BAB II

70
HUBUNGAN ANTARA UNSUR IKLIM DENGAN KEJADIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DANGUE (DBD) PADA DAERAH KASUS TERTINGGI DI KOTA JAKARTA TIMUR PADA TAHUN 2011-2013 SKRIPSI Oleh: MICHAEL PARDAMEAN TAMBUNAN 1161050130 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

description

asasa

Transcript of BAB II

HUBUNGAN ANTARA UNSUR IKLIM DENGAN KEJADIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DANGUE (DBD) PADA DAERAH KASUS TERTINGGI DI KOTA JAKARTA TIMUR PADA TAHUN 2011-2013

SKRIPSI

Oleh:MICHAEL PARDAMEAN TAMBUNAN1161050130

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS KRISTEN INDONESIAJAKARTA2014

2

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN............................................................................1A.Latar Belakang...................................................................................1B.Rumusan Masalah..............................................................................3C.Tujuan Penulisan................................................................................3 1.Tujuan Umum....................................................................................3 2.Tujuan Khusus...................................................................................3D.Manfaat Penelitian.............................................................................3 1.Manfaat Teoritis.................................................................................3 2. Manfaat Praktis..................................................................................4 3.Manfaat Penulis.................................................................................4BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................5A.Prevalensi...........................................................................................5B.Preeklampsia......................................................................................5 1.Definisi..............................................................................................5 2.Faktor Resiko.....................................................................................5 3.Etiologi..............................................................................................8 4.Patofisiologi......................................................................................10 5.Klasifikasi.........................................................................................13 6.Penatalaksanaan................................................................................15B.Prematur............................................................................................17 1.Definisi..............................................................................................17 2.Etiologi dan Faktor Resiko.................................................................18 3.Penyulit yang dapat terjadi.................................................................20 4.Diagnosis............................................................................................21 5.Pencegahan Persalinan Prematur........................................................22 6.Perawatan Bayi Prematur....................................................................24C.Kerangka Teori....................................................................................26BAB III METODOLOGI PENELITIAN.......................................................27ATujuan Penulisan..................................................................................27B.Tempat dan Waktu penelitian..............................................................27C.Populasi dan Sampel............................................................................27D.Definisi Operasional............................................................................28E.Pengumpulan Data..............................................................................28F.Pengolahan Data.................................................................................29G.Penyajian Data....................................................................................29H.Analisa Data........................................................................................29BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................31BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.........................................................391

40

i

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................42

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangWorld Health Organization (WHO) memperkirakan 585.000 perempuan meninggal setiap hari akibat komplikasi kehamilan, proses kelahiran dan aborsi yang tidak aman. Di Indonesia, angka kematian maternal per 100.000 kelahiran hidup adalah 390 pada tahun 1995 dan 220 pada tahun 2010. 20Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2009, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia berada pada peringkat ke 12 dari 18 negara anggota ASEAN dan SEARO (South East Asian Nation Regional Organization).16 Penyebab utama kematian ibu di Indonesia dikenal dengan trias klasik yakni pendarahan, preeklampsia/eklampsia, dan infeksi. Target program Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015 adalah menurunkan angka kematian ibu menjadi 110 per 100.000 kelahiran.9Preeklampsia merupakan hipertensi dalam kehamilan penyebab utama peningkatan morbiditas dan mortalitas maternal, janin, neonatus, dan merupakan penyebab kematian ibu nomor dua di Indonesia. Hal ini tidak hanya terjadi pada negara yang berkembang, tetapi juga pada negara maju.5 Di negara maju 16 % kematian ibu disebabkan oleh hipertensi pada kehamilan, sedangkan di negara berkembang hingga 4-17%.1Selain hipertensi, proteinuria dan edema menyeluruh (termasuk palpebra dan tibia) juga terdapat pada preeklampsia.5 Pada preeklampsia berat didapatkan faktor risiko kehamilan berupa kelahiran prematur kurang dari 37 minggu sebesar 12-34%, dan hambatan pertumbuhan janin sebesar 8-16%.5Preeklampsia sangat bertanggung jawab terhadap 15% kelahiran prematur di Amerika Serikat.5,1Penyebab kematian bayi dapat bermula dari masa kehamilan 28 minggu sampai usia bayi 1 tahun. Penyebab kematian bayi yang terbanyak adalah karena pertumbuhan janin yang lambat, kelahiran prematur, dan berat badan lahir yang rendah, yaitu sebesar 40,68%.Secara umum dari tahun ke tahun terjadi penurunan AKB (Angka Kematian Bayi). Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 diperoleh estimasi AKB di Indonesia sebesar 34 per 1.000 kelahiran hidup.9,16,5Persalinan prematur adalah persalinan dengan usia kehamilan kurang dari atau sebelum 37 minggu lengkap.5 Kondisi kehamilan yang berisiko terjadinya persalinan preterm adalah ketuban pecah dini, dan preeklampsia atau hipertensi dalam kehamilan.15 Melalui penelitian oleh Meis, dkk pada tahun 1995-1998 dalam menganalisis kelahiran sebelum usia gestasi 37 minggu yang dilakukan di National Institute of Child Health and Human Development (NICHD) maternal-fetal medicine Units Network, kelahiran prematur sebesar 43% disebabkan oleh preeklampsia.1Berdasarkan data tersebut, sehingga penulis tertarik mengambil judul Prevalensi ibu bersalin dengan preeklampsia berat yang mengalami persalinan prematur.

