Bab II

20
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Demam Berdarah Dengue A. Etiologi Demam berdarah dengue merupakan penyakit yang banyak ditemukan di sebagian besar wilayah tropis dan subtropis, terutama Asia tengara, Amerika tengah, Amerika, dan Karibia. Host alami DBD adalah manusia, agentnya adalah virus dengue yang termasuk ke dalam famili Flaviridae dan genus Flavivirus. Terdapat empat serotipe virus dengue yaitu DEN-1, DEN-2, DEN- 3, dan DEN-4 yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes, terutama Ae. Aegypti dan Ae. Albopticus. (1) Virus dengue dapat menyebabkan demam dengue, demam berdarah, dan sindrom syok dengue yang endemik dan epidemik di daerah tropis Asia dan Afrika. (infectiusdisease) Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe lain. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi 3 atau bahkan 4 serotipe selama hidupnya. Keempat jenis tipe serotipe dengue dapat ditemukan di berbagai daerah Indonesia. Serotipe DENV-3 merupakan serotipe yang dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat. (2) B. Epidemiologi Dengue merupakan penyakit viral dengan hospes nyamuk yang paling cepat menyebar di dunia. Pada 50 tahun terakhir telah terjadi peningkatan insiden sebesar 30% dan penambahan ekspansi secara geografik ke negara lain. Kurang lebih 50 juta infeksi dengue terjadi setiap tahunnya dan 2,5 miliar orang tinggal di negara endemik dengue. Di Indonesia dimana lebih dari 35% penduduknya tinggal di daerah kota, 150.000 kasus dilaporkan pada tahun 2007 yang merupakan kasus tercatat tertinggi dengan lebih dari 25.000 kasus dilaporkan dari Jakarta dan Jawa Barat. Mortalitas kasus dengue di Indonesia adalah sebesar sebesar 1%. (3)

description

dhf

Transcript of Bab II

BAB IITINJAUAN PUSTAKADemam Berdarah DengueA. EtiologiDemam berdarah dengue merupakan penyakit yang banyak ditemukan di sebagian besar wilayah tropis dan subtropis, terutama Asia tengara, Amerika tengah, Amerika, dan Karibia. Host alami DBD adalah manusia, agentnya adalah virus dengue yang termasuk ke dalam famili Flaviridae dan genus Flavivirus. Terdapat empat serotipe virus dengue yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes, terutama Ae. Aegypti dan Ae. Albopticus.(1)Virus dengue dapat menyebabkan demam dengue, demam berdarah, dan sindrom syok dengue yang endemik dan epidemik di daerah tropis Asia dan Afrika. (infectiusdisease) Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe lain. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi 3 atau bahkan 4 serotipe selama hidupnya. Keempat jenis tipe serotipe dengue dapat ditemukan di berbagai daerah Indonesia. Serotipe DENV-3 merupakan serotipe yang dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat.(2)

B. EpidemiologiDengue merupakan penyakit viral dengan hospes nyamuk yang paling cepat menyebar di dunia. Pada 50 tahun terakhir telah terjadi peningkatan insiden sebesar 30% dan penambahan ekspansi secara geografik ke negara lain. Kurang lebih 50 juta infeksi dengue terjadi setiap tahunnya dan 2,5 miliar orang tinggal di negara endemik dengue. Di Indonesia dimana lebih dari 35% penduduknya tinggal di daerah kota, 150.000 kasus dilaporkan pada tahun 2007 yang merupakan kasus tercatat tertinggi dengan lebih dari 25.000 kasus dilaporkan dari Jakarta dan Jawa Barat. Mortalitas kasus dengue di Indonesia adalah sebesar sebesar 1%.(3)

