberikan kepada bayi tersebut sesuai dengan berat badannya.

c. Pasien TB pengguna kontrasepsi

Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan KB, susuk

KB),sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut. Pasien

TB sebaiknyamengggunakan kontrasepsi non-hormonal, atau kontrasepsi yang mengandung

estrogen dosis tinggi (50 mg).

d. Pasien TB dengan infeksi HIV/AIDS

Obat TB pada pasien HIV/AIDS sama efektifnya dengan pasien

TByang tidak disertai HIV/AIDS. Prinsip pengobatan pada pasien TB

denganHIV adalah denganmendahulukan pengobatan TB. Pengobatan ARV(antiretroviral )

dimulai berdasarkan stadiumklinis HIV sesuai dengan standar WHO. 

e. Pasien TB dengan hepatitis akut

Pemberian OAT pada pasien TB dengan hepatitis akut dan atau klinis

ikterik,ditundasampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan dimana pengob

atan TB sangat diperlukan dapat diberikan streptomisin (S) dan Etambutol (E) maksimal 3 bulan

sampaihepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan Rifampisin (R) dan Isoniasid (H) selama

6 bulan.

f. Pasien TB dengan kelainan hati kronik 

Bila ada kecurigaan gangguan faal hati, dianjurkan pemeriksaan

faal hati sebelum pengobatan TB. Jika SGOT dan SGPT mengalami peningkatan lebih dari 3

kali, OAT tidak diberikan dan bila telahdalam pengobatan, harus dihentikan. Kalau

peningkatannya kurang dari 3 kali, pengobatan dapat dilaksanakan atau diteruskan dengan

pengawasan ketat. Pasien dengan kelainan hati, Pirazinamid tidak boleh digunakan. Paduan OAT

yang dianjurkan adalah 2RHES/6RH atau 2HES/10HE. Pada kasus ini tidak terdapat

peningkatan SGPT maupun SGOT sehingga Pirazinamid dapat digunakan.

g. Pasien TB dengan gagal ginjal

Isoniasid (H), Rifampisin (R) dan Pirasinamid (Z) dapat di ekskresi melalui empedu dan

dapatdicerna menjadi senyawa-senyawa yang tidak toksik. OAT jenis ini dapat diberikan dengan

dosis standar pada pasien-pasien dengan gangguan ginjal. Streptomisin dan Etembutol

diseksresi melalui ginjal, oleh karena itu hindari penggunaanya pada pasien gagal ginjal.

Terapi yang paling tepat pada pasien gagal ginjal adalah 2RHZ/4HR. Pada kasus ini faal ginjal

masih dalam keadaan baik,dilihat dari kadar ureum dan kreatinin. Sehingga Etambutol

masih dapat digunakan.

h. Pasien TB dengan Diabetes Melitus

Diabetes harus dikontrol. Penggunaan Rifampisin dapat mengurangi efektifitas obat oral

antidiabetes (sulfonil urea) sehingga dosis obat anti diabetes perlu ditingkatkan. Insulin

dapatdigunakan untuk mengontrol gula darah, setelah selesai pengobatan TB, dilanjutkan

dengananti diabetes oral. Pada pasien Diabetes Mellitus sering terjadi komplikasi retinopathy

diabetika, oleh karena itu hati-hati dengan pemberian etambutol, karena dapat memperberat

kelainan tersebut.

i. Pasien TB yang perlu mendapat tambahan kortikosteroid

Kortikosteroid hanya digunakan pada keadaan khusus yang membahayakan jiwa pasien

seperti :

Meningitis TB

TB milier dengan atau tanpa meningitis

TB dengan Pleuritis eksudatif

TB dengan Perikarditis konstriktiva

Selama fase akut prednison diberikan dengan dosis 30-40 mg per hari, kemudian

diturunkansecara bertahap. Lama pemberian disesuaikan dengan jenis penyakit dan kemajuan

pengobatan.

 j. Indikasi operasi

Pasien-pasien yang perlu mendapat tindakan operasi (reseksi paru), adalah :

a. Untuk TB paru:

Pasien batuk darah berat yang tidak dapat diatasi dengan cara konservatif.