B. Rumusan MasalahBerapakah prevalensi ibu bersalin dengan preeklampsia berat yang mengalami persalinan prematur.

C. TujuanPenulisan1. TujuanUmumUntuk mengetahui prevalensi ibu bersalin dengan pre eklampsia berat yang mengalami persalinan prematur.

2. TujuanKhususa. Mengetahui distribusi frekuensi ibu bersalin dengan pre eklampsia berat berdasarkan umur dan gravida.b. Mengetahui distribusi frekuensi ibu bersalin dengan pre eklampsia berat yang mengalami persalinan prematur.

D. ManfaatPenelitian1. Manfaat teoritisInformasi yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan bermanfaat di masa mendatang bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

2. Manfaat Praktisa. Untuk petugas kesehatan dapat melaksanakan deteksi dini faktor risiko pre eklampsia, sehingga dapat memberikan pengetahuan kesehatan yang bersifat promotive, preventive, kurative kepada ibu hamil.b. Rumah sakit dapat memberikan pelayanan optimal, di dalam ruang lingkup pelayanan perinatal, serta mengoptimalkan tatalaksana pencegahan dan penanganan pada ibu hamil dengan pre eklampsia.

3. Manfaat Penulisa. Meningkatkan pengetahuan peneliti tentang kebidanan khususnya tentang pre eklampsia dan persalinan prematur.b. Sebagai salah satu persayaratan untuk mendapatkan gelar pada program studi sarjana kedokteran.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. PrevalensiPrevalensi adalah jumlah orang dalam populasi yang menderita suatu penyakit atau kondisi pada waktu tertentu. Pembilang dari angka ini adalah jumlah kasus yang ada dengan kondisi pada waktu tertentu dan penyebutnya adalah populasi total.7

B. Preeklampsia 1. DefinisiPreeklampsia paling tepat digambarkan sebagai sindrom khusus kehamilan yang dapat mengenai setiap sistem organ.5 Preeklampsia biasanya terjadi setelah kehamilan diatas 20 minggu pada wanita yang sebelumnya normotensi.18 Secara teoritis urutan gejala yang timbul pada preeklampsia ialah edema, hipertensi, dan proteinuria.17 Tetapi saat ini edema tidak dimasukkan lagi sebagai kriteria diagnosis karena banyak wanita hamil normal mengalami edema.5

2. Faktor RisikoPreeklampsia lebih banyak dijumpai pada primigravida daripada multigravida, terutama primigravida usia muda.9 Yang dapat dikelompokkan dalam faktor risiko sebagai berikut :9,17,8,13

a. PrimigravidaPreeklampsia terdapat pada primigravida terutama usia 19-24 tahun dan wanita diatas usia 35 tahun. Dalam penelitian Sudhaberata Ketut dan Karta I.D.M (2001), hal ini dikarenakan ketika kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna.

b. ObesitasSudah diketahui secara umum bahwa wanita obesitas mempunyai risiko mengalami preeklampsia 3 kali lebih tinggi dibandingkan wanita yang berat badannya ideal dan kurus. Obesitas menyebabkan kerja jantung lebih berat, oleh karena jumlah darah yang berada dalam badan sekitar 15% dari berat badan, maka makin gemuk seseorang makin banyak pula jumlah darah yang terdapat di dalam tubuh yang berarti makin berat pula fungsi pemompaan jantung.

c. Faktor GenetikaPreeklampsia merupakan penyakit yang diturunkan, penyakit ini lebih sering ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita preeklampsia dan mempunyai risiko 2 5 kali lebih tinggi.

d. Faktor UsiaUsia 20 30 tahun adalah periode paling aman untuk hamil ataupun melahirkan, akan tetapi di negara berkembang sekitar 10 20% bayi dilahirkan dari ibu remaja. Faktor usia berpengaruh pada terjadinya preeklampsia, studi di RS Neutra di Colombia usia wanita remaja (usia kurang dari 20 tahun) pada kehamilan pertama cenderung terlihat insiden preeklampsia cukup tinggi dan yang menjadi problem adalah mereka tidak mau melakukan pemeriksaan antenatal. Kejadian preeklampsia juga meningkat pada wanita hamil yang berusia diatas 35 tahun. Hansen (1986) melaporkan bahwa pada wanita usia 35 tahun keatas peningkatan indisen preeklampsia sebesar 2 3 kali lipat pada kehamilan pertama dibandingkan dengan yang berusia 25 29 tahun.

e. PekerjaanAktifitas pekerjaan seseorang dapat mempengaruhi kerja otot dan peredaran darah. Begitu juga bila terjadi pada seorang ibu hamil, dimana peredaran darah dalam tubuh dapat terjadi perubahan seiring dengan bertambahnya usia kehamilan akibat adanya tekanan dari pembesaran rahim. Semakin bertambahnya usia kehamilan akan berdampak pada konsekuensi kerja jantung yang semakin bertambah dalam memenuhi kebutuhan selama proses kehamilan. Oleh karenanya pekerjaan tetap dilakukan, asalkan tidak terlalu berat dan melelahkan. Semuanya untuk kelancaran peredaran darah dalam tubuh sehingga mempunyai harapan akan terhindar dari preeklampsia.