C. PatogenesisMasa inkubasi virus dengue dalam manusia berkisar antara 3-14 hari sebelum gejala muncul, gejala klinis rata-rata muncul pada hari keempat sampai ketujuh, sedangkan masa inkubasi dalam tubuh nyamuk berkisar sekitar 8-10 hari. Setelah masuk dalam tubuh manusia, virus dengue berkembang biak dalam sel retikuloendotelial yang selanjutnya diikuti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari. Akibat infeksi ini, muncul respon imun baik humoral maupun selular, antar lain anti netralisasi, anti-hemaglutiin, dan anti komplemen. Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan IgM, pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk, dan pada infeksi sekunder kadar antibodi yang telah ada menjadi meningkat.(4)Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-lima, meningkat pada minggu pertama sampai ketiga, dan menghilang setelah 60-90 hari. Pada infeksi primer antibodi IG meningat saat demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada hari kedua. Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat dtegakkan dengan mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima, diagnosis infeksi seunder dapat ditegakkan lebih dini dengan adanya peningkatan antibodi IgG dan IgM yang cepat.(5)Patofisiologi DBD dan DSS sapai saat ini belum jelas, oleh karena itu muncul banyak teori tentang respon imun. Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang memiliki aktivitas netralisasi yang mengenali protein E dan monoklonal antibodi terhadap NS1, Pre M dan NS3 dari virus penyebab infeksi akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus tersebut melalui aktivitas netralisasi atau aktivasi komplemen. Ahitnya bayak virus dilenyapkan dan penderita mengalami penyembuhan, selanjutnya terjadilah kekebalan seumur hidup terhadap serotipe virus yang sama, tetapi apaila terjadi antiodi non-netralisasi virus, keadaan penderita menjadi parah apabila epitop vitus yang masuk tidak sesuai dengan antibodi yang tersedia di hospest. Pada infeksi kedua yang dipicu oleh virus dengue dengan serotipe berbeda, virus dengue berperan sebagai super antigen setelah dufagosit oleh monosit atau makrofag. Makrofag ini menampilkan APC yang membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari MHC.(4)

Gambar Bagan Patogenesis Demam Berdarah DengueVirus merupakan mikroorganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup. Maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu (host) terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut sangat bergantung pada daya tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul antibodi, namun bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat menimbulkan kematian. Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom Syok Dengue) masuh merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah hipotesis infeksi sekunder atau hipotesis immune enhancement. Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag.Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformai limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3A dan C5A akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak dapat ditanggulangi secara adekuat akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang apat berakibat fatal. Oleh karena itu pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian.Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP, sehingga trombosit melekat satu sama lain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (Reticulo Endothelial System) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif, ditandai dengan peningkatan FDP (Fibrinogen Degradation Product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan. Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok.(6,7)The Immunological Enhancement HypothesisAntibodi yang terbentuk pada infeksi dengue terdiri dari IgG yang berfungsi menghambat peningkatan replikasi virus dalam monosit, yaitu enhancing-antibody dan neutralizing antibody. Pada saat ini dikenal 2 jenis tipe antibody yaitu (1) kelompok monoclonal reaktif yang tidak mempunyai sifat menetralisi tetapi memacu replikasi virus, dan (2) antibody yang dapat menetralisi secara spesifik tanpa disertai daya memacu replikasi virus. Perbedaan ini berdasarkan adanya virion determinant specificity. Antibody non-neutralosasi yang dibentuk pada infeksi primer akan menyebabkan terbentuknya kompleks imun pada infeksi sekunderdengan akibat memacu replikasi virus. Teori ini pula yang mendasari pendapat bahwa infeksi sekunder virus dengue oleh serotype dengue yang berbeda cenderung menyebabkan manifestasi berat. Dasar utama hipotesis ialah meningkatnya reaksi imunologis (the immunological enhancement hypothesis) yang berlangsung sebagai berikut:1a) Sel fagosit monoklear yaitu monosit, fagosit, makrofag, histiosit dan sel Kupffer merupakan tempat utama terjadinya infeksi virus dengue primer.b) Non neutralizing antibody baik yang bebas dalam sirkulasi maupun yang melekat(sitofilik) pada sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya virus dengue pada permukaan sel fagosit monoklear. Mekanisme pertama ini disebut sebagai mekanisme aferen.c) Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononuclear yang telah terinfeksi.d) Selanjutnya sel monosit yang mengandung kompleks imun akan menyebar ke usus, hati, limpa dan sumsum tulang. Mekanisme ini disebut mekanisme eferen. Parameter perbedaan terjadinya DBD dengan dan tanpa renjaran ialah jumlah sel yang terkena infeksi.e) Sel monosit yang telah teraktivasi akan mengadakan interaksi dengan sistem humoral dan sistem komplemen dengan akibat dilepaskannya mediator yang mempengaruhi pemeabilitas kapiler dan mengaktivasi sistem koagulasi. Mekanisme ini disebut mekanisme efektor.

