BAB II

22
BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Sakit bukan lagi kata yang jarang kita dengar. Setiap orang mungkin pernah mengalami sakit dan bahkan mungkin pernah dirawat di rumah sakit. Suasana saat berada di tempat perawatan seperti rumah sakit tentu berbeda dengan suasana yang biasanya seseorang rasakan. Suasana dengan dikelilingi orang-orang yang berbeda. Hal ini tentu akan sangat dirasakan terutama bagi mereka yang baru pertama kalinya merasakan suasana perawatan rumah sakit. Proses perawatan tersebut merupakan proses hospitalisasi. Hospitalisasi diartikan adanya beberapa perubahan psikis yang dapat menjadi sebab yang bersangkutan dirawat disebuah institusi seperti rumah perawatan (Berton, 1958 dalam Stevens, 1992). Dalam Supartini (2002), hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah. 1

Transcript of BAB II

Page 1: BAB II

BAB I

P E N D A H U L U A N

1.1 Latar Belakang

Sakit bukan lagi kata yang jarang kita dengar. Setiap orang mungkin pernah

mengalami sakit dan bahkan mungkin pernah dirawat di rumah sakit. Suasana

saat berada di tempat perawatan seperti rumah sakit tentu berbeda dengan

suasana yang biasanya seseorang rasakan. Suasana dengan dikelilingi orang-

orang yang berbeda. Hal ini tentu akan sangat dirasakan terutama bagi mereka

yang baru pertama kalinya merasakan suasana perawatan rumah sakit. Proses

perawatan tersebut merupakan proses hospitalisasi. Hospitalisasi diartikan

adanya beberapa perubahan psikis yang dapat menjadi sebab yang

bersangkutan dirawat disebuah institusi seperti rumah perawatan (Berton,

1958 dalam Stevens, 1992).

Dalam Supartini (2002), hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena

suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di

rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali

ke rumah.

Hospitalisasi ini memiliki dampak terhadap psikis pada pasien (anak) ataupun

pada orang tua. Seperti pasien merasa keahilangan privasi,otonomi, serta

perubahan gaya hidupnya. Sedangkan pada orang tua, sepertiadanya rasa

bersalah dan frustasi karena tidak dapat menjaga kesehatan anaknya.

Oleh karena itu, betapa pentingnya seorang perawat memahami konsep

hospitalisasi agar dampaknya pada anak/pasien dan orang tua/keluarga dapat

diminimalisir sehingga dapat dijadikan dasar dalam pemberian suatu tindak

1

Page 2: BAB II

1.2. Rumusan Masalah

- Apa itu Hospitalisasi ?

- Apa saja stressor pada anak ketika di rawat di rumah sakit ?

- Apa saja pengaruh stress terhadap perkembangan anak ketika di rawat di

rumah Sakit ?

- Metode saja yang dapat dilakukan perawat untuk mengurangi stress anak ?

- Bagaimana cara mengukur tingkat stress pada anak ?

- Apakah metode penggunaan music dapat mengurangi stress anak ?

1.3. Tujuan

- Untuk mengetahui apa itu pengertian Hospitalisasi.

- Untuk mengetahui apa saja stressor pada anak ketika di rawat di rumah sakit.

- Untuk mengetahui apa saja pengaruh stress terhadap perkembangan anak

ketika di rawat di rumah Sakit

- Untuk mengetahui metode apa saja yang dapat dilakukan perawat untuk

mengurangi stress anak

- Untuk mengetahui cara kita mengukur tingkat stress pada anak

- Untuk mengetahui apakah metode penggunaan music dapat mengurangi stress

anak

2

Page 3: BAB II

BAB II

LAMPIRAN JURNAL

3

Page 4: BAB II

BAB III

P E M B A H A S A N

2.1 Hospitalisasi

Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan

dirawat di rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk

beradaptasi dengan lingkungan asing dan baru yaitu rumah sakit, sehingga

kondisi tersebut menjadi faktor stressor bagi anak baik terhadap anak maupun

orang tua dan keluarga (Wong, 2000).