3. EtiologiPenyebab preeklampsia hingga kini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, tetapi tidak ada satupun dari teori tersebut dinyatakan benar. Teori yang sekarang banyak dianut adalah sebagai berikut :15a. Teori GenetikGenotipe ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial. Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeklampsia, 26% anak perempuannya akan mengalami preeklampsia pula.

b. Teori Imunologik1) Pada hamil normal, respon imun tidak menolak hasil konsepsi yang bersifat asing.2) Adanya human leukocyte antigen protein G (HLA-G) berperan penting dalam modulasi respons imun, sehingga ibu tidak menolak hasil konsepsi (plasenta), melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel Natural Killer (NK) ibu, mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu.3) Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan desidua menjadi lunak, dan gembur sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri spiralis.4) Pada preeklampsia terjadi penurunan ekspresi HLA-G, sehingga menghambat invasi trofoblas ke dalam desidua.

c. Teori Kelainan Vaskularisasi PlasentaPada hamil normal terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteria spiralis yang menimbulkan degenerasi lapisan otot sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis.1) Invasi trofoblas memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Hal ini memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, peningkatan aliran darah pada utero plasenta sehingga aliran darah ke janin cukup dan menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan remodelling arteri spiralis.2) Pada preeklampsia tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. 3) Lapisan otot arteri spiralis tetap kaku dan keras dan tidak memungkinkan mengalami vasodilatasi dan distensi.4) Terjadi kegagalan remodelling arteri spiralis sehingga aliran darah uteroplasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.

d. Teori Iskemia Plasenta, Radikal Bebas, dan Disfungsi Endotel1) Plasenta yang mengalami iskemia akan menghasilkan oksidan (disebut juga radikal bebas).2) Oksidan yang dihasilkan plasenta yang iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya pada endotel pembuluh darah.3) Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak.4) Peroksida lemak lemak selain merusak sel, juga akan merusak nukleus, dan membran sel endotel.5) Kerusakan endotel mengakibatkan disfungsi endotel yang salah satu fungsinya menghasilkan prostaglandin yang memproduksi prostasiklin (PGE2) suatu vasodilator kuat.

4. PatofisiologiVasospasme adalah dasar patofisiologi preeklampsia. Vasospasme disebabkan oleh disfungsi endotel vaskular disertai perubahan respon vaskular berupa hilangnya resistensi terhadap norepinerfrin dan angiotensin II mengakibatkan berkurangnya aliran darah uteroplasenta yang memegang peranan untuk terjadinya preeklampsia.10 Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah akan naik sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi.Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstisial belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam, atau akibat kerusakan sel endotel kapiler. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerulus.17Selain itu pada preeklampsia terjadi perubahan sistem dan organ, antara lain:15,17a. Nyeri kepalaNyeri kepala disebabkan oleh hiperperfusi otak, sehingga menimbulkan edema. Edema yang terjadi di otak dapat menimbulkan kelainan serebral dan gangguan visus berupa pandangan kabur, bahkan dapat terjadi perdarahan intrakranial pada preeklampsia berat meskipun jarang.

b. Plasenta dan UterusAliran darah menurun ke plasenta dan menyebabkan gangguan plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada preeklampsia dan eklamsi sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaannya terhadap rangsang, sehingga terjadi kelahiran prematur.

c. GinjalFiltrasi glomerulus berkurang oleh karena aliran darah ke ginjal menurun. Hal ini menyebabkan filtrasi natrium melalui glomerulus menurun sehingga terjadi retensi garam dan air. Filtrasi glomerulus dapat turun sampai 50% dari normal sehingga pada keadaan lanjut dapat terjadi oliguria dan anuria. Kerusakan sel glomerulus mengakibatkan permeabilitas membran basalis meningkat sehingga terjadi kebocoran yang mengakibatkan proteinuria. Proteinuria terjadi jauh pada akhir kehamilan, sehingga sering dijumpai preeklampsia tanpa proteinuria.

d. Paru-paruKematian ibu pada preeklampsia biasanya disebabkan oleh edema paru yang disebabkan oleh payah jantung kiri, kerusakan sel endotel pada pembuluh darah kapilar paru.

e. Keseimbangan air dan elektrolitPada preeklampsia ringan biasanya tidak terjadi perubahan yang nyata pada metabolisme air, dan elektrolit. Gula darah, kadar natrium bikarbonat, dan pH darah dalam batas normal. Pada preeklampsia berat dan eklamsi, kadar gula darah naik sementara, asam laktat dan asam organik lainnya naik, sehingga cadangan alkali akan turun dan menimbulkan gangguan keseimbangan asam basa. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh kejang, setelah konvulsi selesai zat-zat organik dioksidasi, dan dilepaskan natrium yang bereaksi dengan karbonik membentuk natrium bikarbonat, sehingga cadangan alkali kembali pulih.

