BAB II

54
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori sebagai landasan dan rujukan dan penelitian, konsep yang disajikan adalah konsep dukungan keluarga dan kualitas hidup, hemodialisa dan pasien gagal ginjal kronik. 2.1 Konsep Dasar Keluarga 2.1.1 Definisi keluarga Keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan-ikatan kebersamaan dan ikatan emosional dan yang mengidentifiasikan diri mereka sebagai bagian dari keluarga (Friedman, 1998). Keluarga adalah kumpulan dua atau lebih individu yang berbagi tempat tinggal atau berdekatan satu dengan lainya, memiliki ikatan emosi, terlibat dalam posisi sosial, peran dan tugas-tugas yang saling berhubungan serta adanya rasa saling 7

description

skripsiku

Transcript of BAB II

35

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori sebagai landasan dan rujukan dan penelitian, konsep yang disajikan adalah konsep dukungan keluarga dan kualitas hidup, hemodialisa dan pasien gagal ginjal kronik.

2.1 Konsep Dasar Keluarga

2.1.1 Definisi keluarga

Keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan-ikatan kebersamaan dan ikatan emosional dan yang mengidentifiasikan diri mereka sebagai bagian dari keluarga (Friedman, 1998). Keluarga adalah kumpulan dua atau lebih individu yang berbagi tempat tinggal atau berdekatan satu dengan lainya, memiliki ikatan emosi, terlibat dalam posisi sosial, peran dan tugas-tugas yang saling berhubungan serta adanya rasa saling menyayangi dan memiliki (Murray dan Zentner, 1997 dalam Friedman, 1998) yang dikutip oleh (Candra,2009).

2.1.2 Tipe keluarga

Menurut Marilyn M. Friedman (1998) dalam Zaidin Ali (2010)

1. Keluarga inti (terkait dengan pernikahan) adalah keluarga yang tebentuk karena pernikahan, peran sebagai orang tua atau kelahiran: terdiri atas suami, istri dan anak-anak mereka baik secara biologis maupun adaptasi.

2. Keluarga orientasi (keluarga asal) adalah unit keluarga tempat seseorang dilahirkan.

3. Extended family (keluarga besar), keluarga inti dan indivdu terkait lainya (oleh hubungan darah), yang biasanya merupakan anggota keluarga asal dari salah satu pasangan keluarga inti, keluarga inti terdiri atas sanak saudara dan dapat mencangkup nenek/kakek, bibi, paman dan sepupu.

2.1.3 Fungsi keluarga

Menurut friedman (1998) dalam Zaidin Ali (2010) terdapat 5 fungsi dasar keluarga:

a) Fungsi afektif

Mempertahankan kepriadian: memfasilitasi stabilitas kepribadian orang dewasa, memenuhi kebutuhan psikologis anggota keluarga.

b) Fungsi sosial

Memfasilitasi sosialisasi primer anggota keluarga yang bertujuan untuk menjadikan anggota keluarga yang produktif dan memberikan status pada anggota keluarga.

c) Fungsi reproduksi

Mempertahankan kontinuitas keluarga selama beberapa generasi dan untuk kelangsungan hidup masyarakat.

d) Fungsi ekonomi

Menyediakan sumber ekonomi yang cukup dan alokasi efektifnya.

e) Fungsi perwatan kesehatan

Menyediakan kebutuhan fisik, makanan, pakaian dan tempat tinggal serta perawatan kesehatan.

2.1.4 Tugas-tugas kesehatan keluarga

Untuk dapat mencapai tujuan asuhan keperawatan keluarga, keluarga mempunyai tugas dalam pemeliharaan kesehatan para anggotanya dan salingmemelihara (Friedman, 2003). Membagi 5 tugas kesehatan yang harus dilakukanoleh keluarga yaitu :

1. Mengenai gangguan perkembangan kesehatan setiap anggotanya.

2. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat.

3. Memberikan keperawatan kepada anggota keluarganya yang sakit dan yang tidak membantu dirinya karena cacat / usia yang terlalu muda.

4. Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga.

5. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dari lembaga-lembaga kesehatan yang menunjukkan pemanfaatan dengan fasilitas-fasilitas kesehatan yang ada.

2.2 Konsep dasar dukungan keluarga

2.2.1 Definisi dukungan keluarga

Dukungan keluarga adalah proses yang terjadi selama masa hidup, dengan sifat dan tipe dukungan sosial bervariasi pada masing-masing tahap siklus kehidupan, dukungan sosial keluarga memungkinkan keluarga berfungsi secara penuh dan dapat meningkatkan adaptasi dalam kesehatan keluarga (Friedmen, 2003). Dukungan keluarga terhadap pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa memberikan manfaat dalam menejemen dan penyesuaian terhadap penyakit.