Aktivasi Limfosit TAkibat rangsang monosit yang terinfeksi virus dengue atau antigen virus dengue, limfosit dapat mengeluarkan interferon (IFN- dan ). Pada infeksi sekunder oleh virus dengue (serotipe berbeda dengan infeksi pertama), limfosit T CD4 berproliferasi dan menghasilkan IFN-. IFN- selanjutnya merangsang sel yang terinfeksi virus dengue dan mengakibatkan monosit memproduksi mediator. Oleh limfosit T CD4 dan CD8 spesifik virus dengue monosit akan mengalami lisis dan mengeluarkan mediator yang menyebabkan kebocoran plasma dan perdarahan.(2)

D. Manifestasi KlinisInfeksi virus dengue menyebabkan infeksi simptomatik atau serokonversi asimptomatik. Infeksi dengue simptomatik adalah penyakit sistemik dan dinamik, yang secara umum dibagi menjadi berat dan tidak berat.(7) Setelah periode inkubasi, gejala mulai muncul dan dibagi menjadi tiga fase yaitu fase febris, fase kritis, dan fase pemulihan.

Gambar Perjalanan Infeksi Dengue(8)

1. Fase FebrisPasien mengalami demam tinggi mendadak. Fase ini biasanya terjadi antara 2-7 hari dan sering diikuti dengan kemerahan muka, kemerahan pada kulit, nyeri pada seluruh tubuh, mialgia, artralgia, nyeri retroorbital, fotopobia, dan nyeri kepala. Beberapa pasien juga dapat mengeluhkan nyeri tenggorok, faring hiperemis, dan injeksi konjungtiva, anoreksia, mual, dan muntah.(9)Pada fase ini infeksi dengue akan sulit dibedakan dengan demam yang disebabkan non-dengue. Uji torniquet positif meningkatkan kemungkinan infeksi dengue.(10,11) Manifestasi perdarahan ringan seperti ptekiae dan perdarahan membran mukosa bisa terjadi.(10,12) Perdarahan masif vagina dan saluran pencernaan dapat terjadi pada fase ini namun sangat jarang terjadi.(5) Hepar akan membesar dan nyeri beberapa hari setelah demam muncul. Abnormalitas pemeriksaan laboratorium adalah penurunan jumlah total leukosit, yang merupakan tanda yang meningkatkan kemungkinan infeksi dengue.(10)

2. Fase KritisSelama masa transisi dari fase febris ke fase tidak febris, pasien tanpa peningkatan permeabilitas kapiler akan membaik tanpa melewati fase kritis. Sedangkan pasien dengan peningkatan permeabilitas kapiler dapat menunjukkan tanda bahaya yang kebanyakan merupakan akibat dari kebocoran plasma.Awal dari fase kritis adalah turunnya suhu tubuh menjadi 37,5 38.00C atau lebih rendah, biasanya terjadi 3-8 hari setelah hari pertama demam. Leukopenia progresif diikuti dengan penurunan drastis trombosit menyebabkan kebocoran plasma. Peningkatan hematokrit diatas normal merupakan tanda awal adanya kebooran plasma. Periode klinis kebocoran plasma biasanya terjadi selama 24-48 jam.(13,14)Derajat kebocoran plasma sangat bervariasi. Peningkatan hematokrit menyebabkan perubahan tekanan darah dan volume nadi.Derajat hemokonsenterasi diatas hematokrit dasar menggambarkan beratnya kebocoran plasma. Pemeriksaan hematokrit sangat penting untuk menentukan kebutuhan dari terapi airan intravena. Efusi pleura dan asites biasanya terdeteksi setelah terapi cairan intravena, kecuali kebocoran plasma sangat signifikan. Radiografi foto dada lateral decubitu, usg dada dan abdomen, atau kantung empedu merupakan cara deteksi awal. Selain tanda dari kebocoran plasma, manifestasi perdarahan seperti mudah memar dan perdarahan saar dilakukan vena punksi sering terjadi.Syok terjadi ketika volume kritis plasma hilang melalui kebocoran, hal ini ditandai dengan munculnya tanda bahaya. Suhu tubuh menjadi rendah saat syok terjadi. Pada syok berat dan atau berkepanjangan dapat terjadi hipoperfusi yang menyebabkan asidosis metabolik, kerusakan organ progresif, dan koagulasi intravaskular diseminata. Hal ini menyebabkan perdarahan berat yang menyebaban penurunan hematokrit pada syok yang berat. Selain leukopenia yang sering terlihat pada fase ini, peningkatan leukosit juga dapat terjadi akibat respon stres pada pasien dengan perdarahan masif. Selain itu, gangguan organ dapat muncul seperti hepatitis berat, ensefalitis, miokarditis, dan atau perdarahan masif tanpa lebocoran plasma hebat atau syok.(8)Tanda Bahaya Dengue Tanda bahaya dengue biasanya muncul pada hari ke 3-7 dari demam hari pertama. Muntah persisten dan nyeri perut hebat merupakan indikasi awal kebocoran plasma dan semakin memburuk pada keadaan syok. Akumulsi cairan pada rongga abdomen ataupun pleura, perdarahan mukosa, letargi, pembesaran hepar >2cm, serta peningkatan hematokrit disertai dengan penurunan drastis trombosit.(8)