5. Klasifikasia. Preeklampsia ringanDiagnosis preeklampsia ringan ditegakkan berdasarkan atas:151) Hipertensi sistolik dan diastolik lebih dari 140/90mmHg.2) Proteinuria lebih dari 300 mg/24jam atau 1 + dipstik.3) Tidak disertai gangguan fungsi organ

b. Preeklampsia beratDiagnosis preeklampsia berat ditegakkan berdasarkan atas:15,191) Tekanan darah sistolik lebih dari 160mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 110mmHg.2) Proteinuria lebih dari 5 g/24jam atau 4 + dipstik.3) Disertai gangguan organ lain seperti terjadi gangguan penglihatan, nyeri abdomen atas, oliguria, pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat. c. EklampsiaEklampsia merupakan kasus akut pada penderita preeklampsia yang disertai dengan kejang menyeluruh dan koma. Eklampsia postpartum umumnya hanya terjadi dalam waktu 24 jam pertama setelah persalinan.d. Hipertensi KronisHipertensi kronis adalah ditemukannya hipertensi lebih dari 140/90mmHg sebelum kehamilan atau sebelum 20 minggu dan tidak menghilang setelah 12 minggu pasca persalinan.Pada hipertensi kronis risiko terjadinya solusio plasenta sebesar 2 3 kali.

e. Superimposed PreeklampsiaSuperimposed preeklampsia adalah timbulnya proteinuria pada wanita hamil yang sebelumnya telah mengalami hipertensi. Proteinuria hanya timbul setelah kehamilan 20 minggu. Tanda tanda timbulnya superimposed preeklampsia adalah nyeri kepala hebat, gangguan visus, oliguria dan edema paru.

6. PenatalaksanaanUntuk penatalaksanaan preeklampsia ringan dan preeklampsia berat ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain:9,15,17a. Preeklampsia ringan1) Pantau tekanan darah, urin (untuk proteinuria), dan kondisi janin.2) Konseling pasien dan keluarganya tentang tanda-tanda bahaya preeklampsia dan eklampsia.3) Lebih banyak istirahat atau tirah baring.4) Diet biasa (tidak perlu diet rendah garam).5) Tidak perlu obat-obatan6) Ibu hamil dengan preeklampsia ringan perlu dirawat di rumah sakit apabila tidak dapat perbaikan pada tekanan darah, kadar proteinuria dalam 2 minggu, adanya satu atau lebih gejala preeklampsia berat. Perawatan selama di rumah sakit antara lain:a) Pantau tekanan darah 2 kali sehari, dan urin (untuk proteinuria) sekali sehari.b) Tidak perlu diberi obat-obatan.c) Tidak perlu diuretik , kecuali terdapat edema paru, dekompensasi kordis, atau gagal ginjal akut.d) Pemeriksaan kesejahteraan janin ,berupa pemeriksaan USG dan Doppler khususnys untuk evaluasi pertumbuhan janin.e) Konsultasi 2 kali seminggu pada bagian jantung, mata, dan lain-lain.f) Jika proteinuria meningkat tangani sebagai preeklampsia berat.g) Pada kehamilan preterm ( kurang dari 37 minggu), bila tekanan darah mencapai normotensif selama perawatan, persalinannya ditunggu sampai aterm.h) Pada kehamilan aterm (lebih dari 37 minggu), persalinan ditunggu sampai pada taksiran tanggal persalinan.

b. Preeklampsia beratPengelolaan preeklampsia pada umumnya mencakup pencegahan kejang, pengobatan hipertensi, dan saat yang tepat untuk persalinan pada kasus pasien dengan preeklampsia berat. Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit. Sikap terhadap kehamilan pada kasus preeklampsia berat yaitu perawatan kehamilan secara aktif yang merupakan manajemen aktif, kehamilan diakhiri (terminasi) setiap saat bila keadaan hemodinamika sudah stabil. Untuk pencegahan kejang pada preeklampsia berat dapat digunakan obat antikejang yang banyak dipakai di Indonesia adalah magnesium sulfat (MgSO4). Magensium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular. Pemberian obat antihipertensi berdasarkan Cochrane Review atas 40 studi evaluasi yang melibatkan 3.797 perempuan hamil dengan preeklampsia, Duley menyimpulkan, bahwa pemberian antihipertensi pada preeklampsia ringan maupun berat tidak jelas kegunaannya. Di sisi lain Henderson, dalam Cochrane Review, juga meneliti 24 uji klinik yang melibatkan 2.949 ibu dengan hipertensi dalam kehamilan, menyimpulkan bahwa sampai didapatkan bukti yang lebih teruji, maka pemberian antihipertensi diserahkan pada klinikus, yang tergantung pada pengalaman dan pengenalan dengan obat tersebut. Ini berarti sampai saat ini belum ada antihipertensi yang terbaik untuk pengobatan hipertensi dalam kehamilan. Antihipertensi lini pertama yang digunakan yaitu nifedipin dengan dosis 10-20mg per oral, diulangi setelah 30 menit; maksimum 120mg dalam 24 jam.Pemberian terapi kortikosteroid seperti deksametason dapat diberikan untuk pematangan surfaktan paru janin. Persalinan pada preeklampsia berat harus terjadi dalam 24 jam, jika terdapat gawat janin lakukan seksio sesarea. Pada saat seksio sesarea dilakukan, perhatikan bahwa tidak terdapat koagulapati, anastesia yang aman atau terpilih adalah anastesia secara umum.13