2.2.2 Sumber dukungan keluarga

Dukungan keluarga dapat berupa dukungan keluarga internal, seperti dukungan dari suami/istri, atau dukungan dari saudara kandung atau dukungan keluarga eksternal bagi keluarga inti (dalam jaringan kerja sosial keluarga). Sebuah jaringan sosial keluarga secara sederhana adalah jaringan kerja sosial keluarga itu sendiri (Friedman, 2003).

2.2.3 Bentuk dukungan keluarga

Dukungan keluarga menurut Fiedman (1998) dalam Hensarling (2009) membagi bentuk dukungan keluarga dalam beberapa bentuk, yaitu:

a. Dukungan instrumental

Dukungan yang bersifat nyata, dimana dukungan ini berupa bantuan langsung, misal seseorang memberikan/meminjamkan uang, dapat juga berupa bantuan mengerjakan tugas tertentu pada saat mengalami stress. Dimensi ini memperlihatkan dukungan dari keluarga dalam bentuk nyata terhadap ketergantungan anggota keluarga. Friedman (1998), menyampaikan bahwa dukungan instrumental yaitu keluarga merupakan sumber pertolongan praktis dan konkrit. Dukungan instrumental juga termasuk ke dalam fungsi perawatan kesehatan keluarga dan fungsi ekonomi yang di terapkan terhadap keluarga yang sakit. Fungsi perawatan kesehatan seperti dalam menyediakan makanan, pakaian, tempat tinggal, perawatan kesehatan dan perlindungan terhadap bahaya dan fungsi ekonomi berupa penyediaan sumber daya yang cukup seperti financial dan ruang.

b. Dukungan informasi

Dukungan ini berupa pemberian saran percakapan atau umpan balik tentang bagaimana seseorang melakukan sesuatu, misalnya ketika seseorang mengalami kesulitan dalam pengambilan keputusan, dia akan menerima saran dan umpan balik tentang ide-ide dari keluarganya. Dimensi ini menyatakan dukungan keluarga yang diberikan bisa membantu pasien dalam mengambil keputusan dan menolong pasien dari hari ke hari dalam manajemen penyakitnya.

Dukungan informasi yaitu keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan penyebar informasi (Friedman, 1998). Dukungan informasi yang diberikan keluarga merupakan salah satu bentuk fungsi perawatan kesehatan keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit. Berdasarkan hal tersebut, pasien GGK sangat membutuhkan dukungan dari orang lain dalam arti keluarga berupa dukungan informasi. Dukungan informasi yang dibutuhkan pasien GGK dapat berupa pemberian informasi terkait dengan kondisi yang dialami dan bagaimana cara perawatanya.

c. Dukungan emosional

Bentuk dukungan ini membuat individu memiliki perasaan nyaman, yakin, diperdulikan dan dicintai oleh keluarga sehingga individu dapat menghadapi masalah dengan baik. Dukungan ini sangat penting dalam menghadapi keadaan yang dianggap tidak dapat dikontrol.Memberikan dukungan emosional kepada keluarga termasuk dalam fungsi afektif keluarga. Fungsi afektif berhubungan dengan fungsi internal keluarga untuk memberikan perlindungan psikososial dan dukungan terhadap anggotanya. Keluarga berfungsi sebagai sumber cinta, pengakuan, penghargaan, dan member dukungan, Friedman (1998).

Gagal ginjal kronik dapat menimbulkan gangguan psikologis bagi penderitanya, hal ini disebabkan karena penyakit GGK tidak dapat di sembuhkan kecuali dengan pemberian cangkok ginjal, sehingga PGK harus melakukan terapi hemodialisa seumur hidup untuk menggatikan fungsi ginjalnya. Hal ini dapat mempengaruhi seseorang dalam mengendalikan emosi. Bila muncul masalah depresi pada pasien, dukungan keluarga sangat berpengaruh untuk mendorong pasien dalam mengendalikan emosi dan waspada hal-hal yang mungkin terjadi.