3. Fase PemulihanPasien akan mengalami fase ini setelah 24-48 jam melalui fase kritis, reabsorpsi secara bertahap dari cairan ekstraseluler terjadi 48-72 jam setelahnya. Manifestasi klinis mulai membaik, tanda vital stabil, dan diuresis sesuai normal. Pada beberapa pasien muncul confluent erythematous atau petechial rash. Hematokrit mulai menurun menjadi normal disertai dengan peningkatan leukosit, namun peningkatan trombosit biasanya terjadi setelahnya.(8)

4. Dengue BeratKasus dengue berat dinyatakan pada pasien yang dicurigai terinfeksi dengue yang memiliki tanda salah satu dari:1. Kebocoran plasma berat yang menyebabkan syok dan atau terakumulasinya cairan dengan gangguan pernapasan2. Perdarahan hebat3. Kerusakan organ berat(8)

E. KlasifikasiDerajat penyakit demam berdarah dengue menurut WHO 1997 adalah:Derajat IDemam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan ialah uji bendung

Derajat IISeperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain

Derajat IIIDidapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan nadi menurun atau hipotensi, sianosis di sekitar mulu, kulit dingin dan lembap dan anak tampak gelisah

Derajat IVSyok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur

Perubahan dalam epidemiologi dengue terutama peningkatan jumlah kasus dewasa dan ekspansi dengue ke negara lain di dunia menimbulkan masalah dalam penggunaan klasifikasi WHO 1975s. Dimana terdapat kesulitan dalam mengaplikasikan derajat penyakit demam berdarah dengue dan peningkatan kasus dengue berat yang tidak seluruhnya memenuhi klasifikasi dengue derajat IV membuat re-klasifikasi demam berdarah menjadi penting. Klasifikasi kasus dengue menurut derajat penyakitnya WHO tahun 2009 terbagi atas 3, yaitu dengue tanpa tanda bahaya, dengue dengan tanda bahaya, dan dengue berat.(8)

Gambar Klasifikasi Derajat Dengue menurut WHO 2007(8)

F. Pemeriksaan PenunjangDiagnosis laboratorium dengue ditegakan dnegan mendeteksi virus dan atau kompenen dari virus tersebut dengan memeriksa respon serologis setelah infeksi. Di Indonesia pemeriksaan yang digunakan secara umum adalah pemeriksaan darah lengkap, IgM dan IgG, dan NS1. Pada pemeriksaan darah lengkap dapat ditemukan leukopenia, hemokonsenterasi, trombositopenia, dan pada hitung jenis akan terlihat peningkatan dari limfosit atau monosit.(8)

Pemeriksaan radiologis Pemeriksaan foto dada dalam posisi right lateral decubitus dilakukan atas indikasi, Distres pernafasan/ sesak Dalam keadaan klinis ragu-ragu, namun perlu diingat bahwa terdapat kelainan radiologis terjadi apabilapada perembesan plasma telah mencapai 20%-40% Pemantauan klinis, sebagai pedoman pemberian cairan, dan untuk menilai edema paru karena overload pemberian cairan. Kelainan radiologi yang dapat terjadi: dilatasi pembuluh darah paru terutama daerah hilus kanan, hemitoraks kanan lebih radioopak dibandingkan yang kiri, kubah diafragma kanan lebih tinggi daripada kanan, dan efusi pleura. Pada pemeriksaan ultrasonografi dijumpai efusi pleura, kelainan dinding vesika felea, dan dinding buli-buli.