C. Prematur1. DefinisiMenurut WHO persalinan prematur adalah persalinan dengan bayi yang lahir hidup dengan usia kehamilan 20 minggu sampai 37 minggu (dihitung dari hari pertama haid terakhir) tanpa memperhatikan berat badan.15,11,3

2. Etiologi dan Faktor ResikoPersalinan merupakan kelainan proses yang multifaktorial. Kombinasi keadaan obstetrik, sosiodemografi, dan faktor medik mempunyai pengaruh terhadap terjadinya persalinan prematur. Banyak kasus persalinan sebagai akibat proses patogenik yang merupakan mediator biokimia yang mempunyai dampak terjadinya kontraksi rahim dan perubahan serviks, yaitu:15a. Aktivasi aksis kelenjar hipotalamus-hipofisis-adrenal baik pada ibu atau janin, akibat stres pada ibu atau janin.b. Peregangan uterus patologik.c. Kelainan pada uterus atau serviks.Dengan demikian untuk memprediksi kemungkinan terjadinya persalinan prematur harus dicermati beberapa kondisi yang dapat menimbulkan kontraksi, menyebabkan persalinan prematur atau seorang dokter terpaksa mengakhiri kehamilan. Kondisi kehamilan yang beresiko terjadinya persalinan prematur adalah:15,3

a. Janin dan Plasenta1) Ketuban pecah dini (KPD).2) Pertumbuhan janin terhambat.3) Cacat bawaan janin.4) Kehamilan ganda.5) Perdarahan trimester awal6) Infeksi7) Plasenta previa (letak plasenta abnormal terlalu rendah dalam rongga rahim).8) Solusio plasenta (lepasnya plasenta dari dinding rahim setelah kehamilan 20 minggu)

b. Ibu1) Diabetes melitus.2) Preeklampsia/hipertensi.3) Kelainan bentuk uterus.4) Menderita penyakit akut seperti malaria.5) Trauma pada masa kehamilan (jatuh)6) Psikologis (stres)7) Usia ibu saat hamil kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.8) Perokok berat.9) Riwayat persalinan prematur.Menurut penelitian Mclntire dan Leveno sekitar 80% kelahiran kurang bulan dikarenakan persalinan kurang bulan spontan idiopatik. Komplikasi seperti hipertensi didapat pada sekitar 20% kasus.5 Pada hipertensi atau preeklampsia, penolong persalinan cenderung untuk mengakhiri kehamilan. Hal ini menimbulkan prevalensi prematur meningkat.15

3. Penyulit Yang Dapat TerjadiPermasalahan yang terjadi pada persalinan prematur bukan saja pada kematian perinatal, melainkan bayi prematur ini sering disertai dengan kelainan.15 Penyakit yang terjadi pada bayi prematur sangat berhubungan dengan belum matangnya fungsi organ tubuh. Masalah yang dapat terjadi adalah sebagai berikut:2

a. HipotermiaDalam kandungan, bayi berada dalam suhu lingkungan yang normal yaitu sekitar 36 sampai 37 derajat celcius. Segera setelah lahir bayi pada umumnya dihadapkan pada suhu lingkungan yang lebih rendah. Hipotermia dapat terjadi akibat pertumbuhan otot-otot yang belum cukup memadai, lemak subkutan yang sedikit sehingga memudahkan tubuh kehilangan panas. Tanda klinis dari hipotermia adalah suhu tubuh dibawah normal, kulit dingin, dan sianosis.

b. Sindrom Gawat NapasBayi prematur mengalami kesulitan bernafas akibat belum sempurnanya pembentukan membran hialin surfaktan paru yaitu suatu zat yang dapat menurunkan ketegangan dinding alveoli paru. Tanda klinis dari sindrom ini adalah pernapasan cepat, sianosis perioral, merintih waktu ekspirasi.

c. Perdarahan IntrakranialPembuluh darah pada bayi prematur masih sangat rapuh sehingga mudah untuk pecah. Perdarahan intrakranial dapat terjadi trauma lahir. Tanda klinisnya adalah reflek moro menurun atau tidak ada, fontanela mayor tegang dan cembung, tonus otot menurun, kejang, letargi, dan kelumpuhan.

d. InfeksiBayi prematur mudah terkena infeksi karena imunitas humoral dan seluler pada bayi prematur masih kurang.

e. HiperbilirubinemiaBelum maturnya hepar pada bayi prematur dapat menyebabkan hiperbilirubinemia. Kadar bilirubin normal pada bayi adalah 10 mg/dl. Tanda klinisnya adalah sklera, hidung, sekitar mulut, dada, perut, dan ekstremitas bawah berwarna kuning, letargi.