d. Dukungan Pengharapan

Dukungan pengharapan meliputi pertolongan pada individu untuk memahami kejadian stres lebih baik dan juga sumber stres serta strategi koping yang dapat digunakan dalam menghadapi stresor. Dukungan sosial keluarga dapat membantu meningkatkan strategi koping individu dengan menyarankan strategi-strategi alternatif yang didasarkan pada pengalaman sebelumnya dan dengan mengajak orang-orang berfokus pada aspek-aspek yang lebih positif dari situasi tersebut. Individu diarahkan kepada orang yang sama yang pernah mengalami situasi yang sama untuk mendapatkan nasihat dan bantuan. Individu dibandingkan dengan orang lain yang mengalami hal yang lebih buruk (Friedman, 1998 dan House, 1984). Pada dukungan pengharapan keluarga bertindak sebagai pembimbing dengan memberikan umpan balik, dalam pasien gagal ginjal kronik keluarga memberikan nasehat unuk mengatasi dampak yang timbul dari hemodialisis, keluarga berusaha memberikan semangat untuk mempertahankan terapi hemodialisa, dan keluarga memberikan dorongan untuk tetap berserah kepada tuhan.

e. Dukungan harga diri

Bentuk dukungan ini berupa penghargaan positif terhadap individu, pemberian semangat, persetujuan terhadap pendapat individu, perbandingan yang positif dengan individu lain. Bentuk dukungan ini membantu individu dalam membangun harga diri dan kompetensi.Dukungan harga diri lebih melibatkan adanya penilaian positif dari orang lain terhadap individu. Bentuk dukungan penhargaan terhadap kemampuan dan prestasi yang dimiliki seseorang, dukungan ini juga muncul dari penerimaan dan penghargaan terhadap keberadaan seseorang secara total meliputi kelebihan dan kekurangan yang dimiliki.

Menurut Friedman (1998), dukunganpenghargaan yaitu keluarga bertindak sebagai umpan balik, membimbing, dan menengahi pemecahan masalah. Dukungan penghargaan juga merupakan bentuk fungsi afektif keluarga yang dapat meningkatkan status psikososial pada keluarga yang sakit. Melalui dukungan ini , pasien akan dapat pengakuan atas kemampuan dan keahlian yang dimilikinya. Dapat dikatakan bahwa adanya dukungan penilaian yang diberikan keluarga terhadap penderita GGK berupa penghargaan, dapat meningkatkan status psikososial, semangat, motivasi, kualitas hidup dan peningkatan harga diri, karena di anggap masih berguna dan berarti untuk keluarga, sehingga diharapkan dapat membentuk perilaku yang sehat pada penderita GGK dalam upaya peningkatan kualitas hidupnya.

2.2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga

Menurut Feiring dan Lewis (1984) dalam Friedman (1998), ada bukti kuat dari hasil penelitian yang menyatakan bahwa keluarga besar dan keluarga kecil secara kualitatif menggambarkan pengalaman-pengalaman perkembangan. Anak-anak yang berasal dari keluarga kecil menerima lebih banyak perhatian daripada anak-anak dari keluarga yang besar. Selain itu, dukungan yang diberikan orangtua (khususnya ibu) juga dipengaruhi oleh usia. Menurut Friedman (1998), ibu yang masih muda cenderung untuk lebih tidak bisa merasakan atau mengenali kebutuhan anaknya dan juga lebih egosentris dibandingkan ibu-ibu yang lebih tua.

Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga lainnya adalah kelas sosial ekonomi orangtua. Kelas sosial ekonomi disini meliputi tingkat pendapatan atau pekerjaan orang tua dan tingkat pendidikan. Dalam keluarga kelas menengah, suatu hubungan yang lebih demokratis dan adil mungkin ada, sementara dalam keluarga kelas bawah, hubungan yang ada lebih otoritas atau otokrasi. Selain itu orang tua dengan kelas sosial menengah mempunyai tingkat dukungan, afeksi dan keterlibatan yang lebih tinggi daripada orang tua dengan kelas sosial bawah.

2.2.5 Pengukuran dukungan keluarga

Pengukuran dukungan keluarga meliputi kelima komponen dukungan keluarga yaitu dukungan instrumental, dukungan informasional, dukungan emosional, dukungan pengharapan dan dukungan harga diri. Pengukuran dukungan keluarga tersebut dibuat dalam bentuk kuisioner sesuai dengan tinjauan pustaka untuk setiap komponen dukungan keluarga. Kuisioner tersebut akan dinilai dengan menggunakan skala likert yang kemudian akan dibagi manjadi tiga kategori dukungan keluarga yaitu kategori dukungan keluarga baik, cukup dan kurang.