Pasien dengan fistula bronkopleuradan empiemayang tidak dapat diatasi secara

konservatif.

Pasien MDR TB dengan kelainan paru yang terlokalisir.

b. Untuk TB ekstra paru:

Pasien TB ekstra paru dengan komplikasi, misalnya pasien TB tulang yang disertai

kelainanneurologik.

Efek Samping OAT Dan Penatalaksanaannya

Tabel berikut, menjelaskan efek samping ringan maupun berat dengan pendekatan gejala.

Penatalaksanaan pasien dengan efek samping gatal dan kemerahan kulit:

Jika seorang pasien dalam pengobatan OAT mulai mengeluh gatal-gatal singkirkan dulu

kemungkinan penyebab lain. Berikan dulu anti-histamin, sambil meneruskan OAT

dengan pengawasan ketat. Gatal-gatal tersebut pada sebagian pasien hilang, namun pada

sebagian pasien malahan terjadi suatu kemerahan kulit. Bila keadaan seperti ini, hentikan

semua OAT. Tunggu sampai kemerahan kulit tersebut hilang. Jika gejala efek samping ini

bertambah berat, pasien perlu dirujuk

Pada UPK Rujukan penanganan kasus-kasus efek samping obat dapat dilakukan

dengancara sebagai berikut: Bila jenis obat penyebab efek samping itu belum

diketahui, maka pemberian kembali OAT harus dengan cara drug challenging  dengan

menggunakan obat lepas. Hal ini dimaksudkan untuk menentukan obat mana yang merupakan

penyebab dari efek samping tersebut.

Efek samping hepatotoksisitas bisa terjadi karena reaksi hipersensitivitas atau

karenakelebihan dosis. Untuk membedakannya, semua OAT dihentikan dulu kemudian

diberikembali sesuai dengan prinsip dechallenge-rechalenge. Bila dalam proses rechallenge

yang dimulai dengan dosis rendah sudah timbul reaksi, berarti hepatotoksisitas karena reakasi

hipersensitivitas.

Bila jenis obat penyebab dari reaksi efek samping itu telah diketahui, misalnya pirasina

mid atau etambutol atau streptomisin, maka pengobatan TB dapat diberikan

lagidengan tanpa obat tersebut. Bila mungkin, ganti obat tersebut dengan obat lain.Lamanya

pengobatan mungkin perlu diperpanjang, tapi hal ini akan menurunkan risikoterjadinya kambuh.

Kadang-kadang, pada pasien timbul reaksi hipersensitivitas (kepekaan) terhadap

Isoniasid atau Rifampisin. Kedua obat ini merupakan jenis OAT yang paling ampuhsehingga

merupakan obat utama (paling penting) dalam pengobatan jangka pendek.Bila pasien dengan

reaksi hipersensitifitas terhadap Isoniasid atau Rifampisin tersebut HIV

negatifmungkin dapat dilakukan desensitisasi. Namun, jangan lakukandesensitisasipada pasien

TB dengan HIV positif sebab mempunyai risiko besar terjadikeracunan yang berat.

Multi Drug Resistance (MDR)

Definisi

Resistensi ganda menunjukkan M.tuberculosis resisten terhadap rifampisin dan INH

dengan atau tanpa OAT lainnya

Secara umum resistensi terhadap obat tuberkulosis dibagi menjadi :

Resistensi primer ialah apabila pasien sebelumnya tidak pernah mendapat pengobatan TB

Resistensi inisial ialah apabila kita tidak tahu pasti apakah pasiennya sudah pernah ada

riwayatpengobatan sebelumnya atau tidak

Resistensi sekunder ialah apabila pasien telah punya riwayat pengobatan sebelumnya.