4. Diagnosis Sering terjadi kesulitan dalam menentukan diagnosis ancaman persalinan prematur. Tidak jarang kontraksi yang timbul pada kehamilan tidak benar-benar merupakan ancaman proses persalinan. Beberapa kriteria dapat dipakai sebagai diagnosis ancaman persalinan prematur, yaitu:15a. Kontraksi yang berulang sedikitnya tiap 7 sampai 8 menit sekali, atau 2 sampai 3 kali dalam waktu 10 menit.b. Adanya nyeri yang dirasakan pada punggung bawah (low back pain).c. Perdarahan bercak.d. Perasaan menekan pada serviks.e. Pemeriksaan serviks menunjukkan telah terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm.f. Selaput ketuban pecah dapat merupakan tanda awal dari persalinan prematur.g. Terjadi pada usia kehamilan 22 sampai 37 minggu.

5. Pencegahan Persalinan PrematurBeberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah persalinan prematur antara lain sebagai berikut:15a. Hindari kehamilan pada ibu terlalu muda (kurang dari 17 tahun).b. Hindari jarak kehamilan terlalu dekat.c. Menggunakan kesempatan periksa hamil dan memperoleh pelayanan antenatal yang baik.d. Anjuran tidak merokok maupun mengonsumsi obat terlarang (narkotik).e. Hindari kerja berat dan perlu cukup istirahat.f. Obati penyakit yang dapat menyebabkan persalinan prematur.g. Kenali dan obati infeksi genital/saluran kencing.Bila proses persalinan prematur masih tetap berlangsung atau mengancam, meski telah dilakukan upaya pencegahan dapat dilakukan beberapa hal terutama mencegah morbiditas dan mortalitas pada bayi prematur:15

a. Pemberian TokolisisMeski beberapa macam obat dipakai untuk menghambat persalinan prematur, tidak ada yang benar-benar efektif. Pemberian tokolisis masih perlu dipertimbangkan bila dijumpai kontraksi uterus yang reguler. Alasan pemberian tokolisis adalah mencegah morbiditas dan mortalitas pada bayi prematur, memberikan kesempatan bagi terapi kortikosteroid untuk pematangan surfaktan paru janin. Salah satu obat yang digunakan sebagai tokolisis adalah kalsium antagonis yaitu nifedipin 10mg per oral diulang 2 sampai 3 kali per jam, dilanjutkan tiap 8 jam sampai kontraksi hilang.

b. Pemberian KortikosteroidPemberian terapi kortikosteroid dimaksudkan untuk pematangan surfaktan paru janin, dan menghindari kelainan RDS (respiratory distress syndrome). Obat yang diberikan adalah deksametason atau betametason.

6. Perawatan Bayi PrematurPada bayi yang lahir prematur diperlukan perawatan dan pengawasan yang sangat ketat untuk mencegah terjadinya keadaan yang lebih buruk. Bayi dapat beradaptasi dengan lingkungan luar rahim bergantung pada maturitas dari sistem organ.Bayi prematur fungsi sistem organnya belum sempurna sehingga dapat mengalami kesulitan untuk beradaptasi di lingkungan luar rahim. Perawatan dan pengawasan intensif memerlukan fasilitas yang memadai dan petugas yang terampil. Tindakan perawatan yang dilakukan terhadap bayi prematur, yaitu:2a. Bantuan PernapasanPemberian terapi oksigen harus hati-hati dan diikuti dengan pemantauan terus-menerus tekanan oksigen darah arteri untuk mempertahankan tekanan oksigen arteri antara 80 100mmHg.

b. Suhu Lingkungan NetralUntuk mencegah akibat buruk dari hipotermi karena suhu lingkungan yang rendah atau dingin harus dilakukan upaya untuk merawat bayi dalam suhu lingkungan netral, yaitu suhu yang diperlukan agar konsumsi oksigen dan pengeluaran kalori minimal. Keadaan ini dapat dicapai bila suhu inti bayi (suhu tubuh tanpa berpakaian) dapat dipertahankan 36,6 sampai 37,5 derajat celcius. Suhu lingkungan yang netral dapat diupayakan melalui berbagai cara seperti inkubator. Bila tidak ada inkubator dapat dihangatkan dengan cara meletakkan botol berisi air panas yang dibungkus dengan kain ditempatkan di samping kanan dan kiri bayi, jangan sampai terlalu dekat atau menyentuh bayi. Isi botol diganti tiap jam atau bila sudah tidak panas.

c. Pencegahan infeksiTindakan pencegahan infeksi sangat penting karena infeksi dapat memperburuk keadaan bayi prematur. Beberapa hal yang perlu dilakukan petugas dan orang tua untuk mencegah infeksi saat megunjungi bayi yaitu harus cuci tangan sebelum dan sesudah memegang bayi, petugas yang berpenyakit infeksi tidak boleh memasuki unit perawatan bayi sampai mereka dinyatakan sembuh, setiap orang yang memasuki unit perawatan bayi harus memakai pakaian bersih dan pakaian penutup khusus yang disediakan, setiap bayi menggunakan alat perawatan individual. Peralatan yang digunakan dibersihkan secara teratur sesuai ketentuan yang berlaku.

d. Pemenuhan Kebutuhan Cairan dan NutrisiKebutuhan bayi untuk pertumbuhan yang cepat dan pemeliharaan harian harus disesuaikan dengan tingkat kematangan anatomi dan fisiologi. Pemberian cairan intravena pada bayi dialirkan melalui pompa infus, yang dapat mengalirkan cairan dengan volume sangat kecil pada tingkat aliran yang sudah ditentukan. Prinsip utama pemberian makan bayi prematur adalah sedikit demi sedikit secara perlahan dan hati-hati. Minuman atau makanan terbaik yang diberikan pada bayi adalah ASI, bila ASI tidak ada karena ibu sakit, meninggal, produksi ASI tidak ada atau hal lain, diberikan susu formula khusus bayi prematur atau sesuai anjuran.