2.3 Kualitas hidup

2.3.1 Definisi kualitas hidup

Menurut WHO kualitas hidup adalah sebagai persepsi individu sebagai laki-laki ataupun perempuan dalam hidup ditinjau dari konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka tinggal, hubungan dengan standar hidup, harapan, kesenangan, dan perhatian mereka. Hal ini terangkum secara kompleks mencakup kesehatan fisik, status psikologis, tingkat kebebasan, hubungan sosial, dan hubungan kepada karakteristik lingkungan mereka (WHOQOL, 2004).

Kualitas hidup adalah kondisi dimana pasien kendati penyakit yang dideritanya dapat tetap merasa nyaman secara fisik, psikologis, sosial maupun spiritual serta secara optimal memanfaatkan hidupnya untuk kebahagian dirinya maupun orang lain.Kualitas hidup adalah sejauh mana seseorang menikmati kemungkianan penting dalam hidupnya (University of Toronto, 2004).

Jadi kualitas hidup adalah persepsi atau pandangan subjektif individu terhadap kehidupanya dalam konteks budaya dan nilai yang di anut oleh individu dalam hubungannya dengan tujuan personal, harapan, setandart hidup dan perhatian yang mempengaruhi kemampuan fisik, psikologis, tingkat kemandirian, hubungan sosial dan lingkungan.

2.3.2 Faktor yang mempengaruhi kualitas hidup

Faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien hemodialisa adalah pertama sosio demografi yaitu jenis kelamin, umur, suku/etnik, pendidikan, pekerjaan, dan status perkawinan meliputi keluarga. Kedua adalah medik yaitu lama manjalani hemodialisa, stadium penyakit, dan penatalaksanaan medis yang dijalani, (Avis, 2005).

2.3.3 Teori kualitas hidup

Menurut Post, Witte, dan Schrijvers (1999), ada tiga cara yang dapat digunakan untuk mengoperasionalisasikan konsep dari kualitas hidup yaitu melihat kualitas hidup sebagai kesehatan, sebagai kesejahteraan dan sebagai konstruk yang bersifat global (superordinate construct). Dalam penelitian mengenai kesehatan, kualitas hidup sering dianggap sama dengan kesehatan (health). Beberapa peneliti kemudian menggunakan istilah yang lebih sempit yaitu health related quality of life atau health status. Health related quality of life dilihat sebagai bagian dari dari konsep kualitas hidup secara keseluruhan (termasuk bagian dari kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan individu).

Cara yang kedua adalah melihat kualitas hidup sebagai kesejahteraan (well-being). Kualitas hidup yang dipandang sebagai kesejahteraan memiliki dua pandangan. Pandangan yang pertama memfokuskan pada well-being sebagai judgement keseluruhan dari kehidupan seseorang sedangkan pandangan yang kedua melihat well-being sebagai evaluasi subjektif dari fungsi seseorang dalam satu atau lebih bagian (domain) kehidupan. Pandangan yang pertama ini melihat kualitas hidup sebagai evaluasi dari kepuasan secara keseluruhan dari kehidupan seseorang. Dalam hal ini, istilah kualitas hidup sama dengan konsep kesejahteraan umum (global well-being), subjective well-beingdan kebahagiaan (happiness). Sedangkan pandangan yang kedua melihat bahwa kepuasan seseorang dilihat melalui beberapa bagian atau aspek dari kehidupan mereka, bukan secara keseluruhan.

Sedangkan cara yang ketiga adalah melihat kualitas hidup sebagai konstruk yang global (superordinate construct). Pendekatan kualitas hidup yang ketiga ini melihat bahwa kesehatan dan well-being termasuk dalam definisi kualitas hidup. Contohnya adalah definisi mengenai kualitas hidup yang disampaikan oleh McDowell dan Newell (dalam Post, Witte, dan Schrijvers 1999), dimana kualitas hidup dideskripsikan sebagai gabungan dari keadaan lingkungan sekitar dan perasaan seseorang mengenai lingkungannya. Cara ini juga digunakan oleh World Health Organization (WHO) dalam mendefinisikan kualitas hidup dan membuat alat ukur yang dapat digunakan secara lintas budaya (cross-cultural). WHO mendefinisikan kualitas hidup sebagai Individuals perception of their position in life in the context of the culture and value system in which they live and in relation to their goals, expectations, standards and concerns (WHOQOL Group dalam Lopez and Snyder, 2004). Menurut WHOQOL Group (dalam Lopez dan Snyder, 2004), kualitas hidup didefinisikan sebagai persepsi individu mengenai posisi individu dalam hidup dalam konteks budaya dan sistem nilai dimana individu hidup dan hubungannya dengan tujuan, harapan, standar yang ditetapkan dan perhatian seseorang. Dalam definisi ini, WHO juga mempertimbangkan adanya konteks sosial dan konteks lingkungan dalam mengukur kualitas hidup.