Hospitalisasi merupakan suatu proses karena alasan berencana atau darurat

yang mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit untuk menjalani terapi

dan perawatan. Meskipun demikian dirawat di rumah sakit tetap merupakan

masalah besar dan menimbulkan ketakutan, cemas, bagi anak (Supartini,

2004). Hospitalisasi juga dapat diartikan adanya beberapa perubahan psikis

yang dapat menjadi sebab anak dirawat di rumah sakit (Stevens, 1999).

4

Page 5: BAB II

Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa hospitalisasi

adalah suatu proses karena alasan berencana maupun darurat yang

mengharuskan anak dirawat atau tinggal di rumah sakit untuk mendapatkan

perawatan yang dapat menyebabkan beberapa perubahan psikis pada anak.

Perubahan psikis terjadi dikarenakan adanya suatu tekanan atau krisis pada

anak. Jika seorang anak di rawat di rumah sakit, maka anak tersebut akan

mudah mengalami krisis yang disebabkan anak mengalami stres akibat

perubahan baik terhadap status kesehatannya maupun lingkungannya dalam

kebiasaan sehari-hari. Selain itu, anak mempunyai sejumlah keterbatasan

dalam mekanisme koping untuk mengatasi masalah maupun kejadiankejadian

yang sifatnya menekan (Nursalam, Susilaningrum, dan Utami, 2005)

2.1.1 Stressor pada Anak yang Dirawat di Rumah Sakit

Sakit dan dirawat di rumah sakit merupakan krisis utama yangtampak

pada anak (Nursalam, Susilaningrum, dan Utami, 2005). Jika seorang

anak dirawat di rumah sakit, maka anak tersebut akan mudah

mengalami krisis karena anak mengalami stres akibat perubahan yang

dialaminya. Perubahan tersebut dapat berupa perubahan status

kesehatan anak, perubahan lingkungan, maupun perubahan kebiasaan

sehari-hari. Selain itu anak juga mempunyai keterbatasan dalam

mekanisme koping untuk mengatasi masalah maupun kejadian-

kejadian yang bersifat menekan.

Stresor atau pemicu timbulnya stres pada anak yang dirawat di rumah

sakit dapat berupa perubahan yang bersifat fisik, psiko-sosial, maupun

spiritual. Perubahan lingkungan fisik ruangan seperti fasilitas tempat

tidur yang sempit dan kuang nyaman, tingkat kebersihan kurang, dan

pencahayaan yang terlalu terang atau terlalu redup. Selain itu suara

5

Page 6: BAB II

yang gaduh dapat membuat anak merasa terganggu atau bahkan

menjadi ketakutan. Keadaan dan warna dinding maupun tirai dapat

membuat anak marasa kurang nyaman (Keliat, 1998). Beberapa

perubahan lingkungan fisik selama dirawat di rumah sakit dapat

membuat anak merasa asing. Hal tersebut akan menjadikan anak

merasa tidak aman dan tidak nyaman. Ditambah lagi, anak mengalami

perubahan fisiologis yang tampak melalui tanda dan gejala yang

dialaminya saat sakit. Adanya perlukaan dan rasa nyeri membuat anak

terganggu.

Reaksi anak usia prasekolah terhadap rasa nyeri sama seperti sewaktu

masih bayi. Anak akan bereaksi terhadap nyeri dengan

menyeringaikan wajah, menangis, mengatupkan gigi, menggigit bibir,

membuka mata dengan lebar, atau melakukan tindakan agresif seperti

menendang dan memukul. Namun, pada akhir periode balita anak

biasanya sudah mampu mengkomunikasikan rasa nyeri yang mereka

alami dan menunjukkan lokasi nyeri (Nursalam, Susilaningrum, dan

Utami, 2005).

Stressor ketika hospitalisasi pada anak, secara umum ialah :

1.     Fantasi-fantasi dan unrealistic anxieties tentang kegelapan,

monster, pembunuhan dan  diawali oleh situasi yang asing

binatang buas

2.     Gangguan kontak social jika pengunjung tidak diizinkan

3.     Nyeri dan komplikasi akibat pembedahan atau penyakit

4.     Prosedur yang menyakitkan

5.     Takut akan cacat atau mati.

6.     Berpisah dengan orang tua dan keluarga

7. Anak belum mampu beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan

lingkungan yang baru dengan segala rituinitas yang ada.

6

Page 7: BAB II

2.1.2 Mengurangi Dampak Stress Rawat Inap pada Anak

Untuk mengurangi dampak rawat nginap di rumah sakit, peran

perawat sangat berpengaruh dalam mengurangi ketegangan anak.

Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengurangi dampak stress

hospitalisasi antara lain :

a.     Meminimalkan dampak perpisahan

b.     Mengurangi kehilangan kontrol

c.      Meminimalkan rasa takut terhadap perlukaan tubuh dan nyeri.

Untuk dapat mengambil sikap sesuai dengan peran perawat dalam

usahanya meminimalkan stress akibat hospitalisasi, perlu adanya

pengetahuan sebelumnya tentang stress hospitalisasi, karena

keberhasilan suatu asuhan keperawatan sangat tergantung dari

pemahaman dan kesadaran mengenai makna yang terkandung dalam

konsep-konsep keperawatan serta harus memiliki pengetahuan , sikap

dan keterampilan dalam menjalankan tugas sesuai dengan perannya.

Untuk itu, penelitian ini dibuat untuk mengetahui hubungan antara

pengetahuan dan sikap perawat dalam meminimalkan stress akibat

hospitalisasi pada anak pra sekolah

Berbagai perasaan yang muncul pada anak yaitu :

-      cemas

-      marah

-      sedih

-      takut

-      rasa bersalah

-      Perasaan itu timbul karena menghadapi sesuatu yg baru dan

belum pernah dialami

7

Page 8: BAB II

2.1.3 Pengaruh Stress terhadap perkembangan ketika di Rumah sakit

Setidaknya 30% anak pernah dirawat di rumah sakit sekali seumur

hidup dan lima persen lainnya pernah beberapa kali. Bagi mereka

rawat inap merupakan hal yang paling menyeramkan, karena

lingkungan yang terdapat di Rumah Sakit sangat berbeda dengan yang

sehari-hari biasa ia tinggali. Ditambah lagi prosedur rumah sakit

seperti pengambilan darah dan tindakan medis lainnya membuat stress

anak semakin meningkat. Stress yang meningkat pada anak dapat

berakibat pada gangguan pola tidur, gangguan pola makan, gangguan

perkembangan juga bisa memperlambat proses pemulihan.

2.1 Pembahasan Jurnal

Seperti yang sudah di jabarkan di atas tadi, hospitalisasi Hospitalisasi

merupakan keadaan dimana orang sakit berada pada lingkungan rumah sakit

untuk mendapatkan pertolongan dalam perawatan atau pengobatan sehingga

dapat mengatasi atau meringankan penyakitnya.

Dalam Jurnal yang di lampirkan di depan tadi merupakan jurnal penelitian

yang dilakukan oleh Shida Kazemi, Shima Kazemi, Koosha

Ghazimoghaddam, Sima Besharat, Leila Kashani di the Taleghani Pediatric

Hospital yang memuat tentang apakah penggunaan music dapat mengurangi

stress anak ketika di rawat di rumah sakit atau yang biasa dengan istilah

hospitalisasi.

Ada berbagai metode pengurangan stress pada anak mulai dari membacakan

cerita, menonton kartun atau juga melakukan beberapa permainan termasuk

juga mendengarkan music supaya si anak tidak hanya focus terhadap rasa

sakit yang ia rasakan, dan dalam jurnal ini peneliti mencoba metode yang

8

Page 9: BAB II

menggunakan music apakah benar-benar efektif atau tidak dalam mengurangi

stress anak atau tidak. Musik , sebagai metode yang efektif dan bagian dari

rencana perawatan pasien , dapat digunakan sebagai alat terapi non - invasif

untuk menghilangkan rasa sakit dan kecemasan , meningkatkan rasa relaksasi

dan kekebalan tubuh dan menurunkan tekanan darah dan denyut nadi dan

respirasi tingkat pada manusia . Mendengarkan musik menyebabkan sekresi

endorphin dan dengan demikian , dapat menyebabkan modifikasi emosi dan

rasa sakit , juga , dapat meningkatkan kenyamanan individu .

Setiap anak pastinya memiliki perbedaan dalam hal perkembangan mereka,

ada yang mengungkapkan stress mereka dan ada juga yang tidak. namun

dapat dilihat dari prilaku dan ekspresi wajah si anak. Ada banyak metode

untuk mengukur tingkat stress anak diantaranya skala stres seperti tes

Spielberger juga skala wajah Piyeri.