G. DiagnosisDiagnosis DBD menurut WHO 1975, jika terdapat dua kriteria klinis pertama ditambah satu dari kriteria laboratorium (atau hanya peningkatan hematokrit cukup untuk menegakkan diagnosis. Klinis1. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari2. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan: Uji bendung positif Petekie, ekimosis, purpura Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi Hematemesis dan atau melena3. Pembesaran hati4. Syok yang ditandai dengan nadi lemah dan cepat disertai tekanan nadi menurun, tekanan darah menurun disertai kulit teraba dingin dan lembab terutama ujung hidung, jari, dan kaki, pasien menjadi gelisah, dan timbul sianosis di sekitar mulut. Laboratorium1. Trombositopenia2. Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler, dengan manifestasi sebagai berikut: Peningkatan hematokrit 20% dari nilai standar Penurunan hematokrit 20%, setelah mendapat terapi cairan Efusi pleura/ perikardial, asites, hipoprotenemia (who)Diagnosis Infeksi Dengue menurut WHO 2007, kasus dengue diklasifikasikan berdasarkan derajat beratnya.(8)Dengue tanpa Tanda BahayaDengue dengan Tanda BahayaDengue Berat

Hidup di daerah endemik . demam dan 2 kriteria dibawah: Mual muntahRuamNyeriRumple leed +LeukopeniaLab yang mendukung ke arah dengueTanda bahaya Nyeri perut atau tegang perutMuntah yang terus menerusPengumpulan cairanPerdarahan mukosaLemahPembesaran hati >2cmLab: Ht meningkat dengan penurunan trombosit cepat1.kebocoran plasma beratDSSPengumpulan cairan disertai respiratory distress2. Perdarahan hebat3. Pembesaran organ beratHati : AST atau ALT >=1000CNS penurunan kesadaranJantung dan organ lain

H. Diagnosis Banding

Selama fase akut penyakit, sulit untuk membedakan DBD dari demam dengue dan penyakit viruslain yang ditemukan di daerah tropis. Maka untuk membedakan dengan campak, rubela, demam chikungunya, leptospirosis, malaria, demam tifoid, perlu ditanyakan gejala penyerta lainnya yang terjadi bersama demam. Pemeriksaan laboratorium diperlukan sesuai indikasi. Penyakit darah seperti trombositopenia purpura idiopatik (ITP), leukemia, atau anemia aplastik, dapat dibedakan dari pemeriksaan laboratorium darah tepi lengkap disertai pemeriksaan pungsi sumsum tulang apabila diperlukan. Penyakit infeksi lain seperti sepsis, atau meningitis, perlu difikirkan apabila anak mengalami demam disertai syok. I. Tatalaksana

Tanda kegawatan Tanda kegawatan dapat terjadi pada setiap fase pada perjalanan penyakit infeksi dengue, seperti berikut. Tidak ada perbaikan klinis/perburukan saat sebelum atau selama masa transisi ke fase bebas demam / sejalan dengan proses penyakit Muntah yg menetap, tidak mau minum Nyeri perut hebat Letargi dan/atau gelisah, perubahan tingkah laku mendadak Perdarahan: epistaksis, buang air besar hitam, hematemesis, menstruasi yang hebat, warna urin gelap (hemoglobinuria)/hematuria Giddiness (pusing/perasaan ingin terjatuh) Pucat, tangan - kaki dingin dan lembab Diuresis kurang/tidak ada dalam 4-6 jam

Monitor perjalanan penyakit DD/DBD Parameter yang harus dimonitor mencakup, Keadaan umum, nafsu makan, muntah, perdarahan, dan tanda dan gejala lain Perfusi perifer sesering mungkin karena sebagai indikator awal tanda syok, serta mudah dan cepat utk dilakukan Tanda vital: suhu, nadi, pernapasan, tekanan darah, diperiksa minimal setiap 2-4 jam pada pasien non syok & 1-2 jam pada pasien syok. Pemeriksaan hematokrit serial setiap 4-6 jam pada kasus stabil dan lebih sering pada pasien tidak stabil/ tersangka perdarahan. Diuresis setiap 8-12 jam pada kasus tidak berat dan setiap jam pada pasien dengan syok berkepanjangan / cairan yg berlebihan. Jumlah urin harus 1 ml/kg berat badan/jam ( berdasarkan berat badan ideal)

Indikasi pemberian cairan intravena Pasien tidak dapat asupan yang adekuat untuk cairan per oral atau muntah Hematokrit meningkat 10%-20% meskipun dengan rehidrasi oral Ancaman syok atau dalam keadaan syok