2.3.4 Komponen kualitas hidup

Schipper, Clinch dan Olweny (dalam Post, Witte, dan Schrijvers, 1999) mengatakan bahwa dimensi atau aspek dari kualitas hidup ada empat yaitu fungsi fisik dan okupasi, keadaan psikologis, interaksi sosial dan sensasi somatik. Spilker (Post, Witte, Schrijvers, 1999) juga membuat empat komponen dari kualitas hidup yaitu keadaan fisik dan kemampuan fungsional, keadaan psikologis dan kesejahteraan, interaksi sosial, dan keadaan ekonomi. Tokoh lain menambahkan dimensi keadaan finansial (Padilla, Presant, Grant dan Metter dalam Post, Witte, Schrijvers, 1999), kehidupan spritual (Wyatt dan Friedman dalam Post, Witte, Schrijvers, 1999) dan kebutuhan untuk bantuan dalam menjalankan aktivitas kehidupan (Najman dan Levine dalam Post, Witte, Schrijvers, 1999). Walaupun pembagian mengenai komponen-komponen yang mempengaruhi kualitas hidup individu tertulis dalam penamaan yang berbeda-beda, dapat disimpulkan bahwa dimensi-dimensi tersebut saling berinteraksi untuk memberikan gambaran kualitas hidup individu.

Komponen-komponen dari kualitas hidup yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada komponen-komponen mengenai kualitas hidup yang terdapat dalam WHOQOL-BREF. Menurut WHOQOL Group (dalam Lopez dan Snyder, 2004), kualitas hidup memiliki enam dimensi yaitu (1) kesehatan fisik, (2) kesejahteraan psikologis, (3) tingkat kemandirian, (4) hubungan sosial, (5) hubungan dengan lingkungan dan (6) keadaan spiritual. WHOQOL ini kemudian dibuat lagi menjadi instrumen WHOQOL-BREF dimana enam dimensi tersebut kemudian dipersempit lagi menjadi empat dimensi yaitu (1) kesehatan fisik, (2) kesejahteraan psikologis, (3) hubungan sosial dan (4) hubungan dengan lingkungan. Keempat dimensi ini kemudian dijabarkan menjadi beberapa fase (Power dalam Lopez dan Snyder, 2004) sebagai berikut yaitu:

1. Kesehatan Fisik

1) Aktivitas sehari-hari: menggunakan kesulitan dan kemudahan yang dirasakan individu ketika melakukan kegiatan sehari-hari.

2) Ketergantungan pada obat-obatan dan bantuan medis: menggambarkan seberapa besar kecenderungan individu dalam menggunakan obat-obatan atau bantuan medis lainnya dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

3) Energi dan kelelahan: menggambarkan tingkat kemampuan yang dimiliki oleh individu dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari.

4) Mobilitas: menggambarkan tingkat perpindahan yang mampu dilakukan oleh individu dengan mudah dan cepat.

5) Sakit dan ketidaknyamanan menggambarkan sejauh mana perasaan keresahan yang dirasakan individu terhadap hal-hal yang menyebabkan individu mersa sakit.

6) Tidur dan istirahat: menggambarkan kualitas tidur dan istirahat yang dimiliki oleh individu.

7) Kapasitas kerja: menggambarkan kemampuan yang dimiliki individu untuk menyelesaikan tugas-tugasnya.

2. Kesejahteraan Psikologis

1) Bodily image dan appearance: menggambarkan bagaimana individu memandang keadaan tubuh serta penampilannya.

2) Perasaan negatif: menggambarkan adanya perasaan yang tidak menyenangkan yang dimiliki oleh individu.

3) Self-esteem: melihat bagaimana individu menilai atau menggambarkan dirinya sendiri.

4) Berpikir, belajar, memori, dan konsentrasi: menggambarkan keadaan kognitif individu yang memungkinkan untuk berkonsentrasi, belajar dan menjalankan fungsi kognitif lainnya.

3. Hubungan sosial

1) Relasi personal: menggambarkan hubungan individu dengan orang lain.

2) Dukungan sosial: menggambarkan adanya bantuan yang didapatkan oleh individu yang berasal dari lingkungan sekitarnya.

3) Aktivitas seksual: menggambarkan kegiatan seksual yang dilakukan individu.

4. Hubungan dengan lingkungan

1) Sumber finansial: menggambarkan keadaan keuangan individu.