D. Kerangka TeoriPREMATURITASPRE-EKLAMPSIA

Solusio plasentaPre-EklampsiaKetuban Pecah DiniKehamilan KembarRiwayat Pre-termRiwayat Pre-EklampsiaPrimigravidaRiwayat penyakit tertentuObesitasUmurdll

BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN

A. Tujuan PenulisanDesain penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan Cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui prevalensi ibu dengan preeklampsia berat yang mengalami persalinan prematur di RSAB Harapan Kita Jakarta Barat Tahun 2011.

B. Tempat dan Waktu penelitianDi RSAB Harapan Kita Jakarta Barat, penelitian dilakukan pada Bulan April tahun 2014.

C. Populasi dan Sampel1. PopulasiPopulasi penelitian ini adalah seluruh ibu bersalin dengan preeklampsia berat yang melahirkan di RSAB Harapan Kita.2. SampelPada penelitian ini tidak dilakukan pengambilansampel, sehingga untuk menjadi subjek penelitian adalah ibu bersalin yang mengalami preeklampsia berat di RSAB Harapan Kita Jakarta Barat periode 2011.

D. Definisi operasionalNoVariabelJenis VariabelPengertianSkala Pengukuran

1.Preeklampsia beratTerikatIbu bersalin yang terdiagnosa preeklampsia berat dengan gejala hipertensi, proteinuria atau disertai edema.Nominal

2.Persalinan PrematurTerikatIbu dengan preeklampsia berat yang melahirkan 37 minggu.Ordinal

3.UmurBebasUmur ibu saat di diagnosa mengalami preeklampsia berat.Ordinal

4.GravidaBebasJumlah kehamilan yang dialami seorang wanitaOrdinal

Pada penelitian ini mengenai prevalensi ibu dengan preeklampsia berat yang mengalami persalinan prematur di RSAB Harapan Kita Jakarta Barat, penulis juga ingin melihat dari aspek umur, dan gravida pada ibu yang mengalami preeklampsia berat.E. Pengumpulan DataData yang diambil merupakan data sekunder yaitu dengan melihat rekam medik di RSAB Harapan Kita periode 2011.

F. Pengolahan data1. EditingDilakukan proses penelitian data di lapangan hingga dapat dihasilkan data yang lebih akurat untuk pengolahan selanjutnya.2. CodingCoding yaitu memberikan kode angka pada variabel agar lebih mudah dalam analisa data.3. Pengelompokkan dataSetelah data dikelompokkan melalui tabel isian, data di kelompokkan sesuai kriteria penelitian.4. TabulatingData yang sudah dikelompokkan menurut variabel dengan menggunakan tabel dan distribusi frekuensi.

G. Penyajian DataData disajikan dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi.

H. Analisa DataPada hasil pengolahan data dilakukan dengan menggunakan analisa univariat, yaitu analisa yang dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Dalam analisa ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dari masing - masing variabel yang diteliti dengan menggunakan rumus.

Ket :XF = x 100%N

F : FrekuensiN : Jumlah populasiX : Jumlah yang didapat

BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Definisi operasionalSetelah dilakukan penelitian di RSAB Harapan Kita pada periode 1 Januari 31 Desember 2011 terdapat 79 kasus (3,74%) persalinan dengan ibu yang mengalami preeklampsia berat dari 2114 kasus persalinan. Setelah penelitian dilaksanakan kemudian data diolah dan hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel distribusi berikut:

1. Angka kejadian PEB

Tabel 1.1Distribusi Ibu bersalin dengan Preeklampsia beratDi RSAB Harapan Kita Jakarta Barat Tahun 2011

NoIbu Bersalin dengan Preeklampsia BeratNF (%)

1.PEB793,7

2.Tidak PEB203596,3

Jumlah2114100

Dari hasil penelitian data tabel 1.1 diatas dapat dilihat ibu bersalin dengan preeklampsia berat berjumlah 79 pasien (3,7%), dan ibu bersalin yang tidak menderita preeklampsia berat adalah sebanyak 2035 pasien dengan persentase (96,3%).

Tabel 1.2Distribusi Ibu bersalin dengan Preeklampsia berat yang mengalami Persalinan Prematur di RSAB Harapan Kita Jakarta Barat Tahun 2011NoIbu Bersalin dengan Preeklampsia BeratNF (%)

1.Prematur (37 minggu)3341,8

Jumlah79100

Dari hasil penelitian data tabel 1.2 diatas ibu bersalin dengan preeklampsia berat yang mengalami persalinan prematur berjumlah 46 pasien (58,2%), dan ibu bersalin dengan preeklampsia berat yang mengalami persalinan aterm adalah sebesar 33 pasien dengan persentase (41,8%).