Prinsip umum terapi cairan pada DBD Kristaloid isotonik harus digunakan selama masa kritis. Cairan koloid digunakan pada pasien dengan perembesan plasma hebat, dan tidak ada respon pada minimal volume cairan kristaloid yang diberikan. Volume cairan rumatan + dehidrasi 5% harus diberikan untuk menjaga volume dan cairan intravaskular yang adekuat. Pada pasien dengan obesitas, digunakan berat badan ideal sebagai acuan untuk menghitung volume cairan Kecepatan cairan intravena harus disesuaikan dengan keadaan klinis. Transfusi suspensi trombosit pada trombositopenia untuk profilaksis tidak dianjurkan Pemeriksaan laboratorium baik pada kasus syok maupun non syok saat tidak ada perbaikan klinis walaupun penggantian volume sudah cukup, maka perhatikan ABCS yang terdiri dari, A Acidosis: gas darah, B Bleeding: hematokrit, C Calsium: elektrolit, Ca++ dan S Sugar: gula darah (dekstrostik)

Tata laksana infeksi dengue berdasarkan fase perjalanan penyakit Fase Demam Pada fase demam, dapat diberikan antipiretik + cairan rumatan / atau cairan oral apabila anak masih mau minum, pemantauan dilakukan setiap 12-24 jam Medikamentosa Antipiretik dapat diberikan, dianjurkan pemberian parasetamol bukan aspirin. Diusahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya antasid, anti emetik) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati. Kortikosteroid diberikan pada DBD ensefalopati apabila terdapat perdarahan saluran cerna kortikosteroid tidak diberikan. Antibiotik diberikan untuk DBD ensefalopati. Supportif Cairan: cairan pe oral + cairan intravena rumatan per hari + 5% defisit Diberikan untuk 48 jam atau lebih Kecepatan cairan IV disesuaikan dengan kecepatan kehilangan plasma, sesuai keadaan klinis, tanda vital, diuresis, dan hematokrit

Fase Kritis

Pada fase kritis pemberian cairan sangat diperlukan yaitu kebutuhan rumatan + deficit, disertai monitor keadaan klinis dan laboratorium setiap 4-6 jam.DBD dengan syok berkepanjangan (DBD derajat IV)

Cairan: 20 ml/kg cairan bolus dalam 10-15 menit, bila tekanan darah sudah didapat cairan selanjutnya sesuai algoritma pada derajat III Bila syok belum teratasi: setelah 10ml/kg pertama diulang 10 ml/kg, dapat diberikan bersama koloid 10-30ml/kgBB secepatnya dalam 1 jam dan koreksi hasil laboratorium yang tidak normal Transfusi darah segera dipertimbangkan sebagai langkah selanjutnya (setelah review hematokrit sebelum resusitasi) Monitor ketat (pemasangan katerisasi urin, katerisasi pembuluh darah vena pusat / jalur arteri) Inotropik dapat digunakan untuk mendukung tekanan darah

Apabila jalur intravena tidak didapatkan segera, coba cairan elektrolit per oral bila pasien sadar atau jalur intraoseus. Jalur intraoseus dilakukan dalam keadaan darurat atau setelah dua kali kegagalan mendapatkan jalur vena perifer atau setelah gagal pemberian cairan melalui oral. Cairan intraosesus harus dikerjakan secara cepat dalam 2-5 menit

Perdarahan hebat Apabila sumber perdarahan dapat diidentifikasi, segera hentikan. Transfusi darah segera adalah darurat tidak dapat ditunda sampai hematokrit turun terlalu rendah. Bila darah yang hilang dapat dihitung, harus diganti. Apabila tidak dapat diukur, 10 ml/kg darah segar atau 5 ml/kg PRC harus diberikan dan dievaluasi. Pada perdarahan saluran cerna, H2 antagonis dan penghambat pompa proton dapat digunakan. Tidak ada bukti yang mendukung penggunaan komponen darah seperti suspense trombosit, plasma darah segar/cryoprecipitate. Penggunaan larutan tersebut ini dapat menyebabkan kelebihan cairan.

J. KomplikasiPada fase febris komplikasi yang bisa terjadi adalah dehidrasi, gangguan neurologis, dan kejang demam pada anak-anak. Pada fase kritis syok dapat terjadi akibat dari kebocoran plasma, selain itu dapat pula terjadi perdarahan dan disfungsi organ. Pada fase pemulihan koplikasi yang dapat terjadi adalah hipervolemia dan edema paru akut.(8)