2) Freedom, physical safety dan security: menggambarkan tingkat keamanan individu yang dapat mempengaruhi kebebasan dirinya.

3) Perawatan kesehatan dan social care: menggambarkan ketersediaan layanan kesehatan dan perlindungan sosial yang dapat diperoleh individu.

4) Lingkungan rumah: menggambarkan keadaan tempat tinggal individu.

5) Kesempatan untuk mendapatkan berbagai informasi baru dan keterampilan (skills): menggambarkan ada atau tidaknya kesempatan bagi individu untuk memperoleh hal-hal baru yang berguna bagi individu.

6) Partisipasi dan kesempatan untuk melakukana rekreasi atau kegiatan yang menyenangkan: menggambarkan sejauhmana individu memiliki kesempatan dan dapat bergabung untuk berkreasi dan menikmati waktu luang.

7) Lingkungan fisik: menggambarkan keadaan lingkungan sekitar tempat tinggal individu (keadaaan air, saluran udara, iklim, polusi, dll) .

8) Transportasi: menggambarkan sarana kendaraan yang dapat dijangkau oleh individu.

2.3.5 Pengukuran kualitas hidup

Pengukuran kualitas hidup meliputi keempat komponen kesehatan fisik, kesejahteraan psikologis, hubungan sosial, hubungan dengan lingkungan yang di ukur dalam kuesionar WHOQOL-BREF. Alat ukur ini memilki item pertanyaan yang lebih sedikit dibandingkan dengan alat ukur WHOQOL, yaituhanya sebanyak 26 item. Alat ukur ini hanya memiliki empat buah dimensi yaitu (1) kesehatan fisik, (2) keadaan psikologis, (3) hubungan sosial dan (4) lingkungan (Power dalam Lopez dan Snyder, 2004). Skevington, Lotfy dan OConnell (2004) mengemukakan bahwa alat ukur WHOQOL-BREF dikembangkan sebagai bentuk pendek dari alat ukur WHOQOL-100, digunakan pada situasi penelitian dimana waktu yang digunakan dalam penelitian sangat terbatas, dimana ketidak nyamanan atau beban yang dirasakan oleh responden dalam penelitian harus dibuat seminimal mungkin, dan juga bila bagian dari faset-faset merupakan hal yang tidak penting seperti pada survei epidemiologi yang besar dan beberapa penelitian alat ukur WHOQOL-100, item pertanyaan yang digunakan untuk WHOQOL-BREF dipilih karena paling mampu dalam mewakili domain atau faset tersebut, berkaitan erat dengan model WHOQOL secara umun dan mewakili validitas diskriminan (Skevington, Lotfy dan OConnell, 2004).

2.4 Gagal ginjal kronik

2.4.1 Definisi gagal ginjal

Penyakit Gagal Ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium didalam darah atau produksi urin. Penyakit gagal ginjal berkembang secara perlahan kearah yang semakin buruk dimana ginjal sama sekali tidak lagi mampu bekerja sebagaimana fungsinya. Dalam dunia kedokteran dikenal 2 macam jenis gagal ginjal yaitu gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronis (Wilson, 2005).

Menurut Brunner & Suddarth (2001), gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).

Menurut The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of the National Kidney Foundation (NKF) pada tahun 2009, mendefenisikan gagal ginjal kronis sebagai suatu kerusakan ginjal dimana nilai dari GFR nya kurang dari 60 mL/min/1.73 m2 selama tiga bulan atau lebih. Dimana yang mendasari etiologi yaitu kerusakan massa ginjal dengan sklerosa yang irreversibel dan hilangnya nephrons ke arah suatu kemunduran nilai dari GFR.

Tahapan penyakit gagal ginjal kronis berlangsung secara terus-menerus dari waktu ke waktu. The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) mengklasifikasikan gagal ginjal kronis sebagai berikut:

Stadium 1: kerusakan masih normal (GFR >90 mL/min/1.73 m2)

Stadium 2: ringan (GFR 60-89 mL/min/1.73 m2)

Stadium 3: sedang (GFR 30-59 mL/min/1.73 m2)

Stadium 4: gagal berat (GFR 15-29 mL/min/1.73 m2)

Stadium 5: gagal ginjal terminal (GFR 6 mEq/L

c. Ureum darah > 200 mg/Dl

d. pH darah < 7,1

e. Anuria berkepanjangan ( > 5 hari )

f. Fluid overloaded (Shardjono dkk, 2001).