Karena tingginya persentase rawat inap pada anak-anak dan komplikasinya

dan banyak efek samping obat , lebih perhatian dibayar untuk metode non -

farmakologis termasuk penggunaan program musik . Penelitian ini dilakukan

di provinsi Golestan untuk mengukur efek terapi musik terhadap penurunan

kecemasan pada anak 9-12 tahun dirawat di rumah sakit - tua di rumah sakit

akademik.

Peneliti menggunakan 60 orang anak sebagai sampel penelitian dengan

rentang umur 9 – 12 tahun yang di rawat di Rumah Sakit Anak kota Gorgan.

60 anak tadi di bagi menjadi 2 kelompok dengan 30 orang di setiap

kelompoknya. Kelompok yang pertama tanpa penggunaan music untuk

mengurangi stressnya yang dinamakan kelompok kontrol sedangkan

kelompok kedua menggunakan music kelompok intervensi.

9

Page 10: BAB II

Kriteria yang di gunakan inklusi, yaitu : menyertai salah satu orang tua dari

anak selama rawat inap , tidak ada riwayat rawat inap sebelumnya , tidak ada

gangguan bedah pada saat masuk , tidak ada masalah kesehatan demam, nyeri

dan mental , tidak ada penggunaan obat untuk mengurangi kecemasan atas

perintah dokter ' yang dicatat dalam file medis dan memiliki skor minimal

20 dalam tes skor kecemasan Speilburger . Dalam penelitian ini , instrumen

pengumpulan data menggunakan kuesioner yang mencakup informasi

demografis dan uji Spielberger kecemasan sifat pada anak-anak , ( STAIC ) .

Data demografi termasuk adalah sebagai berikut :

usia, jenis kelamin , pangkat lahir , penyebab rawat inap , riwayat trauma

kepala , riwayat guncangan mental, epilepsi , enuresis , gagap , menggigit

kuku , somnambulism , sejarah gagal , nilai rata-rata , obat-obatan dan juga

pekerjaan ibu , beberapa Data dianggap untuk mengukur kriteria inklusi dan

beberapa dari mereka digunakan untuk kelompok kasus dan kelompok

kontrol. Kuesioner kecemasan Speilberg adalah kuesioner laporan diri yang

telah dirancang untuk studi sifat dan sikap kecemasan ( kecemasan karena

rawat inap ) pada anak-anak . Kuesioner ini meliputi 20 pertanyaan untuk

mengukur kecemasan sifat dan 20 pertanyaan untuk sikap kecemasan . sifat

kecemasan mengacu pada stabilitas dan aspek keteguhan kecemasan ,

sedangkan sikap kecemasan adalah variabel dan itu menunjukkan aspek

variabel kecemasan .

Dalam penelitian ini, hanya sikap kecemasan ( sepuluh pertanyaan langsung

dan sepuluh pertanyaan menggunakan skoring ) digunakan . nilai minimum

jika mendapatkan skor 20 dan nilai maksimum jika mendapatan skor 60. Skor

yang kurang dari atau sama dengan 33 menunjukkan kecemasan ringan , dan

10

Page 11: BAB II

orang-orang yang lebih besar dari atau sama dengan 47 menunjukkan

kecemasan yang parah , skor lain menunjukkan kecemasan moderat.

Tim peneliti juga menggunakan system tes gambar, wajah kecemasan anak-

anak dinilai menggunakan skala Piyeri. Nanti ada 7 wajah yang diberi angka

dari 1 sampai 7 lalu nanti akan di beri tanda yang mana menurut mereka

sesuai dengan keadaan atau kondosi ia sekarang. Anak-anak memilih sebelum

dan setelah musik itu di perdengarkan kepada mereka. Tes Spielberger hasil

pengukuran kecemasan telah diproduksi oleh Spiel Burger dan rekan ( 1973 ) ,

untuk mengevaluasi tingkat kecemasan pada anak-anak yang berusia 9-12

tahun dan yang memiliki kredibilitas ilmiah yang sangat tinggi.