Penyebab terjadinya resitensi terhadap obat tuberkulosis, yaitu :

Pemakaian obat tunggal dalam pengobatan tuberkulosis

Penggunaan paduan obat yang tidak adekuat, yaitu karena jenis obatnya yang kurang atau

karena dilingkungan tersebut telah terdapat resistensi yang tinggi terhadap obat yang

digunakan, misalnya memberikanrifampisin dan INH saja pada daerah dengan resistensi

terhadap kedua obat tersebut sudah cukup tinggi

Pemberian obat yang tidak teratur, misalnya hanya dimakan dua atau tiga minggu lalu

stop, setelahdua bulan berhenti kemudian berpindah dokter dan mendapat obat kembali

selama dua atau tiga bulan lalu stoplagi, demikian seterusnya

Penggunaan obat kombinasi yang pencampurannya tidak dilakukan secara baik,

sehinggamengganggu bioavailabiliti obat

Penyediaan obat yang tidak reguler, kadang obat datang ke suatu daerah kadang

terhentipengirimannya sampai berbulan-bulan

Pemakaian obat antituberkulosis cukup lama, sehingga kadang menimbulkan kebosanan

Pengetahuan pasien kurang tentang penyakit TB

Pengobatan Tuberkulosis Resisten Ganda (MDR)

Klasifikasi OAT untuk MDR

Kriteria utama berdasarkan data biologikal dibagi menjadi 3 kelompok OAT:

Obat dengan aktivitas bakterisid: aminoglikosid, tionamid dan pirazinamid yang bekerja

pada pH asam

Obat dengan aktivitas bakterisid rendah: fluorokuinolon

Obat dengan akivitas bakteriostatik, etambutol, cycloserin dan PAS

Saat ini paduan yang dianjurkan ialah OAT yang masih sensitif minimal 2 –3 OAT lini 1

ditambahdengan obat lini 2, yaitu Ciprofloksasin dengan dosis 1000 – 1500 mg atau ofloksasin

600 – 800 mg (obat dapat diberikan single dose atau 2 kali sehari). Pengobatan terhadap

tuberkulosis resisten ganda sangat sulit dan memerlukan waktu yang lama yaitu minimal 12

bulan, bahkan bisa sampai 24 bulan

Prognosis

Tingkat sembuh total (95%) dan dalam 2 tahun penyakit tidak aktif, hanya sekitar 1 %

yang mungkin relaps.

Komplikasi

Menurut Depkes RI (2002),  komplikasi yang dapat terjadi pada penderitatuberculosis paru :

Stadium dini :

Pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus Pancet’s arthrophaty

Stadium lanjut yaitu :

Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan

kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya jalan nafas

Atelektasis (parumengembang kurang sempurna) atau kolapsdari lobus akibat retraksi

bronchial.

Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada

proses pemulihan atau reaktif ) pada paru

Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.

DAFTAR PUSTAKA

Djuanda, Hamzah, Aisah editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima. 2007.

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; Jakarta

Sudoyo, Aru W. Dan Bambang Setiyohadi. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II

Edisi IV. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI

Hood Alsagaf, Abdul Mukty. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. 2010. Surabaya; Airlangga

University Press

Wilson, Price. Patofisiologi Konsep-konsep Klinis Proses Proses Penyakit. edisi 4. 2004.

EGC; Jakarta

E, Jewetz. Mikrobiology Untuk Profesi Kesehatan edisi 16. EGC. 2004:

Jakarta.Pedoman NasionalPenanggulangan Tuberkulosis, 2007: Jakarta.

Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. 2008. Jakarta; Balai Penerbit FK UI

Sherwood L. Sistem Pernapasan. Dalam: Pendit BU, Santoso BI (editor). Fisiologi

Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2002.

http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.html diakses tanggal 20 Desember 2012

http://jurnalrespirologi.org/editorial-hemoptisis/ diakses tanggal 20 Desember 2012