2.5.5 Komplikasi Hemodialisa

Berbagai komplikasi dapat terjadi pada klien yang menjalani hemodialisa. Berbagai komplikasi dapat dibagi menjadi 2 yaitu : penyakit yang berhubungan dengan prosedur dialisis dan komplikasi yang berhubungan dengan penyakit gagal ginjal kronik (Brunner et al. 2000: Lewis et al. 2000).

2.5.5.1 Komplikasi interdialisis yang berhubungan dengan prosedur dialisis menurut Holley et al, 2007; Barken et al, 2006; Hudak & Gallo, 1999; Thomas, 2003 adalah:

a) Hipotensi

Hipotensi saat hemodialisis (intradialityc hypotension) merupakan masalah yang sering terjadi. Ini terjadi pada klien yang mengalami gangguan sistem kardiovaskuler. Yang disebabkan oleh kelainan structural jantung dan pembuluh darah. Hipotensi tidak hanya menyebabkan ketidak nyamanan, tetapi juga meningkatkan angka kematian. (Sande et al, 2001). pencegahan hipotensi intradialisis dengan cara melakukan pengkajian berat kering secara teratur, menghitung UFR secara tepat, mengatur suhu dialisat, menggunakan dialisat bikarbonat, monitoring tekanan darah selama proses hemodialisis (Kallenbach et al, 2005; Thomas, 2003; Daugirdas, Blake & Ing, 2007).

b) Sakit kepala

Penyebabnya belum diketahui, kecepatan, penarikan cairan terlalu cepat (UFR meningkat), lamanya dialisis, tidak efektifnya dialisis, dan tingginya iltrafiltrasi juga dapat menyebabkan terjadinya headache intradialysis (Incekara et al, 2008).

c) Mual dan muntah

Di pengaruhi oleh beberapa hal yaitu gangguan keseimbangan dialisis akibat ultrafiltrasi yang berlebihan, lamanya waktu hemodialisis, perubahan homeostasis, dan besarnya ultrafiltrasi. (Thomas, 2003; Daugirdas, Blake & Ing, 2007; Holley et al; 2007).

d) Sindrom disequilibrium

Merupakan gejala yang terjadi karena adanya disfungsi serebral. Kumpulan gejala disfungsi serebral terdiri dari sakit kepala berat, mual, muntah, kejang, penurunan kesadaran sampai koma (Thomas, 2003). Sindrom disequilibrium saat hemodialisis terjadi akibat kondisi yang meningkatkan edema serebral, adanya lesi pusat saraf (stroke/trauma), tingginya kadar ureum pra HD, dan asidosis metabolic berat (Lopezalmaras, 2008).

e) Demam dan mengigil

Selama prosedur HD perubahan suhu dialisat juga dapat meningkatkan atau menurunkan suhu tubuh. Suhu dialisat yang lebih tinggi dari 37,50C bisa menyebabkan demam. Sedangkan suhu dialisisat uang terlalu dingin kurang dari 34-35,50C dapat menyebabkan gangguan kardiovaskuler, vasokontruksi dan mengigil (Pergola, Habiba & Johnson, 2004).

f) Kram otot

Intradialysis muscle cramping, biasa terjadi pada ekstremitas bawah. Beberapa factor resiko terjadinya kram diantaranya perubahan osmolaritas, ultrafiltrasi yang terlalu tinggi dan ketidak seimbangan kalium dan kalsium intra atau ekstra sel (Thomas, 2003; Kallenbach et al, 2005).

g) Emboli udara

Udara dapat memasuki sirkulasi melalui selang darah yang rusak, kesalahan menyambung sirkuit, adanya lubang pada kontainer cairan intravena, kantong darah atau cairan normal salin yang kosong, atau perubahan letak jarum arteri (Kallenbach et al 2005). Gejala yang berhubungan dengan terjadinya emboli udara adalah adanya sesak nafas, nafas pendek dan kemungkinan adanya nyeri dada (Daugirdas, Blake & Ing, 2007).

h) Hemolisis

Adalah kerusakan atau pecahnya sel darah akibat pelepasan kalium intraselluler (Thomas, 2003). Hemolisis dapat terjadi akibat sumbatan akses selang darah dan sumbatan pada pompa darah, peningkatan tekanan negative yang berlebihan karena pemakaian jarum yang kecil pada kondisi aliran darah yang tinggi, atau posisi jarum yang tidak tepat. Penyebab lain hemolisis adalah penggunaan cairan hemolisat hipotonik (Thomas, 2003 ; Kallenbach et al, 2005). Hemolisi akan menyebabkan resiko hiperkalemi, aritmia dan henti jantung (Thomas, 2003).

i) Nyeri dada

Terjadi akibat penurunan hematokrit dan perubahan volume darah karena penarikan cairan (Kallenbach et al, 20050 perubahan volume darah menyebabkan teerjadinya penurunan aliran darah ke miokard dan mengakibatkan kekurangan oksigen miokard. Nyeri dada juga bisa menyertai komplikasi emboli udara dan hemolisis (Thomas, 2003 ; Kllenbach et al, 2005).