Dari hasil penelitian tadi , terlihat bahwa tingkat sikap kecemasan kontrol

tidak ada perbedaan statistik yang signifikan. Sebuah perbedaan yang

signifikan diamati dalam mengurangi tingkat kecemasan pada kelompok

intervensi ( p < 0,05 ) . Penelitian serupa mengevaluasi efek terapi musik

dalam mengurangi kecemasan dan rasa sakit pada anak-anak leukemia yang

menjalani prosedur yang menyakitkan seperti lumbal pungsi. Kecemasan

pengukuran dalam satu studi dengan mengukuur tanda-tanda vital pasien,

selama dan setelah prosedur. Juga hasil yang sama diperoleh dari Bradt dkk

studi pasien dewasa dengan penyakit jantung kongestif.

Walworth et al menunjukkan bahwa musik sesi terapi dengan musik diri

disukai memiliki pengaruh besar pada peningkatan kualitas faktor hidup

seperti kecemasan , stres dan relaksasi. Itu juga ditemukan untuk mengurangi

durasi rawat inap . Nillson dkk , dalam penelitian mereka , mengevaluasi

pengaruh terapi musik terhadap stres dan dosis obat analgesik pada anak-anak

pasca operasi. Mereka menunjukkan bahwa musik dapat mengurangi dosis

obat analgesik dan tingkat stres . Penelitian yang sama dilakukan pada

perempuan yang menjalani operasi caesar dan hasil yang sama diperoleh.

11

Page 12: BAB II

Holm et al menunjukkan bahwa musik juga dapat menurunkan tingkat

kecemasan pada pasien yang sedang menunggu di ruang tunggu departemen

darurat.

Dalam studi lain pada tahun 2007 , efek musik dievaluasi pada pasien luka

bakar anak selama prosedur keperawatan . Terapi ini non -farmakologis

ternyata mempengaruhi suasana hati , kepatuhan dan relaksasi pasien

BAB IV

KESIMPULAN JURNAL

4.1 Kesimpulan Jurnal

Dari jurnal yang berjudul “Music dan Kecemasan di Rumah Sakit Anka”

dapat di tarik kesimpulan bahwa kelompok intervensi yang ketika

perawatannya di putarkan music dengan kelompok control yang tidak

menggunakan music, kelompok yang penggunaan music dapat mengurangi

tingkat kecemasan anak yang masih berumur 9-12 tahun kerika di rawat di

Rumah Sakit. Oleh karena itu efek negative dari rawat inap dan kecemasan

mereaka dapat dikurangi. Penggunaan music sebagai terapi pengurang stress

sangat di anjurkan sebagai pengganti obat-obat penenang kimia yang memiliki

efek samping bagi anak. Dan studi-studi yang dilakukan oeh peneliti ain

dengan koresponden yang berbeda pun juga menunjukkan hal yang sama.

12

Page 13: BAB II

4.2 Saran

BAB V

P E N U T U P

5.1 Kesimpulan

Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan

dirawat di rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk

beradaptasi dengan lingkungan asing dan baru yaitu rumah sakit, sehingga

kondisi tersebut menjadi faktor stressor bagi anak baik terhadap anak maupun

orang tua dan keluarga. Ada beberapa stressor anak ketika mengalami

hospitalisasi yaitu, kegagalan adaptasi anak terhadap lingkungan baru,

13

Page 14: BAB II

keterbatasan dalam sosialisasi dengan keluarga, nyeri, keterbatasan dalam

bergerak.

Ketika anak mulai stress dalam perawatn di ruamah sakit maka ini akan

menggangu perkembangan dia salah satunya penghambat proses

penyembuhan juga mengganggu pola tidur hingga pola makan dia. Banyak

metode yang dapat dilakukan untuk mengurangi stress anak, misalnya diajak

untuk menonton kartun, bermain bersama, membacakan sebuah cerita, dan

juga memperdengarkan music.

5.2 Saran

Daftar Pustaka

Jurnal Music and Anxiety in Hospitalized Children

http://www.jcdr.net/articles/PDF/1831/23%20-%202641.(A).pdf

Hawari, D. (2001). Manajemen Stress, Cemas dan Depresi. Edisi 11. Jakarta:

Balai Penerbit Fakultas Kedokteran UI.

Supartini Yupi. (2004). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta:

EGC.

Semiun, Yustinus. (2006). Teori Kepribadian dan Terapi Psikoanalitik Freud.

Yogyakarta: Kanisius.

14