Tabel 1.3Distribusi Ibu bersalin dengan Preeklampsia berat berdasarkan Umur di RSAB Harapan Kita Jakarta Barat Tahun 2011NoUmur(tahun)NF (%)

1. 20 tahun11,3

2.20 35 tahun6177,2

3. 35 tahun1721,5

Jumlah79100

Dari hasil penelitian data tabel 1.3 diatas ibu bersalin dengan preeklampsia berat berusia 20 tahun berjumlah 1 pasien (1,3%), ibu bersalin dengan preeklampsia berat berusia 20 35 tahun adalah sebesar 61 pasien dengan persentase (77,2%), dan ibu bersalin dengan preeklampsia berat berusia 35 tahun adalah sebesar 17 pasien dengan persentase (21,5%).

Tabel 1.4Distribusi Ibu bersalin dengan Preeklampsia berat berdasarkan Gravida di RSAB Harapan Kita Jakarta Barat Tahun 2011NoIbu Bersalin dengan Preeklampsia BeratNF (%)

1.Primigravida(Pertama Kali Hamil)3240,5

2.Multigravida(1)4455,7

3.Grandemultigravida(5)33,8

Jumlah79100

Dari hasil penelitian data tabel 1.4 diatas berdasarkan gravida ibu bersalin dengan preeklampsia berat pada primigravida berjumlah 32 pasien (40,5%), sedangkan ibu bersalin dengan preeklampsia berat pada multigravida adalah sebesar 44 pasien dengan persentase (55,7%), dan ibu bersalin dengan preeklampsia berat pada grandemultigravida adalah sebesar 3 pasien dengan persentase (3,8%).

2. PembahasanBerdasarkan data yang diperoleh, didapatkan ibu bersalin dengan preeklampsia berat berjumlah 79 pasien dengan persentase (3,7%) dari 2114 total persalinan, dibandingkan dengan angka kejadian pada tahun 2010 yaitu didapatkan ibu bersalin dengan preeklampsia berat sebesar 69 pasien dengan persentse (2,8%) dari 2473 total persalinan, hal ini mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Berdasarkan umur ibu data terbanyak pada usia 20 35 tahun sebanyak 61 pasien (77,2%), berdasarkan gravida yang terbanyak yaitu pada multigravida sebanyak 44 pasien (55,7%), sedangkan ibu bersalin dengan preeklampsia berat yang mengalami persalinan prematur yaitu sebanyak 46 pasien (58,2%). a. Umur ibuMenurut Hansen (1986) melaporkan bahwa pada wanita usia 35 tahun keatas peningkatan indisen preeklampsia sebesar 2 3 kali lipat pada kehamilan pertama dibandingkan dengan yang berusia 25 29 tahun.5 Berdasarkan hasil penelitian yang didapat, umur ibu dengan preeklampsia berat diperoleh data terbanyak pada usia 20 35 tahun sebanyak 61 pasien (77,2). Hal ini belum sejalan dengan teori. Tetapi, hal ini sejalan dengan penelitian Deza (2009) di RSAB Harapan Kita tahun 2009 pasien bersalin dengan preeklampsia berat mayoritas berusia 20 35 tahun sebanyak 54 pasien. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Raras (2010) di RSUP Cipto DR Kariadi Semarang bahwa didapatkan ibu bersalin dengan preeklampsia berat tertinggi pada usia 20 35 tahun dengan jumlah 165 pasien (70,5%).6 Hasil penelitian Indriani (2011) di RSUD Kardinah Kota Tegal juga mendapatkan mayoritas ibu bersalin dengan preeklampsia berat pada umur 20 35 tahun sebanyak 50 pasien (62,5%).8Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis didapatkan ibu bersalin dengan preeklampsia berat di RSAB Harapan Kita tahun 2011 terbanyak pada umur 20 35 tahun.b. GravidaPreeklampsia terdapat pada primigravida terutama usia 19-24 tahun dan wanita diatas usia 35 tahun . Dalam penelitian Sudhaberata Ketut dan Karta I.D.M (2001), hal ini dikarenakan ketika kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna.15 Dari hasil penelitian yang didapat oleh penulis ibu bersalin dengan preeklampsia berat di RSAB Harapan Kita tahun 2011 berdasarkan gravida yang terbanyak yaitu pada multigravida berjumlah 44 pasien dengan persentase (55,7%), hal ini sejalan dengan penelitian oleh Deza (2009) di RSAB Harapan Kita yaitu frekuensi ibu bersalin dengan preeklampsia berat berdasarkan gravida yang terbanyak yaitu pada multigravida berjumlah 57 orang (63,3%).6Dari hasil penelitian yang diperoleh penulis, ibu yang bersalin dengan preeklampsia berat berdasarkan gravida di RSAB Harapan Kita tahun 2011 yang terbanyak yaitu pada multigravida.c. Prematur (