2.5.5.2 Komplikasi yang berhubungan dengan penyakit gagal ginjal kronis

a. Penyakit jantung

Merupakan penyebab utama kematian pada pasien yang menjalani hemodialisis. Penyakit jantung disebabkan karena gangguan fungsi dan struktur otot jantung, dan atau gangguan perfusi. Faktor resiko penyakit jantung yaitu: faktor hemodinamik, metabolic seperti kelebihan cairan, garam dan retensi air, anemia, hipertensi, hipoalbuminemia, ketidakseimbangan kalsium-fosfat, dislipidemia, kerusakan katabolisme asam amino, merokok dan diabetes mellitus (Parfrey & Lameire).

b. Anemia

Penurunan kadar Hb pada pasien gagal ginjal kronik terjadi akibat proses penyakit akibat penurunan produksi eritropoetin (EPO) oleh ginjal, tubuh tidak mampu menyerap zat besi, anemia bisa bertambah berat karena hamper tidak mungkin semua darah pasien dapat kembali seluruhnya setelah menjalani hemodialisa. Sebagian sel darah merah tertinggal pada dialiser atau blood line meskipun jumlahnya tidak signifikan (Thomas, 2003).

c. Mual dan lelah

Ada beberapa faktor yang menyebabkan klien merasa mual dan kelelahan (letargi) setelah menjalani HD. Beberapa penyebab timbulnya mual dan rasa lelah setelah HD yaitu: hipotensi, kelebihan asupan cairan diantara dua terapi hemodialisis, problem terkait berat kering, obat hipertensi, anemia, penggunaan asetat pada hemodialisis.

d. Malnutrisi

Terjadi kekurangan kalori dan protein, hal ini berhubungan dengan mortalitas dan morbiditas pada klien HD kronik. Faktor penyebab terjadinya malnutrisiadalah karena meningkatnya kebutuhan protein dan energy, menurunya pemasukan protein dan kalori, meningkatnya katabolisme dan menurunya anabolisme, juga disebabkan oleh metabolism yang abnormal akibat hilangnya jaringan ginjal dan fungsi ginjal (Churawanno, 2005).

e. Gangguan kulit

Sebagian besar klien HD mengalami perubahan atau gangguan pada kulit: gatal-gatal (pruritus), kulit kering (xerosis) dan kulit belang (skin discoloration). Penyebab gatal-gatal pada kulit, bisa disebabkan oleh karena kulit yang kering, tingginya kadar kalsium, fosfat, hormone paratiroid dalam darah serta meningkatnya kadar histamine dalam kulit. Kulit belang (skin discoloration) banyak terjadi pada pasien HD. Salah satu penyebabnya adalah pigmen Urochrome, dimana pigmen ini pada ginjal sehat dapat dibuang, namun karena adanya kerusakan ginjal maka pigmen tertumpuk pada kulit, akibatnya kulit akan terlihat kuning kelabu (Thomas, 2003).

2.6 Kerangka konsep dan hipotesis

2.6.1 Kerangka konsep

Pasien gagal ginjal kronik

Hemodialisa

Dampak hemodialisa:

Hipotensi, Sakit kepala, Mual dan muntah, Sindrom disequilibrium, Demam dan mengigil, Kram otot, Emboli udara, Hemolisis, Nyeri dada

Kualitas hidup (WHOQOL, 2004) :

Kesehatan Fisik

Kesejahteraan Psikologis

Hubungan sosial

Hubungan dengan lingkungan

Faktor yang mempengaruhi:

Umur

Jenis kelamin

Pendidikan

Pekerjaan

Penghasilan

Penyakit lain

Lamanya menjalani hemodialisa

Dukungan keluarga:

Dukungan instrument

Dukungan informasi

Dukungan emosional

Dukungan pengharapan

Dukungan harga diri

Kualitas hidup meningkat

Keterangan:

: diteliti : tidak diteliti

Gambar 2.1 Kerangka konsep penelitian hubungan ntara dukungan keluarga dengan tinkat kualitas hidup pasien GGK yang Menjalani HD

2.6.2 Hipotesis

Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa.

7